laporan pengendalian dan evaluasi...
TRANSCRIPT
LAPORAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN
TRIWULAN IV TAHUN 2019
DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, FARMASI DAN TEKSTIL
2019
i
KATA PENGANTAR
Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan merupakan wujud kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pencapaian misi dan tujuan instansi pemerintah dalam rangka perwujudan penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (good governance).
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, diinstruksikan agar setiap instansi pemerintah setiap tahun anggaran menyampaikan Laporan Triwulanan yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih, dan bertanggung jawab dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi.
Dengan berakhirnya triwulan IV tahun 2019, Direktorat Industri Kimia Hulu menyusun Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Triwulan IV Tahun 2019 yang mencakup Tugas Pokok dan Fungsi, Program/Kegiatan, Sasaran dan Indikator Kinerja, serta Analisis Capaian Kinerja yang menggambarkan tugas pokok dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Disamping itu, Laporan ini disusun sebagai bahan masukan bagi Direktorat Industri Kimia Hulu guna meningkatkan kinerja di masa mendatang.
Jakarta , Januari 2020 Direktur Industri Kimia Hulu
ttd.
Fridy Juwono
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Industri Kimia Hulu
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Direktorat Industri Kimia Hulu
mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk
pembangunan industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri,
pembangunan sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri,
pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri,
penanaman modal dan fasilitas industri, serta kebijakan teknis pengembangan
industri di bidang industri kimia hulu.
Dalam rangka melaksanakan tugas pokok tersebut, Direktorat Industri Kimia Hulu
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan rencana, program, anggaran, evaluasi dan pelaporan
pengembangan industri kimia hulu.
2. Pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan data serta penyajian informasi
industri kimia hulu.
3. Penyiapan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan industri
nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan
sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri,
pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, penanaman modal
dan fasilitas industri serta kebijakan teknis pengembangan industri di bidang
industri kimia hulu.
4. Penyiapan penyusunan dan pelaksanaan norma, standar, prosedur, kriteria di
bidang perencanaan, perizinan, data dan informasi industri kimia hulu.
5. Penyiapan pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang perencanaan,
perizinan, data dan informasi industri kimia hulu.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
2
6. Pelaksanaan pengawasan Standar Nasional Indonesia, standar industri hijau,
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia pada industri kimia hulu
7. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat
1.2 Latar Belakang Kegiatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Direktorat Industri Kimia
Hulu sebagai unit kerja Pembina sektor industri kimia Hulu mempunyai tugas
melaksanakan Penyusunan rencana, program, anggaran, evaluasi dan pelaporan
pengembangan industri kimia hulu, pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan
data serta penyajian informasi industri kimia hulu, penyiapan perumusan dan
pelaksanaan rencana induk pembangunan industri nasional, kebijakan industri
nasional, penyebaran industri, pembangunan sumber daya industri, pembangunan
sarana dan prasarana industri, pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan
industri, penanaman modal dan fasilitas industri serta kebijakan teknis
pengembangan industri di bidang industri kimia hulu, Penyiapan penyusunan dan
pelaksanaan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang perencanaan, perizinan,
data dan informasi industri kimia hulu, penyiapan pelaksanaan bimbingan teknis
dan supervisi di bidang perencanaan, perizinan, data dan informasi industri kimia
hulu, pelaksanaan pengawasan Standar Nasional Indonesia, standar industri hijau,
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia pada industri kimia hulu.
Dalam mengemban tugas tersebut Direktorat Industri Kimia Hulu menetapkan
sasaran sesuai Tujuan Pembangunan Industri Tahun 2015-2019 adalah
Terbangunnya industri yang tangguh dan berdaya saing, melalui:
1. Penguatan struktur Industri nasional
2. Peningkatan nilai tambah di dalam negeri
3. Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
4. Pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia guna
memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
3
Dalam rangka mencapai sasaran dan pelaksanaan program pengembangan
industri prioritas, diperlukan prasyarat sebagai berikut:
1) Iklim investasi dan pembiayaan yang mendorong peningkatan investasi di
sektor industri;
2) Ketersediaan infrastruktur yang dapat mendukung peningkatan produksi dan
kelancaran distribusi;
3) Kualitas dan kompetensi SDM industri berkembang dan mendukung
peningkatan penggunaan teknologi dan inovasi di sektor industri;
4) Kebijakan terkait sumber daya alam yang mendukung pelaksanaan program
hilirisasi industri secara optimal; dan
5) Koordinasi antar kementerian/lembaga dan peran aktif pemerintah daerah
dalam pembangunan industri.
1.3. Struktur Organisasi
Dalam menjalankan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2018 Direktorat Industri Kimia
Hulu terdiri dari :
1. Subdirektorat Program Pengembangan Industri Kimia Hulu
a. Seksi Program
b. Seksi Evaluasi dan Pelaporan
2. Subdirektorat Industri Kimia Anorganik
a. Seksi Sumber Daya Industri dan Sarana Prasarana Industri
b. Seksi Pemberdayaan Industri
3. Subdirektorat Industri Kimia Organik
a. Seksi Sumber Daya Industri dan Sarana Prasarana Industri
b. Seksi Pemberdayaan Industri
4. Subdirektorat Industri Kimia Hulu lainnya
a. Seksi Sumber Daya Industri dan Sarana Prasarana Industri
b. Seksi Pemberdayaan Industri
5. Sub bagian Tata Usaha
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
4
BAB II RENCANA KEGIATAN
A. Kegiatan Tahun 2019
1. Program Penumbuhan dan pengembangan Industri Kimia Hulu
Tahun 2019 Direktorat Industri Kimia Hulu melaksanakan Program Penumbuhan dan
pengembangan Industri Kimia Hulu dalam bentuk kegiatan:
a. Kegiatan Prioritas Nasional, yaitu :
I. Otoritas Nasional Senjata Kimia
II. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Sektor Industri Kimia Hulu
III. Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu
IV. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida
V. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri
VI. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
VII. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia
VIII. Fasilitasi Penyusunan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (RSKKNI)
b. Kegiatan Pendukung, yaitu : Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan Tata
Usaha.
2. Indikator Kinerja
Program ini memiliki 2 (dua) indikator kinerja utama, yaitu: Terwujudnya
pengembangan industri kimia hulu yang berdaya saing tinggi, meningkatnya
utilitasi kapasitas industri kimia hulu berwawasan lingkungan dan mandiri dengan
struktur industri yang kokoh, baik secara vertikal maupun horizontal.
Direktorat Industri Kimia Hulu pada tahun 2019 memperoleh alokasi anggaran
sebesar Rp. 14.416.971.000,- dan alokasi anggaran untuk kekurangan tunjangan
kinerja sebesar Rp. 423.822.000,- sehingga anggaran total menjadi
Rp. 13.993.149.000 ; yang terdiri dari anggaran untuk 9 (sembilan) output yaitu:
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
5
1) Otoritas Nasional Senjata Kimia, dengan anggaran sebesar Rp. 1.366.719.000,-
2) Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Sektor Industri Kimia Hulu,
dengan anggaran sebesar Rp. 551.180.000,-
3) Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu, dengan anggaran sebesar
Rp. 90.099.000,-
4) Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida, dengan
anggaran sebesar Rp. 973.324.000,-
5) Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri, dengan anggaran
sebesar Rp. 731.377.000,-
6) Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat, dengan anggaran
sebesar Rp. 1.202.681.000,-
7) Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia, dengan anggaran
sebesar Rp. 351.179.000,-
8) Fasilitasi Penyusunan Rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(RSKKNI) , dengan anggaran sebesar Rp. 1.519.161.000,-
9) Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan Tata Usaha, dengan anggaran
sebesar Rp. 8.426.590.000,-
Tabel 2.1
Base line / Output dan Anggaran Tahun 2019
No Baseline / Output Pagu
I Otoritas Nasional Senjata Kimia 1.366.719.000
Fasilitasi terkait kesekretariatan Otoritas Nasional Senjata Kimia 231.940.000
Database Otoritas Nasional Senjata Kimia 72.940.000
Inspeksi Otoritas Nasional Senjata Kimia 389.938.000
Deklarasi Otoritas Nasional Senjata Kimia 187.252.000
Capacity Building Otoritas Nasional Senjata Kimia 484.649.000
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
6
II Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu 551.180.000
RSNI Industri Kimia Anorganik 179.005.000
RSNI Industri Kimia Organik 172.052.000
RSNI Industri Kimia Hulu Lainnya 200.123.000
III Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu 90.099.000
Regulasi SNI Wajib Produk Industri Kimia Hulu 90.099.000
IV Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida 973.324.000
Penumbuhan Industri Pupuk 973.324.000
V Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri 731.377.000
Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri 731.377.000
VI Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat 1.202.681.000
Penumbuhan industri berbasis migas (kimia) di Masela, Bintuni, Donggisenoro, Mesuji, Muara Enim, Berau
1.202.681.000
VII Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia 351.179.000
Perencanaan dan Persiapan Operasional Otoritas Nasional Senjata Kimia
351.179.000
VIII Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan Tata Usaha 8.426.590.000
Dokumen Program 7.695.059.000
Layanan Tata Usaha 731.531.000
IX Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu 300.000.000
Fasilitasi Penyusunan RSKKNI 300.000.000
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
7
B. Sasaran kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan
Sasaran kegiatan Dit. Industri Kimia Hulu dapat dijabarkan melalui output per
komponen dan Hasil Indikator Kinerja kegiatan dilihat dari Penetapan Kinerja IKHu
2019 dibawah ini.
Tabel 2.2.
PENETAPAN KINERJA UNIT ORGANISASI : DIREKTORAT INDUSTRI KIMIA HULU TAHUN ANGGARAN : 2019
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi TW - V
Meningkatnya Populasi dan Persebaran Industri
Unit Industri Kimia Hulu Besar – Sedang yang tumbuh
72 - 78 Unit 76 Unit
Nilai investasi di sektor industri kimia hulu
67,71 Rp. Triliun 70,14 Persen
Meningkatnya daya saing dan produktivitas industri
Kontribusi ekspor produk industri kimia hulu terhadap ekspor nasional
3,34 Persen 3,61 Persen
Produktivitas dan Kemampuan SDM Industri Kimia Hulu
713,20 Rp. Juta 716,48 Rp. Juta
Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan
Infrastuktur Kompetensi Yang Terbentuk
1 RSKKNI 1 RSKKNI
Infrastruktur Standar Produk Yang Terbentuk
4 RRegulasi SNI / SNI Wajib
4 RRegulasi SNI / SNI Wajib
Untuk mencapai sasaran strategis diatas dilakukan kegiatan penumbuhan dan
pengembangan industri kimia hulu dengan 9 output. Base Line pada kegiatan
penumbuhan dan pengembangan Industri Kimia hulu adalah:
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
8
Tabel. 2.3.
Base Line kegiatan Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia hulu
No. Output Vol Sat
I Otoritas Nasional Senjata Kimia 1 Otoritas
II Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu 3 RSNI
III Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu 1 SNI Wajib
IV Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida 1 Rekomendasi
V Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri 1 Rekomendasi
VI Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat 1 Rekomendasi
VII Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia 1 Rekomendasi
VIII Peningkatan Kompetensi SDM Industri Kimia Hulu 1 SKKNI
IX Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan Tata Usaha 2 Dokumen
Sesuai dengan tabel indikator Base Line diatas, pada tahun ini Direktorat Industri Kimia
Hulu melakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Otoritas Nasional Senjata Kimia
1.1 Sekretariat Otoritas Nasional Senjata Kimia
Sejak berakhirnya Perang Dunia II dan berawal dari bahaya besar senjata
pemusnah massal yang diakibatkan oleh penyalahgunaan bahan kimia tersebut.
seluruh negara di dunia telah menyadari urgensi untuk memberantas senjata
kimia yang masih tersisa dan menyebar ke banyak tempat. Indonesia bersama-
sama dengan negara lain di dunia beritikad baik untuk berusaha mencegah
terjadinya kembali peristiwa-peristiwa tersebut.
Negara Indonesia yang berbentuk republik, merupakan negara yang merdeka,
bersatu, berdaulat, serta berlandaskan hukum. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan cita-cita luhur tersebut, pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia mempunyai tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
9
Sebagai salah satu wujud peran aktif Indonesia dalam masalah ketertiban dan
keamanan dunia, pada tanggal 13 Januari 1993 di Paris, Indonesia ikut
menandatangani Convention on the Prohibition of the Development, Production,
Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their Destruction (Konvensi
tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan
Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya/KSK) bersama-sama dengan 129
negara yang lain. KSK adalah perjanjian non-proliferasi internasional yang
melarang pengembangan, produksi, kepemilikan atau penggunaan senjata kimia,
dan membutuhkan penghancuran senjata yang ada. KSK adalah perjanjian kontrol
senjata multilateral dan non-proliferasi pertama yang secara langsung
mempengaruhi sektor swasta.
KSK mulai berlaku pada 29 April 1997 dan bertujuan untuk menghapuskan seluruh
kategori senjata pemusnah massal dengan melarang pengembangan, produksi,
akuisisi, penyimpanan, retensi, transfer atau penggunaan senjata kimia oleh
Negara-negara Pihak. Bahan kimia tertentu yang menjadi perhatian utama dalam
KSK adalah bahan kimia daftar 1, bahan kimia daftar 2, bahan kimia daftar 3, dan
bahan kimia organik lain yang berafiliasi dengan fosfor, sulfur, dan fluorin (DOC-
PSF). Hingga kini, konvensi ini telah ditandatangani oleh 193 negara dari total 196
negara di dunia. Konvensi ini memiliki sekretariat resmi bernama OPCW (The
Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons) yang bermarkas besar di
Den Haag, Belanda.
