laporan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan...

42
LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN TRIWULAN III TAHUN 2019 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, FARMASI, DAN TEKSTIL OKTOBER 2019

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

    TRIWULAN III TAHUN 2019

    DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, FARMASI, DAN TEKSTIL

    OKTOBER 2019

  • i

    KATA PENGANTAR

    Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan merupakan wujud kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pencapaian misi dan tujuan instansi pemerintah dalam rangka perwujudan penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (good governance).

    Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, diinstruksikan agar setiap instansi pemerintah setiap tahun anggaran menyampaikan Laporan Triwulanan yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih, dan bertanggung jawab dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi.

    Dengan berakhirnya triwulan III tahun 2019, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT) menyusun Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Triwulan III Tahun 2019 yang mencakup Tugas Pokok dan Fungsi, Program/Kegiatan, Sasaran dan Indikator Kinerja, serta Analisis Capaian Kinerja yang menggambarkan tugas pokok dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Disamping itu, Laporan ini disusun sebagai bahan masukan bagi Ditjen IKFT guna meningkatkan kinerja di masa mendatang.

    Jakarta , Oktober 2019 Plt. Direktur Jenderal

    Ttd.

    Abdul Rochim

  • ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................................................. ii

    I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1 1.1 Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................................. 1 1.2 Latar Belakang Program .................................................................................. 5 1.3 Struktur Organisasi ............................................................................................ 8

    II. RENCANA PROGRAM/KEGIATAN ........................................................................ 10 2.1 Program/Kegiatan Tahun Anggaran 2019 ............................................... 10 2.2 Sasaran dan Indikator Kinerja ....................................................................... 13

    III. PELAKSANAAN KEGIATAN ...................................................................................... 18 3.1 Hasil yang Telah Dicapai .................................................................................. 18 3.2 Analisis Capaian Kinerja .................................................................................. 19 3.3 Hambatan dan Kendala Pelaksana ............................................................... 32 3.4 Langkah Tindak Lanjut ..................................................................................... 32

    IV. PENUTUP ......................................................................................................................... 33

  • 1

    BAB I

    P E N D A H U L U A N

    1.1. Tugas Pokok dan Fungsi

    Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2018

    tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang

    Kementerian Perindustrian, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan

    Tekstil (Ditjen IKFT) mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan

    pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri,

    peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa

    industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri

    strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam

    negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri

    semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam,

    serta industri tekstil, industri kulit dan industri alas kaki. Dalam melaksanakan

    tugas tersebut, Ditjen IKFT menyelenggarakan fungsi:

    1. perumusan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur

    industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi

    industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri,

    pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan

    penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri

    kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan

    industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil,

    industri kulit, dan industri alas kaki;

    2. pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur

    industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi

    industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri,

    pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan

    penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri

    kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan

    industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil,

    industri kulit, dan industri alas kaki;

  • 2

    3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

    pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan daya saing,

    pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri,

    standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri

    strategis dan industri hdau, serta peningkatan penggunaan produk dalam

    negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri farmasi,

    industri semen, industri keramik, dan industri pengolahan bahan galian

    nonlogam, serta industri tekstil, industri kulit, dan industri alas kaki;

    4. pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan

    kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri,

    peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri

    dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri,

    pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan

    penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri

    kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri keramik, dan

    industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri tekstil,

    industri kulit, dan industri alas kaki;

    5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pendalaman dan

    penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan

    iklim usaha, promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri,

    teknologi induski, pengembangan industri strategis dan industri hijau,

    serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia

    hulu, industri kimia hilir, industri farmasi, industri semen, industri

    keramik, dan industri pengolahan bahan galian nonlogam, serta industri

    tekstil, industri kulit, dan industri alas kaki;

    6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi,

    dan Tekstil; dan

    7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

    Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil memiliki 5

    (lima) unit kerja, yaitu Direktorat Industri Kimia Hulu, Direktorat Industri

    Kimia Hilir dan Farmasi, Direktorat Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki,

  • 3

    Direktorat Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam, serta

    Sekretariat Direktorat Jenderal. Masing-masing direktorat tersebut

    mempunyai tugas sebagai berikut:

    1. Direktorat Industri Kimia Hulu (Dit. IKHU)

    Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk

    pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran

    industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan

    prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan

    industri, perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri, serta

    kebijakan teknis pengembangan industri di bidang industri kimia hulu.

    Dit. IKHU memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis

    komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :

    a. Sub Direktorat Industri Kimia Organik

    b. Sub Direktorat Industri Kimia Anorganik

    c. Sub Direktorat Industri Kimia Hulu Lainnya

    d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Kimia Hulu

    e. Sub Bagian Tata Usaha

    2. Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (Dit. IKHF)

    Tugas : Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi mempunyai tugas

    melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan

    industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri,

    pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana

    industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri,

    perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri serta kebijakan

    teknis pengembangan industri di bidang industri kimia hilir dan farmasi.

    Dit. IKHF memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis

    komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :

    a. Sub Direktorat Industri Plastik dan Karet Hilir

    b. Sub Direktorat Industri Farmasi dan Kosmetik

    c. Sub Direktorat Industri Kimia Hilir Lainnya

  • 4

    d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Kimia Hilir dan

    Farmasi

    e. Sub Bagian Tata Usaha

    3. Direktorat Industri Teksil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka (Dit. ITKAA)

    Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk

    pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran

    industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan

    prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan

    industri, perizinan industri, penanaman modal dan fasilitas industri, serta

    kebijakan teknis pengembangan industri di bidang industri tekstil, kulit,

    alas kaki, dan aneka.

    Dit. ITKAA memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis

    komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :

    a. Sub Direktorat Industri Tekstil

    b. Sub Direktorat Industri Pakaian Jadi dan Produk Tekstil Lainnya

    c. Sub Direktorat Industri Kulit, Alas Kaki dan Aneka

    d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Teksil, Kulit, Alas

    Kaki dan Aneka

    e. Sub Bagian Tata Usaha

    4. Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian

    Nonlogam (Dit. ISKBGNL)

    Tugas : Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian

    Nonlogam mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan

    rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan industri

    nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri,

    pembangunan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan,

    pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri, penanaman

    modal dan fasilitas industri serta kebijakan teknis pengembangan industri

    di bidang industri semen, keramik, dan pengolahan bahan galian

    nonlogam.

  • 5

    Dit. ISKBGNL memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis

    komoditas dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :

    a. Sub Direktorat Industri Semen dan Barang Dari Semen

    b. Sub Direktorat Industri Keramik dan Kaca

    c. Sub Direktorat Industri Pengolahan Bahan Galian Nonlogam lainnya

    d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Semen, Keramik, dan

    Pengolahan Bahan Galian Nonlogam

    e. Sub Bagian Tata Usaha

    5. Sekretariat Direktorat Jenderal (Setditjen)

    Tugas : melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh

    satuan organisasi di lingkungan organisasi Ditjen IKFT.

    Setditjen memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan

    fungsinya, yaitu sebagai berikut :

    a. Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan

    b. Bagian Hukum dan Kerjasama

    c. Bagian Keuangan

    d. Bagian Kepegawaian dan Umum

    1.2. Latar Belakang Program

    Saat ini pengembangan industri dihadapkan pada masalah internal

    sektor dan eksternal ekonomi. Masalah internal pertama adalah populasi

    usaha industri dimana postur populasi industri kurang kuat karena industri

    berskala besar dan sedang kurang dari 1 persen, padahal usaha industri inilah

    yang berpotensi mampu memberikan kesejahteraan hidup bagi pelaku dan

    tenaga kerjanya, serta memberikan kontribusi (share) Produk Domestik Bruto

    (PDB) yang besar. Masalah kedua menyangkut struktur industri nasional yang

    belum kokoh dilihat dari (1) penguasaan usaha/pasar; (2) keterkaitan antara

    industri besar dengan industri kecil dan menegah (IKM); dan (3) keterkaitan

    hulu-hilir. Masalah ketiga menyangkut produktivitas, yaitu besarnya nilai

    tambah yang diciptakan oleh setiap tenaga kerja industri yang masih rendah.

