laporan praktikum 9 tphp

31
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN (Pengeringan Bahan Hasil Pertanian) Oleh : Nama : Ismail NPM : 240110130109 Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 18 November 2015 Waktu : 15.00 - 17.00 WIB Asisten Dosen : 1. Riska Dwi W. T. 2. Nedia Cahyati Nilai :

Upload: ismail-liamsi

Post on 14-Apr-2016

268 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Laporan praktikum 9 teknik penanganan hasil pertanian program studi teknik pertanian

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN

(Pengeringan Bahan Hasil Pertanian)

Oleh :

Nama : Ismail

NPM : 240110130109

Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 18 November 2015

Waktu : 15.00 - 17.00 WIB

Asisten Dosen : 1. Riska Dwi W. T.

2. Nedia Cahyati

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES

DEPARTEMEN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

Nilai :

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan pangan yang berasal dari tanaman, seperti buah-buahan dan sayuran

dalam keadaaan segar adalah kelompok bahan makanan yang agak mudah rusak.

Kelompok bahan pangan ini tergantung dari jenisnya relatif lebih tahan pada suhu

kamar. Buah-buahan seperti pisang, mangga akan mengalami proses pematangan

terlebih dahulu sebelum mengalami proses pembusukan. Kandungan air yang

terdapat dalam bahan hasil pertanian memegang peranan yang sangat penting

dalam menjaga kualitas dari bahan hasil pertanian.

Kadar air bahan hasil pertanian mempengaruhi kualitas dan daya simpan

dari suatu bahan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan

hasil pertanian begitu penting dalam proses pengolahan maupun pendistribusian

untuk mendapat penanganan yang tepat. Penanganan bahan hasil pertanian

dikatakan tepat jika penanganan tersebut mampu mengelola hubungan antara

faktor-faktor yang dimiliki bahan hasil pertanian dengan lingkungan dimana

bahan hasil pertanian berada. Kadar air bahan hasil pertanian memegang

peranan yang sangat penting dalam menjaga kualitas dari bahan hasil

pertanian. Terjadinya kerusakan pada bahan-bahan hasil pertanian selepas

panen secara biologis, fisiologis, dan kimia disebabkan karena masih

tingginya kadar air di dalam bahan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan uji coba Equilibrium Moisture Content

(EMC) dan pengeringan bahan hasil pertanian. Untuk memilih teknik penanganan

yang tepat dan perlu dipahami pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kualitas

bahan hasil pertanian.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari proses pengeringan dengan menggunakan oven dan mencari

kurva laju pengeringan pada biji-bijian.

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan

Secara umum, pengeringan merupakan proses pemindahan air dari dalam

bahan melalui penguapan dengan menggunakan energi panas. Selama

pengeringan berlangsung, energi panas dipindahkan dari udara sekeliling ke

permukaan bahan, sehingga terjadi peningkatan suhu dan terbentuknya uap air.

Kandungan air dari bagian dalam bahan berdifusi ke permukaan bahan, dan juga

uap air yang terkandung di dalam udara sekeliling bahan secara kontinyu dialirkan

keluar dari mesin pengering.

Tujuan pengeringan bahan hasil pertanian adalah untuk mengurangi

kandungan air bahan sampai dengan kadar air aman, baik untuk proses

pengolahan maupun penyimpanan. Menurut Henderson (1976), pengeringan

adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari

bahan dengan menggunakan media pengering (udara, cair, atau padat) sampai

pada tingkat kadar air kesetimbangan (Equilibrium Mousture Contents = EMS)

dengan kondisi udara luar (atmosfer) normal atau tingkat kadar air yang setara

dengan nilai aktifitas air (aw) yang aman dari kerusakan oleh mikrobiologi,

enzimatis, dan kimia.

