laporan terakhir tphp 2

31
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN Penyimpanan Bahan Hasil Pertanian ( Suhu Ruang dan Cold Storage ) Oleh : Nama : Evie Yulia Rachman NPM : 240110097009 Hari, Tgl Praktikum : Selasa, 29-11-2011 Waktu : 15.00 – 17.00 WIB Co.Ass : R. Asri Noor Pratiwi

Upload: a-mario-agung

Post on 10-Dec-2015

254 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

TPHP

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Terakhir TPHP 2

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENANGANAN HASIL PERTANIAN

Penyimpanan Bahan Hasil Pertanian

( Suhu Ruang dan Cold Storage )

Oleh :

Nama : Evie Yulia Rachman

NPM : 240110097009

Hari, Tgl Praktikum : Selasa, 29-11-2011

Waktu : 15.00 – 17.00 WIB

Co.Ass : R. Asri Noor Pratiwi

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES

TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2011

Page 2: Laporan Terakhir TPHP 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya bahan-bahan hasil pertanian bersifat mudah rusak

(perishable). Kerusakan – kerusakan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor,

diantaranya faktor fisik, mekanik, termal, fisiologis, biologis dan kimia. Bahan

hasil pertanian umumnya mempunyai tekstur lunak, kadar air tinggi, komponen

zat-zat gizi dan enzim yang masih aktif. Setelah dipanen,hasil pertanian akan

mengalami perubahan-perubahan fisiologis secara spontan. Perubahan-perubahan

ini biasanya disertai atau di ikuti dengan perubahan fisik, kimia, dan mikrobiologi.

Kerusakan bahan hasil pertanian merupakan akibat dari perubahan-perubahan

yang terjadi tersebut.

Bahan hasil pertanian sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan terutama

setelah panen. Setelah dipanen bahan hasil pertanian tersebut umumnya harus

melalui perlakuan awal atau modifikasi berupa pengolahan yang bertujuan untuk

mempertahankan kuantitas dan kualitas, meningkatkan kualitas serta

memperpanjang umur simpan, dan mempermudah transfortasi agar dapat

dikonsumsi serta bernilai ekonomis tinggi.

Bahan pangan seperti telur, daging, ikan, sayur, maupun buah tidak dapat

disimpan lama dalam suhu ruang. Masa simpan bahan pangan dapat diperpanjang,

yaitu salah satunya dengan disimpan pada suhu rendah. Penyimpanan bahan hasil

pertanian pada suhu rendah contohnya pada refrigerasi atau cold storage. Suhu

yang rendah cenderung dapat menghambat pertumuhan mikroba. Suhu rendah

mendekati titik beku air, sangat efektif dalam mengurangi laju respirasi. Suhu

tersebut bermanfaat untuk penyimpanan makanan dalam jangka pendek.

Proses pendinginan yang dapat memperpanjang umur simpan bahan hasil

pertanian dapat dilaksanakan secara langsung atau dipadukan dengan pengolahan

bahan baku tersebut, sehingga menjadi produk yang mempunyai daya tahan

simpan relatif tinggi. Oleh karena itu, dalam praktikum kali ini praktikan akan

menguji coba proses penyimpanan bahan hasil pertanian di dalam cold storage

Page 3: Laporan Terakhir TPHP 2

guna meningkatkan daya simpan bahan (tahan lama/awet) dan meningkatkan

mutu bahan tersebut. Serta menyimpan bahan pada suhu ruang untuk

membandingkan tingkat daya simpan bahan tersebut dengan yang disimpan di

dalam cold storage.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum mengenai ” Penyimpanan Bahan Hasil

Pertanian ” ini adalah sebagai berikut :

Mempelajari dan mengetahui prinsip dasar pendinginan (cooling).

Mengetahui perubahan warna, tekstur, tingkat kelayuan, dan jumlah uap

air bahan hasil pertanian yang disimpan pada suhu ruang dan cold storage.

Mengetahui pengaruh suhu dalam proses penyimpanan bahan hasil

pertanian yang berguna untuk meningkatkan daya simpan bahan.

Page 4: Laporan Terakhir TPHP 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendinginan

Pendinginan adalah salah satu satuan operasi dalam penanganan pasca

panen yang penting terutama dalam upaya memperpanjang umur simpan bahan

hasil pertanian. Pendinginan erat kaitannya dengan proses pengondisian suhu

penyimpanan. Suhu berperan penting dalam mempertahankan kualitas bahan hasil

pertanian selama penyimpanan. Hal tersebut terjadi, yaitu karena pada suhu

rendah dapat memperlambat laju metabolisme bahan hasil pertanian. Laju

mikroorganisme menurun setengahnya bila suhu diturunkan setiap 10 ºC.

