laporan akhirbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...daftar tabel halaman nomor teks 1...

65
MAK: 1571 00459 B LAPORAN AKHIR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HORTIKULTURA > 20% MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA Tahun Anggaran 2011 BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011

Upload: dinhliem

Post on 18-Jul-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

MAK: 1571 00459 B LAPORAN AKHIR

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN

PRODUKTIVITAS HORTIKULTURA > 20% MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA

Tahun Anggaran 2011

BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2011

Page 2: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN

PRODUKTIVITAS HORTIKULTURA > 20% MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA

Tahun Anggaran 2011

Oleh:

Dr. Ir. Umi Haryati Ir. Deddy Erfandi

Satker 648680

BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

2011

Page 3: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

LEMBAR PENGESAHAN

1 Judul RPTP : Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan

Lahan untuk Meningkatkan Produktivitas Hortikultura > 20% Mendukung Pengembang-an Kawasan Hortikultura

2 Penanggungjawab Kegiatan RPTP/RDHP

a. Nama : Dr. Ir. Umi Haryati

b. Pangkat/Golongan : Pembina /IVa

c. Jabatan Fungsional

c.1. Fungsional : Peneliti Madya

c.2. Struktural : -

3 Lokasi Kegiatan : Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi

4 Biaya Penelitian/Pengkajian : Rp. 242.250.000.- (Dua ratus empat puluh dua juta dua ratus lima puluh ribu rupiah)

5 Sumber Dana : DIPA/RKAKL, Satker Balai Penelitian Tanah, Tahun Anggaran 2011

Mengetahui Kepala Balai Penelitian Tanah Penanggung jawab RPTP Dr. Ir. Sri Rochayati MSc Dr. Ir. Umi Haryati NIP. 19570616 198603 2 001 NIP. 19601017 198903 2 001

Page 4: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

KATA PENGANTAR

Laporan akhir penelitian ini menyampaikan hasil yang dicapai dalam

pelaksanaan Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Lahan dan Pemupukan

untuk Meningkatkan Produktivitas Hortikultura > 20% Mendukung

Pengembangan Kawasan Hortikultura. Penelitian ini merupakan penelitian tahun

kedua yang dimulai tahun 2010 dan dilaksanakan secara berkelanjutan selama 5 tahun.

Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Lahan dan Pemupukan untuk

meningkatkan produktivitas hortikultura > 20 % mendukung pengembangan kawasan

hortikultura pada tahun ini meliputi dua kegiatan penelitian, yaitu: (1) On Farm Reseach

Sistem Usahatani Konservasi (SUT-KTA) di Lahan Sayuran (2) Alternatif Teknologi

Konservasi Tanah untuk Pengendalian Erosi dan Kehilangan Hara Pada Budidaya Sayuran

Dataran Tinggi (SIT-KTA) . Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di Desa Talun

Berasap (pengembangan Desa Pelompek), Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci,

Provinsi Jambi.

Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak

atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penelitian dan laporan ini dapat terlaksana

dengan baik, dan mohon maaf atas segala kekurangan, semoga laporan ini dapat

bermanfaat.

Bogor, Desember 2011

Kepala Balai,

Dr. Sri Rochayati

NIP. 19570616 198603 2 001

Page 5: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Dasar Pertimbangan (justifikasi) 2

1.3. Tujuan 3

1.4. Luaran yang diharapkan 4

1.5 Prakiraan manfaat dan dampak kegiatan 4

II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Kerangkan Teoritis 5

2.2. Hasil-Hasil Penelitian yang sudah dicapai 9

III METODOLOGI 12

3.1. Pendekatan 12

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan 13

3.3. Bahan dan Metode Penelitian 13

3.4. Analisis Resiko 16

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17

4.1. HASIL 17

4.2. PEMBAHASAN 35

V KESIMPULAN DAN SARAN 42

VI PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN 44

VII DAFTAR PUSTAKA 45

Page 6: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

DAFTAR TABEL

Halaman Nomor Teks

1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

17

2 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-2 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

18

3 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-3 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

19

4 Sifat kimia tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

20

5 Sifat kimia tanah awal lokasi penelitian pada blok P-2 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

21

6 Sifat kimia tanah awal lokasi penelitian pada blok P-3 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

22

7 Jenis perlakuan, kemiringan dan luas masing-masing perlakuan pada kegiatan on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

23

8 Berat segar crop kubis pada saat panen untuk setiap model sistem usahatani konservasi pada kegiatan on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

26

9 Penggunaan bibit Kubis dan pupuk pada penelitian on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

26

10 Analisis finansial usahatani Kubis pada penelitian on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

27

11 Distribusi curah hujan selama pertanaman Kubis di Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh, Jambi, 2011

33

12 Pengaruh teknik konservasi terhadap populasi tanaman saat panen dan berat segar crop kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

35

Page 7: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

DAFTAR GAMBAR

Halaman Nomor Teks

1 Keragaan on-farm research setelah implementasi perlakuan, sebelum diitanami pada Blok P-1 (cara petani, barisan tanaman sejajar lereng) di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

23

2 Keragaan on-farm research setelah implementasi perlakuan, sebelum diitanami pada Blok P-2 (barisan tanaman sejajar lereng, dipotong gulud setiap panjang lereng 5 m), di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

24

3 Keragaan on-farm research setelah implementasi perlakuan, sebelum diitanami pada Blok P-3 (barisan tanaman sejajar kontur), di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

24

4 Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap tinggi tanaman kubis pada On-Faram Research SUT-KTA di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

25

5 Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap diameter kanopi kubis pada On-Faram Research SUT-KTA di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

25

6 Kegiatan FGD pada penelitian On Farm Research (SUT_KTA) di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

30

7 Pemasangan soil-colector untuk 4 perlakuan, sebelum diitanami pada Blok P-2 di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

31

8 Pemasangan soil - colector untuk 4 perlakuan, sebelum diitanami pada Blok P-3 di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

31

9 Implentasi 4 perlakuan teknik konservasi tanah, sebelum diitanami pada Blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

32

10 Keragaan pesemaian kubis pada kegiatan penelitian SUT- KTA dan SIT - KTA di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

33

11 Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap tinggi tanaman kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

34

12 Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap diameter kanopi kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

34

Page 8: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

ABSTRAK

Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang penting bagi pertumbuhan ekonomi, dan sebagai salah satu sumber pendapatan petani untuk mendukung ketahanan pangan. Usahatani Kubis dan Kentang mempunyai keuntungan kompetitif karena efisien secara finansial terhadap penggunaan sumberdaya domestik. Tetapi pengolahan tanah di lahan berlereng di dataran tinggi di daerah aliran sungai bahgian hulu tanpa menerapkan teknik konservasi tanah yang tepat menyebabkan berbagai risiko yang membahayakan agroekosistem baik on-site maupun off-site. Sebagian besar petani sayuran dataran tinggi umumnya belum mempraktekkan pengelolaan lahan dan pemupukan yang tepat dan benar. Penelitian bertujuan (jangka panjang) untuk memperoleh rekomendasi pengelolaan tanah yang handal dalam sistem usahatani konservasi tanah berbasis tanaman sayuran di dataran tinggi. Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di Desa Talun Berasap (pengembangan Desa Pelompek), Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi dengan menggunakan tanaman indikator kubis dirotasi dengan kentang. Penelitian terdiri dari 2 kegiatan yaitu : (1) On Farm Reseach Sistem Usahatani Konservasi (SUT-KTA) di Lahan Sayuran, yang terdiri dari 3 model usahatani konservasi (P-1= praktek petani, P-2 = tanaman searah lereng, dipotong gulud setiap 5 m panjang lereng, P-3 = tanaman searah kontur); (2) Alternatif Teknologi Konservasi Tanah untuk Pengendalian Erosi dan Kehilangan Hara Pada Budidaya Sayuran Dataran Tinggi. Kegiatan ini terdiri dari 4 perlakuan teknik konservasi tanah, yaitu KTA-1 (tanaman searah lereng), KTA-2 (tanaman searah lereng, dipotong gulud setiap 5 m panjang lereng, KTA-3 (tanaman searah lereng, dipotong gulud setiap 5 m panjang lereng dan ditambah rorak, KTA-4 (tanaman searah kontur). Hasil penelitian menunjukkan hasil tanaman kubis secara umum tergolong rendah (3 – 7 t/ha berat segar) karena tanaman mengalami kekeringan pada masa pertumbuhannya. Perlakuan sistem usahatani konservasi P-2 memberikan hasil tanaman (7,7 t/ha) dan keuntungan (Rp 2.588.000,-) yang tertinggi dengan nilai B/C ratio (1,51). Sebaliknya perlakuan P-1 memberikan hasil tanaman terendah (3,0 t/ha) dan mengalami kerugian sebesar Rp 1.901.000,-. Teknik konservasi TKA-3 (pada kegiatan super imposed trial/SIT-KTA) memberikan hasil tanaman tertinggi (32 t/ha) diikuti oleh TKA-1 (31 t/ha), TKA-2 (29 t/ha) da TKA-4 memberikan hasil yang paling rendah (26 t/ha). Petani pada umumnya cukup antusias terhadap teknik konservasi tanah dan air. Petani cenderung menyukai teknik konservasi TKA-2 (tanaman searah lereng, dipotong gulud setiap 5 meter), karena lebih praktis, dengan alternatif TKA-4 (tanaman sejajar kontur).

Kata kunci : usahatani konservasi, teknik konservasi tanah, preferensi petani, pendapatan, kawasan hortikultura

Page 9: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

ABSTRACT

Horticulture is an important agricultural commodity for economic growth, and as a

source of farmer’s income to support food security. Cabbage and potato farming have competitive advantages due to financially efficient to utilize domestic resource. But its cultivation in the sloping/highland areas in the upper watershed without applying a proper soil conservation techniques have caused a variety of risk that was endangering in on site and off-site agro ecosystems. Most of vegetable farmers in the highland did not practice land management fertilization correctly. The research was carried out in farmers' land in Talun Berasap village (splitting of Pelompek village), Gunung Tujuh District, Kerinci, Jambi Province using indicator plants of Cabbage and Potato. The aims of study (long term) are to find out a reliable soil management on vegetable farming in highland areas. The study has two activities, that are: Activity 1 is On Farm Research Conservation Farming System consisted three models of conservation farming system namely P-1 (farmers practice), P-2 (planting in bedding direction to the land slopes, but at every 5 m long slopes was cut by ridge directed to land contour), P-3 (planting in bedding parallel to land contour). Activity 2 is Alternative Technologies for Soil Conservation to Control Erosion and Nutrient Loss In High Land Vegetable Farming. This activity consists of 4 treatments of soil conservation techniques, namely KTA-1 (planting in bedding direction to the land slopes), KTA-2 (planting in bedding direction to the land slopes, but at every 5 m long slopes was cut by ridge directed to land contour), KTA-3(planting in bedding direction to the land slopes, but at every 5 m long slopes was cut by ridge directed to land contour and added with rorak, KTA-4 (planting in bedding parallel to land contour). The results showed that the cabbage yield in on farm research is generally low (3-7 t / ha fresh weight) due to drought during plant growth. The P-2 treatment gave the highest yields (7,7 t/ha) and profit (2.588 million IDR) with B/C was 1.51. In contrast, P-1 treatment gave the lowest yields and suffered a loss of 1.901 million IDR. Conservation techniques TKA-3 (on the activities of super imphosed trial) gave the highest crop yield (32 t / ha) followed by TKA-1 (31 t / ha ), TKA-2 (29 t / ha) and TKA-4 gave the lowest yield (26 t / ha). Farmers are generally quite enthusiastic to the soil and water conservation techniques. Farmers tend to favor conservation techniques TKA-2 (plants direction of slope, cut by ridge every 5 meters), because it is more practical, and TKA-4 (contouring plants) as an alternative soil conservation technique. Key words : conservation farming, soil and water conservation, farmer preferation,

income, hortuculture area

Page 10: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

RINGKASAN

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN UNTUK MENINGKATKAN

PRODUKTIVITAS HORTIKULTURA >20% MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN HORTIKULTURA

Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang penting bagi pertumbuhan

ekonomi dan ketahanan pangan nasional. Dalam lima tahun terakhir nilai ekspor

hortikultura buah-buahan meningkat dari US$ 54,2 juta (2003) menjadi US$ 73,6 (2005)

dan US$ 113,2 juta (2007) atau rata-rata peningkatannya mencapai 20,4% tahun-1.

Peningkatan nilai ekspor tersebut antara lain karena meningkatnya produksi hortikultura

buah-buahan dimana volume ekspor meningkat dengan laju 17,3% tahun-1 (BPS, 2008).

Produksi hortikultura sayuran, seperti kentang pada tahun 2006-2007 meningkat sekitar

2,3% tahun-1. Dalam konteks demikian, kelompok komoditas hortikultura sangat strategis

sehingga perlu mendapatkan prioritas pengembangan. Dari sisi permintaan, baik berupa

konsumsi segar maupun produk olahan meningkat dari waktu ke waktu. Sementara itu,

dari sisi produksi masih berpotensi untuk ditingkatkan, baik melalui perluasan areal

(ekstensifikasi), maupun peningkatan intensitas tanam dan peningkatan produktivitas

melalui intensifikasi usahatani.

Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya terletak di bagian hulu daerah

aliran sungai (DAS). Sekitar 46% wilayahnya berbukit hingga bergunung dengan lereng

lebih dari 15 % yang sangat rentan terhadap bahaya erosi (Lampiran 1). Lahan dengan

lereng demikian umumnya tersebar di dataran tinggi dengan ketinggian ≥700 m di atas

permukaan laut (dpl). Lahan di kawasan ini sangat penting sebagai penghasil berbagai

komoditas pertanian terutama sayur-sayuran, buah-buahan, kopi, teh, kayu manis, kina,

dan lain-lain, selain berfungsi juga sebagai kawasan lindung.

Teknologi konservasi tanah, selain mampu mencegah tanah yang tererosi dan

hara yang hilang, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Dari penelitian

ini, selain efisien, budidaya sayuran dataran tinggi diharapkan dapat menguntungkan

petani, dan tidak mendatangkan bencana pada daerah-daerah di bagian hilirnya.

Rekomendasi pemupukan yang ada perlu diperbaiki dengan memperhatikan sifat

tanahnya, tanaman yang diusahakan dan kelestarian lingkungan, dengan

mengkombinasikan antara pupuk anorganik dan organik.

Page 11: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi beberapa sistem usahatani konservasi

pada budidaya sayuran dataran tinggi, untuk mengevaluasi pengaruh teknologi

konservasi tanah dalam pengendalian erosi dan hara yang hilang dalam sedimen, dan

pencucian pada budidaya sayuran dataran tinggi dan untuk memperbaiki rekomendasi

pemupukan yang mengkombinasikan penggunaan pupuk anorganik dan bahan organik

dalam budidaya sayuran dataran tinggi. Keluaran yang diharapkan adalah sistem

usahatani konservasi yang sesuai pada budidaya sayuran dataran tinggi, teknologi

konservasi tanah yang efektif dalam pengendalian erosi dan hara yang hilang dalam

sedimen, dan pencucian pada budidaya sayuran dataran tinggi dan rekomendasi

pemupukan berimbang yang mampu mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik dan

organik dalam budidaya sayuran dataran tinggi.

