laporan praktikum fisiologi hewan indera penglihatan dan persepsi1

Upload: anggagsc

Post on 12-Jul-2015

925 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

BAB I HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Bintik Buta 1.1.1 Analisa Prosedur Mata sebelah kiri probandus ditutup dengan telapak tangan kiri. Hal ini bertujuan agar probandus melihat lebih fokus dengan satu mata. Gambar peragaan Blind Spot dipegang dengan tangan kanan secara horizontal terbentang sejauh mungkin dari muka probandus, dengan posisi gambar bulan sabit disebelah kanan dan gambar bintang disebelah kiri. Digunakannya gambar peragaan Blind Spot karena gambar ini lebih mudah diamati. Gambar bintang yang berada disebelah atas diperhatikan dari jarak sejauh mungkin yang dapat dikerjakan. Hal ini dilakukan terus-menerus. Setelah diperhatikan beberapa saat, gambar peraga digerakkan perlahan-lahan menuju ke mata hingga hilang kemudian berhenti dan jarak antara alat peraga dan mata kemudian diukur dengan menggunakan penggaris agar hasil yang diperoleh ukurannya lebih tepat. Tabel 1. Pengamatan Bintik buta Hasil Pengamatan Probandus A B Kanan Kiri Kanan Kiri Normal 37 cm 32 cm 39.45 cm 45 cm Minus 32 cm 32 cm Silinder 5 cm 6 cm Normal 12 cm 8 cm 33 cm 26 cm Minus 40.5 cm 46 cm 24 cm 43 cm Silinder 31 cm 18 cm 1.1.2 Analisa Hasil Diperoleh hasil pada percobaan ini, yaitu jarak bintik buta pada perempuan dengan mata normal (a) kanan 12 cm dan kiri 8 cm (b) kanan 33 cm dan kiri 26 cm, pada perempuan dengan mata minus, yaitu (a) kanan 40,5 cm dan kiri 46 cm, sedang (b) kanan 24 cm dan kiri 43 cm, pada perempuan dengan mata silinder yaitu (baik a maupun b) kanan 31 cm dan kiri 18 cm. Jarak bintik buta pada laki-laki dengan mata minus yaitu (b) kanan 32 cm dan kiri 32 cm, pada laki-laki dengan mata silinder yaitu (a) kanan 5 cm dan kiri 6 cm, pada laki-laki dengan

mata normal, yaitu (a) kanan 37 cm dan kiri 32 cm, sedangkan (b) kanan 39,5 cm dan kiri 45 cm. Mata kita memiliki keterbatasan dalam melihat, sehingga sesuatu yang ada di hadapan kita bisa tidak terlihat. Di dalam bola mata, persisnya pada bagian retina, yaitu bagian bola mata sebelah belakang, terdapat bintik buta yang merupakan bagian dari retina yang tidak memiliki sel-sel penangkap cahaya, sehingga cahaya yang jatuh pada daerah bintik buta atau blind spot ini tidak akan menghasilkan bayangan. Ternyata kita yang memiliki mata normal, juga memiliki kekurangan berupa buta pada kondisi tertentu. 1.2 Perimbangan Entoptic Pada Pupil 1.2.1 Analisa Prosedur Diafragma probandus ditempelkan pada sebelah muka dari kacamata yang terbuka sebelah kanan dan yang lainnya (kiri) terbuka langsung. Kacamata dipakai dan mata probandus yang terbuka ditutup sebelah dengan tangan kiri dan diperhatikan selembar kertas putih yang terletak dimuka. Kemudian akan terlihat suatu gambaran yang melingkar, yang agak kabur dan titik terang. Tangan yang menutup mata dilepaskan, lalu diperhatikan apa yang terjadi pada titik terang yang dilihat oleh probandus. Kemudian mata ditutup lagi pada kacamata yang terbuka dan dilihat melalui diafragma. Tabel 2. Pengamatan Perimbangan Entopik pada Pupil Hasil Pengamatan Probandus Kanan Normal Minus Silinder Normal Tambah Besar Tetap Kecil Tambah Besar A Kiri Tambah Besar Tetap Kecil Tambah Besar Kanan Tetap Kecil Tambah Besar Tambah Besar B Kiri Tambah Besar Tambah Besar Tambah Besar

Minus Silinder

Semakin kecil Tetap Kecil

Semakin Kecil Tambah Besar

Tambah Besar Tambah Besar

Tambah Besar Tetap Kecil

1.2.2

Analisa Hasil Pada percobaan ini diperoleh hasil sebagai berikut : untuk probandus wanita dengan mata normal (a dan b) ketika tangan kiri dibuka, titik semakin besar dan ketika tangan kanan dibuka, titik juga semakin besar. Untuk wanita dengan mata minus (a) ketika tangan kiri dibuka, titik semakin kecil dan ketika tangan kanan dibuka, titik juga semakin kecil, sedangkan wanita dengan mata minus (b) ketika tangan kiri dibuka, titik semakin besar dan ketika tangan kanan dibuka, titik juga semakin besar. Untuk wanita dengan mata silindris (a) ketika tangan kiri dibuka, titik tetap kecil dan ketika tangan kanan dibuka, titik semakin besar, sedang Untuk wanita dengan mata minus (b) ketika tangan kiri dibuka, titik semakin besar dan ketika tangan kanan dibuka, titik semakin kecil. Untuk laki-laki dengan mata normal (a) ketika tangan kiri dibuka maka titik akan semakin besar dan ketika tangan kiri dibuka, titik semakin besar. Untuk laki-laki dengan mata normal (b) ketika tangan kiri dibuka maka titik tetap dan ketika tangan kiri dibuka, titik semakin besar. Untuk laki-laki dengan mata minus (b) ketika tangan kiri dibuka maka titik akan semakin besar dan ketika tangan kiri dibuka, titik semakin besar. Untuk laki-laki dengan mata silindris (a) ketika tangan kiri dibuka maka titik akan tetap dan ketika tangan kiri dibuka, titik juga tetap. Perbedaan hasil ini disebabkan oleh kelainan mata yang diderita probandus 1.3 Astigmatisma 1.3.1 Analisa Prosedur Probandus melihat gambar bentuk diskus (bulatan), probandus melihat garis lingkaran lingkaran gelap. Hal ini akan berbeda untuk tiap probandus. Probandus akan melihat pada semua tempat akan tampak garis-garis sama lebar dan sama gelap. Hal ini dicoba dengan salah satu mata probandus ditutup. Sampel kemudian digerakkan secara perlahan-lahan. Probandus kemudian melihat bentuk silang dengan hanya memakai satu mata, gambar tersebut digerakkan dengan pelan sehingga posisi X menjadi +. Probandus akan melihat apakah garis