Langkah konkret yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap masalah
pelarangan senjata pemusnah massal tidak hanya sebatas penandatanganan
konvensi, tetapi diwujudkan pula dalam pembentukan instrumen hukum berupa
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention on the
Prohibition of the Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical
Weapons and on their Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan,
Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang
Pemusnahannya) yang ditetapkan pada tanggal 30 September 1998. Penerbitan
Undang-Undang ini merupakan tindak lanjut Pemerintah RI dalam meratifikasi KSK
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
10
tersebut sekaligus mengukuhkan Indonesia sebagai negara pihak pada konvensi
tersebut. Diagram berikut ini merupakan lini masa proses keikutsertaan Indonesia
pada konvensi tersebut.
Lini masa ini dimulai dari proses pembentukan konvensi hingga terbitnya
peraturan tentang pendirian Otoritas Nasional Senjata Kimia RI sebagai lembaga
pelaksana konvensi tersebut di dalam negeri.
Sejak penandatanganan konvensi oleh Pemerintah RI pada 1993, baru saat inilah
OTNAS mulai bisa didirikan berdasarkan Peraturan Presiden No.19/2017 tentang
Otoritas Nasional Senjata Kimia. Model organisasi OTNAS ditetapkan melalui
Keputusan Presiden No.04/2017 tentang Susunan Keanggotaan Otoritas Nasional
Senjata Kimia. Kami berharap dengan berdirinya OTNAS RI, Indonesia dapat
semakin leluasa dan aktif dalam berpartisipasi menegakkan konvensi baik di ranah
domestik maupun internasional. Hal ini juga selaras dengan cita-cita Indonesia
dalam mewujudkan pembangunan industri yang selalu memprioritaskan
kesehatan, keselamatan, keamanan, serta kredibilitas bertaraf internasional.
1.2 Inspeksi Otoritas Nasional Senjata Kimia
Senjata pemusnah massal selalu menjadi topik diskusi di setiap pertemuan tingkat
tinggi di dunia. Penggunaan senjata pemusnah massal sudah sejak lama dilakukan
di setiap peperangan. Kejadian pemusnahan massal bukan hanya terjadi pada saat
pengeboman nuklir di Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II 1945.
Peristiwa Black-Death pada abad ke-14 yang menewaskan sedikitnya 200 juta jiwa
diduga sengaja terjadi karena adanya serangan senjata biologis. Peristiwa ini
merupakan wabah yang disebabkan oleh bakteri yersinia pestis yang ditularkan
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
11
dengan perantara lalat, tikus, dan manusia. Wabah ini diinisiasi dari Asia Tengah
menuju Crimea dan akhirnya memakan korban terbanyak di Eropa.
Kejadian pemusnahan massal yang dilakukan secara terencana juga terjadi pada
perang Second Italo-Abysinnian 1934-1936. Pada perang ini, pasukan fasis Italia
yang dipimpin oleh Benito Mussolini menginvasi Ethiopia dengan senjata kimia
berupa gas mustard. Cosmo Gordon Lang, Arcbishop dari Canterbury, sangat
mengutuk insiden pemusnahan massal tersebut. Sejak saat itulah istilah senjata
pemusnah massal mulai dikenal secara luas.
1.3 Database dan Deklarasi Otoritas Nasional Senjata Kimia
Negara Indonesia merupakan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, serta
berlandaskan hukum. Oleh karena itu, untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut,
pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tujuan melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sesuai
dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Salah satu wujud keaktifan Indonesia dalam masalah ketertiban dan keamanan
dunia adalah Indonesia ikut menandatangani Convention on the Prohibition of the
Development, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their
Destruction (Konvensi tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi,
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
12
Penimbunan, dan Penggunaan Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya) pada
tanggal 13 Januari 1993 di Paris.
Konvensi Senjata Kimia (KSK) merupakan salah satu perjanjian internasional di
bidang perlucutan senjata pemusnah massal (selain Konvensi Senjata Biologi dan
Konvensi Senjata Nuklir) yang melarang pengembangan produksi, penyimpanan,
transfer dan penggunaan senjata kimia untuk terciptanya dunia yang tertib, aman
dan damai sejahtera.
Latar belakang diratifikasinya Konvensi Senjata Kimia adalah sebagai perwujudan
partisipasi aktif Indonesia dalam ketertiban dan perdamaian dunia sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan UUD RI tahun 1945, serta demi kelancaran
perdagangan internasional bahan-bahan kimia yang bersifat dual-use (yaitu selain
berguna untuk bahan baku/ bahan penolong pada industri kimia dan tujuan damai
lainnya, juga berpotensi menjadi senjata kimia). Secara kronologis terbentuknya
Konvensi Senjata Kimia (KSK) di tingkat internasional adalah sebagai berikut :
1) Deklarasi Brussel tahun 1874 tentang Pelarangan Penggunaan Racun dan
Peluru Beracun di Medan Perang;
2) Konferensi Den Haag tahun 1899 tentang Pelarangan Penggunaan Proyektil
Tunggal yang Menggunakan Gas-Gas Pencekik (Choking Agent);
3) Protokol Jenewa tahun 1925 tentang Pelarangan Penggunaan Gas-Gas yang
Mengakibatkan Sesak Napas dan Beracun;
4) Pembentukan Komite PBB untuk Perlucutan Senjata yang disepakati oleh 18
Negara, pada tahun 1968; Kejadian ini merupakan titik awal, dimulai pada
tahun 1968 The Eighteen-nations Committee on Disarmament (Komite
Perlucutan Senjata 18 Negara) mulai merundingkan cara-cara pelarangan
senjata ini. Keprihatinan masyarakat internasional pada waktu itu terhadap
bahaya senjata kimia juga tercermin dalam laporan Sekjen PBB Tahun 1969
berjudul Chemical and Bacteriological (Biological) Weapons and the Effect of
their Possible Use (Senjata Kimia dan Bakteri [Biologi]) dan dampak dari
kemungkinan penggunaannya. Di dalam persidangan Konferensi Perlucutan
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
13
Senjata (KPS) membahas dan menghasilkan kesepakatan yang dituangkan
dalam konvensi dan traktat selanjutnya harus diimplementasikan pada
tingkat nasional sesuai dengan ketentuan konvensi dan traktat dalam rangka
kepatuhan kepada konvensi dan traktat.
5) Pengesahan KSK pada Konferensi Perlucutan Senjata di Jenewa, tanggal 3
September 1992;
6) Penandatanganan KSK oleh 130 (seratus tiga puluh) negara, termasuk
Indonesia, di Paris pada tanggal 13 Januari 1993;
7) Pemberlakuan KSK (entry into force) sejak tanggal 29 April 1997, yang
ditindaklanjuti dengan dibentuk Organization for The Prohibition of Chemical
Weapons (OPCW) yang berpusat di Den Haag, Belanda.
Konvensi Senjata Kimia pada dasarnya memuat tiga aturan pokok sebagai berikut
:
1) Larangan total pengembangan, pembuatan, penimbunan, pemindahan dan
penggunaan senjata kimia beserta fasilitas produksinya dan penghancuran
timbunan senjata kimia serta larangan memproduksi dan memindahkan
senjata ini dari suatu negara ke negara lain.
2) Pemeriksaan (inspeksi - verifikasi) terhadap penghancuran senjata kimia dan
fasilitas produksinya di tempat Negara Pihak yang dilaksanakan oleh OPCW.
3) Pemeriksaan (inspeksi - verifikasi) terhadap industri kimia berikut fasilitasnya
yang oleh OPCW dikategorikan berpotensi untuk memproduksi senjata kimia.
Oleh karena itu, mengacu kepada hal-hal di atas, maka tugas utama pada Otoritas
Nasional Senjata Kimia adalah :
1) Legislasi, menyusun peraturan perundangan bidang pengaturan bahan kimia
daftar.
2) Deklarasi, menyusun deklarasi tahunan.
3) Verifikasi, melakukan verifikasi terhadap penggunaan bahan kimia daftar.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
14
4) Inspeksi, Melakukan inspeksi rutin terhadap fasilitas produksi industri kimia
dan sebagai Tim Pendamping Inspeksi OPCW.
Pengembangan sebuah badan dirangsang karena adanya kebutuhan dan
transformasi permintaan, baik dari permintaan domestik maupun permintaan
internasional. Transformasi permintaan domestik terutama dipengaruhi oleh
karena adanya peningkatan penggunaan bahan kimia dasar dan kewajiban negara
sebagai anggota OPCW. Adanya konvensi Senjata Kimia yang merupakan
perjanjian internasional dibidang perlucutan senjata yang melarang
pengembangan, produksi, penyimpanan, pentransferan, dan penggunaan senjata
kimia serta pemusnahannya, dimana Indonesia telah menjadi bagian dari
kesepakatan dunia tersebut, mengakibatkan Pemerintah Indonesia wajib memiliki
Badan yang berfungsi sebagai pengendali penggunaan bahan kimia, sekaligus
memonitor dan mengawasi distribusinya.
Untuk menjalankan sebuah sekretariat dan organisasi badan pelaksana perlu
dikaji terlebih dahulu faktor apa saja yang berpengaruh terhadap fungsi-fungsi
tugas sebuah organisasi dan pembelajaran melalui pengalaman terbaik yang telah
dilaksanakan ditempat.
Pembelajaran organisasi dapat direview dengan mempelajari bagaimana
Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) yang merupakan
badan pekerja untuk konvensi senjata kimia melaksanakan fungsinya. Badan ini
memiliki otoritas dalam mencapai tujuan dan sasaran konvensi, yakni, menjamin
implementasi provisi yang meliputi jaminan verifikasi dan menyediakan forum
konsultasi dan kerjasama antar negara.
OPCW memiliki tiga unit kerja; pertama The Conference of States Parties (CSP)
adalah unit representasi dari setiap negara-negara anggota yang merupakan
organ pengambil keputusan yang didesain terutama untuk menentukan kebijakan
dan pemecah masalah yang muncul di antara sesama negara anggota pada issue
teknis maupun intrepretasi konvensi dan dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal.
Organ Kedua yakni, The Executive Council (EC) bertanggung jawab kepada CSP dan
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
15
mengefektifkan implementasi konvensi. Terakhir organ Ketiga, yakni The
Technical Secretariat (TS) yang bertangung jawab untuk membantu pekerjaan
administratif dan penunjang lainnya bagi CSP dan EC dalam menjalankan
fungsinya, khususnya pada aspek verifikasi konvensi melalui monitoring dan
inspeksi.
1.4 Capacity Building Otoritas Nasional Senjata Kimia
Berawal dari bahaya besar senjata pemusnah massal yang diakibatkan oleh
penyalahgunaan bahan kimia pada Perang Dunia II, seluruh negara di dunia telah
menyadari urgensi untuk memberantas senjata kimia yang masih tersisa dan
menyebar ke banyak tempat. Indonesia bersama-sama dengan negara lain di
dunia beritikad baik untuk berusaha mencegah terjadinya kembali peristiwa-
peristiwa tersebut. Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai
tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, untuk mewujudkan cita-
cita luhur tersebut, Indonesia berusaha untuk
Sebagai salah satu wujud peran aktif Indonesia dalam masalah ketertiban dan
keamanan dunia, pada tanggal 13 Januari 1993 di Paris, Indonesia ikut
menandatangani Convention on the Prohibition of the Development, Production,
Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on their Destruction (Konvensi
tentang Pelarangan Pengembangan, Produksi, Penimbunan, dan Penggunaan
Senjata Kimia serta tentang Pemusnahannya/KSK) bersama-sama dengan 129
negara yang lain. KSK adalah perjanjian non-proliferasi internasional yang
melarang pengembangan, produksi, kepemilikan atau penggunaan senjata kimia,
dan membutuhkan penghancuran senjata yang ada. KSK adalah perjanjian kontrol
senjata multilateral dan non-proliferasi pertama yang secara langsung
mempengaruhi sektor swasta.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
16
Keanggotaan Indonesia pada OPCW telah memberikan manfaat positif terkait
pencapaian kepentingan nasional yang sejalan dengan tiga pilar KSK yaitu:
(1) Peningkatan peran serta aktif mendorong Negara Pihak untuk selalu
meningkatkan nonproliferasi senjata kimia diantaranya melalui mekanisme
verifikasi;
(2) Perolehan jaminan atas bantuan dan perlindungan terhadap dari ancaman/
serangan bahan kimia;
(3) Pemanfaatan kerjasama internasional dalam hal penggunaan bahan kimia
secara damai dalam ilmu pengetahuan dan teknologi kimia.
Berikut merupakan hak dan kewajiban bagi Negara Pihak:
a. Hak
(1) Negara Pihak berhak untuk mengembangkan, memproduksi, ataupun
memperoleh, menyimpan, mengalihkan dan mempergunakan bahan-bahan
kimia beracun dan prekursornya untuk keperluan yang tidak dilarang dalam
KSK misalnya: industri, pertanian, medis/kedokteran, penelitian, obat-obatan
atau maksud damai lainnya.
(2) Berhak meminta Dewan Eksekutif OPCW untuk meminta penjelasan atas
suatu situasi yang dianggap meragukan atau yang menimbulkan kekhawatiran
mengenai pelanggaran Konvensi oleh Negara Pihak lain.
b. Kewajiban
(1) Menginformasikan kepada OPCW mengenai langkah-langkah terkait legislasi
maupun administrasi dalam rangka implementasi KSK.
(2) Selambat – lambatnya 30 hari KSK berlaku baginya, Negara Pihak harus
menyerahkan kepada OPCW deklarasi-deklarasi mengenai senjata kimia,
senjata kimia tua dan senjata kimia yang ditinggalkan, fasilitas produksi
senjata kimia, fasilitas-fasilitas lain, zat penanggulangan huru-hara.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
17
(3) Negara Pihak wajib memberikan akses kepada Tim Inspeksi OPCW agar dapat
melakukan verifikasi serta menjamin kelancaran pelaksanaan tugas Tim
Inspeksi OPCW dalam melakukan verifikasi. Akses kepada: senjata kimia,
instansi pemusnahan senjata kimia, dan daerah tempat penyimpanan yang
dimiliki /dikuasi/berada di tempat di bawah yuridiksinya.