Maka dari itu, pendinginan dapat diartikan sebagai proses ekstraksi energi

panas dari bahan hasil pertanian dari suhu tinggi ke suhu udara lingkungan yang

lebih rendah, atau perpindahan energi panas dari satu fluida lainnya atau dari

suatu padatan ke fluida di bawah kondisi adiabatis. Laju perpindahan energi panas

dari sistem pendingin untuk perpindahan suhu operasi yang rendah disebut beban

pendinginan (refrigeration load). Oleh karena itu, suatu sistem pendingin harus

mencukupi kebutuhan beban pendinginan untuk mempertahankan suhu rendah

dalam jangka waktu yang lama.

2.2 Prinsip Dasar Pendinginan

Kerusakan bahan pangan pada umumnya disebabkan oleh adanya proses

kimiawi dan biokimiawi, termasuk juga kerusakan yang dikerjakan oleh

mikroorganisme. Kecepatan reaksi dalam proses kerusakan tadi dipengaruhi oleh

suhu. Salah satu contoh terjadinya kerusakan lepas panen ialah masih

berlangsungnya respirasi setelah hasil-hasil tanaman dipanen. Proses metabolisme

pasca panen yang umumnya berupa proses respirasi, kecepatannya ditunjukkan

dengan jumlah karbondioksida yang dikeluarkan. Kenaikan suhu menyebabkan

kenaikan kecepatan respirasi. Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-

reaksi metabolisme. Ketentuan umum menyatakan bahwa setiap penurunan suhu

sebesar 18oF kecepatan respirasi akan berkurang setengahnya. Karena itu

Page 5: Laporan Terakhir TPHP 2

penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup

dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan bukan

hanya karena keaktifan resfirasi menurun, tetapi juga karena pertumbuhan

mikroorganisme penyebab kebusukan dan kerusakan lain dapat diperlambat.

Pendinginan tidak dapat membunuh mikroorganisme tetapi hanya menghambat

pertumbuhannya, oleh karena itu setiap bahan pangan yang akan didinginkan

terlebih dahulu harus dibersihkan. Untuk mencegah kehilangan air dan

memberikan kilap pada bahan yang didinginkan terutama buah-buahan, kulit buah

dapat dilapisi oleh malam (wax) atau parafin atau campuran malam dengan

parafin.

Terjadinya proses pendinginan adalah atas dasar hukum thermodinamika

ke-2 yaitu enersi dapat ditransfer dari benda yang berenersi tinggi ke benda yang

berenergi rendah. Pada dasarnya teknik pendinginan bahan pangan dapat

dikerjakan dalam 2 cara yaitu : secara alami (natural refrigeration) dan secara

mekanis (mechanical atau artificial refrigeration). Pendinginan secara alami

dapat dilakukan dengan menggunakan air dingin, es, campuran air dan es, larutan

garam dan lain-lain, sedangkan pendinginan secara mekanis dilakukan dengan

menggunakan mesin-mesin yang mengatur terjadinya siklus pergantian fase uap

dan fase cair dari suatu zat pendingin (refrigerant). Zat pendingin adalah suatu

persenyawaan kimia yang mampu menjadi penerima dan pembawa panas. Zat

pendingin yang umum digunakan adalah freon dan ammoniak.

2.3 Cara Pendinginan

Terjadinya proses pendinginan adalah atas dasar hukum Thermodinamika

ke-2, yaitu energi dapat ditransfer dari benda yang berenersi tinggi ke benda yang

berenersi rendah. Pada dasarnya teknik pendinginan bahan pangan dapat

dikerjakan dalam 2 cara yaitu : secara alami (natural refrigeration) dan  secara

mekanis (mechanical atau artificial refrigeration). Pendinginan secara alami

dapat dilakukan dengan menggunakan air dingin, es, campuran air dan es, larutan

garam dan lain-lain, sedangkan pendinginan secara mekanis dilakukan dengan

menggunakan mesin-mesin yang mengatur terjadinya  siklus pergantian fase uap

dan fase cair dari suatu zat pendingin (refrigerant).

Page 6: Laporan Terakhir TPHP 2

a. Pendinginan Secara Alami

Pendinginan secara alami telah lama dikenal dan cara ini dinilai efektif

karena untuk pencairan 1 lb es dibutuhkan panas sebanyak 144 Btu. Hal ini  

berarti, bahwa bila 1 ton es mencair dibutuhkan panas sebesar 2000 (lb) x 144

Btu/lb = 288.000 Btu. Besaran ini kemudian dipakai untuk menyatakan kapasitas

pendinginan, yaitu pendinginan dikatakan mempunyai kapasitas 1 ton bila dalam

24 jam dapat menyerap panas sebesar 288.000 Btu atau sebesar 12.000 Btu/jam. 