gelap yang tinggal sama dengan yang hitam, dan apakah terdapat perbedaan antara garis gelap yang sama dalam setiap batang atau ada perubahan warna. Hal ini akan berbeda pada setiap probandus. Tabel 3. Pengamatan Astigmatisme Hasil Pengamatan Probandus A B Normal Negatif Negatif Minus Positif Silinder Negatif Normal Negatif Negatif Minus Negatif Negatif Silinder Positif Negatif 1.3.2 Analisa Hasil Hasil pengamatan menunjukkan bahwa laki-laki dengan mata normal (a dan b) negatif astigmatisme. Laki-laki dengan mata minus (b) positif astigmatisme. Laki-laki dengan mata silindris (a) negatif astigmatisme. Wanita dengan mata normal (a dan b) negatif astigmatisme. Wanita dengan mata minus (a dan b) negatif astigmatisme. Wanita dengan mata silindris (a) positif astigmatisme, sedangkan (b) negatif astigmatisme. Astigmatisme merupakan kesalahan refraksi yang terjadi karena berkas-berkas cahaya jatuh pada garis-garis diatas retina, bukan pada titik-titik tajam. Hal ini disebabkan adanya perubahan bentuk lekungan lensa/permukaan lensa mata mempunyai kelengkungan yang tidak sama, sehingga fokusnya tidak sama, akibatnya bayang-bayang jatuh tidak pada tempat yang sama. Mata astigmatisme hanya mampu melihat barisbaris tertentu. Disini, garis-garis vertikal lebih jelas daripada garis-garis horizontal. Keadaan ini dapat ditolong dengan menggunakan kacamata silindris, yaitu yang mempunyai beberapa fokus (jika bukan astigmatisme sejak lahir), untuk menambahkan bagian yang kurang cembung pada lensa mata yang abnormal tersebut.

1.4 Batas Konvergensi 1.4.1 Analisa Prosedur

Sampel cetakan diambil dengan tangan kanan dan diletakkan di depan muka probandus dan diamati dengan cermat. Sampel digerakkan perlahan mendekati mata. Probandus akan memperhatikan bila gambar cetak tersebut selalu menyentuh ujung hidung. Tabel 4. Pengamatan Batas Konvergensi Hasil Pengamatan Probandus A B Normal 6 cm 22 cm Minus 3 cm Silinder 14.4 cm Normal 2.5 cm 22.5 cm Minus 3.5 cm 12 cm Silinder 24 cm 3.5 cm 1.4.2 Analisa Hasil Pada percobaan ini didapatkan hasil yang berbeda-beda untuk masing-masing probandus. Diperoleh hasil pada percobaan ini, yaitu jarak batas konvergensi pada perempuan dengan mata normal (a) 2,5 cm (b) 22,5 cm, pada perempuan dengan mata minus, yaitu (a) 3,5 cm, sedang (b) 12 cm, pada perempuan dengan mata silinder yaitu (a) 24 cm dan (b) 3,5 cm. Jarak batas konvergensi pada laki-laki dengan mata minus yaitu (b) 3 cm, pada laki-laki dengan mata silinder yaitu (a) 14,4 cm, pada laki-laki dengan mata normal, yaitu (a) 6 cm, sedangkan (b) 22 cm. Hasil yang berbeda-beda ini dipengaruhi oleh factor kelainan mata yang diderita masing-masing probandus dan mungkin juga jenis kelamin serta umur, karena ada hubungannya dengan lensa mata penderita. 1.5 Kedalam Persepsi Terang 1.5.1 Analisa Prosedur Filter berwarna biru dimasukkan pada sebelah kanan dan filter berwarna merah pada sebelah kiri kacamata. Probandus melihat sampel dengan penerangan yang baik memakai kacamata tersebut. Pada saat menaruh sampel dimana gambar bentuk lingkaran terletak dibawah kanan dan segi empat pada sisi kiri atas. Pertama, diperhatikan pada semua gambar dan dilihat beberapa perubahan yang terjadi. Kemudian dilakukan saling tukar filter berwarna merah dikanan dan filter berwarna biru di kiri, diperhatikan apa yang terjadi pada gambar yang dilihat.

Beberapa saat mengawasi gambar melalui kacamata, kepala digerakkan pada salah satu sisi. Tabel 5. Pengamatan Persepsi Terang Hasil Pengamatan A B Probandus Filter Filter Filter Biru Filter Biru Merah Merah Garis Biru Garis Biru + Normal Garis Biru Garis Biru + Merah Merah Minus Garis Merah garis Biru Garis Silinder Garis Biru Merah Garis Biru Normal Garis Biru Garis Merah Garis Biru + Merah Tidak Tidak Garis Biru + Minus Melihat Melihat ApaGaris Biru Merah Apa-Apa Apa Garis Silinder Merah + Garis Biru Garis Merah Garis Biru Biru 1.5.2 Analisa Hasil Pada percobaan ini diperoleh hasil yang berbeda-beda untuk tiap probandus. Untuk wanita dengan mata normal (a) filter merah hanya bisa melihat garis biru, sedangkan filter biru bisa melihat garis biru dan merah. Untuk wanita dengan mata normal (b) filter merah hanya bisa melihat garis biru, sedangkan filter biru hanya bisa melihat garis merah. Untuk wanita dengan mata minus (a) filter merah dan biru tidak bisa melihat apa-apa. Untuk wanita dengan mata minus (b) filter merah hanya bisa melihat garis biru, sedangkan filter biru bisa melihat garis merah dan biru. Untuk wanita dengan mata silindris (a) filter merah hanya bisa melihat garis biru, sedangkan filter biru bisa melihat garis merah dan biru. Untuk wanita dengan mata silindris (b) filter merah hanya bisa melihat garis biru, sedangkan filter biru hanya bisa melihat garis merah. Untuk laki-laki dengan mata normal (a dan b) filter merah hanya bisa melihat garis biru, sedangkan filter biru bisa melihat garis merah dan biru. Untuk laki-laki dengan mata minus (b) filter merah hanya bisa melihat garis biru, sedangkan filter biru hanya bisa melihat garis merah. Untuk laki-laki dengan mata silindris (a) filter merah