Penelitian melanjutkan kegiatan tahun 2010, dengan melakukan perbaikan

terhadap perlakuan-perlakuan yang telah diaplikasikan pada tahun tersebut, khususnya

yang berhubungan dengan penerapan teknologi konservasi tanah mekanik pada lahan

sayuran dataran tinggi di Propinsi Jambi. Selain teknologi bedengan, pada lahan budi

daya akan diaplikasikan teknologi konservasi tanah berupa rorak dan saluran peresapan

dengan maksud untuk menahan laju aliran permukaan dan meresapkan air yang mengalir

di atas permukaan tanah ke dalam tanah. Selain itu, dengan asumsi teknologi konservasi

tanah tersebut mampu mencegah kehilangan tanah dan hara, akan dirumuskan alternatif

teknologi pengelolaan lahan berupa penggunaan pupuk (anorganik maupun organik)

sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.

Pada TA. 2011, penelitian on farm dilaksanakan pada agro-ekosistem dataran

tinggi pada skala mikro DAS yang menjadi kawasan sentra sayuran kentang di Kabupaten

Kerinci (Jambi). Pada kegiatan ini dicoba 3 model sistem usahatani konservasi (SUT–

KTA). Model sistem usahatani konservasi yang diteliti terdiri dari: 1) Praktek

petani/farmer practices (P1), 2) Praktek petani yang diperbaiki/partially improved farmer

practices (P2), 3) Teknologi pengelolaan lahan introduksii/fully improved technology (P3).

Praktek petani didefinisikan sebagai kebiasan petani setempat dalam berusaha

tani kentang. Praktek petani yang diperbaiki diartikan sebagai kebiasan petani yang

dikombinasikan dengan perbaikan teknik konservasi tanah, sedangkan teknologi

pengelolaan lahan yang diintroduksi/perbaikan teknologi didefinisikan sebagai cara

Page 12: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

berusaha tani kentang dengan memperhatikan kaidah konservasi tanah dan pemupukan

berimbang.

Penelitian superimposed dilakukan untuk meneliti lebih lanjut mengenai teknik

konservasi tanah dan pengelolaan hara terpadu sehingga diperoleh informasi lebih detil

dan akurat untuk menyempurnakan teknologi pengelolaan lahan pada kegiatan on-farm

research. Penelitian dilaksanakan pada lahan petani kentang di Desa Talun Berasap,

Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi dengan sub ordo tanah Hapludult.

Luasan lahan yang digunakan adalah 1 ha. Lokasi penelitian terletak di kaki Gunung

Kerinci pada posisi 01o41”58,3” LS dan 101o20’50,3” BT, berbahan induk volkan pada

fisiografi kaki gunung dengan kemiringan berombak sampai bergunung.

Hasil yang diperoleh pada kegiatan On-Farm, karakteristik sifat fisik tanah awal

pada lokasi P-1 memperlihatkan bahwa tanah mempunyai BD rendah, partikel density

(PD) 1,87 – 1,96 g/cm3, ruang pori total (RPT) tinggi , pori drainase cepat (PDC), dan pori

air tersedia (AT) yang tinggi baik pada lapisan 0-20 cm maupun pada 20-40 cm dari

permukaan tanah. Selain itu, mempunyai pori drainase lambat (PDL) rendah, air

tersedia (AT) yang tinggi, permeabilitas agak cepat, iindeks stabilitas sangat baik pada

lapisan atas (0-20 cm) maupun pada lapisan bawah (20-40 cm). Tanah mempunyai laju

perkolasi yang cepat pada lapisan atas dan sangat cepat pada lapisan bawah. Tanah

bertekstur lempung baik pada lapisan atas maupun pada lapisan bawah.

Blok perlakuan on-farm P-2, mempunyai BD 0,62 – 0,66 g/cm3, PD 2,10 – 2,22

g/cm3, RPT, PDC,dan AT yang tinggi baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah.

Tanah mempunyai PDL yang rendah , permeabilitas sedang dan perkolasi sangat cepat

dan tekstur lempung baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah.

Blok penelitian on-farm P-3 mempunyai BD rata-rata 0,67 g/cm3, PD 2,14 g/cm3,

RPT, PDL, dan AT yang tinggi baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah. Selain itu

tanah pada Blok P-3 mempunyai PDL rendah, permeabilitas sedang pada lapisan atas dan

agak cepat pada lapisan bawah, serta indeks agregat stabilitas agregat sangat baik pada

lapisan atas maupun bawah dan perkolasi sangat cepat baik pada lapisan atas maupun

bawah.

Selain dilakukan analisis sifat fisik tanah dilakukan juga analisis sifat kimia tanah.

Analisis dilakukan terhadap pH, C- organik, N-organik, C/N ratio, KTK, Basa-basa dapat

ditukar, KB, Aldd dan Hdd. Tanah pada blok P-1 mempunyai pH masam, kandungan

Page 13: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

bahan organik yang sangat tinggi, C/N ratio rendah, kandungan P2O5 dan K2O (ekstrak

HCl) sangat rendah, P tersedia tinggi pada lapisan atas dan sedang pada lapisan bawah,

KTK dan KB tergolong sedang baik pada lapisan atas maupun pada lapisan bawah, serta

Al-dd yang sangat rendah. Sifat kimia tanah pada blok P-1, mempunyai karakteristik yang

tidak terlalu berbeda dengan blok P-2, kecuali KTK yang tinggi pada lapisan atas dan

rendah pada lapisan bawah serta KB yang rendah baik pada lapisan atas maupun lapisan

bawah. Demikian juga halnya dengan sifat kimia tanah pada blok P-3, mempunyai

karakteristik yang tidak berbeda dengan sifat kimia tanah pada blok P-1.

Ada 3 perlakuan yang diimplementasikan pada kegiatan on-farm research ini yaitu

perlakuan P-1, P-2 dan P-3. Jenis perlakuan, kemiringan dan luas masing-masing

perlakuan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis perlakuan, kemiringan dan luas masing-masing perlakuan pada kegiatan on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

Simbol Perlakuan Jenis Perlakuan Kemiringan (%) Luas (ha) P-1 Cara petani, barisan tanaman

sejajar lereng 15 0,30

P-2 Barisan tanaman sejajar lereng, dipotong gulud setiap panjang lereng 5 m

18 0,30

P-3 Barisan tanaman sejajar kontur 27 0,40

Keragaan pertumbuhan tanaman baik tinggi tanaman maupun diameter kanopi

tanaman kubis terlihat berbeda antar perlakuan. Perlakuan P-1 selalu mempunyai tinggi

tanaman yang lebih tinggi dari perlakuan P-2 dan P-3 (Gambar 1). Demikian juga halnya

dengan diameter kanopi, perlakuan P-1 selalu mempunyai diameter kanopi tanaman

kubis yang lebih tinggi dari perlakuan P-2 dan P-3 (Gambar 2).

Page 14: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

2 4 6

mur tanaman (MST)

Ting

gi ta

nam

an (c

m)

P-1

P-2

P-3

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

8 10 12

Umur tanaman (MST)

Dia

met

er k

anop

i (cm

)

P-1

P-2

P-3

Gambar 1. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap tinggi tanaman kubis pada On-Farm Research

Gambar 2. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap diameter kanopi kubis pada On-Farm Research

Hasil tanaman kubis dalam hal berat segar tanaman /crop tanaman kubis pada

saat panen memberikan respon yang berbeda terhadap perlakuan sistem usahatani

konservasi yang berbeda pada kegiatan on-farm research. Perlakuan P-2 (tanaman

sejajar lereng, dipotong gulud setiap panjang lereng 5 m) memberikan hasil tanaman

yang tertinggi dan berbeda dengan perlakuan lainnya, diikuti oleh perlakuan P-3

(tanaman sejajar kontur) dan perlakuan P-1 memberikan hasil yang paling rendah (Tabel

2).

Tabel 2 Berat segar crop kubis pada saat panen untuk setiap model sistem usahatani konservasi pada kegiatan on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec.

Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Sistem usahatani konservasi

Ulangan

Rata-rata (t/ha)

I II III P1 = tanaman searah lereng 2.7 3.1 3.2 3.0 c

P2 = tanaman searah lereng,

Setiap 5 m dipotong gulud 9.0 7.6 6.5 7.7 a

P3 = tanaman searah kontur 6.2 5.1 7.7 6.3 b

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda untuk taraf 5 % DMRT

Harga pasar kubis pada bulan September 2011 adalah Rp 1000 kg-1 , hasil

perhitungan input dan output memberikan B/C rasio 0,7; 1,8 dan 1,2 masing-masing

Page 15: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

pada P1, P2 dan P3 . Hal ini karena pada produksi dan input tenaga kerja yang berbeda.

Perlakuan P2 dan P3 memberikan produksi yang lebih tinggi dari P1, sehingga B/C

rationya lebih tinggi.

Hasil wawancara selama kegiatan focus group discussion (FGD) ada beberapa

usul/saran/pendapat petani sebagaimana uraian di bawah ini : Perlu ada perlakuan

penelitian yang dapat menyimpulkan pentingnya peranan bahan organik atau pupuk

kandang (saran petani tersebut sudah terjawab dari kegiatan riset TA 2010 tetapi

hasilnya belum dapat dijelaskan, dalam TA 2011 tidak ada perlakuan tanpa pupuk

kandang, mungkin pada TA 2012 perlu dipertimbangkan lagi mengenai perlakuan

tersebut). Perlu penjelasan (akademik) yang dapat dimengerti oleh petani tentang

pentingnya bahan organik dalam pengelolaan lahan untuk sayuran.

Keragaan pertumbuhan tanaman dalam hal tinggi tanaman terlihat tidak berbeda

antar perlakuan teknik konservasi (Gambar 3). Perlakuan teknik konservasi memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan diameter kanopi tanaman (Gambar 4).

Perlakuan KTA-4 (barisan/bedengan tanaman searah kontur) memberikan pengaruh yang

terbaik terhadap perkembangan diameter tanaman pada umur 10 dan 12 minggu setelah

tanam. Pengaruh ini tidak berbeda dengan perlakuan KTA-3 (barisan tanaman searah

llereng, setiap 5 m panjang lereng dibuat gulud + rotrak), tetapi berbeda dengan

perlakuan KTA-2 (barisan/bedengan tanaman searah lereng, dipotong gulud setiap 5 m

panjang lereng) dan KTA-1 (cara petani, barisan tanaman searah lereng) (Gambar 4).

0.02.04.06.08.0

10.012.014.016.018.020.0

2 4 6

Umur tanaman (MST)

Ting

gi ta

nam

an (c

m)

TKA-1

TKA-2

TKA-3

TKA-4

13.5

14.0

14.5

15.0

15.5

16.0

16.5

17.0

8 10 12

Umur tanaman (MST)

Dia

met

er k

anop

i (cm

)

TKA-1

TKA-2

TKA-3

TKA-4

Gambar 3 Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap tinggi tanaman kubis.

Gambar 4. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap diameter kanopi kubis.

Page 16: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

Teknik konservasi tanah secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap

populasi tanaman saat panen, namun memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil

tanaman (berat segar crop). Perlakuan KTA-3 memberikan hasil yang tertinggi, diikuti

oleh KTA-1, kemudian KTA-2 , dan KTA-4 memberikan hasil tanaman yang paling rendah

(Tabel 3).

Tabel 3 Pengaruh teknik konservasi terhadap populasi tanaman saat panen dan berat

segar crop kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Perlakuan

Jumlah tanaman saat panen

Berat crop

Berat crop

(tan/plot) (tan/ha) (kg/plot) (t/ha) KTA-1 88 14611 a 186.2 31.028 b KTA-2 88 14722 a 174.8 29.139 c KTA-3 87 14556 a 196.8 32.806 a KTA-4 89 14778 a 156.3 26.056 d

Perlakuan sistem usahatani konservasi P-2 (pada kegiatan on-farm research)

memberikan hasil tanaman yang tertinggi dan berbeda dengan P-3 dan P-1. Perlakuan P-

1 memberikan hasil tanaman terrendah. Teknik konservasi TKA-3 (pada kegiatan super

imphosed trial/SIT-KTA) memberikan hasil tanaman tertinggi (32 t/ha) diikuti oleh TKA-1

(31 t/ha), TKA-2 (29 t/ha) da TKA-4 memberikan hasil yang paling rendah (26 t/ha).

Page 17: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang penting bagi pertumbuhan

ekonomi dan ketahanan pangan nasional. Dalam lima tahun terakhir nilai ekspor

hortikultura buah-buahan meningkat dari US$ 54,2 juta (2003) menjadi US$ 73,6 (2005)

dan US$ 113,2 juta (2007) atau rata-rata peningkatannya mencapai 20,4% tahun-1.

Peningkatan nilai ekspor tersebut antara lain karena meningkatnya produksi hortikultura

buah-buahan dimana volume ekspor meningkat dengan laju 17,3% tahun-1 (BPS, 2008).

Produksi hortikultura sayuran, seperti kentang pada tahun 2006-2007 meningkat sekitar

2,3% tahun-1. Dalam konteks demikian, kelompok komoditas hortikultura sangat strategis

sehingga perlu mendapatkan prioritas pengembangan. Dari sisi permintaan, baik berupa

konsumsi segar maupun produk olahan meningkat dari waktu ke waktu. Sementara itu,

dari sisi produksi masih berpotensi untuk ditingkatkan, baik melalui perluasan areal

(ekstensifikasi), maupun peningkatan intensitas tanam dan peningkatan produktivitas

melalui intensifikasi usahatani.

Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya terletak di bagian hulu daerah

aliran sungai (DAS). Sekitar 46% wilayahnya berbukit hingga bergunung dengan lereng

lebih dari 15 % yang sangat rentan terhadap bahaya erosi (Lampiran 1). Lahan dengan

lereng demikian umumnya tersebar di dataran tinggi dengan ketinggian ≥700 m di atas

permukaan laut (dpl). Lahan di kawasan ini sangat penting sebagai penghasil berbagai

komoditas pertanian terutama sayur-sayuran, buah-buahan, kopi, teh, kayu manis, kina,

dan lain-lain, selain berfungsi juga sebagai kawasan lindung.

Kawasan hortikultura di dataran tinggi umumnya didominasi oleh tanah Andisols

yang peka terhadap erosi. Meskipun demikian, sebagian besar petani sayuran belum

menerapkan teknologi konservasi tanah. Rendahnya adopsi teknologi konservasi tanah

pada usahatani sayuran dataran tinggi disebabkan oleh berbagai alasan, seperti

kekhawatiran akan terganggunya drainase tanah, karena tanah selalu lembab yang akan

mengganggu pertumbuhan tanaman (Sumarna dan Kusbandriani, 1992; Suganda et al.,

1999), pengerjaannya sangat berat dan memerlukan waktu lama (Undang Kurnia, 2000),

serta mengurangi populasi tanaman (Haryati et al., 2000). Salah satu bukti, bahwa petani

sayuran di dataran tinggi belum menerapkan teknik konservasi tanah dengan baik dan

menyebabkan kerusakan lahan adalah tingginya kandungan lumpur pada beberapa anak

Page 18: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

2

sungai di DAS Serayu hulu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan, 1995).