Pendinginan dengan es dapat dilakukan dengan mudah, tidak memerlukan

peralatan khusus dan biayanya cukup murah. Kontak antara bahan yang akan

didinginkan baik yang berupa padat atau cair dengan es dapat dilakukan secara

langsung atau tidak langsung. Untuk ikan misalnya dapat dilakukan secara

langsung dengan cara menempatkan ikan bersama es dalam satu wadah. Yang

tidak langsung dilakukan dengan cara menempatkan bahan di dalam wadah yang

berbeda dengan wadah es, kemudian disimpan dalam suatu ruangan tertutup.

Lama kelamaan es akan mencair dan untuk pencairan tersebut dibutuhkan panas

yang diambil dari bahan yang didinginkan. Pendinginan dengan es tidak dapat

mencapai suhu kurang dari 0°C atau 32°F. Agar supaya suhu yang dicapai dapat

lebih rendah dapat digunakan larutan garam.

b. Pendinginan Secara Mekanis

Pendinginan mekanis dapat dikerjakan dengan sistem kompresi mekanis

atau sistem absorpsi. Sistem kompresi mekanis merupakan sistem yang anyak

dipakai. Dasar pendinginan dengan cara ini adalah terjadinya penyerapan panas

oleh zat pendingin pada saat terjadi perubahan fase dari fase cair ke fase uap.

Komponen suatu sistem pendinginan mekanis terdiri dari evaporator, kompresor,

kondensor dan katup pengembangan.

Zat pendingin akan melalui jalur sistem di atas dan mengalami perubahan

fase dari cair menjadi uap dan sebaliknya. Mula-mula zat pendingin yang berupa

cair akan mengalir ke bagian evaporator dan zat pendingin ini akan menyerap

panas dari bahan yang disimpan pada bagian evaporator sehingga zat pendingin

berubah menjadi bentuk uap. Keluar dari evaporator, uap zat pendingin akan

masuk ke kompresor dan ditekan sehingga uap zat pendingin mengalami

Page 7: Laporan Terakhir TPHP 2

peningkatan tekanan dan suhu. Selanjutnya uap zat pendingin tersebut masuk ke

kondensor dan terkondensasi. Sebagai media  pendingin di bagian kondensor

dapat digunakan air atau udara disekitarnya.

Di bagian kondensor ini, uap zat pendingin akan memindahkan panasnya

ke media penukar panas (air atau udara) sehingga zat pendingin akan berubah

wujud dari uap ke cair dan langsung ditampung pada suatu tangki penampung zat

pendingin. Siklus zat pendingin akan berlangsung secara terus menerus.

2.4 Bahan Pendingin (Refrigeran)

Refrigeran erat kaitannya dengan sistem kompresi uap air. Pemilihan

refrigeran merupakan hal mendasar dalam perancangan subuah pendingin atau

refrigerator. Berikut ini hal-hal yang umum diperlihatkan dalam pemilihan

refrigeran.

1. Energi panas laten penguapan (latent heat of vaporation)

Apabila energi panas laten penguapan tinggi, maka semakin sedikit jumlah

refrigeran yang akan disirkulasikan persatuan waktu.

2. Tekanan kondesasi (condensing pressure).

3. Suhu pembekuan (freezing temperature).

4. Suhu kritis (critical temperature)

Refrigeran harus memiliki suhu kritis tinggi. Pada suhu di atas suhu kritis, uap

refrigeran tidak dapat dicairkan.

5. Kemampuan refrigeran untuk meracuni bahan (toxicity)

Refrigeran yang digunakan tidak boleh beracun.

6. Flammability

Refrigeran tidak bersifat mudah terbakar.

7. Korosif (corrosiveness)

Refrigeran yang digunakan tidak boleh menyebabkan korosi terhadap

komponen-komponen sistem pendingin.

8. Stabilitas kimia (chemical stability)

Refrigeran memiliki stabilitas terhadap pengaruh zat kimia.

9. Pendeteksian kebocoran (detection of leaks)

Page 8: Laporan Terakhir TPHP 2

Apabila terjadi kebocoran dalam sistem, maka kebocoran akan mudah

dideteksi.

10. Biaya.

Refrigeran murah lebih diutamakan di dalam dunia industri.

Refrigeran amonia memiliki energi panas laten penguapan tinggi diantara

refrigeran lain. Amonia bersifat nonkorosif terhadap besi baja tetapi dapat

menyebabkan korosi pada tembaga, kuningan dan perunggu. Amonia dapat

menyebabkan iritasi pada membran berlendir dan mata. Amonia bersifat racun

pada konsentrasi 0,5% volume udara. Kebocoran dalam sistem refrigerasi dapat

dengan mudah terdeteksi dengan cara mencium bau amonia atau dengan

membakar lilin belerang dan asap putih yang dihasilkan oleh uap amonia.

