laporan praktikum fisiologi hewan
DESCRIPTION
EritrositTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
“Penentuan Jumlah Eritrosit”
Tanggal praktikum : 7 Oktober 2015
Disusun oleh :
Aida Fauzia 081311433061
Rizki Sulistyowati 081311433067
Yuli Winarsih 081311433092
Kelas D1
Dosen yang Asistensi :
Dr. Dwi Winarni, M.Si
PROGRAM STUDI BIOLOGI
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
A. Tujuan
Pada praktikum ini, praktikan dapat mempelajari dan memahami prinsip kerja
bilik hitung Improved Neubauer yang digunakan dalam perhitungan jumlah eritrosit.
B. Dasar Teori
Darah merupakan cairan yang mengalir dan bersirkulasi ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah dalam sistem kardiovaskular (Colville & Bassert, 2008).
Darah juga partikel suspensi yang mengandung elektrolit. Pemeriksaan hematologi
pada hewan berfungsi sebagai screening test untuk menilai kesehatan secara umum,
kemampuan tubuh melawan infeksi untuk evaluasi status fisiologis hewan dan untuk
membantu menegakkan diagnosa (Jain 1993). Darah terdiri atas bagian yang penting,
yaitu plasma darah dan sel darah. Di dalam plasma darah terdapat air (dengan
elektrolit terlarut) serta protein darah (albumin, globulin, dan fibrinogen). Sedangkan
komponen sel darah adalah eritrosit, leukosit dan trombosit. Ketiga sel tersebut
terbentuk dari stem cell yang sama, yaitu sel induk pluripotent. Pada mamalia dan
unggas, pembentukan sel darah pertama kali terjadi di dalam yolk sac. Sekitar
pertengahan kehamilan, pembentukan sel darah terjadi di dalam beberapa jaringan
tubuh, misalnya sumsum tulang, hati, limpa, timus dan nodus limpaticus. Menjelang
masa kelahiran sampai dan dewasa, sumsum tulang pipih berperan utama dalam
hematopoeiesis tersebut. Sumsum tulang merupakan organ tempat dihasilkannya sel
darah. Di dalam sumsum tulang terdapat sel yang disebut stem hemopoietik
pluripoten yang akan berdiferensiasi menjadi sel induk khusus.Selanjutnya sel ini
akanberdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah tertentu (Ganong 2003).
Setiap orang memproduksi sekitar 1012 eritrosit baru tiap hari melalui proses
eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis berjalan dari sel
induk melalui sel progenitor CFUGEMM(unit pembentuk koloni granulosit, eritroid,
monosit, dan megakariosit), BFUE (unit pembentuk letusan eritroid), dan CFU eritroid
yang menjadi prekursor eritrosit dan dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang,
yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua,
dengan inti di tengah dan nukleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal.
Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin
kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga mengandung hemoglobin
yang makin banyak dalam sitoplasma, warna sitoplasma makin biru pucat sejalan
dengan hilangnya RNA dan aparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin
inti menjadi makin padat. Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas kemudian
berlanjut di dalam sumsum tulang dan menghasilkan stadium retikulosit yang masih
mengandung sedikit RNA ribosom dan masih mampu mensintesis hemoglobin. Sel ini
sedikit lebih besar daripada eritrosit mature, berada selama 1-2 hari dalam sumsum
tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi matur,
terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna
merah muda seluruhnya memilki bentuk cakram bikonkaf tak berinti. Satu
pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti
(normoblas) tampak dalam darah apabila eritropoiesis terjadi di luar sumsum tulang
(eritropoiesis ekstramedular) dan juga terdapat pada beberapa penyakit sumsum
tulang. Normoblas tidak ditemukan dalam darah tepi manusia yang normal.
Prekursor eritrosit paling awal adalah proeritroblas. Sel ini relatif besar dengan
garis tengah 12µm sampai 15 µm. Kromatin dalam intinya yang bulat besar tampak
berupa granula halus dan biasanya terdapat dua nukleolus nyata. Sitoplasmanya jelas
basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom dan polisom yang
tersebar merata makin bertambah dan lebih menonjolkan basofilianya.