hanya bisa melihat garis biru, sedangkan filter biru hanya bisa melihat garis merah. Perbedaan jawaban yang diberikan pada masing-masing probandus disebabkan oleh faktor kelainan yang dideritanya. Dalam hal ini, faktor usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh. 1.6 Fenomena Purkinje 1.6.1 Analisa Prosedur Filter abu-abu dimasukkan dalam kacamata (dimulai dengan memasang sebanyak 7 filter). Probandus menggunakan kacamata dengan 7 filter dan ditunggu sampai 2 menit, bila tidak terlihat sesuatu kemudian diambil satu filter. Bila masih tidak bisa membedakan warna, diambil satu filter lagi, begitu seterusnya sampai probandus bisa melihat warna. Tabel 6. Pengamatan Fenomena Purkinje Hasil Pengamatan Probandus A B Kanan Kiri Kanan Kiri Normal Filter Ke-5 Filter Ke-5 Filter Ke-5 Filter Ke-5 Minus Filter Ke-4 Filter Ke-4 Silinder Filter Ke-4 Filter Ke-4 Normal Filter Ke-4 Filter Ke-4 Filter Ke-5 Filter Ke-5 Minus Filter Ke-3 Filter Ke-3 Filter Ke-3 Filter Ke-3 Silinder Filter Ke-1 Filter Ke-1 1.6.2 Analisa Hasil Diperoleh hasil pada percobaan ini, yaitu pada perempuan dengan mata normal (a) bisa melihat warna ketika filter ke 4 dibuka (baik kanan maupun kiri) (b) bisa melihat warna ketika filter ke 5 dibuka (baik kanan maupun kiri), pada perempuan dengan mata minus, yaitu (a) bisa melihat warna ketika filter ke 3 dibuka (baik kanan maupun kiri), sedang (b) bisa melihat warna ketika filter ke 3 dibuka (baik kanan maupun kiri), pada perempuan dengan mata silinder yaitu (a) bisa melihat warna ketika filter ke 5 dibuka (kanan) dan saat filter ke 4 dibuka (kiri). Laki-laki dengan mata minus yaitu (b) bisa melihat warna ketika filter ke 4 dibuka (baik kanan maupun kiri), pada laki-laki dengan mata silinder yaitu (a) bisa melihat warna ketika filter ke 4 dibuka (baik kanan maupun kiri), pada laki-laki dengan mata normal, yaitu (a) bisa melihat warna ketika filter ke 5 dibuka (baik kanan maupun kiri),

sedangkan (b) bisa melihat warna ketika filter ke 5 dibuka (baik kanan maupun kiri). Purkinjee merupakan gambaran pembuluh darah retina di salah satu mata. Purkinjee dapat terlihat karena cahaya yang terlalu terang, atau perpindahan yang mendadak dari tempat yang terang ke tempat yang gelap, sehingga terbentuk bayangan hasil adaptasi mata. Hal ini terjadai hanya beberapa saat. Saat cahaya berpindah sebesar 1 Hz, adaptasi terjadi dan menyebabkan penglihatan tidak sepenuhnya tajam. Mekanisme ini digunakan sebagai mekanisme kerja dari alat ophtalmoscope sehingga dokter dapa melihat pemuluh darah pada pupil. Cahaya pada alat akan mesuk melewati sclera dan akan mengalami fenomena Purkinjee ini (IndoFamilyHealth, 2008). 1.7 Efek Setelah Melihat Warna 1.7.1 Analisa Prosedur Salah satu gambar diletakkan diatas meja, kemudian diperhatikan titik hitam yang terletak di tengah-tengah antara warnawarna selama kurang lebih 30 detik. Mata probandus digerakkan ke titik hitam yang terdapat pada lembar putih yang berada disebelahnya dan diperhatikan tanpa menggerakkan mata. Diperhatikan pula apa yang terjadi setelah beberapa saat kemudian. Tabel 7. Pengamatan Efek Setelah Melihat Warna Hasil Pengamatan Probandus A B 1 2 1 2 Kuning Kuning Biru Biru Putih Biru Putih Kuning Keunguan Normal Merah Hijau Merah Hijau Hijau Merah Hijau Merah Kuning Biru Ungu Kuning Minus Merah Biru Hijau Muda Pink Kuning Biru Ungu Kuning Silinder Merah Hijau Pink Hijau

Normal

Minus

Silinder

Kuning Ungu Merah Hijau Muda Kuning Biru Tua Merah Biru Muda Kuning Merah Merah Kuning

Biru Kuning Hijau Pink Biru Kuning Hijau Merah Biru Kuning Hijau Merah

Kuning Ungu Merah Hijau Muda Kuning Ungu Merah Hijau Kuning Biru Merah Hijau

Biru Merah Hijau Kuning Biru Kuning Hijau Pink Biru Kuning Hijau Merah

1.7.2 Analisa Hasil Pada percobaan ini pada laki-laki dengan mata normal (a) kuning menjadi putih dan merah menjadi hijau, serta biru menjadi putih dan hijau menjadi merah, sedangkan (b) kuning menjadi biru keunguan dan merah menjadi hijau, serta biru menjadi putih dan hijau menjadi merah. Laki-laki dengan mata minus (b) kuning menjadi ungu dan merah menjadi biru muda, serta biru menjadi kuning dan hijau menjadi merah muda. Laki-laki dengan mata silindris (a) kuning menjadi ungu dan merah menjadi hijau, serta biru menjadi kuning dan hijau menjadi merah muda. Wanita dengan mata normal (a) kuning menjadi ungu dan merah menjadi hijau muda, serta biru menjadi kuning dan hijau menjadi merah muda, sedangkan (b) kuning menjadi ungu dan merah menjadi hijau muda, serta biru menjadi merah dan hijau menjadi kuning. Wanita dengan mata minus (a) kuning menjadi biru tua dan merah menjadi biru muda, serta biru menjadi kuning dan hijau menjadi merah, sedangkan (b) kuning menjadi ungu dan merah menjadi hijau, serta biru menjadi kuning dan hijau menjadi merah. Wanita dengan mata silindris (a) kuning menjadi merah dan merah menjadi kuning, serta biru menjadi kuning dan hijau menjadi merah, sedangkan (b) kuning menjadi biru dan merah menjadi hijau, serta biru menjadi kuning dan hijau menjadi merah. Dalam hal ini faktor usia dan tidak berpengaruh dalam percobaan ini, sedangkan faktor jenis kelamin berpengaruh. Hal ini terbukti pada percobaan ini, yaitu hasil yang didapatkan untuk wanita dan laki-laki berbeda. 1.8 Pola Akibat Getaran Warna 1.8.1 Analisa Prosedur

Gambar peraga ditempelkan pada motor penggerak (salah satu) seperti pada petunjuk. Motor penggerak dihidupkan dengan kecepatan pelan-pelan sampai kecepatan sedang. Putaran-putaran itu diperhatikan pada jarak 1-2m dari tempat lingkaran yang memusat. Kecepatan putaran diatur sampai tampak ada perbedaan lingkaran yang mungkin terjadi, baik yang searah jarum jam maupun yang berlawanan dengan arah jarum jam. Probandus akan melihat apakah lingkaran-lingkaran itu menampakkan perbedaan sejumlah berkas sinar yang berwarna. Tabel 8. Pola akibat Getaran Warna probandus

pola akibat getaran warna

Normal A Normal B

dominan kuning: searah=krem ; berlawanan=krem dominan biru: searah=abu-abu ; berlawanan=abu-abu dominan biru: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu dominan merah: searah= pink kecoklatan