  • 6

    Sementara itu, permasalahan eksternal industri mencakup (1) ketersediaan

    dan kualitas infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik,

    pasokan gas) yang belum memadai; (2) pengawasan barang-barang impor

    yang belum mampu menghentikan peredaran barang impor ilegal di pasar

    domestik; (3) hubungan industrial dalam perburuhan belum terbangun

    dengan baik; (4) masalah kepastian hukum; dan (5) suku bunga perbankan

    yang masih tinggi.

    Pemanfaatan potensi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil

    tahun 2015 – 2019 dapat dilihat dari berbagai aspek terutama permasalahan

    regulasi, yaitu aspek dinamika sektor industri, perjanjian kerjasama ekonomi

    dengan Negara lain dan kebijakan otonomi daerah. Dinamika sektor industri

    mencakup perubahan jumlah dan penduduk, serta peningkatan kesejahteraan

    penduduk mendorong sektor industri untuk dapat tumbuh lebih tinggi dari

    pertumbuhan PDB Nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

    akses pasar, dan potensi energi Sumber Daya Alam. Sementara itu, kerjasama

    dengan para stakeholder bermanfaat untuk memperluas akses pasar bagi

    produk industri nasional.

    Dalam rangka menanggulangi berbagai tantangan pengembangan

    industri, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun

    2008 tentang Kebijakan Industri Nasional dimana arah pembangunan industri

    ditujukan untuk :

    1. Menciptakan kesempatan kerja dalam jumlah besar

    Seluruh upaya pembangunan industri diorientasikan untuk membangun

    daya saing dan pengembangan industri guna menciptakan lapangan kerja

    yang sebesar-besarnya.

    2. Melanjutkan program revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri

    Memulihkan industri yang terkena dampak krisis dengan prioritas pada

    industri dengan periode pemulihan cepat melalui program revitalisasi,

    konsolidasi, dan restrukturisasi industri.

    3. Mengoptimalkan pasar dalam negeri dan mendayagunakan potensi dalam

    negeri

  • 7

    Merupakan sebuah upaya integral yang dimotori oleh pemerintah untuk

    membangkitkan nasionalisme konsumsi produksi dalam negeri agar dalam

    jangka panjang mampu membangun dan memperkuat basis produksi dan

    kemampuan ekspor.

    4. Meningkatkan daya saing

    Menggalakkan program efisiensi biaya produksi di semua komponen biaya,

    baik yang langsung maupun tak langsung, serta menerapkan standarisasi.

    Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Ditjen IKFT)

    merupakan salah satu satuan kerja unit Eselon I dalam struktur organisasi

    Kementerian Perindustrian. Ditjen IKFT saat ini membina sektor industri

    kimia dasar (petrokimia, batubara, garam), industri kimia hilir dan farmasi

    (karet, semen, keramik, kosmetik, plastik, farmasi), industri tekstil dan produk

    tekstil (pakaian jadi, alas kaki, barang kulit). Industri Kimia, Farmasi, dan

    Tekstil merupakan sektor industri yang bercirikan padat modal, padat

    teknologi, padat karya, memiliki keterkaitan tinggi mulai dari hulu hingga hilir,

    dan menjadi komoditas ekspor penghasil devisa negara.

    Untuk membangun daya saing industri yang berkelanjutan, Ditjen IKFT

    telah menetapkan program jangka menengah dengan tema utama

    “Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil”. Untuk

    itu, Ditjen IKFT memprioritaskan pendekatan restrukturisasi, pengembangan

    sektor industri dan kawasan, serta peningkatan SDM industri. Selanjutnya

    fungsi pelaksanaan kebijakan diimplementasikan melalui pembinaan baik

    langsung maupun tidak langsung terhadap para pelaku industri melalui

    berbagai bantuan dibidang standarisasi, mutu, teknologi, iklim usaha

    (kebijakan dan perlindungan kepada pelaku pasar), pengembangan sistem dan

    jaringan informasi ekspor, serta perluasan pasar. Program kegiatan tersebut

    mencakup pengembangan industri yang berdaya saing global dan berbasis

    sumberdaya alam lokal, serta pengembangan ekspor yang diarahkan pada

    peningkatan ekspor non migas dalam upaya memenuhi kebutuhan devisa.

    Seluruh program kegiatan diatas bersifat aspiratif, fasilitatif, dan

    akomodatif yang dilaksanakan sepanjang periode jangka menengah tahun

  • 8

    2015 - 2019 dengan berpedoman pada dokumen-dokumen perencanaan dan

    evaluasi. Untuk memantau capaian sasaran dan tujuannya, Ditjen IKFT

    melaporkan realisasi anggaran dan kinerjanya melalui dokumen Laporan

    Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan sebagaimana

    diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata

    Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan.

    Dokumen tersebut memuat sasaran dan target kinerja beserta program

    kegiatan sebagaimana dituangkan dalam dokumen Perjanjian Kinerja.

    1.3. Struktur Organisasi

    Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan

    Tekstil masih menyesuaikan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor

    35 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian,

    yakni struktur organisasi satuan kerja unit Eselon II yang terdiri dari :

    1. Direktorat Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki;

    2. Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi;

    3. Direktorat Industri Kimia Hulu;

    4. Direktorat Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian

    Nonlogam;

    5. Sekretariat Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil.

  • 9

    Gambar 1.1

    BAGAN ORGANISASI DITJEN IKFT

  • 10

    BAB II

    RENCANA PROGRAM/KEGIATAN

    2.1. Program/Kegiatan Tahun Anggaran 2019

    Pada tahun anggaran 2019 Ditjen IKFT melaksanakan Program Penumbuhan

    dan Pengembangan Industri Kimia, Tekstil dan Aneka. Untuk mencapai kinerja

    tersebut, Ditjen IKFT memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp. 123.079.282.000,-

    (Seratus dua puluh tiga miliar tujuh puluh sembilan juta dua ratus delapan puluh dua

    ribu rupiah) yang dialokasikan untuk 9 (sembilan) kegiatan yaitu:

    1. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki sebesar

    Rp. 5.558.044.000,- (Lima miliar lima ratus lima puluh delapan juta empat puluh

    empat ribu rupiah);

    2. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir dan Farmasi sebesar Rp.

    9.140.713.000,- (Sembilan miliar seratus empat puluh juta tujuh ratus tiga belas

    ribu rupiah);

    3. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu sebesar Rp.

    14.116.971.000,- (Empat belas miliar seratus enam belas juta Sembilan ratus

    tujuh puluh satu ribu rupiah);

    4. Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri

    Kimia, Farmasi dan Tekstil sebesar Rp. 32.537.098.000,- (Tiga puluh dua miliar

    lima ratus tiga puluh tujuh juta sembilan puluh delapan ribu rupiah).

    5. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Semen, Keramik dan Pengolahan

    Bahan Galian Nonlogam sebesar Rp. 8.373.656.000,- (Delapan miliar tiga ratus

    tujuh puluh tiga juta enam ratus lima puluh enam ribu rupiah)

    6. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hilir dan Farmasi sebesar Rp.

    26.261.702.000,- (Dua puluh enam miliar dua ratus enam puluh satu juta tujuh

    ratus dua ribu rupiah)

    7. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu sebesar Rp. 300.000.000,-

    (Tiga ratus juta rupiah)

    8. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan

    Galian Nonlogam sebesar Rp. 352.800.000,- (Tiga ratus lima puluh dua juta

    delapan ratus ribu rupiah)

  • 11

    9. Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki sebesar Rp.

    26.438.298.000,- (Dua puluh enam miliar empat ratus tiga puluh delapan juta

    dua ratus Sembilan puluh delapan ribu rupiah)

    Anggaran Ditjen IKFT tersebut digunakan untuk melaksanakan 5 (lima)

    output Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki

    sebesar; 5 (lima) output Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir dan

    Farmasi; 8 (delapan) output Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu; 4

    (empat) output Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan Pengembangan

    Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil; 8 (delapan) output Penumbuhan dan

    Pengembangan Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam; 3

    (tiga) output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hilir dan Farmasi; 1 (satu)

    output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu; 1 (satu) output

    Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen, Keramik dan Pengolahan Bahan

    Galian Nonlogam; dan 3 (lima) output Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil,

    Kulit, dan Alas Kaki.