2.2 Kadar Air

Kadar air bahan hasil pertanian memegang peranan sangat penting dalam

menjaga kualitas dari bahan hasil pertanian. Terjadinya kerusakan pada bahan

hasil pertanian selepas panen secara biologis, fisiologis, dan kimia disebabkan

karena masih tingginya kadar air di dalam bahan. Informasi kadar air dari suatu

bahan hasil pertanian sangat diperlukan untuk mengetahui kondisinya apakah

telah memenuhi syarat dalam proses penanganan pasca panen, misalnya untuk

proses perontokan, penyimpanan dan lain-lain.

Kandungan air di dalam bahan hasil pertanian biasanya dinyatakan dalam

persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). Dalam perhitungan-

perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering dipakai karena pembagi

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah dikeringkan yang

tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan perubahan penurunan

kandungan air lebih terlihat dengan jelas.

Kandungan air basis basah dapat dinyatakan sebagai berikut:

m =

100 Wm(Wm+Wd ) ................................................(1)

Sedangkan kandungan air basis kering dapat dinyatakan sebagai berikut:

M = 100

WmWd ...................................................(2)

M =

100 m100−m ....................................................(3)

Dimana:

m = Kadar air basis basah (%)

M = Kadar air basis kering (%)

Wm= Berat air dalam bahan (kg)

Wd = Berat bahan padat (bagian yang tidak mengandung air) (kg)

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,

yaitu metode praktis dan metode dasar. Metode praktis, metode ini mudah

dilakukan tetapi hasilnya kurang teliti sehingga sering sering perlu dilakukan

kalibrasi alat terlebih dahulu. Yang termasuk metode ini adalah metode kalsium

karbida dan metode pengukuran dengan alat ukur kadar air (electric moisture

meter).

Metode dasar, kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang

diakibatkan oleh pengeringan atau pemanasan pada kondisi tertentu dan

dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk ke dalam

metode dasar adalah metode oven, metode destilasi dan metode Karl Fisher.

2.3 Kadar Air Kesetimbangan atau Equilibrium Moisture Content (EMC)

Kadar air kesetimbangan merupakan bagian yang sangat penting dalam

proses pengeringan. Kadar air kesetimbangan suatu bahan hasil pertanian adalah

kadar air padatan basah bahan hasil pertanian yang berada dalam keseimbangan

dengan udara sekelilingnya pada suhu dan kelembaban relatif tertentu.

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

Apabila bahan hasil pertanian ditempatkan pada udara yang kelembaban relatifnya

meningkat maka bahan pertanian tersebut termasuk ke dalam proses isotermi

adsorpsi. Sedangkan apabila bahan hasil pertanian ditempatkan pada udara yang

kelembaban relatifnya menurun maka bahan tersebut mengalami proses isotermi

desorpsi. Proses pengeringan merupakan proses desorpsi dimana kadar air bahan

hasil pertanian akan menurun secara progresif dengan menurunnya kelembaban

relatifnya (Suhadi, 2005).

2.4 Aktivitas Air (aw)

Aktivitas air atau water activity (aw) adalah kandungan air yang terdapat

pada bahan hasil pertanian yang dapat mengaktifkan pertumbuhan mikroba dan

germinasi spora yang akan berpengaruh terhadap mutu, higienis dan daya simpan

bahan hasil pertanian. Aktivitas air untuk setiap bahan hasil pertanian berbeda

tergantung pada tekanan parsial uap air di dalam bahan hasil pertanian tersebut.

Gambar 1. Kurva kadar air kesetimbangan untuk berbagai jenis padatan

(Sumber : Sugiyono dan Muchtadi, Tien. R, 1989)

Gambar 2. Berbagai jenis kadar air

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

(Sumber : Sugiyono dan Muchtadi, Tien. R, 1989)

Secara sederhana aw adalah perbandingan tekanan uap yang diberikan oleh

air di dalam padatan terhadap tekanan jenuh yang diberikan oleh air murni pada

suhu yang sama. Terdapat berbagai kurva Aw terhadap kadar air bahan seperti di

bawah ini (Sumber : Sugiyono dan Muchtadi, Tien. R, 1989)

.