Minus A

dominan biru: searah&berlawanan= abu-abu dominan merah: searah&berlawanan=merah keputihan

Minus B

dominan biru: searah=abu-abu kebiruan ; berlawanan= abuabu dominan merah: searah&berlawanan=merah keputihan

Silinder A

dominan biru: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu dominan merah: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu

Silinder B

dominan biru: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu dominan merah: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu

normal A

dominan biru: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu dominan merah: searah= pink kecoklatan

normal B

dominan biru: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu dominan merah: searah= pink kecoklatan

minus A

dominan biru: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu dominan merah: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu

minus B

dominan biru: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu dominan merah: searah&berlawanan=merah keputihan

Silinder A

dominan biru: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu dominan merah: searah= abu-abu ; berlawanan=abu-abu

1.8.2 Analisa Hasil Hasil yang didapatkan pada percobaan akibat dari getaran warna ini relative sama untuk setiap probandus. Hal ini menunjukkan bahwa kelainan mata yang diderita tidak mempengaruhi probandus untuk membedakan warna, selain itu jenis kelamin pun tidak mempengaruhi hasil yang didapatkan. 1.9 Gerakan Akibat Hasil Kerja 1.9.1 Analisa Prosedur Gambar pada peraga diperhatikan dalam putaran lambat dan diawasi dari jarak 1-2m. Diperhatikan pada pusat pergerakan cakram selama 30 detik atau lebih. Kemudian dilakukan observasi dengan melihat hidung teman dan dicatat apa yang dilihat oleh probandus. Percobaan ini diulangi tetapi dengan mengubah putaran pada arah yang berlawanan. Setelah mengamati pusat pergerakan cakram selama 30 detik atau lebih pada jarak 1-2 meter, kemudian putaran dihentikan dengan mendadak (oleh orang lain) dan diperhatikan apa yang terjadi. Percobaan ini diulangi dengan menutup sebelah mata probandus dengan tangan, kemudian diperhatikan apa yang terjadi.

Tabel 9. Pengamatan Gerakan Akibat Hasil Kerja Hasil Pengamatan Probandus A B Searah Berlawanan Searah Berlawanan Normal Besar, Masuk Kecil, Masuk Minus Besar, Masuk Tetap, Keluar Tetap Tetap Silinder Keluar Keluar Tetap Tetap Normal, Normal Normal, Masuk Keluar Keluar Masuk Kecil, Besar, Minus Besar, Keluar Kecil, Masuk Masuk Masuk Besar, Tetap Silinder Tetap, Keluar Tetap, Keluar Keluar Keluar 1.9.2 Analisa Hasil Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada laki-laki dengan mata normal (a dan b) untuk putaran yang searah jarum jam ukuran benda yang dilihat semakin besar dan arah lingkaran masuk, sedangkan untuk yang berlawanan arah ukuran benda yang dilihat semakin kecil dan arah lingjaran masuk. Laki-laki dengan mata minus (b) untuk putaran yang searah jarum jam ukuran benda yang dilihat semakin besar dan arah lingkaran masuk, sedangkan untuk yang berlawanan arah ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran keluar. Laki-laki dengan mata silindris (a) untuk putaran yang searah jarum jam ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran keluar, sedangkan untuk yang berlawanan arah ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran keluar. Wanita dengan mata normal (a) untuk putaran yang searah jarum jam ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran keluar, sedangkan untuk yang berlawanan arah ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran keluar. Wanita dengan mata normal (b) untuk putaran yang searah jarum jam ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran masuk, sedangkan untuk yang berlawanan arah ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran masuk. Wanita dengan mata minus (a) untuk putaran yang searah jarum jam ukuran benda yang dilihat semakin kecil dan arah lingkaran masuk, sedangkan untuk yang berlawanan arah ukuran benda yang dilihat semakin besar dan arah lingkaran masuk. Wanita dengan mata minus (b) untuk putaran yang searah jarum jam ukuran benda yang dilihat semakin besar dan arah

lingkaran keluar, sedangkan untuk yang berlawanan arah ukuran benda yang dilihat semakin kecil dan arah lingkaran masuk. Wanita dengan mata silindris (a) untuk putaran yang searah jarum jam ukuran benda yang dilihat semakin besar dan arah lingkaran keluar, sedangkan untuk yang berlawanan arah ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran keluar. Wanita dengan mata silindris (b) untuk putaran yang searah jarum jam ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran keluar, sedangkan untuk yang berlawanan arah ukuran benda yang dilihat tetap dan arah lingkaran keluar. Hal ini menunjukkan bahwa kelainan mata yang diderita akan mempengaruhi hasil percobaan. Dalam hal ini faktor usia dan jenis kelamin tidak berpengaruh dalam percobaan ini. 1.10 Buta Warna 1.10.1 Analisa Prosedur Pada percobaan tentang buta warna digunakan buku test buta warna untuk mengetahui adanya buta warna sebagian atau total pada probandus. Buku test tersebut berisi tentang pola warna yang membentuk angka atau huruf dan probandus diminta untuk menerjemahkan pola warna yang membentuk angka dan huruf tersebut. Tabel 10. Pengamatan Buta Warna Hasil Pengamatan Probandus A B Normal 0.14 23.81 Minus 23.81 Silinder 19.05 Normal 14.29 14.29 Minus 19.05 19.05 Silinder 9.52 19.05