    Secara rinci, output dan komponen tahun 2019 adalah sebagai berikut:

    Tabel 2.1

    Kegiatan, Output dan Anggaran Tahun 2019

    KODE OUTPUT / RINCIAN AKUN PAGU

    6 Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil

    123.079.282.000

    1875 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki

    5.558.044.000

    1875.019 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Iklim Investasi

    Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki

    500.000.000

    1875.023 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Peningkatan

    Daya Saing Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki

    500.000.000

    1875.024 Rancangan Standar Nasional Indonesia (rsni) Industri Tekstil, Kulit

    Dan Alas Kaki

    2.505.363.000

    1875.038 Branding Produk Garmen, Fashion Dan Alas Kaki 1.252.681.000

    1875.039 Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan Dan Tata Usaha 800.000.000

    1876 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir dan

    Farmasi

    9.140.713.000

  • 12

    1876.015 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Iklim Investasi

    Industri Kimia Hilir

    1.560.381.000

    1876.019 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Dan

    Produktivitas Industri Kimia Hilir

    1.492.300.000

    1876.020 Rancangan Standar Nasional Indonesia Industri Kimia Hilir 1.703.647.000

    1876.032 Branding Produk Industri Kimia Hilir 1.377.950.000

    1876.034 Perusahaan Industri Obat Tradisional Yang Direvitalisasi 3.006.435.000

    1877 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu 14.116.971.000

    1877.026 Otoritas Nasional Senjata Kimia (prioritas Nasional) 1.503.218.000

    1877.030 Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu

    (prioritas Nasional)

    551.180.000

    1877.031 Regulasi Sni Wajib Sektor Industri Kimia Hulu (prioritas Nasional) 100.215.000

    1877.041 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Pupuk Dan Pestisida

    (prioritas Nasional)

    1.027.199.000

    1877.042 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Garam Industri (prioritas

    Nasional)

    751.609.000

    1877.043 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat

    (prioritas Nasional)

    1.252.681.000

    1877.044 Penumbuhan Dan Pengembangan Industri Petrokimia (prioritas

    Nasional)

    351.179.000

    1877.045 Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan Dan Tata Usaha 8.579.690.000

    1879 Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan

    Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil

    32.537.098.000

    1879.012 Strategi Penumbuhan Dan Pengembangan Daya Saing Sektor Ikft 1.503.218.000

    1879.950 Layanan Dukungan Manajemen Eselon I 8.171.534.000

    1879.951 Layanan Sarana Dan Prasarana Internal 533.860.000

    1879.994 Layanan Perkantoran 22.328.486.000

    4910 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hilir dan Farmasi 26.261.702.000

    4910.001 Sdm Industri Kimia Hilir Dan Farmasi Yang Dilatih 13.761.702.000

    4910.002 Bimbingan Teknis Cpotb, Cpob Dan Cpkb Kepada Industri Obat,

    Kosmetik Dan Obat Tradisional

    2.500.000.000

    4910.003 Pilot Project Industri 4.0 Di Sektor Industri Kimia Hilir Dan Farmasi 10.000.000.000

    4911 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu 300.000.000

    4911.001 Fasilitasi Penyusunan Rskkni Industri Kimia Hulu 300.000.000

    4912 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen, Keramik dan

    Pengolahan Bahan Galian Nonlogam

    352.800.000

    4912.001 Fasilitasi Penyusunan Rskkni Industri Semen, Keramik, Dan

    Pengolahan Bahan Galian Nonlogam

    352.800.000

  • 13

    4913 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil, Kulit, dan Alas

    Kaki

    26.438.298.000

    4913.001 Implementasi Making Indonesia 4.0 Sektor Tekstil Dan Busana 10.000.000.000

    4913.002 Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (rskkni)

    Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki

    1.240.000.000

    4913.003 Sdm Industri Tekstil, Kulit Dan Alas Kaki Yang Mengikuti Diklat 15.198.298.000

    5881 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Semen, Keramik dan

    Pengolahan Bahan Galian Nonlogam

    8.373.656.000

    5881.001 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Mendorong Iklim Investasi

    Industri Bahan Galian Nonlogam

    857.032.000

    5881.004 Pilot Project Industri Bahan Galian Non Logam (prioritas Nasional) 800.000.000

    5881.005 Rekomendasi Kebijakan Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Dan

    Produktifitas Industri Bahan Galian Nonlogam (prioritas Nasional)

    1.748.380.000

    5881.006 Rancangan Standar Nasional Indonesia Industri Bahan Galian

    Nonlogam

    1.296.714.000

    5881.007 Sni Wajib Industri Bahan Galian Nonlogam 493.500.000

    5881.008 Perusahaan Industri Bahan Galian Nonlogam Yang Menerapkan

    Standar Mutu

    894.588.000

    5881.009 Perusahaan Industri Bahan Galian Nonlogam Yang Diawasi Dalam

    Rangka Penerapan Sni Wajib

    463.992.000

    5881.951 Layanan Internal (overhead) 1.819.450.000

    T O T A L 123.079.282.000

    2.2. Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan

    Dalam rangka pencapaian misi, visi, tujuan dan sasaran Ditjen IKFT, maka

    dalam kebijakan Ditjen IKFT disusun 4 (lima) sasaran strategis menurut

    perspektif pemangku kepentingan dan perspektif proses internal yang akan

    dicapai dengan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), sebagaimana yang

    diuraikan berikut:

  • 14

    1. Perspektif Pemangku Kepentingan

    a. Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya populasi dan persebaran industri

    Meningkatnya populasi dan persebaran industri kimia, farmasi,

    dan tekstil diindikasikan dengan peningkatan jumlah unit industri kimia,

    farmasi, dan tekstil serta nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi,

    dan tekstil. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran

    strategis ini adalah:

    1). Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh.

    2). Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil.

    b. Sasaran Strategis 2 : Meningkatnya daya saing dan

    produktivitas sektor industri

    Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

    dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri

    dibandingkan dengan seluruh pangsa pasar baik dalam negeri maupun

    luar negeri. Peningkatan daya saing dan produktivitas dilakukan melalui

    pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi industri yang bertujuan

    untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan

    kemandirian industri nasional. Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS)

    dari sasaran strategis ini adalah:

    1). Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil

    terhadap ekspor nasional.

    2). Produktivitas SDM industri kimia, tekstil dan aneka.

    Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dalam perspektif pemangku

    kepentingan merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal

    Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil.

  • 15

    2. Perspektif Proses Internal

    a. Sasaran Strategis 1 : Tersedianya kebijakan pembangunan industri

    kimia, farmasi, dan tekstil yang efektif

    Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang

    Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor

    industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun secara

    sistematis dalam suatu dokumen perencanaan dan kebijakan-kebijakan

    yang mendukung tercapainya rencana tersebut. Indikator kinerja sasaran

    strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah:

    1). Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT

    b. Sasaran Strategis 2 : Terselenggaranya urusan pemerintahan di

    bidang perindustrian yang adil, berdaya saing dan berkelanjutan

    Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing

    industri dan produktivitas dalam rangka penguasaan pasar dalam negeri

    maupun ekspor.

    Indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran ini adalah:

    1). Infrastruktur kompetensi yang terbentuk.

