laporan praktikum manajemen air dan hara tanaman (agh 322)

108
LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322) Disusun Oleh : Kelompok 7A 1. Rahmad Bahari (A24070036) 2. Ibnu Abi Hatim A. (A24070037) 3. Siti Khalimah (A24070038) 4. Galvan Yudistira (A24070040) 5. Meli Nurfarida (A24070042) 6. Dian Karisnawati (A24070047) 7. Izhul Laksana (F14061041)

Upload: ivan-ara

Post on 15-Jun-2015

5.965 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Disusun Oleh :

Kelompok 7A

1. Rahmad Bahari (A24070036)

2. Ibnu Abi Hatim A. (A24070037)

3. Siti Khalimah (A24070038)

4. Galvan Yudistira (A24070040)

5. Meli Nurfarida (A24070042)

6. Dian Karisnawati (A24070047)

7. Izhul Laksana (F14061041)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIR DI KANTOR DAN DI LAHAN

Disusun Oleh :

Izhul Laksana (F14061041)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekurangan air pada musim kering merupakan fenomena yang sering

terjadi pada lahan pertanian di Indonesia, terutama pada daerah kering yang

keadaan tanahnya mempunyai tingkat perkolasi yang tinggi. Sumber air yang

terkadang jauh dengan lahan pertanian menambah masalah dalam pemenuhan

kebutuhan air . disamping itu banyak lahan yang terlewati ailran air dan

sebaliknya ada lahan pertanian yang kelebihan dalam kebutuhan airnya.

Melihat keadaan diatas, maka perlu di aturnya tentang pemberian tata air

atau dengan peningkatan atau pengembangan sumber daya air pada kantor dan

lahan pertanian. Melihat keadaan kantor dan lahan pertanian yang berada pada

sawah baru maka perlu adanya perkembangan. Hal ini bertujuan agar tanaman

yang ditanam memiliki produktivitas yang tinggi dan optimum seperti yang

diinginkan.

Pada sumber daya air yang ada di lahan dan di kantor terdapat beberapa

sudah cukup baik, namun perlu adanya pengembangan agar kebutuhan air selalu

terpenuhi pada setiap musim, selain itu perlu adanya metode pengembangan agar

efisien dalam penggunaan air dan meng optimumkan tanaman yang sedang

ditanam.

1.2 Tujuan

Mengetahui keadaan menejemen air di lahan dan di kantor dan lahan

Mencari perkembangan SDA yang diterapkan

Menggambar rancangan SDA yang akan diterapkan

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung

didalamnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang digunakan sepenuhnya

untuk kemakmuran rakyat. Pemanfaatannya haruslah diabadikan kepada

kepentingan dan kesejahteraan masyarakat yang sekaligus menciptakan

pertumbuhan. Tata pengaturan air adalah usaha untuk mengatur pembinaan seperti

pemilikan penguasaan, pengelolaan, dan pengaturan atas air.

Adapun penatagunaan air tersebut meliputi :

a.    Penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian  baik air

permukaan dan/atau air

tanah.

b.    Pengembangan daerah rawa, untuk pertanian dan/atau untuk budidaya

perikanan.

c.    Pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan sungai,

waduk dan

sebagainya serta pengaturan prasarana dan sarana sanitasi.

d.    Pengaturan dan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri dan

pencegahan terhadap

pencemaran atau pengotoran air.

e.    Pemeliharaan ketersediaan kuantitas dan kualitas air yang berkelanjutan,

melalui

pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;

pengisian air pada

sumber air; pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; pengaturan

daerah sempadan

sumber air; rehabilitasi hutan dan lahan dan/atau pelestarian hutan lindung,

kawasan suaka

alam, dan pelestarian alam.

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Area lahan beririgasi teknis harus dipertahankan agar tidak berubah fungsi

menjadi peruntukan yang lain, jika areal tersebut terpaksa harus berubah fungsi

maka disediakan lahan areal baru yang menggantikannya dengan luasan minimal

sama. Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan peningkatan 

sawah irigasi teknis. Dalam revisi tata ruang wilayah Jawa Timur ini tidak

direncanakan perluasan sawah, tetapi peningkatan pengairan dari irigasi non

teknis atau setengah teknis menjadi irigasi teknis. Disamping itiu direncanakan

pula beberapa pemindahan sawah yang menempati lahan dengan fungsi lindung

mutlak, dipindah ke lahan dengan fungsi semusim sesuai dengan daya dukung

lingkungannya.

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB III

METODOLOGI

Pada pengembangan sumber daya lahan ini menggunakan rencana

pengembangan dengan metode menggambar setelah melihat keadaan lahan yang

ada, lahan yang ada digambar dan dilihat keadaannya kemudian lahan tersebut

dibentuk pengembangan SDA dengan menggambar atau memplotkan gambar

yang ada. Alat dan bahan : Alat tulis (bolpoint, pensil dan penghapus), meja

jalan, Kertas A4.

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada lahan kantor, keadaan air yang ada menggunakan sumur dan air

PAM, maka untuk mebuat perkembangan pada kantor dibuat pemenuhan air yang

menggunakan 2 ppemenuh kebutuhan air yang pertama menggunakan sumur dan

yang kedua menggunakan air dari layanan PAM. Untuk penampungan air yang

ada maka menggunakan penampung air dan untuk air PAM menggunkan

penampungan pula. ini bertujuan agar kebutuhan air terus terpenuhi.

Untuk lahan sawah atau lahan pertanian dibuat penampungan dengan

menggunkan kolam utama pada awal penampungan kemudian 2 kolam lainnya

untuk lahan pelimpahan. Lahan dialirkan melalui bedengan-bedengan dengan

parit yang ada ke lahan sawah atau tempat pertaniannya. Kemudian dari lahan air

akan dialirkan ke kolam pelimpah yang ada pada 2 kolam tersebut sehingga lahan

tidak terendam air terlalu banyak.

Pada perkembangan lahan ini akan mengalami kesulitan dalam

pengkontrolan bedengan dan parit agar tetap mengairi lahan sawah dan juga

untuk keadaan lahan sawah sendiri, pembuatan pintu masuk dan keluar harus tetap

terkontrol agar aliran air bisa tetap terjaga.

Pada perencanaan telah digambarkan secara teknis bagaimana

perkembangan akan dilakukan. Pada proses perencanaan dan perancangan desain

perlu diperhatikan bagaimana efektifitas dan efesiensi yang akan didapat.

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pengembangan SDA pada lahan dan kantor perlu dilakaukan agar dapat

memenuhi kebutuhan setiap kegiatan yang akan dilaksanakan. Tempat

penampungan (kolam dan tangki penampungan) menjadi salah satu solusi yang

bisa diterapkan dalam pengembangan ini, serta alur aliran menjadi hal pokok

dalam pengembangan pada lahan pertanian.

5.2 Saran

Pengontrolan tetap harus dilaksanakan agar aliran dan kebutuhan air tetap

terjaga. Perencanaan dijalankan sesuai prosedur yang telah dibuat.

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

LAPORAN PRAKTIKUM

EFISIENSI PEMAKAIAN AIR

Oleh :

1. Meli Nurfarida A24070042

2. Dian Karisnawati A24070047

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam

jumlah maupun mutunya, aman dan merata, serta terjangkau. Berbagai cara dapat

dilakukan dalam rangka pembangunan di bidang pertanian untuk dapat

meningkatkan produksi pangan antara lain dengan ekstensifikasi yaitu usaha

peningkatan produksi pangan dengan meluaskan areal tanam, dan intensifikasi

yaitu usaha peningkatan produksi pangan dengan cara-cara yang intensif pada

lahan yang sudah ada, antara lain dengan penggunaan bibit unggul, pemberian

pupuk yang tepat serta pemberian air irigasi yang efektif dan efisien.

Sumber daya air sangat dibutuhkan untuk kepentingan pengairan lahan-

lahan pertanian, terutama bagi pertumbuhan tanaman-tanamannya. Namun air

yang tersedia dari sumber-sumbernya tidak semuanya dapat dimanfaatkan.

Seluruh keperluan air bagi tanaman dan untuk kelembaban tanahnya dicukupi

oleh ketersediaan air pengairan yang berasal dari air permukaan (sungai, danau,

waduk, dan curah air hujan) dan air tanah. Ketersediaan air bagi pertanian itu

berbeda-beda tergantung pada musim, lokasi, sumber air dan usaha-usaha

konservasi air. Namun demikian ketersediaan air pengairan yang cukup banyak

akan tetapi tidak bebas dari pencemaran dan bahan-bahan buangan yang dapat

meracuni tanaman, maka sumber air tersebut tidak dapat dimanfaatkan.

Penggunaan konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman

untuk penguapan (evaporasi), transpirasi dan aktivitas metabolisme tanaman.

Kadang-kadang istilah tersebut disebut juga sebagai evapotranspirasi tanaman.

Jumlah evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus

dipenuhi oleh air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem

irigasi, lamanya pertumbuhan, hujan dan faktor lainnya.

Agar suatu areal lahan pertanian mendapatkan air pengairan yang cukup,

maka dalam memperkirakan kebutuhan airnya perlu memperhatikan berbagai

faktor yang berpengaruh atas kebutuhan dan ketersediaan air tersebut, seperti jenis

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

dan sifat tanah, macam dan jenis tanaman, keadaan iklim, luas areal pertanaman,

dan kehilangan air selama pengaliran dan penyalurannya. Kehilangan air

pengairan selama penyaluran antara lain disebabkan oleh: evaporasi,

evapotranspirasi, perkolasi, perembesan dan kebocoran.

Terdapat dua metoda untuk mendapatkan angka penggunaan konsumtif

tanaman, yakni (a) pengukuran langsung dengan lisimeter bertimbangan

(weighing lysimeter) atau tidak bertimbangan, dan (b) secara tidak langsung

dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca. Secara tidak

langsung dengan menggunakan rumus empirik berdasarkan data unsur cuaca,

pertama menduga nilai evapotranspirasi tanaman (ETo).

ETo adalah jumlah air yang dievapotranspirasikan oleh tanaman dengan

tinggi 15-20 cm, tumbuh sehat, menutup tanah dengan sempurna, pada kondisi

cukup air. Ada berbagai rumus empirik untuk pendugaan evapotranspirasi

tanaman acuan (ETo) tergantung pada ketersediaan data unsur cuaca, antara lain:

metoda Blaney-Criddle, Penman, Radiasi, evaporasi Panci. FAO

merekomendasikan metoda Penman-Monteith untuk digunakan jika data iklim

tersedia (suhu rata-rata udara harian, lamanya penyinaran rata-rata harian,

kelembaban relatif rata-rata harian, dan kecepatan angin rata-rata harian). Selain

itu diperlukan juga data letak geografi dan elevasi lahan di atas permukaan laut.

Pembagian air pengairan harus disesuaikan dengan kebutuhan air yang

telah diperhitungkan bagi lahan-lahan pertanaman yang ada dan digunakan

dengan tepat guna, efektif dan efisien. Untuk mewujudkannya diperlukan

teknologi atau cara-cara penentuan kebutuhan air bagi lahan-lahan pertanaman.

Memang untuk menentukan kebutuhan air yang setepat-tepatnya adalah tidak

mungkin, akan tetapi penentuan yang mendekati ke arah itu dapat dikatakan telah

mencukupi, asalkan penggunaannya dilakukan secara tepat guna. Pembagian air

pengairan untuk tanaman didasarkan atas kebutuhan tanaman padi sebagai

tanaman utama. Untuk menentukan besarnya kebutuhan air pada petak-petak

persawahan dapat digunakan dua macam metode, yaitu dengan pengukuran secara

langsung dan pengukuran secara tidak langsung. Pengukuran secara langsung

salah satunya adalah pengukuran dengan lisimeter.

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Lisimeter adalah alat untuk mengukur keseimbangan air alamiah di dalam

tanah pada sebidang tanah yang ditumbuhi tanaman, dikelilingi suatu penahan

sehingga tidak terjadi hubungan hidrologis dengan lingkungan sekitarnya. Bagian

bawahnya dilengkapi lubang penyaluran sehingga air yang merembes dari tanah

dapat ditampung. Perubahan dalam kelembapan bidang tanah tersebut dapat

dihitung dari jumlah air yang hilang karena penguapan dan yang lenyap karena

transpirasi (www.bahtera.org, 2010).

Pengelolaan air irigasi padi sawah sangat penting untuk memaksimumkan

pemanfaatan pengembangan teknologi budidaya padi. Dasar utama dalam

pengelolaan air tersebut adalah pengetahuan tentang kondisi air yang optimum

dalam kaitannya dengan tahap pertumbuhan padi dan beberapa metoda untuk

mendapatkan kondisi optimum tersebut. Seringkali dikatakan bahwa irigasi

tanaman padi di sawah adalah merupakan suatu proses penambahan air hujan

untuk memenuhi keperluan air tanaman.

Tanaman padi sawah memerlukan air cukup banyak dan menginginkan

genangan air untuk menekan pertumbuhan gulma dan sebagai usaha pengamanan

apabila terjadi kekurangan air. Di daerah tropik walaupun pada musim hujan,

sering terjadi suatu periode kering sampai 3 minggu tidak turun hujan. Pada

situasi tersebut diperlukan air irigasi untuk menjamin pertumbuhan tanaman padi

yang baik.

Fungsi respirasi akar pada periode vegetatif tanaman padi sangat tinggi

sehingga ketersediaan udara (aerasi) dalam tanah dengan cara drainase diperlukan

untuk menunjang pertumbuhan akar yang mantap. Selain itu drainase juga

membantu menghambat pertumbuhan anakan tak-efektif (noneffective tillers).

Pada sebagian besar dari periode generatif, konsumsi air cukup banyak.

Kekeringan yang terjadi pada periode ini akan menyebabkan beberapa kerusakan

yang disebabkan oleh terganggunya pembentukan panicle, heading, pembungaan

dan fertilisasi yang berakibat pada peningkatan sterilitas sehingga mengurangi

hasil.