Refrigeran 12 atau disebut juga freon 12, dengan nama lain

dichlorodifluorometan. Energi panas latennya lebih rendah dibandingkan dengan

ammonia. Refrigeran 22 (monochlorodifluorometan) sangat efektif digunakan

pada suhu rendah (-40 s.d. -87oC). Kegunaan refrigeran 22 yaitu memiliki volume

spesifik rendah, sehingga dapat menghasilkan perpindahan energi panas lebih

besar daripada refrigeran 12 pada jenis kompresor yang sama.

Selain jenis-jenis refrigeran di atas, saat ini penggunaan refrigeran ramah

lingkungan sedang digalakkan. Salah satu produk yang digunakan adalah

Musicool Refrigerant. Musicool Refrigerant adalah jenis refrigeran yang berasal

dari hidrokarbon.

Gambar 1. Musicool Refrigerant

2.5 Siklus Refrigerasi

Siklus refrigerasi dimulai dari kompresor. Ketika kompresor beroperasi,

uap air jenuh melewati kompresor secara kontinyu. Pada bagian sisi penghisapan,

Page 9: Laporan Terakhir TPHP 2

tekanan refrigeran tersebut dipertahankan pada tekanan rendah. Oleh karena

refrigeran dalam tekanan rendah, maka refrigeran dapat menguap dalam suhu

rendah. Di dalam kompresor, refrigeran dalam fasa gas (uap air jeunh)

dikompresi. Maka terjadi kenaikan tekanan dan suhu. Refrigeran panas tersebut

selanjutnya masuk ke kondensator dimana energi panas dilepas dalam proses

kondensasi pada suhu dan tekanan konstan. Hasil prosesnya adalah refrigeran cair.

Refrigeran cair tersebut dialirkan ke penampung untuk selanjutnya dialirkan ke

sisi tekanan rendah melalui katup-ekspansi. Penurunan tekanan terjadi saat

refrigeran melewati katup-ekspansi tanpa terjadi perubahan kandungan energi

panas refrigeran.

Selanjutnya suhu mengalami penurunan. Refrigeran yang dihasilkan adalah

refrigeran cair bersuhu dingin. Refrigeran ini kemudian mengalir ke evaporator.

Refrigeran dingin berubah menjadi fasa gas. Refrigeran gas ini menyerap panas

dari lingkungan pada suhu dan tekanan konstan. Setelah melewati evaporator, uap

air jenuh masuk kembali ke kompresor melewati sisi penghisapan.

2.6 Faktor-faktor Yang Berpengaruh Pada Pendinginan

Untuk pendinginan suatu komoditas, pengaturan suhu ruang pendingin

yang sesuai sangat penting karena penyimpangan suhu dari suhu yang

dikehendaki dapat merusakkan komoditas yang disimpan. Terjadinya fluktuasi

suhu dalam ruang pendingin dapat menyebabkan terjadinya pengembunan air

pada permukaan komoditas yang didinginkan sehingga dapat mengakibatkan

pertumbuhan jamur dan proses pembusukan. Keadaan tersebut dapat dihindari

bila isolasi ruang pendingin tersebut benarbenar baik, alat-alat refrigerasi

mencukupi dan perbedaan antara suhu koil evaporator dan suhu ruangan tetap

kecil. Agar supaya bahan yang akan didinginkan segera mencapai suhu

pendinginan optimum yang diinginkan, maka sebaiknya dilakukan suatu proses

pendinginan pendahuluan (pre cooling) baik dengan menggunakan udara dingin,

air yang diberi es, es batu dan pendinginan vakum.

Di samping pengaturan suhu, kelembaban udara dalam ruang pendingin

perlu diatur karena dapat mempengaruhi daya awet dan kualitas bahan yang

didinginkan. Bila udara di dalam ruang pendingin terlalu kering (RH-nya rendah)

Page 10: Laporan Terakhir TPHP 2

maka air dari bahan yang ada di dalam ruang pendingin akan menguap untuk

mencapai keseimbangan. Hal ini akan mengakibatkan bahan yang disimpan

menjadi layu (misal sayuran dan buah-buahan) dan kulit buah akan keriput.

Sebaliknya bila udara di dalam ruang pendingin terlalu lembab (RH-nya tinggi),

akan terjadi pengembunan uap air pada permukaan bahan dan hal ini akan

merangsang pertumbuhan jamur. Untuk membantu stabilitas kelembaban ruang

pendingin harus diusahakan perbedaan suhu koil evaporator dan komoditas yang

didinginkan tetap kecil.