(4) Bekerjasama dengan Negara Pihak lainnya untuk saling memberikan bantuan
legislasi dalam rangka implementasi KSK.
(5) Meninjau regulasi nasional yang ada yang terkait dengan perdagangan bahan
kimia guna memastikan regulasi tersebut sejalan dengan tujuan- tujuan yang
termuat dalam KSK.
Di Indonesia, bahan kimia daftar digunakan sebagai bahan baku dan bahan
penolong pada berbagai industri antara lain: industri pupuk, industri toiletries,
industri antioksidan, industri pengeboran minyak bumi, dan lain-lain. Bahan kimia
daftar merupakan bahan kimia beracun yang bersifat dual use artinya bahan kimia
tersebut selain dapat digunakan untuk tujuan damai seperti penggunaan di
industri, penelitian, dan lain sebagainya, dapat pula digunakan sebagai senjata
kimia
Sejak penandatanganan konvensi oleh Pemerintah RI pada 1993, baru saat inilah
OTNAS mulai bisa didirikan berdasarkan Peraturan Presiden No.19/2017 tentang
Otoritas Nasional Senjata Kimia. Model organisasi OTNAS ditetapkan melalui
Keputusan Presiden No.04/2017 tentang Susunan Keanggotaan Otoritas Nasional
Senjata Kimia. Kami berharap dengan berdirinya OTNAS RI, Indonesia dapat
semakin leluasa dan aktif dalam berpartisipasi menegakkan konvensi baik di ranah
domestik maupun internasional. Hal ini juga selaras dengan cita-cita Indonesia
dalam mewujudkan pembangunan industri yang selalu memprioritaskan
kesehatan, keselamatan, keamanan, serta kredibilitas bertaraf internasional.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
18
2. Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu
2.1 Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia Hulu
Dengan telah banyak diterapkannya kebijakan Free Trade Agreement, dimana tarif
bea masuk sudah tidak efektif di dalam membendung masuknya barang impor ke
dalam pasar dalam negeri maka kebijakan penerapan non tarif barrier diantaranya
melalui kebijakan penerapan standar menjadi salah satu instrument di dalam
membendung masuknya barang impor. Selain itu, kebijakan penerapan standar
juga berperan di dalam meningkatkan mutu serta mendukung peningkatan daya
saing industri kimia hulu dalam memasuki pasar global maupun di pasar dalam
negeri dan terciptanya iklim usaha yang kondusif dan persaingan usaha yang
sehat, serta terjaminnya perlindungan konsumen dalam segi keamanan,
keselamatan, kesehatan dan lingkungan.
Kebijakan penerapan standar produk industri merupakan salah satu program
prioritas Kementerian Perindustrian. Direktorat Industri Kimia hulu dalam
mendukung kebijakan kementerian pada tahun 2019 dalam salah satu
kegiatannya bermaksud untuk melakukan penyusunan kebijakan standar untuk
produk industri kimia hulu. Pada tahun 2019, direncanakan untuk melakukan
penyusunan 3 RSNI produk industri kimia hulu.
Penyusunan RSNI / SNI Wajib ini dilakukan melalui 3 kali rapat teknis dan 1 kali rapat
konsensus untuk masing-masing komoditi. Selanjutnya RSNI yang dihasilkan akan
ditetapkan menjadi SNI melalui Pembahasan di Badan Standarisasi Nasional (BSN).
3. Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu
3.1 Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu
Standardisasi dapat digunakan sebagai salah satu alat kebijakan pemerintah
dalam menata struktur ekonomi secara lebih baik dan memberikan perlindungan
kepada masyarakat. Penerapan standar oleh industri menjadi sangat penting
untuk menunjang tercapainya tujuan strategis, antara lain peningkatan ekspor
produk Indonesia, peningkatan daya saing produk Indonesia terhadap produk
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
19
impor, peningkatan efisiensi nasional, dan menunjang program keterkaitan sektor
ekonomi dengan berbagai sektor lainnya.
Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan suatu dokumen yang berisikan
ketentuan teknis, pedoman, dan karakteristik kegiatan dan produk yang berlaku
secara nasional untuk membentuk keteraturan yang optimum dalam konteks
keperluan tertentu. Oleh karena itu, apabila SNI dapat dikembangkan dan
diterapkan dengan baik, maka dampaknya dapat mengurangi berbagai hambatan
dan menekan biaya transaksi perdagangan. Penerapan SNI diharapkan dapat
memenuhi capaian sebagai berikut:
1. Produsen akan mendapatkan kepastian tentang batas-batas ketentuan teknis
yang sebaiknya dipenuhi agar produknya dapat diterima oleh pasar;
2. Pengguna produk dan konsumen akhir mendapat kepastian dan jaminan
tentang kualitas atau keamanan dari produk yang akan dibelinya;
3. Perlindungan kepentingan publik seperti kesehatan masyarakat, kelestarian
lingkungan, dan keselamatan negara.
4. Transaksi pasar akan menjadi semakin transparan dan efisien apabila
pemanfaatan SNI dapat dipergunakan sebagai acuan dalam kegiatan produksi
dan transaksi perdagangan.
Hingga saat ini, terdapat 302 SNI produk industri kimia hulu baik yang bersifat
wajib maupun sukarela. Penerapan SNI wajib oleh industri cenderung didorong
oleh pemenuhan persyaratan industri untuk memenuhi ketentuan regulasi,
namun tidak dengan penerapan SNI sukarela. Penerapan SNI secara sukarela lebih
cenderung market oriented untuk peningkatan kompetisi dan kinerja. Sedikitnya
SNI yang diterapkan secara wajib mengindikasikan masih belum dijadikannya SNI
sebagai faktor pasar, SNI belum dijadikan salah satu pertimbangan bagi konsumen
dan produsen dalam melakukan transaksi.
Pada dasarnya SNI bersifat sukarela, namun dalam rangka menjamin mutu produk
dan meningkatkan daya saing industri, Kementerian Perindustrian
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
20
memberlakukan SNI secara wajib. Hingga saat ini terdapat 4919 judul SNI sektor
industri (113 SNI berlaku Wajib) yang diberlakukan oleh Kementerian
Perindustrian. Hal ini didukung oleh 48 LSPro, 81 Laboratorium Uji sesuai
kompetensinya.
Tujuan pemberlakuan SNI secara wajib adalah sebagai berikut:
1. Memberikan perlindungan keamanan, kesehatan, keselamatan dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup.
2. Melindungi pasar dalam negeri dari produk impor berkualitas rendah
3. Menciptakan persaingan usaha yang sehat dan transparan
4. Peningkatan daya saing; dan/atau
5. Meningkatkan kepastian usaha dan kemampuan inovasi.
Di lingkup Direktorat Industri Kimia Hulu sendiri telah terdapat 13 produk yang
ditetapkan sebagai SNI wajib, yang dapat ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:
No. Nomor SNI Judul SNI Permenperin
DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, FARMASI, DAN TEKSTIL
Direktorat Industri Kimia Hulu
1 2801:2010 Pupuk Urea 106/M-IND/PER/11/2015
2 02-1760-2005 Pupuk Amonium Sulfat (ZA) 106/M-IND/PER/11/2015
3 02-3769-2005 Pupuk Super Fosfat (SP-36) 106/M-IND/PER/11/2015
4 02-0086-2005 Pupuk Tripel Super Fosfat (TSP) 106/M-IND/PER/11/2015
5 02-3776-2005 Pupuk Fosfat Alam untuk Pertanian 106/M-IND/PER/11/2015
6 02-2805-2005 Pupuk Kalium Klorida (KCl) 106/M-IND/PER/11/2015
7 2803:2012 Pupuk NPK padat 08/M-IND/PER/2/2014
8 0030:2011 Asam Sulfat Teknis 105/M-IND/PER/11/2015
9 2109:2011 Sodium Tripolifosfat (STPP) Mutu Teknis 104/M-IND/PER/11/2015
10 2861:2011 Kalsium Karbida (CaC2) 103/M-IND/PER/11/2015
11 0085:2009 Seng Oksida 102/M-IND/PER/11/2015
12 0032:2011 Alumunium Sulfat 101/M-IND/PER/11/2015
13 01-3556-2000 Garam konsumsi beryodium 29/M/SK/2/1995
Dengan banyaknya manfaat dari pemberlakuan SNI secara wajib yang telah
diuraikan sebelumnya, 13 produk tentu tidaklah cukup. Diperlukan kajian dan
tambahan produk-produk lainnya yang perlu diberlakukan SNI secara wajib. Selain
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
21
itu terhadap produk-produk yang telah diberlakukan secara wajib diperlukan
pengawasan untuk memastikan pelaku usaha mematuhi regulasi tersebut.
Pengawasan terhadap SNI Wajib dapat dilakukan di pabrik dan di pasar dimana
produk tersebut beredar. Pengawasan di pabrik meliputi pemeriksaan dokumen,
yang meliputi dokumen legalitas perusahaan (akta pendirian perusahaan, IUI,
NPWP); dokumen kesesuaian mutu terhadap SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib,
berupa SPPT SNI, LHU, SHU, dan/atau sertifikat tanda kesesuaian; dan/atau
dokumen Pertek atau surat keterangan terhadap pengecualian ketentuan
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib. Selain itu juga dilakukan uji
petik untuk pemeriksaan fisik; dan/atau pengujian kesesuaian penerapan
pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara wajib ke Lab Penguji yang telah
terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri.
Pengawasan di pasar meliputi pemeriksaan dokumen dan uji petik. Pemeriksaan
dokumen terkait dokumen kesesuaian mutu terhadap SNI, ST, PTC secara wajib,
berupa SPPT SNI dan/atau sertifikat tanda kesesuaian; dan/atau dokumen
pertimbangan teknis atau surat keterangan terhadap pengecualian SNI, ST,
dan/atau PTC secara wajib. Uji petik meliputi pemeriksaan fisik; dan/atau
pengujian kesesuaian penerapan pemberlakuan SNI, ST, dan/atau PTC secara
wajib ke Laboratorium Penguji yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri.
4. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida
4.1 Revitalisasi 5 Pabrik Pupuk
Program ketahanan pangan nasional menjadi salah satu prioritas utama
Pemerintah. Berkaitan dengan hal ini, program revitalisasi industri pupuk
termasuk ke dalam salah satu program prioritas nasional Pemerintahan Kabinet
Indonesia Bersatu Jilid II dan dilanjutkan oleh Kabinet Kerja.
Revitalisasi/penumbuhan industri pupuk diperlukan karena sebagian besar pabrik
pupuk sudah berusia tua, rata-rata diatas 20 tahun. Dari 14 pabrik urea, sebanyak
8 pabrik berusia di atas 20 tahun dengan tingkat konsumsi gas bumi per ton urea
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
22
rata-rata diatas 30 MMBTU. Disamping itu kebutuhan pupuk dimasa datang akan
terus meningkat terutama dalam rangka mendukung keberhasilan program
ketahanan pangan nasional. Diperkirakan kebutuhan urea pada tahun 2019
mencapai 9,3 juta ton, sementara itu kemampuan pasokan pabrik existing saat ini
hanya sebesar 7,3 juta ton dengan tingkat utilisasi sekitar 91,08 %.
Program Revitalisasi/penumbuhan industri pupuk dimaksudkan untuk mengganti
pabrik pupuk yang sudah tua dengan pabrik berteknologi maju yang lebih hemat
tingkat konsumsi bahan baku maupun energi serta ramah lingkungan. Guna
mewujudkan hal ini, beberapa langkah telah diambil diantaranya dengan
melakukan fasilitasi pembangunan revitalisasi 5 pabrik pupuk.
Pelaksanaan program Revitalisasi/penumbuhan industri pupuk sangat tergantung
pada beberapa aspek, antara lain yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
• Pengamanan ketersediaan pasokan bahan baku gas bumi
• Ketersediaan sumber-sumber pendanaan dan dukungan perbankan untuk
pembiayaan program Revitalisasi/penumbuhan industri pupuk,
• Sinergi antar BUMN dalam rangka mendukung program revitalisasi industri
pupuk,
• Serta pemilihan teknologi industri pupuk yang hemat bahan baku, energi dan
ramah lingkungan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, pelaksanaan Fasilitasi
Pembangunan/Revitalisasi 5 Pabrik Pupuk Urea ini dilakukan dalam lingkup
koordinasi progress pelaksanaan revitalisasi pabrik urea. Dengan pelaksanaan
kegiatan ini, diharapkan target pembangunan pabrik pupuk urea revitalisasi dapat
tercapai dimana pabrik beroperasi sesuai target Road Map pengembangan
industri pupuk sehingga mendukung penyediaan pupuk untuk mendukung
program ketahanan pangan.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
23
4.2 Pengamanan Pasokan Bahan Baku Industri Pupuk
Gas bumi memegang peranan vital dalam mendukung operasional industri pupuk.
