teknik observasi dan eksplorasi geologi di pusat penelitian dan pengembangan geologi kelautan...

15
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014 Teknik Observasi dan Eksplorasi Geologi Kelautan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Cirebon Oleh: * Mario P. Suhana, * M. Trial Fiar Erawan * Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi juga mengalami perkembangan yang sangat pesat yang ditandai dengan semakin banyaknya alat- alat atau teknologi baru yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian utamanya dalam penelitian dalam bidang oseanografi. Perlu kiranya untuk kita mengenal alat-alat tersebut dan mengetahui kegunaan dari alat tersebut. Kesalahan dalam penggunaan alat dan bahan dapat menimbulkan hasil yang didapat tidak akurat dalam hal ilmu statistika kesalahan seperti ini digolongkan dalam galat pasti. Dari hasil kunjungan studi yang dilakukan ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian mengenai perairan laut khususnya fenomena geologi dan karakteristik dasar perairan laut di Indonesia selalu dilakukan kemajuan inovasi-inovasi baru baik dalam sarana penelitian dan ilmu-ilmu atau kajian yang diteliti. Dalam kunjungan studi ini juga diketahui masih banyak hal-hal baru yang masih belum teramati oleh manusia mengenai segala hal yang berhubungan dengan karakteristik, komposisi dan geologi perairan laut khususnya di Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oseanografi merupakan bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang mempelajari lautan, samudra dan isinya serta apa yang berada didalamnya hingga ke kerak samudra. Ilmu ini tidak semata-mata merupakan ilmu murni melainkan perpaduan dari bermacam-macam ilmu dasar yang lainnya. Ilmu-ilmu lain yang termasuk didalamnya ialah ilmu tanah (geology), ilmu bumi (geography), ilmu fisika (physics), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayat (biology) dan ilmu iklim (meteorology). Namun demikian ilmu oseanografi biasanya hanya dibagi menjadi 4 cabang ilmu saja yaitu fisika oseanografi, kimia oseanografi, biologi oseanografi dan geologi oseanografi. Ilmu geologi penting artinya bagi kita dalam mempelajari asal lautan yang telah berubah lebih dari berjuta-juta tahun yang lalu biasa disebut dengan ilmu oseanografi geologi atau ilmu yang mempelajari geologi dasar samudra, termasuk tektonik lempeng dan paleoseanografi, sedangkan yang disebut dengan biogeologi adalah yang mempelajari interaksi antara biosfer bumi dan litosfer. Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi juga mengalami perkembangan yang sangat pesat yang ditandai dengan semakin banyaknya alat-alat atau teknologi baru yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian utamanya dalam penelitian dalam bidang oseanografi. Perlu kiranya untuk kita mengenal alat-alat tersebut

Upload: mohamad-afriansyah

Post on 13-Sep-2015

259 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    Teknik Observasi dan Eksplorasi Geologi Kelautan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Cirebon

    Oleh:

    *Mario P. Suhana, *M. Trial Fiar Erawan *Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

    ABSTRAK

    Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi juga mengalami perkembangan yang sangat pesat yang ditandai dengan semakin banyaknya alat-alat atau teknologi baru yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian utamanya dalam penelitian dalam bidang oseanografi. Perlu kiranya untuk kita mengenal alat-alat tersebut dan mengetahui kegunaan dari alat tersebut. Kesalahan dalam penggunaan alat dan bahan dapat menimbulkan hasil yang didapat tidak akurat dalam hal ilmu statistika kesalahan seperti ini digolongkan dalam galat pasti.

    Dari hasil kunjungan studi yang dilakukan ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian mengenai perairan laut khususnya fenomena geologi dan karakteristik dasar perairan laut di Indonesia selalu dilakukan kemajuan inovasi-inovasi baru baik dalam sarana penelitian dan ilmu-ilmu atau kajian yang diteliti.

    Dalam kunjungan studi ini juga diketahui masih banyak hal-hal baru yang masih belum teramati oleh manusia mengenai segala hal yang berhubungan dengan karakteristik, komposisi dan geologi perairan laut khususnya di Indonesia.