1.10.2 Analisa Hasil Hasil pengamata menunjukkan bahwa persentase kesalahan pada laki-laki dengan mata normal (a) ialah sebesar 0,14%, sedangkan (b) sebesar 23,81%. Persentase kesalahan pada laki-laki dengan mata minus (b) ialah sebesar 23,81%. Persentase kesalahan pada laki-laki

dengan mata silindris (a) ialah sebesar 19,05%. Persentase kesalahan pada wanita dengan mata normal (a dan b) ialah sebesar 14,29%. Persentase kesalahan pada wanita dengan mata minus (a dan b) ialah sebesar 19,05%. Persentase kesalahan pada wanita dengan mata silindris (a) ialah sebesar 9,52%, sedangkan (b) ialah sebesar 19,05%. Tidak mengetahui warna dan sulit membedakannya, memang dua hal yang berbeda. Dua kelainan tersebut dikatakan buta warna yakni sulit membedakan warna asli objek yang dilihat. Menurut dr Wardiman SpM dari RS Mitra Keluarga Jakarta, buta warna adalah ketidakmampuan melihat warna-warna tertentu. Selain itu, buta warna juga diakibatkan karena adanya kerusakan atau kelainan pada sel kerucut yang terdapat pada retina sentral. Penyebab lain karena retina mata memiliki sel-sel berbentuk batang. Sel-sel kerucut sendiri terdiri dari tiga macam, yakni sel kerucut untuk warna merah, warna biru, dan warna hijau. Jika salah satu terganggu, maka proses membedakan warna akan ikut terganggu. Buta warna, menurut Wardiman, dapat bersifat kongenital (diturunkan) dan buta warna acquired (yang didapat). Namun, sebagian besar terjadi secara kongenital. Buta warna kongenital paling banyak terjadi karena kelainan gen yang terangkai dengan kromosom X. Itulah yang kemudian membuat buta warna banyak diderita kaum pria dibandingkan wanita (Mader, 2001). Sistem penglihatan normal terdiri dari tiga subsistem, yaitu pembeda terang-gelap, kuning-biru, dan merah-hijau. Semua kombinasi dianggap berasal dari ketiga warna tersebut. Buta warna adalah akibat dari kekurangan atau cacat pada satu atau dua subsistem diatas. Sistem terang-gelap tetap berfungsi, kecuali bila individu tidak bisa melihat sama sekali. Individu dengan penglihatan normal disebut trichromat. Individu dengan cacat satu sistem tetapi dapat menggunakan sistem yang lain disebut dichromat atau buta warna sebagian (buta warna terhadap kuning-biru dan merah-hijau), sedangkan individu yang hanya memiliki satu sistem terang-gelap disebut monochromat atau buta warna total (hanya memiliki sistem terang-gelap) (R Michael, 2001). Adapun untuk jenis, buta warna dibedakan berdasarkan tipe kerucut yang dimiliki dichromat (buta warna sebagian) memiliki 2 dari 3 kerucut warna, manochromat (buta warna total) hanya memiliki 1 kerucut warna. Gangguan pada sel-sel kerucut tersebut bisa terjadi sebagian, bisa juga keseluruhan. Ada juga kasus buta warna kuningbiru, yang hanya bisa membedakan warna merah- hijau. Namun, jika sel-sel kerucut sama sekali tidak berfungsi, maka penderita buta warna benar-benar tidak tahu warna-warna yang dilihatnya. Penderita

manochromat hanya bisa melihat hitam, putih, dan abu-abu (Mader, 2001). Nilai afektif warna. Warna juga bisa menimbulkan penilai atau perasaan tertentu. Warna yang kita amati bisa menimbulkan berbagai perasaan sehingga interpretasi kita terhadap warna bisa sangat berlainan. Warna putih misalnya, sering diartikan sebagai bersih, suci, menyerah (kalah), dan sebagainya. Warna merah bisa berarti kebahagiaan, keberanian atau amarah, dan sebagainya (Shahrul, 2006). Mata merupakan indra penglihatan yang sangat penting bagi manusia. Tuhan Yang Maha Kuasa menciptakan mata bagi manusia sehingga manusia bisa melihat. Manusia memiliki sepasang mata berbentuk seperti bola dan terletak di dalam rongga mata. Mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna. Sesungguhnya yang disebut mata bukanlah hanya bola mata, tetapi termasuk otot-otot penggerak bola mata, kotak mata (rongga tempat mata berada), kelopak, dan bulu mata (Bullock,2001) 1. Bola Mata Bola mata mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola mata. Ketiga lapis dinding ini dari luar ke dalam adalah sebagai berikut (Iiyas, 2000):

Gambar. 1. Struktur bola mata dilihat dari samping (Iiyas, 2000) a. Sklera Sklera merupakan jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna putih buram (tidak tembus cahaya), kecuali di bagian depan bersifat transparan, disebut kornea. Konjungtiva adalah lapisan

transparan yang melapisi kornea dan kelopak mata. Lapisan ini berfungsi melindungi bola mata dari gangguan (Iiyas,2000). b. Koroid Koroid berwarna coklat kehitaman sampai hitam; merupakan lapisan yang berisi banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi (pemantulan sinar). Di bagian depan, koroid membentuk badan siliaris yang berlanjut ke depan membentuk iris yang berwarna. Di bagian depan iris bercelah membentuk pupil (anak mata). Melalui pupil sinar masuk. Iris berfungsi sebagai diafragma, yaitu pengontrol ukuran pupil untuk mengatur sinar yang masuk. Badan siliaris membentuk ligamentum yang berfungsi mengikat lensa mata. Kontraksi dan relaksasi dari otot badan siliaris akan mengatur cembung pipihnya lensa (Iiyas, 2000). c. Retina Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta (Iiyas, 2000). Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan bagian belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar. Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut konjungtivitis. Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata (Iiyas, 2000). 2. Otot Mata Ada enam otot mata yang berfungsi memegang sklera. Empat di antaranya disebut otot rektus (rektus inferior, rektus superior, rektus eksternal, dan rektus internal). Otot rektus berfungsi menggerakkan

bola mata ke kanan, ke kiri, ke atas, dan ke bawah. Dua lainnya adalah otot obliq atas (superior) dan otot obliq bawah (inferior) (Iiyas,2000). 3. Fungsi Mata Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor. Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar. Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja. Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna. Jarak terdekat yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat (punctum proximum). Jarak terjauh saat benda tampak jelas tanpa kontraksi disebut titik jauh (punctum remotum). Jika kita sangat dekat dengan obyek maka cahaya yang masuk ke mata tampak seperti kerucut, sedangkan jika kita sangat jauh dari obyek, maka sudut kerucut cahaya yang masuk sangat kecil sehingga sinar tampak parallel (Iiyas, 2000).

Gambar 2: a. Akomodasi mata saat melihat jauh b. Akomodasi mata saat melihat dekat (Iiyas, 2000) Baik sinar dari obyek yang jauh maupun yang dekat harus direfraksikan (dibiaskan) untuk menghasilkan titik yang tajam pada retina agar obyek terlihat jelas. Pembiasan cahaya untuk menghasilkan penglihatan yang jelas disebut pemfokusan. Cahaya dibiaskan jika melewati konjungtiva kornea. Cahaya dari obyek yang dekat membutuhkan lebih banyak pembiasan untuk pemfokusan dibandingkan obyek yang jauh. Mata mamalia mampu mengubah derajat pembiasan dengan cara mengubah bentuk lensa. Cahaya dari obyek yang jauh difokuskan oleh lensa tipis panjang, sedangkan cahaya dari obyek yang dekat difokuskan dengan lensa yang tebal dan pendek. Perubahan bentuk lensa ini akibat kerja otot siliari. Saat melihat dekat, otot siliari berkontraksi sehingga memendekkan apertura yang mengelilingi lensa. Sebagai akibatnya lensa menebal dan pendek. Saat melihat jauh, otot siliari relaksasi sehingga apertura yang mengelilingi lensa membesar dan tegangan ligamen suspensor bertambah. Sebagai akibatnya ligamen suspensor mendorong lensa sehingga lensa memanjang dan pipih.Proses pemfokusan obyek pada jarak yang berbeda-berda disebut daya akomodasi (Iiyas, 2000). Cara kerja mata adalah sebagai berikut : Kita telah mengetahui bahwa benda bisa dilihat jika ada cahaya. Cahaya dipantulkan oleh benda menuju mata. Pemantulan cahaya tersebut diterima oleh kornea.