Penerapan teknologi budidaya hortikultura sangat intensif dan bervariasi. Pupuk

dan pestisida diberikan dalam dosis tinggi, tanpa disertai penerapan teknologi konservasi

tanah yang memadai. Praktek pemupukan di tingkat petani sayuran sangat bervariasi,

mulai dari input rendah sampai input sangat tinggi. Untuk sistem dengan input tinggi,

pupuk N diberikan sampai lebih dari 500 kg urea.ha-1. Pupuk kandang adalah sumber lain

dari unsur N dan unsur lainnya yang diberikan dalam jumlah tinggi, bisa lebih dari 50 t

ha-1. Seringkali suatu jenis unsur hara diberikan secara berlebihan, namun unsur lainnya

diberikan kurang dari yang semestinya, sehingga efisiensi penggunaanya menjadi rendah.

Praktek budidaya seperti ini dapat menurunkan produktivitas tanah, karena banyak unsur

hara dan bahan organik tanah hilang melalui sedimen yang terangkut aliran permukaan,

pencemaran tanah, air, dan lingkungan, dan banjir akibat meningkatnya volume aliran

permukaan di dalam badan air/sungai di bagian hilir.

Pemberian satu atau dua unsur hara yang berlebihan, seringkali disebabkan oleh

pemberian pupuk yang hanya berdasarkan kebiasaan petani, atau rekomendasi produsen

pupuk. Pemberian pupuk dengan memperhatikan keseimbangan suatu unsur hara dengan

hara lainnya sesuai kebutuhan tanaman untuk mendukung tingkat produksi tertentu,

disebut pemupukan berimbang. Pendekatan yang akan dikembangkan dalam penelitian

ini adalah memadukan sistem usahatani konservasi dan pengelolaan hara yang efisien

dalam suatu sistem budidaya sayuran dataran tinggi. Dari penelitian ini diharapkan, hara

tanaman dapat diberikan secara seimbang, kehilangan hara dan pencucian dapat

diminimalkan, serta dicapai produktivitas lahan sayuran yang lestari.

Selanjutnya penelitian neraca hara sangat diperlukan untuk memperbaiki

rekomendasi pemupukan yang ada, sehingga usaha tani yang dijalankan dapat

meningkatkan kesuburan tanahnya, lebih menguntungkan dan akrab lingkungan.

1.2 . Dasar Pertimbangan

Pada saat ini budidaya sayuran dataran tinggi dihadapkan pada masalah besarnya

penggunaan pupuk dan pestisida, serta tingginya kehilangan hara yang terangkut dalam

aliran permukaan, dan melalui pencucian. Sebagian besar petani sayuran dataran tinggi

umumnya belum mempraktekkan pengelolaan lahan yang mengindahkan kaidah-kaidah

konservasi tanah dan pemupukan yang tepat dan benar. Pemupukan dilakukan secara

Page 19: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

3

berlebihan dan tidak berimbang, sehingga menjadi tidak efisien dan dapat menyebabkan

pencemaran lingkungan. Selain itu, kadar C-organik tanah pada sebagian besar kawasan

hortikultura tergolong rendah, sehingga dengan terjadinya erosi, kadar C-organik tanah

menjadi semakin rendah menyebabkan kualitas tanah dan efisiensi pemupukan menurun.

Hal ini disebabkan karena belum cukup tersedianya sistem pengelolaan lahan yang dapat

mengendalikan kehilangan tanah dan hara, serta belum tersedianya sistem penentuan

kebutuhan pupuk yang berimbang dan praktis. Dengan demikian, penelitian yang meng-

hasilkan teknologi terpadu untuk pengelolaan hara dan pengendalian erosi dalam sistem

usahatani konservasi berbasis sayuran di dataran tinggi sangat diperlukan. Teknologi

konservasi tanah, selain mampu mencegah tanah yang tererosi dan hara yang hilang,

diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan. Dari penelitian ini, selain efisien,

budidaya sayuran dataran tinggi diharapkan dapat menguntungkan petani, dan tidak

mendatangkan bencana pada daerah-daerah di bagian hilirnya. Rekomendasi pemupukan

yang ada perlu diperbaiki dengan memperhatikan sifat tanahnya, tanaman yang

diusahakan dan kelestarian lingkungan, dengan mengkombinasikan antara pupuk

anorganik dan organik.

1.3. Tujuan

a. Jangka pendek:

1. Untuk mengevaluasi beberapa sistem usahatani konservasi pada budidaya sayuran

dataran tinggi.

2. Untuk mengevaluasi pengaruh teknologi konservasi tanah dalam pengendalian erosi

dan hara yang hilang dalam sedimen, dan pencucian pada budidaya sayuran dataran

tinggi.

3. Untuk memperbaiki rekomendasi pemupukan yang mengkombinasikan penggunaan

pupuk anorganik dan bahan organik dalam budidaya sayuran dataran tinggi.

b. Jangka panjang:

Untuk memperoleh rekomendasi pengelolaan tanah yang handal dalam sistem

usahatani konservasi tanah berbasis tanaman sayuran di dataran tinggi.

Page 20: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

4

1.4. Luaran yang diharapkan

a. Jangka Pendek:

1. Sistem usahatani konservasi yang sesuai pada budidaya sayuran dataran tinggi

2. Teknologi konservasi tanah yang efektif dalam pengendalian erosi dan hara yang

hilang dalam sedimen, dan pencucian pada budidaya sayuran dataran tinggi

3. Rekomendasi pemupukan berimbang yang mampu mengefisienkan penggunaan

pupuk anorganik dan organik dalam budidaya sayuran dataran tinggi

b. Jangka Panjang:

Rekomendasi pengelolaan tanah yang handal dalam sistem usahatani konservasi tanah

berbasis tanaman sayuran di dataran tinggi.

1.5. Prakiraan manfaat dan dampak kegiatan

Pengelolaan lahan melalui penerapan teknologi konservasi tanah dan pengelolaan

hara secara terpadu yang dapat meningkatkan kualitas tanah dan produktivitas horti-

kultura, khususnya kentang pada agroekosistem dataran tinggi, diharapkan dapat

mengurangi kerusakan lahan dan pencemaran lingkungan, memelihara fungsi kawasan

tersebut sebagai penyangga wilayah bagian hilir, dan meningkatkan pendapatan petani.

Keberadaan kegiatan penelitian di lahan petani memungkinkan komunikasi yang intensif

dengan petani, dan petani dapat melihat serta memahami teknologi pengelolaan lahan

yang tepat, sehingga adopsi teknologi meningkat.

Page 21: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis

Tanah yang umum dijumpai di kawasan hortikultura dataran tinggi adalah ordo

Andisols, Entisols, dan Inceptisols. Andisols dan Entisols biasanya berada di ketinggian >

1.000 m dpl., sedangkan Inceptisols dijumpai di ketinggian 700-1.000 m dpl (Suganda et

al., 1997; Suganda et al., 1999). Luas Andisols diperkirakan 5.395.000 ha atau 3% dari

tanah-tanah di Indonesia (Subagyo et al., 2000). Meskipun tidak dominan, tanah ini

merupakan jenis tanah utama di lahan pertanian sayuran dataran tinggi atau

pegunungan. Ciri-ciri sifat fisik Andisols adalah berat isi rendah, yaitu sekitar 0,6 sampai

0,9 g cm-3, total porositas tanah tinggi (>60%), kapasitas infiltrasi tanah tinggi, horizon A

tebal (bervariasi dari 40 cm - > 100 cm). Sifat-sifat tanah cukup baik untuk pertumbuhan

tanaman, namun karena berada di wilayah dengan lereng curam dan curah hujan tinggi

(>2000 mm tahun-1) serta pengusahaan yang intensif, kepekaan tanahnya terhadap erosi

sangat tinggi (Undang Kurnia dan Suganda, 1999).

Tanah yang mempunyai kepekaan erosi (erodibilitas) tinggi, seperti Andisols

sangat mudah tererosi, akibatnya tanah akan mudah hanyut atau terangkut oleh aliran

permukaan pada saat hujan. Selain itu, curah hujan yang tinggi di dataran tinggi akan

semakin memperbesar peluang terjadinya erosi (Arsyad, 2000). Pada umumnya petani

sayuran di dataran tinggi belum menerapkan teknik konservasi, dan hanya sebagian kecil

saja yang sudah menerapkannya, meskipun belum sepenuhnya benar. Undang Kurnia

dan Suganda (1999) melaporkan bahwa pada umumnya petani sayuran melakukan

usahataninya pada bedengan atau guludan searah lereng, atau bedengan/guludan

tersebut dibuat pada bidang-bidang teras bangku yang telah lama ada dengan arah

searah lereng, pengolahan tanahnya pun dilakukan searah lereng. Penerapan teknologi

bedengan/guludan searah lereng mengakibatkan erosi yang terjadi masih cukup tinggi,

seperti pada Andisol Cipanas mencapai 61,3-65,1 t ha-1 (Suganda et al., 1999), dan pada

Inceptisol Campaka sebesar 32,9-43,4 t ha-1 (Erfandi et al., 2002).

Penelitian konservasi tanah pada usahatani sayuran di dataran tinggi masih sangat

terbatas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, bahwa teknik konservasi tanah untuk

menanggulangi erosi cukup positif. Suganda et al. (1997) dan Suganda et al. (1999)

membuktikan bahwa jumlah erosi pada bedengan searah kontur paling rendah, yaitu

Page 22: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

6

10,7-40,5 t.ha-1.tahun-1 pada Andisols, dan 91,1 t.ha-1.tahun-1 pada Inceptisols. Pada

Inceptisol Campaka, besarnya erosi pada bedengan searah kontur sebesar 2,3-2,4 t.ha-1,

jauh lebih kecil dibandingkan dengan erosi pada bedengan searah lereng sepanjang 5

meter dipotong teras gulud mencapai 10,6-15,0 t.ha-1 (Erfandi et al., 2002). Sutapraja

dan Asandhi (1998) mendapatkan bahwa jumlah tanah tererosi pada guludan searah

kontur adalah 32,06 t.ha-1.tahun-1, dua kali lebih kecil dibandingkan dengan guludan arah

diagonal terhadap kontur yaitu 68,63 t.ha-1.tahun-1. Teknik bedengan searah kontur yang

diperkuat dengan Vetiveria zizanoides, Paspalum notatum dan Flemingia congesta pada

Andisol Dieng dapat menekan laju erosi dibandingkan dengan bedengan searah lereng

atau bedengan 45o terhadap kontur (Haryati et al., 2000), Selain itu, bedengan searah

lereng yang panjangnya tidak lebih dari 4,5 m, dan dilengkapi dengan teras gulud pada

ujung bagian bawah bedengan mampu menghambat aliran permukaan dan erosi.

Penerapan teknologi konservasi tanah telah terbukti mampu mengurangi jumlah

erosi, sehingga mampu menekan jumlah hara yang hilang (Suwardjo, 1981; Sinukaban,

1990; Undang Kurnia, 1996). Hal yang sama terjadi pula pada usahatani sayuran dataran

tinggi, bahwa penerapan teknologi konservasi tanah mampu mengurangi sedimen yang

terangkut erosi, sehingga mampu menekan kehilangan hara. Kehilangan hara dari

usahatani sayuran pada Andisol Cipanas dengan teknologi bedengan searah kontur

mencapai 146 kg N ha-1 ( 322 kg Urea ha-1), 58 kg P2O5 ha-1 ( 161 kg SP 36 ha-1) dan 13

kg K2O ha-1 (22 kg KCl ha-1) lebih kecil dibandingkan dengan kehilangan hara dari

bedengan searah lereng, yaitu 241 kg N ha-1 ( 535,6 kg Urea ha-1), 80 kg P2O5 ha-1 ( 222

kg SP 36 ha-1) dan 1,18 kg K2O ha-1 (1,97 kg KCl ha-1) (Suganda et al., 1994). Banuwa

(1994) mendapatkan jumlah hara C dan N yang hilang dari Andisol Pangalengan 3.120 kg

C ha-1tahun-1 (5304 kg bahan organik ha-1 tahun-1) dan 333 kg N ha-1 tahun-1 (740 kg

Urea ha-1 tahun-1). Semakin intensif budidaya sayuran tanpa disertai penerapan teknik

konservasi tanah, dikhawatirkan jumlah hara yang hilang akan semakin besar. Pada

akhinya pemiskinan tanah (nutrient mining) akan berlangsung secara perlahan, dan

konsekuensinya kebutuhan input produksi semakin meningkat.

Alasan umum yang dikemukan petani sayuran kenapa enggan menerapkan teknik

konservasi tanah adalah khawatir produksi tanaman sayuran akan menurun akibat

terjadinya peningkatan kelembaban tanah dan berkurangnya populasi tanaman.

Kekhawatiran tersebut tidak sepenuhnya benar, Sutapraja dan Asandhi (1998)

Page 23: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

7

melaporkan bahwa penerapan bedengan diagonal terhadap kontur pada usahatani

tanaman kentang di Batur, Banjarnegara lebih baik daripada bedengan searah kontur

dengan perbandingan hasil kentang 15,55 ton dan 14,88 ton. Hasil sayuran khususnya

kentang dan cabai keriting pada bedengan searah kontur dan bedengan 4,5 m searah

lereng yang dipotong teras gulud, tidak berbeda nyata dengan hasil tanaman dari

bedengan searah lereng (Suganda et al., 1999). Hasil kubis dari bedengan searah kontur

dan bedengan 450 terhadap kontur yang diperkuat Vetivera zizanoides, Paspalum

notatum atau Flemingia congesta sebagai tanaman penguat teras tidak berbeda dengan

hasil kubis dari bedengan searah lereng (Haryati et al., 2000). Hasil kentang dengan

penerapan teras bangku dengan bedengan sejajar kontur atau 45o terhadap kontur (cara

perbaikan) tidak berbeda nyata dengan cara petani, yakni 16,13 ton berbanding 16,29

ton (Haryati dan Undang Kurnia, 2001). Demikian juga penerapan bedengan searah

kontur atau bedengan searah lereng yang dilengkapi dengan guludan setiap 5 m tidak

menurunkan hasil sayuran kacang tanah, buncis, dan kubis dibandingkan dengan praktek

petani berupa bedengan searah lereng tanpa guludan di Cempaka, Cianjur (Erfandi et al.,

2002). Bahkan, hasil penelitian Soleh dan Arifin (2003) di Sundoro, Lumajang

menunjukkan penerapan teknik konservasi tanah berupa guludan searah kontur dengan

strip cropping memberikan hasil kentang lebih tinggi dibanding cara petani (guludan

searah lereng tanpa strip rumput), yakni 12,64 ton berbanding 10,63 ton.

Penerapan teknik konservasi tanah pada lahan sayuran di dataran tingi seperti

bedengan atau guludan searah kontur dan bedengan 450 terhadap kontur tidak hanya

mampu mempertahankan dan meningkatkan hasil, melainkan juga penurunan kesuburan

tanah dapat dihindari. Hal ini disebabkan karena jumlah hara yang hilang dan tanah

yang tererosi dapat dikurangi, sehingga kelestarian lingkungan dalam jangka panjang

dapat dicapai tanpa merugikan petani sayuran. Dengan demikian analisis neraca hara

diperlukan untuk perbaikan rekomendasi agar efisiensi pemupukan dapat dicapai.

Sifat-sifat kimia utama tanah Andisols yang menjadi pembatas produksi adalah

kuatnya pengikatan unsur P oleh mineral amorf, sehingga ketersediaan P tanah menjadi

rendah. Sifat-sifat kimia tanah lain seperti pH, ketersediaan kation basa dan nitrogen (N)

umumnya baik untuk pertumbuhan tanaman. Akan tetapi, bila tanah ini digunakan secara

intensif, maka diperlukan pemupukan secara reguler, sesuai dengan kebutuhan tanaman

dan cadangan hara di dalam tanah.