    2). Infrastruktur standar produk yang terbentuk

    Rencana Strategis Ditjen IKFT Tahun 2015 – 2019, target capaian sasaran

    strategis adalah sebagai berikut:

  • 16

    Tabel 2.1

    Sasaran Strategis Tahun 2019 di Rencana Strategis 2015-2019

    Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja

    Satuan Target

    2015 2016 2017 2018 2019

    (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

    Meningkatnya populasi industri kimia, tekstil dan aneka

    - Jumlah unit industri kimia, tekstil, dan aneka

    Unit 576 752 753 922 1001

    - Nilai investasi PMDN dan PMA sektor industri kimia, tekstil, dan aneka

    Rp triliun 93,41 105,51 109,72 135,61 166,60

    Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri kimia, tekstil dan aneka

    - Kontribusi ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap ekspor nasional

    Persen 23,74 25,79 25,87 26,19 26,31

    - Produktivitas dan kemampuan SDM industri

    Juta Rupiah/

    orang per tahun

    286,3 308,4 336,8 372,9 409,8

    Berdasarkan sasaran strategis diatas, Ditjen IKFT menyusun Rencana

    Kinerja Tahun 2019 yang disusun dalam rangka pencapaian target jangka

    menengah disertai beberapa penyesuaian. Hal ini dikarenakan pada

    perkembangannya Rencana Strategis Ditjen IKFT mengalami beberapa review

    yang dipengaruhi oleh kondisi iklim bisnis. Rencana Kinerja Ditjen IKFT Tahun

    2019 memuat beberapa indikator kinerja yang ditetapkan berdasarkan perspektif

    pemangku kepentingan dan pelaksanaan tupoksi. Rencana kinerja tersebut adalah

    sebagai berikut:

  • 17

    Tabel 2.2

    Rencana Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2018

    No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target

    Perspektif Pemangku Kepentingan / Stakeholder (S)

    1 Meningkatnya populasi industri

    Jumlah unit industri kimia, tekstil, dan aneka

    Unit 768

    Nilai investasi PMDN dan PMA sektor industri kimia, tekstil, dan aneka

    Rp triliun 150,7 – 160,3

    2 Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

    Kontribusi ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap ekspor nasional

    Persen 26,15 – 26,19

    Produktivitas dan kemampuan SDM industri

    Juta Rupiah/ orang per tahun

    372,5

    3 Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif

    Jumlah Peraturan Perundangan

    Perpres/ PP/ Permen/ Perdirjen

    7

    4 Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang adil, berdaya saing dan berkelanjutan

    Produk industri yang tersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN)

    Sertifikat 350

    Infrastruktur kompetensi yang terbentuk

    RSKKNI 4

    Dalam rangka mewujudkan Rencana Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019, maka

    Ditjen IKFT menyusun Perjanjian Kinerja Tahun 2019 sebagai acuan dalam

    pelaksanaan tugas dan fungsi. Perjanjian Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019

    disajikan dalam tabel berikut:

  • 18

    Tabel 2.3

    Perjanjian Kinerja Ditjen IKFT Tahun 2019

    No. Sasaran Strategis

    (SS) Indikator Kinerja Utama

    (IKU) Target Satuan

    Perspektif Pemangku Kepentingan

    1. Meningkatnya populasi dan persebaran industri

    1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh

    447 - 491

    Unit

    2. Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil

    149,70 Rp Triliun

    2. Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

    1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional

    23,20 Persen

    2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil

    219,00 Rp. Juta

    Perspektif Proses Bisnis Internal

    1. Tersedianya kebijakan pembangunan industri kimia, tekstil, dan aneka yang efektif

    1. Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT

    2 PP/ Perpres/ Permen

    2. Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan

    1. Infrastruktur kompetensi yang terbentuk

    4 RSKKNI

    2. Infrastruktur standar produk yang terbentuk

    34 RRegulasi SNI/ SNI

    Wajib

    Dokumen Perjanjian Kinerja diatas merupakan pernyataan komitmen

    pimpinan Ditjen IKFT untuk menghasilkan kinerja pengembangan sektor Industri

    Kimia, Tekstil, dan Aneka sesuai target yang ditetapkan. Oleh karena itu,

    pencapaiannya perlu dilaporkan dalam Laporan Pengendalian dan Evaluasi

    Pelaksanaan Rencana Pembangunan secara triwulanan.

  • 19

    BAB III

    PELAKSANAAN KEGIATAN

    3.1. Hasil Yang Telah Dicapai

    Pencapaian dari masing-masing kegiatan sesuai dengan perjanjian

    kinerja tahun 2019 dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 3.1

    Realisasi Perjanjian Kinerja Ditjen IKFT Triwulan II Tahun 2019

    No Sasaran Strategis

    (SS) Indikator Kinerja Utama

    (IKU) Satuan Target Realisasi

    Perspektif Pemangku Kepentingan

    1. Meningkatnya populasi dan persebaran industri

    1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh

    Unit 447 - 491

    345

    2. Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil

    Rp Triliun 149,70 54,39

    2. Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

    1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional

    Persen 23,20 19,56

    2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil

    Rp. Juta 219,00 250,9

    Perspektif Proses Bisnis Internal

    1. Tersedianya kebijakan pembangunan industri kimia, farmasi, dan tekstil yang efektif

    1. Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT

    PP/ Perpres/ Permen

    2 -

    2.

    Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan

    1. Infrastruktur kompetensi yang terbentuk

    RSKKNI 4 -

    2. Infrastruktur standar produk yang terbentuk

    RRegulasi SNI/ SNI

    Wajib

    34 29

  • 20

    3.2. Analisis Capaian Kinerja

    Penilaian atas pelaksanaan tugas Ditjen IKFT dilakukan melalui

    pengukuran kinerja yang sebelumnya telah ditetapkan dengan Perjanjian

    Kinerja 2019. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan

    atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan

    sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi

    dan misi Pembangunan Industri Nasional.

    Analisis dan evaluasi akuntabilitas akan menjabarkan hasil evaluasi

    capaian indikator-indikator kinerja Ditjen IKFT menurut sasaran yang

    tertuang dalam Penetapan Kinerja secara lebih terperinci dalam

    menggambarkan perkembangan setiap sasaran dan indikator-indikatornya

    dengan rincian sebagai berikut:

    Tabel. 3.2

    Sasaran I : Meningkatnya populasi dan persebaran industri

    No. Sasaran

    Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama

    (IKU) Satuan Target Realisasi

    Perspektif Pemangku Kepentingan

    1. Meningkatnya populasi dan persebaran industri

    1. Unit industri kimia, farmasi, dan tekstil besar sedang yang tumbuh

    Unit 447 - 491

    345

    2. Nilai investasi di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil

    Rp Triliun 149,70 54,39

    Sasaran ini merupakan turunan dari RPJMN Tahun 2015 - 2019

    dimana target industri yang tumbuh selama lima tahun adalah 9000 industri.

    Target tersebut bila di-cascade tiap tahunnya dan untuk tiga direktorat

    jenderal teknis di Kementerian Perindustrian maka target Ditjen IKFT tahun

    2019 adalah 447 - 491 unit. Realisasi sampai dengan triwulan ini sebesar

    345 unit, namun angka ini merupakan prognosa hasil perhitungan tenaga

    ahli. Unit industri yang tumbuh ini besar pengaruhnya terhadap

    pertumbuhan industri tersebut. Meski dampak dari perlambatan ekonomi

    dunia masih terasa mempengaruhi pertumbuhan industri, namun perkiraan

  • 21

    industri yang telah terbangun di triwulan III Tahun 2019 cukup baik. Rincian

    realisasi sebagai berikut, industri tekstil, kulit, dan alas kaki tumbuh 97 unit

    industri; Industri kimia hilir dan farmasi tumbuh 141 unit industri; industri

    semen, keramik dan pengolahan bahan galian nonlogam tumbuh 49 unit

    industri; dan industri kimia hulu tumbuh 58 unit industri.

    Salah satu faktor tumbuhnya industri ialah adanya investasi baru

    ataupun perluasan pada industri tersebut. Investasi dibagi menjadi dua

    yakni penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. Data

    investasi yang dimiliki Ditjen IKFT berasal dari Laporan Kegiatan

    Penanaman Modal (LKPM) dari BKPM, LKPM cenderung pada investasi yang

    telah terrealisasi dan memiliki data yang linier, namun untuk triwulan III

    masih merupakan hasil prognosa. Hasil prognosa dari Tenaga ahli data

    Ditjen IKFT untuk investasi triwulan III di sektor IKFT sebesar 54,39 Triliun

    rupiah. Investasi masih jauh lebih tinggi yang berasal dari asing

    dibandingkan dengan penanaman modal dalam negeri. Untuk mendukung

    tercapainya sasaran tersebut, Ditjen IKFT melakukan upaya sebagai berikut:

    a. Fasilitasi Investor Dalam Rangka Penumbuhan dan Pengembangan

    Industri Petrokimia di Teluk Bintuni

    Pengembangan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni diharapkan

    mendapatkan beberapa manfataa, antara lain:

    Memperkuat struktur industri Petrokimia sebagai salah satu pilar

    industri Nasional

    Kontribusi terhadap daerah :

    o Percepatan Pembangunan di Papua Barat

    o Penciptaan lapangan kerja baru 5,000 0rang

    o Peningkatan APBD daerah

    Investasi baru sebesar US$ 6.4 billion

    Mengurangi ketergantungan impor produk petrokimia

    Perolehan devisa negara

  • 22

    Skema Pembangunan menggunakan skema KPBU. Saat ini sedang dalam

    tahap studi pendahuluan paralel dengan persiapan OBC. Terdapat

    beberapa hal yang masih menjadi Bottleneck, meliputi:

    Gap harga gas.