Oleh lensa mata, cahaya itu dibiaskan sehingga terbentuk bayangan terbalik pada retina. Selanjutnya, saraf-saraf pada retina akan menyampaikan informasi bayangan menuju otak. Otak akan mengolahnya sehingga kita dapat melihat benda yang sebenarnya. Bayangan yang terbentuk pada retina adalah nyata, diperkecil, dan terbalik. Pada saat proses melihat yang dilakukan oleh mata kita, sebenarnya mata kita tidak benar-benar melihat, karena mata kita pasif. Mata kita tak lebih dari sebuah sensor penerima yang menerima gugus-gugus sinar (foton) yang berjalan dari objek yang kita lihat ke mata dan melewati lensa di depan mata kita di mana foton-foton tersebut akan dipisahkan dan dibalikkan pada retina. Di sini foton-foton itu diubah menjadi sinyal-sinyal elektrik yang dikirim oleh neuron ke sebuah titik mungil yang yang disebut pusat penglihatan pada bagian otak belakang. Sinyal elektris ini diterima sebagai sebuah kesan / persepsi melalui serangkaian proses. Jadi sebenarnya ketika kita mengatakan kita melihat, sebenarnya yang kita lihat adalah sinyal-sinyal elektrik dalam benak kita (Johnson, 2001).

Gambar 3: Jalur Refleks Cahaya (Boyle, 2002) Perilaku yang kita ketahui, pengalaman pribadi kita sendiri, dan laporan pengalaman orang lain akan tidak mungkin tanpa beberapa cara pengetahuan tentang dunia sekitar kita. Melalui indera kita, kita tahu tentang dunia. Untuk menunjukkan pentingnya proses penginderaan dalam perilaku dan pengalaman, imajinasi, jika kita dapat, akan seperti apa jadinya tanpa satu atau lebih indera kita. Beberapa pengalaman sederhana, disebut sensasi, sangat berkaitan dengan apa yang terjadi dalam sistem penginderaan itu sendiri. Warna, terang, nada, suara, atau rasa pahit adalah contoh tentang sensasi. Studi tentang sensasi dalam laborat membantu menemukan bagaimana sistem penginderaan bekerja, tetapi dalam kehidupan nyata, kita jarang mengalami sensasi sederhanaproses persepsi secara konstan adalah pekerjaan mengubah masukan

penginderaan kedalam apa yang secara nyata kita alami (Farndon, 2000). Penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan sentuhan disebut 5 indera. Tetapi jumlah indera manusia lebih dekat ke sepuluh daripada lima. Dalam sentuhan, kulit memisahkan rasa hangat, dingin dan sakit. Kemudian indera dalam perut, tendon, dan gabungannya memberitahu kita tentang posisi anggota badan kita dan keadaan tekanan dalam otot. Mereka melayani indera yang disebut kinesthesis. Indera vestibuler memberitahu kita tentang gerakan dan posisi yang seimbang. Setiap sistem indera adalah suatu jenis hubungan, terdiri dari suatu elemen yang sensitive (reseptor), syaraf fiber memimpin dari reseptor ke otak atau sumsum tulang belakang, dan berbagai stasiun penerima dan daerah pemrosesan dalam otak. Ketika suatu saluran penghubung distimulasi, kita mempunyai suatu sensasi yang dicirikan dari hubungan itu. Contohnya, apakah mata distimulasi oleh sinar atau oleh tekanan bola mata, kita mempunyai pengalaman visual (Mader, 2001). Dalam upaya kita mengetahui tentang dunia sekitar kita (dan didalamnya), energi fisik harus diubah ke dalam aktivitas dalam system syaraf. Proses memunculkan energi fisik ini kedalam aktivitas system syaraf disebut trasduktif . Transduktif terjadi dalam reseptor/penerimasel-sel yang dikhususkan untuk mengubah secara paling efektif satu jenis energy. Umumnya, selama proses transduktif, sel reseptor mengeluarkan energy fisik kedalam suatu potensi atau voltasi listrik, disebut reseptor potensial. Dalam beberapa system syaraf, reseptor potensial itu sendiri secara langsung mencetuskan impuls-impuls syaraf yang bergerak ke otak atau sumsum tulang belakang. Dalam system syaraf yang lain, reseptor potensial memimpin kejadian-kejadian listrik selanjutnya, yang sebaliknya mencetuskan impuls-impuls sysraf. Apakah ini reseptor potensial itu sendiri atau beberapa voltase yang lain, kejadian elektrik ini yang mencetuskan impuls-impuls syaraf dikenal sebagai generator potensial (Mader, 2001). Untuk suatu kejadian tertentu dalam lingkungan, berates-ratus impuls syaraf dibangkitkan dan disalurkan ke system syaraf pusat. Ketika impuls-impuls ini melewati banyak nerve fiber pada saat yang berbeda-beda, mereka membentuk suatu pola input ke system syaraf pusat yang adalah dasar dari pengalaman penginderaan tentang kejadian. Jadi, dimulai dengan proses trandusktif pada reseptor, energy fisik dihasilkan dari pola-pola dalam impuls syaraf dalam system syaraf pusat. Dengan kata lain, energy fisik diubah kedalam suatu kode yang