Sayuran, buah-buahan dan komoditas pertanian lain yang akan

didinginkan hendaknya cukup matang, bermutu baik, bebas dari lecet kulit,

memar, busuk dan kerusakan-kerusakan lain. Memar dan kerusakan-kerusakan

mekanis bukan hanya menyebabkan bentuk dan rupa komoditas menjadi kurang

menarik, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mikroorganisme pembusuk

untuk masuk ke dalam dan merusak bahan, sehingga bahan menjadi lebih cepat

busuk. Kerusakan mekanis dapat juga menyebabkan kehilangan air. Buah yang

memar bila disimpan di ruang dingin akan mengalami penyusutan empat kali

lebih besar daripada buah yang utuh.

Gambar 2. Siklus Refrigerasi

Page 11: Laporan Terakhir TPHP 2

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

Tabel 1. Parameter Bahan pada Cold Storage (bungkus dengan lubang)

Parameter Awal Akhir

Massa 61,63 g 59,88 g

Suhu 26,4 0C 5.6 0C

Warna Hijau Hijau putih ke kuning-kuningan

Tekstur Agak Keras Keras

kelayuan Segar Segar

Uap air - Sangat sedikit

Tabel 2. Parameter Bahan pada Suhu Ruangan (bungkus tidak berlubang)

Parameter Awal Akhir

Massa 52,6 g 54,01 g

Suhu 26,4 0C 29.4 0C

Warna Hijau Hijau, sedikit putih, kuning dan

hitam

Tekstur keras Agak Keras

Kelayuan segar Agak Layu

Uap air - Sedikit

Tabel 3. Parameter Bahan pada Suhu Ruangan ( bungkus dengan lubang)

Parameter Awal Akhir

Massa 51,3 g 47,45 g

Suhu 26,4 0C 28.5 0C

Warna Hijau Kuning, sedikit putih, hijau ,

hitam

Tekstur Keras Keras

Kelayuan Segar Layu

Page 12: Laporan Terakhir TPHP 2

Uap air - Banyak

Tabel 4. Parameter Bahan pada Cold Storage ( bungkus tanpa lubang)

Parameter Awal Akhir

Massa 44,35 g 45,95 g

Suhu 26,4 0C 3.3 0C

Warna Hijau Hijau, kuning dan sedikit putih

Tekstur Keras Keras

Kelayuan Segar Agak Segar

Uap air - Tidak ada

a. Parameter Pengamatan Brokoli pada Kondisi Awal

Keterangan :

I : Perlakuan dengan bungkus berlubang pada cold storage

II : Perlakuan dengan bungkus tanpa lubang pada suhu ruangan

III : Perlakuan dengan bungkus berlubang pada suhu ruangan

IV : Perlakuan dengan bungkus tanpa lubang pada cold storage

Tabel 5. Data Hasil Pengukuran Suhu dan RH

Ruangan Cold Storage

Suhu (0C) 25,8 13,8

RH 80,32 77,84

Tabel 6. Warna Bahan (Brokoli)

No Hitam Kuning Hijau Putih Gambar

I - - ++++ +

II - - ++++ -

Page 13: Laporan Terakhir TPHP 2

III - - ++++ -

IV - - ++++ -

Tabel 7. Data Hasil Pengamatan Kelayuan Bahan

No Kondisi I II III IV

1 Segar 2,1,1,1,1

Rata-

ratanya 1,2

yaitu Segar

1,1,1,1,1

Rata-

ratanya 1

yaitu Segar

1,1,1,1,1

Rata-

ratanya 1

yaitu Segar

1,1,1,1,1

Rata-

ratanya 1

yaitu

Segar

2 Tidak Segar

3 Agak Layu/Kerut

4 Layu/Kerut

5 Sangat Layu

Tabel 8. Data Hasil Pengamatan Tekstur Bahan

No Kondisi I II III IV

1 Keras 1,2,1,2,2,

Rata-ratanya 1,6 yaitu agak keras

1,1,1,1,2

Rata-ratanya 1,2 yaitu keras

1,1,2,1,2

Rata-ratanya 1 yaitu Keras

1,1,1,1,2

Rata-ratanya 1,2 yaitu Keras

2 Agak Keras

3 Agak Lunak

4 Lunak

5 Sangat Lunak

Keterangan : Uap air tidak diamati karena belum ada uap airnya.