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

1.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk untuk mengukur efisiensi pemakaian air

pada irigasi padi sawah dengan cara langsung menggunakan lisimeter. Selain itu,

praktikum ini juga bertujuan memberikan pengalaman kepada mahasiswa

sehingga mampu untuk menghitung kebutuhan air irigasi tanaman padi pada suatu

kondisi iklim tertentu di suatu daerah dan juga agar mahasiswa mampu

memahami konsep efisiensi irigasi, cara perhitungan dan beberapa data efisiensi

irigasi, dan pengukuran debit.

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Irigasi

Indonesia merupakan negara agraris dan pembangunan di bidang pertanian

menjadi prioritas utama. Indonesia merupakan salah satu negara yang

memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai

komponen strategis dalam pembangunan nasional. UU No.7 tahun 1996 tentang

pangan menyatakan bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan kewajiban

pemerintah bersama masyarakat (Partowijoto, 2003).

Kebutuhan pangan terutama beras terus meningkat dari waktu ke waktu

sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di sisi lain ketersediaan pangan

terbatas sehubungan dengan terbatasnya lahan yang ada untuk bercocok tanam,

teknologi, modal dan tenaga kerja, sehingga defisit penyediaan bahan pangan

masih sering terjadi di negeri ini. Untuk itu berbagai pihak tidak henti-hentinya

berupaya untuk mengatasi masalah tersebut diatas melalui berbagai kebijaksanaan

dan program (Sudjarwadi, 1990).

Untuk kondisi di luar Pulau Jawa masih memungkinkan pengembangan

pertanian dengan cara ekstensifikasi, namun untuk di Pulau Jawa sudah sangat

tidak mungkin mengingat sangat terbatas areal sawah, di lain pihak kepadatan

penduduk dari tahun ke tahun semakin bertambah sehingga perlu membuka lahan

baru untuk pemukiman. Pembangunan saluran irigasi untuk menunjang

penyediaan bahan pangan nasional sangat diperlukan, sehingga ketersediaan air di

lahan akan terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air

permukaan (sungai). Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu

memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan

cara yang efektif dan ekonomis (Sudjarwadi, 1990).

Sudjarwadi (1990) mendefinisikan irigasi merupakan salah satu faktor

penting dalam produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu

kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan,

pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi

pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah:

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

a) siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah permukaan)

b) kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi

lahan)

c) kondisi biologis tanaman

d) aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi).

Kontribusi prasarana dan sarana irigasi terhadap ketahanan pangan selama

ini cukup besar yaitu sebanyak 84% produksi beras nasional bersumber dari

daerah irigasi (Hasan, 2005). Salah satu persoalan utama yang terjadi dalam

penyediaan air irigasi adalah semakin langkanya ketersediaan air (water scarcity)

pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan air untuk berbagai

kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat peningkatan jumlah

penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya pembangunan, serta

kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran oleh berbagai kegiatan

(Bustomi, 2003).

Ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan

air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4 (Sudjarwadi, 1990), yaitu:

a) sistem irigasi permukaan (surface irrigation system),

b) sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation system),

c) sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle irrigation system),

d) sistem irigasi dengan tetesan (trickle irrigation / drip irrigation system).

Segera setelah tanam, kelembaban yang cukup diperlukan untuk

perkembangan akar-akar baru padi. Kekeringan yang terjadi pada peiode ini akan

menyebabkan pertumbuhan yang jelek dan hambatan pertumbuhan anakan

sehingga mengakibatkan penurunan hasil. Pada tahap berikutnya setelah tahap

pertumbuhan akar, genangan dangkal diperlukan selama periode vegetatif ini.

Beberapa kali pengeringan (drainase) membantu pertumbuhan anakan dan juga

merangsang perkembangan sistem akar untuk berpenetrasi ke lapisan tanah bagian

bawah (Dastane, 1974).

Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi,

klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman sosial ekonomi

dan budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil

yang akan diharapkan (Bustomi, 2000). Menurut Bustomi (2000) representasi

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

sistem irigasi sebagai suatu kesatuan hubungan masukan (input), proses dan

keluaran (output).

2.2 Jaringan Irigasi

Di Taiwan hasil penelitian pada musim hujan memperlihatkan penurunan

hasil yang cukup nyata jika jumlah air yang dikonsumsi tanaman kurang dari 600

mm. Di Jepang, keperluan air untuk mendapatkan hasil padi optimum adalah

antara selang 20 mm sampai 30 mm per hari. Jumlah ini dapat dipertimbangkan

optimum pada kondisi pemupukan berat dan teknik pemeliharaan intensif

(Doorenbos dan Pruitt, 1984).

Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang

diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan,

pembagian, pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi

menjadi jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan,

saluran primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari

bangunan dan saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah

yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi

(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan,

pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan

menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu (1) jaringan irigasi sederhana; (2) jaringan irigasi

semi teknis; dan (3) jaringan irigasi teknis.

Pada periode vegetatif jumlah air yang dikonsumsi sedikit, sehingga

kekurangan air pada periode pematangan bulir padi tidak mempengaruhi hasil

secara nyata asalkan tanaman sudah pulih dan sistem perakarannya sudah mapan.

Tahapan sesudah panicle primordia, khususnya pada masa bunting, heading dan

pembungaan memerlukan air yang cukup. Kekurangan air selama periode tersebut

menghasilkan pengurangan hasil tak terpulihkan. Dengan demikian perencanaan

program irigasi di areal dimana jumlah air irigasinya terbatas untuk menggenangi

sawah pada seluruh periode, prioritas harus diberikan untuk memberikan air

irigasi selama periode pemulihan dan pertumbuhan akar serta seluruh periode

pertumbuhan reproduktif.

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

2.3 Pengelolaan Air Irigasi

Padi varietas unggul umumnya tidak memperlihatkan penurunan hasil

pada kedalaman genangan sampai 15 cm. Di atas kedalaman genangan tersebut

diduga akan terjadi penurunan hasil akibat dari pelemahan culms dan pengurangan

jumlah anakan. Pengelolaan air yang terkendali dapat mengurangi pertumbuhan

gulma. Dengan genangan 15 cm, pertumbuhan rumput-rumputan dan teki-tekian

(sedges) akan tertekan, tetapi pada genangan 7,5 cm beberapa gulma berdaun

lebar dan teki-tekian tumbuh dengan baik. Sebagai kesimpulan, lingkungan air

pada tanaman padi adalah relatif kritis pada kondisi di bawah jenuh tetapi relatif

toleran terhadap genangan air pada kedalaman antara 10-15 cm. Di atas

kedalaman tersebut akan terjadi pengurangan hasil.

Pengelolaan sumberdaya air di Indonesia pada saat ini mengalami

beberapa permasalahan pokok, diantaranya adalah ketersediaan air yang semakin

terbatas (scarcity), kompetisi pemanfaatan air antar sektor, penurunan ketahanan

fisik dari prasarana pengendali banjir serta penurunan keberlanjutan dari prasarana

jaringan irigasi, penyediaan air bersih untuk penduduk perkotaan, pembuangan

limbah cair perkotaan dan industri, penurunan daya dukung daerah 14 tangkapan

air, semakin meningkatnya frekuensi banjir tahunan akibat alih fungsi lahan dan

penggundulan hutan (Koehuan, 2003).

Carruthers, dkk (1997) dalam Koehuan (2003), menggolongkan

penggunaan air dalam tiga sektor utama yaitu untuk pertanian, industri dan

domestik. Penggunaan air untuk pertanian di dunia rata-rata 70 persen dan di atas

90 persen pada negara-negara berkembang. Menurut Purcell (2000) dalam

Koehuan (2003), pertanian menggunakan 80-90 persen dari air yang tersedia di

negara-negara berkembang.

Pertumbuhan penduduk, perkotaan dan pendapatan ternyata telah

menimbulkan tekanan pada kebutuhan dan ketersediaan air. Pada saat yang sama,

pertumbuhan penduduk berdampak pada peningkatan permintaan akan pangan.

Untuk itu tantangan kedepan adalah bagaimana memproduksi pangan dengan

menggunakan air yang relatif lebih sedikit (to produce food with less water),

melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan air, mengurangi degradasi kualitas air

dan peningkatan produktifitas air untuk tanaman (Koehuan 2003; Purcell 2000;

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Vermillion 1997). Sudjarwadi (1999) menyatakan bahwa dalam teknik

pengelolaan sumberdaya air selain aspek fisik terdapat pula pengaruh aspek non

fisik diantaranya sosial budaya yang perlu mendapat perhatian dalam upaya

mengatur dinamika air baik kuantitas maupun kualitas.

Terdapat dua metoda pemberian air untuk padi sawah yakni: (a) genangan

terus-menerus (continuous submergence) yakni sawah digenangi terus-menerus

sejak tanam sampai panen; (b) irigasi terputus atau berkala (intermittent

irrigation) yakni sawah digenangi dan dikeringkan berselang-seling. Permukaan

tanah diijinkan kering pada saat irigasi diberikan. Untuk menentukan jumlah air

yang dikonsumsi tanaman dapat digunakan berbagai metoda sebagai berikut: (a)

metoda tangki pengamatan, (b) percobaan petakan di lapangan, dan (c) metoda

inflow-outflow (keseimbangan air).

Pengelolaan sumberdaya air yang dimaksudkan disini adalah peningkatan

kinerja pendistribusian dan pengalokasian air secara efektif dan efisien untuk

memenuhi berbagai kebutuhan air secara optimal. Pengaturan air adalah

pengelolaan sumber-sumber air yang ada dalam sistem sumberdaya air sehingga

diperoleh hasil yang terbaik/optimal dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan.

Komponen-komponen sasaran umumnya berupa nilai kuantitas air yang

merupakan kebutuhan air yang harus dipenuhi. Komponen komponen kendala

umumnya berupa keterbatasan nilai kuantitas ketersediaan air (Hapsari dkk,

1999).

Dari sudut pandang penggunaan sumber daya air global, sangat penting

untuk memperkenalkan cara-cara irigasi yang lebih. Memperbaiki efisiensi irigasi

bisa membebaskan air untuk bisa digunakan di daerah-daerah kota sekitar

(jakarta.usembassy.gov, 2004).

Pemberian air irigasi secara tepat dan efisien memerlukan bangunan ukur

debit untuk setiap saluran. Bangunan ukur debit tersebut berfungsi untuk

mengetahui debit air yang melalui saluran tersebut sehingga pemberian air ke

petak-petak sawah yang menjadi daerah oncoran dapat dipantau, dengan demikian

diharapkan bahwa pemberian airnya tidak berlebihan ataupun kekurangan dan

sesuai dengan kebutuhan air tanaman yang ada dalam petak sawah tersebut

(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Secara kuantitatif efisiensi irigasi suatu jaringan irigasi sangat kurang

diketahui dan merupakan parameter yang sukar diukur. Akan tetapi sangat penting

dan umumnya diasumsikan untuk menambah 40% sampai 100% terhadap

keperluan air irigasi. Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan

dengan: (a) kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui

rembesan, evaporasi, pengambilan air tanpa ijin dan lain-lain; (b) kehilangan

akibat pengoperasian termasuk pemberian air yang berlebihan.

Doorenbos dan Pruit (1977) mendefinisikan kebutuhan air tanaman

sebagai jumlah air yang disediakan untuk mengimbangi air yang hilang akibat

evaporasi dan transpirasi. Kebutuhan air di lapangan merupakan jumlah air yang

harus disediakan untuk keperluan pengolahan lahan ditambah kebutuhan air

tanaman. Kebutuhan air tanaman merupakan syarat mutlak bagi adanya

pertumbuhan dan produksi.

Efisiensi penyaluran di beberapa daerah irigasi di banyak negara telah

sering dikaji dan nampaknya merupakan suatu fungsi dari: (a) luas areal daerah

irigasi; (b) metoda pemberian air (kontinyu atau rotasi); dan (c) luasan dari unit

rotasi. Apabila air diberikan secara kontinyu dengan debit kurang lebih konstan

maka tidak akan terjadi masalah pengorganisasian. Kehilangan air hanya terjadi

karena rembesan dan evaporasi.

Walker (1981) dalam Marhendi (2002), melakukan penelitian terhadap

cara-cara pemberian air yang dilakukan petani di Jawa barat. Menurut Walker

(1981) sebagian petani di Jawa Barat masih menggunakan air irigasi secara

berlebihan. Hasil penelitian yang dilakukan di lokasi Dermaga dekat Bogor dan

Sukamanah di pantai utara Jawa Barat menunjukkan bahwa sekitar 50% air irigasi

terbuang percuma. Marhendi (2002) melakukan penelitian peluang penyimpangan

pemberian air irigasi daerah irigasi Kalibawang Kulon Progo. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa telah terjadi penyimpangan pemberian air irigasi. Hal ini

disebabkan kondisi Sumber Daya Manusia di lapangan yang kurang siap serta

sarana dan prasarana seperti pintu air (intake), bendung dan beberapa sarana lain

yang sudah tidak layak menjadi penyebab terjadinya penyimpangan pemberian air

irigasi.

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Kehilangan air di saluran dapat diukur dengan beberapa metoda. Salah

satu metoda adalah inflow-outflow atau teknik keseimbangan air pada suatu ruas

saluran. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur debit inflow pada pangkal

saluran dan debit outflow pada ujung saluran.

Menurut Sigit (2001) pengelolaan irigasi merupakan bagian dari sistem

sosio-kultural masyarakat yang terdiri dari subsistem budaya, subsistem sosial

ekonomi dan susbsistem artifak dengan teknologi termasuk didalamnya. Al-

Jayyousi, (1999) menyimpulkan bahwa Peningkatan efisiensi dalam sistem

jaringan irigasi mempunyai kontribusi besar untuk penghematan air. Peningkatan

efisiensi dalam sistem jaringan irigasi memperhitungkan aspek teknis, aspek

kelembagaan, aspek lingkungan dan aspek ekonomi.

Sering kali pemberian air pada petakan irigasi terjadi secara berlebihan

sehingga menyebabkan banyaknya air yang terbuang dan mengakibatkan

terjadinya inefisiensi di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem

pemberian air irigasi yang lebih efisien. Dalam hal ini air yang disalurkan ke

lahan harus tepat waktu dan jumlah dengan yang dibutuhkan di lahan

(digilib.itb.ac.id, 2007).