Dalam hal ini, gas bumi tidak saja berfungsi sebagai bahan baku namun juga
sebagai sumber energi. Selama ini gas bumi sebagian besar masih diekspor sebagai
sumber penerimaan negara. Industri pupuk pada umumnya memperoleh kontrak
pasokan gas bumi dalam jangka waktu yang terbatas dengan harga yang semakin
tinggi. Dengan semakin bertambahnya penggunaan gas bumi untuk sektor dalam
negeri, maka diperlukan kebijakan pengalokasian gas bumi untuk industri pupuk.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka untuk mendukung pengembangan industri
pupuk nasional khususnya menyangkut alokasi pasokan gas untuk pabrik pupuk
perlu dibicarakan dengan seluruh stakeholders yang terkait dengan permasalahan
perpupukan, dengan demikian dapat terbentuk pemahaman yang sama dan
sinergi yang kuat untuk saling mendukung pengembangan industri pupuk di masa
mendatang. Selain itu, koordinasi pengamanan pasokan bahan baku gas bumi
untuk industri pupuk dimaksudkan sebagai sarana koordinasi/komunikasi seluruh
Stakeholder terkait dalam rangka untuk mengetahui potensi lapangan gas yang
dapat dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan gas bumi industri pupuk.
Melalui pelaksanaan kegiatan ini, diharapkan industri pupuk akan mendapatkan
alokasi pasokan gas bumi dalam jangka panjang, sehingga dapat beroperasi
dengan lancar sehingga penyediaan pupuk untuk sektor pertanian dapat
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan.
4.3 Pengamanan Produksi Pupuk dalam rangka mendukung ketahanan pangan
Kebijakan pengembangan sektor pertanian ke depan mengacu pada program
revitalisasi pertanian dengan sasaran pada peningkatan produktifitas hasil
pertanian, khususnya dalam mendukung program ketahanan pangan nasional.
Untuk meningkatkan produktivitas dan produksi pangan, pupuk merupakan
sarana produksi yang sangat vital. Berkaitan dengan peningkatan produktivitas
sektor pertanian dalam mendukung ketahanan pangan, Pemerintah melalui
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
24
Kementerian Pertanian menetapkan jumlah kebutuhan pupuk untuk sektor
pertanian setiap tahunnya.
Penyediaan pupuk dituntut memenuhi prinsip “6-tepat”, sehingga perlu
perencanaan yang baik sejak dari penentuan target produksi/areal, kebutuhan
dan penyediaan saprodi, sistem distribusi, pengendalian harga dan
pematauan/pengawasan kebijakan.
Kementerian Perindustrian selaku pembina teknis industri pupuk, bertanggung
jawab dalam menjamin ketersediaan pupuk sesuai kebutuhan khususnya
menjelang masa tanam. Dalam menjalankan fungsi ini, Direktorat Industri Kimia
hulu perlu berkoordinasi dengan Stakeholder terkait dalam rangka monitoring
operasional industri pupuk untuk menjamin ketersediaan pupuk untuk sektor
pertanian.
4.4 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pestisida
Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
digunakan untuk memberantas hama atau penyakit yang membunuh tanaman
atau mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman,
memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau mencegah
binatang dan jasad renik dalam rumah, alat-alat angkutan, dan alat-alat pertanian.
Pestisida mempunyai beberapa jenis antara lain insektisida, fungisida, rodentisida,
herbisida, akarisida dan bakterisida.
Perkembangan industri pestisida akhir-akhir ini mengalami kendala yang cukup
serius terutama masalah pengadaan bahan baku, 80% bahan aktif pestisida masih
diimpor sehingga mengakibatkan harga yang kalah bersaing dengan produk
pestisida impor. Selain itu, perkembangan industri pestisida terkait erat dengan
isu kesehatan, keamanan dan keselamatan lingkungan khususnya dalam
penggunaan bahan aktif. Pada tanggal 23 Mei 2001 Pemerintah Indonesia ikut
serta menandatangani Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants
(Konvensi Stockholm tentang Bahan Pencemar Organik yang Persisten (POPs)),
yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari bahan
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
25
pencemar organik yang persisten diantaranya jenis bahan aktif pestisida yang
telah dilarang digunakan yaitu Dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT), Aldrin,
Endrin, Dieldrin, Chlordane, Heptachlor, Mirex, dan Toxaphene.
Dalam perkembangannya, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan riset,
bahan kimia yang masuk dalam daftar POPs bertambah dalam setiap tahun. Hal
ini perlu mendapatkan perhatian serius untuk mencari bahan baku alternatif
pengganti yang lebih aman dari sisi kesehatan dan lingkungan untuk industri
pestisida melalui pengembangan teknologi bio pestisida.
Pelaksanaan forum komunikasi industri pestisida dimaksudkan sebagai sarana
komunikasi dan koordinasi seluruh Stakeholder industri pestisida nasional untuk
menggali informasi sebagai dasar penyusunan kebijakan untuk mengembangkan
industri pestisida nasional dan teknologi bio pestisida.
4.5 Penyusunan Gas Rumah Kaca Industri Pupuk, Petrokimia dan Kimia Hulu Lainnya
Dalam kaitannya dengan peranan Indonesia di tingkat global dalam kaitannya
dengan perubahan iklim, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim
pada bulan Agustus 1994 melalui UU Nomor 6 Tahun 1994 dan Protokol Kyoto
melalui UU Nomor 17 Tahun 2004. Dan Indonesia telah berkomitmen untuk
menurunkan emisi GRK sebesar 26 % pada tahun 2020 dibandingkan dengan
kondisi saat ini BAU, dan diharapkan dapat mencapai 41% dengan bantuan
internasional. Komitmen tersebut saat ini membutuhkan usaha dan tindakan
nyata yang menyeluruh, mencakup seluruh sektor pengemisi gas rumah kaca tidak
terkecuali sektor industri.
Sebagai tindak lanjut dari komitmen pemerintah dalam pengurangan emisi Gas
Rumah Kaca (GRK), BAPPENAS telah menerbitkan Peraturan Presiden No 61 Tahun
2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Nasional
yang mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan
perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi rencana aksi nasional
penurunan emisi GRK. Dalam pelaksanaannya, diperlukan adanya pedoman
perhitungan emisi GRK yang mencakup prosedur dan tata cara perencanaan,
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
26
pelaksanaan, monitoring serta evaluasi RAN-GRK termasuk di dalamnya adalah
prosedur pemantauan dan pengumpulan data aktivitas sumber emisi dan serapan
GRK termasuk simpanan karbon, serta penetapan faktor emisi dan perhitungan
emisi GRK. Kebijakan Pemerintah ini kemudian dilanjutkan dengan Penerbitan
Peraturan Presiden No 71 Tahun 2011 tentang Sistem Inventarisasi Gas rumah
kaca Nasional.
Menindaklanjuti Peraturan Presiden No 71 Tahun 2011 tentang Sistem
Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, industri pupuk dan petrokimia harus
memiliki inventori yaitu tata cara pengukuran, dan tata cara perhitungan emisi
GRK untuk mencapai target yang telah ditentukan dalam Peraturan Presiden No
61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
Nasional.
5. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri
5.1 Skema Usaha dan Penyusunan Neraca Garam Industri Nasional
Garam merupakan komoditi yang sangat strategis, dimana garam tidak hanya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi manusia namun juga luas
dipergunakan untuk kebutuhan sektor industri. Berdasarkan neraca garam
nasional tahun 2018 83% dari kebutuhan garam nasional adalah untuk industri
manufaktur, dimana 9% untuk kebutuhan komersil dan 8% untuk kebutuhan
rumah tangga. Cakupan industri manufaktur yang membutuhkan garam antara
lain adalah industri aneka pangan, CAP, farmasi kosmetik, water treatment,
penyamakan kulit, pakan ternak, sabun detergen, pertambangan, serta
pengasinan ikan.
Dari tahun 2016 tercatat kebutuhan garam nasional terus meningkat, akan tetapi
produksi garam lokal sendiri memiliki fluktuasi yang cukup besar. Perbandingan
antara produksi garam lokal dan kebutuhan garam nasional dapat digambarkan
dalam grafik berikut ini.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
27
2016 2017 2018 2019*
Produksi 168.054 1.111.395 2.719.256 2.327.078
Penggunaan 3.532.887 3.862.925 3.960.945 4.197.621
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
TON
PERBANDINGAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN GARAM
Dari grafik di atas terlihat peningkatan kebutuhan garam nasional belum diikuti
dengan peningkatan produksi garam nasional, dimana selama tahun 2016
produksi garam hanya tercatat sebesar 168 ribu ton, tahun 2017 sebesar 1,1 juta
ton, tahun 2018 sebesar 2,7 juta ton dan tahun 2019 diestimasikan kembali turun
di angka 2,3 juta ton. Kondisi ini menyebabkan sebagian kebutuhan garam
nasional masih harus dipenuhi melalui impor, khususnya garam untuk kebutuhan
industri dengan spesifikasi cukup tinggi, yang juga belum mampu dipenuhi oleh
garam lokal, seperti industri CAP, farmasi kosmetik, pengeboran minyak, serta
aneka pangan.
Berdasarkan data trademap, secara umum asal negara impor garam ke Indonesia
paling banyak berasal dari Australia. Dilihat dari kode HS, HS 2501.00.92 banyak di
impor dari Australia, India dan New Zealand. Sedangkan HS 2501.00.99 banyak di
impor dari Denmark, Singapore dan Germany. Jumlah impor dari masing-masing
negara dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
28
Dalam melakukan pengolahan garam, baik lokal maupun impor dilakukan oleh
industri pengolahan garam yang juga dikenal dengan unit pengolahan garam
(UPG). Dalam aktivitasnya UPG dapat memproduksi garam industri dan konsumsi.
Bahan baku untuk memproduksi garam industri berasal dari garam impor,
sedangkan bahan baku untuk produksi garam konsumsi berasal dari garam lokal.
Perkembangan pada sektor UPG selama periode tahun 2015 – September 2019,
yaitu:
1. Realisasi impor garam mengalami pertumbuhan sebesar 8,04%.
2. Realisasi penyerapan garam lokal mengalami pertumbuhan sebesar 0,74%.
3. Realisasi produksi garam (industri dan konsumsi) mengalami penurunan
sebesar 1,84%.
4. Realisasi distribusi garam mengalami pertumbuhan sebesar 1,22% per tahun.
Untuk terus menumbuhkembangkan industri pengolahan garam perlu
dirumuskan skema usaha industri garam yang tepat dan sesuai dengan kondisi
pergaraman di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan negara yang
mampu menghasilkan garam, namun disisi lain kualitas garam yang dihasilkan
belum mampu memenuhi kebutuhan beberapa sektor industri. Oleh karena itu
perlu disusun skema dalam hal penyerapan garam lokal serta tata kelola garam
impor.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
29
5.2 Sistem Informasi Nasional Terkait Iklim Masa Pengolahan Garam Industri
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Perindustrian, perindustrian diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan
Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;
mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri; mewujudkan Industri
yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau; mewujudkan
kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau
penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan
masyarakat; membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia
guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; serta meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. Untuk mencapai
tujuan tersebut, Kementerian Perindustrian melakukan pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan Perindustrian.
Salah satu faktor yang sangat berpengaruh untuk pengembangan industri adalah
terkait ketersediaan bahan baku dan bahan penolong. Bahan baku adalah bahan
mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang
setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Sedangkan bahan penolong adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap
dalam proses produksi untuk menghasilkan produk. Kementerian Perindustrian
dalam hal ini sebagai yang berwenang dalam menyelenggaran urusan pemerintah
di bidang perindustrian berkewajiban menjamin ketersediaan dan penyaluran
sumber daya alam, yang digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong
untuk Industri dalam negeri. Salah satu permasalahan yang ditemui saat ini adalah
tidak semua sumber daya alam yang dibutuhkan oleh industri tersebut dapat
diperoleh atau dipenuhi dari dalam negeri. Contoh sumber daya alam sebagai
bahan baku dan bahan penolong industri yang sampai saat ini belum bisa dipenuhi
dari dalam negeri adalah Komoditas Pergaraman Industri.
Garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya mengandung natrium
klorida (NaCl) dan dapat mengadung unsur lain seperti magnesium, kalsium, besi,
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
30
dan kalium dengan bahan tambahan atau tanpa bahan tambahan iodium. Garam
yang digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong industri disebut
Komoditas Pergaraman Industri. Komoditas Pergaraman Industri meliputi pos tarif
sebegai berikut:
1. 2501.00.92 : Garam dengan kandungan natrium klorida 97% atau lebih tetapi
kurang dari 99,9% dihitung dari basis kering; dan
2. Ex. 2501.00.99 : Lain-lain (garam dengan kandungan natrium klorida 99,9%
atau lebih tetapi kurang dari 100% dihitung dari basis kering).
Faktor yang menyebabkan Komoditas Pergaraman Industri tidak bisa dipenuhi dari
dalam negeri adalah kualitas dari garam yang dihasilkan oleh petambak lokal pada
umumnya memiliki kadar natrium klorida dibawah 97%. Hal ini mengakibatkan
beberapa sektor industri tidak bisa menggunakan garam lokal dan membutuhkan
impor garam sebagai bahan baku dan bahan penolong pada industri mereka.
Sektor industri tersebut antara lain sektor industri aneka pangan, klor alkali,
farmasi dan kosmetik, serta pengeboran minyak. Jika tetap menggunakan garam
lokal yang memiliki kadar natrium klorida dibawah 97% akan berdampak pada
kualitas produk yang mereka hasilkan.
Di sisi lain impor Komoditas Pergaraman Industri dinilai dapat mengancam
petambak garam lokal, apabila garam impor tersebut disalah gunakan tidak hanya
untuk keperluan empat sektor industri di atas, tetapi juga untuk sektor industri
lain atau bahkan garam konsumsi yang seharusnya dapat menyerap garam lokal.