b. Parameter Pengamatan Brokoli pada Kondisi Akhir

Page 14: Laporan Terakhir TPHP 2

Tabel 9. Data Hasil Pengamatan Warna Bahan

No Hijau Kuning Hitam Putih Gambar

I ++ + - ++

II ++ + + +

III + ++ + +

IV ++ ++ - +

Tabel 10. Data Hasil Pengamatan Kelayuan Bahan

No Kondisi I II III IV

1 Segar 1,1,1,2,2

Rata-

ratanya 1.4

yaitu Segar

3,3,3,3,3

Rata-

ratanya 3

yaitu Agak

Layu

4,4,4,4,4

Rata-

ratanya 4

yaitu Layu

2,2,2,2,2

Rata-

ratanya 2

yaitu

Agak

Segar

2 Agak Segar

3 Agak Layu/Kerut

4 Layu/Kerut

5 Sangat Layu

Tabel 11. Data Hasil Pengamatan Tekstur Bahan

No Kondisi I II III IV

1 Keras 1,1,1,1,2

Rata-

1,2,1,2,2,

Rata-

1,1,2,1,2

Rata-

1,1,1,1,2

Rata-2 Agak Keras

Page 15: Laporan Terakhir TPHP 2

ratanya 1,2

yaitu keras

ratanya 1,6 yaitu agak keras

ratanya 1.4 yaitu Keras

ratanya 1,2 yaitu Keras

3 Agak Lunak

4 Lunak

5 Sangat Lunak

Tabel 12. Data Hasil Pengamatan Uap Air Bahan

No Kondisi I II III IV

1 Sangat Banyak 4,4,4,4,4

Rata-ratanya

4 yaitu

Sangat

Sedikit

3,3,3,3,3

Rata-ratanya 5 yaitu Sedikit

2,2,1,2,2

Rata-ratanya 1.8 yaitu Banyak

5,5,5,5,5

Rata-ratanya 5 yaitu Tidak Ada

2 Banyak

3 Sedikit

4 Sangat Sedikit

5 Tidak Ada

BAB V

Page 16: Laporan Terakhir TPHP 2

PEMBAHASAN

Pada praktikum yang berjudul “ Penyimpanan Bahan Hasil Pertanian” ini

praktikan akan mengukur suhu dan RH tempat penyimpanan bahan hasil pertanian

(cold storage dan ruangan) dan mengamati warna, kelayuan, tekstur, dan uap air

dari bahan sebelum dan sesudah perlakuan, baik dengan perlakuan pendinginan di

dalam cold storage maupun pada suhu ruang. Proses pendinginan dapat

menyebabkan beberapa pengaruh terhadap mutu bahan hasil pertanian/pangan,

baik pengaruh yang diinginkan maupun pengaruh yang tidak diinginkan.

Pengaruh yang diinginkan, antara lain menghambat pertumbuhan mikroba dan

kecepatan reaksi beberapa reaksi kimia dan biokimia, dan meningkatkan umur

simpannya dalam 2-5 kali setiap penurunan suhu 10 0C. Sedangkan pengaruh yang

tidak diinginkan, antara lain perubahan tekstur atau sering disebut dengan chilling

injury yang ditandai dengan memar atau terlihat busuk.

Percobaan pertama, yaitu melakukan pengukuran terhadap suhu dan RH

pada ruangan dan pada cold storage. Suhu dan RH ruang lebih besar daripada

suhu pada cold storage. Berdasarkan literatur, yaitu menurut Desroiser (1998)

menyatakan bahwa metabolisme jaringan hidup merupakan fungsi dari suhu

disekelilingnya. Organisme yang hidup memiliki suhu optimum bagi

pertumbuhannya. Suhu tinggi cenderung mempercepat pertumbuhan organisme

sehingga bahan pangan cepat busuk/rusak, sedangkan suhu rendah cenderung

menghambat pertumbuhan organisme, sehingga suhu tersebut dapat

memperpanjang umur simpan bahan pangan. Hasil percobaan menunjukkan

bahwa bahan hasil pertanian yang disimpan didalam suhu cold storage akan lebih

tahan lama/awet daripada dibiarkan didalam suhu ruang.

Percobaan selanjutnya adalah proses penimbangan bahan (brokoli)

sebanyak 4 sampel, dimana 4 sampel bahan tersebut akan mengalami perlakuan

yang berbeda, yaitu disimpan pada suhu ruang dan disimpan didalam cold

storage. Sampel bahan disimpan dalam kondisi dibungkus dengan plastik

berlubang dan plastik tanpa lubang masing-masing pada suhu ruang dan cold

storage. Atau dapat dikatakan bahan mengalami 4 perlakuan, yaitu perlakuan I

Page 17: Laporan Terakhir TPHP 2

adalah perlakuan dengan plastik/bungkus berlubang pada cold storage, perlakuan

II dengan plastik/bungkus tanpa lubang pada suhu ruangan, perlakuan III dengan

dengan plastik/bungkus berlubang pada suhu ruangan, dan perlakuan IV dengan

plastik/bungkus tanpa lubang pada cold storage. Dimana parameter yang diamati

adalah warna, kelayuan, tekstur, dan uap air dari bahan sebelum (kondisi awal)

dan sesudah (kondisi akhir) perlakuan. Kondisi akhir merupakan kondisi setelah

bahan disimpan dalam suhu ruang dan cold storage selama ± 3 hari. Berdasarkan

hasil percobaan, yaitu pada kondisi awal, baik pada kondisi I, II, III, dan IV

menunjukkan bahwa warna brokoli adalah dominan berwarna hijau, tingkat

kelayuannya dalam kondisi segar, teksturnya keras, dan uap air tidak ada.