Ketersediaan air di lahan adalah air yang tersedia di suatu lahan pertanian

yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi di lahan itu

sendiri. Ketersediaan air di lahan yang dapat digunakan untuk pertanian terdiri

dari dua sumber, yaitu konstribusi air tanah dan hujan efektif (Direktorat Jenderal

Pengairan, 1986). Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) konstribusi air

tanah sangat dipengaruhi oleh karakteristik tanah, kedalaman akuifer dan jenis

tanaman (kedalaman zona perakaran). Untuk daerah irigasi yang berada pada

daerah aquifer dangkal, konstribusi air tanah diperoleh melalui daya kapiler tanah.

Untukdaerah yang berada pada daerah aquifer dalam konstribusi air tanah sangat

kecil dan dapat dianggap bernilai nol. Dalam praktek analisis ketersediaan air

irigasi, konstribusi air tanah belum diperhitungkan secara teliti. Curah hujan

efektif adalah curah hujan yang secara efektif dan secara langsung dipergunakan

memenuhi kebutuhan air tanaman untuk pertumbuhan.

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

2.4 Kebutuhan Air Irigasi

Pengelolaan air perlu disesuaikan dengan sumber daya fisik alam (tanah,

iklim, sumber air) dan biologi dengan memanfaatkan berbagai disiplin ilmu untuk

membawa air ke perakaran tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi

(Aqil et al., 2008). Sasaran dari pengelolaan air adalah tercapainya empat tujuan

pokok, yaitu: (1) efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman yang tinggi, (2)

efisiensi biaya penggunaan air, (3) pemerataan penggunaan air atas dasar sifat

keberadaan air yang selalu ada tapi terbatas dan tidak menentu kejadian serta

jumlahnya, dan (4) tercapainya keberlanjutan sistem penggunaan sumber daya air

yang hemat lingkungan.

Direktorat Jenderal Pengairan (1986) memberikan gambaran bahwa dalam

penentuan kebutuhan air untuk irigasi atau air yang dibutuhkan untuk lahan

pertanian didasarkan pada keseimbangan air di lahan untuk satu unit luas andalan

periode biasanya periode setengah bulanan. Faktor-faktor yang menentukan

kebutuhan air untuk irigasi di sawah untuk tanaman padi menurut Direktorat

Jenderal Pengairan (1986) adalah:

a) Penyiapan lahan (Ir)

b) Penggunaan Konsumtif (Etc)

Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

mempunyai peranan strategis dalam pemulihan ekonomi nasional. Peranan

strategis tersebut khususnya adalah dalam penyediaan pangan, penyediaan

bahan baku industri, peningkatan eksport dan devisa negara, penyediaan

kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, peningkatan pendapatan petani

dan kesejahteraan masyarakat (one.indoskripsi.com, 2008).

Penggunaan konsumtif diartikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan tanaman. Doorenbos dkk., (1977) mendefinisikan kebutuhan air

tanaman sebagai jumlah air yang disediakan untuk mengimbangi air yang

hilang akibat evaporasi dan transpirasi. Menurut Direktorat Jenderal Pengairan

(1986) penggunaan konsumtif dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

Etc = Eto x kc …………………………………........................….....(7)

dengan :

Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari),

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari),

kc = koefisien tanaman.

Besarnya koefisien tanaman setiap jenis tanaman berbeda-beda dan berubah

setiap periode pertumbuhan tanaman itu. Evapotranspirasi potensial dihitung

dengan metode modifikasi Penman yang telah disesuaikan dengan keadaan

daerah Indonesia dan nilai kc untuk berbagai jenis tanaman yang ditanam

disajikan harga-harga koefisien tanaman padi dengan varietas unggul dan

varietas biasa menurut Nedeco/Prosida dan FAO (Direktorat Jenderal

Pengairan, 1986).

c) Perkolasi dan Rembesan (P)

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Guna menentukan laju

perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi

akibat meresapnya air melalui tanggul sawah. Perkolasi dan rembesan di sawah

berdasarkan Direktorat Jenderal Pengairan (1986), yaitu sebesar 2 mm/hari.

d) Penggantian Lapisan Air (Wlr)

Penggantian lapisan air dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing 50 mm

selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi atau pemindahan bibit

(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986). Lama pengolahan lahan sawah

dilakukan kurang lebih 20-30 hari baik dengan tenaga kerbau atau traktor.

Sehingga lama pengolahan lahan sawah diasumsikan selama 30 hari.

Banyaknya air yang dibutuhkan oleh tanaman palawija sebesar 50-100 mm.

e) Efisiensi Irigasi (Ei)

Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang

terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar

dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi merupakan faktor penentu

utama dari unjuk kerja suatu sistem jaringan irigasi. Efisiensi irigasi terdiri atas

efisiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi

di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah

(Direktorat Jenderal Pengairan, 1986). Efisiensi irigasi didasarkan asumsi

sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun di

petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi

kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan

saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.

Prioritas pembangunan pertanian dewasa ini adalah melestarikan

swasembada pangan, peningkatan ekspor non migas dan mengurangi pengeluaran

devisa yang sekaligus memperluas lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan

petani serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pengembangan

wilayah pedesaan merupakan salah satu tujuan utama pembangunan pertanian

maka sangat diharapkan perkembangan agribisnis daerah yang berdaya saing

sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing daerah, berkelanjutan,

berkeadilan dan demokrasi (one.indoskripsi.com, 2008).

Di masa mendatang permintaan air irigasi akan terus meningkat seiring

dengan pertambahan luas tanam padi yang diperlukan. Di sisi lain, volume air

yang harus dialokasikan untuk memenuhi permintaan dari sektor non pertanian

semakin meningkat pula. Implikasinya, pasokan air irigasi semakin langka. Oleh

karena itu, peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi harus dilakukan

(pse.litbang.deptan.go.id, 2006).

Peubah iklim yang paling sering diamati di stasiun klimatologi adalah

curah hujan. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat) sejak tahun

2002 telah mengembangkan sistem basisdata iklim nasional (Runtunuwu et al.,

2006). Sampai saat ini, ada 2679 stasiun curah hujan/iklim yang telah tercatat di

sistem database (Runtunuwu et al., 2007; Runtunuwu dan Las, 2007). Namun,

dari semua data tersebut, belum ada stasiun yang secara periodik mengukur

evapotranspirasi potensial ataupun aktual, padahal peubah tersebut sangat penting

di dalam agroklimatologi. Lisimeter merupakan instrumen penting yang

digunakan untuk mengukur real penggunaan air oleh tanaman.

Curah hujan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

pertumbuhan dan produksi tanaman padi, sehingga budidaya tanaman padi perlu

disesuaikan terhadap fluktuasi curah hujan. Namun, karena curah hujan sangat

berfluktuatif dan acak, budidaya tanaman padi seringkali sulit disesuaikan bahkan

terlambat antisipasi perubahan yang tiba-tiba dan ekstrim. Sebagian tanaman padi

mengalami puso karena kekeringan atau kebanjiran (www.deptan.go.id, 2007).

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Efisiensi Pemakaian Air dilakukan pada tanggal 28 Agustus

2009. Pengamatan dilakukan mulai tanggal 4 September 2009 sampai 11

Desember 2009 di Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah ember, pipa plastik, lem,

tali raffia, plastik hitam, cangkul, gelas ukur, penggaris (mistar) dan penakar

hujan. Dan bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu benih padi,

pupuk urea, SP 18, dan KCl.

3.3 Metode

Praktikum ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Lisimeter dirakit dari ember, pipa plastik dan plastik hitam dengan

menggunakan lem sebagai perekat antara pipa plastik dan ember, serta tali

raffia untuk mengikat plastik hitam ke pipa plastik. Selanjutnya lisimeter diisi

dengan tanah yang macak-macak sampai mencapai bibir pipa plastik bagian

bawah.

2. Lisimeter diletakkan (dibenamkan) pada bedengan sawah. Bibit padi ditanam

di lahan dengan cara dialur.

3. Setelah 1 MST dilakukan penjarangan/transplanting, pembersihan gulma dan

pemupukan (urea, SP 18, KCl). Pengukuran lisimeter dilakuakn dengan cara

mengukur volume irigasi pada lisimeter dan volume runoff yang tertampung

pada plastik hitam.

4. Selain pengukuran lisimeter, dilakukan pula pengukuran curah hujan melalui

volume air hujan yang tertampung pada penakar hujan. Pengamatan lisimeter

dan penakar hujan dilakukan selama 14 MST.

5. Selain peubah-peubah tersebut, faktor lain yang diamati adalah tinggi tanaman,

jumlah anakan, dan lebar daun.

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

6. Panen dilakukan pada 15 MST, hanya tanaman padi yang ada di dalam

lisimeter saja yang dipanen. Kemudian ditimbang bobot segar tanaman (akar,

tajuk dan gabah).

Data yang digunakan merupakan data pengamatan lisimeter bulan Agustus

sampai dengan Desember 2009 pada lahan pertanaman padi sawah di Kebun

Percobaan Sawah Baru. Selain data tersebut, praktikum ini juga menggunakan

data pengamatan curah hujan harian dan faktor vegetatif tanaman.

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB IV

PEMBAHASAN

Salah satu permasalahan dalam penyediaan air irigasi adalah pengaturan

dan pendistribusian atau operasi dan pemeliharaan. Secara teknis pengaturan dan

pendistribusian air irigasi dapat direncanakan dan dilakukan secara akurat dan

optimum berdasarkan teknologi yang ada.

Rata-rata total irigasi selama 12 minggu pada lahan pertanaman padi yang

tertinggi terjadi pada bedeng tanam kelompok 8, yaitu sebesar 343.43 mm, dan

diikuti oleh kelompok 7 sebesar 261,511 mm. Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor yang mempengaruhi irigasi itu sendiri, terutama yang berhubungan dengan

pengaturan dan pendistribusian air irigasi seperti kehilangan air di saluran primer,

sekunder maupun tersier atau penempatan inlet dan outlet.

Pada lahan pertanaman padi, inlet terletak tepat diantara bedengan

kelompok 7 dan 8. Hal inilah yang mengakibatkan total irigasi dari kelompok 7

dan 8 paling tinggi. Ini dibuktikan oleh rata-rata total irigasi yang semakin kecil

pada bedengan yang letaknya semakin jauh dari inlet. Seperti kelompok 6 dan 10

dengan total irigasi berturut-turut sebesar 102,142 mm dan 190,09 mm. Total

irigasi kelompok 6 adalah yang terendah dibandingkan 5 kelompok lainnya

dikarenakan arah aliran outlet menuju ke arah bedengan kelompok 6.

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Air irigasi yang dialirkan ke lahan pertanian padi sawah tidak semuanya

dapat diserap oleh tanaman padi untuk pertumbuhannya. Salah satu hal yang

mengindikasikan hal tersebut adalah adanya run off yang terjadi di dalam

lisimeter yang dibuat di petakan lahan sawah. Total run off dari 5 kelompok

selama 12 minggu sangat bervariasi mulai dari 55 mm sampai 150 mm. Perbedaan

volume ron off tersebut dapat disebabkan oleh struktur tanah dan tinggi muka air

dalam lisimeter masing-masing kelompok berbeda, sehingga akan mempengaruhi

jumlah air yang merembes ke dalam tanah dan mengalir sebagai aliran run off.

Volume run off yang mengalir cukup banyak, hal tersebut mengindikasikan

kurang efektifnya pemakaian air untuk tanaman padi dalam petakan.

Evapotranspirasi dapat diketahui melalui gabungan nilai-nilai presipitasi

(curah hujan), irigasi dan run off. Penggunaan konsumtif tanaman merupakan

fungsi dari evapotranspirasi potensial tanaman.

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Data hasil yang dibuat ke dalam bentuk grafik di atas memperlihatkan

bahwa nilai evapotranspirasi berbeda-beda pada setiap bedengan. Pengaruh irigasi

dan run off menyebabkan perbedaan total rataan evapotranspirasi itu. Dapat

dilihat adanya hubungan yang berbanding lurus antara evapotranspirasi dengan

irigasi. Akan tetapi, nilai evapotranspirasi berbanding terbalik dengan run off.

Rata- rata tinggi tanaman padi tidak terlalu berbeda antara tanaman dalam

lisimeter dengan tanaman contoh di dalam petakan. Namun pada minggu ke-5

hingga minggu terakhir pengamatan yaitu minggu ke-9 rata-rata pertumbuhan

tanaman contoh lebih tinggi daripada tanaman dalam lisimeter. Curah hujan pada

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

tanggal 11 september 2009 hingga 23 oktober 2009 lebih sedikit dari minggu

pengamatan selanjutnya, yaitu 16,7 mm.

Pada minggu pengamatan selanjutnya rata-rata curah hujan meningkat

yaitu 20,87 mm. Tanaman dalam lisimeter lebih banyak mendapatkan pasokan air

dari curah hujan dibandingkan aliran irigasi, karena aliran dalam lisimeter

terhalang oleh dinding lisimeter buatan (ember yang dibenamkan), sedangkan

petak lahan di luar lisimeter mendapatkan pasokan air dari curah hujan yang jatuh

ke lahan aliran irigasi yang mengalir keluar dan masuk melalui inlet dan outlet.

Curah air yang lebih tinggi pada minggu pengamatan ke-5 hingga minggu ke-9

menyebabkan rata-rata pertumbuhan tanaman pada petak sawah lebih tinggi dari

pada tanaman dalam lisimeter karena volume air yang dapat Banyaknya jumlah

air menentukan pertumbuhan tanaman karena air sangat diperlukan terutama pada

fase vegetatif.

Rata-rata jumlah anakan dari tanaman contoh pada petak di luar lisimeter

lebih banyak dari jumlah anakan didalam lisimeter. Pertambahan jumlah anakan

mengalami kenaikan yang cukup konstan dari pengamatan pada 1 MST hingga 3

MST. Namun pada 4 MST hingga 9 MST jumlah anakan baik yang dalam

lisimeter maupun tanaman contoh dalam petak sawah mengalami penurunan. Hal

tersebut berkorelasi negative dengan curah hujan yang terjadi pada 5 MST hingga

9 MST yang cenderung lebih tinggi dari curah hujan pada 1 MST hingga 5 MST.

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 31: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data hasil evapotranspirasi yang diperoleh dari pengamatan

dapat diketahui bahwa pemakaian air irigasi dalam praktikum ini masih kurang

efisien. Hal ini dikarenakan penyerapan air oleh tanaman kurang efektif yang

dapat dilihat dari tinggi tanaman dan jumlah anakan. Pada minggu akhir

pengamatan, jumlah anakan semakin menurun, padahal curah hujan saat itu tinggi.

