laporan skenario 1 blok kedokteran komunitas

70
LAPORAN TUTORIAL BLOK COMMUNITY MEDICINE KASUS 1 dr. Qonita, dokter komunitas Oleh: Kelompok 6 Achmad Fariz Ramadhan P.J.N 0918011025 Aqsha Ramadhanisa 0918011030 Asticaliana Erwika Savita Putri 0918011033 Elis Sri Alawiyah 0918011041 Febrina Dwiyanti 0918011044 Hema Meliny Junita Perangin angin 0918011048 M Rizki Darmawan M 0918011060

Upload: erwika

Post on 29-Dec-2015

153 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

laporan skenario 1 blok kedokteran komunitas

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

LAPORAN TUTORIAL BLOK

COMMUNITY MEDICINE

KASUS 1

“dr. Qonita, dokter komunitas ”

Oleh:

Kelompok 6

Achmad Fariz Ramadhan P.J.N 0918011025

Aqsha Ramadhanisa 0918011030

Asticaliana Erwika Savita Putri 0918011033

Elis Sri Alawiyah 0918011041

Febrina Dwiyanti 0918011044

Hema Meliny Junita Perangin angin 0918011048

M Rizki Darmawan M 0918011060

Riyan wahyudo 0918011018

Achmad Iqbal 0818011045

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2012

Page 2: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat

menyusun laporan tutorial skenario pertama di blok Community Medicine yang

berjudul “dr. Qonita, dokter komunitas”.

Selanjutnya, laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Blok

community medicine.Laporan tutorial mengikuti proses metode seven step jump.

Step 1 membahas klarifikasi terminologi yang belum jelas, dilanjutkan step 2

yaitu perumusan masalah. Step 3 adalah curah pendapat atau brainstorming

masalah, kemudian step 4 menganalisis masalah yang terkait dengan kasus, dan

step 5 merumuskan learning objective. Step 6 merupakan kegiatan belajar mandiri

dan step 7 diskusi panel dalam pertemuan tutorial ke-6 dan penulisan laporan.

Kepada dosen-dosen yang terlibat dalam mata kuliah community medicine

ini, kami ucapkan terima kasih atas segala pengarahannya sehingga laporan ini

dapat kami susun dengan baik.

Kami menyadari kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi

isi, bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas

segala kekurangan. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna

untuk kesempurnaan laporan ini dan perbaikan untuk kita semua.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan

berupa ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Bandar Lampung, Maret 2012

Tim Penulis

Page 3: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Skenario 1

dr.Qonita, Dokter Komunitas

Dalam satu bulan terakhir, puskesmas rawat inap Rajabasa menangani lebih dari

lima puluh kasus hepatitis A, baik rawat inap maupun rawat jalan. Kebannyakan

pasien hepatitis A tersebut adalah pelajar dan mahasiswa. Memang wilayah kerja

Puskesmas Rajabasa adalah komunitas pelajar dan mahasiswa karena banyak

kampus perguruan tinggi dan sekolah disekitarnya. dr.Qonita sebagai kepala

Puskesmas merasa sangat prihatin. Ia mulai memeriksa data surveilance satu

tahun terakhir tentang penyakit menular di wilayah kerja puskesmas Rajabasa,

sehingga ia dapat mendeteksi potensi KLB. Sebagai dokter yang berorientasi pada

kedokteran komunitas, dr.Qonita merasa harus bertindak cepat dalam

menanggulangi wabah Hepatitis A ini, apalagi mengingat riwayat alamiah

penyakit Hepatitis A sangat cepat. Sehingga Ia berharap, tindakan

penanggulangan wabah yang tepat dapat mencegah terjadinya Kejadian Luar

Biasa.

Selain berada pada komunitas mahasiswa-pelajar, Puskesmas Rajabasa juga dekat

dengan Bandara Raden Intan, sehingga Ia sering diminta membuat surat

keterangan dokter untuk layak melakukan perjalanan udara. dr.Qonita bersyukur,

bahwa pengalamannya bekerja sebagai dokter karantina di pelabuhan memberikan

pengalaman yang cukup tentang permasalahankedokteran matra.

Page 4: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

STEP 1

1. Kedokteran komunitas : cabang kedokteran yang memusatkan perhatian

kepada kesehatan anggota-anggota komunitas, dengan menekankan diagnosis

dini penyakit, memperhatikan faktor-faktor yang membahayakan (hazard)

kesehatan yang berasal dari lingkungan dan pekerjaan, serta pencegahan

penyakit pada komunitas

2. Surveilance : suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan

sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan

diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.

3. Wabah : peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat

baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat

menimbulkan malapetaka (UU Wabah 1969).

4. KLB (Kejadian Luar Biasa) : timbulnya atau meningkatnya kejadianKesakitan

atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam

kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI No . 949/

MENKES/SK/VII/2004).

5. Dokter Karantina : dokter yang ditugaskan di pelabuhan atau bandar udara

untuk melakukan tindakan karantina terhadap orang yang dicurigai menderita

penyakit karantina.

6. Kedokteran Matra : bentuk khusus upaya kesehatan yang diselenggarakan

untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam

lingkungan matra yang serba berubah maupun di lingkungan darat, laut, dan

udara.

Page 5: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

STEP 2

1. Jelaskan tentang Ilmu Kedokteran Komunitas!

2. Apa yang membedakan kedokteran klinis dengan kedokteran komunitas?

3. Jelaskan tentang kedokteran Matra!

4. Apakah fungsi data surveilance?

5. Sebutkan macam-macam penyakit menular yang menyebabkan wabah?

6. Bagaimana langkah penanggulangan wabah?

7. Bagaimana kriteria KLB?

8. Bagaimana riwayat alamiah penyakit?

STEP 3

1.  Kedokteran komunitas merupakan cabang ilmu kedokteran yang

memperhatikan kebutuhan dan kondisi kesehatan pada sekelompok penduduk.

Kedokteran komunitas berkaitan dengan masalah dan penyakit yang luas dalam

komunitas, dan tidak berkaitan dengan pengobatan dan  perawatan pasien

secara perorangan. Kedokteran komunitas merupakan suatu kesatuan yang

seimbang antara kuratif, preventif, promotif, dan rehabilitatif dalam

memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dalam ilmu kedokteran

komunitas diperlukan perangkat tambahan disiplin ilmu epidemiologi,

biostatistik, administrasi dan manajemen, riset operasional serta sosiologi ilmu

kedokteran, selain ilmu pengetahuan mengenai medis dan kesehatan.

Kedokteran komunitas juga mencakup dua hal, yakni kedokteran keluarga dan

kedokteran okupasi.

2. Perbedaan diagnosa klinik dan diagnosa komunitas

Spesifikasi Dianosa klinik Diagnosa Komunitas

Populasi Individu-individu Kelompok/grup

masyarakat

Jenis penanganan Kuratif Komprehensif

(preventif, promotif,

Page 6: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

kuratif, rehabilitatif)

Alat Peralatan Kedokteran

Diagnostik fisik

Biostatistik

Epidemiologi

Cara diagnosa Anamnesis, gejala

penyakit

Laboratorium

Pengumpulan Data

Distribusi dan

frekuensi penyakit

(who, when, where)

Tindakan/terapi Medikamentosa,

Radiologi, Perawatan RS,

Rawat jalan

Imunisasi

Penyuluhan dan

promosi kesehatan

Sanitasi Lingkungan

Kontrol terhadap

penyakit menular,dll.

3. Kesehatan Matra sebagai bentuk khusus upaya kesehatan diselenggarakan

untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra

yang serba berubah. Adapun jenis jenis kesehatan matra meliputi :

a. Kesehatan lapangan

b. Kesehatan kelautan dan bawah air

c. Kesehatan kedirgantaraan.

Kesehatan lapangan meliputi :

a. Kesehatan Haji

b. Kesehatan transmigrasi

c. Kesehatan dalam penanggulangan korban bencana

d. Kesehatan di bumi perkemahan

e. Kesehatan dalam operasi dan latihan militer di darat

Kesehatan Kelautan dan bawah air meliputi .

a. Kesehatan pelayaran dan lepas pantai

b. Kesehatan dalam operasi dan latihan militer di laut

Page 7: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Kesehatan kedirgantaraan meliputi .

a. Kesehatan penerbangan di dirgantara

b. Kesehatan dalam operasi dan latihan militer di dirgantara

4. Surveilans mencakup dua fungsi manajemen :

A. Fungsi inti

Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan langkah-langkah

intervensi kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans mencakup deteksi,

pencatatan, pelaporan data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun

laboratoris, umpan-balik (feedback). Langkah intervensikesehatan masyarakat

mencakup respons segera (epidemic type response) dan respons terencana

(management type response).