Page 24: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

8

Secara teoritis neraca hara dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara unsur

yang masuk ke lahan dan yang terangkut keluar. Hara yang masuk ke dalam lahan dapat

berasal dari pupuk anorganik, pupuk organik, air irigasi dan air hujan (Lefroy and

Konboon, 1999; Miller and Smith, 1976; Smaling et al., 1993; Stoorvogel et al. 1993;

Sukristiyonubowo, 2007; Van den Bosch at al., 2001; Wijnhoud et al. 2003). Sementara

menurut Uexkull (1989) dan Sukristiyonubowo (2007a dan 2007b), unsur hara yang

terangkut keluar dari lahan mencakup hara yang diangkut oleh hasil panen, pencucian

atau leaching, penguapan (terutama untuk nitrogen dan sulfur) dan fiksasi (terutama

untuk fosfat). Selanjutnya, menurut Akonde et al. (1999), Bationo et al. (1998), Lefroy

and Konboon (1999), Santoso et al. (1995), Smaling et al. (1993), Sukristiyonubowo.

(2007a dan 2007 b) Van den Bosch et al. (2001, 1998a dan 1998b), neraca hara dapat

dikembangkan pada skala (1) plot, (2) usaha tani atau skala DAS, (3) skala kabupaten

atau propinsi dan (4) skala negara untuk berbagai tujuan.

Sistem pertanian sayuran dataran tinggi masih menjanjikan keuntungan bagi

petani. Berkenaan dengan hal itu, petani berusaha semaksimal mungkin mengintensifkan

sistem usahataninya. Salah satu hasil yang paling menonjol dalam pengelolaan tanaman

sayuran adalah aplikasi N yang sangat tinggi melebihi kebutuhan tanaman. Tindakan ini

diambil sebagai garansi oleh petani agar dapat memperoleh produksi yang tinggi. Akan

tetapi tindakan ini mengakibatkan inefisiensi pemupukan dan pencemaran lingkungan

pertanian. Hasil penelitian N-balance di Jawa Tengah menunjukkan bahwa: (1) N-balance

dari seluruh lokasi, baik perlakuan IP (improved practice) maupun FP (farmer practice)

bernilai positif, artinya masih terdapat suplai yang sangat tinggi dibanding kebutuhan

tanaman. Semakin tinggi nilai positif, semakin menurun N efisiensinya, (2) perlakuan IP

memberikan nilai efisiensi N 91% lebih tinggi dari pada perlakuan FP. Kisaran nilai

efisiensi untuk IP antara 8-67%, sedangkan FP antara 4-39%, (3) dari 18 musim tanam,

di lokasi Buntu Kejajar – Wonosobo 50% total N (NH4-N + NO3-N) meningkat, 17%

menurun dan 33% tetap. Sementara itu di Kopeng, 37.5% total N meningkat, 37.5%

menurun, dan 25% tetap.

Selain itu, terdapat beberapa capaian penelitian teknologi pengelolaan hara pada

sistem pertanian organik, antara lain: (a) informasi jenis bahan organik, yaitu Tithonia

diversifolia, kirinyuh, azolla, sesbania sesban, crotalaria, batang pisang, pupuk kandang

ayam, kambing, sapi, kuda, briket sampah kota yang dapat dijadikan sumber hara

Page 25: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

9

tanaman dalam sistem pertanian organik, (b) formula pupuk organik, yaitu dengan bahan

baku dari pupuk kandang ayam/kambing yang diperkaya dengan Tithonia diversifolia,

fosfat alam 0,25% dan dolomit 0,25% cukup efektif memenuhi kebutuhan hara sayuran,

(c) informasi penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati dalam meningkatkan efisiensi

pupuk, mengurangi biaya produksi serta meningkatkan keanekaragaman organisme

tanah, (d) teknologi pengelolaan hara pada sayuran dalam sistem pertanian organik yaitu

dengan rotasi tanaman leguminosa dan pemberian pupuk organik dari kombinasi pupuk

kandang dan pupuk hijau yang diperkaya dengan fosfat alam, dolomit, arang sekam dan

pupuk hayati, (e) informasi teknologi pengelolaan hara dapat meningkatkan produktivitas

tanah melalui indikator kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah pada sayuran dan padi

dalam sistem pertanian organik, dan (f) informasi neraca hara pada beberapa

pertanaman tumpangsari sayuran pada sistem pertanian organik.

2.2. Hasil-hasil penelitian yang sudah dicapai (pada TA 2010)

Desa Talun Berasap, Kecamatan Gunung Tujuh terletak pada ketinggian 1.400-

1.500 m dpl., kondisi lahan berbukit sampai bergunung, curah hujan tinggi (> 2.500

mm/tahun) dan lereng curam (> 25%) sehingga sangat peka terhadap bahaya erosi.

Berdasarkan data hujan selama 11 tahun (1999-2009) menunjukkan bahwa rata-rata

curah hujan di Kabupaten Kerinci sebesar 157,22 mm bulan-1 dengan 13,16 hari hujan

dan rata-rata kelembaban udara sebesar 82,57. Hasil analisis data curah hujan selama

11 tahun terakhir ini menunjukkan bahwa distribusi curah hujan di di dataran tinggi

Kabupaten Kerinci memiliki 2 puncak curah hujan (Bimodal), yaitu pada bulan April

(181,550 mm) dan bulan Desember (318,100 mm) dengan hari hujan antara 9-17

hari/bulan.

Tanaman kentang, kubis dan cabai merupakan komoditas sayuran utama

sedangkan jenis sayuran lainnya yang banyak ditanam petani adalah kubis, bawang daun,

bawang merah, buncis, tomat dan wortel yang ditanam petani secara sporadis. Pola

tanam sayuran yang ada (existing) adalah kentang-kubis-cabai untuk lahan datar-

bergelombang (< 15%) dan pola kentang-cabai/tomat-ubi jalar untuk lahan berbukit dan

bergunung (> 15%).

Petani belum menyadari bahwa penanaman kentang searah lereng pada lahan

dengan kemiringan > 15 % menyebabkan erosi tanah yang tinggi. Keadaan ini

Page 26: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

10

menyebabkan dosis pemupukan yang digunakan oleh petani kentang tinggi karena

sebagian besar unsur hara yang diberikan hilang dari daerah perakaran tanaman.

Berdasarkan hasil PRA, diperlukan penelitian dan pengembangan perbaikan

teknologi pengelolaan lahan pada usahatani kentang di kawasan dataran tinggi, antara

lain :1).Penelitian pengendalian erosi tanah dan aliran air permukaan pada sistem

usahatani kentang yang dapat mengendalikan erosi tanah dan aliran air permukaan serta

memberikan hasil optimum, 2).Peningkatan efisiensi penggunaan pupuk yang

memberikan hasil optimum dan 3). Sosialisasi dan diseminasi teknologi pengelolaan lahan

yang dapat mengendalikan erosi tanah dan aliran air permukaan serta memberikan hasil

yang optimum.

Perlakuan teknologi pengelolaan lahan praktek petani yang diperbaiki dengan

pembuatan guludan memotong lereng setiap 5 m panjang lereng (P2) dan penanaman

menurut kontur disertai dengan perbaikan pemupukan (P3) meningkatkan pH, C-organik,

P-tersedia, ruang pori total (RPT), air tersedia dan permeabilitas tanah. Perlakuan P2 dan

P3 menghasilkan umbi kentang masing-masing sebesar 29,7 t/ha dan 36,5 t/ha terjadi

peningkatan masing-masing sebesar 125% dan 176% dibandingkan praktek petani serta

memberikan keuntungan bersih Rp. 7.800.000,- bulan-1 dan Rp. 12.500.000,- bulan-1.

Untuk melihat fluktuasi hasil kentang dan keperluan analisis finansial, diperlukan waktu

minimal 3 – 5 musim tanam, sehingga penelitian ini sangat perlu untuk dilanjutkan.

Berdasarkan hasil pengamatan selama kurang lebih 60 hari dengan curah hujan

834 mm, teknik konservasi bedengan searah lereng ditambah guludan searah kontur

pada setiap 5 m mampu menurunkan erosi tanah dan aliran permukaan hingga 56 % dan

33 %. Kehilangan hara tanah akibat aliran permukaan pada perlakuan bedengan searah

lereng lebih besar dibandingkan perlakuan bedengan searah kontur. Perlakuan bedengan

searah kontur mampu mengurangi hara kation NH4 yang hilang akibat aliran permukaan

sebanyak 77 %. Data tersebut belum sepenuhnya diperoleh, karena tanaman harus

segera dipanen dan curah hujan belum maksimal, rata-rata curah hujan dan hari hujan di

lokasi penelitian sebanyak 1920 mm tahun-1 dan 160 - 170 hari tahun-1, sehingga

penelitian ini masih harus dilanjutkan. Selain itu teknik konservasi yang dicoba belum

100 % establish, sehingga masih perlu waktu sampai teknik tersebut mantap secara fisik

dan berpengaruh terhadap erosi, aliran permukaan dan kehilangan hara secara nyata.

Page 27: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

11

Penggunaan pupuk kandang sampai 60 t/ha belum menunjukkan perbedaan yang

nyata terhadap tinggi tanaman kentang sampai umur 8 MST dibandingkan dengan tanpa

pupuk kandang, walaupun terdapat kecenderungan peningkatan dosis pupuk kandang

meningkatkan tinggi tanaman kentang. Pemberian pupuk kandang 40 t/ha memberikan

hasil umbi yang tertinggi sebesar 121,3 kg/petak ( 20,22 t/ha), peningkatan takaran

pupuk kandang 60 t/ha justru menurunkan hasil umbi kentang. Takaran optimum dicapai

pada takaran 25,46 t/ha. Namun peningkatan takaran pupuk kandang 60 t/ha

memberikan perbaikan dalam kualitas umbi kentang.

Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa berdasarkan uji kemampuan

menghasilkan hormon terhadap 8 isolat, produksi IAA dari kedelapan isolat berkisar 12,04

ppm sampai 187,83 ppm dan yang tertinggi dicapai isolat bakteri endofitik BSB-3 sebesar

187,83 ppm. Dari 2 isolat yang paling unggul dalam menghasilkan produksi IAA akan

diformulasi menjadi pupuk hayati. Penggunaan pupuk hayati formula A dan B

memberikan pengaruh yang nyata terhadap populasi Azotobacter sp, total bakteri tanah

dan aktivitas dehidrogenase. Pupuk hayati formula A yang dikombinasikan dengan pupuk

kandang 10 t/ha dan ¾ dosis rekomendasi NPK (200 kg N/ha, 250 kg P2O5/ha dan 200

kg K2O/ha) memberikan bobot umbi kentang yang tinggi sebesar 446 g/pot.

Keberlanjutan sistem usahatani konservasi selain ditentukan oleh faktor teknis dan

ekonomis, juga sangat ditentukan oleh faktor perilaku user, dalam hal ini petani, dalam

menyikapi teknologi yang diintroduksikan. Persepsi dan preferensi petani terhadap suatu

teknologi selain berpengaruh terhadap keberlanjutan, juga sangat dipengaruhi oleh

waktu. Persepsi dan preferensi petani tersebut tidak bisa dilihat dalam jangka waktu

yang singkat (misalnya hanya satu musim), sehingga masih diperlukan waktu untuk

melanjutkan penelitian ini.

Page 28: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

12

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan

Penelitian TA 2011 merupakan kelanjutan kegiatan tahun 2010, dengan

melakukan perbaikan terhadap perlakuan-perlakuan yang telah diaplikasikan pada tahun

tersebut, khususnya yang berhubungan dengan penerapan teknologi konservasi tanah

mekanik pada lahan sayuran dataran tinggi di Propinsi Jambi. Selain teknologi bedengan,

pada lahan budi daya diaplikasikan teknologi konservasi tanah berupa rorak dan saluran

peresapan dengan maksud untuk menahan laju aliran permukaan dan meresapkan air

yang mengalir di atas permukaan tanah ke dalam tanah. Selain itu, dengan asumsi

teknologi konservasi tanah tersebut mampu mencegah kehilangan tanah dan hara,

dirumuskan alternatif teknologi pengelolaan lahan berupa penggunaan pupuk (anorganik

maupun organik) sesuai dengan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.

Pada TA. 2011, penelitian on farm dilaksanakan pada agro-ekosistem dataran

tinggi pada skala mikro DAS yang menjadi kawasan sentra sayuran kentang di Kabupaten

Kerinci (Jambi). Pada kegiatan ini dicoba 3 model sistem usahatani konservasi (SUT–

KTA). Model sistem usahatani konservasi yang diteliti terdiri dari: 1) Praktek

petani/farmer practices (P1), 2) Praktek petani yang diperbaiki/partially improved farmer

practices (P2), 3) Teknologi pengelolaan lahan introduksii/fully improved technology (P3).

Praktek petani didefinisikan sebagai kebiasan petani setempat dalam berusaha

tani kentang. Praktek petani yang diperbaiki diartikan sebagai kebiasan petani yang

dikombinasikan dengan perbaikan teknik konservasi tanah, sedangkan teknologi

pengelolaan lahan yang diintroduksi/perbaikan teknologi didefinisikan sebagai cara

berusaha tani kentang dengan memperhatikan kaidah konservasi tanah dan pemupukan

berimbang.

Penelitian superimposed dilakukan untuk meneliti lebih lanjut mengenai teknik

konservasi tanah dan pengelolaan hara terpadu sehingga diperoleh informasi lebih detil

dan akurat untuk menyempurnakan teknologi pengelolaan lahan pada kegiatan on-farm

research.

Page 29: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

13

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Pada awal kegiatan dilakukan evaluasi penelitian tahun sebelumnya (tahun 2010).

Selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap perlakuan penelitian yang telah

diaplikasikan pada tahun 2010. Penelitian terdiri dari 2 (dua) kegiatan, yaitu: (1) On-

farm Research (SUT – KTA), 2) Super-imphosed-trial (SIT - KTA) tentang : Alternatif

teknologi konservasi tanah untuk pengendalian erosi dan kehilangan hara pada budidaya

sayuran dataran tinggi.

3.3. Bahan dan Metode Penelitian

3.3.1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan khemikali, dan

bahan penunjang penelitian seperti pupuk, benih, pestisida, rumput penguat, kayu, seng,

cat, paku, tali rafia, karung karuna, ember plastik, kantong plastik, dll. Selain itu, untuk

mendukung kegiatan penelitian diperlukan alat tulis dan kertas (ATK), dan peralatan

operasional lainnya.

3.3.2. Metode penelitian (1) On-Farm Research Sistem Usahatani Konservasi (SUT-KTA) di Lahan

Sayuran

Penelitian dilaksanakan pada lahan petani kentang di Desa Talun Berasap,

Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi dengan sub ordo tanah Hapludult.

Lahan yang digunakan seluas 1 ha. Model sistem usahatani konservasi yang diteliti terdiri

dari:

1. Teknologi pengelolaan lahan praktek petani/Farmer practices (P1)

2. Teknologi pengelolaan lahan praktek petani yang diperbaiki/ Partially improved farmer

practices (P2= Praktek petani + teknik konservasi/KTA)

3. Teknologi pengelolaan lahan yang diintroduksi/Fully improved technology (P3= Teknik

konservasi + pupuk organik dan anorganik).