    I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

    Oseanografi merupakan bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang mempelajari lautan, samudra dan isinya serta apa yang berada didalamnya hingga ke kerak samudra. Ilmu ini tidak semata-mata merupakan ilmu murni melainkan perpaduan dari bermacam-macam ilmu dasar yang lainnya. Ilmu-ilmu lain yang termasuk didalamnya ialah ilmu tanah (geology), ilmu bumi (geography), ilmu fisika (physics), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayat (biology) dan ilmu iklim (meteorology).

    Namun demikian ilmu oseanografi biasanya hanya dibagi menjadi 4 cabang ilmu saja yaitu fisika oseanografi, kimia oseanografi, biologi oseanografi dan geologi oseanografi. Ilmu geologi penting

    artinya bagi kita dalam mempelajari asal lautan yang telah berubah lebih dari berjuta-juta tahun yang lalu biasa disebut dengan ilmu oseanografi geologi atau ilmu yang mempelajari geologi dasar samudra, termasuk tektonik lempeng dan paleoseanografi, sedangkan yang disebut dengan biogeologi adalah yang mempelajari interaksi antara biosfer bumi dan litosfer.

    Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi juga mengalami perkembangan yang sangat pesat yang ditandai dengan semakin banyaknya alat-alat atau teknologi baru yang digunakan dalam pengambilan sampel penelitian utamanya dalam penelitian dalam bidang oseanografi. Perlu kiranya untuk kita mengenal alat-alat tersebut

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    dan mengetahui kegunaan dari alat tersebut. Kesalahan dalam penggunaan alat dan bahan dapat menimbulkan hasil yang didapat tidak akurat dalam hal ilmu statistika kesalahan seperti ini digolongkan dalam galat pasti.

    Oleh karena itu, pemahaman fungsi dan cara kerja peralatan serta bahan harus mutlak dikuasai oleh seseorang sebelum melakukan pengambilan sampel tertentu. Bukan hal yang mustahil bila terjadi

    kecelakaan di dalam pengambilan sampel karena kesalahan dalam pemakaian dan penggunaan alatalat dan bahan yang dalam suatu pengambilan sampel atau objek yang dituju untuk di amati atau dikaji. Oleh karena itu, pemilihan jenis alat yang akan digunakan dalam suatu penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian agar penelitian berjalan lancar dan data yang diperoleh lebih akurat.

    1.2 Tujuan

    Tujuan dari kunjungan studi ini adalah untuk: 1. Untuk memahami jenis

    peralatan dan teknik pengambilan contoh sedimen.

    2. Untuk memahami demonstrasi laboratorium teknis pengukuran fraksi sedimen.

    3. Untuk memahami demonstrasi laboratorium teknis tahapan analisis foraminifera.

    4. Untuk memahami interpretasi struktur sedimen dari hasil rekaman metode akustik.

    1.3 Manfaat

    Manfaat dari kunjungan studi ini adalah diharapkan setelah kegiatan ini dapat membantu mahasiswa dalam

    pemahaman dan meningkatkan daya tarik pengetahuan di bidang geologi laut.

    1.4 Waktu dan Tempat

    Kegiatan kunjungan studi ini dilaksanakan pada tanggal 5 Desember 2014 di Pusat Penelitian

    dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon.

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    II. TEKNIK DAN PROSES 2.1 Teknik Pengambilan Sedimen dan Teknik Penanganannya

    Jenis peralatan dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. No. Jenis Alat Bahan 1. Gravity Core

    Sampel Sedimen Dasar Perairan

    2. Piston Core 3. Vibran Core 4. Boomerang Core 5. CASQ Core 6. Multi Corer Grabber 7. CTD 8. Tube Plastics 9. Grab Core

    Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan 2.1.1 Teknik Penanganan dan Pembahasan

    Sedimen adalah material bahan padat yang berasal dari batuan yang mengalami proses pelapukan, peluluhan (disintegration), pengangkutan oleh air, angin dan gaya gravitasi serta pengendapan atau terkumpul oleh proses alam sehingga membentuk lapisan-lapisan dipermukaan bumi yang padat atau tidak terkonsolidasi (Isnaniawardhani dan Natsir, 2010).