Gambar 3. Hubungan Aw terhadap kadar air untuk berbagai bahan pangan

(Sumber : Sugiyono dan Muchtadi, Tien. R, 1989)

Proses pengeringan yang umum digunakan di industri terbagi dalam

beberapa kategori:

1. Pengeringan konveksi

Dalam pengeringan ini aliran udara panas dan kelembaban relatifnya rendah

dengan kecepatan tinggi dialirkan pada bahan yang akan dikeringkan.

2. Pengeringan konduksi

Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada permukaan benda panas

sehingga terjadi penguapan air ke lingkungan (Suhadi, 2005).

3. Pengeringan hampa udara (vacum)

Bahan yang akan dikeringkan ditempatkan pada ruang yang terdapat sumber

panas pada tekanan rendah. Keuntungan dalam pengeringan hampa udara

didasarkan pada proses penguapan air. Penguapan air akan terjadi lebih cepat

pada tekanan udara rendah jika dibandingkan dengan tekanan udara tinggi.

4. Pengeringan beku

Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pada suhu

dan tekanan yang rendah. Struktur bahan tetap dipertahankan dengan baik

pada kondisi proses pengeringan beku (Suhadi, 2005).

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

2.5 Laju Pengeringan

Proses pengeringan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu periode

lajupegeringan tetap dan periode laju pengeringan menurun. Periode laju

pengeringan tetap akan terjadi pada bahan yang mengandung banyak air sehinga

membentuk lapisan air yang akan mengering dari permukaannya. Laju

pengeringan tetap akan ditentukan sepenuhnya oleh laju pindah panas dari udara

pengering dan massa uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan.

Beberapa bahan hasil pertanian tidak menunjukkan periode laju pengeringan

tetap sama sekali karena terdapat pengaruh laju pindah panas dan massa internal

bahan yang menentukan laju pengeringan. Laju pengeringan tetap akan berhenti

pada saat air bebas dipermukaan habis dan laju pengurangan kadar air akan

berkurang secara progresif. Kadar air disaat laju pengeringan tetap berhenti

disebut kadar air kritis.

Pada prakteknya semua bahan pertanian yang dikeringkan akan mengalami

periode laju pengeringan menurun. Laju pengeringan menurun dibatasi oleh

Equilibrium Mostuire Content EMC dari kurva kadar air antara nol dan mendekati

RH 100%. Pada laju pengeringan menurun melibatkan dua proses yaitu

perpindahan kadar air di dalam bahan ke permukaan dan penguapan kadar air dari

permukaan bahan.

Apabila sejumlah bahan dikeringkan pada keadaan udara tertentu dan kadar

air bahan dicatat setiap selang waktu tertentu, akan diperoleh suatu kurva

kandungan air terhadap waktu pengeringan. Kurva hubungan kandungan air

terhadap waktu juga dapat menggambarkan laju pengeringan pada bahan hasil

pertanian.

Laju pengeringan berdasarkan transfer massa uap airnya dapat dinyatakan :

WD=dxdt

kAΔY

Dimana :

x = kadar air basis kering dari bahan

t = waktu pengeringan

WD = lajpengerinan (kg/s)

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

K = koefisien pindah panas (kg/m2s)

A = luas area permukaan bahan (m2)

ΔY = Perbedaan kelembaban mutlak udara pengeing (kg/kg)

Bentuk kurva hubungan tersebut mengikuti hukum pendinginan dan

pemanasan Newton.

dtdθ

=−k ( t−t e )

Dimana :

t = suhu bahan pada setiap waktu (oC)

te = suhu udara pengering (oC)

θ = lama waktuproses (jam)

k = konstanta pemanasan atau pengeringan.