Turunan proeritroblas disebut eritroblas basofilik. Sel ini agak lebih kecil
daripada proeritroblas. Intinya yang bulat lebih kecil dan kromatinnya lebih padat.
Sitoplasmanya bersifat basofilik merata karena banyak polisom, tempat pembuatan
rantai globin untuk hemoglobin.
Sel pada tahap perkembangan eritroid disebut eritroblas polikromatofilik. Warna
polikromatofilik yang tampak terjadi akibat polisom menangkap zat warna basa pada
pulasan darah, sementara hemoglobin yang dihasilkan mengambil eosin. Inti
eritroblas polikromatofilik agak lebih kecil daripada inti eritroblas basofilik, dan
granula kromatinnya yang kasar berkumpul sehingga mengakibatkan inti tampak
sangat basofilik. Pada tahap ini tidak tampak anak inti. Eritroblas polikromatofilik
merupakan sel paling akhir pada seri eritroid yang akan membelah.
Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan normoblas, inti yang terpulas
gelap mengecil dan piknotik. Inti ini secara aktif dikeluarkan sewaktu sitoplasmanya
masih agak polikromatofilik, dan terbentuklah eritrosit polikromatofilik. Eritrosit
polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai retikulosit dengan polisom yang masih
terdapat dalam sitoplasma berupa retikulum. Tahapan proses pembentukan eritrosit
sebagai berikut :
1. Proeritroblas (Rubriblast, Erythroblast,Proerythroblast)
Ini adalah sel yang paling awal dikenal dari seri eritrosit dan dianggap
sebagaihasil diferensiasi hemositoblas atau sel induk pluripoten, dengan cara
terlibatnya sel progenitor eritroid. Proeritroblas adalah sel yang terbesar, dengan
diameter sekitar 15-20 µm. inti mempunyai ppola kromatin yang seragam, yang lebih
nyata daripada pola kromatinhemositoblas, serta satu atau dua anak inti yang
mencolok. Jumlah sitoplasma lebih banyak daripada hemositoblas dan bersifat basofil
sedang. Setelah mengalami sejumlah pembelahan mitosis, proeritoblas, menjadi
eritroblas basofil.
2. Normoblas basofil (prorubrisit)
Eritroblas basofil agak lebih kecil daripada proeritroblas, dan diameter rata-
rata 10 µm. intinya mempunyai heterokromatin padat dalam jala-jala kasar dan anak
inti b iasanya tidak jelas. Sitoplasma jarang basofil, menunjukkan peningkatan lebih
lanjut dari jumlah ribosom bebas dan poliribosom. Hemoglobin terus dibentuk tetapi
tertutup oleh basofil.
3. Normoblas polikromatofil (rubrisit)
Eritroblas basofil membelah berkali-kali secara mitosis dan menghasilkan sel-
sel yang memerlukan hemoglobin cukup untuk dapat diperlihatkan didalam sediaan
yang diwarnai. Intieritroblas polikromatofil mempunyai jala kromatin lebih padat
daripada eritoblas basofil dan selnya lebih kecil.
4. Normoblas (metarubrisit atau eritroblas ortokromatik)
Metarubrisit berukuran 8 hingga 11 mikron atau sedikit lebih besar dari
eritrosit. Inti metarubrisit kecil, berkormatin padat letakknya eksentrik atau mendekati
pinggir sitoplasma, dan berwarna biru gelap. Sitoplasma metarubrisit mulai
didominasi oleh warna merah karena hemoglobin yang terbentuk semakin banyak.
5. Retikulosit ( Polychromatophilic Red Cell )
Retikulosit adalah sel eritrosit yang belum matang, dan kadarnya dalam
eritrosit manusia sekitar 1%. Retikulosit berkembang dan matang di sumsum
tulang merah dan disirkulasikan dalam pembuluh darah sebelum matang menjadi
eritrosit. Seperti eritrosit, retikulosit tidak memiliki inti sel (nukelus). Sel ini disebut
retikulost karena memiliki jaringan seprti retikuler pada ribosom RNA. Retikuler ini
hanya dapat diamati di bawah mikroskop dengan pewarnaan tertentu seperti
perwarnaa supravital dengan metilen biru baru.