B. Fungsi pendukung

Fungsi pendukung (support activities) mencakup pelatihan, supervisi,

penyediaan sumber daya manusia dan laboratorium, manajemen sumber daya,

dan komunikasi (WHO, 2001; McNabb et al., 2002).

Sistem Surveilens diperlukan untuk :

* Untuk evaluasi terhadap tindakan penanggulangan yang dijalankan .

* Sistim surveilans penyakit di masyarakat (menggunakan tenaga masyarakat)

biasanya lebih dapat dipergunakan untuk memantau kasus baru dan

komplikasinya.

5. Penyakit penyebab wabah antara lain :

- Kolera

- Pes

- Demam Kuning

- Demam Bolak-balik

- Tifus bercak wabah

- DBD

6. Upaya penanggulangan wabah, yaitu :

Penyelidikan epidemiologis dengan data surveilance

Page 8: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk

tindakan karantina

Pencegahan dan pengebalan

Pemusnahan penyebab wabah

Penanganan jenazah akibat wabah

Penyuluhan kepada masyarakat

7. Kriteria KLB antara lain :

- Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak

dikenal.

- Peningkatan kejadian penyakit terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-

turut

menurut penyakitnya (jam, hari, minggu).

- Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan

dengan

periode sebelumnya (jam,hari,minggu,bulan, tahun).

- Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat

atau lebih

bila dibandingkan dengan a ngka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

8. Riwayat alamiah penyakit merupakan perjalanan penyakit mulai dari sebelum

individu terpapar hingga terpapar dan menimbulkan gejala hingga berlanjut ke

arah sembuh atau kematian.

Riwayat alamiah penyakit dimulai sejak terjadinya ketidakseimbangan antara

agen, host, dan lingkungan yang awalnya tidak bergejala hingga menimbulkan

gejala dan bila tidak tertangani maka dapat semakin parah dan menyebabkan

kematian.

Page 9: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

STEP 4

1. Kedokteran keluarga adalah cabang kedokteran komunitas yang memberikan

perhatian khusus kepada kesehatan keluarga sebagai sebuah unit adalah

kedokteran keluarga. Kedokteran keluarga (family medicine) adalah disiplin

ilmu yang menekankan pentingnya pemberian pelayanan kesehatan yang

personal, primer, komprehensif, dan berkelanjutan (continuing) kepada

individu dalam hubungannnya dengan keluarga, komunitas, dan

lingkungannya.

Terdapat beberapa nilai-nilai utama yang dianut dalam kedokteran keluarga :

Pelayanan berpusat pada pasien (patient-centered care) dan perhatian

khsus kepada hubungan dokter-pasien

Pendekatan holistik kepada pasien dan masalahnya – masalah penyakit

pasien tidak hanya disebabkan oleh dimensi fisik tetapi juga sosial dan

psikologi (model bio-pskio-sosial penyakit) dari pasien, keluarga, dan

komunitasnya. Memberikan perhtaian kepada aspek sosial dan psikologi

pasien sering kali efektif dalam memecahkan masalah fisik pasien.

Pendekatan holistik pada pasien sangat penting pada zaman sekarang

ketika teknologi tinggi kedokteran telah menyebabkan dehumanisasi

pasien dan fragmentasi pelayanan kesehatan.

Kedokteran pencegahan – memberikan dampak kepada status kesehatan

yang lebih panjang daripada kedokteran kuratif

Semua usia – dokter keluarga melayani orang dari segala usia, sehingga

dokter keluarga disebut sebagai “specialist in breadth”, berbeda dengan

spesialis di rumah sakit yang “specialist in depth”.

Dokter keluarga bersedia memberikan pelayanan tidak hanya di ruang

konsultasi klinik tetapi juga di rumah dan setting pelayanan lainnya.

Page 10: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

2. Beda Kedokteran klinis dan kedokteran komunitas

3. –

4. Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah

kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini

dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan

khusus surveilans:

(1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;

(2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini

outbreak; (3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit

(disease burden)

pada populasi;

(4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,

implementasi,

monitoring, dan evaluasi program kesehatan;

Page 11: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

(5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;

(6) Mengidentifikasi kebutuhan riset

5. Kecenderungan penyakit terhadap terjadinya wabah, terbagi atas :

- Potensi wabah tinggi , contohnya demam berdarah dengue (DBD)

- Potensi wabah rendah, contohnya meningitis

- Cenderung tidak menyebabkan wabah, contohnya TBC

6. Penanggulangan wabah :

a. Tindakan penyelidikan epidemiologis dalam upaya penanggulangan wabah

ditujukan

untuk:

o Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah;

o Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah;

o Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah;

o Menentukan cara penanggulangan.

b. Tindakan penyelidikan epidemiologis dilakukan melalui kegiatan-kegiatan:

o Pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk;

o Pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosis;

o Pengamatan terhadap penduduk pemeriksaan terhadap makhluk hidup

lain dan

benda-benda yang ada di suatu wilayah yang diduga mengandung

penyebab

penyakit wabah.

c. Tindakan pemeriksaan, pengobatan, perawatan, isolasi penderita dan

tindakan karantina

dilakukan di sarana pelayanan kesehatan, atau di tempat lain yang

ditentukan.

Page 12: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

d. Tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap masyarakat yang

mempunyai

risiko terkena penyakit wabah.

e. Tindakan pemusnahan penyebab penyakit dilakukan terhadap:

- bibit penyakit/kuman;

- hewan, tumbuh-tumbuhan dan atau benda yang mengandung penyebab

penyakit.

Pemusnahan harus dilakukan dengan cara tanpa merusak lingkungan hidup

atau tidak

menyebabkan tersebarnya wabah penyakit.

f. Tindakan penanganan jenazah dilakukan dengan memperhatikan norma

agama atau kepercayaan dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.Terhadap jenazah akibat penyakit wabah, perlu penanganan secara

khusus menurut jenis penyakitnya. Penanganan secara khusus tersebut

meliputi:

oPemeriksaan jenazah oleh pejabat kesehatan;

oPerlakuan terhadap jenazah dan penghapus hamaan bahan-bahan dan alat

yang digunakan dalam penanganan jenazah diawasi oleh pejabat

kesehatan.

g. Penyuluhan kepada masyarakat mengenai upaya penanggulangan wabah

dilakukan oleh pejabat kesehatan dengan mengikutsertakan pejabat instansi

lain, lembaga swadaya masyarakat, pemuka agama dan pemuka masyarakat.

Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan dengan mendayagunakan

berbagai media komunikasi massa baik Pemerintah maupun swasta.

7. -

Page 13: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

STEP 5

1. Apakah perbedaan KLB dan wabah?

2. Siapa yang berhak menentukan suatu kejadian penyakit merupakan KLB

atau wabah?

3. Jelaskan tentang kedokteran matra hiperbarik dan hipobarik!

4. Apa saja penyakit karantina?Kapan suatu wilayah ditetapkan terdapat

penyakit karantina?

5. Bagaimana riwayat alamiah penyakit?

Page 14: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

STEP 6

Belajar Mandiri

Page 15: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

STEP 7

1. Perbedaan KLB dengan wabah

a. Kejadian Luar Biasa

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah Timbulnya atau meningkatnya

kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi

pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa

diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

949/MENKES/SK/VII/2004

Penetapan KLB

Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu

kriteria sebagai berikut:

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak

dikenal pada suatu daerah

b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,

hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode

sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.

d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua

kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan

kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan

per bulan pada tahun sebelumnya.

f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun

waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih

dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam

kurun waktu yang sama.

g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam

kurun waktu yang sama.

Page 16: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

b. Wabah

Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat

yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada

keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat

menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah

tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah

wabah.

Penetapan Wabah

1. Penetapan suatu daerah dalam keadaan wabah dilakukan apabila situasi KLB

berkembang atau meningkat dan berpotensi menimbulkan malapetaka,dengan

pertimbangan sebagai berikut:

a. Secara epidemiologis data penyakit menunjukkan peningkatan angka kesakitan

dan/atau angka kematian.

b. Terganggunya keadaan masyarakat berdasarkan aspek sosial budaya,ekonomi, dan

pertimbangan keamanan.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pertimbangan penetapan suatu daerah dalam keadaan

wabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalamLampiran Peraturan ini

Penanggulangan KLB/Wabah

Penanggulangan KLB/wabah meliputi penyelidikan epidemiologi dan surveilans;

penatalaksanaan penderita; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan penyebab

penyakit; penanganan jenazah akibat wabah;penyuluhan kepada masyarakat; dan upaya

penanggulangan lainnya.