Tabel 1. Pengelompokkan mesin pengering

Kriteria Jenis mesin pengering

Modus operasi Curah

Kontinyu

Jenis masukan panas Konveksi, konduksi, radiasi, medan

elektromagnetik, pindah panas

kombinasi

Intermiten dan kontinyu

Adiabatik dan tak-adiabatik

Keadaan bahan dalam mesin pengering Diam

Bergerak, diaduk,disebar

Tekanan operasi Vakum

Tekanan atmosfer

Media pengering (konveksi) Udara

Udara super panas

Gas buang

Suhu pengeringan Di bawah suhu didih

Di atas suhu didih

Dibawah titik beku

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

Gerak nisbi antara media pengering dan

padatan yang dikeringkan

Jumlah tahapan

Aliran searah

Aliran berlawanan arah

Aliran campuran

Tunggal

Multitahap

Waktu bahan dalam mesin pengering Singkat (< 1 menit )

Sedang (1-60 menit)

Panjang (> 60 menit)

Sumber : Toledo (1979)

Bila persamaan Diatas diintgralkan dan parameter t disubstitusikan dengan

M maka akan diperoleh pesamaan pengeringan :

M −M e

M o−M e=e−kθ

Dimana :

M = kadar air basis kering (decimal)

Mo = kadarair awal (decimal)

Me = kadar air kesetimbangan (decimal)

k = ketetapan pengeringan (1/jam)

θ = waktu pengeringan (jam)

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Cawan.

2. Desikator.

3. Moisture tester.

4. Oven.

5. Stopwatch.

6. Timbangan analitik.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Beras.

3.2 Prosedur Percobaan

Adapun prosedur dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan cawan sebanyak 10 buah dan menandainya untuk tiap interval

waktu.

2. Mengukur kadar air awal bahan dengan menggunakan moisture testure.

3. Memasukkan sampel bahan ke dalam cawan sebanyak ± 5 gram, untuk

masing-masing cawan.

4. Memasukan cawan sampel aluminium ke dalam oven pada suhu ±70o C.

5. Mengukur kadar air bahan untuk interval waktu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 10, dan 15

menit dan 30 menit, 45 menit kemudian 1 jam.

6. Mengeluarkan cawan yang berisi bahan (kacang tanah) dari oven kemudian

memasukan cawan ke dalam desikator selama 5 menit pada setiap interval

waktu yang telah ditentukan.

7. Membuat kurva laju pengeringan dari data-data tersebut di atas.

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

8. Menentukan persamaan kurva laju pengeringan bahan dan mencari besaran

konstanta laju pengeringan pada bahan tersebut.

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

4.1 Hasil Pengukuran

BAB V

HASIL PERCOBAAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Hasil Pengeringan Beras

Me

nit Ke-

(t)

Kadar air (%) Kada

r Air

Rata-rata

(%)

M

/t

(%/m

)