Teknologi konservasi tanah dan pemupukan (untuk tanaman kentang) yang

diterapkan pada perlakuan P1 adalah bedengan searah lereng, pada P2 adalah bedengan

searah lereng + setiap 5 m dibuat guludan searah kontur, sedangkan pada perlakuan P3

Page 30: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

14

adalah bedengan searah kontur. Pada ketiga perlakuan diberikan pupuk sesuai dosis

pemupukan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan hara tanaman kubis, yaitu 180

kg N ha-1, 105 kg P2O5 ha-1 dan 60 kg K2O ha-1 dan kentang 200 kg N ha-1, 250 kg P2O5

ha-1 dan 200 kg K2O ha-1 disertai dengan 10 t ha-1 pupuk kandang untuk kedua tanaman

tersebut.

(2) Super-Imphosed Trial : Alternatif teknologi konservasi tanah untuk pengendalian erosi dan kehilangan hara pada budidaya sayuran dataran tinggi

Penelitian mengunakan rancangan acak kelompok (RAK), 3 ulangan dengan

perlakuan sebagai berikut: (1) kontrol, yaitu praktek budidaya yang umum dilakukan

petani yaitu bedengan atau barisan tanaman searah lereng (KTA-1), (2) bedengan searah

lereng, setiap 5 meter dipotong teras gulud (KTA-2), (3) bedengan searah lereng, setiap

5 meter dipotong teras gulud + rorak yang dibuat pada saluran pembuang air (SPA) di

samping teras gulud, (KTA-3) dan (4) bedengan searah kontur (KTA-4). Petak perlakuan

akan dilengkapi dengan bak penampung aliran permukaan dan erosi. Penelitian akan

dilengkapi dengan sebuah alat penakar curah hujan yang dipasang di bagian bawah areal

percobaan.

Plot percobaan berukuran lebar 3 m dan panjang 20 m dengan tanaman

indikator kubis – kentang. Dari setiap perlakuan teknik konservasi yang dicoba akan

dihitung neraca haranya.

Neraca hara secara matematis dihitung berdasarkan formula yang dikemukakan

Sukristiyonubowo (2007) sebagai berikut:

Neraca Hara (NH) = Hara yang masuk – hara yang terangkut keluar ……….. (1)

Hara yang masuk mencakup hara yang berasal dari pupuk mineral (IN-1), hara dari

pupuk organik/kompos (IN-2), hara yang terbawa dari air irigasi (IN-3) dan yang berasal

dari air hujan (IN-4). Sementara, hara yang hilang mencakup hara yang terangkut oleh

hasil panen (OUT-1), sisa tanaman (OUT-2), dan erosi (OUT 3). Kehilangan hara melalui

penguapan terutama untuk nitrogen (Ammonia Volatilization) untuk sementara belum

diperhitungkan karena tidak dilakukan pengukuran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kehilangan nitrogen melalui penguapan (ammonia volatilization) tergolong besar, antara

13 – 44.6 kg N ha-1 (Chao et al., 2006; Chodary et al., 2006; Fan et al., 2006; Ghost and

Page 31: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

15

Bhat. 1998; Hayashi et al., 2006; Monolov et al., 2003; Xing and Zhu. 2000). Dengan

demikian neraca hara dapat dihitung berdasarkan formula, sebagai berikut:

NH= (IN-1+ IN-2+IN-3+IN-4) – (OUT-1 + OUT-2 + OUT-3) …………………….. (2)

3.4. Parameter yang diamati dan Analisis data

(1) On-Farm Research Sistem Usahatani Konservasi (SUT-KTA) di Lahan Sayuran

Variabel yang diamati pada kegiatan ini adalah :

1. Sifat fisika tanah sebelum tanam dan sesudah panen.

2. Sifat kimia tanah sebelum tanam dan sesudah panen.

3. Pertumbuhan dan hasil tanaman.

4. Hama dan penyakit tanaman

5. Input dan out-put usahatani.

6. Respon, persepsi dan preferensi petani.

Data sifat-sifat tanah, dan respons petani yang telah dikumpulkan dianalisis secara

statistik-deskriptif, sedangkan data pertumbuhan dan hasil tanaman dianalisis secara

statistik menggunakan program SAS. Analisis finansial menggunakan B/C rasio dan

Marginal Rate of Return (MRR) sesuai dengan perlakuan yang diuji sehingga setiap

perlakuan dapat dibandingkan. Hasil analisis statistik dan analisis finansial (peningkatan

produksi > 20%) akan digunakan untuk menentukan rekomendasi inovasi teknologi

pengelolaan lahan pada pertanaman kentang di dataran tinggi.

(2) Super-Imphosed Trial : Alternatif teknik konservasi tanah untuk pengendalian erosi dan kehilangan hara pada budidaya sayuran dataran tinggi.

Parameter utama yang diamati adalah sifat fisik tanah sebelum tanam dan

sesudah panen; jumlah tanah yang tererosi; volume aliran permukaan; kandungan hara

dalam : air hujan, tanah, sedimen, dan tanaman; konsentrasi sedimen dalam aliran

permukaan; serta pertumbuhan dan hasil tanaman. Pengamatan dilakukan secara

kumulatif untuk setiap musim tanam. Selain itu dihitung pengkayaan hara (enrichment

ratio), yaitu perbandingan unsur hara dalam sedimen terangkut aliran permukaan dan

kandungan hara dalam tanah untuk setiap musim tanam.

Page 32: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

16

Data hasil pengamatan dianalisis ANOVA sesuai dengan rancangan percobaan

yang digunakan untuk masing-masing kegiatan dengan taraf kepercayaan 95 % dan 99

% atau taraf nyata 1 % dan 5 %. Selain itu dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple

Range Test ( DMRT) pada taraf 1 % dan 5 %.

Analisis Resiko

Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas teknik

konservasi dalam menanggulangi erosi, aliran permukaan dan kehilangan hara pada

pertanaman kentang. Oleh karena itu, pertanaman kentang harus dilaksanakan pada

musim hujan. Puncak hujan terjadi pada bulan Desember, sehingga untuk

mengantisipasi kegagalan panen akibat kemungkinan serangan penyakit, karena

tingginya curah hujan, maka faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah :

- faktor biofisik (tanah, curah hujan dan kemiringan tanah) harus dikondisikan

sedemikian rupa sehingga tercipta drainase tanah yang kondusif bagi

pertumbuhan tanaman.

- bibit tanaman, terutama varietas yang unggul dan dilakukan seed treatment

agar tanaman kebal terhadap serangan penyakit.

- pengaturan pola tanam. Agar pertanaman kentang terjadi pada musim hujan,

maka harus ada tanaman pada musim sebelumnya, sehingga tidak terjadi

kekosongan (bera) dan petani tidak dirugikan.

- keterlambatan tanam yang diakibatkan oleh terlambat turunnya dana, maka

harus diusahakan adanya dana talangan dengan cara meminjam sementara

agar dapat tanam tepat pada waktunya.

Page 33: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. On-Farm Research Sistem Usahatani Konservasi (SUT-KTA) di Lahan Sayuran

Karakteristik sifat fisik tanah awal

Lokasi penelitian terletak di kaki Gunung Kerinci pada posisi 01o41”58,3” LS dan

101o20’50,3” BT, berbahan induk volkan pada fisiografi kaki gunung dengan kemiringan

berombak sampai bergunung.

Hasil analisis sifat fisik tanah awal pada masing-masing blok on farm yaitu blok P-

1, perlakuan usahatani sayuran yang biasa dilakukan petani (menanam tanaman searah

lereng), blok P-2, usahatani dengan perbaikan teknik konservasi (searah lereng, setiap 5

m dipotong gulud), dan P-3, usahatani sayuran dengan teknik konservasi

penanaman/barisan tanaman searah kontur disajikan pada Tabel 1 s/d Tabel 3.

Tabel 1. Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap,

Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

Sifat Fisik Tanah

P-1

(0-20)cm Kategori (20-40)cm Kategori Kadar Air (% vol) 54,30 56,20 BD (g/cm3) 0,55 0,53 PD (g/cm3) 1,87 1,96 Ruang Pori Total (RPT) (% vol) 70,57 tinggi 73,00 tinggi Pori drainase (% volume) Cepat (PDC) 20,27 tinggi 20,87 tinggi Lambat (PCL) 5,73 rendah 5,97 rendah Air Tersedia (% vol) 24,97 tinggi 28,73 tinggi Permeabilitas (cm/jam) 6,57 agak cepat 6,90 agak cepat Tekstur Pasir (%) 46,33

Lempung

48,67 Lempung

Debu (%) 44,33 43,67 Liat %) 9,33 7,67 Kestabilan Agregat % Agregat 43,33 49,10 Indeks (IKA) 98,17 sangat baik 83,03 sangat baik Perkolasi (cm/jam) 64,44 sangat cepat 88,86 sangat cepat

Hasil analisis sifat fisik pada blok P-1 memperlihatkan bahwa tanah mempunyai

BD rendah, partikel density (PD) 1,87 – 1,96 g/cm3, ruang pori total (RPT) tinggi , pori

Page 34: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

18

drainase cepat (PDC), dan pori air tersedia (AT) yang tinggi baik pada lapisan 0-20 cm

maupun pada 20-40 cm dari permukaan tanah (Tabel 1). Selain itu, mempunyai pori

drainase lambat (PDL) rendah, air tersedia (AT) yang tinggi, permeabilitas agak cepat,

iindeks stabilitas sangat baik pada lapisan atas (0-20 cm) maupun pada lapisan bawah

(20-40 cm). Tanah mempunyai laju perkolasi yang cepat pada lapisan atas dan sangat

cepat pada lapisan bawah. Tanah bertekstur lempung baik pada lapisan atas maupun

pada lapisan bawah (Tabel 1)

Blok perlakuan on-farm P-2, mempunyai BD 0,62 – 0,66 g/cm3, PD 2,10 – 2,22

g/cm3, RPT, PDC,dan AT yang tinggi baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah.

Tanah mempunyai PDL yang rendah , permeabilitas sedang dan perkolasi sangat cepat

dan tekstur lempung baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah (Tabel 2).

Tabel 2. Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-2 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

Sifat Fisik Tanah

P-2

(0-20)cm Kategori (20-40)cm Kategori Kadar Air (% vol) 47,23 51,83 BD (g/cm3) 0,69 0,62 PD (g/cm3) 2,10 2,22 Ruang Pori Total (% vol) 66,43 tinggi 71,73 tinggi Pori drainase (% vol) cepat 19,90 tinggi 21,90 tinggi lambat 5,93 rendah 5,13 rendah Air tersedia (% vol) 23,57 tinggi 24,63 tinggi Permeabilitas (cm/jam) 3,62 sedang 5,18 sedang Tekstur Pasir (%) 51,33 54,33 Debu (%) 40,00 Lempung 39,00 Lempung Liat (%) 8,67 6,67 Kestabilan Agregat % Agregat 52,83 50,43 Indeks (IKA) 77,13 baik 82,03 sangat baik Perkolasi (cm/jam) 60,06 sangat cepat 68,08 sangat cepat

Blok penelitian on-farm P-3 mempunyai BD rata-rata 0,67 g/cm3, PD 2,14 g/cm3,

RPT, PDL, dan AT yang tinggi baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah. Selain itu

tanah pada Blok P-3 mempunyai PDL rendah, permeabilitas sedang pada lapisan atas dan

agak cepat pada lapisan bawah, serta indeks agregat stabilitas agregat sangat baik pada

Page 35: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

19

lapisan atas maupun bawah dan perkolasi sangat cepat baik pada lapisan atas maupun

bawah (Tabel 3).

Tabel 3. Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-3 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

Sifat Fisik Tanah P-3

(0-20)cm Kategori (20-40)cm Kategori Kadar Air (% vol) 46,67 49,50 BD (g/cm3) 0,68 0,66 PD (g/cm3) 2,15 2,13 Ruang Pori Total (% vol) 68,10 tinggi 68,70 tinggi Pori drainase (% vol) cepat 19,47 tinggi 19,97 tinggi lambat 5,63 rendah 5,77 rendah Air tersedia (% vol) 23,90 tinggi 20,90 tinggi Permeabilitas (cm/jam) 5,47 sedang 7,23 agak cepat Tekstur Pasir (%) 43,67 45,00 Debu (%) 48,67 Lempung 48,00 Lempung Liat (%) 7,67 7,00 Kestabilan Agregat % Agregat 43,27 43,63 Indeks (IKA) 114,50 sangat baik 90,20 sangat baik Perkolasi (cm/jam) 66,91 sangat cepat 68,78 sangat cepat

Karakteristik sifat kimia tanah awal

Selain dilakukan analisis sifat fisik tanah dilakukan juga analisis sifat kimia tanah.

Analisis dilakukan terhadap pH, C- organik, N-organik, C/N ratio, KTK, Basa-basa dapat

ditukar, KB, Aldd dan Hdd. Hasil analisis kimia tanah untuk masing-masing blok on-farm

research P-1, P-2 dan P-3 disajikan masing-masing pada Tabel 4, 5 dan 6.

Tanah pada blok P-1 mempunyai pH masam, kandungan bahan organik yang

sangat tinggi, C/N ratio rendah, kandungan P2O5 dan K2O (ekstrak 25 % HCl) sangat

rendah, P tersedia tinggi pada lapisan atas dan sedang pada lapisan bawah, KTK dan KB

tergolong sedang baik pada lapisan atas maupun pada lapisan bawah, serta Al-dd yang

sangat rendah (Tabel 4).

Page 36: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

20

Tabel 4 Sifat kimia tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

Sifat Kimia (0-20) cm Kriteria (20-40) cm Kriteria pH

H2O 5.42 masam 5.61 agak masamKCl 4.91 5.04

Bahan Organik C (%) 5.42 sangat tinggi 4.89 tinggiN (%) 0.79 sangat tinggi 0.70 tinggiC/N 7.06 rendah 7.29 rendah

Ekst. HCl 25 % P2O5 (mg/kg) 1413.36 sangat rendah 920.27 sangat rendahK2O (mg/kg) 128.01 sangat rendah 112.13 sangat rendah

Bray 1 P2O5 (mg/kg) 10.96 tinggi 8.17 sedang

Basa2-dd Ca-dd (cmol+/kg) 0.24 sangat rendah 0.20 sangat rendahMg-dd cmol+/kg) 9.34 sangat tinggi 9.18 sangat tinggiK-dd (cmol+/kg) 0.81 tinggi 0.82 tinggiNa-dd (cmol+/kg) 0.10 rendah 0.08 sangat rendahJumlah 10.49 10.28

KTK (cmol+/kg) 22.86 sedang 20.31 sedangKB (%) 45.54 sedang 50.67 sedangEkst. HCl 1 M

Ad-dd (cmol+/kg) 0.11 sangat rendah 0.04 sangat rendahH-dd(cmol+/kg) 0.12 0.14

Sifat kimia tanah pada blok P-1, mempunyai karakteristik yang tidak terlalu

berbeda dengan blok P-1, kecuali KTK yang tinggi pada lapisan atas dan rendah pada

lapisan bawah serta KB yang rendah baik pada lapisan atas maupun lapisan bawah (Tabel

5).