    On-stream gas pada Q4 2021, sementara paling cepat financial close

    dilakukan oktober 2019, sementara EPC 3 tahun.

    Penyediaan infrastruktur kawasan industri

    Selain adanya bottlenenk, saat ini masih terdapat hambatan atau

    kendala seperti pembangunan industri petrokimia hulu membutuhkan

    investasi yang besar sehingga perlu ada jaminan pasokan gas jangka

    panjang minimal 25 tahun selain itu promosi investasi melalui berbagai

    kebijakan insentif dalam pengembangan industri di Papua sebagai

    bagian dari NKRI.

    Kebutuhan gas bumi sebesar 382 mmscfd untuk pengembangan industri

    petrokimia di Teluk Bintuni sudah dipetakan oleh SKK Migas dan akan

    dipenuhi dari KKKS BP Berau Ltd sebesar 180 mmscfd (industri pupuk)

    dan KKKS Genting Oil sebesar 202 mmscfd (industri petrokimia). Alokasi

    gas untuk industri pupuk sudah dijamin ketersediaannya melalui Surat

    Menteri ESDM kepada Kepala SKSP MIGAS Nomor

    8115/10/MEM.M/2012 tanggal 23 November 2012, sedangkan untuk

    industri petrokimia belum mendapat jaminan dari Kementerian ESDM.

    Calon investor yang berminat untuk berinvestasi di Teluk Bintuni

    diantaranya:

    PT. Pupuk Indonesia (Persero), berminat untuk berinvestasi di

    industri ammonia dan pupuk dengan nilai investasi ± US$ 2 miliar

    Ferostaal AG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol dan

    olefin dengan nilai investasi ± US$ 1,9 miliar

    PT. LG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol

    Sojitz, KNI, berminat untuk berinvestasi di industri methanol

    Investor yang sampai saat ini berminat melakukan investasi industri

    petrokimia secara intensif adalah Ferrostaal AG dan akan diprioritaskan

  • 23

    untuk mendapat alokasi gas pada pembangunan tahap I. Untuk tahap

    berikutnya akan dialokasikan untuk investor lainnya.

    Sesuai peraturan Kepala SKKMIGAS atau atas permintaan KKKS, alokasi

    gas untuk perusahaan swasta ditempuh melalui proses tender sehingga

    kondisi ini berakibat gas akan langsung diekspor (tidak ada investasi di

    dalam negeri yang memanfaatkan gas tersebut).

    Pembangunan industri petrokimia di Teluk Bintuni melibatkan

    kewenangan berbagai Kementerian/Lembaga (KL) terkait. Di pihak lain,

    KL telah menyusun RPJP tahun 2005-2025, sesuai amanat UU No. 17

    Tahun 2007 Tentang Rencana Pembagunan Jangka Panjang Nasional

    2005-2007, dan dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah (RPJM) Nasional periode 5 (lima) tahunan, yaitu RPJM

    Nasional I (2005-2009), II (2010-2014), III (2015-2019) dan RPJM

    Nasional IV (2020-2024) serta Renstra yang berpedoman kepada RPJM.

    b. Revitalisasi Industri Pupuk

    Program revitalisasi industri pupuk dimaksudkan untuk mengganti

    pabrik pupuk yang sudah tua dengan pabrik berteknologi maju yang

    lebih hemat tingkat konsumsi bahan baku maupun energi serta ramah

    lingkungan. Guna mewujudkan hal ini, beberapa langkah telah diambil

    diantaranya dengan melakukan fasilitasi pembangunan revitalisasi 5

    pabrik pupuk. Program revitalisasi meliputi penggantian 4 pabrik urea

    berusia tua yaitu: 2 (dua) pabrik PUSRI yaitu pabrik PUSRI II menjadi

    IIB, dan pablik PUSRI III & IV menjadi IIIB, satu pabrik pupuk Kaltim

    yaitu pabrik Kaltim 1 menjadi Kaltim V dan satu pabrik pupuk Kujang

    yaitu Kujang IA menjadi IC, serta pembangunan satu pabrik urea baru

    PT. Petrokimia Gresik (Amonia Urea II).

    Hasil capaian target UKP4 untuk Revitalisasi Industri Pupuk adalah:

    Telah diresmikannya Pabrik Kaltim V

    Pelaksanaan pekerjaan pembangunan pabrik Pusri IIB saat ini

    sudah mencapai 67%.

    Pembangunan pabrik Ammoniak-Urea II PT. Petrokimia Gresik

  • 24

    Penandatanganan EPC Contract belum dapat dilaksanakan karena

    masih menunggu proses masa sanggah dari para peserta lelang. Saat

    ini masih dilaksanakan klarifikasi atas evaluasi komersil tender

    project. Mengingat estimasi onstream gas Husky-CNOOC Madura

    Limited (HCML) berubah menjadi akhir 2018 atau Januari 2018,

    diharapkan hal ini tidak mengganggu pembangunan pabrik yang

    bersamaan dengan onstream gas Husky. Saat ini sedang dilakukan

    pembahasan Gas Sales Agreement (GSA) dengan konsep titik serah

    di wellhead.

    Pembangunan pabrik Kujang IC PT. Pupuk Kujang Cikampek

    Pembahasan HoA masih belum dapat disepakati karena belum ada

    kesepakatan harga gas antara PKC dengan Pertamina EP Cepu.

    PEP-C menawarkan harga US$ 8/mmbtu dengan eskalasi 3% per

    tahun terhitung mulai tahun 2012 sementara PKC menawarkan

    harga US$ 7/mmbtu dengan eskalasi 2% per tahun sejak gas mulai

    digunakan untuk operasi Kujang IC.

    Oleh karena hal tersebut diatas maka sesuai dengan butir keempat

    Inpres No. 2 Tahun 2010 tentang Revitalisasi Industri Pupuk, Menteri

    Perindustrian telah mengirimkan surat kepada Menko Perekonomian

    untuk mengkoordinasi kesepakatan harga gas Kujang IC untuk

    ditetapkan oleh Menteri ESDM.

    Keterlambatan penandatanganan HoA akan berakibat pada

    keterlambatan pembangunan pabrik Kujang IC. Sampai saat ini target

    pelaksanaan submit proposal teknis project Kujang IC belum dapat

    dilaksanakan

    c. Fasilitasi Koordinasi Pengamanan Pasokan Bahan Baku Gas Bumi Untuk

    Industri Pupuk.

    Pelaksanaan revitalisasi industri pupuk urea sangat tergantung pada

    ketersediaan pasokan gas bumi dalam jangka panjang. Pengalaman yang

    terjadi selama ini adalah adanya keterbatasan pasokan gas bumi untuk

    industri pupuk urea, sehingga pabrik tidak dapat beroperasi secara

  • 25

    optimal. Namun demikian mengingat kapasitas produksi saat ini masih

    cukup, maka keterbatasan produksi tersebut belum berdampak

    signifikain terhadap upaya pemenuhan kebutuhan urea di dalam negeri.

    Kebutuhan gas bumi untuk industri pupuk urea saat ini adalah sebesar

    813 MMSCFD dan setelah revitalisasi 3 pabrik urea beroperasi pada

    tahun 2013, maka kebutuhan gas bumi menjadi sebesar 989 MMSCFD

    dan meningkat menjadi 1.080 MMSCFD setelah revitalisasi pabrik Pusri

    IIB beroperasi pada tahun 2014. Alokasi pasokan gas bumi untuk

    revitalisasi pabrik urea yang sudah tersedia pada saat ini adalah untuk

    pabrik Kaltim-5 sebesar 80 MMSCFD. Alokasi ini jauh lebih rendah dari

    kebutuhan, sehingga kekurangan gas bumi tersebut akan diganti dengan

    menggunakan batubara untuk pembangkit energi/boiler. Sedangkan

    alokasipasokan gas bumi untuk revitalisasi 3 pabrik lagi belum ada

    kepastian sampai saat ini. Kebutuhan gas bumi tersebut dengan

    mempertimbangkan bahwa pabrik tua tidak lagi memperoleh alokasi

    pasokan gas bumi, sehingga pabrik dimatikan.