MR Ln MR

1 2 3

012,

6

12

,6

12,

612,6 ~ 1 0

112,

9

12

,7

12,

712,8

12

,8

1,1

250,1178

212,

7

12

,6

12,

612,6

6,

31 0

313,

0

12

,8

12,

712,8

4,

267

1,1

250,1178

4 12, 12 12, 12,7 3, 1,0 0,0606

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

8 ,7 6 175 625

512,

9

12

,8

12,

612,8

2,

56

1,1

250,1178

1511,

7

11

,4

11,

411,5

0,

767

0,3

125 -1,1632

30 - - - - - - -

45 - - - - - - -

60 - - - - - - -

4.2 Perhitungan

A. Perhitungan M/t

1. Menit ke – 0 = 12,6

0 = ~

2. Menit ke – 1 = 12,8

1 = 12,8

3. Menit ke – 2 = 12,6

2 = 6,3

4. Menit ke – 3 = 12,8

3 = 4,267

5. Menit ke – 4 = 12,7

4 = 3,175

6. Menit ke – 5 = 12,8

5 = 2,56

7. Menit ke – 15 = 11,515 = 0,767

B. Perhitungan MR

Diketahui : Me = 11%

1. MR0 = Mo−MeMo−Me =

26,6−1112,6−11 = 1

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

2. MR1 = M 1−MeMo−Me =

26,8−1112,6−11 = 1,125

3. MR2 = M 2−MeMo−Me =

26,6−1112,6−11 = 1

4. MR3 = M 3−MeMo−Me =

26,8−1112,6−11 = 1,125

5. MR4 = M 4−MeMo−Me =

26,7−1112,6−11 = 1,0625

6. MR5 = M 5−MeMo−Me =

26,8−1112,6−11 = 1,125

7. MR15 = M 15−MeMo−Me =

11,5−1112,6−11 = 0,3125

C. Mencari ln MR

1. ln MR0 = 0

2. ln MR1 = 0,1178

3. ln MR2 = 0

4. ln MR3 = 0,1178

5. ln MR4 = 0,0606

6. ln MR5 = 0,1178

7. ln MR15 = - 1,1632

D. Kontanta

1. K0 = - ln MR0

t = -

00 = -

2. K1 = - ln MR1

t = -

0,11781 = - 0,1178

3. K2 = - ln MR2

t = -

02 = 0

4. K3 = - ln MR3

t = -

0,11783 = - 0,0393

5. K4 = - ln MR4

t = -

0,06064 = - 0,0115

6. K5 = - ln MR5

t = -

0,11785 = - 0,0235

7. K15 = - ln MR15

t = -

−1,163215 = - 0,0775

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

E. Ratio Kadar Air

1. MR0 = Mo−MeMo−Me = e−kt

26,6−1112,6−11 = e−0 x0

1 = -

2. MR1 = M 1−MeMo−Me = e−kt

26,8−1112,6−11 = e0,1178 x1

1,125 = 1,125

3. MR2 = M 2−MeMo−Me = e−kt

26,6−1112,6−11 = e0 x 2

1 = 1

4. MR3 = M 3−MeMo−Me = e−kt

26,8−1112,6−11 = e0,0393 x 3

1,125 = 3,251

5. MR4 = M 4−MeMo−Me = e−kt

26,7−1112,6−11 = e0,0606 x 4

1,0625 = 1,0625

6. MR5 = M 5−MeMo−Me = e−kt

26,8−1112,6−11 = e0,1178 x5

1,125 = 1,125

7. MR15 = M 15−MeMo−Me = e−kt

11,5−1112,6−11 = e−0,0775 x 15

0,3125 = 3,1979

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

0 10 20 30 40 50 60 700

2

4

6

8

10

12

14

f(x) = − 0.102298224127373 x + 4.67482069810165R² = 0.285307179550975

Series2Linear (Series2)

Waktu (menit)

M/t

)

Gambar 1. Grafik Hubungan antara Laju Pengeringan terhadap waktu

0 2 4 6 8 10 120

2

4

6

8

10

12f(x) = NaN x + NaNR² = 0

Series2Linear (Series2)

Kadar air (%)

M/t

)

Gambar 2. Grafik Hubungan antara Laju Pengeringan terhadap Kadar Air

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

0 10 20 30 40 50 60 700

2

4

6

8

10

12

14

f(x) = − 0.26576852418861 x + 13.1651806491121R² = 0.869346777605524

Series2Linear (Series2)

Waktu (menit)

Kada

r Air

(%)

Gambar 3. Grafik Hubungan antara Kadar Air terhadap waktu

0 10 20 30 40 50 60 70

-1.4

-1.2

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

f(x) = − 0.000926785058175138 x − 0.0596280465401102R² = 0.00261255067199617

Series2Linear (Series2)

Waktu (menit)

ln M

R

Gambar 4. Grafik Hubungan antara ln MR terhadap waktu

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

BAB V

PEMBAHASAN

Praktikum kali ini praktikan akan membahas hasil pengamatan mengenai

pengeringan suatu bahan hasil pertanian dengan menggunakan oven dan

penentuan kadar air dengan menggunakan alat ukur kadar air yaitu moisture

testure. Bahan hasil pertanian yang akan diuji kadar airnya yaitu beras.