Sedangkan setelah perlakuan (kondisi akhir), yaitu pada perlakuan I (bungkus

berlubang pada cold storage) menunjukkan bahwa warna bahan cenderung

berwarna hijau dan putih serta sedikit berwarna kuning, tingkat kelayuannya

segar, tekstur bahan brokoli keras, dan uap air sangat sedikit. Pada perlakuan II

(bungkus tanpa lubang pada suhu ruangan) menunjukkan bahwa warna bahan

cenderung berwarna hijau dan sedikit berwarna kuning, hitam, dan putih, tingkat

kelayuannya agak layu, tekstur bahan brokoli keras, dan uap air sedikit. Pada

perlakuan III (bungkus berlubang pada suhu ruangan) menunjukkan bahwa warna

bahan cenderung berwarna kuning dan sedikit berwarna hijau, hitam, dan putih,

tingkat kelayuannya dalam kondisi layu, tekstur bahan brokoli keras, dan uap air

banyak. Terakhir pada perlakuan IV (bungkus tanpa lubang pada cold storage)

menunjukkan bahwa warna bahan cenderung berwarna hijau dan kuning, serta

sedikit berwarna putih, tingkat kelayuannya agak segar, tekstur bahan brokoli

keras, dan uap air tidak ada.

Berdasarkan hasil percobaan diatas tersebut menunjukkan bahwa bahan

(brokoli) yang disimpan didalam cold storage lebih berwarna hijau, lebih segar,

dan uap air lebih sedikit dari pada dibiarkan pada suhu ruangan. Akan tetapi

perlakuan dengan bungkus tanpa lubang pada cold storage cenderung

memberikan hasil yang lebih baik dari pada perlakuan lainnya. Pada saat bahan

didinginkan atau ketika dipindahkan dalam suhu tinggi dapat menyebabkan

terjadinya chilling injury yang ditandai dengan memar atau terlihat busuk pada

bahan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan chilling injury antara suhu, lama

Page 18: Laporan Terakhir TPHP 2

penyimpanan pada suhu tertentu, dan sensitivitas produk terhadap pendinginan

(tergantung komoditi, varietas dan tingkat kematangan). Gejala terjadinya chilling

injury dapat berupa perubahan warna, pembusukan, pengerasan, pemasakan

abnormal, dan pengeriputan atau kelayuan pada bahan.

Brokoli merupakan sayuran yang tahan terhadap penyimpanan pada suhu

rendah. Suhu optimum yang disarankan untuk penyimpanan brokoli adalah 0 0C

dan kelembaban antara 90-100 %. Pada suhu penyimpanan 0 0C, laju

respirasi brokoli menurun secara drastis, namun susut bobot brokoli terendah

terjadi pada suhu penyimpanan 5 0C. Setelah dipanen brokoli harus segera ditangani

dengan baik karena memiliki kadar air yang cukup tinggi. Untuk mencegah

terjadinya proses pematangan dan pembusukan, sebelum dikemas brokoli yang

telah dipanen harus disimpan dalam ruangan yang bersuhu rendah bila

memungkinkan pada suhu 0 0C. Brokoli yang disimpan didalam suhu rendah,

seperti didalam cold storage akan mengalami respirasi. Intensitas respirasi

dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme, oleh karena itu sering

dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah dan sayuran. Laju

respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu

juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan

makanan.

Faktor yang sangat penting yang mempengaruhi respirasi dilihat dari segi

penyimpanan adalah suhu. Tahap kelayuan (senescence) brokoli pasca panen ditunjukan

dengan adanya susut bobot, degradasi klorofil dan aktifitas enzim peroksidase.