    Sedimen pada permukaan dasar laut umumnya tersusun oleh material biogenik yang berasal dari organisme, material autigenik hasil proses kimiawi laut, materi residual, materi sisa pengendapan sebelumnya dan material detritus sebagai hasil erosi asal daratan (Boggs, 2006). Duxbury, et al., (1993) menyebutkan bahwa tepian benua dan dasar laut mendapatkan suplai partikel-partikel secara terus menerus dari berbagai sumber. Apakah partikel-partikel tersebut asli dari organisme hidup di daratan, atmosfer atau dari laut itu sendiri, kesemuanya disebut sedimen ketika terakumulasi di dasar perairan laut.

    Proses sedimentasi merupakan pengendapan butiran sedimen dari

    kolom air ke dasar perairan. Perairan ini meliputi rangkaian pelepasan (detachment), dalam bentuk tersuspensi (suspension), melompat (saltasion), berputar (rolling) dan menggelinding (sliding) (Roza, 2011). Selanjutnya butiran-butiran tersebut akan mengendap bila aliran air tidak dapat mempertahankan geraknya. Proses sedimentasi merupakan parameter yang paling menonjol dalam hubungannya dengan penyebaran material bahan dasar laut atau pendangkalan dan bahan yang tersuspensi yang berada di dalam kolom air, selanjutnya proses ini akan merubah kedalaman dan konfigurasi pantai sehingga merubah keadaan dasar laut, baik secara vertikal maupun secara horizontal (Uktoselya, 1992).

    Sedimen memegang peranan penting dalam rantai nutrien yang terjadi di lautan yang kemudian dipengaruhi oleh proses fisik laut yang selanjutnya akan berdampak terhadap proses biologis organisme yang ada baik organisme bentik, nekton maupun planktonik. Sedimen merupakan wadah penyimpanan utama unsur hara berupa fosfor dalam

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    siklus yang terjadi di laut yang umumnya berbentuk partikular dengan oksida besi maupun hidroksida (Risamasu dan Prayitno, 2011).

    Seperti yang dijelaskan saat kegiatan kunjungan ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon, proses pengambilan sampel sedimen menggunakan alat yang disebut Core ataupun Grab. Core merupakan peralatan pengambilan sampel sedimen yang dapat terbuat dari material besi, baja maupun plastik. Cara kerja core secara umum adalah setelah memasuki kolom air core akan bergerak perlahan dan semakin pelan ketika telah berpenetrasi dengan substrat sedimen di dasar perairan. Menurut OHIOEPA (2001) pada beberapa contoh core untuk pengambilan sampel sedimen telah dilengkapi dengan perangkap sedimen (sediment catcher) yang membuat pengambilan sampel sedimen menjadi lebih mudah pada setiap lapisan sedimen yang akan diambil. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon core yang digunakan terdiri dari gravity core, piston core, vibran core dan boomerang core.

    Gravity core merupakan jenis core yang bekerja dengan memanfaatkan gaya berat dan gaya gravitasi bumi untuk dapat melakukan penetrasi ke dalam lapisan substrat sedimen. Alat ini memiliki ukuran panjang yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan pengambilan

    sampel. Gravity core digunakan untuk mengambil sedimen dengan tetap menjaga urutan dari geologi laut dari sedimen tersebut (Supriyadi, 1996). Contoh gravity core dapat dilihat pada Lampiran 3.

    Peralatan selanjutnya adalah piston core, cara kerja dari piston core adalah dengan menggunakan pemicu yang disebut dengan trigger dimana pemicu tersebut digunakan pada saat core akan tiba di dasar laut atau pada permukaan sedimen. Piston yang terdapat di core tersebut berfungsi sebagai alat bantu mengangkat core setelah sampel sedimen terperangkap di core.