1. Penyelidikan epidemiologi dan surveilans.Penyelidikan epidemiologi

dilaksanakan sesuai dengan perkembanganpenyakit dan kebutuhan upaya

penanggulangan wabah. Tujuan dilaksanakan penyelidikan epidemiologi

setidaknya-tidaknya untuk :

a. Mengetahui gambaran epidemiologi wabah;

b. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam penyakit wabah;

Page 17: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit wabah

termasuk sumber dan cara penularan penyakitnya; dan

d. Menentukan cara penanggulangan wabah.

Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan sesuai dengan tata cara penyelidikan

epidemiologi untuk mendukung upaya penanggulangan wabah, termasuk tata cara bagi

petugas penyelidikan epidemiologi agar terhindar dari penularan penyakit wabah.

Surveilans di daerah wabah dan daerah-daerah yang berisiko terjadi wabah

dilaksanakan lebih intensif untuk mengetahui perkembangan penyakit menurut waktu

dan tempat dan dimanfaatkan untuk mendukung upaya penanggulangan yang sedang

dilaksanakan, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pos-pos kesehatan

dan unit-unit kesehatan lainnya, membuat tabel, grafik dan pemetaan dan

melakukan analisis kecenderungan wabah dari waktu kewaktu dan analisis

data menurut tempat, RT, RW, desa dan kelompok-kelompok masyarakat

tertentu lainnya.

b. Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan kepala desa,kader

dan masyarakat untuk membahas perkembangan penyakit dan hasil upaya

penanggulangan wabah yang telah dilaksanakan.

c. Memanfaatkan hasil surveilans tersebut dalam upaya penanggulangan

wabah.

Hasil penyelidikan epidemiologi dan surveilans secara teratur disampaikan kepada

kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatanprovinsi dan Menteri up.

Direktur Jenderal sebagai laporan perkembanganpenanggulangan wabah

2. Penatalaksanaan penderita (pemeriksaan, pengobatan, perawatan, isolasipenderita, dan

tindakan karantina).

Penatalaksanaan penderita meliputi penemuan penderita, pemeriksaan, pengobatan,

dan perawatan serta upaya pencegahan penularan penyakit. Upaya pencegahan

penularan penyakit dilakukan dengan pengobatan dini, tindakan isolasi, evakuasi dan

karantina sesuai dengan jenis penyakitnya. Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di

Page 18: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

fasilitas pelayanan kesehatanatau tempat lain yang sesuai untuk kebutuhan pelayanan

kesehatanpenyakit menular tertentu.

Penatalaksanaan penderita dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan,baik di rumah

sakit, puskesmas, pos pelayanan kesehatan atau tempat lain yang sesuai untuk

penatalaksanaan penderita. Secara umum, penatalaksanaan penderita setidak-tidaknya

meliputi kegiatan sebagai berikut :

a. Mendekatkan sarana pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan tempat tinggal

penduduk di daerah wabah, sehingga penderita dapat berobat setiap saat.

b. Melengkapi sarana kesehatan tersebut dengan tenaga dan peralatan untuk

pemeriksaan, pengobatan dan perawatan, pengambilan specimen dan sarana

pencatatan penderita berobat serta rujukan penderita.

c. Mengatur tata ruang dan mekanisme kegiatan di sarana kesehatan agar tidak terjadi

penularan penyakit, baik penularan langsung maupun penularan tidak langsung.

Penularan tidak langsung dapat terjadi karena adanya pencemaran lingkungan oleh

bibit/kuman penyakit atau penularan melalui hewan penular penyakit.

d. Penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan berperan

aktif dalam penemuan dan penatalaksanaan penderita dimasyarakat.

e. Menggalang kerja sama pimpinan daerah dan tokoh masyarakat serta lembaga

swadaya masyarakat untuk melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat.

Apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan isolasi, evakuasi dan karantina.

a. Isolasi penderita atau tersangka penderita dengan cara memisahkanseorang

penderita agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit selama penderita atau

tersangka penderita tersebut dapat menyebarkan penyakit kepada orang lain.

Isolasi dilaksanakan di rumah sakit,puskesmas, rumah atau tempat lain yang sesuai

dengan kebutuhan

b. Evakuasi dengan memindahkan seseorang atau sekelompok orang dari suatu

lokasi di daerah wabah agar terhindar dari penularan penyakit. Evakuasi ditetapkan

Page 19: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

oleh bupati/walikota atas usulan tim penanggulangan wabah berdasarkan indikasi

medis dan epidemiologi.

c. Tindakan karantina dengan melarang keluar atau masuk orang dari dan ke daerah

rawan wabah untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit. Karantina

ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan timpenanggulangan wabah

berdasarkan indikasi medis dan epidemiologi.

3. Pencegahan dan pengebalan.

Tindakan pencegahan dan pengebalan dilakukan terhadap orang,masyarakat dan

lingkungannya yang mempunyai risiko terkena penyakit wabah agar jangan sampai

terjangkit penyakit. Orang, masyarakat, dan lingkungannya yang mempunyai risiko

terkena penyakit wabah ditentukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi. Tindakan

pencegahan dan pengebalan dilaksanakan sesuai dengan jenis penyakit wabah serta

hasil penyelidikan epidemiologi, antara lain:

a. Pengobatan penderita sedini mungkin agar tidak menjadi sumberpenularan

penyakit, termasuk tindakan isolasi dan karantina.

b. Peningkatan daya tahan tubuh dengan perbaikan gizi dan imunisasi.

c. Perlindungan diri dari penularan penyakit, termasuk menghindari kontak dengan

penderita, sarana dan lingkungan tercemar, penggunaan alat proteksi diri, perilaku

hidup bersih dan sehat, penggunaan obat profilaksis.

d. Pengendalian sarana, lingkungan dan hewan pembawa penyakit untuk

menghilangkan sumber penularan dan memutus mata rantai penularan.

4. Pemusnahan penyebab penyakit.

a. Tindakan pemusnahan penyebab penyakit wabah dilakukan terhadap bibit

penyakit/kuman penyebab penyakit, hewan, tumbuhan dan atau benda yang

mengandung penyebab penyakit tersebut.

b. Pemusnahan bibit penyakit/kuman penyebab penyakit dilakukan pada permukaan

tubuh manusia atau hewan atau pada benda mati lainnya, termasuk alat angkut,

yang dapat menimbulkan risiko penularan sesuai prinsip hapus hama (desinfeksi)

Page 20: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

menurut jenis bibit penyakit/kuman. Pemusnahan bibit penyakit/kuman penyebab

penyakit dilakukan tanpa merusak lingkungan hidup.

c. Pemusnahan hewan dan tumbuhan yang mengandung bibit penyakit/kuman

penyebab penyakit dilakukan dengan cara yang tidakmenyebabkan tersebarnya

penyakit, yaitu dengan dibakar atau dikubur sesuai jenis hewan/tumbuhan.

Pemusnahan hewan dan tumbuhan merupakan upaya terakhir dan

dikoordinasikan dengan sektor terkait dibidang peternakan dan tanaman.

5. Penanganan jenazah

Terhadap jenazah akibat penyakit wabah, perlu penanganan secara khusus menurut

jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang lain.

Penanganan jenazah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Penanganan jenazah secara umum mengikuti ketentuan sebagai berikut:

1. Harus memperhatikan norma agama, kepercayaan, tradisi, dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Pemeriksaan terhadap jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.

3. Penghapus hamaan bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam penanganan

jenazah dilakukan oleh petugas kesehatan.

b. Penanganan jenazah secara khusus mengikuti ketentuan sebagaiberikut :

1. Di tempat pemulasaraan jenazah :

Seluruh petugas yang menangani jenazah telah mempersiapkan kewaspadaan

standar.

Mencuci tangan dengan sabun sebelum memakai dan setelah melepas sarung

tangan.

Perlakuan terhadap jenazah: luruskan tubuh; tutup mata, telinga,dan mulut

dengan kapas/plester kedap air; lepaskan alat kesehatan yang terpasang; setiap

luka harus diplester dengan rapat.

Jika diperlukan memandikan jenazah atau perlakuan khusus berdasarkan

pertimbangan norma agama, kepercayaan, dan tradisi, dilakukan oleh petugas

khusus dengan tetap memperhatikan kewaspadaan universal (universal

precaution). Air untuk memandikan jenazah harus dibubuhi disinfektan.

Page 21: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Jika diperlukan otopsi, otopsi hanya dapat dilakukan oleh petugas khusus

setelah mendapatkan izin dari pihak keluarga dan direktur rumah sakit.

Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.

Jenazah dibungkus dengan kain kafan dan/atau bahan kedap air.

Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi

Jenazah disemayamkan tidak lebih dari 4 jam di tempat pemulasaraan jenazah.