Hal ini yang membuat pada tahun 2017 - 2018 sempat timbul polemik terkait
impor Komoditas Pergaraman Industri ini. Dimana impor garam dinilai oleh
beberapa pihak dapat menurunkan penyerapan garam lokal dan juga membuat
harga garam dalam negeri menjadi tidak stabil. Padahal yang perlu ditekankan
disini adalah garam yang diimpor hanyalah untuk keperluan empat sektor industri
yang memang secara kualitas tidak bisa dipenuhi dari garam lokal.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut diterbitkanlah Peraturan
Pemerintah Republik Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pengendalian Impor
Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
31
Penolong Industri serta Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi Impor
Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. Dimana
pada peraturan ini perusahaan yang akan melakukan importasi Komoditas
Pergaraman Industri harus memperoleh Rekomendasi Impor dari Kementerian
Perindustrian. Kuota rekomendasi impor Komoditas Pergaraman Industri juga
sudah ditetapkan dalam Rapat Koordinasi tingkat Menteri yang diselenggarakan
oleh kementerian yang menyelenggrakan urusan pemerintahan di bidang
koordinasi perekonomian. Prosedur untuk memperoleh Rekomendasi Impor
tersebut telah dijelaskan secara rinci pada peraturan ini. Dengan adanya
kewajiban memperoleh Rekomendasi Impor serta pembatasan kuota impor
tersebut diharapkan impor Komoditas Pergaraman Industri dapat diawasi dengan
baik, sehingga dampak-dampak negatif dari importasi garam seperti yang
dijelaskan sebelumnya dapat dihindari.
Proses penerbitan Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman Industri dilakukan
melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas). Secara ringkas, Sistem
Informasi Industri Nasional (SIINas) dapat didefinisikan sebagai suatu sistem
informasi terpadu yang di dalamnya berisi data dan informasi tentang industri
nasional. Sistem ini akan digunakan oleh perusahaan, asosiasi industri, pengelola
kawasan industri, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota),
kementerian/ lembaga terkait, masyarakat, serta kalangan internal Kementerian
Perindustrian. SIINas telah memiliki beberapa fitur terkait dengan Komoditas
Pergaraman Industri, terkait dengan aplikasi untuk menyampaikan rencana
kebutuhan garam oleh perusahaan, laporan hasil verifikasi oleh Lembaga Surveyor
untuk kebutuhan garam per perusahaan, serta pengajuan rekomendasi impor
komoditas pergaraman industri oleh perusahaan. Namun demikian, masih banyak
aplikasi lainnya yang dibutuhkan untuk menyempurnakan data-data terkait
Komoditas Pergaraman Industri pada SIINas tersebut. Hal inilah yang dilaksanakan
pada kegiatan terkait Mengembangkan Sistem Informasi Nasional Terkait Iklim
Masa Pengolahan Garam Industri tahun 2019.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
32
6. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
6.1 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
Obat merupakan produk yang sangat penting dan wajib disediakan oleh
pemerintah sebagai upaya menjaga kesehatan dan meningkatkan kualitas dan
harapan hidup masyarakat. Pemerintah berkewajiban menyediakan obat bagi
masyarakat yang berkualitas dan harga yang terjangkau. Salah satu program yang
dilakukan pemerintah dalam mendukung kesehatan masyarakat adalah melalui
program BPJS. Untuk mendukung program tersebut diperlukan sarana dan
prasarana yang mendukung. Salah satu komponen penting yang harus ada adalah
penyediaan obat dengan harga yang terjangkau.
Industri farmasi dalam negeri sudah mampu memenuhi kebutuhan obat nasional
terutama untuk beberapa jenis obat generik yang digunakan secara luas. Namun
demikian, hampir seluruh industri farmasi dalam negeri adalah industri formulasi
obat. Dengan demikian, bahan aktif obat tersebut masih didatangkan dari impor.
Tercatat 95% bahan obat dalam negeri dipenuhi dari impor. Tingkat
ketergantungan bahan obat dari impor tersebut cukup riskan manakala pasokan
impor tersebut mengalami kendala baik itu jumlah, kualitas dan harga. Di sisi lain,
kebutuhan obat masyarakat saat ini cukup besar sehingga merupakan peluang
yang cukup besar sehingga perlu dikembangkan industri bahan baku obat dalam
negeri.
Untuk mengurangi ketergantungan bahan baku obat, perlu ditumbuhkan industri
bahan baku obat di tanah air, dimana Indonesia memiliki sumber bahan baku yang
sangat berlimpah berupa minyak bumi, gas alam, batubara dan agro kimia, dengan
industri kimia hulu dan kimia hilir yang sudah berkembang sejak tahun 1970-an.
Mempertimbangkan bahwa industri bahan baku obat merupakan industri
strategis yang berperan terhadap penyediaan kesehatan masyarakat namun
industri ini memiliki karakteristik industri fragmented dimana dibutuhkan
investasi dengan nilai besar namun return atau pengembalian yang kecil dan
lambat, maka Pemerintah dipandang perlu untuk melakukan investasi di sektor
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
33
industri bahan baku obat. Industri bahan baku obat yang diproritaskan untuk
dikembangkan diantaranya memenuhi kriteria:
• Bahan baku obat yang banyak dipergunakan di Indonesia dan memiliki
peluang ekspor;
• Bahan baku obat yang sumber bahan bakunya tersedia diIndonesia;
• Bahan baku obat yang mudah dalam produksinya (teknologi telah terbukti
dan dikuasai) baik bahan aktif maupun bahan pembantu;
• Bahan baku obat berupa produk biologik;
• Bahan baku obat berbasis bahan alam Indonesia yang diproduksi melalui
teknologi sederhana maupun teknologi tinggi;
Hal ini sejalan dengan arahan Bapak Presiden yang menyampaikan bahwa
ketergantungan impor tidak dapat dibiarkan. Terdapat dua arahan utama dari
Bapak Presiden yaitu membenahi regulasi untuk menumbuhkan industri farmasi
dan menekan harga obat dan memperbesar insentif untuk riset dan
pengembangan bahan baku obat untuk mengembangkan substitusi impor.
7. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia
7.1 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni
Terkait pengembangan industri petrokimia, Kementerian Perindustrian saat
ini tengah mengembangakan pusat industri petrokimia di Papua Barat dengan
memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni Papua
Barat. Pengembangan Pusat Industri Petrokimia di Papua Barat merupakan
implementasi dari Perpres No. 65 Tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan
Propinsi Papua dan Papua Barat, serta Perpres No. 28 Tahun 2008 Tentang
Kebijakan Industri Nasional melalui pemanfaatan sumber daya alam gas bumi
untuk pembangunan industri petrokimia, supaya dapat menghasilkan nilai tambah
yang lebih tinggi dan dampak ganda yang lebih besar bagi kesejahteraan daerah
Papua Barat maupun nasional.
Pengembangan industri petrokimia berbasis gas bumi di Teluk Bintuni-Papua
Barat dilakukan secara bertahap dan pada tahap pertama dibutuhkan gas bumi
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
34
sebesar 384 mmscfd untuk pembangunan pabrik pupuk urea kapasitas 2,3 juta
ton/tahun dan pabrik Polipropilena basis methanol kapasitas 400 ribu ton/tahun.
Realisasi investasi untuk sektor industri petrokimia di Papua Barat membutuhkan
adaya dukungan alokasi gas sebagai bahan baku dalam jangka panjang, dukungan
ketersediaan lahan, dan infrastruktur pendukung. Untuk mencapai target pada
tahun 2019 beroperasi pabrik pupuk dan petrokimia, Kementerian Perindustrian
akan terus melakukan langkah-langkah sesuai dengan program dan target yang
telah disusun. Salah satu langkah yang dilkukan dalam rangka percepatan
penmbangunan Industri Petrokimid di Teluk Bintuni Papua Barat yaitu melalui
Skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).
Sehubungan dengan telah diselesaikannya Outline Business Case (OBC) untuk
Proyek Kawasan Industri Bintuni dengan anchor industry Pabrik Methanol, salah
satu tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah mengajukan permohonan Proyek
Kawasan Industri Bintuni masuk dalam PPP book dari Menteri Perindustrian ke
Menteri BAPPENAS. Untuk item ini, diperlukan penjelasan lebih tentang skema
Availability Payment terkait penganggarannya di APBN dan persetujuan DPR.
Hal-hal lain yang menjadi highlight dalam Proyek KPBU Kawasan Industri
Petrokimia di Teluk Bintuni antara lain:
a. Masalah Lahan
Dirjen IKTA sudah menyurati Bupati Bintuni memohon Pemkab untuk
mengadakan lahan Kawasan Industri di 2019. Menurut informasi terakhir
sudah dibahas dengan DPRD dan diinformasikan akan dimasukkan dalam
APBD 2019.
b. Proses Penjaminan oleh PT. PII
Saat ini PT. PII sdh memulai proses penjaminan melalui screening. Surat resmi
dari Dirut PT PII sudah dikirimkan ke Dirjen IKTA. Proses sudah akan dimulai
oleh PT. PII
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
35
c. Review OBC report
Saat ini report OBC sedang direview oleh Team KPPIP. Hasil review akan
menjadi basis untuk Kerangka Acuan Kerja (KAK) penyempurnaan OBC dalam
pekerjaan Final Business Case (FBC) oleh konsultan FBC yang akan
ditenderkan oleh Kemenperin.
d. Pelelangan konsultan FBC
Untuk percepatan pelelangan konsultan FBC dapat digunakan Panel
Konsultan KPPIP yg telah disusun sesuai Perpres Proyek Strategis Nasional dan
acuan LKPP. Pada akhir Desember 2018, seluruh contoh kontrak konsultan
dan billing rate resmi akan dikirimkan oleh KPPIP ke seluruh Kementerian dan
Lembaga. Daftar panel dan template kontrak Panel Konsultan langsung dapat
digunakan Tim Kemenperin utk seleksi Konsultan FBC.
e. Penyusunan Tim KPBU Kemenperin.
Surat Keputusan Menperind untuk Team KPBU Kawasan Industri Bintuni sdh
semakin urgent untuk difinalkan bagj persiapan pelelangan investor. Proses
penyiapan dokumen lelang harus sudah mulai melibatkan Team KPBU
Kemperind. Team ini perlu untuk mulai bekerja pada awal 2019 - Oleh
Kemperind
f. Anggaran dan pelaksana Transaction Advisor
Pada rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian diinformasikan
bahwa akan dianggarkan Rp 8 milyar untuk Transaction Advisor proyek ini
pada tahun 2019. Tetapi ternyata angka terakhirnya sekitar Rp 4 milyar. Nilai
ini sudah termasuk untuk biaya Team KPBU Kemenperin. Dana ini mungkin
hanya cukup untuk konsultan FBC dan tidak cukup untuk anggaran konsultan
Transaction Advisor. Oleh karena itu, BAPPENAS, Kemkeu, KPPIP dan
Kemenperin perlu mencari anggaran tambahan.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
36
Untuk itu kegiatan ini dilakukan bertahap sampai dengan terbangunnya pabrik
pupuk dan petrokimia di Papua Barat. Dengan demikian, kegiatan Fasilitasi
Pengembangan Industri Petrokimia Di Papua Barat perlu dilakukan dalam upaya
mendorong pembangunan industri petrokimia di Papua Barat.Proses operasional
produksi di sektor industri kimia hulu umumnya melibatkan tenaga kerja yang
sangat banyak dan bervariasi disiplin ilmu, keahlian, ketrampilan serta
pengalamannya.
7.2 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia Berbasis Gasifikasi
Batubara
Gasifikasi adalah konversi bahan bakar karbon menjadi produk gas – gas yang
memiliki nilai kalor yang berguna. Pengertian ini tidak memasukkan istilah
pembakaran (combustion) sebagai bagian daripadanya, karena gas buang (flue
gas) yang dihasilkan dari pembakaran tidak memiliki nilai kalor yang signifikan
untuk dimanfaatkan. Karena proses ini merupakan konversi material yang
mengandung karbon, maka semua hidrokarbon seperti batubara, minyak, vacuum
residue, petroleum coke atau petcoke, Orimulsion, bahkan gas alam dapat
digasifikasi untuk menghasilkan gas sintetik (syngas).
Pada dasarnya, terdapat 3 cara untuk memproduksi gas sintetik dari batubara,
yaitu pirolisis, hidrogenasi, dan oksidasi sebagian (partial oxidation). Meskipun
produksi gas sintetik pada awalnya memanfaatkan teknologi pirolisis, tapi saat ini
pirolisis lebih banyak diaplikasikan untuk memproduksi bio-oil dari bahan baku
biomassa. Adapun hidrogenasi yang dimaksud disini adalah hidrogasifikasi yang
bertujuan memproduksi gas metana langsung dari batubara.
Pembangunan Pabrik Metanol Berbasis Gasifikasi Batubara dapat memberikan
manfaat yang siginifikan bagi ketersediaan bahan baku kimia hulu, dalam hal ini
metanol. Dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan bahan bakar fosil
lainnya, kemudian ketersediaannya yang melimpah, serta penyebaran cadangan
yang relatif merata di seluruh dunia, batubara merupakan sumber energi primer
yang menjanjikan. Apabila selama ini pemanfaatan batubara terkesan terbatas
untuk pembangkitan listrik saja, maka gasifikasi batubara memberikan harapan
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
37
yang besar untuk pemanfaatan batubara secara optimal di masa mendatang. Dari
paparan di atas dapat pula disimpulkan bahwa batubara memiliki kekuatan yang
besar untuk menarik roda perekonomian suatu bangsa melalui teknologi
gasifikasi.
Proyek yang saat ini sedang dalam tahap pembangunan yaitu di daerah Muara
Enim Sumatera Selatan dan Peranap Riau.
Pada awalnya, PT Bukit Asam dan konsorsium kini tengah memiliki 3 proyek utama
dalam pengembangan coal to chemicals dengan rincian sebagai berikut:
• Pembangunan Kawasan Industri Berbasis Batubara (BACBIE) di Muara
Enim, Sumatera Selatan untuk memfasilitasi PLTU dan pabrik gasifikasi
batubara.