Proses pengeringan pada beras ini menggunakan oven agar kadar airnya

menurun. Proses pengeringan terdapat dua periode yaitu periode laju pengeringan

tetap dan periode laju pengeringan menurun. Pengeringan merupakan proses

untuk menghilangkan air dari suatu bahan atau memindahkan air ke lingkungan

dengan diberikan perlakuan berupa energi panas. Proses pengeringan berlaku

apabila bahan yang dikeringkan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang

dikandungnya. Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah

penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan

teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut.

Menurut literatur SNI 01-3921-1995, kacang tanah mengandung nilai Me

(Moisture equilibrium) atau kadar air kesetimbangan sebesar 8-9%. Berdasarkan

hasil diatas, kadar air beras yang diperoleh selama 1 jam ini sebesar 11,5 %.

Perbedaan nilai Me ini tidak terlalu signifikan besarnya.

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

Berdasarkan hasil diatas, hasil pengukuran kadar air beras ini semakin lama

waktu pengeringan maka akan semakin menurun kadar airnya. Hal ini terbukti

pada rata-rata kadar air setiap menitnya yang semakin berkurang. Karena bahan

yang di dalam cawan tersebut semakin lama semakin kering yang mana artinya

kandungan kadar air didalam bahan beras tersebut akan semakin berkurang.

Setiap interval waktunya diperoleh hasil konstanta yang berbeda-beda.

Berdasarkan hasil diatas, diperoleh rata-rata nilai konstantan sebesar 0,314. Nilai

konstanta ini relatif semakin kecil apabila waktu pengeringan semakin lama. Hal

ini menunjukkan nilai konstanta berbanding terbalik dengan waktu. Konstanta

yang semakin kecil menunjukkan kadar air bahan semakin sedikit dan akan

semakin stabil setelah melewati critical point. Hal ini sesuai dengan literatur. Dari

nilai konstanta ini, rasio kadar air setiap intervalnya sesuai dengan hasil masing-

masing parameter yaitu kadar air rata-rata (MR) dan konstanta pengeringan (k)

Apabila proses pengeringan diteruskan, air didalam produk akan berkurang,

perpindahan air kepermukaan tidak dapat mengimbangi cepatnya air menguap

dari permukaan keudara sekitar. Fase ini merupakan akhir dari periode

pengeringan dengan laju tetap dan disebut kadar air kritis (critical moisture

content), tanda dimulainya periode laju pengeringan menurun pertama. Pada

keadaan tersebut permukaan bahan yang dikeringkan sudah tidak jenuh dan mulai

kelihatan ada bagian yang mengering. Faktor yang mengendalikan laju

pengeringan pada periode ini adalah hal-hal yang mempengaruhi perpindahan air

didalam bahan padat yang dikeringkan. Tergantung dari produk yang dikeringkan,

produk pertanian yang tidak higroskopis biasanya hanya memiliki satu periode

laju pengeringan menurun, sedangkan produk pertanian higroskopis memiliki dua

periode laju pengeringan menurun.

Berdasarkan hasil grafik diatas, perbandingan antara waktu terhadap laju

pengeringan grafik yang terbentuk sesuai dengan literatur. Semakin lama waktu

yang digunakan pada proses pengeringan maka semakin menurun nilai laju

pengeringan. Nilai regresi yang diperoleh sebesar 0,2593 yang menunjukkan

bahwa hubungan (korelasi) antar parameter kurang valid. Dikarenakan terjadi

peningkatan atau penurunan kadar air secara tiba-tiba. Selain grafik waktu

dengan laju pengeringan, adapula hubungan grafik kadar air terhadap laju

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

pengeringan. Semakin menurunnya kadar air maka laju pengeringan pun semakin

melambat. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa kadar air pada sudah

berkurang sehingga laju pengeringan pun melambat.