C. Alat dan Bahan
Bilik hitung Improved Neubauer
Pipet pencampur 1-101 ( pengenceran 100 kali )
Mikroskop
Darah kapiler / intra cardiac
Larutan Hayem (mengandung HgCl2 = 0,25 g; NaCl = 0,5 g; Na2SO4 = 2,5 g;
akuades =100 ml)
Alkohol 70% dan kapas
Jarum suntik ukuran 1 ml dan 2,5 ml
D. Cara Kerja
1. Carilah terlebih dahulu pembuluh darah arteri branchialis dan keluarkan
darahnya kurang lebih 1,0 ml ( jika menggunakan manusia) atau keluarkan
darah melalui intra cardiac (jika menggunakan hewan coba tikus), letakkan
darah dalam botol penampung ( yang sudah diberi sedikit EDTA).
2. Penentuan Jumlah Eritrosit.
Untuk menghitung jumlah eritrosit, pada prinsipnya sama sepertoi
perhitungan jumlah leukosit, hanya terdapat perbedaan sebagai berikut:
- Pengenceran darah 100 kali
- Cairan pengenceran larutan hayem
- Eritrosit yang dihitung adalah sel yang terdapat di dalam bujur sangkar kecil
(sebanyak 80 kotak) dengan sisi 1/20 mm atau volume setiap bujur sangkar
1/4000 mm3
- Cara penghitungan ( diamati pada perbesaran mikroskop 10× 40)
Jumlah bujur sangkar yang dihitung = 80 kali
Volume setiap bujur sangkar = 1/4000 mm3
Darah yang diencerkan = 100 kali
Jumlah eritrosit yang terhitung = E
Maka jumlah eritrosit per mm3 = E/80 × 4000×100
E. Hasil Pengamatan
Tabel pengamatan jumlah eritrosit pada manusia
No Probandus Sex Jumlah Eritrosit/mm3
1 2 Rerata
1 Arum ♀ 4.110.000 3.975.000 4.042.500
2 Erni ♀ 4.110.000 3.645.000 3.877.500
3 Aida ♀ 3.960.000 4.015.000 3.987.500
4 Nanda ♀ 3.960.000 4.015.000 3.457.500
5 Afrizal ♂ 4.865.000 4.925.000 4.895.000
6 Ranu ♂ 4.300.000 4.925.000 4.895.000
7 Nureka ♂ 2.495.000 3.155.000 2.825.000
8 Debbi ♂ 5.478.000 4.379.000 4.928.000
9 Zamir ♂ 4.044.000 4.160.000 4.102.000
Tabel pengamatan jumlah eritrosit pada mencit
No Sex Jumlah Eritrosit/mm3
1 2 Rerata
1 ♀ 6.220.000 5.310.000 5.765.000
2 ♀ 4.490.000 5.570.000 5.030.000
3 ♂ 5.070.000 4.920.000 4.995.000
4 ♂ 1.480.000 2.730.000 2.105.000
F. Pembahasan
Praktikum kali ini, kami melakukan perhitungan jumlah eritrosit baik pada
manusia ataupun hewan (mencit) dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan
haemositometer yang sama dengan penghitungan leukosit, namun sel eritrosit yang
dihitung adalah yang terdapat di dalam bujur sangkar kecil.. Ada 13 sampel yang
digunakan, terdiri dari 4 praktikan perempuan, 5 praktikan laki-laki, 2 mencit jantan
dan 2 mencit betina. Dari segi jumlah, jumlah eritrosit lebih banyak daripada jumlah
leukosit. Dalam 1 mm3, terdapat 4.700.000-5.200.000 sel darah merah jika dalam
kondisi normal. Sedangkan, pada mencit jumlah sel darah merah dalam kondisi
normal adalah 4.000.000-6.000.000. Pada awalnya darah dihisap sampai angka 1,0
dan diencerkan dengan larutan Hayem sampai angka 11, maka pengenceran dilakukan
hingga 100 kali. Larutan Hayem ini berfungsi untuk untuk melisiskan sel leukosit dan
trombosit sehingga memudahkan perhitungan.