Hasil pemakaian air yang kurang efisien memberikan pengetahuan kepada

mahasiswa tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan pemakaian air menjadi

tidak efisien serta cara mengatasinya.

5.2 Saran

Pada praktikum Efisiensi Pemakaian Air selanjutnya diharapkan sarana

dan prasarana yang digunakan bisa lebih baik dari yang telah ada sebelumnya. Hal

itu akan sangat membantu kelancaran praktikum serta membantu dalam mencapai

tujuan dari praktikum tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Page 32: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Al-Jayyousi, O.R. 1999. Rehabilitation of Irrigation Distribution Systems: The

Case of Jericho City, Int.j. Water Resources Management 13, 117-132p.

Netherlands: Kluwer Academic Publisher.

Aqil, M, et al. 2008. Pengelolaan Air Tanaman Jagung. Maros: Balai Penelitian

Tanaman Serealia.

Bustomi, F. 2003. Pandangan Petani Daerah Irigasi Glapan Timur Mengenai

Hak Atas Air Irigasi. Padang: Jurnal Ilmiah VISI, PSI-SDALP Universitas

Andalas.

Bustomi. 2000. Prinsip Dasar Analisis Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air

Irigasi, Kursus Singkat Sisitem Sumber Daya Air Dalam Otonomi Daerah

II. Yogyakarta: Grup Sumber Daya Air Laboratorium Hidrolika, JTS-FT

UGM.

Dastane, N.G. 1974. Effective Rainfall in Irrigated Agriculture. Roma: FAO,

Irrigation and Drainage Paper No 25.

Direktorat Jenderal Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi (KP. 01-05).

Bandung: Departemen Pekerjaan Umum, CV. Galang Persada.

Doorenbos, J. dan Pruitt W.O. 1984. Crop Water Requirements. Roma: FAO,

Irrigation and Drainage Paper no.24.

Dorrebons, J., and Pruitt, W. O. 1977. Guidelines for Predicting Crop water

Requirements. Rome: Food and Agriculture Organization od The United

Nations.

Hapsari, R.I., dkk. 1999. Studi Optimalisasi Pengaturan Air di Daerah

Pengaliran Sungai Kali Brantas Bagian Hulu dengan Paket Program

Water Resources Manajement Model (WRMM). Malang: Jurnal Teknik,

Universitas Brawijaya, Edisi April, 1999.

Hasan, M. 2005. Bangun Irigasi Dukung Ketahanan Pangan. Jakarta: Majalah

Air, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum.

Koehuan, J.E. 2003. Analisis Pemanfaatan dan Pengelolaan Air di Sistem Irigasi

Kalibawang Kabupaten Kulon Progo. Padang: Jurnal Ilmiah VISI, PSI-

SDALP Universitas Andalas.

Partowijoto, A. 2003. Peningkatan Produksi Sebagai Salah Satu Faktor

Ketahanan Pangan. Jakarta: Majalah Dunia Insinyur.

Page 33: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Runtunuwu, E. dan I. Las. 2007. Penelitian Agroklimat dalam Mendukung

Perencanaan Pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan Pertanian 1(3):33-42.

Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan

Pertanian.

Runtunuwu, E., et al. 2006. Penyusunan Alat Bantu Pengambil Keputusan

Pendayagunaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Perencanaan Pertanian.

Laporan akhir penelitian. Bogor: Balai Penelitian Agroklimat dan

Hidrologi.

Runtunuwu, E., et al. 2007. Pemutakhiran dan Pendayagunaan Sistem Informasi

Sumberdaya Iklim dan Air Nasional untuk Perencanaan Pertanian.

Laporan akhir penelitian. Bogor: Balai Penelitian Agroklimat dan

Hidrologi.

Sigit Supadmo Arif. 2001. Penerapan Teknologi Tata Air, Peluang, Kendala dan

Prospek. Yogyakarta: Bahan Kursus Singkat Sistem Sumber Daya Air

dalam Otonomi Daerah ke III, Jurusan Teknik Sipil FT UGM.

Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas

Ilmu Teknik, UGM.

Sudjarwadi. 1999. Konsep Dasar Pengelolaan Sumber Air di Satuan Wilayah

dengan Pendekatan Sistem. Yogyakarta: Kursus Singkat Sistem Sumber

Daya Air dalam Otonomi Daerah, Universitas Gadjah Mada.

Teguh Marhendi. 2002. Uji Distribusi Normal Dan Gamma Terhadap Peluang

Penyimpangan Pemberian Air Irigasi. Purwokerto: Jurnal Ilmu-ilmu

Teknik Techno, Fakultas Teknik UMP.

http://www.deptan.go.id/ditlin-tp/ basisdata/data_ba/banjir_kering_padi.html

http://www.deptan.go.id/ditlin-tp/basisdata/data_ba/kering_padi.html

http://digilib.itb.ac.id/index.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-

sitikodari-27314&newlang=english&newlang=indonesian

http://jakarta.usembassy.gov/ptp/airbrs4.html

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/skripsi-lainnya/analisis-efisiensi-

penggunaan-faktor-faktor-produksi-pada-usahatani-jagung

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?

option=com_content&task=view&id=216&Itemid=41

Page 34: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

http://www.bahtera.org/kateglo/?mod=dictionary&action=view&phrase=lisimeter

LAPORAN PRAKTIKUM

KULTUR AIR

Page 35: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Oleh :

Galvan Yudistira A24070040

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

BAB I

PENDAHULUAN

Page 36: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

1.1 Latar Belakang

Hidroponik merupakan aktivitas pertanian yang dijalankan dengan

menggunakan air sebagai media untuk menggantikan tanah. Hidroponik

mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan bertani secara

konvensional. Keunggulan hidroponik antara lain produksi tanaman yang

higienis, penggunaan nutrisi yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman,

pertumbuhan tanaman yang cepat, dan mudahnya perawatan tanaman.

Salah satu sistem hidroponik yang dapat diterapkan dalam budidaya

tanaman adalah kultur air (water culture). Kultur air merupakan salah satu

dari sistem hidroponik yang mana akar tanaman dicelupkan dalam larutan

hara secara bersusunan berimbang secara sinambung atau berkala (Steiner,

1997 dalam Notohadinegoro, 2006) Sistem ini merupakan sistem pasif

karena air tidak mengalir (stagnant). Sistem pasif mempunyai kelemahan

dalam menyerap nutrisi. Hal ini disebabkan karena tidak ada pergerakan

air dan pergerakan udara sehingga akar kekurangan energi dalam

menyerap unsur hara (Musfati et al, 2009).

1.2 Tujuan

Mengetahui pengaruh kultur air dalam budidaya beberapa tanaman

hortikultura diantaranya cabe, bayam dan padi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 37: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Diantara budidaya tanam tanpa tanah, kulur air adalah budidaya tanaman

yang menurut definisi merupakan sistem hidroponik yang sebenarnya. Kultur air

juga sering disebut true hydroponics, nutri culture, atau bare root system. Di

dalam kultur air, akar tanaman terendam dalam media cair yang merupakan

larutan hara tanamn, sementara bagian atas tanman ditunjang adanya lapisan

medium inert tipis yang memungkinkan tanaman tumbuh tegak (Resh, 1998

dalam Susila, 2009).

Dalam sejarah perkembangan hidroponik, penelitian-penelitian pertama

tentang hidroponik tercatat menggunakan sistem kultur air tanpa adanya substrat

atau media tanah (Woodward, 1699 dalam Susila, 2009). Teknik-teknik dasar

kultur air modern telah dikembangkan oleh Sach dan Knopp pada tahun 1860

(Hewitt dan Smith, 1975) dari beberapa hasil penemuan sebelumnya oleh

Senebier tahun 1791 yang menyatakan bahwa akar tanaman akan mati bila

terendam air. Pada tahun 1804, De Sausser juga menyatakan bahwa disamping

mengandung udara air juga mengandung CO2 campuran gas mengandung 20% O2

(Hewit, 1966; Hewitt dan Smith, 1975 dalam Susila, 2009).

Aerasi adalah suatu hal yang esensial untuk aktivitas perakaran walaupun

hal ini sangat beragam antar spesies tanamn. Pengambilan unsur mineral akan

terjadi ketidakseimbangan bila kondisi oksigen di perakaran menurun, sebaliknya

akan terangsang bila konsentrasi oksigen di zona perakaran meningkat.

Akumulasi karbondioksida (CO2) di dalam larutan hara akan memperlambat

absorbsi sebagian besar unsur hara tanaman dan hara, sedangkan kekurangan

oksigen (O2) walaupun tidak akan menekan abdsorbsi air (dalam periode tertentu)

akan tetap menekan pengambilan unsur hara dari larutan hara (Soffer, 1985 dalam

Susilla, 2009).

Selama lebih dari 300 tahun kultur air merupakan suatu sistem yang paling

sesuai untuk penelitian-penelitian hara dan metabolisme tanman hingga saat ini.

Beberapa hal yang menyebabkan hal di atas adalah sistem kultur air memiliki

larutan hara yang homogen, adanya keseragaman seluruh sistem dalam

mempengaruhi sistem perakaran, serta kemungkinan pengaturan kandungan unsur

hara yang tepat. Kultur air dikelompokkan ke dalam: (1) Aeroponik, (2) Nutrient

Page 38: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Film Tehnique (NFT), dan (3) Deep Flow Technique (DFT) yang semuanya

memiliki tanaman dengan akar yang terbuka (bare root plant) (Vestergaard, 1984

dalam Susila, 2009).

Keberhasilan sistem kultur air dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

langsung berhubungan dengan perakaran tanaman diantaranya adalah (1) aerasi di

zone perakaran (2) kondisi perakaran, dan (3) sistem penopang tanaman yang

memungkinkan tanaman tumbuh tegak. Manipulasi aerasi di zone perakaran pada

sistem kultur air menurut Resh (1998) dalam Susila (2009) dapat dilakukan

dengan pemberian udara kedalam larutan hara tanaman menggunakan pompa atau

kompresor. Disamping itu peningkatan aerasi di zone perakaran dapat pula

dilakukan dengan sirkulasi larutan hara antara bak tanamn dengan reservoar hara.

Untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi perakaran menurut Hochmuth (1991)

dalam Susila (2009) di dalam kultur air (NFT) paling sedikit 1/3 – ½ sistem

perakaran seharusnya tidak terendam larutan hara. Hal ini merupakan kunci

perakitan teknologi hidroponik sistem terapung dimana tidak lagi diperlukan

adanya energi listrik untuk menjalankan pompa ataupun kompresor guna

meresirkulasi ataupun meningkatkan aerasi larutan hara.

Pengusahaan kultur air secara komersial untuk produksi tanaman

sayuran telah dilakukan di beberapa negara antara lain Canada (Ingratta et al,

1985), Jepang (Taakura, 1985), Israel (Soffer, 1985), Unite Kingdom (Hurd,

1985), dan USA (Carpenter, 1985). Pengusahaan kultur air secara komersial di

Jepang mencapai kurang lebih 2000 greenhouse atau sekitar 300 hektar. Unit

kultur air sistem Jepang terdiri dari beberapa seri bak yang terbuat dari plastik

yang berukuran lebar 0,8 m dan panjang 3 m dengan kedalaman 6-8 cm. Tanman

diselipkan dalam lubang pada styrofoam. Larutan hara dipompakan ke dalam bal

selama 10 menit setiap jam, yang bertujuan untuk memelihara aerasi. Baik selalu

penuh dengan larutan hara dimana akar tanaman terendam didalamnya. Pipa

aerasi dapat dipasang pada bak tanam untuk meningkatkan aerasi. Pipa aerasi ini

mempunyai lubang berdiameter 2mm pada setiap 4 cm panjang pipa (Resh, 1998

dalam Susila, 2009).

Modifikasi kultur air sistem Jepang telah dilakukan oleh Dr. Merle Jensen

dari Environmental Research Laboratory (ERL), Universitas Arizona, Tucson,

Page 39: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

USA dengan pengembangan prototype Raceway, Raft atau Floating System untuk

produksi selada antara tahun 1981-1982. Dalam percobaan ini dapat dihasilkan

4,5 juta head selada per hektar per tahun (Lensen dan Collins, 1985 dalam Susila,

2009). Sistem kultur air ini terdiri dari bak tanam yang relatif lebih dalam 15-20

cm, dengan lebar 60 cm dan panjang 30 m. Volume larutan hara kurang lebih 3,5

m kubik atau setara dengan 3.600 liter. Hara didalam bak relatif statik dengan

pergerakan hanya 2-3 liter per menit. Dalam penelitian ini juga telah diuji

efektifitas penggunaan alat sterillisasi larutan hara dengan UV-sterilizerterhadap

fungi patogeik maupun non patogenik yang berasosiasi dengan tanaman di dalam

greenhouse.

Produksi komersial sayuran daun untuk salad dalam sistem terapung

(floating raft system) telah digunakan di Florida sejak awal tahub 1980-an (Resh,

1998 dalam Susila, 2009). Sepuluh sampai 12 kali panen tanaman selada terutama

bibb lettuce dihasilkan dalam greenhouse yang berpendingin. Dengan jarak

tanaman yang rapat sistem ini dapat menghasilkan 1 juta per acre per tahun selada

yang dapat dipasarkan. Masalah utama dari sistem komersial ini adalah tingginya

modal awal untuk membangun sistem ini, dan biaya teknisi yang diperlukan untuk

mengoprasikan sistem ini. Hal ini menyebabkan sistem terapung ini sulit

diaplikasikan diberbagai tingkat petani. Teknologi hidroponik pasif, low-tech, dan

non recirculating system telah dipelajari di Asian Vegetable Research Center

(AVRDC) di Taiwan dan di Universitas Hawaii (Kratky et al., 1988;Kratky, 1993,

1996 dalam Susila, 2009). Penelitian hidroponik terapung untuk produksi tanaman

sayuran didalam greenhouse di Florida menunjukkan haasil yang positif (Fedunak

dan Tyson, 1997;Tyson et. Al, 1998 dalam Susila, 2009). Lima dari tujuh varietas

komersial selada berhasil dibudidayakan menggunakan passive floating

hydroponics di luar greenhouse, serta memenuhi persyaratan kualitas untuk

dipasarkan (Tyson et al., 1999 dalam Susila, 2009).