    Selain itu, kegiatan ini juga merupakan sarana fasilitasi dan koordinasi

    antara produsen pupuk nasional dan pemilik bahan baku diluar negeri

    dalam rangka pengadaan bahan baku pabrik pupuk NPK, terutama KCl

    dan phosphate (phosphoric acid, DAP dan atau rock phosphate)

    sehingga terjamin keberlanjutannya. Pada tahun 2013 melalui beberapa

    rapat kordinasi disepakati akan dibangun pabrik pupuk NPK dengan

    kapasitas 100.000 ton/tahun di Aceh dengan pertimbangan pabrik ini

    akan memasok kebutuhan NPK untuk wilayah Sumatera yang selama ini

    dipasok dari PT. Petrokimia Gresik. Akan tetapi hal ini perlu dibahas

    lebih lanjut mengingat pemenuhan kebutuhan urea sebagai bahan baku

    pupuk NPK tidak dapat disupply oleh PT. Pupuk Iskandar Muda

    (keterbatasan pasokan gas bumi untuk PT. Pupuk Iskandar Muda).

    Adapun perkembangan kegiatan pengamanan pasokan bahan baku

    untuk industri pupuk untuk tahun 2018 adalah sebagai berikut:

  • 26

    Sudah ada Nota Kesepahaman terkait dengan perpanjangan PJBG

    antara PKC dengan Pertamina EP untuk periode pasokan 2018-

    2022.

    Menteri Perindustrian telah menyampaikan surat kepada Menteri

    ESDM perihal usulan harga gas bumi sebagai bahan baku dan energi

    bagi industri.

    SKK Migas sudah menginstruksikan pengaliran gas dari wilayah

    kerja offshore North West Jawa

    d. Melakukan Bimbingan Teksnis kepada Perusahaan industri obat,

    kosmetik dan obat tradisional dan sertifikasi CPOTB, CPOB dan CPKB

    Mengingat pentingnya penerapan standar mutu pada industri obat,

    kosmetik dan obat tradisional, Direktorat Industri Kimia Hilir dan

    Farmasi memfasilitasi industri tersebut untuk dapat menerapkan CPOB,

    CPOTB dan CPKB secara terus menerus kepada 100 unit usaha obat

    tradisional. Sertifikasi yang juga diakui oleh dunia internasional ini juga

    terus menerus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga

    kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai.

    Bimtek ini dilaksanakan untuk menyiapkan industri obat tradisional

    dalam proses pemenuhan persyaratan sertifikasi CPOTB.

    e. Pengembangan Sektor Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan

    Galian Nonlogam

    1. Pengembangan industri semen di Timika, Papua

    Lokasi pabrik semen nasional terkonsentrasi di wilayah Barat

    Indonesia (Sumatera dan Jawa) sebesar 90% dari kapasitas

    produksi nasional dan sisanya di wilayah Timur Indonesia

    (Sulawesi, NTT, dan Papua Barat). Kebutuhan semen untuk wilayah

    Timur Indonesia saat ini dipasok dari Tonasa, Makasar, Gresik,

    Jakarta dan Papua Barat. Besarnya biaya transportasi menyebabkan

    harga semen di Papua menjadi sangat mahal.

  • 27

    Papua dan Papua Barat memiliki potensi bahan baku semen yang

    besar, selain itu pasar di daerah ini akan berkembang sejalan

    dengan program pembangunan infrastruktur di Papua seperti jalan

    trans Papua dan pembangunan industri petrokimia serta produk

    turunannya. Saat ini terdapat 1 (satu) pabrik semen terintegrasi di

    Manokwari, Papua Barat sedangkan di Papua belum ada pabrik

    semen. Mengingat luas daerah yang cukup besar dan potensi pasar

    dimasa depan maka pendirian pabrik penggilingan semen di Timika,

    Papua perlu didorong agar investor dapat membangun industri

    semen di daerah tersebut. Peluang untuk membangun pabrik semen

    maupun unit pendukungnya sangat potensial baik dari skala teknis

    maupun ekonomis. Dit, ISKBGNL telah menyusun kajian kelayakan

    pembangunan pabik semen di Timika, Papua. Hasil dari kajian

    tersebut adalah pabrik semen di Timika tidak terkendala bahan

    baku serta secara keekonomian akan menguntungkan untuk pasar

    Timika dan sekitarnya. Namun, terkendala pembebasan/

    penggunaan lahan adat. Oleh karena itu, sejauh ini hasil kajian

    merekomendasikan agar pabrik semen di Timika didirikan setelah

    mendapat kepastian pembebasan lahan.

    2. Pengembangan industry calcined dolomite

    Indonesia memiliki potensi cadangan dolomite yang cukup besar,

    yaitu sebesar 1,6 Milyar Ton yang tersebar di Provinsi Nusa

    Tenggara Timur, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Nanggroe Aceh

    Darussalam, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah. Sejauh ini dolomite

    local mayoritas hanya digunakan untuk industry pupuk dan industry

    besi/baja. Padahal dolomite memiliki potensi peningkatan nilai

    tambah dari dolomite yang bernilai USD 4 per Ton menjadi calcined

    dolomite yang bernilai USD 225 per Ton, bahkan hingga menjadi

    magnesium alloy yang bernilai USD 5500 per Ton. Berdasarkan

    kondisi tersebut, Dit. ISKBGNL berupaya mengembangkan calcined

    dolomite agar hilirisasi bahan galian nonlogam lainnya dapat

  • 28

    dimulai bertahap untuk selanjutnya menuju substitusi bahan baku

    impor.

    3. Pengembangan industry soda ash

    Soda ash merupakan bahan baku penting pada industry kaca dan

    keramik, yaitu sebagai katalis peleburan adonan kaca/keramik. Saat

    ini Indonesia belum bisa memproduksi soda ash sehingga harus

    diimpor dari Amerika Serikat, China, dan Turki (negara asal impor

    terbesar). Mengingat kebutuhan soda ash di Indonesia sangat besar,

    yaitu lebih dari 300 Ribu Ton dengan harga sekitar USD 240 per

    Ton. Indonesia memiliki potensi bahan baku untuk memproduksi

    soda ash, yaitu limestone (batu gamping) dan ammonia. Oleh karena

    itu, Dit. ISKBGNL menyusun Detail Engineering Design industry soda

    ash sebagai bahan promosi investasi.

    4. Pengembangan pasir kuarsa sebagai pengganti pasir Ottawa

    Pasir Ottawa yang diimpor dari Kanada digunakan untuk pengujian

    kualitas semen. Saat ini kebutuhan pasir Ottawa untuk pengujian

    semen adalah sebanyak 150 Ton per Tahun. Namun, pasir Ottawa

    merupakan salah satu produk yang terdampak pembatasan kuota

    ekspor oleh Negara eksportirnya (Kanada). Oleh karena itu,

    mengingat saat ini Indonesia sedang gencar meningkatkan

    pembangunan insfrastruktur sehingga terjadi peningkatan kapasitas

    industry semen sebanyak 107,9 Juta Ton, maka kebutuhan pasir

    Ottawa untuk pengujian semen local tidak dapat dipenuhi. Oleh

    karena itu, Dit. ISKBGNL mengembangkan substitusi pasir Ottawa

    melalui pengolahan pasir Sidrap

    f. Fasilitasi Penyelesaian Permasalahan pada industri

    Dalam rangka mengatasi permasalahan yang dihadapi industri di sektor

    IKFT maka dilakukan berbagai upaya untuk membantu meringkankan

    beban industri. Beberapa kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan

    antara lain :

  • 29

    1. Mengembalikan desain kapasitas Pabrik Aromatis PT Trans Pasific

    Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban agar memproduksi BTX

    (Benzene Toluene Xylene) sebagai bahan baku obat dan farmasi,

    deterjen, serat ban, tekstil dan bahan kimia khusus lainnya (FOAM

    untuk furnitur, plastik).