Jenazah dapat dikeluarkan dari tempat pemulasaraan jenazah untuk

dimakamkan setelah mendapat ijin dari direktur rumah sakit.

Jenazah sebaiknya diantar/diangkut oleh mobil jenazah ke tempat pemakaman.

2. Di tempat pemakaman :

Setelah semua ketentuan penanganan jenazah di tempat pemulasaraan jenazah

dilaksanakan, keluarga dapat turut dalam pemakaman jenazah.

Pemakaman dapat dilakukan di tempat pemakaman umum.

6. Penyuluhan kepada masyarakatPenyuluhan kepada masyarakat dilakukan oleh petugas

kesehatan dengan mengikut-sertakan instansi terkait lain, pemuka agama, pemuka

masyarakat, lembaga swadaya masyarakat menggunakan berbagai media komunikasi

massa agar terjadi peningkatan kewaspadaan dan peran aktif masyarakat dalam upaya

penanggulangan wabah

2. Yang berhak menetapkan dan mencabut suatu daerah terkena wabah

atau KLB

a. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan provinsi,atau

Menteri, atau bupati/walikota dapat menetapkan daerah dalam keadaan KLB,

apabila suatu daerah memenuhi salah satu kriteria KLB.

Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan provinsi, atau

Menteri, atau bupati/walikota harus mencabut penetapan daerah dalam keadaan

KLB berdasarkan pertimbangan keadaan daerah tersebut tidak sesuai dengan

kriteria penetapan KLB.

Page 22: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

b. Menteri menetapkan daerah dalam keadaan wabah berdasarkan criteria penetapan

wabah.

Menteri harus mencabut penetapan daerah wabah berdasarkan pertimbangan

keadaan daerah tersebut tidak sesuai dengan kriteria penetapan wabah.

TATA CARA PELAPORAN PENDERITA ATAU TERSANGKA

PENDERITA PENYAKIT MENULAR TERTENTU YANG DAPAT

MENIMBULKAN WABAH

Laporan adanya penderita atau tersangka penderita penyakit menular tertentu yang

dapat menimbulkan wabah disebut laporan kewaspadaan.

Yang diharuskan menyampaikan laporan kewaspadaan adalah :

1. Orang tua penderita atau tersangka penderita, orang dewasa yang tinggal serumah

dengan penderita atau tersangka penderita, kepala keluarga, ketua RT, RW,

kepala dukuh, atau kepala kecamatan.

2. Dokter, petugas kesehatan yang memeriksa penderita, dokter hewan yang

memeriksa hewan tersangka penderita.

3. Kepala stasiun kereta, kepala terminal kendaraan bermotor, kepala asrama, kepala

sekolah, pimpinan perusahaan, kepala unit kesehatan pemerintah dan swasta.

4. Nakhoda kendaraan air dan udara.

Laporan kewaspadaan disampaikan kepada lurah atau kepala desa dan atau fasilitas

pelayanan kesehatan terdekat selambat-lambatnya 24 jam sejak mengetahui adanya

penderita atau tersangka penderita (KLB), baik dengan cara lisan, maupun tertulis.

Penyampaian secara lisan dilakukan dengan tatap muka, melalui telepon, radio, dan alat

komunikasi lainnya. Penyampaian secara tertulis dapat dilakukan dengan surat, faksimile,

dan sebagainya

Page 23: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Isi laporan kewaspadaan antara lain :

1. Nama penderita atau yang meninggal;

2. Golongan umur;

3. Tempat dan alamat kejadian;

4. Waktu kejadian;

5. Jumlah yang sakit dan meninggal.

Laporan kewaspadaan tersebut selanjutnya harus diteruskan kepada kepala puskesmas

setempat.

Kepala puskesmas yang menerima laporan kewaspadaan harus segera memastikan

adanya KLB. Bila dipastikan telah terjadi KLB, kepala puskesmas harus segera

membuat laporan KLB, melaksanakan penyelidikan epidemiologis, dan

penanggulangan KLB. Laporan KLB disampaikan secara lisan dan tertulis.

Penyampaian secara lisan dilakukan dengan tatap muka, melalui telepon, radio, dan alat

komunikasi lainnya. Penyampaian secara tertulis dapat dilakukan dengan surat,

faksimili, dan sebagainya. Laporan KLB puskesmas dikirimkan secara berjenjang

kepada Menteri dengan berpedoman pada format laporan KLB (Formulir W1)

Formulir Laporan KLB (Formulir W1) adalah sama untuk puskesmas, kabupaten/kota

dan provinsi, namun dengan kode yang berbeda. Formulir berisi nama daerah KLB

(desa, kecamatan, kabupaten/kota dan namapuskemas), jumlah penderita dan

meninggal pada saat laporan, nama penyakit dan gejala-gejala umum yang ditemukan

diantara penderita, dan langkah-langkah yang sedang dilakukan. Satu formulir W1

berlaku untuk satu jenis penyakit saja.

Laporan KLB puskesmas (W1Pu) dibuat oleh kepala puskesmas kepada camat dan

kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

Laporan KLB kabupaten/kota (W1Ka) dibuat oleh kepala dinas kesehatan

kabupaten/kota kepada bupati/walikota dan kepala dinas kesehatan provinsi.

Laporan KLB provinsi (W1Pr) dibuat oleh kepala dinas kesehatan provinsi kepada

gubernur dan Menteri (up. Direktur Jenderal).

Page 24: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

3. Kedokteran Matra Hiperbarik dan Udara

a. Kedokteran matra hiperbarik

Kesehatan Kelautan adalah bidang kesehatan yang mencakup semua aspek

mengenai laut, dapat meliputi segi militer maupun non-militer.

Rumah Sakit Matra Laut (RSML) adalah Rumah Sakit yang mempunyai

tugas pokok Dukungan Kesehatan (Dukes) berupa Kesehatan Kelautan

(Kesla), disamping tugas Pelayanan Kesehatan (Yankes) seperti umumnya

Rumah Sakit lainnya.

Kesehatan Kelautan meliputi 2 (dua) fungsi uatama, yaitu :

1. Uji dan Pemeriksaan Kesehatan (Urikkes) personil untuk bertugas di

laut.

2. Pembinaan Kesehatan Kapal Atas Air, Kapal Selam, Penyelaman

(Hiperbarik), Penerbangan Laut, Pangkalan (Pelabuhan), Industri dan

Jasa Maritim, Amfibi (Marinir).

Semua Rumah Sakit TNI-AL adalah RSML. Belum semua RSML itu

dapat berfungsi secara optimal. Untuk dapat melaksanakan tugas Dukkes

dengan baik, RS harus memiliki personil dan peralatan khusus. Dan dari

fungsi Pembinaan Kesehatan, yang berkembang dan mempunyai prospek

yang baik adalah Kesehatan Penyelaman (hiperbarik).

Ada 2 (dua) manfaat utama dari Kesehatan Penyelaman (hiperbarik) :

1. Bidang Penyelaman dan Caisson

2. Bidang terapi penyakit klinis

Penyelaman :

1. Olahraga dan rekreasi (pariwisata)

2. Tugas inspeksi dan reparasi kapal

Page 25: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

3. Konstruksi, misalnya jembatan, terowongan, dermaga, waduk, dok,

caisson

4. Membantu pengeboran minyak lepas pantai (offshore drilling)

5. Taktis

6. Penelitian

Manusia adalah makhluk darat; hidup dan bekerja terbaik pada lingkungan

sekitar permukaan laut dengan tekanan 1 atm. Bila menyelam setiap

bertambah dalam 10 meter, tekanan di sekitarnya bertambah 1 atm. Bila

menyelam sedalam 40 meter, maka tekanan di sekitarnya sebesar 1 + 4 = 5

atm. Pada tekanan tinggi, yaitu Iebih besar dari 1 atm, disebut hiperbarik,

manusia harus melakukan penyesuaian (adjustment). Bila gagal melakukan

penyesuaian, maka akan mengalami penyakit penyelaman. Salah satu

bentuk penyakit penyelaman adalah penyakit dekompresi, yang terjadi bila

penyelam naik (ascend) dari kedalaman atau dasar laut ke permukaan,

tanpa prosedur yang benar.

Terapi penderita penyakit dekompresi adalah dengan menekan kembali

(recompress), yaitu memasukkan penderita ke dalam Ruang Udara

Bertekanan Tinggi (RUBT). Di dalam RUBT penderita bernafas dengan

udara atau oksigen sesuai dengan tabel pengobatan tertentu, yang lamanya

(waktunya) tergantung dari tabel pengobatan tersebut. Bila bernafas

dengan oksigen, waktunya lebih singkat sekitar separuhnya disbanding

bila bernafas dengan udara. Terapi di RUBT bernafas dengan oksigen

disebut terapi oksigenasi hiperbarik (OHB).