    Sampel sedimen yang telah diperoleh kemudian diberi perlakuan agar tidak rusak dengan cara disimpan pada wadah khusus pada suhu dibawah 10C, hal ini bertujuan agar sampel sedimen tidak rusak dan tetap berada pada suhu yang sama atau disesuaikan dengan suhu dasar perairan dimana sampel sedimen tersebut diambil. Untuk gambar jenis piston core dapat dilihat pada Lampiran 4.

    Jenis core selanjutnya adalah vibran core. Vibran core merupakan alat pengambil sampel sedimen dengan memanfaatkan tenaga getaran yang dihasilkan oleh core tersebut. Alat ini dapat membuat getaran dengan kisaran 3.000-11.000 getaran per menit (VPM). Kegunaan dari vibran core adalah untuk mengambil sedimen bertipe pasiran halus di dasar perairan. Contoh dari vibran core dapat dilihat pada Lampiran 4.

    2.2 Teknik Analisis Fraksinasi

    Pengolahan sampel sedimen pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon adalah menggunakan metode

    pipet dan analisis fraksinasi. Analisis fraksinasi atau metode fraksinasi adalah metode analisis sedimen dengan menggunakan prinsip

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    fraksional dari ukuran materi-materi penyusun sedimen. Alat yang digunakan untuk melakukan pemisahan antar materi-materi sedimen tersebut adalah saringan bertingkat yang meiliki ukuran yang berbeda pada setiap saringannya (Hamzah dan Setiawan, 2010).

    Proses analisis sedimen menggunakan metode fraksinasi ini untuk tahapan awal adalah dengan melakukan analisis megaskopik, yaitu analisis terhadap karakter-karakter sedimen yang tampak dan dapat dirasa oleh indera tubuh manusia. Analisis ini meliputi penentuan warna, pengestimasian lapisan sampel sedimen dan pendugaan struktur pembentuk sedimen dengan cara dipegang atau melakukan perabaan pada permukaan sampel sedimen dan hasil dari analisis awal menggunakan metode analisis megaskopik ini selanjutnya dicatat.

    Tahapan selanjutnya adalah tahapan metode fraksinasi atau tahapan pemisahan materi penyusun sampel sedimen tersebut. Cara kerja dari metode ini adalah dengan mengambil sebagian sampel sedimen selanjutnya dimasukkan kedalam saringan bertingkat. Kemudian saringan bertingkat tersebut diguncang dengan menggunakan bantuan shaker dan selanjutnya materi-materi dari sampel sedimen tersebut akan mulai terpisah ke masing-masing tingkatan saringan sesuai dengan ukuran dari materi-materi sampel sedimen tersebut.

    Hasil dari penyaringan pada tiap-tiap tingkatan dari saringan tersebut kemudian diletakan dalam wadah terpisah antar tiap materi-materi sedimen yang telah diayak dan terpisah tadi. Jika pada materi-materi hasil penyaringan tersebut ditemukan materi yang berukuran lebih kecil dari 63 um atau 4 maka harus dilakukan analisis tambahan dengan menggunakan metode pipet, cara pengerjaan metode pipet adalah sebagai berikut: 1. Sampel sedimen yang berukuran

    63 um adu 4 dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan ukuran 1,5 liter. Selanjutnya tambahkan larutan dispersan hingga volume sampel menjadi 1.000 ml.

    2. Selanjutnya lakukan proses pengadukan dengan menggunakan stik atau tongkat pengaduk, lama waktu pengadukan disesuaikan dengan suhu ruangan dan tetapan lama waktu pengadukan yang telah dihitung sebelumnya.

    3. Selanjutnya masukan pipet ke dalam larutan yang telah diaduk tadi, usahakan pipet yang dimasukkan tidak mengakibatkan larutan teraduk kembali.

    4. Terakhir letakkan sampel yang telah diambil menggunakan pipet tadi ke dalam cawan petri untuk dilakukan proses analisis.

    Untuk melihat saringan bertingkat dan proses metode pipet dapat dilihat pada Lampiran 5.