Demikian juga halnya dengan sifat kimia tanah pada blok P-3, mempunyai

karakteristik yang tidak berbeda dengan sifat kimia tanah pada blok P-1 (Tabel 6)

Page 37: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

21

Tabel 5 Sifat kimia tanah awal lokasi penelitian pada blok P-2 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

Sifat Kimia (0-20) cm Kriteria (20-40) cm Kriteria pH

H2O 4.90 masam 5.44 masamKCl 4.60 5.11

Bahan Organik C (%) 5.44 sangat tinggi 2.87 sedangN (%) 0.77 sangat tinggi 0.37 sedangC/N 7.06 rendah 7.83 rendah

Ekst. HCl 25 % P2O5 (mg/kg) 1869.72 sangat rendah 258.13 sangat rendahK2O (mg/kg) 113.73 sangat rendah 62.82 sangat rendah

Bray 1 P2O5 (mg/kg) 14.04 tinggi 0.98 sangat rendah

Basa2-dd Ca-dd (cmol+/kg) 0.18 sangat rendah 0.08 sangat rendahMg-dd (cmol+/kg) 5.65 tinggi 3.25 tinggiK-dd (cmol+/kg) 0.42 sedang 0.23 rendahNa-dd (cmol+/kg) 0.01 sangat rendah 0.32 rendahJumlah 6.26 3.89

KTK (cmol+/kg) 24.76 tinggi 15.31 rendahKB (%) 25.30 rendah 25.18 rendahEkst. HCl 1 M

Ad-dd (cmol+/kg) 0.36 sangat rendah 0.05 sangat rendahH-dd(cmol+/kg) 0.07 0.05

Page 38: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

22

Tabel 6 Sifat kimia tanah awal lokasi penelitian pada blok P-3 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

Sifat Kimia (0-20) cm Kriteria (20-40) cm Kriteria pH

H2O 5.12 masam 5.44 masamKCl 4.98 5.27

Bahan Organik C (%) 4.52 tinggi 2.76 sedangN (%) 0.53 tinggi 0.34 sedangC/N 8.52 rendah 8.13 rendah

Ekst. HCl 25 % P2O5 (mg/kg) 1222.25 sangat rendah 306.58 sangat rendahK2O (mg/kg) 73.23 sangat rendah 80.72 sangat rendah

Bray 1 P2O5 (mg/kg) 3.49 sangat rendah 0.42 sangat rendah

Basa2-dd Ca-dd (cmol+/kg) 0.08 sangat rendah 0.11 sangat rendahMg-dd (cmol+/kg) 4.73 tinggi 2.76 tinggiK-dd (cmol+/kg) 0.38 rendah 0.27 rendahNa-dd (cmol+/kg) 0.06 sangat rendah 0.01 sangat rendahJumlah 5.25 3.15

KTK (cmol+/kg) 18.08 sedang 22.31 sedangKB (%) 28.63 rendah 13.80 sangat rendahEkst. HCl 1 M

Ad-dd (cmol+/kg) 0.03 sangat rendah 0.00 sangat rendahH-dd(cmol+/kg) 0.16 0.10

Implementasi perlakuan

Ada 3 perlakuan yang diimplementasikan pada kegiatan on-farm research ini yaitu

perlakuan P-1, P-2 dan P-3. Jenis perlakuan, kemiringan dan luas masing-masing

perlakuan disajikan pada Tabel 7.

Page 39: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

23

Tabel 7. Jenis perlakuan, kemiringan dan luas masing-masing perlakuan pada kegiatan on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung Tujuh, Kab. Kerinci, Provinsi Jambi , 2011

Simbol Perlakuan Jenis Perlakuan Kemiringan (%) Luas (ha) P-1 Cara petani, barisan tanaman

sejajar lereng 15 0,30

P-2 Barisan tanaman sejajar lereng, dipotong gulud setiap panjang lereng 5 m

18 0,30

P-3 Barisan tanaman sejajar kontur 27 0,40

Keragaan on-farm research sesudah implementasi perlakuan sebelum ditanami

pada Blok P-1, P-2 dan P-3 masing-masing dapat dilihat pada Gambar 1, 2 dan 3.

Gambar 1. Keragaan on-farm research setelah implementasi perlakuan, sebelum diitanami pada Blok P-1 (cara petani, barisan tanaman sejajar lereng) di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Page 40: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

24

Gambar 2. Keragaan on-farm research setelah implementasi perlakuan, sebelum

diitanami pada Blok P-2 (barisan tanaman sejajar lereng, dipotong gulud setiap panjang lereng 5 m), di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Gambar 3. Keragaan on-farm research setelah implementasi perlakuan, sebelum

diitanami pada Blok P-3 (barisan tanaman sejajar kontur), di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Page 41: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

25

Pertumbuhan tanaman Keragaan pertumbuhan tanaman baik tinggi tanaman maupun diameter kanopi

tanaman kubis terlihat berbeda antar perlakuan. Perlakuan P-1 selalu mempunyai tinggi

tanaman yang lebih tinggi dari perlakuan P-2 dan P-3 (Gambar 4). Demikian juga halnya

dengan diameter kanopi, perlakuan P-1 selalu mempunyai diameter kanopi tanaman

kubis yang lebih tinggi dari perlakuan P-2 dan P-3 (Gambar 5).

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

2 4 6

Umur tanaman (MST)

Ting

gi ta

nam

an (c

m)

P-1

P-2

P-3

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

8 10 12

Umur tanaman (MST)

Dia

met

er k

anop

i (cm

)

P-1

P-2

P-3

Keterangan : MST = minggu setelah tanam Gambar 4. Pengaruh teknik konservasi tanah

terhadap tinggi tanaman kubis pada On-Faram Research SUT-KTA di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Keterangan : MST = minggu setelah tanam Gambar 5. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap diameter kanopi kubis pada On-Faram Research SUT-KTA di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Hasil tanaman

Hasil tanaman kubis dalam hal berat segar tanaman /crop tanaman kubis pada

saat panen memberikan respon yang berbeda terhadap perlakuan sistem usahatani

konservasi yang berbeda pada kegiatan on-farm research. Perlakuan P-2 (tanaman

sejajar lereng, dipotong gulud setiap panjang lereng 5 m) memberikan hasil tanaman

yang tertinggi dan berbeda dengan perlakuan lainnya, diikuti oleh perlakuan P-3

(tanaman sejajar kontur) dan perlakuan P-1 memberikan hasil yang paling rendah (Tabel

8).

Page 42: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

26

Tabel 8 Berat segar crop kubis pada saat panen untuk setiap model sistem usahatani konservasi pada kegiatan on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Sistem usahatani konservasi

Ulangan

Rata-rata (t/ha)

I II III P1 = tanaman searah lereng 2.7 3.1 3.2 3.0

P2 = tanaman searah lereng,

Setiap 5 m dipotong gulud 9.0 7.6 6.5 7.7

P3 = tanaman searah kontur 6.2 5.1 7.7 6.3

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda untuk taraf 5 % DMRT

Analisis Input-Output Usahatani Konservasi pada Pertanaman Kubis

Tabel 8 merupakan dasar dalam analisis finansial usahatani dengan harga pasar

kubis pada bulan September 2011 adalah Rp 1000 kg-1. Penggunaan bibit Kubis dan

pupuk (organik dan anorganik) pada setiap perlakuan on-farm disajikan pada Tabel 9.

dengan harga pasar sarana produksi tersebut adalah bibit kubis Rp 11.000/bungkus,

pupuk urea Rp 1.600 kg-1, pupuk SP36 Rp 2.600 kg-1, pupuk KCl Rp 10.000 kg-1, dan

pupuk kandang Rp 300 kg-1.

Tabel 9. Penggunaan bibit Kubis dan pupuk pada penelitian on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Hasil analisis finansial usahatani kubis pada penelitian on-farm disajikan pada

Tabel 10.

Bibit dan pupuk Perlakuan

P1 P2 P3

Kubis (bungkus) 12 12 12

Urea (kg ha-1) 200 200 200

SP36 (kg ha-1) 150 150 150

KCl (kg ha-1) 100 100 100

Pupuk Kandang (kg ha-1) 10.000 10.000 10.000

Page 43: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

27

Tabel 10. Analisis finansial usahatani Kubis pada penelitian on-farm research di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Deskripsi

Perlakuan

P1 P2 P3 A Biaya Upah -Persemaian

1 Persemaian 110.000 110.000 110.0002 Pemeliharaan 170.000 170.000 170.000

-Tanam s/d panen 1 Pengolahan tanah 450.000 600.000 540.0002 Tanam 250.000 280.000 260.0003 Pemupukan 210.000 240.000 220.0004 Pemeliharaan 750.000 750.000 750.0005 Panen 200.000 200.000 200.000

Sub-total (A) 2.140.000 2.350.000 2.250.000B Biaya Bahan

1 Bibit 132.000 132.000 132.0002 Urea 440.000 440.000 440.0003 SP36 570.000 570.000 570.0004 KCl 620.000 620.000 620.0005 Pupuk Kandang 1.000.000 1.000.000 1.000.000

Sub-total (B) 2.762.000 2.762.000 2.762.000 Total (A+B) (Input) 4.902.000 5.112.000 5.012.000C Nilai Produksi (Out-put) 3.000.000 7.700.000 6.300.000D Keuntungan (Rp) -1.902.000 2.588.000 1.288.000F B/C rasio 0,61 1,51 1,26

Persepsi dan Preferensi Petani

Selama kegiatan focus group discussion (FGD) dilakukan diskusi atau tanya

jawab. Usul/saran/pendapat petani pada kegiatan FGD tersebut diantaranya adalah :

1. Perlu ada perlakuan penelitian yang dapat menyimpulkan pentingnya peranan

bahan organik atau pupuk kandang (saran petani tersebut sudah terjawab dari

kegiatan riset TA 2010, sehingga pada TA 2011 tidak ada perlakuan tanpa pupuk

kandang), dan pada TA 2012 perlu dipertimbangkan lagi mengenai perlakuan

tersebut.

Page 44: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

28

2. Perlu penjelasan (akademik) yang dapat dimengerti oleh petani tentang

pentingnya bahan organik dalam pengelolaan lahan untuk sayuran (mungkin perlu

melibatkan penyuluh pertanian untuk menjelaskan hal tersebut karena bahasa

peneliti agak sulit dimengerti oleh petani)

3. Perlu ada muatan aspek pengendalian OPT karena tanaman kentang (pada saat

FGD, tanaman di lapang adalah kentang) sangat rentan terhadap hama dan

penyakit terutama jika ditanam menjelang musim hujan (hasil analisis mikrobiologi

tanah oleh Pak Edi Santosa perlu disampaikan kepada petani, juga perlu

mengundang pakar penyakit kentang untuk menjelaskan cara pengendalian OPT

pada kentang)

4. Perlu ada pembanding teknologi tingkat petani, misalnya dalam hal benih kentang

yang digunakan (benih generasi lama vs generasi baru yang diperlakukan dengan

aspek KTA dan pemupukan sesuai dosis rekomendasi). Penelitian TA 2011 tidak

bisa menjawab langsung hal tersebut karena design perlakuan sudah ditetapkan,

tetapi jalan keluarnya adalah dengan melakukan observasi dan pengamatan

terhadap tanaman kentang petani di sekitar lokasi penelitian. Observasi ini terkait

juga dengan aspek OPT seperti dinyatakan pada Butir 3.

5. Analisis perlu dilakukan sampai pada suatu kesimpulan bahwa perlakuan tertentu

itu baik secara teknis dan menguntungkan secara ekonomi

Pada saat observasi lapangan ada beberapa hal terkait dengan persepsi petani

mengenai perlakuan penelitian diantaranya :

1. Petani mengira bahwa dalam praktek budidaya kentang mesti menggunakan

plastik pembatas lahan, dan membuat alat penampung erosi tanah dan air aliran

permukaan. Dengan demikian pelaksanaan FGD dan observasi lapangan saat

tanaman belum tumbuh sangat tepat untuk meluruskan persepsi petani yang tidak

tepat tersebut. Apa yang mereka lihat itu adalah perlakuan penelitian yang tidak

harus seluruhnya ditiru atau diterapkan pada bidang lahan usahatani mereka.

2. Menurut petani kebutuhan tenaga kerja dari cara perlakuan konservasi tanah

yang diteliti adalah sebagai berikut:

Page 45: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

29

Kode Perlakuan Kebutuhan TK pembuatan bedengan (skala)

KTA1 (cara petani) 10

KTA2 (searah lereng dipotong guludan) 12

KTA3 (searah lereng dipotong guludan dan rorak) 13

KTA4 (searah kontur) 11

Perlakuan KTA4 (bedengan searah kontur) akan memerlukan tenaga kerja yang

lebih banyak pada saat membuat bumbunan, sekitar 150% dari cara petani (KTA1).

3. Para petani sepakat bahwa perlakuan KTA3 efektif dalam mengurangi erosi tanah

tetapi memelukan tenaga kerja tambahan untuk mengangkat tanah yang

tertimbun di dalam rorak (parit-parit). Informasi efektivitas teknik KTA dalam

mencegah erosi dan kehilangan unsur hara sangat penting bagi petani untuk

merubah persepsinya selama ini terkait dengan cara pembuatan bedengan

tanaman sayuran.

4. Setelah panen kentang (ada data hasil tanaman kentang), petani akan lebih bisa

membandingkan perbedaan antar perlakuan terhadap hasil tanaman.

5. Sebagian petani menyatakan sesekali akan melihat lokasi penelitian tersebut

untuk memperhatikan perkembangan tanaman kentangnya

6. Perlu ada FGD saat panen sekaligus membahas aspek keuntungan masing-masing

perlakuan tersebut.

Page 46: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

30

Gambar 6. Kegiatan FGD pada penelitian On Farm Research (SUT_KTA) di Desa Talun

Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi 4.1.2. Super-Imphosed Trial : Alternatif Teknik konservasi tanah (SIT-KTA)

untuk pengendalian erosi dan kehilangan hara pada budidaya sayuran dataran tinggi

Karakteristik sifat fisik dan kimia tanah awal

Kegiatan ini dilaksanakan di setiap perlakuan on-farm yaitu pada Blok P-1, P-2 dan

P-3. Dengan demikian sifat fisik dan kimia tanah awal kegiatan penelitian ini sama

dengan pada kegiatan penelitian on-farm yang telah disajikan sebelumnya.

Pemasangan soil-colector

Pemasangan soil – colector pada kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan pada

bulan April dan Mei 2011. Keragaan plot percobaan setelah pemasangan soil colector

dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

Page 47: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

31

Gambar 7. Pemasangan soil-colector untuk 4 perlakuan, sebelum diitanami pada Blok P-2 di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Gambar 8. Pemasangan soil - colector untuk 4 perlakuan, sebelum diitanami pada Blok P-3 di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Page 48: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

32

Implementasi perlakuan

Setelah kegiatan pemasangan soil – colector selesai dilakukan pada ke-3 Blok on-

farm (4 x 3 = 12 plot), maka ke-4 perlakuan teknik konservasi dilaksanakan. Adapun le-4

perlakuan tersebut adalah : (1) kontrol, yaitu praktek budidaya yang umum dilakukan

petani yaitu bedengan atau barisan tanaman searah lereng (KTA-1), (2) bedengan searah

lereng, setiap 5 meter dipotong teras gulud (KTA-2), (3) bedengan searah lereng, setiap

5 meter dipotong teras gulud + rorak yang dibuat pada saluran pembuang air (SPA) di

samping teras gulud, (KTA-3) dan (4) bedengan searah kontur (KTA-4). Keragaan ke-4

perlakuan pada Blok P-1 dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Implentasi 4 perlakuan teknik konservasi tanah, sebelum diitanami pada Blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Pesemaian, penanaman dan keragaan tanaman pada kegiatan penelitian SUT – KTA dan SIT - KTA Pesemaian tanaman kubis dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Setelah 3 sampai 4

minggu, ternyata pertumbuhan tanaman kubis di pesemaian tidak terlalu bagus, sehingga

diputuskan untuk menggantinya dengan bibit kubis yang siap tanam yang bersumber dari

Page 49: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

33

petani penangkar bibit yang berada di sekitar lokasi percobaan. Keragaan pesemaian

kubis di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.