• Pembangunan pabrik gasifikasi batubara untuk menghasilkan Urea, DME,
dan Polypropylene (PP) di Muara Enim, Sumatera Selatan bekerja sama
dengan PT Pupuk Indonesia, PT Pertamina, dan PT Chandra Asri
Petrochemical.
• Pembangunan pabrik gasifikasi batubara untuk menghasilkan DME,
Methanol, dan Mono Ethylene Glycol (MEG) di Peranap, Riau bekerja sama
dengan PT Pertamina, dan PT Air Products Indonesia.
Namun dengan seluruh dinamika yang dialami, maka proyek di Peranap, Riau
dipindahkan ke tempat yang sama di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Sehingga Proyek gasifikasi batubara di Muara Enim akan menghasilkan produk
berupa DME dengan kapasitas 1,4 juta ton/tahun, metanol 300 ribu ton/tahun dan
MEG 250 ton/tahun dengan PT. Pertamina sebagai offtaker ketiga produk
tersebut.
Proyek ini akan dibangun di kawasan Bukit Asam Coal Based Industrial Estate
(BACBIE) yang akan diupayakan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Konsumsi batubara pada proyek ini sebesar 8 juta ton/tahun dan batubara yang
digunakan sebagai bahan baku adalah batubara kalori sedang (4.000 kcal/kg).
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
38
Pemanfaatan batubara kalori sedang ini bertujuan untuk efisiensi CAPEX sehingga
dapat meningkatkan keekonomian proyek gasifikasi
Nilai investasi (CAPEX) proyek gasifikasi batubara di Tanjung Enim sebesar US$ 3
Miliar (Rp. 45 Triliun) yang terdiri dari 2 perusahaan korporasi yaitu Joint Venture
Company (JVC) 1, nilai investasi sebesar US$ 1,5 Miliar dengan PT. Air Products
Indonesia sebagai pemegang saham mayoritas dan PT. Pertamina dan PT. Bukit
Asam sebagai pemegang saham minoritas. JVC 1 bergerak di sektor hulu yang akan
mengolah batubara menjadi syngas dan Joint Venture Company (JVC) 2, nilai
investasi sebesar US$ 1,5 Miliar dengan PT. Pertamina dan PT. Bukit Asam sebagai
pemegang saham mayoritas dan PT. Air Products Indonesia sebagai pemegang
saham minoritas. JVC 2 bergerak di sektor hilir yang akan mengolah syngas
menjadi DME, metanol dan MEG.
Dengan asumsi penetapan harga DME sebesar US$ 420/ton dan tanpa insentif,
maka dapat ditetapkan bahwa IRR untuk proyek ini berada pada 9,42%. Dengan
nilai IRR ini proyek gasifikasi belum layak untuk dilanjutkan sehingga diperlukan
insentif sebagai berikut
- Tax Holiday selama 20 tahun untuk kedua perusahaan korporasi tersebut -
Terkait usulan ini maka Kementerian Keuangan perlu melakukan perubahan
terhadap PMK No. 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan atau apabila BACBIE disepakati menjadi
KEK, maka Kemenko Perekonomian perlu menyusun PP tentang Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Enim;
- Pembebasan PPN atas jasa pengolahan batubara menjadi syngas - Kementerian
Keuangan perlu menyusun PP tentang Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu
yang Bersifat Strategis Non PPn
- Pembebasan PPN atas EPC porsi kandungan lokal dan pengurangan tarif -
Kementerian Keuangan perlu menyusun Peraturan Pemerintah;
- Pengurangan royalti batubara hingga 0% - Kementerian ESDM diharapkan
dapat merevisi PP No. 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
39
di Kementerian ESDM (telah diakomodir di dalam RUU Omnibus Law Cipta
Lapangan Kerja).
Selain insentif tersebut, ada dua hal lain yang perlu ditetapkan khusus pada
kesempatan pertama yaitu harga DME final dan harga khusus batubara.
Berdasarkan perhitungan tersebut, pemerintah akan kehilangan pemasukan pajak
sebesar Rp. 16,2 triliun namun pajak langsung yang dihasilkan dari proses bisnis
coal to chemicals ini akan mencapai Rp. 45,8 triliun. Sehingga secara kasar negara
masih diuntungkan sebesar Rp. 29,6 triliun.
7.3 Pengembangan Usaha TPPI Tuban
PT TPPI kini resmi menjadi BUMN setelah kepemilikan PT Pertamina dalam
perusahaan tersebut menjadi sebesar 80%. Upaya peningkatan komposisi
kepemilikan tersebut ditindaklanjuti dengan beberapa rencana pengembangan
bisnis PT TPPI sebagai berikut :
- Pembangunan LPG Unit - Pembangunan LPG unit diperkirakan akan
membutuhkan biaya sebesar US$ 27 juta dengan estimasi pembangunan
proyek dimulai pada tahun 2020 dan onstream pada tahun 2023.
Pembangunan dimaksud diperlukan apabila aset yang masih dimiliki oleh
perusahaan tidak dapat dieksekusi.
- Debottlenecking Platforming - Proyek ini dilakukan dengan penambahan
kapasitas reforming dengan debottlenecking yang saat ini berkapasitas 46.000
barrel/day menjadi 55.000 barrel/day.Proyek yang dimaksud direncanakan
onstream pada tahun 2023.
- Revamping Aromatik - Secara paralel juga akan dilakukan revamping aromatik
dengan penambahan kapasitas Paraxylene dari 600.000 ton/tahun menjadi
780.000 ton/tahun. Proyek yang dimaksud direncanakan onstream pada tahun
2023.
- Pembangunan Olefin dan Downstream - Pembangunan pabrik olefin akan
menghasilkan Ethylene dengan kapasitas sebesar 600 ribu ton/tahun dan
Propylene sebesar 400 ribu ton/tahun. Sedangkan untuk proyek downstream
akan dihasilkan High-Density Polyethylene (HDPE) dengan kapasitas sebesar
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
40
350 ribu ton/tahun, Low-Density Polyethylene (LDPE) sebesar 250 ribu
ton/tahun, dan Polypropylene sebesar 400 ribu ton/tahun.
7.4 Pembangunan Komplek Petrokimia Konsorsium PT Pertamina-CPC Taiwan
Konsorsium PT Pertamina dan CPC berencana berinvestasi di Indonesia
membangun komplek industri petrokimia dengan nilai total investasi sebesar 113
triliun rupiah (US$ 8 Miliar)
Kompleks ini akan terdiri atas 2 segmen industri petrokimia yang berupa:
- Segmen upstream
Segmen upstream akan melibatkan CPC dan PT Pertamina dengan total nilai
investasi sebesar 73 triliun rupiah. Badan usaha ini akan menghasilan
beberapa produk olefin
- Segmen midstream
Segmen midstream akan melibatkan CPC dan 7 perusahaan midstream
lainnya dengan total nilai investasi sebesar 40 triliun rupiah. Perusahaan
midstream ini menghasilkan produk yang terdiri dari MEG, LLDPE, SM, ABS,
AN, MMA, PP, MTBE, MEK, MA dan DTBP.
Berkenaan dengan hal tersebut, konsorsium ini menghendaki insentif Tax Holiday
selama 20 tahun. Permintaan ini akan membebaskan konsorsium dari pajak
sebesar 16,5 triliun rupiah, namun demikian negara akan tetap memiliki potensi
mendapatkan penghasilan melalui pajak tidak langsung sebesar 135 triliun rupiah.
Proyek pembangunan industri petrokimia ini akan dimulai pada tahun ini yang
diawali dengan Pre Feasibility Study, Client PID, pemilihan licensor, dan
penyediaan lahan. Diperkirakan Commercial Operation Date (COD) tercapai pada
tahun 2025.
7.5 Pembangunan Komplek Petrokimia PT. Lotte Chemical Indonesia
PT Lotte Chemical Indonesia berupaya untuk membangun kompleks industri
petrokimia di Cilegon, Banten, dengan nilai investasi sebesar Rp. 50 triliun (US$
3,5 milyar) yang kini masuk pada tahap persiapan konstruksi.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
41
Untuk memenuhi ketentuan teknis dan menjamin kelancaran kegiatan produksi,
PT LCI perlu menyiapkan lahan seluas 100 Ha. Upaya dalam memenuhi kebutuhan
lahan tersebut dilakukan dengan cara memperluas lahan eksisting serta dengan
melakukan reklamasi. Dalam menjalankan kegiatan reklamasi, PT LCI telah
mengajukan permohonan Persetujuan Kegiatan Kerja Keruk dan Reklamasi (PK3R)
kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut, No. 021/LCI-DIR/III/2019 tanggal 12
Maret 2019.
Dalam perjalanannya, permohonan PT LCI terhalang oleh PT Krakatau Steel (PT KS)
yang mengklaim bahwa wilayah yang akan direklamasi oleh PT LCI masih miliknya.
Namun setelah beberapa kali rapat di Menko Perekonomian dan Menko Maritim,
permasalahan tersebut akhirnya dapat diputuskan. Kepala BPN bertanggung
jawab untuk melimpahkan hak tanah tersebut kepada PT LCI dengan berbagai
pertimbangan. Izin reklamasi akhirnya diberikan oleh Kemenhub kepada PT LCI.
7.6 Pengembangan Usaha PT. Polytama Propindo
PT Polytama Propindo selaku salah satu produsen Polypropylene di Indonesia akan
mengembangkan kapasitas produksi dan pemasaran produknya baik untuk
kebutuhan dalam negeri maupun untuk keperluan ekspor. Hasil dari
pengembangan tersebut akan memperkuat industri kemasan untuk makanan dan
minuman, otomotif, bahan bangunan dan tekstil.
Perihal pengembangan dan pembiayaan industri Polytama, melalui Peraturan
Menteri Keuangan No. 134/PMK.08/2015, pemerintah menyediakan pembiayaan
ekspor/fasilitas Penugasan Khusus Ekspor (PKE) berupa pembiayaan, penjaminan,
dan asuransi yang diberikan kepada pelaku industri yang bertujuan untuk
meningkatkan daya saing, potensi peningkatan dan pengembangan ekspor jangka
panjang dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri.
Adapun prosedur pengajuan fasilitas PKE yaitu asosiasi/pelaku industri
menyampaikan usulan PKE dan Kajian Aspek Ekonomi kepada Kementerian
Perindustrian yang selanjutnya akan dibahas internal di Kementerian
Perindustrian.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
42
Saat ini Kementerian Perindustrian masih menunggu Kajian Aspek Ekonomi yang
sudah final yang akan disampaikan oleh PT Polytama untuk disampaikan kepada
Komite PKE. Menteri Keuangan akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan
tentang Pelaksanaan PKE apabila kajian yang dimaksud telah disepakati oleh
Komite PKE.
7.7 Pengembangan Usaha PT. Chandra Asri Petrochemical
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (CAP) adalah sebuah perusahaan petrokimia
terbesar di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1992 dengan kapasitas total
produksi olefin dan poliolefin saat ini sebesar 3,3 juta ton/tahun. Salah satu
produk utama poliolefin tersebut adalah polyethylene dengan kapasitas sebesar
330 ribu ton/tahun.
Saat ini CAP telah menyelesaikan pembangunan pabrik polyethylene baru dengan
nama New Polyethylene (NPE) berkapasitas 400 ribu ton/tahun dengan nilai
investasi sebesar Rp. 5,7 triliun.
Untuk menjalankan NPC secara komersial, CAP memanfaatkan bahan baku nafta
impor dari Timur Tengah. Sedangkan sebagian besar kebutuhan tenaga listrik
dipasok oleh PLN yang didukung dua pembangkit mandiri yaitu Steam Turbine
Generator (STG) dan Gas Turbine Generator (GTG).
Pembangunan NPE oleh CAP dengan kapasitas sebesar 400 ribu ton ini telah
dilakukan sejak Agustus 2017 dan telah diresmikan oleh Presiden RI pada
Desember 2019. Dengan adanya NPE ini, diharapkan Indonesia dapat menghemat
devisa sebesar Rp 8 triliun/tahun. NPE diproyeksikan akan menyerap tenaga kerja
sebanyak 300 orang yang seluruhnya berasal dari dalam negeri.
7.8 Pengembangan Usaha PT. Cabot Asia Pacific South
PT Cabot Indonesia (PT CI) merupakan satu-satunya produsen Carbon Black di
Indonesia. Saat ini PT CI memiliki kapasitas total sebesar 90.000 ton/tahun. PT CI
berencana meningkatkan bisnis usahanya dengan mendirikan PT Cabot Asia
Pacific South (PT CAPS) yang memproduksi Carbon Black dan Masterbatch.
Sebagian besar Carbon Black di Indonesia digunakan untuk industri ban dan
sisanya digunakan pada industri cat, tinta dan pelapis. Sedangkan Masterbatch
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
43
digunakan untuk pigmen pada berbagai aplikasi polimer termoplastik seperti
kabel, konduktif, film, serat, cetakan, pipa dan lembaran. Industri pengguna bahan
baku Carbon Black dan Masterbatch tersebut menyerap lebih banyak tenaga kerja
di sektor hilirnya. Sehingga secara tidak langsung, aktivitas bisnis produk ini juga
turut berkontribusi dalam menggerakan roda ekonomi nasional.
PT CAPS ini kedepannya akan menghasilkan Carbon Black dengan kapasitas
sebesar 90.000 ton/tahun dan Masterbatch sebesar 20.000 ton/tahun. Nilai
investasi proyek ini mencapai Rp. 1,3 triliun. Peletakan batu pertama
pembangunan pabrik PT Cabot Asia Pacific South telah dilaksanakan pada tanggal
21 November 2019.
7.9 Pengembangan Usaha PT. Nippon Shokubai Indonesia
PT NSI melakukan pengembangan usaha dengan perluasan pabrik di bidang usaha
industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam dan
batubara (KBLI 20117) dengan cakupan produk Acrylic Acid berkapasitas 100.000
MT. Saat ini kapasitas produksi pabrik NSI sebesar 140.000 MT sehingga
diperkirakan pada November 2021 kapasitasnya mencapai 240.000 MT.