Terapi Oksigen Hiperbarik

Terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu metoda pengobatan dimana

pasien diberikan pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan udara

yang dua hingga tiga kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer

Page 26: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

normal (satu atmosfer). Terapi ini merupakan terapi komplementer yang

dilakukan bersama dengan terapi medis konvensional.

Terapi oksigen hiperbarik diperkenalkan pertama kali oleh Behnke pada

tahun 1930. Saat itu terapi oksigen hiperbarik hanya diberikan kepada para

penyelam untuk menghilangkan gejala penyakit dekompresi (Caisson’s

disease) yang timbul akibat perubahan tekanan udara saat menyelam,

sehingga fasilitas terapi tersebut sebagian besar hanya dimiliki oleh

beberapa rumah sakit TNI AL dan rumah sakit yang berhubungan dengan

pertambangan.

Di Indonesia, terapi oksigen hiperbarik pertama kali dimanfaatkan pada

tahun 1960 oleh Lakesla yang bekerjasama dengan RSAL Dr. Ramelan,

Surabaya.  Hingga saat ini fasilitas tersebut merupakan yang terbesar di

Indonesia. Adapun beberapa rumah sakit lain yang memiliki fasilitas terapi

oksigen hiperbarik adalah:

RS PT Arun, Aceh

RSAL Dr Midiyatos, Tanjung Pinang

RSAL Dr Mintohardjo, Jakarta

RS Pertamina Cilacap

RS Panti Waluyo, Solo

Lakesla TNI AL, Surabaya

RSU Sanglah, Denpasar

RS Pertamina Balikpapan

RS Gunung Wenang, Manado

RSU Makasar

RSAL Halong, Ambon

RS Petromer, Sorong

Proses terapi

Pasien akan dimasukkan ke dalam sebuah chamber bertekanan udara dua

hingga tiga kali lebih tinggi dari tekanan udara atmosfer normal sambil

Page 27: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

diberikan pernapasan oksigen murni (100%) selama satu hingga dua jam.

Selama proses terapi pasien diperbolehkan untuk membaca, minum, atau

makan untuk menghindari trauma pada telinga akibat tingginya tekanan

udara.

Manfaat

Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh,

bahkan pada aliran darah yang berkurang

Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan

aliran darah pada sirkulasi yang berkurang

Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti

Closteridium perfingens (penyebab penyakit gas gangren)

Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara lain

bakteri E. coli dan Pseudomonas sp. yang umumnya ditemukan pada

luka-luka mengganas.

Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.

Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan

hidup.

Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi 20

menit pada penyakit keracunan gas CO

Dapat mempercepat proses penyembuhan pada pengobatan medis

konvensional

Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu

Memperbaiki fungsi ereksi pada pria penderita diabetes (laporan para

ahli hiperbarik di Amerika Serikat pada tahun 1960)

Meningkatkan sensitivitas sel terhadap radiasi

menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang

menjaga elastisitas kulit

badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup

meningkat, tidur lebih enak dan pulas

Page 28: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menjalani terapi oksigen

hiperbarik adalah:

Sebelum menjalani terapi, pasien akan dievaluasi untuk memastikan

tidak adanya kontraindikasi dilakukannya terapi oksigen hiperbarik,

seperti kanker, pneumothoraks, sedang flu atau demam, penderita

sinusitis, asma, infeksi saluran pernapasan atas yang sedang akut, dan

ibu hamil trimester pertama.

Pasien harus memberitahu obat-obatan yang sedang mereka konsumsi,

mengingat terdapat obat-obatan tertentu yang dapat menyebabkan

keracunan oksigen, misalnya obat-obatan jenis steroid, dan obat

kemoterapi

Pasien akan dimasukkan ke dalam ruangan menyerupai kapal selam

yang berukuran kecil selama 2 jam, sehingga penting sekali untuk

memastikan pasien tidak memiliki fobia terhadap ruangan sempit.

Saat merasa tidak kuat, pasien dapat memberitahukan petugas yang

ikut masuk ke dalam ruangan hiperbarik

Komplikasi

Terkadang dalam prosesnya, dapat ditemukan komplikasi, antara lain:

o Barotrauma, yaitu trauma pada organ tubuh (paru, di belakang

gendang telinga, sinus paranasal) akibat tekanan udara yang tinggi

o Keracunan oksigen

o Gangguan penglihatan sementara akibat pembengkakan lensa.

Caisson’s Disease

Caisson Disease (CD) dengan nama lain penyakit dekompresi (DCS =

Decompression Sickness),penyakit penyelam (diver’s disease), Penyakit

Dekompresi (PD), atau the bends merupakan nama yang diberikan untuk

Page 29: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

kumpulan gejala yang terjadi pada seseorang yang terpapar oleh

penurunan (biasanya setelah peningkatan tekanan yang besar terlebih

dulu). Dari gejala-gejala yang ringan berupa nyeri otot, sendi, dan tulang,

sampai gejala yang sangat berat, berupa kelumpuhan anggota gerak

bahkan kematian.

Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut

dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan dengan cepat

disekitarnya. Tubuh seharusnya beradaptasi terhadap tekanan seiring

dengan kenaikan ketinggian yang cepat. Hal ini merupakan masalah dalam

penyelaman dan gangguan akibat tekanan udara.

DCS diklasifikasikan menjadi dua tipe.

o CD Tipe I yang lebih ringan, tidak mengancam nyawa, dan ditandai

dengan rasa nyeri pada persendian dan otot-otot serta pembengkakan

pada limfonodus. Gejala yang paling umum dari CD adalah nyeri

persendian yang awalnya ringan kemudian memberat seiring waktu

dan dirasakan terutama bila melakukan gerakan.

o CD tipe II merupakan masalah serius dan dapat menyebabkan

kematian. Manifestasinya bisa berupa gangguan respirasi, sirkulasi,

dan biasanya gangguan nervus perifer dan / atau gangguan susunan

saraf pusat.

Emboli gas pada arteri(Arterial Gas Embolism = AGE) adalah manifestasi

DCS tipe II yang paling berbahaya yang terjadi bilaada kenaikan ketinggian.

AGE terjadi bila gelembung udara terbentuk di arteri dan mengalir ke

otak, jantung, atau paru-paru. Ini akan langsung mengancam nyawa dan dapat

terjadi setelah naik dari perairan yang dangkal sekalipun. Bagaimanapun

AGE juga dapat terjadi akibat iatrogenik.

Page 30: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO

Penyakit dekompresi biasanya diakibatkan oleh pembentukan gelembung

gas, yang dapat menyebar ke seluruh tubuh, yang menyebabkan berbagai

macam gangguan. Suatu gelembung gas yang terbentuk di punggung atau

persendian dapat menyebabkan nyeri terlokalisir (the bends).Gelembung

gas pada jaringan medulla spinalis atau pada nervus perifer dapat

menyebabkan paraestesia, neuropraxia, atau paralisis. Sementara

gelembung gas yang terbentuk pada system sirkulasi dapat mengakibatkan

emboli gas pada pulmonal atau serebrum. Beberapa macam gas bersifat

lebih mudah larut dalam lemak. Nitrogen misalnya, 5 kali lebih larut

dalam lemak daripada dalam air. Rata-rata 40-50% cedera akibat DCS

(Decompression Sickness) serius mengenai susunan saraf pusat. Mungkin

wanita mempunyai resiko yang lebih besar karena memiliki lebih banyak

lemak dalam tubuhnya. DCS juga terjadi di daerah ketinggian. Orang-

orang yang menyelam di danau suatu gunung atau menggabungkan

menyelam kemudian melakukan penerbangan. Faktor lain adalah umur,

cedera sebelumnya, konsumsi alkohol, aktifitas, patent foramen ovale, dan

lain-lain.

PATOFISIOLOGI

Bila seseorang menggunakan udara bertekanan tinggi sebagai media

pernafasan untuk menyelam,maka semakin dalam dan semakin lama ia

menyelam akan semakin banyak gas yang larut dan ditimbun dalam

jaringan tubuh sesuai hukum Henry; volume gas yang larut dalam suatu

cairan sebanding dengan tekanan gas di atas cairan itu. Karena oksigen

(O2) dikonsumsi dalam jaringan tubuh, maka yang tinggal adalah Nitrogen

(N2) yang merupakan gas lembam (inert, tidak aktif).