Pada tanggal 28 Juni 2011 dilaksanakan penanaman kubis dengan memakai bibit

tersebut diatas. Namun setelah 2 – 3 minggu ternyata hampir 50 % tanaman kubis di

lapang mengalami kematian karena kekurangan air/kekeringan. Curah hujan selama

bulan Juni s/d September (4 bulan) hanya mencapai 388,5 mm dengan jumlah hari hujan

23 hari (Tabel 11)

Gambar 10. Keragaan pesemaian kubis pada kegiatan penelitian SUT- KTA dan SIT - KTA di Desa Talun Berasap, Kec. Gumung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Tabel 11. Distribusi curah hujan selama pertanaman Kubis di Desa Talun Berasap,

Kecamatan Gunung Tujuh, Jambi, 2011

Bulan Hari hujan (hari) Curah hujan (mm) Juni 4 31,0Juli 8 170,5Agustus 3 41,5September 8 145,5Jumlah 23 388,5

Page 50: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

34

Pertumbuhan Tanaman

Keragaan pertumbuhan tanaman dalam hal tinggi tanaman terlihat tidak berbeda

antar perlakuan teknik konservasi (Gambar 11). Perlakuan teknik konservasi memberikan

pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan diameter kanopi tanaman (Gambar 12).

Perlakuan KTA-4 (barisan/bedengan tanaman searah kontur) memberikan pengaruh yang

terbaik terhadap perkembangan diameter tanaman pada umur 10 dan 12 minggu setelah

tanam. Pengaruh ini tidak berbeda dengan perlakuan KTA-3 (barisan tanaman searah

llereng, setiap 5 m panjang lereng dibuat gulud + rotrak), tetapi berbeda dengan

perlakuan KTA-2 (barisan/bedengan tanaman searah lereng, dipotong gulud setiap 5 m

panjang lereng) dan KTA-1 (cara petani, barisan tanaman searah lereng) (Gambar 12).

0.02.04.06.08.0

10.012.014.016.018.020.0

2 4 6

Umur tanaman (MST)

Ting

gi ta

nam

an (c

m)

TKA-1

TKA-2

TKA-3

TKA-4

13.5

14.0

14.5

15.0

15.5

16.0

16.5

17.0

8 10 12

Umur tanaman (MST)

Dia

met

er k

anop

i (cm

)TKA-1

TKA-2

TKA-3

TKA-4

Keterangan : MST = minggu setetelah tanam Gambar 11 Pengaruh teknik konservasi tanah

terhadap tinggi tanaman kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Keterangan : MST = minggu setetelah tanam Gambar 12. Pengaruh teknik konservasi

tanah terhadap diameter kanopi kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Hasil tanaman

Teknik konservasi tanah secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap

populasi tanaman saat panen, namun memberikan pengaruh yang berbeda terhadap hasil

tanaman (berat segar crop). Perlakuan KTA-3 memberikan hasil yang tertinggi, diikuti

oleh KTA-1, kemudian KTA-2 , dan KTA-4 memberikan hasil tanaman yang paling rendah

(Tabel 12).

Page 51: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

35

Tabel 12 Pengaruh teknik konservasi terhadap populasi tanaman saat panen dan berat segar crop kubis di Desa Talun Berasap, Kec. Gunung Tujuh, Kab Kerinci, Jambi

Perlakuan

Jumlah tanaman saat panen

Berat crop

Berat crop

(tan/plot) (tan/ha) (kg/plot) (t/ha) KTA-1 88 14611 a 186.2 31.028 b KTA-2 88 14722 a 174.8 29.139 c KTA-3 87 14556 a 196.8 32.806 a KTA-4 89 14778 a 156.3 26.056 d

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda untuk

taraf 5 % DMRT, KTA-1 = teknik konservasi petani, penanaman searah lereng, KTA-2 = teknik petani, dipotong guludan setiap 5 m, KTA-3 = teknik petani, setiap 5 m dipotong gulud dan rorak, KTA-4 = penanaman searah kontur

4.2. Pembahasan

4.2.1. On-Farm Research Sistem Usahatani Konservasi (SUT-KTA) di Lahan Sayuran

Karakteristik sifat fisik tanah awal Secara umum, tanah di lokasi penelitian mempunyai sifat fisik tanah yang cukup

bagus dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Apabila membandingkan sifat fisik

tanah awal pada ketiga Blok perlakuan on-farm (P-1. P-2 dan P-3), tidak terdapat

perbedaan yang menyolok diantara ketiganya. Semua mempunyai sifat fisik yang hampir

sama yaitu mempunyai BD < 0,80 g/cm3 yang berkisar dari 0,50 s/d 0,70 g/cm3. Ini

mengindikasikan bahwa tanah di lokasi penelitian mempunyai sifat andik, sehingga tanah

kemungkinan besar termasuk Ordo Andisol. Hal ini juga dibuktikan dengan nilai partikel

density yang < 2,6 g/cm3, nilai yang biasa dipunyai oleh tanah mineral. Ini

mengindikasikan bahwa tanah ini juga mempunyai kerapatan jenis jarah/partikel yang

lebih rendah dibandingkan dengan tanah mineral pada umumnya.

BD yang rendah mengakibatkan RPT yang tinggi (67 s/d 73 % volume) dengan

PDC yang tinggi ( 17 – 25 % volume) dan PDL yang rendah (4 – 8 % volume). Selain

mempunyai RPT yang tinggi, tanah ini juga mempunyai pori air tersedia yang tinggi yang

berkisar dari 18 – 34 % volume. Dengan demikian pori air tersedia (AT) menempati

kurang lebih 25 – 50 % dari RPT. Hal ini bagus untuk mendukung pertumbuhan tanaman

Page 52: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

36

sehingga tanaman tidak kerurangan air dan atau oksigen, karena distribusi ruang pori

lebih banyak didominasi oleh ukuran pori yang menguntungkan bagi tanaman (pori air

tersedia).

Stabilitas agregat tanah berkontribusi terhadap distribusi ruang pori yang

seimbang dalam tanah. Tingginya RPT, PDC dan AT mengindikasikan adanya agregasi

yang baik dalam tanah. Dan hal ini dibuktikan dengan adanya agregasi yang sangat baik

yang dicerminkan oleh adanya persentase agregat dabn nilai indeks stabititas agregat

yang tergolong sangat stabil.

Tanah di lokasi penelitian mempunyai tekstur tanah lempung. Ini berarti terdapat

susunan yang relatif seimbang diantara partikel-partikel tanah primer. Ini juga

menguntungkan tanaman, sehingga akar tanaman dapat lebih petretrasi ke lapisan tanah

yang lebih dalam yang selanjutnya akar tanaman lebih mudah mengekstrak air dan atau

unsur hara dari dalam tanah untuk mendukung pertumbunhannya.

Yang harus diwaspadai dari sifat fisik tanah ini adalah adanya sifat perkolasi atau

kemampuan melalukan air yang cepat dan tinggi, sehingga akan terjadi pencucian hara

apabila air di dalam tanah melebihi kapasitas lapang.

Implementasi perlakuan

Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam implementasi usahatani

konservasi adalah kemiringan tanah yang dicerminkan oleh nilai persen lereng. Semakin

tinggi kemiringan, semakin terbatas pilihan atau alternatif teknik konservasi yang bisa

diaplikasikan pada usahataninya dalam hal ini usahatani sayuran di dataran tinggi.

Selain hal tersebut diatas, faktor lain yang mempengaruhi adalah jenis komoditas

yang diusahakan. Komoditas sayuran adalah komoditas yang peka terhadap kondisi

drainase tanah, sehingga teknik konservasi yang diimplementasikan haruslah teknik

konservasi yang cepat mengatuskan air.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah kebiasaan petani, sehingga dalam

mengintroduksikan teknologi tidak terlalu jauh dengan apa yang biasa dilakukan petani.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlakuan teknik konservasi yang

diimplementasikan pada kegiatan on-farm research adalah seperti yang tercantum pada

Tabel 7.

Page 53: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

37

Pertumbuhan tanaman

Perlakuan P-1 berpengaruh paling baik terhadap tinggi tanaman kubis, diikuti oleh

P-3 dan kemudian P-2 memeberikan nilai tinggi tanaman paling rendah (Gambar 4)..

Demikian juga halnya terhadap perkembangan diameter kanopi tanaman kubis, perlakuan

P-1 berpengaruh lebih baik, diikuti oleh perlakuan P-3 dan akhirnya perlakuan P-2

Gambar 5). Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya kondisi tanah yang lebih kondusif

bagi pertumbuhan tanaman kubis pada perlakuan P-1, dimana tanaman ditanam sejajar

lereng, sehingga tercipta drainase yang lebih baik dan kondusif dibandingkan P-2 dan P-

3. Pada perlakuan P-2, sistem drainase agak terhambat dengan adanya guludan.

Sedangkan pada perlakuan P-3, dimana tanaman atau barisan tanaman mengikuti kontur,

sehingga drainase lebih terhambat dibandingkan P-2 yang mengakibatkan tanaman

tumbuh kurang baik (Gambar 4 dan Gambar 5).

Hasil tanaman

Berbeda dengan respon pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan P-1, P-2 dan

P-3, hasil tanaman kubis memberikan respon yang paling baik terhadap perlakuan P-2,

diikuti oleh perlakuan P-3 dan P-1 memberikan hasil tanaman kubis yang paling rendah.

Hal ini disebabkan oleh adanya tanah dan input (pupuk, obat-obatan) yang lebih

terkonservasi, apabila turun hujan, pada perlakuan P-2 dan P- 3 dalam jangka panjang,

sehingga hasil tanaman lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan P-1 (Tabel 8).

Secara umum, hasil tanaman kubis pada kegiatan on-farm research kurang baik.

Hasil tanaman kubis hanya berkisar dari 3 sampai dengan 8 ton/ha berat segar. Hal ini

karena dalam masa pertumbuhan dan pembentukan crop, tanaman kubis mengalami

cekaman air, sehingga tanaman tumbuh tidak normal (crop kecil) dan hampir 60 persen

tananan kubis mati kekeringan, kemudian disulam, sehingga masa panen tidak serempak.

Input-Output Usahatani Konservasi pada Pertanaman Kubis Hasil analisis finansial (input – output) usahatani konservasi pada pertanaman

kubis memperlihatkan bahwa nilai hasil (out-put) dari perlakuan P-2 dan P-3 jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan perlakuan P-1. Hal ini karena P-2 dan P-3 memberikan

produksi yang jauh lebih tinggi dibandingkan P-1. Oleh karena itu perlakuan P-2 dan P-3

Page 54: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

38

memberikan nilai B/C ratio > 1 yang lebih tinggi dibandingkan P-1, sedangkan perlakuan

P-1 memberikan nilai B/C ratio < 1. Ini berarti bahwa pada perlakuan P-1 usahatani

kubis merugi, sedangkan pada P-2 dan P-3, usahatani konservasi kubis menguntungkan

(Tabel 10). Lebih lanjut tabel tersebut juga memperlihatkan bahwa perlakuan P-2 lebih

menguntungkan dibandingkan P-3 dan mempunyai keuntungan yang hampir dua kali lipat

P-3. Hal ini karena perlakuan P-3 disamping memberikan produksi yang lebih rendah,

juga memerlukan biaya, dalam hal ini upah tenaga kerja, yang lebih tinggi. Upah tenaga

kerja tersebut dipakai untuk pembuatan bedengan dan atau pembuatan serta penanaman

tanaman yang searah kontur.

Persepsi dan Preferensi Petani

Hasil wawancara dan kunjungan lapang selama kegiatan FGD mengindikasikan

bahwa petani cukup antusias dengan teknologi konservasi yang diintroduksikan. Petani

sepakat bahwa teknologi konservasi yang diintroduksikan akan sangat mengurangi erosi,

akan tetapi lebih banyak memerlukan waktu dan tenaga kerja. Namun demikian para

petani ingin lebih membuktikan teknik konservasi yang mana yang dapat mengurangi

erosi tetapi masih menguntungkan secara ekonomi.

Sampai dengan saat ini petani cenderung menyukai teknik konservasi KTA-2

(tanaman searah lereng, dipotong gulud setiap 5 m), karena lebih praktis dibandingkan

dengan yang lain, tetapi dapat mengurangi erosi.

Lebih lanjut FGD tersebut juga memberikan input bahwa diperlukan sosialisasi

yang lebih intensif dengan lebih banyak melibatkan penyuluh untuk transfer teknologi ke

dalam bahasa yang lebih dapat dimengerti oleh petani, terutama dalam hal pentingnya

penggunaan pupuk organik/kandang dalam usahatani konservasi. Untuk itu petani juga

bermaksud untuk mengadakan kegiatan yang sama pada saat panen tanaman kentang

nanti. Selain itu mereka juga bermaksud untuk lebih sering berkunjung dan berdiskusi

dengan petugas lapang yang ada di lokasi penelitian bekerja sama dengan penyuluh.

Page 55: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

39

4.2.2. Super-Imphosed Trial : Alternatif Teknik konservasi tanah (SIT-KTA) untuk pengendalian erosi dan kehilangan hara pada budidaya sayuran dataran tinggi

Karakteristik sifat fisik tanah awal

Lokasi kegiatan penelitian super-imposed trial ini terletak pada Blok on-farm P-1,

P-2 dan P-3 masing-masing untuk ulangan 1, 2, dan 3, sehingga karakteristik sifat fisik

tanah awalnya sama dengan sifat fisik tanah awal pada Blok P-1, P-2 dan P-3 seperti

yang tercantum pada Tabel 1 s/d Tabel 3.

Implementasi perlakuan

Pada kegiatan ini, selain meneliti teknik konservasi yang diimplementasikan pada

kegiatan on-farm, juga mengintroduksikan teknik konservasi air rorak yang dipadukan

dengan guludan untuk mengoptimalkan resapan air agar air aliran permukaan tidak lari

ke tempat lain dan konservasi kelembaban tanah. Dengan demikian aliran permukaan

dapat lebih ditekan dan erosipun dikurangi.

Kelemahan sistem ini salah satunya adalah mengurangi luas lahan yang bisa

ditanami. Namun hal ini diharapkan dengan adanya teknik konservasi air, kehilangan

hasil akibat berkurangnya luas lahan yang dapat ditanami dapat dikompensasi dengan

bertambahnya hasil tanaman akibat terkonservasinya unsur hara yang hilang terbawa

erosi dan aliran permukaan.

Pesemaian, penanaman dan keragaan tanaman pada kegiatan penelitian SUT – KTA dan SIT - KTA

Kegiatan pesemaian pada penelitian ini, hampir 50 % gagal atau hampir 50 %

tanaman tidak dapat ditransplanting ke lapangan karena pertumbuhan tanaman kubis

yang kerdil dan tidak normal, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai bibit yang bagus.