Lokasi investasi PT NSI berada di Kawasan Industri Pancapuri, Kota Cilegon,
Provinsi Banten, dengan rencana nilai investasi sebesar Rp 3.220.250.500.000
(aktiva tetap Rp 3.114.553.000.000). PT NSI telah mendapakan dukungan Insentif
Pajak Tax Holiday dari pemerintah selama 7 tahun melalui KMK 470/KM.3/2019
tanggal 9 September 2019.
7.10 Pengembangan Usaha PT. Asahimas Chemical
PT Asahimas Chemical, anak perusahaan AGC Inc Jepang juga akan
mengembangkan pabrik nya dengan investasi senilai Rp. 1,3 triliun.
Pengembangan ini merupakan ekspansi pabrik kutujuh di Cilegon, Banten.
Investasi tersebut untuk perluasan pabrik Polivinil Klorida (PVC) dengan kaasitas
200.000 MT/tahun. Pabrik ini ditargetkan akan selesai dan komersial pada
semester I tahun 2021
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
44
8. Peningkatan SDM Industri Kimia Hulu
8.1 Fasilitasi Penyusunan RSKKNI Industri Kimia Hulu
Proses operasional produksi di sektor industri kimia hulu umumnya melibatkan
tenaga kerja yang sangat banyak dan bervariasi disiplin ilmu, keahlian, ketrampilan
serta pengalamannya. Standar Kompetensi diperlukan untuk setiap jabatan kerja
dalam lingkup nasional, regional, maupun internasional yang berbasis pada pasar
tenaga kerja maupun sistem manajemen sumber daya manusia, termasuk
kebutuhan perusahaan untuk mengisi semua level jabatan kerja dalam sektor
Industri Kimia Hulu.
Lebih kurang 34.11% angkatan kerja yang menganggur berpendidikan maksimum
SMP, dan yang yang berpendidikan SMU/SMK atau lebih rendah mencapai
berkisar 86.42%. Lebih kurang 58.77% tenaga kerja Indonesia berpendidikan
maksimum SMP dan yang berpendidikan SMA/SMK atau lebih rendah mencapai
87.81%. Dari sisi produktivitas, produktivitas tenaga kerja Indonesia (24.9 ribu
USD) masih jauh berada di bawah Singapore (131.9 ribu USD), Malaysia (56.4 ribu
USD) dan Thailand (28.3 ribu USD). Produktivitas tenaga kerja Indonesia masih di
bawah rata-rata 6 negara utama ASEAN (28,8 ribu USD). Indonesia berada pada
posisi ke 45 dari 140 negara dalam indeks daya saing global Tahun 2018, naik 2
peringkat dari tahun 2017. Dengan metode perhitungan baru dalam era revolusi
industri ke-4, Indonesia mencatat skor keseluruhan sebesar 65. 5 Negara yang
menduduki peringkat teratas adalah Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Swiss,
dan Jepang. Di antara negara-negara ASEAN, setelah Singapura di peringkat 2
global, urutan berikutnya adalah Malaysia (25), Thailand (38), Indonesia (45),
Filipina (56), Brunei Darussalam (62), Vietnam (77), Kamboja (110) dan Laos (122).
Dalam rangka menghadapi persaingan kompetensi tenaga kerja yang semakin
ketat dalam dunia global, khususnya mengantisipasi adanya mobilisasi tenaga
kerja diantara sesama negara ASEAN diperlukan peningkatan daya saing dan
kompetensi bagi SDM industri di dalam negeri. Salah satu cara adalah dengan
terlebih dahulu menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah rumusan
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
45
kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau
keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat
jabatan yang ditetapkan. SKKNI dikembangkan melalui konsultasi dengan industri
terkait, untuk memastikan kesesuaian kebutuhan di tempat kerja. SKKNI
digunakan terutama untuk merancang dan mengimplementasikan pelatihan kerja,
melakukan asesmen (penilaian) keluaran pelatihan, serta asesmen tingkat
keterampilan dan keahlian terkini yang dimiliki oleh seseorang. SKKNI ditetapkan
oleh Menteri Ketenagakerjaan.
Selain SKKNI, untuk tenaga kerja di sektor industri juga perlu dikembangakan
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI) adalah kerangka penjenjangan kualifikasi sumber daya manusia
Indonesia yang menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan sektor
pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja dalam suatu skema
pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor
pekerjaan. KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri bangsa Indonesia
terkait dengan sistem pendidikan nasional, sistem pelatihan kerja nasional, dan
sistem penilaian kesetaraan capaian pembelajaran (learning outcomes) nasional,
yang dimiliki Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia nasional yang
bermutu dan produktif.
Selama 4 tahun terakhir, tenaga kerja industri tumbuh 2,7 Juta orang, atau
meningkat rata-rata 677.000 Tenaga Kerja per tahun. Peningkatan jumlah tenaga
kerja industri seiring dengan peningkatan rasio terhadap total tenaga kerja,
menandakan sektor industri manufaktur berperan semakin besar dalam
penyerapan tenaga kerja. Proyeksi kebutuhan tenaga kerja industri per
subsektornya dapat ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
46
Kebutuhan tenaga kerja industri yang mencapai 600 ribu orang per tahun belum
seluruhnya bisa dipenuhi, namun jumlah pengangguran terbuka di Indonesia
masih berkisar 7 juta orang (sakernas Agustus 2018) seperti gambaran pada tabel
berikut ini:
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
47
9. Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan Tata Usaha
9.1 Dokumen Program, Evaluasi dan Pelaporan
Dalam Renstra Direktorat Industri Kimia hulu telah ditentukan baik program
prioritas nasional maupun prioritas kementerian secara berkelanjutan, untuk itu
dalam penyusunan program kerja harus menyesuaikan dengan target telah
ditetapkan dan dalam pelaksanaannya harus di evaluasi sehingga di peroleh
masukan untuk penyusunan program yang lebih terarah kedepannya. Kegiatan
Penyusunan Program dan Rencana Kerja dan Evaluasi Kinerja Industri Kimia hulu
perlu dilaksanakan untuk menyusun program/kegiatan yang sesuai dengan arahan
Kebijakan Industri Nasional dan Renstra Direktorat Industri Kimia hulu.
9.2 Layanan Tata Usaha
Terselenggaranya pemerintahan yang baik merupakan prasyarat bagi setiap
pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta
cita-cita dalam berbangsa dan bernegara. Dalam mewujudkan cita-cita berbangsa
dan bernegara tersebut, Direktorat Industri Kimia hulu membutuhkan dukungan
berbagai sumber daya dan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, dunia
usaha, maupun masyarakat. Disamping itu Direktorat Industri Kimia hulu
mengupayakan kinerja yang transparan dan akuntabel dalam penyelenggaraan
pemerintahan, sehingga benar-benar dapat diwujudkan penyelenggaraan
pemerintahan yang baik.
Upaya mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik tersebut,
diperlukan suatu sistem manajemen kinerja yang mampu mengukur kinerja dan
keberhasilan instansi pemerintah, dengan demikian akan tercipta legitimasi dan
dukungan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Tanpa adanya sistem
manajemen kinerja sektor publik (pemerintah) yang baik niscaya akan dapat
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan, yang pada gilirannya juga akan menghambat terwujudnya
pemerintahan yang baik (good governance).
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
48
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Progress pelaksanaan kegiatan s/d Triwulan IV.
3.1 Otoritas Nasional Senjata Kimia
3.1.1 Fasilitasi Terkait Kesekretariatan Otoritas Nasional Senjata Kimia
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 98,61 %
Pelaksanaan kegiatan Fasilitasi Terkait Kesekretariatan Otoritas Nasional Senjata
Kimia terdiri dari 6 kegiatan meliputi Koordinasi Teknis Sekretariat Otoritas
Nasional sebanyak 1 (satu) kali, Fgd Penyusunan Rpp Perizinan Dan Pelaporan
Bahan Kimia Daftar Dan Bahan Kimia Organik Diskret Nondaftar sebanyak 3 (tiga)
kali dan Persiapan Harmonisasi Rpp Perizinan Dan Pelaporan Bahan Kimia Daftar
Dan Bahan Kimia Organik Diskret Nondaftar sebanyak 2 (dua) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Fasilitasi Terkait Kesekretariatan Otoritas
Nasional Senjata Kimia sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Telah diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19 Tahun 2019
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Keadaan Darurat Bahan Kimia
dalam Kegiatan Usaha Industri.
• Telah disusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perizinan dan
Pelaporan Bahan Kimia Daftar dan Bahan Kimia Organik Diskret Nondaftar.
• Telah disusun Rancangan Petunjuk Teknis tentang Perizinan dan Pelaporan
Bahan Kimia Daftar dan Bahan Kimia Organik Diskret Nondaftar.
• Telah disiapkan susunan kegiatan dalam rangka Sosialisasi Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Keadaan Darurat Bahan Kimia dalam Kegiatan Usaha
Industri.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
49
3.1.2 Database Otoritas Nasional Senjata Kimia
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 99,31 %
Pelaksanaan kegiatan Database Otoritas Nasional Senjata Kimia dari 2 kegiatan
meliputi Koordinasi Teknis Database Otnas Senjata Kimia sebanyak 2 (dua) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Database Otoritas Nasional Senjata Kimia
sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Telah disusun Database Otoritas Nasional Senjata Kimia terkait bahan kimia
daftar dan fasilitas produksi
• Sebanyak 3 Perusahaan telah melakukan pemutakhiran data terkait fasilitas
produksi dan bahan kimia yang tergolong schedule I,II dan III
• Asosisasi Responsible Care Indonesia (RCI) telah melakukan pendekatan
kepada masing – masing perusahaan yang memiliki fasilitas produksi dan
produk yang tergolong schedule I,II, dan III untuk dapat memberikan
pemutakhiran data kepada Sekretariat Otoritas Nasional Senjata Kimia
3.1.3 Inspeksi Otoritas Nasional Senjata Kimia
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 99,33 %
Pelaksanaan kegiatan Inspeksi Otoritas Nasional Senjata Kimia terdiri dari 1
kegiatan yaitu Inspeksi Otoritas Nasional Senjata Kimia sebanyak 1 (satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Inspeksi Otoritas Nasional Senjata Kimia sampai
dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Telah dilaksanakan Inspeksi di PT. Sasa Inti
PT. Sasa Inti beralamat di Jl. Raya Gending Km. 12, Gending, Probolinggo,
Jawa Timur. Perusahaan ini memiliki pabrik kimia yang memproduksi
penyedap rasa berbasis Mononatrium Glutamate (MNG) yang
menggunakan molases dalam negeri sebagai bahan baku utama.
Proses kimia utama dalam pabrik ini adalah fermentasi. Pabrik kimia ini
dideklarasikan pada tahun 2018 dan inspeksi kali ini adalah untuk yang
pertama kalinya.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
50
Inspeksi dilakukan selama 2 (dua) hari pada tanggal 25 s.d. 26 November
2019. Pada misi kali ini, tim inspeksi dari OPCW yang hadir adalah Christian
Paul Almeida Rivera yang berkebangsaan Ekuador dan Chetan Manubhai
Rathod yang berkebangsaan India. Hasil inspeksi menyatakan bahwa tidak
ada penyalahgunaan dalam pemanfaatan pabrik. Seluruh aktivitas dan
bahan-bahan yang digunakan murni dimanfaatkan untuk memproduksi
penyedap rasa. Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti adalah 2 (dua)
temuan inspektur terkait fasilitas produksi. Dalam inspeksi ditemukan
bahwa pabrik yang dikategorikan sebagai fasilitas DOC terdiri dari 3 unit.
Sedangkan kode kelompok produksi yang paling tepat adalah 513. Sehingga
perlu perubahan dokumen sebagai berikut.
Uraian Deklarasi Verifikasi
Jumlah fasilitas DOC 1 3
Kode Kelompok Produksi 541 513
• Telah dilaksanakan Inspeksi di PT Lautan Otsuka Chemical
PT. Lautan Otsuka Chemicals beralamat di Jl. Brigjend. Katamso Km. 123 &
Km. 125, Gunung Sugih, Ciwandan, Cilegon, Banten. Perusahaan ini memiliki
pabrik kimia yang memproduksi blowing agent dengan nama
azodicarbonamide. Produk ini dipakai oleh industri hilir untuk memproduksi
barang-barang seperti; sol sepatu olah raga, kulit imitasi, wallpaper,
pelampung, buoy, dashboard interior otomotif, lantai PVC, dan produk-
produk hilir lainnya. Pabrik kimia ini dideklarasikan pada tahun 2015 dan
telah menerima inspeksi pada tahun 2016. Inspeksi yang diterima saat ini
adalah yang kedua kalinya.
Inspeksi dilakukan selama 2 (dua) hari pada tanggal 4 s.d. 5 November 2019.
Hasil inspeksi menyatakan bahwa tidak ada penyalahgunaan dalam
pemanfaatan pabrik. Seluruh aktivitas dan bahan-bahan yang digunakan
murni dimanfaatkan untuk memproduksi blowing agent. Kekeliruan minor
ditemukan pada penulisan kode pos alamat di dokumen deklarasi.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
51
Uraian Deklarasi Verifikasi
Kode Pos 42446 42447
• Inspeksi di PT Miwon Indonesia
Inspeksi ini dilaksanakan selama 4 (empat) hari pada tanggal 1 Oktober s.d.