Page 31: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Seperti kita ketahui tekanan udara di permukaan laut adalah 1 Atmosfer

Absolut (ATA) dan setiap kedalaman 10 meter maka tekanan akan

betrambah 1 ATA. Jadi bila 1 liter N2 terlarut di dalam tubuh seseorang

penyelam pada permukaan, maka pada kedalaman 20 meter (3 ATA) ia

akan menyerap 3 liter N2. N2 yang berlebihan ini oleh darah akan di

distribusikan ke dalam jaringan- jaringan sesuai dengan kecepatan aliran

darah ke jaringan tersebut serta daya gabung jaringan terhadap N2.

Jaringan lemak mempunyai daya gabung N2 yang tinggi dan melarutkan

banyak N2 daripada jaringan yang lainnya. Ketika penyelam naik ke

permukaan dan tekanan gas turun, terjadi kebalikan dari proses yang

memenuhi tubuh dengan N2. Tekanan parsial N2 yang rendah dalam paru-

paru selama naik menyebabkan darah melepaskan N2 ke dalam paru-paru.

Proses ini berlangsung beberapa jam karena jaringan lambat melepaskan

N2 dengan perlahan-lahan, dan tubuh memerlukan 24 jam atau lebih untuk

menghilangkan semua N2 yang berlebihan. Jika dekompresi berlangsung

terlalu cepat,maka N2 tidak dapat meninggalkan jaringan dengan cepat dan

teratur seperti yang dilukiskan diatas.

Tekanan yang tiba-tiba menurun tidak cukup untuk mempertahankan

kelarutan gas sehingga timbul gelembung, seperti fenomena yang kita lihat

bila tutup botol bir dibuka dengan tiba-tiba maka gelembung gas

karbondioksida naik ke permukaan botol.Tiap gerakan pada waktu

dekompresi menyebabkan meletusnya dengan singkat gelembung gas

terutama bila gerak badan kuat atau intermitten. Seperti bila botol bir

dikocok sebelum tutupnya dibuka. Namun gerak badan ringan secara

kontinu dapat bermanfaat dalam arti menambah eliminasi gas tanpa

menyebabkan terjadinya jumlah gas yang berlebihan, karena mikronuklei

gas dikonsumsi. Interval diantara penyelaman yang tidak tepat dapat

menyebabkan mendadak timbulnya gejala akut karena redistribusi

vaskuler dari gelembung sehingga terjadi gangguan fungsi jantung dan

pernafasan.

Page 32: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

MANIFESTASI KLINIS

Timbul saat dekompresi atau dipermukaan (paling lama 24 jam setelah

menyelam).

Mula-mula rasa kaku kemudian rasa nyeri

Kekuatan otot menurun

Bengkak kemerahan Peau d’orange

Banyak pada penyelam ulung dan singkat

Anggota atas 2-3x lebih banyak dari bawah.

⅓ kasus pada bahu kemudian siku, pergelangan tangan, tangan, sendi

paha, lutut dan kaki.

Asime t r i

Kasus ringan, tidak rekompresi, nyeri hilang 3-7 hari.

TIPE I CD

Tipe I ditandai dengan satu atau beberapa dari gejala berikut :

1. Rasa nyeri ringan yang menetap setelah 10 menit onset (niggles),

2. Pruritus, atau “skin bends” yang menyebabkan rasa gatal atau terbakar

pada kulit, dan

3. Ruam pada kulit yang biasanya beraneka warna atau menyerupai

marmer atau papular, atau ruam yang menyerupai plak. Pada kasus

tertentu yang jarang menyerupai kulit jeruk.

TIPE II CD

Tipe II ditandai oleh :

1. Gejala gangguan pada paru,

2. Syok hipovolemik, atau

3. Gangguan pada sistem saraf. Dari kasus yang dilaporkan hanya ada

sekitar 30% yang disertaidengan keluhan nyeri. Tanda dan gejalanya

bervariasi karena kompleksnya susunan saraf pusat danperifer. Onset

gejala biasanya segera atau hingga 36 jam.

Page 33: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

DIAGNOSIS

Diagnosis CD dapat ditegakkan melalui pertanyaan anamnesa mengenai

riwayat menyelam penderita sebelumnya (dalam waktu 24 jam terakhir)

dan dari pemeriksaan fisis, didapatkan gejala-gejala CD.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan untuk menentukan

diagnosis CD adalah :

1. Pemeriksaan Laboratorium

i. Darah rutin

Pada pasien yang datang gejala neurologik yang persisten dalam

beberapa minggu setelah cederabisa didapatkan hematokrit (Hct)

sebanyak 48% atau lebih.

ii. Analisis gas darah

Menentukan alveolar-arterial gradient pada pasien dengan suspek

emboli.

iii. Creatinine Phosphokinase (CPK)

Peningkatan CPK menunjukkan kerusakan jaringan yang disebabkan

oleh mikroemboli.

2. Pemeriksaan radiologi (mis: Radiografi, USG Doppler,)

3. Elektrokardiogram (EKG)

KOMPLIKASI

Kasus PD yang parah dapat mengakibatkan kematian. Gelembung gas yang

besar dalam menghambat aliran darah yang membawa oksigen ke otak, sistem

saraf pusat dan organ vital yanglainnya. Walaupun perubahan tekanan atmosfer

tidak langsung menunjukkan perubahan pada gejala klinis,namun perubahan

tekanan udara yang mendadak dapat menyebabkan cedera tulang permanen

yang dinamakan dysbaric osteonecrosis (DON) yakni kematian sel-sel tulang

akibat tekanan yang kuat. DON bisa terjadi pada paparan pertama dari

dekompresi yang mendadak. DON didiagnosa dari lesi yang terdeteksi di foto

Page 34: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

polos tulang. Namun, foto polos ini dapat memberi gambaran normal paling

kurang setelah 3 bulan terjadi kerusakan yang permanen; ini mungkin

memakan waktu selama 4 tahun setelah terjadinya kerusakan baru bisa dilihat

gambaran pada foto polos.

b. Kedokteran matra udara

Kesehatan Kedirgantaraan berkenaan dengan kesehatan matra udara yang

mencakup ruang lingkup kesehatan penerbangan dan kesehatan ruang angkasa

dengan keadaan lingkungan yang bertekanan rendah (hipobarik) dengan

mempunyai sasaran pokok melakukan dukungan kesehatan operasional dan

pembinaan kesehatan terhadap setiap orang secara langsung atau tidak

langsung.

Kesehatan kedirgantaraan meliputi.

a. Kesehatan penerbangan di dirgantara

b. Kesehatan dalam operasi dan latihan militer di dirgantara.

4. Penyakit Karantina

Penyakit karantina ialah:

1) Pes (Plague);

2) Kolera (Cholera);

3) Demam kuning (Yellow fever);

4) Cacar (Smallpox);

5) Tifus bercak wabahi - Typhus exanthematicus infectiosa (Louse borne

Typhus);

6) Demam balik-balik (Louse borne Relapsing fever)

Page 35: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Masa tunas penyakit karantina ialah untuk:

1) Pes : enam hari;

2) Kolera : lima hari;

3) Demam kuning : enam hari;

4) Cacar : empat belas hari;

5) Tifus bercak wabahi : empat belas hari;

6) Demam balik-balik : delapan hari

Menteri Kesehatan menetapkan dan mencabut penetapan suatu pelabuhan

dan/atau daerah wilayah Indonesia dan luar negeri terjangkit suatu

penyakit karantina.

Suatu pelabuhan dan/atau daerah wilayah Indonesia ditetapkan terjangkit

penyakit karantina, bila di pelabuhan dan/atau daerah wilayah itu terdapat:

a. seorang penderita penyakit karantina yang bukan berasal dari luar

pelabuhan atau daerah wilayah itu;

b. tikus berpenyakit pes di daratan atau di kapal yang termasuk

perlengkapan pelabuhan;

c. binatang-binatang yang bertulang punggung yang mengandung virus

penyakit demam kuning yang aktif;

d. wabah tifus bercak wabahi atau demam balik-balik.

Penetapan Penyakit karantina kapal

Pes.

1. Kapal ditetapkan terjangkit pes, jika :

a. pada waktu tiba dipelabuhan terdapat penderita pes atau terdapat tikus

pes dikapal;

b. lebih dari enam hari sesudah embarkasi terjadi peristiwa pes.

2. Kapal ditetapkan tersangka pes, jika :

a. dalam enam hari sesudah embarkasi terjadi peristiwa pes, walaupun

pada waktu tiba tidak ada lagi seorang penderita dikapal itu;

Page 36: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

b. terdapat banyak kematian tikus didalamnya, yang mencurigakan.

Kolera.

1. Kapal ditetapkan terjangkit kolera, jika :

a. pada waktu tiba dipelabuhan terdapat penderita kolera didalamnya;

b. dalam lima hari sebelum tiba dipelabuhan terdapat penderita kolera

didalamnya.