    2. Fasilitasi penyelesaian permasalahan untuk industri Kimia Hilir,

    meliputi:

    Peningkatan kapasitas perusahaan pelayaran internasional untuk

    mengatasi terkait ketepatan waktu pengiriman barang karena

    kurangnya armada pelayaran

    Membuka akses hambatan non tarif di negara tujuan ekspor

    Insentif BMDTP untuk industri ban dan bahan baku kimia

    pembersih

    3. Fasilitasi penyelesaian permasalahan untuk industri Kimia Hulu,

    meliputi:

    Restrukturisasi mesin/peralatan terutama pada industri alas kaki

    melalui insentif Pemerintah dengan memberikan potongan harga

    10%

    Pembebasan PPN bahan baku lokal untuk keperluan ekspor

    langsung diberikan tanpa mekanisme restitusi

    Percepatan proses impor bahan baku, bahan penolong dan

    sampel produk di semua instansi terkait, terutama untuk

    perusahaan yang berorientasi ekspor

    Pengembangan industri kain mesh/bahan sepatu olahraga di

    dalam negeri

    Percepatan FTA dengan EU (IEU CEPA) dan FTA/PTA dengan AS

  • 30

    Tabel. 3.4

    Sasaran II : Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

    No. Sasaran

    Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama

    (IKU) Satuan Target Realisasi

    Perspektif Pemangku Kepentingan

    2. Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri

    1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan tekstil terhadap ekspor nasional

    Persen 23,20 19,56

    2. Produktivitas dan kemampuan SDM industri kimia, farmasi, dan tekstil

    Rp. Juta 219,00 250,9

    Peningkatan penguasaan pasar di dalam dan luar negeri dapat dilihat

    dari indikator berupa kontribusi ekspor produk industri kimia, farmasi, dan

    tekstil terhadap industri nasional yang hingga 19,56 persen. Terbukanya

    keran impor dengan adanya kerjasama dengan negara ASEAN, sedikit

    banyak menjadi ancaman bagi industri dalam negeri.

    Kinerja Ekspor di sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil bervariasi

    dengan sebagian besar mengalami tren peningkatan dari bulan Januari

    hingga bulan September 2019. Hanya Industri Farmasi, Produk Obat Kimia

    dan Obat Tradisonal serta Industri Karet, barang Karet dan Plastik yang

    mengalami tren menurun.

    Sementara itu produktivitas tenaga kerja Industri Kimia, Farmasi dan

    Tekstil Rp. 250,9 juta didapatkan dari nilai tambah dibandingkan oleh

    pekerja di bidang Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil hingga Triwulan III

    tahun 2019. Data yang disajikan masih merupakan prognosa dari tenaga ahli

    Ditjen IKFT. Untuk mengupayakan tercapainya sasaran tersebut, Ditjen IKFT

    melakukan upaya sebagai berikut:

  • 31

    a. Pemberlakuan SNI Wajib serta perumusan RSNI

    Seiring dengan perkembangan jaman dan liberalisasi perdagangan

    seperti tantangan Masyarakat Ekonomi Asean, maka peta perdagangan

    tekstil dan aneka sebagai salah satu komoditas di bawah binaan

    Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil semakin

    terbuka luas dengan tingkat persaingan yang semakin ketat. Negara-

    negara maju akan berusaha memproteksi diri melalui penerapan-

    penerapan Non-Tariff Barrier (isu sosial, ingkungan, dumping, tenaga

    kerja, dll). Pemerintah terus berupaya sekuat tenaga dalam rangka

    menghadapi persaingan global yang semakin ketat. Dalam rangka

    pengamanan industri domestik terhadap masuknya produk impor, maka

    diperlukan SNI sebagai non tarif barier dalam rangka perlindungan

    konsumen, produk dan industrinya sendiri. Sebelum terbentuknya SNI,

    perlu dilakukan Rancangan SNI (RSNI). Tujuan standardisasi adalah

    meningkatkan kepastian dan efisiensi transaksi perdagangan,

    memberikan acuan bagi pelaku usaha dan membentuk persaingan pasar

    yang transparan, melindungi kepentingan konsumen dalam aspek

    kesehatan, keselamatan dan keamanan masyarakat, dan perlindungan

    kelestarian fungsi lingkungan serta meningkatkan efisiensi pasar dalam

    kelancaran perdagangan internasional.

    Pada tahun 2019 ditargetkan 34 (tiga puluh empat) RRegulasi SNI/ SNI

    Wajib yang disusun oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi,

    dan Tekstil pada Tahun 2019. Hingga Triwulan III tahun 2019 beberapa

    penyusunan RRegulasi SNI/ SNI Wajib telah mencapai tahap konsensus

    dan akan dilanjutkan ke BSN untuk ditetapkan, sementara saat ini sudah

    terdapat 29 RSNI/SNI Wajib yang telah disusun oleh Ditjen IKFT yang

    meliputi :

    1. RSNI – Sajadah

    2. RSNI – Mukena

    3. RSNI – Geotekstil nirtenun poliester dan polipropilena untuk

    perkuatan tanah

  • 32

    4. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 4

    5. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 7

    6. RSNI – Analisis kimia kuantitatif Bagian 11

    7. RSNI – Cara uji amina aromatik tertentu turunan dari zat warna azo

    Bagian 1

    8. RSNI – Cara uji amina aromatik tertentu turunan dari zat warna azo

    Bagian 3

    9. RSNI – Ukuran Rok Wanita

    10. RSNI – Ukuran Gaun Wanita

    11. RSNI – Penentuan Ukuran Pakaian Bagian 1 : Definisi Antropometrik

    untuk Pengukuran Tubuh

    12. RSNI – Penentuan Ukuran Pakaian Bagian 2 : Indikator Dimensi

    Primer dan Sekunder

    13. RSNI – Personal Protective Equipment – Safety Footwear

    14. RSNI – Uji Kualitas Kekuatan Sandal

    15. RSNI – Syarat Mutu dan Metode Uji – Flat Shoes

    16. RSNI – Istilah dan Definisi Kulit dan Cara Pengolahannya

    17. RSNI – Sampo

    18. RSNI – Pasta gigi

    19. RSNI – Sabun cuci batangan

    20. RSNI – Cat dan pernis – Perlindungan struktur baja dari korosi

    dengan sistem cat protektif - Bagian 5: Sistem cat protektif

    21. RSNI – Sistem Pengecatan Ulang Kendaraan Bagian 4: Base Coat

    22. RSNI – Cat dan pernis - Perlindungan struktur baja dari korosi

    dengan sistem cat protektif - Bagian 6 : Metode pengujian secara

    laboratorium

    23. RSNI – Cat dasar dan cat akhir berbahan resin alkid sebagai

    pelindung baja dari korosi

    24. RSNI - Mortar siap pakai bagian 1

    25. RSNI - Semen Masonry

    26. RSNI - Kaca Keramik

    27. RSNI - Ampul Gelas Obat Suntik

  • 33

    28. RSNI - Vial Gelas Obat Suntik

    29. RSNI - Kaca Pengaman Lokomotif Kereta Api

    b. Peningkatan SDM Industri

    Ditjen IKFT berperan aktif dan ikut serta melaksanakan Pembinaan dan

    Pengembangan SMK Berbasis Kompetensi yang Link and Match Dengan

    Industri berkoordinasi dengan Badan Pengembangan SDM Industri di

    Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

    Kegiatan vokasi di Ditjen IKFT ini merupakan kegaitan pendukung

    program BSDMI Kemenperin yang menjadi Prioritas Nasional, maka

    dalam pelaksanaannya terdapat kendala dalam pengganggaran di

    beberapa Direktorat, karena anggaran untuk kegiatan lain menjadi

    berkurang, dan diperlukan sumber daya serta pengalihan kepada

    kegiatan ini.

    Selain itu, dalam rangka peningkatan SDM Industri di sektor IKFT, Dit.

    Industri Tekstil, kulit, dan Alas Kaki menargetkan pada tahun 2019 akan

    dilaksanakan Diklat sebanyak 1.000 orang hingga Tw III telah dilakukan

    diklat untuk 1.425 orang peserta. Sementara di Dit. Industri Kimia Hilir

    dan Farmasi ditargetkan pada tahun 2019 akan melatih sebanyak 880

    orang hingga saat ini telah melakukan Diklat sebanyak 36 angkatan atau

    720 orang peserta.

    c. Penyusunan Regulasi Pendukung Kebijakan

    Dalam pelaksanaan kegiatan di Direktorat Jenderal Industri Kimia,

    Farmasi, dan Tekstil dibutuhkan kebijakan atau peraturan yaang

    medukung kegiatan tersebut. Saat ini telah ditetapkan Undang-undang

    Nomor 3 Tahun 2014, dalam pelaksanaannya diperlukan peraturan

    turunan dari Undang-undang tersebut, maka ditargetkan 2 (dua)

    peraturan pendukung yang disusun oleh Direktorat Jenderal Industri

    Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Tahun 2019. Namun sampai dengan

    akhir triwulan III Tahun 2019 ini masih dalam tahap penyusunan maka

    belum ada realisasi peraturan perundangan.