dibuat dari suatu pola syaraf dikenal sebagai kode aferen (afferent code) (kata aferen dalam hal ini berarti input = masukan) (Mader, 2001). Perlu ditekankan bahwa persepsi bukan sekedar proses penginderaan, karena rasa manis, rasa pahit, sentuhan, sapaan dan sebagainya dapat diinterpretasikan secara amat berbeda tergantung apa yang menyebabkan, dan dari konteks yang lebih luas (kebiasaan, selera, dan lain-lain). Akan tetapi proses diterimanya rangsang sangat penting artinya. Penginderaan inilah yang membuat kita sadar akan adanya rangsang. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi penginderaan (Guyton, 1988). Penginderaan terjadi dalam suatu konteks tertentu, konteks ini disebut sebagai dunia persepsi. Agar dihasilkan suatu penginderaan yang bermakna, ada ciri-ciri umum tertentu dalam dunia persepsi tersebut, yaitu (Mader, 2001): Rangsang-rangsang yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dari masingmasing indera (cahaya untuk penglihatan, bau untuk penciuman, suhu untuk perasa, bunyi untuk pendengaran, sifat permukaan untuk perabaan, dan sebagainya). Dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang); kita dapat mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, luas-sempit, latar depan-latar belakang dan lain-lain. Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepatlambat, tua-muda dan sebagainya. Obyek-obyek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu. Kita melihat pintu tidak berdiri sendiri tetapi dalam ruang tertentu, disaat tertentu, letak/posisi tertentu dan lain-lain. Dunia persepsi adalah dunia penuh arti. Kita cenderung melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya dengan tujuan dalam diri kita. Pengalaman inderawi (sensori experience) tergantung dari sifat-sifat diterimanya rangsang sehingga kita mempunyai pengalaman inderawi yang dapat kita paparkan dalam suatu bentangan kuat-lemah, lamasebentar, kasar-halus, panas-dingin, dan sebagainya. Bentangan sifatsifat seperti itulah yang disebut dimensi penginderaan. Ada empat dimensi penginderaan yaitu (Mader, 2001):

2

Intensitas : kuat-lemahnya penginderaan suatu rangsang tertentu. Kita dapat membedakan cahaya yang kuat dan lemah. Intensitas penginderaan kita jumpai pada semua indera. 3 Ekstensitas : penghayatan terhadap tebal-tipis, luas-sempit, besarkecil dan lain-lain. 4 Lamanya : penginderaan dapat berlangsung lama atau sebentar. 5 Kualitas : kita dapat membedakan kualitas rangsang misalnya nada yang merdu atau nada yang kasar, warna yang serasi atau warna yang tidak harmonis. Penginderaan akan terjadi sesudah adanya rangsang minimum dari salah satu indera. Artinya, suatu rangsang (misalnya cahaya dalam kegelapan atau suara dalam suatu ruangan) harus mencapai intensitas tertentu agar rangsang tersebut bisa ditangkap atau didengar. Masalah ini juga berhubungan dengan sejauh mana bisa membedakan intensitas dua buah rangsang (atau lebih). Dua bongkah batu yang hamper sama beratnya mungkin tidak dapat kita bedakan. Perbedaan intensitas ini harus mencapai suatu perbandingan tertentu agar dapat disadari (Mader, 2001). Manusia memiliki mata disebelah kiri dan kanan. Kehilangan atau kerusakan salah satu bola mata dapat mengganggu penglihatan. Kelainan atau gangguan pada indera penglihat antara lain sebagai berikut (Mader, 2001): Mata miopi (rabun jauh), yaitu cacat mata yang disebabkan oleh bola mata terlalu panjang sehingga bayang-bayang dari benda yang jaraknya jauh akan jatuh di depan retina.Mata miopi hanya mampu melihat jelas jarak dekat, sedangkan benda-benda jauh tidak tampak jelas. Miopi sering juga disebut rabun dekat. Hal ini terjadi karena ukuran biji mata dari belakang sampai ke depan melebihi ukuran yang normal, sehingga lensa memfokuskan bayangan di depan retina. Miopi disebabkan jarak titik api lensa mata terlalu pendek atau lensa mata terlalu cembung atau garis tengah mata panjang. Titik api adalah pusat pertemuan sinar yang sudah dipecah oleh lensa. Jadi, sinar yang masuk jatuh di depan retina sehingga mata tidak dapat melihat benda jauh. Untuk menolong penderita miopi (rabun jauh) harus menggunakan kacamata dengan lensa cekung (negatif). Lensa cekung ini akan menempatkan bayangan tepat pada retina. Miopi biasa terjadi pada anak-anak.

Gambar 4: atas) Mata yang menderita rabun jauh. bawah) Penderita rabun jauh bisa ditolong dengan menggunakan lensa cekung (Iiyas,2000) Mata hipermetropi (rabun dekat), yaitu kelainan mata dimana bayangan yang dibentuk oleh lensa jatuh dibelakang retina. Kelainan ini terjadi karena lensa mata terlalu pipih atau garis tengah mata pendek. Kelainan ini hanya mampu melihat jelas jarak jauh, sedangkan benda-benda dekat tidak tampak jelas. Hipermetropi atau rabun jauh terjadi karena ukuran biji mata dari belakang sampai ke depan adalah pendek atau kecil, sehingga lensa memfokuskan bayangan di belakang retina. Titik api lensa berada di belakang retina sehingga mata tidak dapat melihat benda-benda yang dekat. Jadi, penderita hipermetropi harus menggunakan kacamata berlensa cembung (positif). Dengan lensa cembung, sinar yang jatuh di belakang retina akan dikembalikan tepat pada retina.

a

b Gambar 5: a) Mata yang menderita rabun dekat. b) Penderita rabun dekat bisa ditolong dengan menggunakan lensa cembung (Iiyas,2000)

Gambar 6: Kelainan mata : (a) Miopi, (b) Hipermetropi (Iiyas,2000) Presbiopi (mata tua), yaitu kesalahan akomodasi yang terjadi pada orang tua atau orang yang sudah menginjak usia lanjut. Lensa mata kehilangan elastisitasnya, daya lenting berkurang, sehingga tidak dapat memfokuskan bayangan sebuah benda yang berada dekat dengan mata. . Penderita ini tidak dapat melihat benda dekat dan tidak dapat melihat benda jauh dengan jelas. Penderita ini harus menggunakan kacamata berlensa cekung dan cembung sekaligus. Astigmatisme, yaitu kesalahan refraksi yang terjadi karena berkas-berkas cahaya jatuh pada garis-garis diatas retina, bukan pada titik-titik tajam. Hal ini disebabkan adanya perubahan bentuk lekungan lensa/permukaan lensa mata mempunyai kelengkungan yang tidak sama, sehingga fokusnya tidak sama, akibatnya bayangbayang jatuh tidak pada tempat yang sama. Mata astigmatisme