Hal ini karena tanaman kubis di pesemaian sebagian besar kekeringan karena tidak ada

hujan serta sumber air yang tidak mencukupi untuk menyiram. Selain itu kelangkaan

tenaga kerja pada saat dibutuhkan merupakan salah satu sebab gagalnya pesemaian ini,

selain faktor iklim.

Selanjutnya kegiatan penanaman dilakukan dengan memakai bibit yang berasal

dari petani penangkar yang berada di sekitar lokasi penelitian. Namun setelah berumur

Page 56: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

40

2-3 minggu, tanaman mengalami kematian yang hampir 50 %. Hal ini juga disebabkan

oleh karena kekeringan ysng diskibatkan oleh tidak adanya hujan dalam waktu yang lama

dan air yang diberikan sebagai irigasi tidak mencukupi dan tidak terdistribusi secara

merata. Dengan demikian perlu diadakan penanaman ulang atau penyulaman untuk

tanaman yang mati. Degan demikian diperkirakan, lokasi penelitian ini akan terlambat

panen.

Pertumbuhan tanaman

Teknik konservasi (TKA-1 s/d TKA-4) memberikan pengaruh yang berbeda

terhadap pertumbuhan kubis dalam hal tinggi tanaman dan diameter kanopi. TKA-1 s/d

TKA-4 memberikan pengaruh yang tidak berbeda secara statistik terhadap tinggi tanaman

(Gambar 10), Perlakuan teknik konservasi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

pertumbuhan diameter kanopi tanaman (Gambar 11). TKA-4 memberikan pengaruh

yang terbaik terhadap diameter kanopi tanaman, namun tidak berbeda dengan TKA-3,

dan berbeda terhadap TKA-2 dan TKA-1. Hal ini karena pada TKA-4, dimana kubis

ditanam searah kontur, tanah, dan kelembaban tanah, serta input pertanian berupa

pupuk lebih terkonservasi dan lebih dapat dimanfaatkan oleh tanaman dibandingkan pada

perlakuan P-1, dimana kubis ditanam searah lereng, sehingga tanah dan pupuk akan

mudah terbawa erosi dan aliran permukaan apabila terjadi hujan. Hal ini menyebabkan

tanaman kurang mendapat kesempatan untuk mengambil air dan nutrisi yang

diperlukannya. Ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang paling rendah

dibandingkan perlakuan yang lain (Gambar 11).

Hasil tanaman

Teknik konservasi secara statistik tidak memberikan pengaruh yang berbeda

terhadap populasi tanaman saat panen. Teknik konservasi memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap hasil tanaman kubis (Tabel 9). KTA-3 memberikan hasil

tanaman yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, diikuti oleh perlakuan TKA-1,

kemudian TKA-2 dan akhirnya TKA-4 memberikan hasil tanaman yang paling rendah. Hal

ini terutama disebabkan oleh adanya penurunan populasi akibat perlakuan TKA-4 apabila

diperhitungkan ke dalam satu ha. Secara normal, populasi tanaman kubis pada

perlakuan TKA-1 s/d TKA-4 berturut-turut adalah 33333, 25000, 24000 dan 24000

Page 57: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

41

tanaman/ha. Populasi tanaman pada perlakuan KTA-3 dalam keadaan normal lebih

rendah dari KTA-1, namun KTA-3 memberikan hasil tanaman yang paling tinggi. Ini

berarti kualitas hasil tanaman pada perlakuan KTA-3 paling bagus diantara perlakuan

lainnya.

Pertanaman kentang

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 musim tanam (2 MT) yaitu kubis dilanjutkan

dengan pertanaman kentang. Kentang baru ditanam pada pertengahan bulan November

2011 sehingga belum ada data yang bisa dilaporkan untuk periode tanaman kentang.

Dengan demikian data erosi dan aliran permukaanpun belum dapat disajikan.

Page 58: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Tanah di lokasi penelitian mempunyai tekstur lempung dengan pori air tersedia

yang tinggi (18 – 34 % volume) dan agregasi yang sangat baik. Yang harus

diwaspadai dari sifat fisik tanah ini adalah adanya sifat perkolasi atau kemampuan

melalukan air yang cepat dan tinggi, sehingga akan terjadi pencucian hara apabila

air di dalam tanah melebihi kapasitas lapang.

2. Perlakuan sistem usahatani konservasi P-2 (pada kegiatan on-farm research)

memberikan hasil tanaman yang tertinggi dan berbeda dengan P-3 dan P-1.

Perlakuan P-1 memberikan hasil tanaman terrendah.

3. Perlakuan P-2 (bedengan tanaman searah lereng dipotong gulud setiap 5 m)

memberikan keuntungan (Rp 2.588.000,-) dan nilai B/C ratio (1,51) yang paling

tinggi dibandingkan P-1 dan P-3. Perlakuan P-1 mengalami kerugian sebesar Rp

1.901.000,-

4. Teknik konservasi TKA-3 (pada kegiatan super imphosed trial/SIT-KTA)

memberikan hasil tanaman kubis tertinggi (32 t/ha) diikuti oleh TKA-1 (31 t/ha),

TKA-2 (29 t/ha) dan TKA-4 memberikan hasil yang paling rendah (26 t/ha).

5. Petani pada umumnya cukup antusias terhadap teknik konservasi tanah dan air.

Petani cenderung menyukai teknik konservasi TKA-2 (tanaman searah lereng,

dipotong gulud setiap 5 meter), karena lebih praktis, dengan alternatif TKA-4.

Page 59: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

43

5.2. Saran

o Diperlukan penyuluhan dan sosialisasi yang lebih intensif kepada petani pengguna

lahan kering di kawasan budidaya sayuran dataran tinggi, baik sebagai pemilik

maupun sebagai penggarap, agar terjadi percepatan adopsi teknologi sistem

usahatani konservasi di lahan sayuran dataran tinggi.

o Diperlukan koordinasi dan komunikasi yang lebih intensif dengan instansi terkait

agar terjadi pemindahan tongkat estafet kepada instansi terkait di wilayah

setempat.

o Untuk mengantisipasi masalah kekurangan modal bagi petani kecil, menggalang

modal bersama atau koperasi dapat dijadikan salah satu alternatif pemecahan

masalah.

Page 60: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

44

VI. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN

1. Terjadinya peningkatan produktivitas tanah dan hasil tanaman, serta

diterapkannya sistem pengelolaan lahan yang lebih efisien pada lahan sayuran

dataran tinggi.

2. Terjadinya peningkatan keuntungan dan pendapatan petani, serta diterapkannya

sistem budi daya sayuran yang berkelanjutan di dataran tinggi.

Page 61: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

45

VII. DAFTAR PUSTAKA

Akonde, T.P., Leihner A.E., and Kuhne, R. 1999. Nutrient balance in agroforestry systems.

Plant Research and Development. Institute for Scientific Co-operation, Tubingen, Federal Republic of Germany. 50: 7-17

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Banuwa, I. S. 1994. Dinamika Aliran Permukaan dan Erosi Akibat Tindakan Konservasi Tanah pada Andisol Pangalengan, Jawa Barat. Tesis Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Bationo, A., Lompo, F., and Koala, S. 1998. Research on nutrient flows and balances in West Africa: State-of-the-art. Agricultural Water Management. 71: 19-35

BPS. 2008. Statistik Indonesia 2007. Badan Pusat Statistik.

Chowdary, V.M., Rao, N.H., and Sarma, P.B.S. 2004. A coupled soil water and nitrogen balance model for flooded rice fields in India. Agriculture Ecosystems and Environment. 103: 425-441

Cho, J.Y., Han K.W., and Choi, J.K. 2000. Balance of nitrogen and phosphorus in a paddy field of central Korea. Soil Science and Plant Nutrition. 46: 343-354

Erfandi, D., Undang Kurnia, dan O. Sopandi. 2002. Pengendalian erosi dan perubahan sifat fisik tanah pada lahan sayuran berlereng. Hal. 277-286 dalam Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk. Buku II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor, 2002.

Fan, X.H., Song, Y.S., Lin, D.X., Yang, L.Z., and Lou, J.F. 2006. Ammonia volatilisation losses and N-15 balance from urea applied to rice on a paddy soil. Journal of Environmental Science China. 18 (2): 299-303

Ghosh, B.C. and Bhat, R. 1998. Environmental hazards of nitrogen loading in wetland rice fields. Environmental pollution. 102: 123-126

Hayashi, K., Nishimura, S., and Yagi, K. 2006. Ammonia volatilisation from the surface of a Japanese paddy field during rice cultivation. Soil Science and Plant Nutrition. 52: 545-555

Manolov, I.G., Ikeda M., and Yamakawa, T. 2003. Effect of methods of nitrogen application on nitrogen recovery from N-15-labeled urea applied to paddy rice (Oryza sativa L.). Journal of the Faculty of Agriculture Kyushu University. 48: 1-11

Miller, R.J., and Smith, R.B. 1976. Nitrogen balance in the Southern San Joaquin Valley. Journal of Environmental Quality. 5 (3): 274-278

Haryati, U., N. L. Nurida, H. Suganda, dan Undang Kurnia. 2000. Pengaruh arah bedengan dan tanaman penguat teras terhadap erosi dan hasil kubis (Brassica oleracea) di dataran tinggi. Hal. 411-424 dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Tanah, Iklim dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Page 62: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

46

Haryati, U dan Undang Kurnia. 2001. Pengaruh teknik konservasi tanah terhadap erosi dan hasil kentang (solanum tuberosum) pada lahan budidaya sayuran di dataran tinggi Dieng. Hlm. 439-460 dalam Prosiding Seminar Nasional Reorientasi Pendayagunaan Sumberdaya Tanah, Iklim dan pupuk. Cipayung- Bogor, 31 Oktober – 2 November 2000. Pusat penelitian dan Pengembangan tanah dan Agroklimat, Bogor. Buku II.

Hidayat, A dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian dalam Adimihardja dan Mappaona (Eds). Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Edisi Kedua. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

Lefroy, R.D.B., and Konboon, J. 1999. Studying nutrient flows to assess sustainability and identify areas of nutrient depletion and imbalance: an example for rainfed rice systems in Northeast Thailand. In: Ladha (Eds.), Rainfed Lowland Rice: Advances in Nutrient Management Research. IRRI, pp. 77-93

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan. 1995. Data Tahunan Debit Sungai Wilayah Tengah (Jawa, Bali, Kalimantan). Buku II/Hi-1/1995. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Santoso, D., Wigena, I.G.P., Eusof, Z., and Chen, X.H. 1995. The ASIALAND management of sloping lands network: Nutrient balance study on sloping lands. In: International Workshop on Conservation Farming for Sloping Uplands in Southeast Asia: Challenges, Opportunities, and Prospects. IBSRAM-Thailand Proceedings. 14: 93-108

Smaaling, E.M.A., Stoorvogel, J.J., and Wiindmeijer, P.N. 1993. Calculating soil nutrient balances in Africa at different scales II. District scale. Fertiliser Research. 35 (3): 237-250

Sinukaban, N. 1990. Pengaruh pengolahan tanah konservasi dan pemberian mulsa jerami terhadap produksi tanaman pangan dan erosi hara. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, (9): 32-38.

Stoorvogel, J.J., Smaaling, E.M.A., and Janssen, B.H. 1993. Calculating soil nutrient balances in Africa at different scales. I. Supra-national scale. Fertiliser Research. 35 (3): 227-236

Soleh dan Arifin. 2003. Optimalisasi Multifungsi Pertanian pada Usahatani Tanaman Kentang di Sundoro, Lumajang. Balittanah.litbang.deptan.id. 3 Januari 2011.

Subagyo, H., N. Suharta, dan A. B. Siswanto. 2000. Lahan Pertanian Indonesia. Hal 21-66 dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Suganda, H., S. Abujamin, A. Dariah, dan S. Sukmana. 1994. Pengkajian teknik konservasi tanah dalam usahatani tanaman sayuran di Batulawang, Pacet. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, 12:47-57.

Suganda, H., M. S. Djunaedi, D. Santoso, dan S. Sukmana. 1997. Pengaruh cara pengendalian erosi terhadap aliran permukaan, tanah tererosi dan produksi sayuran pada Andisols. Jurnal Tanah dan Iklim. (15):38-50.

Page 63: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

47

Suganda, H., H. Kusnadi dan Undang Kurnia. 1999. Pengaruh arah barisan tanaman dan bedengan dalam pengendalian erosi pada budidaya sayuran dataran tinggi. Jurnal Tanah dan Iklim, (17):55-64.

Sutapraja, H., dan Asandhi. 1996. Pengaruh arah guludan, mulsa, dan tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil kentang serta erosi di dataran tinggi Batur, Jurnal Hortikultura, 8 (1):1.006-1.013

Sukristiyonubowo. 2007a. Nutrient balances in terraced paddy fields under traditional irrigation in Indonesia.PhD tesis. Faculty of Bioscience Engineering , Ghent University, Ghent-Belgium. 184 p

Sukristiyonubowo. 2007b. Nutrient balances for wetland rice farming. Indonesian Journal of Land Resources 1 (4): 1-14

Sumarna, A., dan Y. Kusandriani. 1992. Pengaruh jumlah pengairan air tehadap pertumbuhan dan hasil cabe paprika (Capsicum annum L. var groosum) kultivar orion dan Yolo Wonder A. Buletin Penelitian Hortikultura XXIV (1):51-58.

Suwardjo. 1981. Peranan Sisa-sisa Tanaman dalam Konservasi Tanah dan Air pada Usahatani Tanaman Semusim. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Uexkull, H.R. von. 1989. Nutrient cycling. In Soil Management and Smallholder Development in the Pacific Islands. IBSRAM-Thailand Proceedings. 8: 121-132

Undang Kurnia. 1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan Melestarikan Produktivitas Tanah. Disertasi Doktor Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Undang Kurnia, dan H. Suganda. 1999. Konservasi tanah dan air pada budidaya sayuran dataran tinggi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 18 (2): 68-74.

Undang Kurnia. 2000. Penerapan teknik konservasi tanah pada lahan usahatani dataran tinggi. Hal 47-57 dalam A. Abdurachman et al. (eds.). Prosiding Lokakarya Nasional Pembahasan Hasil Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bogor, 2-3 September 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Van den Bosch, H., Joger, A. de, and Vlaming, J. 1998a. Monitoring nutrient flows and economic performance in African farming systems (NUTMON) II. Tool Development. Agriculture, Ecosystems and Environment. 71: 49-62

Van den Bosch, H., Gitari, J.N., Ogoro, V.N., Maobe, S., and Vlaming, J. 1998b. Monitoring nutrient flows and economic performance in African farming systems (NUTMON) III. Monitoring nutrient flows and balances in three districts in Kenya. Agriculture, Ecosystems and Environment. 71: 63-80

Wijnhoud, J.D., Konboon, Y., and Lefroy, R.D.B. 2003. Nutrient budgets: Sustainability assessment of rainfed lowland rice-based systems in northeast Thailand. Agriculture, Ecosystems and Environment. 100: 119-127

Xing, G.X. and Zhu, Z.L. 2000. An assessment of N loss from agricultural fields to the environment in China. Nutrient Cycling in Agroecosystems. 57: 67-73

Page 64: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung

48

Page 65: LAPORAN AKHIRbalittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi...DAFTAR TABEL Halaman Nomor Teks 1 Sifat fisik tanah awal lokasi penelitian pada blok P-1 di Desa Talun Berasap, Kec.Gunung