Beberapa unsur hara memeberikan fungsi tertentu bagi tanaman dan

memiliki gejala defisiensi atau kekuranga, dan keracunan atau kelebihan yang

berbeda-beda untuk masing-masing unsur, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Nitrogen

Page 40: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Fungsi Nitrogen

Komponen utama dari berbagai substansi penting dalam tanaman,

komponen pembentukan asam amino, komponen pembentukan klorofil

Gejala kekurangan N

Pada organ vegetatif : pertumbuhan tanaman lambat, tanaman tumbuh kerdil,

warna daun terlihat hijau muda pada daun tua, daun-daun yang lebih tua

menguning dan akhirnya kering, pucuk ranting mati dan pertumbuhannya

tidak simetris

Pada organ generatif : pembentukan bunga dan buah terlambat bahkan

terhenti

Gejala kelebihan N

Pada organ vegetatif : tanaman tampak terlalu subur, ukuran daun menjadi

lebih besar dan berwarna hijau tua, batang menjadi lunak dan berair

(sukulensi), sehingga mudah rebah dan terserang penyakit.

Pada organ generatif : pembentukan bunga tertunda, bunga yang sudah

terbentuk lebih mudah rontok, pembentukan dan pematangan buah terhambat.

2. Pospor

Fungsi P

Bagian asam nukleat, menyimpan enegi ATP dan ADP, merangsang

pembelahan sel, membantu proses asimilasi dan respirasi, berperan dalam

pertumbuhan akar

Gejala kekurangan P

Pada organ vegetatif : pertumbuhan tanaman lambat dan kerdil, perkembangan

akar terhambat, daun menjadi warna hijau tua, lebar kebiru-biruan dan

mengkilap yang tidak normal atau kusam.

Pada organ generatif : pembentukan dan pematangan buah terhambat,

perkembangan bentuk dan warna buah buruk, biji berkembang tidak normal.

Gejala kelebihan P : kulit buah keriput

3. Kalium

Fungsi K

Page 41: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Berperan dalam proses fotosintesis (pembentukan dan penutupan

stomata) dan respirasi, translokasi gula pada pembentukan pati dan protein,

membantu proses membuka dan menutup stomata, efisiensi penggunaan air,

meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan HPT, memperkuat

jaringan dan organ tanaman sehingga tidak mudah rontok, memperbaiki

ukuran dan kuantitas buah pada masa generatif, menambah rasa manis buah.

Gejala kekurangan K

Pada organ vegetataif : daun terlihat lebih tua, batang dan cabang lemah serta

mudah rebah, muncul warna kuning di pinggir dan di ujung daun yang sudah

tua yang akhirnya mengering dan rontok, daun mengerut di mulai dari daun

tua, tunas muda dan ranting mati, terdapat bercak kuning cekung pada kulit

batang atau ranting

Pada organ generatif : kematangan buah terhambat, ukutan buah menjadi lebih

kecil dan berkeriput, kulit buah tipis dan kadang-kadang retak, buah mudah

rontok,warna buah tidak merata, buah tidak tahan disimpan lama, biji buah

menjadi kisut.

Gejala kelebihan K

Kualitas buah jelek dan berkulit kasar, pemasakan buah lama dan buah

menjadi lebih masam.

4. Sulfur

Fungsi S

Berperan dalam proses pembentukan protein, berperan dalam pembentukan

klorofil, meningkatkan ketahanan terhadap serangan jamur, membentuk

senyawa minyak bearoma.

Gejala kekurangan S

Pada organ vegetatif : daun muda berwarna hijau muda hingga kunig merata,

tanaman kurus kerdil atau perkembangannya sangat lambat.

Pada organ generatif : pematangan buah terhambat

Gejala kelebihan S : buah tumbuh tidak normal dan cepat matang.

5. Magnesium

Page 42: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Fungsi Mg

Merupakan unsur pembentuk warna hijau pada daun, regulator dalam

penyerapan unsure lain seperti P dan K, membantu translokasi pati dan

distribusi P di dalam tanaman, activator berbagai jenis enzim tanaman,

peningkatan kadar gula dan vitamin serta aroma buah.

Gejala kekurangan Mg

Pada organ vegetatif: di sekitar tulang daun tua berwarna kunig,

pangkal daun berwarna hijau gelap berbentuk huruf V dan bagian lainnya

berwarna kunig, pada keadaan kurang berat daun-daun mengalami klorosis

dan gugur.

Pada organ generatif : buah berkembang lambat dengan warna pucat.

Gejala kelebihan Mg : terdapat bercak-bercak kuning pada daun.

6. Kalsium

Fungsi Ca

Membentuk dinding sel yang kokoh, mencegah pecah buah, mencegah

terjadinya bentuk buah yang tidak sempurna, mencegah gugur bunga dan

bakal buah serta buah.

Gejala kekurangan Ca

Pada organ vegetatif : matinya titik tumbuh pada pucuk dan akar, daun muda

berwarna cokelat dan terus menggulung, daun terpilin dan mengerut.

Pada daun generatif : kuncup bunga dan buah ggugur premature, warna buah

tidak merata, buah retak-retak, tangkai buanga membusuk.

Gejala kelebihan Ca : buah keras dan tidak lentur.

7. Seng

Fungsi Zn

Bagian enzim yang berperan dalam sintesis asam indolasetat, membantu

kelancaran proses metabolisme untuk pertumbuhan dan system enzim

tanaman, berperan dalam produksi klorofil dan karbohidrat, aktif dalam proses

redoks pada proses fotosintesis.

Gejala kekurangan Zn

Page 43: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Pada organ vegetatif : daun muda pada pucuk ranting menunjukkan warna

belang hijau- kekuningan dan belang klorosis, tulang daun dan sekitarnya

berwarna hijau tua terutama pada bagian tajuk tanaman yang banyak

menerima sinar matahari, ukuran lebar dan panjang daun mengecil, helaian

daun lebih sempit dan ujung daun meruncing berwarna kunig dan klorotik,

pada daun yang menguning tersebut sering ditemukan bercak hijau tua, daun

pada ranting tumbuh kecil, tangkai daun dan ruas pada ranting memendek,

pertumbuhan daun yangmenguning berakibat kematian ranting, tanaman jeruk

kehilangan daun dan pucuk ranting meranggas, pembentukan warna kuning di

antara tulang daun pada daun muda kemudian diikuti kematian jaringan di

antara tulang daun.

Pada organ generatif : buah mengecil dan jumlah daun berkurang, warna buah

terlihat tidak sehat dan pucat, bentuk buah tidak normal, kandungan vitamin C

menurun, pembentukan bakal buah terhambat atau tanaman sama seakli tidak

dapat berbuah.

Gejala kelebihan Zn

Muncul bintik-bintik nekrosis atau sel mati dan berwarna hitam pada daun.

8. Besi

Fungsi Fe

Komponen pembentuk hema dan sitokrom yang berperan dalam

transfer electron dalam kloroplas dan mitokondria, terlibat dalam proses

pertumbuhan meristem atau titik tumbuh pada ujung akar, sebagai activator

dalam proseslkimia dalam tanaman seperti fotosintesis dan respirasi,

komponen pembentuk beberapa enzim tanaman, dibutuhkan dalam reduksi

nitrat dam sulfat, asimilasi N dan pada produksi ADP nitrogen, terlibat dalam

proses pertumbuhan meristem atau titik tumbuh pada ujung akar.

Gejala kekurangan Fe

Pada organ vegetatif : muncul warna kuning di antara tulang daun tetapi

tulang daunnya tetap berwarna hijau, selanjutnya warana daun menjadi putih,

pertumbuhan terhenti, daun gugur dan bagian pucuknya mulai mati, daun

muda menguning kecuali pada tulang daun dan mengecil serta tipis, daun

Page 44: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

yang lebih ta tetap hijau, pada kondisi kekuranagn yang parah menimbulkan

kematian dahan dan ranting tumbuh roset atau melingkar.

Pada organ generatif : buah lebih kecil dan rsa lebih masam.

Gejala kelebihan Fe

Muncul bintik-bintik atau sel mati dan berwarna hitam pada daun.

9. Tembaga

Fungsi Cu

Aktivator enzim pada proses penyimpanan cadangan makanan, sebagai

katalisator dalam proses respirasi dan perombakan karbohidrat, berperan

dalam fiksasi nitrogen, berperan dalam pembentukan biji.

Gejala kekurangan Cu

Pada organ vegetatif : daun muda akan menguning,, pertumbuhanya tertekan

kemudian berubah menjadi putih, daun-daun tua gugur, pada batang jeruk

tumbuhtonjolan getah yang melepuh, tanaman menjadi kerdil, terjadi

pigmentasiyang buruk, daun berwarna hijjau kebiruan dan melintir serta

berbentuk tidak beraturan, kadang berbintik nekrosis pada titik tumbuh pucuk

sehingga pertumbuhan pucuk terhenti dan tidak tegar membuka, ujung daun

muda bertepi menguning, system perakaran terganggu dan terjadi kematian

pada rambut akar.

Pada organ generatif : pada kulit jeruk terlihat retak-retak dan bercak hitam

seperti luka mongering.

Gejala kelebihan Cu

Pertumbuhan terhambat yang disusul dengan gejala klorosis, antagonis

dengan Fe sehingga menampakkan gejala defisiensi Fe, tanaman kerdil serta

percabangan terbatas, perpanjangan akar tertekan dan pembentukan akar

lateral berkurang, akar terkadang menebal dan berwarna menjadi agak gelap.

10. Molibdenum

Fungsi Mo

Page 45: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Berperan dalam penyerapan unsure N dan fiksai N serta asimilasi N,

sebagai activator beberpa enzim, komponen system enzim nitrogenase dan

reduksi nitrat.

Gejala kekurangan Mo

Pada organ vegetatif : mirip dengan gejala defisiensi N, muncul warna kuning

di antara tulang daun, muncu bintik-bintik kuning pada daun jeruk yang

kemudian mongering, daun menggulung dan keriput serta mongering, daun

tua menunjukkan gejala nekrosis lebih dahulu yang dimulai dari antara tulang

daun kemudia di susuusl daun muda, terkadang tepi daun menggulunng serta

pertumbuha terhambat, terkadang tepi daun menjadi gosong.

Pqada organ generatif : pembungaan terhambat.

Gejala kelebihan Mo

Warna daun menjadi kuning keemasan.

11. Mangan

Fungsi Mn

Sebagai aktivator enzim yang berperan dalam proses perommbakan

karbohidrat dan metabolisme nitrogen, bersama dengan besi membantu

terbentuknya sel-sel klorofil, ikut berbepran dalam sintesis berbagai vitamin,

mengatur permeabilitas membran.

Gejala kekurangan Mn

Pada organ vegetatif : daun muda akan berwarna kuning tetapi tulan daunya

masih tetap berwarna hijau, daun tua akan menguning dengan tulang daun

hijau, daun akan gugur lebih cepat.

Pada organ generatif : bunga tidak normal dan fruitset buah rendah,

pertumbuhan buah lammbat, bentuk buah tidak sempurna.

Gejala kelebihan Mn

Daun tua tampak berbintik cokelat yang dikelilingi lingkaran nekrosis

kuning, penyebaran klorofil tidak merata, antagonis dengan Fe dan

menampakkan gejala-gejala defisiensi unsur Fe.

Page 46: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

12. Boron

Fungsi B

Berperan dalam proses diferensiasi sel yang sedang tumbuh,

membantu sintesa protein, membantu metabolisme karbohidrat, mengatur

kebutuhan air dalam tanaman, membentuk serat dan biji, meningkatkan

pertumbuhan pollen dan pembentukan bunga dan buah, berperan dalam

absorpsi dan penyerapan Ca.

Gejala kekurangan B

Pada organ vegetatif : daun akan mengecil dan muncul bercak-bercak

kuning, pertumbuhan titik tumbuh abnormal, titik tumbuh di pucuk akan

mengerdil dan akhirnya mati sehingga cabang tanaman berhenti

memanjangkan diri, terjadi akumulasi ZPT pada titik tumbuh sehingga

daun dan ranting akan menjadi regas bila diremas, titik tumbuh pada ujung

akar membengkak dan warna akan berubah sehingga akhirnya mati,

bagian dalam tanaman akan sering mengalami disintegrasi dengan gejala

heart rot, daun memperlihatkan beberapa gejala seperti menebal dan regas

serta keriting kemudian layu, dahan dan ranting terbelah dan

mengeluarkan getah.

Pada organ generatif : bunga lebih cepat rontok, daging buah menjadi

keras, kulit buah menipis, buah mengecil.

Gejala kelebihan B

Pucuk daun menguning yang disusul dengan gejala nekrosisyang

berkembang menjadi bercak-bercak daun, daun tampak gosong dan gugur

sebelum waktunnya, gejala dimulai sebagai nekrosis dari ujung tepi daun

yang kemudian melebar hingga ke tulang daun utama, pada kondisi

kelebihan yang parah daun mengecil dengan pupus atau tuans berikutnya

pucat kecuali di sketar tulang daun, ranting kering dan mati.

13. Klor

Fungsi Cl

Page 47: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Diperlukan dalam proses reaksi fotosintesis terutama yang

berhubungan dengan evolusi oksigen, berkaitan langsunng dengan

pengaturan tekanan osmosis di dalam sel tanaman, esensial untuk

pertumbuhan tanaman,

Gejala kekurangan Cl

Pada organ vegetatif : dapat menghambat pertumbuhan kar, daun menjadi

layu dan berwarna kuning, muncul bercak-bercak kuning di permukaan

daun.

Pada organ generatif : pertumbuhan buah dan bunga terhambat.

Gejala kelebihan Cl

Terjadi penebalan dan penggulungan daun.