Grafik waktu terhadap kadar air bahan ini menunjukkan bahwa semakin

lama waktu pengeringan maka kadar air semakin menurun. Grafik ini

menunjukkan laju pengeringan. Laju pengeringan yang terjadi pada bahan ini

adalah constant rate. Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan secara

progresif pada waktu ke-15 menit menuju 1 jam. Selain itu, hubungan waktu

dengan nilai MR (kadar air rata-rata), semakin lama waktu pengeringan maka

nilai MR semakin menurun.

Dari keempat grafik, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pengeringan

suatu bahan lama pengeringan saat berpengaruh terhadap pengurangan kadar air

pada bahan. Selain itu, lama pengeringan pun berpengaruh terhadap kualitas

bahan yakni kekerasan bahan.

Laju pengeringan suatu bahan yang dikeringkan antara lain ditentukan oleh

sifat bahan tersebut seperti bulk density, kadar air awal, serta hubungannya

dengan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan. Laju pengeringan

maksimum biasanya tidak dipakai. Hal ini untuk mengurangi dan mencegah

terjadinya pengkerutan, pengerasan permukaan, retak permukaan bahan serta

akibat lain yang tidak diinginkan terjadi pada pengeringan produk pangan padat.

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setelah melaksanakan praktikum ini dapat disimpulkan, bahwa :

1. Semakin lama waktu pengeringan maka kadar air bahan semakin menurun.

2. Lama waktu pengeringan sangat berpengaruh selama proses pengeringan.

3. Laju pengeringan yang terjadi pada pengeringan kacang tanah yaitu laju

pengeringan konstan (constant rate).

4. Menurut literatur SNI 01-3921-1995, kacang tanah mengandung nilai Me

(Moisture equilibrium) atau kadar air kesetimbangan sebesar 8-9%.

5. Nilai konstanta relatif semakin kecil apabila waktu pengeringan semakin

lama.

6. Konstanta yang semakin kecil menunjukkan kadar air bahan semakin sedikit

dan akan semakin stabil setelah melewati critical point.

7. Laju pengeringan suatu bahan yang dikeringkan antara lain ditentukan oleh

sifat bahan tersebut seperti bulk density, kadar air awal, serta hubungannya

dengan kadar air kesetimbangan pada kondisi pengeringan

6.2 Saran

Untuk melaksanakan praktikum ini diharapkan praktikan mampu

melaksanakan hal-hal di bawah ini yaitu :

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

1. Sebaiknya, praktikan lebih bersabar dalam melakukan percobaan sehingga

hasilnya pun sesuai dengan yang diinginkan.

2. Sebaiknya, pada saat menggunakan oven tidak boleh terlalu sering dibuka

dan ditutup karena akan berpengaruh pada hasil. Suhu oven akan

dipengaruhi oleh suhu lingkungan.

3. Sebaiknya, pada saat menggunakan desikator tidak boleh terlalu sering

dibuka dan ditutup juga karena suhu lingkungan akan masuk ke desikator

dan ke dalam bahan yang diamati.

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM 9 TPHP

DAFTAR PUSTAKA

Heldman, Dennis. 1984. Food Process Engineering. Avi Publishing Company, Inc: Westport, Connecticut.

Henderson, S.M. and R.L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3rd. edition. The Avi Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.

Sarifah, Ir. M. App.Sc., R., Dadi Ir. M.Sc., Sudaryanto, Ir., MP., N., W., Asri, S.T.P.2012.Penuntun Praktikum MK TPHP 2012, FTIP, Universitas Padjajaran

Toledo. T Romeo.1979. Fundamental of Food Process Engineering. AVI Publishing Company. Westport, Connecticut.

Sugiyono, dan Muchtadi, Tien. R. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB

Suhadi, Ujang. 2005. Karakteristik Bahan Hasil Pertanian. Materi Kuliah MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran.

Wiratakusumah, Aman. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jenderal Perguruan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Zein, Sudaryanto, Ujang Suhadi, Sawitri, Ulfi Ibrahim. 2005. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Bandung: Pustaka Giratuna.