2. Kapal ditetapkan tersangka kolera, jika : selama perjalanan terdapat

penderita kolera dikapal tetapi di dalam lima hari sebelum tiba

dipelabuhan tidak lagi terdapat penderita kolera didalamnya.

Cacar.

1. Kapal ditetapkan terjangkit cacar, jika :

a. pada waktu tiba dipelabuhan terdapat penderita cacar didalamnya;

b. dalam perjalanan terdapat penderita cacar didalamnya.

Demam kuning.

1. Kapal ditetapkan terjangkit demam kuning, jika :

a. pada waktu tiba dipelabuhan terdapat penderita demam kuning di

dalamnya;

b. didalam perjalanan terdapat peristiwa demam kuning didalamnya;

2. Kapal ditetapkan tersangka demam kuning, jika :

a. kapal itu datang dari daerah terjangkit demam kuning dan didalam

waktu enam hari tiba dipelabuhan;

b. kapal itu datang dari daerah terjangkit demam kuning dan didalam

waktu kurang dari tiga puluh hari tiba dipelabuhan terdapat nyamuk

aedes aegypti didalamnya.

Tifus bercak wabahi.

Kapal ditetapkan sehat walaupun dikapal itu terdapat seorang penderita

tifus bercak wabahi

Page 37: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Demam balik-balik.

Kapal ditetapkan sehat walaupun didalam kapal itu terdapat penderita

demam balik-balik

Penetapan Penyakit Karantina Pesawat Udara

Pes

Pesawat udara ditetapkan terjangkit pes, jika:

a. pada waktu tiba terdapat penderita pes;

b. terdapat tikus pes.

Kolera

1. Pesawat udara ditetapkan terjangkit kolera jika pada waktu tiba terdapat

penderita kolera didalamnya.

2. Pesawat udara ditetapkan tersangka kolera, jika dalam perjalanan terdapat

penderita kolera walupun ia telah diturunkan.

Cacar

1. Pesawat udara ditetapkan terjangkit cacar, jika :

a. pada waktu tiba terdapat penderita cacar didalamnya;

b. dalam perjalanan terdapat penderita cacar yang telah diturunkan.

Demam Kuning

1. Pesawat udara ditetapkan terjangkit demam kuning, jika waktu tiba

terdapat penderita demam kuning didalamnya.

2. Pesawat udara yang datang dari daerah demam kuning atau yang

mengangkut seorang penumpang yang datang dari daerah demam kuning,

ditetapkan tersangka demam kuning, jika pada waktu tiba terdapat bahwa

pembasmian serangga yang dilakukan sebelumnya, tidak memuaskan

menurut pendapat dokter pelabuhan dan/atau terdapat nyamuk hidup

dipesawat udara itu.

Page 38: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Tifus Wabahi

Pesawat udara ditetapkan sehat, walaupun terdapat seorang penderita tifus

bercak wabahi.

Demam Balik-balik

Pesawat udara ditetapkan sehat, walaupun terdapat seorang penderita

demam bolak-balik.

Pencabutan penetapan penyakit karantina

a. setelah mereka yang menderita kolera, cacar, pes, tifus bercak wabahi,

demam balik-balik sembuh kembali, meninggal dunia atau diisolasikan

selama waktu sekurang-kurangnya dua kali masa tunas penyakit-penyakit

tersebut dan penyakitpenyakit itu tidak timbul kembali; dalam pada itu

dijalankan segala tindakan yang memberikan jaminan penyakit itu tidak

menjalar kelain daerah;

b. sebulan sesudah lenyap epizooti, dalam hal pes tikus;

c. tiga bulan sesudah tidak timbul keaktipan penyakit demam kuning yang

disebarkan oleh nyamuk yang bukan nyamuk aedes aegypti;

d. tiga bulan sesudah lenyap penyakit demam kuning pada manusia yang

disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti atau sebulan sesudah penderita

terakhir penyakit demam kuning, sedang dalam waktu itu angkat index

aedes aegypti tetap kurang dari 1%.

5. Riwayat Alamiah Penyakit

Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi

tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu,

dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya

akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh

suatu intervensi preventif maupun terapetik (CDC, 2010c). Riwayat

Page 39: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

alamiah penyakit merupakan salah satu elemen utama epidemiologi

deskriptif (Bhopal, 2002).

Tahapan Riwayat alamiah perjalanan penyakit :

a. Tahap Pre-Patogenesa

Pada tahap ini telah terjadi interaksi antara pejamu dengan bibit

penyakit. Tetapi interaksi ini masih diluar tubuh manusia, dalam arti

bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk kedalam

tubuh pejamu. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda –

tanda penyakit dan daya tahan tubuh pejamu masih kuat dan dapat

menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.

b. Tahap Patogenesa

Fase Suseptibilitas (Tahap Peka)

1. Pada fase ini penyakit belum berkembang, tapi mempunyai faktor

resiko atau predisposisi untuk terkena penyakit.

2. Faktor resiko tersebut dapat berupa :

- Genetika/etnik

- Kondisi fisik, misalnya : kelelahan, kurang tidur dan kurang gizi.

- Jenis kelamin.

- Umur

- Kebiasaan hidup

- Sosial ekonomi

3. Untuk menimbulkan penyakit, faktor-faktor diatas dapat berdiri sendiri

atau kombinasi beberapa faktor. Contoh : kadar kolesterol meningkat akan

mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner.

Page 40: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

1) Fase Subklinis

1. Disebut juga Fase Presimptomatik

2. Pada tahap ini penyakit belum bermanifestasi dengan nyata (sign dan

symptom masih negatif), tapi telah terjadi perubahan-perubahan dalam

jarinagn tubuh (struktur ataupun fungsi)

3. Kondisi seperti diatas dikatakan dalam kondisi “Below The Level of

Clinical Horizon”

4. Fase ini mempunyai ciri-ciri :

Perubahan akibat infeksi  atau pemaparan oleh agent penyebab

penyakit masih belum nampak. Pada penyakit infeksi terjadi

perkembangbiakan mikroorganisme patogen sedangkan pada penyakit

non-infeksi merupakan periode terjadinya perubahan anatomi dan

histologi, misalnya terjadinya ateroskelotik pada pembuluh darah

koroner yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah.

2) Fase Klinis

1. Pada fase ini perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan tubuh

telah cukup untuk memunculkan gejala-gejala (symptom) dan tanda-

tanda (signs) penyakit.

2. Fase ini dibagi menjadi fase akut dan kronis.

3) Fase Konvalescen

1. Akhir dari fase klinis dapat berupa :

Fase Konvalescen (penyembuhan)

Meninggal dunia

2. Fase Konvalescen dapat berkembang menjadi :

Sembuh total

Sembuh dengan cacat (disabilitas atau sekuele)

Penyakit menjadi kronis

3. Disabilitas (kecacatan atau ketidakmampuan)

Terjadi penurunan fungsi sebagian atau keseluruhan dari

struktur/organ tubuh tertentu sehingga menurunkan fungsi aktivitas

Page 41: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

seseorang secara keseluruhan. Dapat bersifat : sementara (akut),

kronis dan menetap.

4. Sekuele

5. Lebih cenderung kepada adanya defect/cacat pada struktur jaringan

sehingga menurunkan fungsi jaringan dan tidak sampai mengganggu

aktivitas seseorang

Tahap Penyakit Dini

Tahap penyakit dini dihitung mulai dari munculnya gejala-gejala

penyakit, pada tahap ini pejamu sudah jatuh sakit tetapi sifatnya masih

ringan. Umumnya penderita masih dapat melakukan pekerjaan sehari-

hari dan karena itu sering tidak berobat. Selanjutnya, bagi yang datang

berobat umumnya tidak memerlukan perawatan, karena penyakit

masih dapat diatasi dengan berobat jalan.

Tahap penyakit dini ini sering menjadi masalah besar dalam kesehatan

masyarakat, terutama jika tingkat pendidikan penduduk rendah,

karena tubuh masih kuat mereka tidak datang berobat, yang akan

mendatangkan masalah lanjutan, yaitu telah parahnya penyakit yang

di derita, sehingga saat datang berobat sering talah terlambat

Tahap Penyakit Lanjut

Apabila penyakit makin bertambah hebat, penyakit masuk dalam

tahap penyakit lanjut. Pada tahap ini penderita telah tidak dapat lagi

melakukan pekerjaan dan jika datang berobat, umumnya telah

memerlukan perawatan.

c. Tahap Pasca Patogenesis

Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir. Berakhirnya perjalanan

penyakit tersebut dapat berada dalam lima keadaan, yaitu :

Page 42: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

1. Sembuh sempurna : penyakit berakhir karena pejamu sembuh secara

sempurna, artinya bentuk dan fungsi tubuh kembali kepada keadaan

sebelum menderita penyakit.