hanya mampu melihat baris-baris tertentu. Disini, garis-garis vertikal lebih jelas daripada garis-garis horizontal. Keadaan ini dapat ditolong dengan menggunakan kacamata silindris, yaitu yang mempunyai beberapa fokus (jika bukan astigmatisme sejak lahir), untuk menambahkan bagian yang kurang cembung pada lensa mata yang abnormal tersebut. Konjungtivitis, yaitu peradangan pada konjungtiva (selaput lendir yang melapisi sisi dalam kelopak mata). Gejalanya adalah salah sebuah atau kedua mata terasa panas dan seolah-olah terasa ada pasir, sehingga kelopak mata membengkak, konjungtiva berwarna merah, mata berair dan tidak tahan cahaya. Trakhoma, yaitu salah satu bentuk peradangan konjungtivitis sebagai akibat infeksi virus pada konjungtiva. Katarak, yaitu buramnya dan berkurang alastisitasnya lensa mata, dapat menyerang sebagian atau keseluruhan lensa mata. Hal ini terjadi karena adanya pengapuran pada lensa. Pada orang yang terkena katarak pandangan menjadi kabur dan daya akomodasi berkurang. Dapat disebabkan oleh kekurangan vitamin B atau juga faktor usia. Hemeralopia, yaitu rabun ayam (kurang awas di waktu senja). Hal ini terjadi akibat kekurangan vitamin A (avitaminosis A). Buta warna, yaitu penyakit keturunan yang tidak dapat membedakan macam-macam warna. Hal ini dapat terjadi ada yang buta warna total, hanya mengetahui warna hitam dan putih (black and white). Selain itu ada juga buta warna sebagian, yaitu hanya mengetahui warna merah dan biru. Imeralopi (Rabun Senja), kelainan pada mata karena defisiensi vitamin A. Akibatnya penderita kesulitan melihat benda saat terjadi perubahan dari terang ke gelap atau saat senja. Xeroftalxni, yaitu kornea menjadi kering dan bersisik. Keratomealasi, yaitu kornea menjadi putih dan rusak. Beberapa contoh cara memelihara indera penglihat seperti berikut ini : Biasakan membaca buku dengan sikap tubuh tegak, jarak antara buku yang dibaca kurang lebih 30 cm. Jangan dibiasakan membaca buku sambil tiduran, karena akan mengakibatkan kelainan mata. Membaca di ruangan yang terang, karena jika kamu membaca di tempat yang kurang terang, pupil matamu akan melebar dengan

kuat sehingga lama kelamaan akan menimbulkan kelelahan pada mata. Menonton televisi jangan terlalu dekat. Bila kita sedang membaca buku atau melihat suatu benda tibatiba menjadi buram/kabur, maka segera periksakan ke dokter mata. Jika pada bagian mata terasa gatal-gatal atau mata memerah, maka segera tetesi dengan obat tetes mata. Hindari kontak langsung dengan penderita sakit mata (trakhom dan konjungtivitis) seperti penggunaan handuk bersama, karena penyakit tersebut sangat mudah menular. Hindari melihat gerhana matahari secara langsung, karena dapat mengakibatkan kebutaan mendadak. Agar mata selalu sehat, biasakanlah memakan makana yang banyak mengandung vitamin A, seperti wortel. Pada percobaan ini semua probandus memberikan jawaban yang hampir sama. Tidak hanya terlihat garis lingkaran-lingkaran gelap, pada semua tempat tampak garis-garis sama lebar dan sama gelap, terlihat bila salah satu mata ditutup, kedua mata tampak sama (kecuali probandus silindris), sampel akan berputar jika digerakkan secara perlahan-lahan, bentuk silang sama jika dilihat dengan hanya memakai satu mata dan digerakkan dengan pelan sehingga posisi gambar menjadi X, tidak terjadi perubahan warna antara garis gelap yang sama dalam setiap batang. Hal ini berarti semua probandus dengan masing-masing kelainan mata yang dideritanya, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua probandus tidak ada yang mengalami astigmatisma. .

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Hasil percobaan dapat disimpulkan kelainan mata dapat berpengaruh terhadap penglihatan seseorang. Kelainan tersebut bermacam-macam dan dapat dipengaruhi oleh faktor usia dan jenis kelamin. Bintik buta merupakan bagian mata yang tidak memiliki sel-sel penerima rangsang cahaya yaitu sel batang dan sel konus. Jarak bagian ini bervariasi pada probandus, dan jaraknya tidak terkait dengan jenis kelamin, usia, dan kelainan mata. Pupil berfungsi sebagai lubang masuk cahaya pada mata. Pupil dapat membesar dan menyempit untuk menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk dalam mata. Astigmatisma adalah gangguan mata karena kesalahan refraksi yang disebabkan perbedaan kelengkungan lensa astigmatik sepanjang satu bidang dan kelengkungan sepanjang bidang lainnya. Beradsarkan pengamatan diketahui bahwa jarak konvergensi mata pada tiap probandus berbedabeda, dan pada probandus dengan kelainan mata memiliki jarak yang lebih pendek. Pada percobaan persepsi warna diketahui bahwa penerusan warna yang tidak diserap filter akan merangsang sel kerucut dan menyebabkan warna yang terlihat hanya salah satu warna (merah/biru). Buta warna adalah ketidakmampuan melihat warna-warna tertentu yang diakibatkan karena adanya kerusakan atau kelainan pada sel kerucut yang terdapat pada retina sentral. Efek setelah melihat warna dikarenakan sel yang mengalami penghambatan tersebut mengalami adaptasi terhadap intensitas cahaya yang dipantulkan sehingga akan bereaksi secara berlebih dan menyebabkan terlihat warna oponen pada kertas putih. Pola yang terbentuk karena gerak disebabkan oleh penyesuaian mata setelah melihat obyek yang berputar dan berpindah melihat obyek yang diam sehingga terjadi pergerakan seolah obyek membesar atau mengecil. 5.2 Saran Praktikum selanjutnya duharapkan menggunakan probandus secukupnya saja karena data yang digunakan merupakan data angkatan, bukan data kelas.

DAFTAR PUSTAKA Boyle M dan Kathryn S. 2002. Biology. London: HaperCollinsPublishers Limited. Bullock, J. 2001. Physiology 4th Edition. Lippincott Williams and Wilkins.: USA. Farndon, John. 2000. Human Body. China: Miles Kelly Publishing. Guyton, A.C. 1988. Fisiologi Kedokteran. EGC: Penerbit Buku Kedokteran : Jakarta. Iiyas S. Dasar Tehnik Pemeriksaan, Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2000, p. 99. IndoFamilyHealth. 2008. Gejala Buta Warna. http://www.indofamilyhealth.com. Diakses pada tanggal 01 April 2010 Johnson, Keith. 2001. Physics for You. United Kingdom: Nelson Thornes, Ltd Mader, S.S.2001.http : Biology/science/mata manusia. Diakses pada tanggal 01 April 2010 R Michael dan Neil Ingram.2001. Biology. United Kingdom: Nelson Thornes Ltd Shahrul, Salwa Ferwani Ungku, dan Hecht Eugene. 2006. PreUniversity Physics Volume 1. Singapore: Thomson learning, Inc.