  • 34

    d. Penyusunan RSKKNI SDM Industri

    Perubahan dunia kerja yang terjadi dalam era perdagangan bebas, akan

    berpengaruh terhadap kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh

    masyarakat industri. Kualitas tenaga kerja yang dimaksud adalah

    memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan industri, yaitu memiliki

    pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan standar

    kompetensi kerja yang dipersyaratan serta senantiasa berupaya untuk

    mengembangkan kompetensinya sesuai perkembangan teknologi untuk

    memperoleh peningkatan produktivitasnya. Dalam kondisi yang

    demikian hanya tenaga kerja yang berkualitas yang mampu bersaing

    dalam menghadapi setiap sendi kehidupan. Salah satu upaya

    meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui standardisasi dan

    sertifikasi kompetensi. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

    (SKKNI) adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan,

    keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimilki seseorang

    untuk menduduki jabatan tertentu yang berlaku secara Nasional.

    Pada tahun 2019 ditargetkan 4 (empat) RSKKNI yang disusun oleh

    Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Tahun

    2019. Pada Tw III tahun 2019 penyusunan RSKKNI terkendala

    penganggaran bahkan ada direktorat teknis yang tidak menganggarkan

    RSKKNI karena telah dilimpahkan ke BPSDMI Kementerian

    Perindustrian.

    3.3. Hambatan dan Kendala Pelaksanaan

    Kendala yang dihadapi Ditjen IKFT dalam pelaksanaan program dan kegiatan

    pada Triwulan III ini antara lain masih terdapat beberapa anggaran yang

    masih terblokir sebanyak 13,82% dari total pagu anggaran Ditjen IKFT.

    Besarnya blokir dikarenakan adanya anggaran yang termasuk tagging

    pendidikan sehingga perlu adanya pembahasan secara khusus antara

    Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian

    PPN/Bappenas. Selain itu hambatan yang dihadapi sehingga terdapat

    beberapa Indikator yang belum tercapai antara lain:

  • 35

    Peraturan perundangan yang diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT

    dalam bentuk PP/Perpres/Permen masih belum tercapai hal ini

    dikarenakan masih dalam proses koordinasi dengan stakeholder terkait

    ditagetkan akan selesai pada triwulan IV Tahun 2019.

    Infrastruktur kompetensi yang terbentuk terkait tersusunnya RSKKNI

    juga belum tercapai, hal ini dikarenakan penyusunan RSKKNI

    terkendala penganggaran bahkan ada direktorat teknis yang tidak

    menganggarkan RSKKNI karena telah dilimpahkan ke BPSDMI

    Kementerian Perindustrian. Selain itu, penyusunan RSKKNI

    memerlukan proses yang panjang serta melibatkan stakeholder terkait

    lainnya.

    Infrastruktur standar produk yang terbentuk terkait tersusunya RSNI /

    SNI Wajib juga belum tercapau, hal ini dikarenakan masih dalam proses

    Rapat Pembahasan yang melibatkan stakeholder terkait lainnya. Setelah

    dilakukan Rapat Pembahasan langkah selanjutnya akan dilakukan

    Verifikasi secara Internal dan Eksternal dan ditargetkan Rapat

    Konvensi akan terlaksana pada Triwulan IV Tahun 2019.

    3.4. Langkah Tindak Lanjut

    Langkah tindak lanjut yang dilakukan untuk mengatasi hambatan adalah

    dengan melakukan hal – hal sebagai berikut:

    1. Berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Anggaran dalam hal

    pembukaan blokir anggaran.

    2. Melaksanakan kegiatan lainnya yang belum dilakukan dengan persiapan

    dan perencanaan yang baik sehingga menghasilkan dampak yang

    optimal.

    3. Percepatan pelaksanaan kegiatan sehingga indikator yang belum tercapai

    dapat segera dicapai, utamanya terkait Peraturan perundangan yang

    diselesaikan di lingkungan Ditjen IKFT; Infrastruktur kompetensi yang

    terbentuk; dan Infrastruktur standar produk yang terbentuk.

  • 36

    BAB IV

    P E N U T U P

    Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Penumbuhan dan

    Pengembangan Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Triwulan III Tahun 2019

    dengan realisasi anggaran kegiatan sebesar 48,30 persen.

    Diharapkan kendala yang terjadi pada triwulan III Tahun 2019 dapat dilakukan

    perbaikan pada triwulan berikutnya. Untuk mencapai sasaran yang lebih tinggi

    pada triwulan selanjutnya, akan diupayakan langkah-langkah lebih strategis dan

    meningkatkan kerjasama dengan semua pihak terkait.

    Demikian laporan ini disusun untuk dijadikan bahan evaluasi bagi Direktorat

    Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil terhadap pelaksanaan seluruh

    kegiatan dan pencapaian keluaran serta bahan pertimbangan bagi pelaksanaan

    realisasi anggaran untuk triwulan selanjutnya.

  • ---------- II ----------

    LAMPIRAN

    ---------- II ----------

  • FORMULIR B

    Unit Organisasi : DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, FARMASI DAN TEKSTIL

    Nomor Surat Pengesahan DIPA

    Nomor Kode dan Nama Program : 06. Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil

    Indikator Hasil :

    No. Loan PHLN RM Total S R Narasi Satuan (Unit) S (%) R (%)

    2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    1875 Penumbuhan dan Pengembangan Industri

    Tekstil, Kulit,dan Alas Kaki

    - 5,558,044 5,558,044 71.90 45.63 72.53 76.75 DKI JAKARTA

    1876 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia

    Hilir dan Farmasi

    - 8,557,419 8,557,419 41.79 39.78 73.37 73.23 DKI JAKARTA

    1877 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia

    Hulu

    - 14,116,971 14,116,971 51.86 29.89 81.66 38.10 DKI JAKARTA

    1879 Penyusunan dan Evaluasi Program

    Penumbuhan dan Pengembangan Industri

    Kimia, Farmasi dan Tekstil

    - 32,537,098 32,537,098 72.19 70.43 74.74 61.07 DKI JAKARTA

    4910 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia

    Hilir dan Farmasi

    - 26,261,702 26,261,702 26.01 28.77 54.06 54.19 DKI JAKARTA

    4911 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia

    Hulu

    - 300,000 300,000 69.00 14.88 63.50 21.50 DKI JAKARTA

    4912 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Semen,

    Keramik dan Pengolahan Bahan Galian

    Nonlogam

    - 213,250 213,250 96.59 46.88 80.72 76.50 DKI JAKARTA

    4913 Peningkatan Kompetensi SDM Industri Tekstil,

    Kulit, dan Alas Kaki

    - 26,438,298 26,438,298 61.74 45.86 82.82 71.46 DKI JAKARTA

    5881 Penumbuhan dan Pengembangan Industri

    Semen, Keramik Dan Pengolahan Bahan Galian

    Nonlogam

    - 7,557,096 7,557,096 89.17 33.31 86.13 79.31 DKI JAKARTA

    - 121,539,878 121,539,878 56.51 45.59 73.33 61.81

    1

    Jumlah

    LAPORAN KONSOLIDASI KEGIATAN PER PROGRAM

    TRIWULAN III TAHUN ANGGARAN 2019

    : SP DIPA- 019.03.1.247982/2019

    Nomor Kode dan Nama KegiatanAnggaran (Rp. 000) Penyerapan (%) Indikator Kinerja Keluaran (Output)

    Lokasi

  • No. Kendala Tindak Lanjut yang DiperlukanPihak yang Diharapkan Dapat Membantu

    Penyelesaian Masalah

    - - TIDAK ADA KENDALA - -

    Jakarta Selatan, Oktober 2019

    Plt. Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil

    Ir. Abdul Rochim, M.Si

    KENDALA DAN LANGKAH TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

    Kegiatan