2. Sembuh tetapi cacat : penyakit yang diderita berakhir dan penderita

sembuh. Sayangnya kesembuhan tersebut tidak sempurna, karena

ditemukan cacat pada pejamu. Adapun yang dimaksudkan dengan

cacat, tidak hanya berupa cacat fisik yang dapat dilihat oleh mata,

tetapi juga cacat mikroskopik, cacat fungsional, cacat mental dan cacat

sosial.

3. Karier : pada karier, perjalanan penyakit seolah-olah terhenti, karena

gejala penyakit memang tidak tampak lagi. Padahal dalam diri pejamu

masih ditemukan bibit penyakit yang pada suatu saat, misalnya jika

daya tahan tubuh berkurang, penyakit akan timbul kembali. Keadaan

karier ini tidak hanya membahayakan diri pejamu sendiri, tetapi juga

masyarakat sekitarnya, karena dapat menjadi sumber penularan

4. Kronis : perjalanan penyakit tampak terhenti karena gejala penyakit

tidak berubah, dalam arti tidak bertambah berat dan ataupun tidak

bertambah ringan. Keadaan yang seperti tentu saja tidak

menggembirakan, karena pada dasarnya pejamu tetap berada dalam

keadaan sakit.

5. Meninggal dunia : terhentinya perjalanan penyakit disini, bukan

karena sembuh, tetapi karena pejamu meninggal dunia. Keadaan

seperti ini bukanlah tujuan dari setiap tindakan kedokteran dan

keperawatan.

KARAKTERISTIK AGEN

Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu

terinfeksi. Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu

lalu memasuki tubuh dan sel (cell entry), lalu melakukan multiplikasi dan

maturasi, dan menimbulkan perubahan patologis yang dapat dideteksi

secara laboratoris atau terwujud secara klinis, maka individu tersebut

dikatakan mengalami infeksi.

Page 43: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Dalam riwayat alamiah penyakit infeksi, proses terjadinya infeksi,

penyakit klinis, maupun kematian dari suatu penyakit tergantung dari

berbagai determinan, baik intrinsik maupun ekstrinsik, yang

mempengaruhi penjamu maupun agen kausal. Tergantung tingkat

kerentanan (atau imunitas) individu sebagai penjamu yang terpapar oleh

agen kausal dapat tetap sehat, atau mengalami infeksi (jika penyakit

infeksi) dan mengalami perubahan patologi yang ireversibel.

Ukuran yang menunjukkan kemampuan agen penyakit untuk

mempengaruhi riwayat alamiah penyakit sebagai berikut: (1) infektivitas,

(2) patogenesitas, dan (3) virulensi.

1. Infektivitas - kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya

infeksi. Dihitung dari jumlah individu yang terinfeksi dibagi dengan

jumlah individu yang terpapar.

2. Patogenesitas – kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit

klinis. Dihitung dari jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu

yang terinfeksi.

3. Virulensi – kemampuan penyakit untuk menyebabkan kematian. Indikator

ini menunjukkan kemampuan agen infeksi menyebabkan keparahan

(severety) penyakit. Dihitung dari jumlah kasus yang mati dibagi dengan

jumlah kasus klinis.

FENOMENA GUNUNG ES

Fenomena gunung es (iceberg phenomenon) merupakan sebuah metafora

(perumpamaan) yang menekankan bahwa bagian yang tak terlihat dari

gunung es jauh lebih besar daripada bagian yang terlihat di atas air.

Artinya, pada kebanyakan masalah kesehatan populasi, jumlah kasus

penyakit yang belum diketahui jauh lebih banyak daripada jumlah kasus

penyakit yang telah diketahui. Fenomena gunung es menghalangi

penilaian yang tepat tentang besarnya beban penyakit (disease burden) dan

kebutuhan pelayanan kesehatan yang sesungguhnya, serta pemilihan kasus

Page 44: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

yang representatif untuk suatu studi. Mempelajari hanya sebagian dari

kasus penyakit yang diketahui memberikan gambaran yang tidak akurat

tentang sifat dan kausa penyakit tersebut (Morris, 1975; Duncan, 1987).

KRONISITAS PENYAKIT

Berdasarkan masa inkubasi, laten, dan durasi, maka penyakit dapat

diklasifikasi ke dalam 4 kategori:(1) Masa laten pendek, durasi pendek; (2)

Masa laten panjang, durasi pendek; (3) Masa latenpendek, durasi panjang;

(4) Masa laten panjang, durasi panjang.

Masa laten dan durasi penyakit mempengaruhi strategi pencegahan

penyakit. Makin pendek masa laten, makin urgen upaya pencegahan

primer dan sekunder. Makin pendek “sojourn time”, makin kurang

bermanfaat melakukan skrining. Makin pendek durasi, makin mendesak

upaya pencegahan tersier. Makin panjang durasi, makin besar peluang

untuk melakukan upaya pencegahan akibat penyakit dengan lebih

seksama. Meski demikian, sejumlah penyakit kronis memiliki karakteristik

paradoksal: sekalipun durasi panjang tetapi bisa menyebabkan kematian

mendadak (sudden death) (misalnya, stroke dan serangan jantung).

PENCEGAHAAN PENYAKIT

Pengetahuan tentang perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang

mempengaruhi berguna untuk menemukan strategi pencegahan penyakit

yang efektif. Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk

mencegah, menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit

dan kecacatan, dengan menerapkan sebuah atau sejumlah intervensi yang

telah dibuktikan efektif.

Page 45: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau

mencegah berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan

patologis, dilakukan pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan

tujuan mencegah atau menunda terjadinya kasus baru penyakit.

Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit

asimtomatis, tepatnya pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-

gejala penyakit secara klinis melalui deteksi dini (early detection). Jika

deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan segera maka akan

terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut

“skrining”. Tes skrining tidak dimaksudkan sebagai diagnostik. Orang-

orang yang ditemukan positif atau mencurigakan dirujuk ke dokter untuk

penentuan diagnosis dan pemberian pengobatan yang diperlukan.

Skrining yang dilakukan pada subpopulasi berisiko tinggi dapat

mendeteksi dini penyakit dengan lebih efisien daripada populasi umum.

Tetapi skrining yang diterapkan pada populasi yang lebih luas (populasi

umum) tidak hanya tidak efisien tetapi sering kali juga tidak etis. Skrining

tidak etis dilakukan jika tidak tersedia obat yang efektif untuk mengatasi

penyakit yang bersangkutan, atau menimbulkan trauma, stigma, dan

diskriminasi bagi individu yang menjalani skrining.

Deteksi dini pada tahap preklinis memungkinkan dilakukan pengobatan

segera (prompt treatment) yang diharapkan memberikan prognosis yang

lebih baik tentang kesudahan penyakit daripada diberikan terlambat.

Pencegahan tersier

Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah

berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki

Page 46: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

kualitas hidup pasien. Pencegahan tersier biasanya dilakukan oleh para

dokter dan sejumlah profesi kesehatan lainnya (misalnya, fisioterapis).

Pencegahan tersier dibedakan dengan pengobatan (cure), meskipun batas

perbedaan itu tidak selalu jelas. Jenis intervensi yang dilakukan sebagai

pencegahan tersier bisa saja merupakan pengobatan. Tetapi dalam

pencegahan tersier, target yang ingin dicapai lebih kepada mengurangi

atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan dan organ, mengurangi

sekulae, disfungsi, dan keparahan akibat penyakit, mengurangi komplikasi

penyakit, mencegah serangan ulang penyakit, dan memperpanjang hidup.

Sedang target pengobatan adalah menyembuhkan pasien dari gejala dan

tanda klinis yang telah terjadi.

Page 47: Laporan Skenario 1 Blok Kedokteran Komunitas

DAFTAR PUSTAKA

Keputusan menteri kesehatan nomor 1215/MENKES/SK/XI/2001 tentang

pedoman kesehatan matra

Murti,Bhisma.Kedokteran Komunitas Bab 3

Panduan surveilans epidemiologi 2003

Umar, Prof.Dr.Surveilans epidemiologi penyakit menular.Jakarta:pers,2000

Undang-undang kesehatan nomor 36 tahun 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 1 TAHUN 1962

http://www.depkes.go.id/

www.kmpk.ugm.ac.id/images/Semester_1/.../Investigasi_Wabah.pdf

http://www.scribd.com/doc/64362432/Permenkes-No-1501-Thn-2010

http://www.scribd.com/doc/39393169/15/Riwayat-Alamiah-Penyakit