Menurut Finger dan Vieira (1997), kecepatan susut bobot pada brokoli sangat

dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara pada kamar penyimpanan. Semakin

tinggi suhu dan rendahnya kelembaban udara, maka laju respirasi brokoli akan

semakin tinggi sehingga menurunkan bobot dari bahan tersebut. Susut bobot

brokoli menyebabkan ketegaran bahan menjadi menurun dan menunjukan tanda-

tanda kelayuan. Selain itu, klorofil pada bunga brokoli akan mengalami degradasi

yang menyebabkan warna brokoli berubah menjadi kekuningan. Aktifitas enzim

peroksidase sangat mempengaruhi kecepatan penurunan mutu pada brokoli

selama masa penyimpanan. pada masa penyimpanan brokoli mengindikasikan

kehilangan ketegaran membran sel. Aktifitas enzim tersebutmenyebabkan

Page 19: Laporan Terakhir TPHP 2

beberapa reaksi degradasi selama kerusakan organel terjadi termasuk reaksi

sintesis hidrogen peroksida.

Selama masa penyimpanan selain terjadi susut bobot dan kerusakan

fisik lainnya, kandungan gizi pada brokoli juga mengalami penurunan. Brokoli

memiliki kandungan vitamin C yang sangat tinggi, namun vitamin ini sangat

mudah teroksidasi oleh udara panas selama penyimpanan. Menurut penelitian Sri

Haryati (2007), susut vitamin C pada brokoli dapat mencapai 50 % hanya

dalam beberapa hari penyimpanan. Untuk mengurangi penurunan mutu pada

brokoli, maka dilakukan penanganan pasca panen. Penanganan pasca panen

brokoli dapat dilakukandengan berbagai cara antara lain, dengan pengaturan suhu,

pengemasan denganmodifikasi atmosfer (MAS) dan juga penggunaan plastik

pengemas yang sesuai dengan kondisi bahan. Pendinginan dapat memperlambat

kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan

suhu 8 0C, kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira setengahnya.

Berdasarkan literature, yaitu menurut Winarno, dkk (1982) menyatakan bahwa

proses penyimpanan dapat memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan dalam

bahan pangan, karena keaktifan respirasi menurun.

 

BAB VI

Page 20: Laporan Terakhir TPHP 2

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum mengenai “ Penyimpanan

Bahan Hasil Pertanian (Suhu Ruang dan Cold Storage) ” ini adalah sebagai

berikut :

Berdasarkan hasil percobaan, bahan hasil pertanian (brokoli) yang disimpan

didalam suhu cold storage akan lebih tahan lama/awet daripada dibiarkan

didalam suhu ruang.

Berdasarkan hasil percobaan, brokoli yang disimpan didalam cold storage

lebih berwarna hijau, lebih segar, dan uap air lebih sedikit dari pada dibiarkan

pada suhu ruangan, baik saat dibungkus dengan plastik berlubang maupun

tanpa lubang.

Perubahan selama masa simpan pada brokoli, antara lain susut bobot,

kelayuan, tekstur, perubahan warna dan penurunan nilai nutrisi dalam brokoli.

Proses pendinginan dapat menurunkan laju respirasi bahan, sehingga

memperpanjang umur simpan bahan hasil pertanian.

Semakin tinggi suhu dan rendahnya kelembaban udara, maka laju respirasi

brokoli akan semakin tinggi, sehingga menurunkan bobot dari bahan tersebut.

Suhu berperan penting dalam mempertahankan kualitas bahan hasil pertanian

selama penyimpanan. Hal tersebut terjadi karena pada suhu rendah dapat

memperlambat laju metabolisme bahan hasil pertanian.

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah sebagai

berikut :

Sebaiknya bahan yang disimpan dalam cold storage dan suhu ruang tidak

terlalu lama (tidak lebih dari 48 jam atau 2 hari) karena akan mengalami

kerusakan pada bahan tersebut atau yang lebih dikenal dengan chilling injury.

Praktikan sebaiknya tidak banyak mengobrol saat berlangsungnya praktikum,

sehingga suasana menjadi kondusif dan praktikum dapat berjalan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: Laporan Terakhir TPHP 2

Nurjanah, Sarifah, dkk. 2011. Penuntun Praktikum Mata Kuliah Teknik

Penanganan Hasil Pertanian______Semester Ganjil 2011/2012.

Jatinangor : FTIP Universitas Padjadjaran.

Sudaryanto, dkk. 2005. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Bandung : Pustaka

Giratuna.

Anonim. 2008. Prinsip-Dasar-Pendinginan. http://www.tep.fateta.ipb.ac.id.

Diakses pada tanggal 06 Desember 2011 pukul 15.00 WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/cara-cara-pendinginan/ Diakses pada tanggal 06

Desember 2011 pukul 15.00 WIB.

http://yefrichan.wordpress.com/2010/08/04/pengaruh-pendinginan-bahan-bahan-

pangan/ Diakses pada tanggal 06 Desember 2011 pukul 15.00 WIB.

Madbardo. 2009. http://madbardo.blogspot.com/2009/09/pengawetan-dengan-

penggunaan-suhu.html Diakses pada tanggal 06 Desember 2011 pukul

15.00 WIB.