Page 48: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada 20 November 2009 s.d. 4

Desember 2009 di Kantor Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut

Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan berupa tanaman padi, cabe, dan

bayam, air, serta busa. Persentase larutan hidroponik yang digunakan

adalah 2% amoniak, 3% nitrat, 27% Urea, 10% P2O5, 10% K2O, 0,05%

Cu, 0,1% Mg, 0,2% S, 0,05% B, 0,1% Fe, 0,05% Mn, 0,0005% Mo, dan

0,05% Zn. Alat yang digunakan adalah bak air, stereofoam, dan gunting.

3.3 Metode

Larutan stok terdiri dari 25 gram hara hidroponik yang dicampur

dengan 4 liter air, sehingga diperoleh konsentrasi 6,25 gram/liter. Larutan

stok tersebut kemudian diencerkan kembali sampai konsentrasi 1 gram/

liter. Larutan tersebut dituangkan ke dalam bak dan ditutup dengan

sterefoam yang telah dilubangi sebelumnya. Batang bawah tanaman padi,

cabe, dan bayam digulung dengan busa dan dimasukkan ke dalam

stereofoam yang telah dilubangi.

Page 49: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah hasil dari pengamatan terhadap kondisi tanaman padi, cabe,

dan bayam

Tabel1. Kondisi daun tanaman padi, cabe, dan bayam

Tanaman Gejala

Padi Daun berwarna kuning pada bagian tepi

Cabe Daun berwarna kuning pada bagian tepi

Bayam Daun berwarna kuning dari bagian tengah

Nitrogen di dalam tanah berasal dari bahan organik, hasil pengikatan N

dari udara oleh mikroba, pupuk, dan air hujan. Nitrogen yang dikandung tanah

pada umumnya rendah, sehingga harus selalu ditambahkan dalam bentuk pupuk

atau sumber lainnya pada setiap awal pertanaman. Selain rendah, Nitrogen di

dalam tanah mempunyai sifat yang dinamis (mudah berubah dari satu bentuk ke

bentuk lain seperti NH4 menjadi NO3, NO, N2O dan N2) dan mudah hilang tercuci

bersama air drainase. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaannya, pupuk N

dalam bentuk urea atau ZA harus diberikan 2-3 kali untuk satu musim tanam,

serta dimonitor tingkat kecukupannya dengan Bagan Warna Daun (Balitpa-IRRI).

Namun bila pupuk N yang digunakan adalah pupuk yang zat haranya tersedia

lambat seperti urea tablet/briket/granul, maka pemberiannya cukup satu kali untuk

satu kali musim tanam.

Tanaman yang cukup N akan tumbuh normal, daunnya berwarna hijau dan

kuat. Tanaman akan berbunga tepat pada waktunya, dan pertumbuhan akar tak

terbatas sehingga produksi tinggi. Tanaman yang kekurangan N dapat diperbaiki

dengan pemupukan N dalam berbagai bentuk seperti Urea, ZA, DAP, pupuk

majemuk NPK, dan pupuk organic seperti: kompos, azolla, pupuk hijau, dan

kotoran ternak. Pemberian pupuk N yang tepat jumlah, waktu, dan jenis, dapat

meningkatkan efisiensi biaya dan efisiensi pupuk sehingga tanaman akan tumbuh

secara optimal. Dengan pemberian N yang tepat (tidak berlebihan) diharapkan

pula tidak terjadi pencemaran lingkungan tanah dan air.

Page 50: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Berdasarkan praktikum yang kami lakukan tanaman padi tdan cabe tidak

kekurangan nitrogen. Hal ini terlihat dari tulang daun bagian tengah pada tanaman

tersebut masih hijau dan menandakan bahwa larutan stok tersebut mampu

mencukupi kebutuhan hara pada tanaman padi dan cabe. Namun, hal ini berbeda

dengan bayam. Daun bayam mengalami kekuningan pada bagian tulang daun.

Bayam kekurangan nitrogen karena bayam merupakan tanaman sukulen yang

membutuhkan banyak nitrogen. Oleh karena itu persentase amoniak, nitart, dan

urea pada tanaman bayam harus lebih banyak dibandingkan dengan tanaman lain

dan harus dalam bak yang terpisah dengan padi dan cabe.

Fosfor (P) dalam tanah terdiri dari P-anorganik dan P-organik yang berasal

dari bahan organik dan mineral yang mengandung P (apatit). Unsur P dalam tanah

tidak bergerak (immobile), P terikat oleh liat, bahan organik, serta oksida Fe dan

Al pada tanah yang pHnya rendah (tanah masam dengan pH 4-5,5) dan oleh Ca

pada tanah yang pH-nya tinggi (tanah netral dan alkalin dengan pH 7-8). Tanah

mineral yang disawahkan pada umumnya mempunyai pH netral antara 5,5-6,5

kecuali untuk tanah sawah bukaan baru, sehingga ketersediaan P tidak menjadi

masalah.

Akibat pemupukan fosfat (P) dalam jumlah besar dan kontinyu di tanah

sawah intensifikasi selama bertahun-tahun, telah terjadi timbunan (akumulasi)

fosfat di dalam tanah. P tanah yang terakumulasi ini dapat digunakan kembali

oleh tanaman apabila reaksi tanah mencapai kondisi optimal pelepasan P tersebut.

Fosfor berperan penting dalam sintesa protein, pembentukkan bunga, buah dan

biji serta mempercepat pemasakan.

Berdasarkan pengamatan tanaman tidak ada yang kekurangan P. Hal ini terlihat

dari tidak adanya daun yang memiliki strip berwarna ungu.Kecukupan P dapat

menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi subur, anakan banyak, pemasakan

tepat waktu, dan produksi tanaman tinggi.

Kebutuhan tanaman akan hara P dapat dipenuhi dari berbagai sumber

antara lain TSP, SP-36, DAP, P-alam, NPK yang pada umumnya diberikan

sekaligus pada awal tanam. Agar pupuk yang diberikan efisien, pupuk P harus

diberikan dengan cara, waktu, serta takaran yang tepat jumlah dan jenisnya.

Page 51: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Kalium dalam tanah mempunyai sifat yang mobile (mudah bergerak)

sehingga mudah hilang melalui proses pencucian atau terbawa arus pergerakan

air. Berdasarkan sifat tersebut, efisiensi pupuk K biasanya rendah, namun dapat

ditingkatkan dengan cara pemberian 2-3 kali dalam satu musim tanam. Kalium

dalam tanaman berfungsi mengendalikan proses fisiologis dan metabolisme sel,

meningkatkan daya tanah terhadap penyakit. Kekurangan hara kalium

menyebabkan tanaman kerdil, lemah (tidak tegak), proses pengangkutan hara,

pernafasan, dan fotosintesis terganggu, yang pada akhirnya mengurangi produksi.

Berdasarkan praktikum yang kami lakukan tanaman padi dan cabe

kekurangan kalium. Hal ini terlihat dari daun yang menguning dari bagian tepi.

Padi Kekurangan K karena padi membutuhkan banyak kalium yang tersimpan

dalam jerami. Oleh karena itu jerami padi yang dikembalikan ke tanah dapat

digunakan sebagai pupuk organik. Kadar K dalam jerami umumnya 1 % sehingga

dalam 5 ton jerami terdapat sekitar 50 kg K setara dengan pemupukan 50 kg

KCl/ha.

Pengembalian jerami dalam bentuk segar maupun dikomposkan di lahan

sawah harus digalakkan, karena selain mengandung unsur K juga mengandung

unsur hara lain seperti N, P, Ca, Mg dan unsur mikro, hormon pengatur tumbuh

serta asam-asam organik yang sangat berguna bagi tanaman. Penambahan jerami

dan bahan organik lain dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah dan

keragaman hayati/biologi tanah yang secara tidak langsung dapat meningkatkan

dan mengefisienkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman.

Tanaman cabe kekurangan kalium karena cabe membutuhkan kalium lebih

banyak untuk keberlangsungan hidupnya dan untuk pembentukan pertumbuhan

bunga dan buah cabe. Ketersediaan cabe yang cukup mampu membuat kulit buah

cabe bagus. Untuk menghindari defisiensi kalium pada padi dan cabe perlu

adanya penambahan konsentrasi K2O pada media.

Berdasarkan praktikum, kami tidak melihat adanya kekurangan unsure

hara mikro pada tanaman padi, cabe, dan bayam, sehingga dengan konsentrasi

tersebut mampu menyediakan unsur mikro dalam jumlah yang cukup.

Page 52: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kultur Air merupakan salah satu subsistem dari hidroponik yang mana

merupakan suatu teknik untuk memanfaatkan hara secara maksimal. Namun

dalam pelaksaannya perlu memerhatikan kecukupan hara untuk setiap jenis

tanaman. Kecukupan hara setiap jenis tanaman berbeda, sehingga perlu adanya

pemisahan bak antar masing- masing tanaman. Tanaman padi dan cabe banyak

menyerap kalium sehingga konsentrasi kalium dalam media harus tinggi,

sedangkan tanaman bayam banyak menyerap unsur nitrogen sehingga konsentrasi

nitrogen dalam media harus tinggi.

5.2 Saran

Sebaiknya perlu adanya percobaan dengan jumlah tanaman yang lebih

banyak, adanya ulangan pada setiap tanaman, dan bak air yang berbeda- beda

untuk setiap tanaman.

Page 53: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

DAFTAR PUSTAKA

Susila, Musfati, A, Rosadi, B, Oktafiani. 2009. Modifikasi Sistem

hidroponik Kultur Air (Water Culture) pada Tanaman Pak Choi (Brassica

chinensis L.). Skripsi Universitas Lampung

Notohadinegoro, Tejoyuwono. 2006. Konsep Sempit Lingkup Pertanian

Kendala Berat Bagi Pembangunan Nasional. Repro : Ilmu Tanah Universitas

Gadjah Mada

Anas D. 2009. Fertigasi pada Budidaya Tanaman Sayuran dalam

Greenhouse. Bogor. Bahan Ajar Dasar-Dasar Hortikulura AGH 342

Page 54: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

LAPORAN PRAKTIKUM

DEFISIENSI HARA

Oleh :

Siti Khalimah A24070038

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 55: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan derah tropis. Di kawasan tropis banyak ditemukan

areal pertanian yang tingkat kesuburannya rendah. Pemupukan merupakan salah

satu jawaban pokok untuk menjadikan lahan pertanian yang subur dan lebih

produktif. Namun, perlu dilaksanakan dalam kerangka manajemen tanah dan

tanaman yang sesuai agar diperoleh hasil yang menguntungkan secara ekonomis

dan mendukung pertanian berkelanjutan.

Langkah-langkah optimasi tersebut dibutuhkan dalam segala keadaan,

apalagi dalam kondisi harga asupan yang tinggi seperti belakangan ini, termasuk

pupuk. Ketersediaan hara tertentu di masing-masing areal bisa berbeda dari satu

daerah dengan daerah lain dan dari waktu ke waktu. Hasil analisa kimia tanah

akan menjadi pedoman aplikasi hara di masing-masing areal atau lahan sehingga

tidak kurang ataupun berlebihan.

Tujuan dari strategi tingkat aplikasi hara ialah agar aplikasi pupuk

dilakukan pada tingkat yang paling ekonomis, optimalisasi hara bagi tanaman, dan

agronomist. Di sini faktor yang menentukan termasuk rasio harga tanaman yang

dihasilkan dan pupuk, dan juga tipe respon terhadap aplikasi hara di lahan

tertentu.

1.2 Tujuan

Tujuan percobaan ini adalah melatih mahasiswa untuk mengetahui

komposisi hara yang tepat dan dampaknya terhadap pertumbuhan tanaman.

Page 56: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Padi, cabe, dan bayam merupakan komoditas penting dalam mendukung

ketahanan pangan nasional. Komoditas berperan sebagai sumber karbohidrat,

protein nabati, vitamin, dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi. Produksi padi,

cabe, dan bayam di Indonesia meningkat setiap tahun. Peningkatan produksi lebih

banyak terkait dengan peningkatan produksi yang merupakan dampak dari

penerapan teknologi budidaya (Adiyoga 1999). Budidaya tanaman adalah

manajemen dalam memadukan teknologi dan kemampuan (skill) petani dalam

memanfaatkan sumber daya, termasuk unsur hara yang diperlukan tanaman untuk

tumbuh dan menghasilkan produk dengan efisien dan menguntungkan (Sanchez

1976).

Menurut Thompson dan Knoxfield (1995) analisis kimia tanah dan daun

tanaman memberikan panduan untuk menentukan pemupukan yang tepat. Hal ini

dapat mencegah pemborosan akibat penggunaan komponen pupuk yang

sebenarnya sudah tersedia di tanah. Selama ini petani selalu memberikan

pemupukan NPK secara rutin tanpa mengetahui kandungan mineral tersebut di

tanah. Dalam dua dasawarsa terakhir, aplikasi teknologi penggunaan pupuk kimia

berkembang pesat dalam budidaya padi, cabe, dan bayam tinggi. Penggunaan

input agrokimia secara tidak terkendali menjadi penyebab turunnya produktivitas,

kualitas sumber daya, dan pencemaran lingkungan (Kruseman et al. 1993;

Stringer 1998). Berdasarkan hal tersebut, budidaya padi, bayam, dan cabe perlu

memperhatikan penggunaan input sesuai kebutuhan tanaman atau “feed what the

crop needs” tanpa menimbulkan dampak negatif bagi sumber daya dan

lingkungan.

Pemupukan yang efisien dapat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan sejarah

lahan pertanian sehingga analisis kimia tanah dan daun tanaman sangat penting

untuk dilakukan secara berkala. Analisis tanah memperkirakan kemampuan tanah

untuk menyediakan nutrisi yang diperlukan oleh tanaman sedangkan analisis daun

mengukur kondisi ketersediaan nutrisi di tanaman itu sendiri. Kedua hal ini dapat

Page 57: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

memberikan informasi tentang defisiensi nutrisi sebelum gejala defisiensi itu

tampak pada tanaman (Rideout, 2002).

Profil tanah yang normal lapisan tanah atas merupakan sumber unsur-

unsur hara makro dan hara mikro. Hara makro adalah unsur hara yang diperlukan

dalam jumlah banyak seperti nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan

belerang. Hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah sedikit,

seperti mangan, boron, tembaga, besi, seng, serta molybdenum. Hara makro dan

hara mikro merupakan hara yang sangat esensial bagi pertumbuhan tanaman

(Soepardi, 1983).