    2.3 Teknik Analisis Foraminifera

    Foraminifera merupakan organisme bersel tunggal yang mempunyai kemampuan berbentuk cangkang dari zat-zat yang berasal dari dirinya sendiri atau dari benda asing di lingkungannya. Dinding

    cangkang tersebut mempunyai komponen dan struktur bervariasi (Natsir, 2010). Foraminifera mempunyai ukuran yang beragam mulai dari 3 m sampai 3 mm (Haq dan Boersma, 1983).

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    Foraminifera merupakan salah satu kelompok zoobentos yang memiliki respons cepat terhadap lingkungan atau perubahan lingkungan atau perubahan akibat aktivitas manusia (Rositasari dan Rahayuningsih, 1993). Foraminifera merupakan komponen meiobentik dari komunitas dasar perairan dan memiliki peran sebagai produsen kalsium karbonat dalam sedimen (Hallock, 1974).

    Analisis foraminifera dilakukan dengan cara pengerjaan di laboratorium dengan beberapa tahapan. Persiapan analisis sampel menggunakan metode Kennedy dan Ziedler (1976) yang terdiri dari tahapan pencucian sampel, pemisahan foraminifera dari sedimen, deskripsi dan identifikasi.

    Pencucian sampel menggunakan air mengalir di atas saringan hingga bersih. Sampel yang telah dicuci dimasukkan ke dalam botol koleksi dan botol film yang

    telah diberi alkohol untuk pengawetan serta diberi label untuk analisis lanjutan. Proses pemisahan sedimen dan foraminifera adalah dengan cara menyebarkan sampel yang telah dicuci pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop binokuler dan difoto menggunakan kamera digital (Silmiah, 2013).

    Sampel yang telah didapatkan dideskripsikan dan diidentifikasi. Individu yang telah dipisahkan diklasifikasikan berdasarkan morfologinya seperti bentuk cangkang, bentuk kamar, susunan kamar, jumlah kamar, ornamentasi cangkang, posisi apertura dan prolocolus. Sedangkan untuk proses pengukuran parameter panjang cangkang ditentukan dengan menarik garis melintang dari apertura cangkang. Sedangkan lebar cangkang ditentukan dari ukuran terlebar dari cangkang pada bagian median cangkang (Silmiah, 2013).

    2.4 Teknik Analisis Sedimen dengan Metode Akustik

    Salah satu dari teknologi hidroakustik kelautan adalah penggunaan Multibeam Echosounder dalam proses survei di bidang akustik kelautan. Multibeam Echosounder menggunakan prinsip yang sama dengan Singlebeam namun perbedaannya adalah dari jumlah beam yang digunakan. Jumlah beam yang dipancarkan oleh Multibeam Echosounder lebih dari satu pancaran dengan pola pancaran melebar dan melintang terhadap badan kapal (Edi, 2009).

    Setiap beam yang dipancarkan akan memperoleh satu titik kedalaman hingga akan membentuk profil muka dasar laut saat semua titik dihubungkan. Hasil sapuan multibeam akan menghasilkan satuan

    luasan yang menggambarkan permukaan dasar laut jika kapal bergerak maju (Edi, 2009).

    Peralatan lain yang digunakan adalah Side Scan Sonar (SSS). Side Scan sonar menggunakan prinsip backscatter akustik dalam mengindikasikan atau membedakan kenampakan bentuk dasar laut atau objek dasar laut (Russel, 2001). Side Scan sonar mempunyai kemampuan menggandakan beam yang diarahkan pada satu sisi ke sisi lainnya sehingga kita bisa melihat kedua sisi, memetakan semua area penelitian secara efektif dan menghemat waktu penelitian. Side Scan sonar menggunakan narrow beam pada bidang horizontal untuk mendapatkan resolusi tinggi disepanjang lintasan

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    dasar laut (Klien Associates Inc, 1985).