Penghitungan sel eritrosit dilakukan oleh dua orang. Bilik yang dihitung adalah
5 bilik yang terdapat pada pojok kanan kiri bagian atas dan bawah dan bilik pada
bagian tengah. Setelah dilakukan analisis data, pada mencit betina jumlah eritrosit
adalah antara 4 juta – 6 juta butir/mm3 sedangkan pada mencit jantan jumlah eritrosit
lebih rendah daripada jumlah eritrosit pada mencit betina. Jumlah eritrosit pada
mencit jantan terdapat pada kisaran 1 juta – 5 juta butir/ mm3. . Pada sampel praktikan
perempuan, semua sampel menunjukkan angka eritrosit yang berada di bawah angka
normal. Kisaran jumlah eritrosit pada praktikan perempuan adalah 3,4 juta – 4,02 juta
butir/ mm3. Sedangkan pada praktikan laki-laki, dari 5 sampel menunjukkan 4 sampel
mendekati kisaran yang normal sedangkan 1 sampel menunjukkan berada di bawah
kisaran normal. Untuk yang normal berada pada kisaran 4,9 juta – 5,4 juta butir/ mm 3.
1 sampel menunjukkan angka di bawah nilai normal yaitu antara 2,4 juta – 3,1 juta
butir/ mm3.
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa banyak sampel yang memiliki jumlah
eritrosit di bawah jumlah normal. Hal tersebut bisa jadi menunjukkan sampel
mengalami kekurangan eritrosit atau anemia. Bisa jadi terdapat pula kesalahan dalam
penghitungan jumlah eritrosit. Hal ini dikarenakan faktor pengamat/penghitung beda,
tiap orang memiliki tingkat ketelitian/ kekuatan mata tertentu. Pengenceran yang
kurang juga menentukan karena jumlah eritrosit yang sangat banyak dan terkadang
menumpuk. Selain itu, adanya hasil hitung yang berbeda disebabkan oleh kotornya
larutan Hayem pengamat kebingungan dalam menjumlah mana yang eritrosit atau
sekedar debris.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kami bisa menyimpulkan bahwa :
1. Jumlah eritrosit bisa dihitung dengan haemositometer dengan jumlah normal antara
4.700.000-5.200.000 sel/mm3.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penghitungan jumlah Eritrosit dengan
haemositometer adalah ketelitian mata, keadaan larutan Hayem, dan pengenceran.
Daftar Pustaka
Colville T, Bassert JM. 2008. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary
Technician. Missouri: Elsevier.
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger
Junqueira LC, Caneiro J. 2005. Basic Histology Text & Atlas. USA: The Mc Graw-
Hill Companies
Lee WL, Harrison RE, Grinstein S. 2003. Phagocytosis by meutrophils. Microb Infect
5:1299 – 1306.
Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine: Interpretation and
Diagnosis. St. Louis: Saunders.
Miale JB. 1972. Laboratory Medicina Hematology.St. Louis: The C.V. Mosby
Companya
Sharma SD. 1986. The macrophage. J Allergy Clin Immunol 6:1 – 27.
Tizard I. 2000. Veterinary Immunology An Introduction. Ed ke-6. Philadelphia: WB
Saunders Company. -
Lampiran
no Gambar Keterangan
1
Alat yang digunakan
dalam penghitungan
jumlah Eritrosit
2
Proses penghisapan darah
probandus manusia.
3
Penghisapan larutan
Hayem.
4
Homogenisasi antar
larutan Hayem dan darah.
5
Proses peletakkan sampel
pada Haemositometer.
6
Sel Eritrosit tampak
dibawah mikroskop
dengan perbesaran 10x10