Nitrogen

Nitrogen adalah hara utama tanaman dan merupakan komponen dari asam

amino, asam nukleid, nucleotides, klorofil, enzim, dan hormon. Ketersediaannya

di tanah dipengaruhi oleh keseimbangan antara input dan output dalam sistem

tanah. Unsur N mudah hilang dari tanah melalui volatilisasi atau perkolasi air

tanah, mudah berubah bentuk (mudah menguap), dan mudah pula diserap tanaman

(Shellp 1987; Mattason dan Schjoerring 2002; Abdolzadeh et al. 2008).

Nitrogen merupakan elemen pembatas pada hampir semua jenis tanah.

Oleh karena itu, pemberian pupuk Nitrogen yang tepat sangat penting untuk

meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, khususnya dalam sistem pertanian

intensif. Tanaman menyerap unsur N dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat

(NO3-). Keberadaan NH4

+ sangat dinamis karena mudah berubah bentuk menjadi

nitrat nitrogen (NO3-) akibat proses nitrifikasi oleh organisme tanah (Mattason dan

Schjoerring 2002; Setyorini dan Ladiyani 2008). Kekurangan N mengakibatkan

pertumbuhan tanaman terhambat dan kerdil, daun kuning, serta mempengaruhi

Fosfor

Fosfor (P) adalah hara utama tanaman yang penting untuk perkembangan

akar, anakan, berbunga awal, dan pematangan. Fosfor tidak mudah bergerak

(immobile) dalam tanah, tetapi mobile dalam tanaman. Hara P di tanah tersedia

dalam jumlah cukup bagi tanaman, tetapi karena sifatnya dinamis, bergantung

pada reaksi tanah, sebagian terikat atau terfiksasi oleh oksida dan mineral liat

Page 58: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

membentuk Al, Fe, dan Ca- P atau oleh bahan organik (Tisdale et al. 1985; Wien

1997). Kekurangan P menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat akibat

terganggunya perkembangan sel dan akar tanaman, metabolisme karbohidrat, dan

transfer energi (Marshner 1986; Delvian 2006).

Kalium

Kalium (K) adalah hara tanaman utama yang dibutuhkan untuk

meningkatkan perkembangan akar dan vigor tanaman, ketahanan terhadap

kerebahan dan hama atau penyakit. Kalium mobile dalam tanaman dan sangat

mobile di dalam tanah. Kalium seringkali merupakan unsur pembatas untuk

memperoleh hasil padi yang tinggi setelah nitrogen (N). Cadangan K dalam tanah

cukup banyak. Pada jerami padi, kandungan K mencapai 80% (Tandon dan

Kimmo 1993; Makarim 2007). Meski hanya sebagian kecil K tersedia yang dapat

dimanfaatkan oleh tanaman, hara K mudah bergerak, terlindi, dan terikat oleh

permukaan koloid tanah (Wien 1997; Barker dan Pilbean 2006).

Gejala kahat K adalah tanaman hijau gelap dan kerdil dengan margin daun

cokelat kekuningan dan atau dengan margin dan ujung daun tua nekrotik, gejala

kahat K pada daun dapat menyerupai gejala penyakit tungro, namun tungro

biasanya terjadi pada spot-spot yang tersebar (tidak menyeluruh) dan lebih nyata

warna daun kuning dan oranye dan tanaman kerdil; gejala pada daun nampak pada

fase pertumbuhan lanjut, akar tidak sehat dan menghitam, kerebahan dan

kehampaan gabah tinggi, bobot gabah lebih ringan. Kahat K terjadi di daerah

pertanaman yang intensif yang mendapat pemupukan N dan P tinggi. K seringkali

kurang pada tanah berpasir atau bertekstur kasar, tanah.

Kalsium

Sebagian besar tanah mengandung cukup kalsium untuk menyokong

pertumbuhan tanaman dengan baik. Unsur tersebut tersedia di tanah dan

berkurang akibat intensifnya pengelolaan lahan untuk produksi tanaman (Suwandi

1982, 1984).Namun, tanah masam akibat curah hujan yang tinggi dan sering

dipupuk dengan kapur untuk menaikkan pH, kalsium tidak dapat ditranslokasikan

dalam floem dengan baik. Akibatnya kekahatan sering terlihat lebih jelas. Daerah

Page 59: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

meristematik pada akar, batang, dan daun yang selnya aktif membelah merupakan

bagian yang paling peka. Hal ini terjadi karena kalsium dibutuhkan untuk

pembentukan lamella tengah baru pada lempeng sel, yang tumbuh diantara dua sel

anak. Jaringan yang mengerut dan berubah bentuk juga disebabkan karena

kekurangan kalsium dan jaringan meristematik mati lebih awal. Marshner (1986)

menambahkan bahwa gejala tanaman yang kekurangan Ca yaitu terhambatnya

pertumbuhan pucuk (titik tumbuh), kemudian pertumbuhan tanaman kerdil dan

mati.

Magnesium

Hara Mg merupakan unsur makro sekunder yang sering terlupakan

pengelolaannya dalam usaha tani. Unsur tersebut tersedia di tanah dan berkurang

akibat intensifnya pengelolaan lahan untuk produksi tanaman (Suwandi 1982,

1984). Tanpa magnesium, gejala yang pertama terlihat adalah klorosis pada daun

tua. Biasanya klorosis ini tampak pada diantara urat- urat daun, karena sel- sel

mesofil di dekat ikatan pembuluh mempertahankan klorofil lebih lama daripada

sel parenkim. Tisdale et al. (1985) menambahkan kekurangan Mg pada tanaman

mengganggu unsur penyusun klorofil daun, yang ditandai oleh warna kuning di

antara tulang-tulang daun yang menua Tisdale et al. 1985; Tandon dan Kimmo

1993; Wien 1997).

Mangan

Mangan diserap dalam bentuk ion Mn2+. Seperti hara mikro lainnya, Mn

dianggap dapat diserap dalam bentuk kompleks khelat dan pemupukan Mn sering

disemprotkan lewat daun. Mn dalam tanaman tidak dapat bergerak atau beralih

tempat dari logam yang satu ke organ lain yang membutuhkan. Mangaan terdapat

dalam tanah berbentuk senyawa oksida, karbonat dan silikat dengan nama

pyrolusit (MnO2), manganit (MnO(OH)), rhodochrosit (MnCO3) dan rhodoinit

(MnSiO3). Mn umumnya terdapat dalam batuan primer, terutama dalam bahan

ferro magnesium. Mn dilepaskan dari batuan karena proses pelapukan batuan.

Kadar Mn dalam tanah berkisar antara 300 smpai 2000 ppm. Bentuk Mn dapat

Page 60: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

berupa kation Mn2+ atau mangan oksida, baik bervalensi dua maupun valensi

empat.

Penggenangan dan pengeringan yang berarti reduksi dan oksidasi pada

tanah berpengaruh terhadap valensi Mn. Mn merupakan penyusun ribosom dan

juga mengaktifkan polimerase, sintesis protein, karbohidrat. Berperan sebagai

activator bagi sejumlah enzim utama dalam siklus krebs, dibutuhkan untuk fungsi

fotosintetik yang normal dalam kloroplas,ada indikasi  dibutuhkan dalam sintesis

klorofil. Defisiensi unsur Mn antara lain pada cabe dan bayam interveinal

chlorosis pada daun muda mirip kekahatan Fe tetapi lebih banyak menyebar

sampai ke daun yang lebih tua, pada padi bercak-bercak warna keabu-abuan

sampai kecoklatan.

Boron

Boron dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan kadarnya

berkisar antara 7-80 ppm. Boron dalam tanah umumnya berupa ion borat hidrat

B(OH)4-. Boron yang tersedia untuk tanaman hanya sekitar 5%dari kadar total

boron dalam tanah. Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman

melalui proses aliran masa dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam

bentuk senyawa organik. Boron juga banyak terjerap dalam kisi mineral lempung

melalui proses substitusi isomorfik dengan Al3+ dan Si 4+. Mineral dalam tanah

yang mengandung boron antara lain turmalin, kernit, kolamit, uleksit, dan aksinat.

Boron diikat kuat oleh mineral tanah, terutama seskuioksida (Al2O3 + Fe2O3).

Fungsi boron dalam tanaman antara lain berperanan dalam metabolisme

asam nukleat, karbohidrat, protein, fenol dan auksin. Di samping itu boron juga

berperan dalam pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel, permeabilitas

membran, dan perkecambahan serbuk sari. Gejal defisiensi hara mikro ini antara

lain : pertumbuhan terhambat pada jaringan meristematik (pucuk akar), mati

pucuk (die back), mobilitas rendah, buah yang sedang berkembang sngat rentan,

mudah terserang penyakit.

Page 61: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Tembaga

Tembaga (Cu) diserap dalam bentuk ion Cu++ dan mungkin dapat diserap

dalam bentuk senyaewa kompleks organik, misalnya Cu-EDTA (Cu-ethilen

diamine tetra acetate acid) dan Cu-DTPA (Cu diethilen triamine penta acetate

acid). Dalam getah tanaman bik dalam xylem maupun floem hampir semua Cu

membentuk kompleks senyawa dengan asam amino. Cu dalam akar tanaman dan

dalam xylem > 99% dalam bentuk kompleks.

Dalam tanah, Cu berbentuk senyawa dengan S, O, CO3 dan SiO4

misalnya kalkosit (Cu2S), kovelit (CuS), kalkopirit (CuFeS2), borinit (Cu5FeS4),

luvigit (Cu3AsS4), tetrahidrit [(Cu,Fe)12SO4S3)], kufirit (Cu2O), sinorit (CuO),

malasit [Cu2(OH)2CO3], adirit [(Cu3(OH)2(CO3)], brosanit [Cu4(OH)6SO4].

Kebanyakan Cu terdapat dalam kloroplas (>50%) dan diikat oleh plastosianin.

Senyawa ini mempunyai berat molekul sekitar 10.000 dan masing-masing

molekul mengandung satu atom Cu. Hara mikro Cu berpengaruh pafda klorofil,

karotenoid, plastokuinon dan plastosianin.

Fungsi dan peranan Cu antara lain : mengaktifkan enzim sitokrom-

oksidase, askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan laktase. Berperan dalam

metabolisme protein dan karbohidrat, berperan terhadap perkembangan tanaman

generatif, berperan terhadap fiksasi N secara simbiotis dan penyusunan

lignin.Adapun gejala defisiensi / kekurangan Cu antara lain : pembungaan dan

pembuahan terganggu, warna daun muda kuning dan kerdil, daun-daun lemah,

layu dan pucuk mongering serta batang dan tangkai daun lemah.

Besi

Fe adalah hara esensial yang dibutuhkan tanaman untuk mendukung

transportasi elektron dalam proses fotosintesis. Fe merupakan akseptor elektron

penting dalam reaksi redoks dan aktivator untuk beberapa enzim. Kekurangan Fe

akan menghambat absorpsi K. Fe tidak mobile, baik dalam tanaman maupun

tanah. Setelah kahat unsur utama N, P, K, S, dan Zn, kahat Fe merupakan urutan

penting berikutnya yang membatasi hasil tanaman padi. Aplikasinya harus

berimbang agar terjamin pertumbuhan tanaman yang sehat dan produktif.

Page 62: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Unsur mikro ini diserap dalam bentuk ion ferri (Fe3+) atau pun ferro

(Fe2+). Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan

organik). Mineral Fe antara lain olivin (Mg, Fe)2SiO, pirit, siderit (FeCO3), gutit

(FeOOH), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3) dan ilmenit (FeTiO3) Besi dapat

juga diserap dalam bentuk khelat, sehingga pupuk Fe dibuat dalam bentuk khelat.

Khelat Fe yang biasa digunakan adalah Fe-EDTA, Fe-DTPA dan khelat yang lain.

Fe dalam tanaman sekitar 80% yang terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma.

Penyerapan Fe lewat daun dianggap lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan

lewat akar, terutama pada tanaman yang mengalami defisiensi Fe. Dengan

demikian pemupukan lewat daun sering diduga lebih ekonomis dan efisien.

Fungsi Fe antara lain sebagai penyusun klorofil, protein, enzim, dan berperanan

dalam perkembangan kloroplas. Sitokrom merupakan enzim yang mengandung Fe

porfirin. Kerja katalase dan peroksidase adalah Catalase : H2O + H2O  O2 +

2H2O dan Peroksidase : AH2 + H2O  A + H2O.

Gejala kahat Fe adalah terhambatnya pembentukan klorofil, penyusunan

protein menjadi tidak sempurna, kenaikan kadar asam amino pada daun dan

penurunan jumlah ribosom secara drastic, penurunan kadar pigmen dan protein

antar tulang daun menguning, mengakibatkan pengurangan aktivitas semua

enzim, dan daun yang muncul mengalami klorosis. Seluruh daun dan bagian

tanaman menguning (khlorotik). Produksi bahan kering dan hasil juga dapat

menurun. Kahat Fe tidak dijumpai pada sawah tergenang yang sedikit asam,

namun banyak dijumpai pada sawah dengan tekstur tanah berpasir, kalkareous dan

bereaksi alkalin. Kahat Fe sering dijumpai pada lahan kering dengan tanah

bereaksi netral, kalkareous dan alkalin (basa). Sumber Pupuk Fe yang biasa

digunakan adalah larutan fero sulfat (20-30 % Fe), fero amonium sulfat (14 %

Fe), dan chelate besi (5-14 %).

Seng

Seng atau Zinc (Zn) adalah hara utama penting yang dibutuhkan tanaman

untuk beberapa proses biokimia dalam tanaman jagung ketan, termasuk produksi

klorofil dan integritas membran. Oleh karenanya kahat Zn mempengaruhi warna

Page 63: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

dan turgor tanaman. Zn hanya sedikit mobil dalam tanaman dan sangat mobil di

dalam tanah.

Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn2+ dan dalam tanah alkalis

mungkin diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)+. Di samping itu, Zn diserap

dalm bentuk kompleks khelat, misalnya Zn-EDTA. Seperti unsur mikro lain, Zn

dapat diserap lewat daun. Kadar Zn dalam tanah berkisar antara 16-300 ppm,

sedangkan kadar Zn dalam tanaman berkisar antara 20-70 ppm.

Zn membatasi pertumbuhan tanaman, suplai Zn tanah rendah atau kondisi

tanah buruk (misalnya, selalu kebanjiran) menghalangi serapan Zn oleh tanaman.

Pada kasus tertentu, Zn perlu diberikan sesuai kebutuhan. Hara lainnya perlu

diberikan dalam jumlah seimbang untuk menjamin respon tanaman yang baik

terhadap pupuk Zn dan pencapaian pertumbuhan tanaman yang sehat dan

produktif.

Gangguan akibat kekahatan seng, meliputi daun kerdil karena

terhambatnya pertumbuhan daun muda dan ruas batang. Tepi daun jagung sering

tampak mengerut dan berubah bentuk dan klorosis di antar urat daun.

Molibdenum

Molibdenum diserap dalam bentuk ion Mo4-. Variasi antara titik kritis

dengan toksis relatif besar. Bila tanaman terlalu tinggi, selain toksis bagi tanaman

juga berbahaya bagi hewan yang memakannya. Hal ini agak berbeda dengan sifat

hara mikro yang lain. Pada daun kapas, kadar Mo sering sekitar 1500 ppm.

Umumnya tanah mineral cukup mengandung  Mo.

Fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat

reduktase dan xantine oksidase. Gejala yang timbul karena kekurangan Mo

hampir menyerupai kekurangan N. Kekurangan Molibdenum dapat menghambat

pertumbuhan tanaman, daun menjadi pucat dan mati dan pembentukan bunga

terlambat. Gejala defisiensi Mo dimulai dari daun tengah dan daun bawah. Daun

menjadi kering kelayuan, tepi daun  menggulung dan daun umumnya sempit. Bila

defisiensi berat, maka lamina hanya terbentuk sedikit sehingga kelihatan tulang-

tulang daun lebih dominan.

Page 64: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Klor

Klor merupakan unsur yang diserap dalam bentuk ion Cl- oleh akar

tanaman dan dapat diserap pula berupa gas atau larutan oleh bagian atas tanaman,

misalnya daun. Kadar Cl dalam tanaman sekitar 2000-20.000 ppm berat tanaman

kering. Kadar Cl yang terbaik pada tanaman adalah antara 340-1200 ppm dan

dianggap masih dalam kisaran hara mikro. Klor dalam tanah tidak diikat oleh

mineral, sehingga sangat mobile dan mudah tercuci oleh air drainase. Sumber Cl

sering berasal dari air hujan, oleh karena itu, hara Cl kebanyakan bukan

menimbulkan defisiensi, tetapi justru menimbulkan masalah keracunan tanaman.

Klor berfungsi sebagai pemindah hara tanaman, meningkatkan osmose sel,

mencegah kehilangan air yang tidak seimbang, memperbaiki penyerapan ion

lain,untuk tanaman kelapa dan kelapa sawit dianggap hara makro yang penting.

Juga berperan dalam fotosistem II dari proses fotosintesis, khususnya dalam

evolusi oksigen.

Gejala kekahatan klorin pada daun meliputi, menurunnya pertumbuhan,

pelayuan, dan munculnya bercak nekrosis. Akhirnya daun sering berwarna coklat

lembaga. Akar menjadi pendek, tetapi tebal atau membengkak di bagian ujunya.

Kekahatan klorida jarang terjadi di alam karena kelarutan dan ketersediaannya

yang tinggi dalam tanah.

Tingkat ketersediaan unsur hara bagi tanaman bergantung pada banyak

faktor, antara lain status hara dalam tanah dengan keragaman jenis dan sifatnya,

ketersediaan air (irigasi), jenis tanaman yang diusahakan, dan pola pemupukan

sebelumnya (Sanchez 1976; Tisdale et al. 1985).

Kekurangan unsur hara pada tanaman sering termanifestasikan pada daun

(Marshner 1986; Delvian 2006). Upaya untuk mengatasi kekurangan unsur hara

adalah pemupukan dengan pupuk anorganik atau organik sesuai kebutuhan

tanaman. Masalah umum dalam pemupukan adalah rendahnya efisiensi serapan

unsur hara oleh tanaman. Efisiensi pemupukan N dan K tergolong rendah,

berkisar antara 30-40% (Setyorini dan Ladiyani 2008). Efisiensi pemupukan P

Page 65: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

oleh tanaman juga rendah, berkisar 15-20% (Suwandi 1988; Hilman dan Suwandi

1989). Teknologi pemupukan N, P, dan K spesifik lokasi untuk meningkatkan

efisiensi, produktivitas, dan mutu hasil sayuran dataran tinggi (tomat dan kentang)

diungkapkan oleh Hilman et al. (1992) serta Hilman dan Suwandi (1987a, 1987b,

1989). Teknologi cabai di dataran rendah dilaporkan oleh Suwandi dan Hilman

(1992a, 1992b). Penerapan teknologi penggunaan pupuk yang tepat, baik jenis,

takaran maupun aplikasinya, dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P, dan

K hingga 40-50%.

Page 66: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada 20 November 2009 s.d. 4 Desember 2009

di Kebun Percobaan Sawah Baru, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan berupa tanaman padi, cabe, dan bayam,

air, serta busa. Persentase larutan hidroponik yang digunakan adalah 2% amoniak,

3% nitrat, 27% Urea, 10% P2O5, 10% K2O, 0,05% Cu, 0,1% Mg, 0,2% S, 0,05%

B, 0,1% Fe, 0,05% Mn, 0,0005% Mo, dan 0,05% Zn. Alat yang digunakan adalah

bak air, stereofoam, dan gunting.

3.3 Metode

Larutan stok terdiri dari 25 gram hara hidroponik yang dicampur dengan 4

liter air, sehingga diperoleh konsentrasi 6,25 gram/liter. Larutan stok tersebut

kemudian diencerkan kembali sampai konsentrasi 1 gram/ liter. Larutan tersebut

dituangkan ke dalam bak dan ditutup dengan sterefoam yang telah dilubangi

sebelumnya. Batang bawah tanaman padi, cabe, dan bayam digulung dengan busa

dan dimasukkan ke dalam stereofoam yang telah dilubangi.

Pengamatan dilakukan terhadap kondisi tanaman. Kondisi tanaman yang

dilihat adalah gejala defisiensi hara, cukup hara, atau kelebihan hara.

Page 67: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada kultur air tanaman padi,

cabai dan bayam yang telah ditanam, hasil yang diperoleh yaitu daun baik pada

tanaman padi, cabai dan bayam terlihat berwarna hijau kekuningan bahkan ada

yang sudah menguning. Pertumbuahan ketiga tanaman tersebut juga sedikit

lambat dan terlihat kecil. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketiga tanaman

yang ditanam dalam kultur air mengalami gejala defisiensi unsur nitrogen (N).

Berdasarkan literatur, tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya :

pertumbuhan lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan

tegak, daun-daun tua cepat menguning dan mati.

Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam

jumlah yang banyak. Sumber nitrogen dapat berasal dari air hujan dan melalui

penambahan pupuk buatan seperti Urea atau ZA. Zat lemas diserap oleh akar

tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+ , protoplasma yang hidup terdiri dari

kira-kira 25% bahan kering dengan komposisi 50-50% zat-zat putih telur dan 5-

10% lipoiden dan persenyawaan lainnya yang mengandung N. Kadar zat lemas

dari protoplasma kira-kira antara 2-2,5%. Dengan adanya pemungutan hasil

tanaman secara besar-besaran maka banyak sekali zat lemas yang hilang. Nitrogen

di dalam tanaman merupakan unsur yang sangat penting untuk pembentukan

protein, daun-daunan dan berbagai persenyawaan organik lainnya. Nitrogen

ditinjau dari berbagai sudut, mempunyai pengaruh positif sebagai berikut :

Besar pengaruhnya dalam menaikkan potensi pembentukan daun-daun dan

ranting. Mempunyai pengaruh positif terhadap kadar protein pada rumput dan

tanaman makanan ternak dan lainnya.

Bila terjadi kelebihan N, tanaman akan tampak terlalu subur, ukuran daun

akan menjadi lebih besar, batang menjadi lunak dan berair (sekulensi) sehingga

mudah rebah dan mudah diserang penyakit. Kelebihan juga dapat menyebabkan

penundaan pembentukan bunga, bahkan mudah lebih mudah rontok dan

pemasakan buah cenderung terlambat. Biarpun ada hubungan yang erat antara

pemberian N dengan sejumlah bahan kering yang dihasilkan, tidak berarti bahwa

Page 68: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

pemberian zat N itu harus sebanyak-banyaknya sebab pemberian zat N yang

berlebih akan dapat membahayakan. Memang benar pemberian N akan

menghasilkan banyak bahan hijau berupa daun dan batang tetapi pemberian N

yang banyak dapat memperlambat masaknya biji.

Page 69: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tanaman padi, cabai, dan bayam

yang ditanam dengan kultur air dapat disimpulkan bahwa ketiga tanaman tersebut

mengalami gejala defisiensi unsure makro yaitu nitrogen (N). Ketiga tanaman

tersebut pertumbuhannya lambat sehingga terlihat kecil, pada daun-daunnya pun

terlihat berwarna hijau kekuningan bahkan ada yang kuning. Untuk mengatasi

masalah tersebut perlu ditambahkan N berupa pupuk Urea ataupun ZA pada

larutan kultur.

5.2. Saran

Saran untuk praktikum ini adalah jumlah tanaman dan media untuk

pengamatan defisiensi hara ditambah agar seluruh praktikan dapat mengamati

gejala-gejala defisiensi yang ada sehingga mengerti dan dapatmembedakan

defisiensi masing-masing unsure hara pada tanaman.

Page 70: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

DAFTAR PUSTAKA

Abdolzadeh, A., K. Shima, H. Lambers, and K. Chiba. 2008. Change in uptake,

transport and accumulation of ions in Nerium oleander (rosbebay) as

affected by different nitrogen sources and salinity. Ann. Bot. 102(5): 735-

746.

Adiyoga, W. 1999. Pola pertumbuhan produksi beberapa jenis sayuran di

Indonesia. J. Hort. 9(2): 258-265.

Baker, A.V. and D.J. Pilbean. 2006. Hunger sign in crops. In Handbook of Plants

Nutrition 117. CRC Press.

Delvian. 2006. Faktor penting bagi pertumbuhan pohon dalam pengembangan

hutan tanaman industri. Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara. 21 hlm.

Kruseman, G., H. Hengsdijk, and R. Ruben. 1993. Disentangling the concept of

sustainability. Conceptual definitions, analytical framework and operation

techniques in sustainable land use. DLV Report No. 2, CABO-DLO,

Wageningen, the Netherlands.

Makarim, A.K. 2007. Aplikasi Ekofisiologi dalam Sistem Produksi Padi

Berkelanjutan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Fisiologi

Tanaman. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 74 hlm.

Marshner, H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press Inc.,

London. p.195-265 & 391-407.

Mattason, M. and J.K. Schjoerring. 2002. Dynamic and steady-atate responses of

inorganic nitrogen pools and NH3 exchange in root nitrogen supply. Plant

Physiol. 128(2): 742-750.

Page 71: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Rideout, J. W. 2002. Soil Facts, Soil and Plant Analysis for Apple Trees. North

Carolina Cooperative Extension Service. Carolina. US

Sanchez, P.A. 1976. Properties and management of soils in the tropics.

Department of Soil Science, North Carolina State University. A. Wiley-

Interscience Publication. John Wiley and Sons, New York, London,

Sydney, Toronto.

Setyorini, D. dan R.W. Ladiyani. 2008. Cara cepat menguji status hara dan

kemasaman tanah. www.litbang.deptan.go.id. [8 Januari 2009].

Shellp, B.J. 1987. Plant characteristics and nutrient composition and mobility of

brocoli supplied with NH4+, NP3 or NH4NO3. J. Exp. Bot.

http://jxb.oxfordjournals.org. [18 Desember 2009]

Siswanto, D. dan Ekowati, G. 2009. Evaluasi Kualitas Buah dan Hara Makro

Daun Apel Rome Beauty di Bumiaji, Batu, Malang.

http://fisika.brawijaya.ac.id. [18 Januari 2009].

Stringer, R. 1998. Environmental policy and Australia’s horticulture sector. CIES

Policy Discussion Paper. Univ. Adelaide, Australia.

http://papers.ssrn.com. [18 Januari 2009].

Suwandi. 1982. Effects of dolomite application on tomato, potato and bean grown

in highland areas of Lembang. Buletin Penelitian Hortikultura 9(4):7- 16.

Suwandi. 1984. Pengaruh sisa pemupukan magnesium pada tanaman tomat,

kentang, dan kacang jogo. Buletin Penelitian Hortikultura 11(2): 17-26.

Suwandi. 1988. Effect of mulching and planting distance of Talaut variety of

chinnese cabbage. Buletin Penelitian Hortikultura 16(2): 26-33.

Page 72: LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AIR DAN HARA TANAMAN (AGH 322)

Suwandi. 2009. Menakar Kebutuhan Hara Tanaman Dalam Pengembangan

Inovasi Budidaya Sayuran Berkelanjutan. http://www.pustaka-deptan.go.id. [18

Januari 2009].

Suwandi and Y. Hilman. 1988. Effect of liming and NP fertilizer application on

Sangihe varieties of chinnese cabbage. Buletin Penelitian Hortikultura

17(1): 37-40.

Tandon, H.L.S. and I.J. Kimmo. 1993. Balanced Fertilizers Use. Its practical

importance and guidelines for agriculture in the Asia-Pacific Region.

United Nation, New York. 49 pp.

Thompson, W. And Knoxfield. 1995. Orchad Nutrition 2, Soil and Leaf Analysis.

Agriculture Notes. State of Victoria, Department of Primary Industries

Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers.

Fourth Ed. Macmillan Publ. Co., New York. 754 pp.

Wien, H.C. 1997. The Physiology of Vegetable Crops. Department of Fruit and

Vegetables Science, Cornell University of Thaca, New York. CAB

International.