    Material seperti besi, bongkahan, kerik atau batuan vulkanik sangat efisien dalam merefleksikan pulsa akustik. Sedimen halus seperti tanah liat, lumpur tidak merefleksikan pulsa suara dengan baik. Reflektor kuat akan akan menghasilkan pantulan backscatter yang kuat dan begitu pula sebaliknya. Dengan pengetahuan akan karakteristik ini pengguna SSS dapat menguji komposisi dasar laut atau objek dengan mengamati pengembalian kekuatan akustik (Tritech International Limited, 2009).

    Sistem prakata SSS merupakan strategi penginderaan untuk merekam kondisi dasar laut dengan memanfaatkan sifat media dasar laut yang mampu memancarkan,

    memantulkan atau menyerap gelombang suara. Gelombang suara yang digunakan dalam sistem SSS mempunyai frekuensi suara antara 100-500 KHz. Pulsa gelombang dipancarkan dalam pola sudut yang lebar mengarah ke dasar laut, dan gema atau pantulan gelombang diterima kembali oleh receiver dalam hitungan detik.

    Untuk mencari atau menentukan lokasi perekaman mengikuti pola lintasan survei tertentu dengan menggunakan peralatan penentu posisi GPS dan video plotter. SSS mampu membuat liputan perekaman dasar laut dari kedua sisi lintasan survei. Dalam kondisi lautan yang tenang dan haluan kapal yang lurus, sonogram dapat memberikan gambar atau image yang sangat tajam dan rinci.

    III. KESIMPULAN DAN SARAN

    1. Kesimpulan

    Dari hasil kunjungan studi yang dilakukan ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian mengenai perairan laut khususnya fenomena geologi dan karakteristik dasar perairan laut di Indonesia selalu dilakukan kemajuan inovasi-inovasi baru baik dalam

    sarana penelitian dan ilmu-ilmu atau kajian yang diteliti.

    Dalam kunjungan studi ini juga diketahui masih banyak hal-hal baru yang masih belum teramati oleh manusia mengenai segala hal yang berhubungan dengan karakteristik, komposisi dan geologi perairan laut khususnya di Indonesia.

    2. Saran

    Diharapkan kedepannya untuk kegiatan kunjungan studi lanjutan, pihak Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon dapat memberikan demo atau contoh pengoperasian alat-alat yang digunakan dalam penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pihak Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon di lapangan.

    Keterbatasan waktu dalam menjelaskan mekanisme semua peralatan yang terdapat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon menjadi kendala mahasiswa yang melakukan kunjungan studi untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan memadai.

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    DAFTAR PUSTAKA

    Boggs, Jr. S. 2006. Principal of

    Sedimentology and Stratigraphy 4th Edition, Hal 553-558, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River New Jersey.

    Duxbury, J. M., Harper, L. A., and

    Mosier, A. R. 1993. Contributions of Agroecosystems to Global Climate Change. In Agricultural Ecosystem Effects on Trace Gases and Global Climate Change (edited by Harper L. A., et al.), pp. -18. ASA Spec. Publ. No. 55. ASA, CSSA, SSSA, Madison, WI.

    Edi, B. P. 2009. Aplikasi Instrumen

    Akustik Multibeam dan Side Scan Sonar di Perairan Sekitar Teluk Mandar dan Selat Makassar. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.

    Hallock, P. 1974. Sediment

    Production and Foraminifera Amphistegina Rnadagascariensis. Limnology and Oceanology 19(5):802-809.

    Hamzah, F. dan Setiawan, A. 2010.

    Akumulasi Logam Berat Pb, Cu dan Zn di Hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu

    dan Teknologi Kelautan Tropis 2(2):41-52.

    Haq, B. U. Dan Boersma, A. 1983.

    Introduction to Marine Micropalaeontology. Elseiver Biomedical. New York, Amsterdam, Oxford.

    Isnainiawardhani, V, Natsir, M,S.

    2010. Tipe Sedimen Permukaan Dasar Laut Selatan dan Utara Kepulauan Tambelan Perairan Natuna Selatan. Fakultas Teknik Geologi: Universitas Padjajaran.

    Kennedy, C. dan Ziedler, W. 1976.

    The Preparation of Oriented Thin Sections in Micropalaeontology: An Improved Method for Revealing The Internal Morphology of Foraminifera and Other Microfosils. Micropalaentology 22(1):04-107.

    Klien Associates, Inc. 1985. Side

    Scan Sonar Record Interpretation. New Hampshire. USA.

    Natsir, S. M. 2010. Kelimpahan

    Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan di Teluk Ambon. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 2(1):9-18.

    OHIOEPA, 2001. Sediment Sampling

    Guide and Methodologies 2nd Edition. State of Ohio.

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    Enviromental Protection Agency.

    Risamasu, F. J. L., dan Prayitno, B.,

    2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan, Ilmu Kelautan, 16, 135-142.

    Rositasari, R. dan Rahayuningsih, S.

    K. 1993. Foraminifera Bentik. Balitbang Oseanografi, Puslitbang Oseanografi. LIPI. Jakarta.

    Roza, S. Y. 2011. Komposisi

    Sedimen di Perairan Bagan Siapiapi. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan: Universitas Riau.

    Russel, I. 2001. Basic Principles of

    Hydrographic Surveying. Hydrographic Awareness. Seminar and Course: The Importance of Hydrographic Survey for Management and

    Development of The Coastal Zone; Jakarta, 24-27 April 2001.

    Silmiah, R. 2013. Jenis-Jenis

    Foraminifera Bentik di Teluk Bayur Padang, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(2)-Juni 2013:118123.

    Supriyadi, I. H. 1996. Mengenal

    Sedimen Laut. Lonawarta XIX: 55-65. Puslitbang Oseanologi. LIPI.

    Tritech International Limited. 2008.

    Side Scan Sonar. Uktoselya, H. 1992. Beberapa Aspek

    Fisika Air Laut dan Peranannya dalam Masalah Pencemaran. Hal. 143-154 dalam D. H. Kunarso dan Ruyitno (eds) Laporan Seminar Pencemaran Laut. Lembaga Oseanografi Nasional LIPI, Jakarta.

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    LAMPIRAN 1. Diagram Air Gambaran Urutan Teknik Pengambilan Contoh Sedimen

    Penentuan Site

    Melihat Batimetri Perairan Penurunan CTD

    Melihat Profil Seismik Penurunan Multi-core

    Penurunan Grab Core/CASQ Core

    Penurunan Piston Core

    Penyimpanan Sampel ke dalam Plastik Tube

    Penurunan Gravity Core

    Analisis Laboratorium

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    2. Diagram Air Gambaran Urutan Analisis Sedimen di Laboratorium 3. Gravity Core

    Sampel Sedimen

    Uji Laboratorium

    Analisis Magnetic

    Susceptibility Sensor

    Input Data ke Komputer

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    4. Piston Core dan Vibrant Core Sediment

    5. Alat-Alat yang Digunakan Untuk Analisis Sampel Sedimen di Laboratorium

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    Lampiran 5. Lanjutan

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    6. Diagram Air Prosedur Analisis Fraksinasi di Laboratorium

    7. Diagram Air Teknik Analisis Foraminifera

    Pengeringan sampel sedimen selama 2 hari

    Pengujian uji butir sedimen menggunakan ayakan

    bertingkat

    Sampel hasil ayakan dimasukkan ke dalam tabung silinder dengan ditambahkan 1 liter air dan diaduk selama

    1 menit

    Ambil sampel menggunakan pipet dan keringkan selama

    24 jam

    Penghitungan berat sampel dan berat wadah

    Sampel sedimen dari core

    Analisis Megaskopik

    (Mengamati warna, besar butiran, kandungan mineral pada sampel secara visual)

    Pemilahan sampel secara sistematik per 10-20 cm

    Menganalisis kandungan foraminifera yang terdapat

    pada sampel sedimen

  • Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014

    8. Diagram Air Teknik Interpretasi Karakteristik Sedimen Dasar dengan Teknik Akustik

    Penggunaan Transducer

    Gelombang transducer mengenai dasar laut

    Gelombang direfleksikan dan kemudian dipancarkan

    Foto Udara