4 Oktober 2019 oleh 2 (dua) orang inspektur bernama Olivia Ann Walsh dan
Marcelo Azevedo E Sousa De Jesus. Selama kegiatan berlangsung, kedua
inspektur tersebut didampingi oleh tim dari Kementerian Luar Negeri dan
Kementerian Perindustrian selaku anggota OTNAS. Kegiatan utama selama
inspeksi adalah verifikasi kesesuaian antara dokumen deklarasi dengan
kondisi aktual di lapangan.
Lokasi inspeksi adalah PT Miwon Indonesia yang beralamat di Jl. Raya
Driyorejo Km. 24, Driyorejo, Gresik, Jawa Timur. Berdasarkan produk yang
dihasilkan dan proses pembuatannya, perusahaan ini masuk dalam kategori
OCPF. Perusahaan ini dideklarasikan sebagai OCPF kepada OPCW pada
tahun 2018 dengan kode plant site IDN-MIWON-036.
Kegiatan inspeksi tidak menemukan adanya penggunaan bahan kimia daftar
(scheduled chemicals) di dalam perusahaan dan aktivitas perusahaan sudah
sesuai dengan yang dideklarasikan. Berdasarkan hasil verifikasi tersebut,
diperoleh 2 (dua) hal penting yang perlu ditindaklanjut sebagai berikut;
a. Fasilitas PT Miwon lebih tepat untuk dideklarasikan sebagai OCPF dengan
kode kelompok produk 551 – Essential oils, perfume, and flavour
materials. Usulan ini disampaikan karena PT Miwon memproduksi MNG
(Mononatrium Glutamate) yang lebih cocok dikategorikan sebagai
flavour materials dibandingkan sebagai medicament.
b. Dalam proses inspeksi, didapatkan bahwa PT Miwon memiliki 2 (dua)
fasilitas yaitu pabrik MNG dan pabrik tepung jagung (corn starch). Pabrik
tepung jagung yang dimaksud mulai dioperasikan secara komersial sejak
2016.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
52
Sehubungan dengan hal tersebut, OTNAS RI diharapkan dapat memperbarui
deklarasi OCPF PT Miwon IDN-MIWON-036 ini sesuai dengan hasil verifikasi,
pada bagian kode kelompok produk dan jumlah pabrik.
3.1.4 Deklarasi Otoritas Nasional Senjata Kimia
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 99,73 %
Pelaksanaan kegiatan Deklarasi Otoritas Nasional Senjata Kimia terdiri dari
3 kegiatan yaitu Penyusunan Deklarasi Tahunan sebanyak 1 (satu) kali, Diseminasi
Konsep Deklarasi Tahunan sebanyak 1 (satu) kali dan Monitoring Dan Evaluasi
Data Terkait Needs Assesment And Best Practices On Integrated Chemical
Management sebanyak 1 (satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan Deklarasi Otoritas Nasional Senjata Kimia sampai
dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Dalam rangka pembahasan data deklarasi ADPA 2018. Deklarasi industri
Other Chemical Production Facilities (OCPFs) hingga saat ini telah
teridentifikasi sebanyak 40 fasilitas yang menghasilkan bahan kimia organik
diskret nondaftar.
• Direktorat Industri Kimia Hulu akan mengirimkan surat kepada Direktorat
Informasi Kepabeanan dan Cukai serta INSW terkait permohonan data
impor bahan kimia daftar 2 dan 3 yang banyak diperdagangkan.
• Dit. Industri Kimia Hulu telah menyiapkan konsep NIM 2018-2019 dan
menyampaikan hasilnya kepada Kemlu dan OPCW serta Dit. Industri Kimia
Hulu dan Biro Hukum akan membahas lebih lanjut terkait RPP Perizinan dan
Pelaporan Bahan Kimia Daftar dan Bahan Kimia Organik Diskret Nondaftar.
• Dit. Industri OPCW Industrial Attachment-Associate Program 2019
dirancang untuk membantu peserta dari berbagai negara anggota
mendapatkan paparan praktik-praktik modern dalam industri kimia dengan
fokus pada keamanan bahan kimia. Karena alasan inilah PT Kao Indonesia
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
53
Chemicals dijadkan lokasi oleh OPCW untuk mengakomodasi dua peserta
Associate Program 2019.
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1977 sebagai produsen surfaktan
perintis. Perusahaan memiliki 266 karyawan dan mengkhususkan diri dalam
pembuatan berbagai macam surfaktan lemak dan turunan minyak serta
polimer fungsional. Produk-produk ini digunakan di berbagai bidang seperti
di kosmetik, aroma bahan kimia, agrokimia, plastik dan karet sintetis, serta
pelumas. Perusahaan telah memiliki catatan yang sangat baik tentang
kesehatan dan keselamatan bahan kimia dengan beberapa kasus kecil atau
tidak ada sama sekali selama 10 tahun terakhir.
Selama tiga minggu di PT Kao Indonesia Chemicals, peserta telah
menyaksikan bagaimana praktik keselamatan dan kesehatan kimia yang
diamati mulai dari fasilitas penyimpanan, bagian produksi, transportasi
kimia, manajemen limbah, penelitian dan pengembangan. Bahan baku
disimpan di fasilitas penyimpanan terpisah antara Bahan Berbahaya dan
Bahan Tidak Berbahaya. PT. Kao menangani masalah pengelolaan limbah
dengan sangat serius. Perusahaan sedang dalam proses memiliki akreditasi
ISO 14001.
3.1.5 Capacity Building Otoritas Nasional Senjata Kimia
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 99,59 %
Pelaksanaan kegiatan Capacity Building Otoritas Nasional Senjata Kimia terdiri dari
13 kegiatan meliputi Fgd Terkait Pembangunan Chemical Inventory Management
System sebanyak 2 (dua) kali, Koordinasi Teknis Tentang Penyusunan Database
Bahan Kimia Daftar sebanyak 4 (empat) kali, Koordinasi Tentang Penyusunan Buku
Konvensi Dan Otoritas Nasional Senjata Kimia sebanyak 1 (satu) kali, Pencetakan
Laporan Konvensi Tahunan Senjata Kimia sebanyak 1 (satu) kali, Fgd Pedoman
Nasional Klasifikasi Bahan Kimia sebanyak 1 (satu) kali, Pelaksanaan Workshop
Ameicc (aem - Meti Economic And Industrial Cooperation Committee) 2019
sebanyak 1 (satu) kali, Koordinasi Teknis Chemical Safety And Security sebanyak 1
(satu) kali dan Pelaksanaan Kegiatan Industrial Attachment Of The Associate
Programme 2019 sebanyak 2 (dua) kali.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
54
Adapun perkembangan kegiatan Capacity Building Otoritas Nasional Senjata Kimia
sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Telah dilaksanakan FGD Chemical Inventory Management System
Pembangunan sebuah sistem Chemical inventory didasari oleh pendirian
Konvensi Stockholm pada tahun 1972. Konvensi ini mengamanatkan tentang
kewajiban manusia untuk menjaga dan melestarikan lingkungan melalui
banyak hal. Salah satu amanat yang ditekankan adalah pengelolaan bahan
kimia yang harus berprinsip tetap harus menjaga kelestarian lingkungan.
Melalui Proyek Pengurangan PBDE dan UPOP hibah dari UNDP (2016-2019)
yang kini ditangani oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau
dan Lingkungan Hidup, Direktorat Industri Kimia Hulu mendapat
kesempatan untuk bekerja sama membangun Chemical Inventory
Management System.
Direktorat Industri Kimia Hulu telah memenuhi target-target utama berupa;
mensinkronisasikan data chemical inventory dengan SIINAS, penyusunan
sistem chemical inventory mencakup produksi, impor, ekspor, dan
penggunaan bahan kimia, penyusunan template sistem chemical inventory,
diseminasi pelaporan industri, pelaporan GHS online, dan chemical
inventory. Namun demikian ada sedikit kegiatan yang masih belum tuntas
dan perlu dilanjutkan pada tahun berikutnya yaitu pelaksanaan sosialisasi
terkait chemical inventory dengan mengundang perusahaan industri kimia,
membahas penyusunan konsep formulir, informasi yang akan diperlukan
sistem chemical inventory dan penentuan waktu update data.
• Telah disusun rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perizinan dan
Pelaporan Bahan Kimia Daftar dan Bahan Kimia Organik Diskret Nondaftar
serta pembahasan implementasi Permenperin Nomor 20 tahun 2019
tentang Tata Cara Penerbitan Rekomendasi Ekspor dan Rekomendasi Impor
Bahan Bakar Lain sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.
• Telah disusun rancangan pedoman nasional klasifikasi bahan kimia
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
55
• Telah dilaksanakan Rapat Persiapan dan Evaluasi Industrial Attachment Of
The Associate Programme 2019
Dalam Industrial Attachment peserta Associate Program ditempatkan di
fasilitasi industri kimia untuk mempelajari kegiatan industri kimia secara
umum selama 3 (tiga) minggu.
Sejak tahun 2016, Indonesia telah menjadi tuan rumah penyelenggaraan
Industrial Attachment dengan rincian sebagai berikut:
No Tahun Tuan Rumah Tanggal Pelaksanaan
1 2016 1. PT. Chandra Asri Petrochemical
2. PT. Nippon Shokubai Indonesia
3. PT. Asahimas Chemical
5-16 September 2016
2 2017 PT. Pupuk Kujang Cikampek 4-22 September 2017
3 2018 PT. Nippon Shokubai Indonesia 10-28 September 2018
Pada tahun 2019, OPCW kembali mengamanatkan kepada Pemerintah
Indonesia untuk menyediakan fasilitas industri sebagai tempat pelaksanaan
segmen Industrial Attachment yang telah berlangsung pada 2 – 20
November 2019 untuk 4 (empat) orang peserta dimana masing-masing
fasilitas industri menerima 2 (dua) orang peserta bertempat di PT Kao
Chemical Indonesia dan PT Pupuk Kaltim. Peserta Associate Program 2019
berasal dari Burkina Faso, Malawi, India dan Colombia.
3.2 Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Sektor Industri Kimia Hulu
3.2.1 RSNI Industri Kimia Anorganik
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 99,16 %
Pelaksanaan kegiatan penyusunan RSNI Industri Kimia Anorganik terdiri dari 5
kegiatan meliputi rapat internal sebanyak 1 (satu) kali, rapat eksternal sebanyak 1
(satu) kali, rapat teknis sebanyak 2 (dua) kali dan rapat konsensus sebanyak 1
(satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan penyusunan RSNI Industri Kimia Anorganik
sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Penyusunan RSNI Sodium Tripolipospat telah mencapai konsesus
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
56
3.2.2 RSNI Industri Kimia Organik
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 99,91 %
Pelaksanaan kegiatan penyusunan RSNI Industri Kimia Organik terdiri dari 5
kegiatan meliputi rapat internal sebanyak 1 (satu) kali, rapat eksternal sebanyak 1
(satu) kali, rapat teknis sebanyak 2 (dua) kali dan rapat konsensus sebanyak 1
(satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan penyusunan RSNI Industri Kimia Organik sampai
dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Penyusunan RSNI Asam Terephtalat Murni telah mencapai konsesus
3.2.3 RSNI Industri Kimia Hulu Lainnya
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 97,73 %
Pelaksanaan kegiatan penyusunan RSNI Industri Kimia Hulu Lainnya terdiri dari 5
kegiatan meliputi rapat internal sebanyak 1 (satu) kali, rapat eksternal sebanyak 1
(satu) kali, rapat teknis sebanyak 2 (dua) kali dan rapat konsensus sebanyak 1
(satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan penyusunan RSNI Industri Kimia Hulu Lainnya
sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Penyusunan RSNI Sistem Harmonisasi Global telah mencapai konsesus
3.3 Regulasi SNI Wajib Industri Kimia Hulu
3.3.1 Regulasi SNI Wajib Industri Kimia Hulu
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 92,40 %
Pelaksanaan kegiatan regulasi SNI Wajib Industri Kimia Hulu terdiri dari 5 kegiatan
meliputi rapat internal sebanyak 1 (satu) kali, rapat eksternal sebanyak 1 (satu)
kali, rapat teknis sebanyak 2 (dua) kali dan rapat konsensus sebanyak 1 (satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan penyusunan regulasi SNI Wajib Industri Kimia
Hulu sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Telah disusunnya regulasi SNI Wajib Garam Konsumsi Beryodium
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
57
3.4 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida
3.4.1 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 96,27 %
Pelaksanaan kegiatan Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan
Pestisida terdiri dari 19 (sembilan belas) kegiatan meliputi Rapat Terkait
Revitalisasi Industri Pupuk sebanyak 5 (lima) kali, Rapat Terkait Pengamanan
Pasokan Bahan Baku dan Produksi Industri Pupuk sebanyak 5 (lima) kali,
Koordinasi tentang Gas untuk Industri sebanyak 3 (tiga) kali, Relokasi Peralatan
Pupuk Organik dari Kabupaten Magelang menuju Kabupaten Pangandaran
sebanyak 1 (satu) kali, Rapat Koordinasi Inventarisasi Emisi GRK untuk Sektor
Industri Petrokimia sebanyak 1 (satu) kali, Rapat Koordinasi Penyusunan Baseline
Potensi Penurunan Emisi GRK Sektor Industri Pupuk sebanyak 1 (satu) kali dan
Rapat penumbuhan dan pengembangan industri pestisida sebanyak 3 (tiga) kali.
Adapun perkembangan kegiatan penumbuhan dan pengembangan industri pupuk
dan pestisda sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Telah tersusunnya dokumen pelaporan Matriks B03, B06, B09 dan B12
kegiatan Revitalisasi Industri Pupuk kepada Sekretariat Kabinet.
• Telah diselesaikannya polemik kebijakan kenaikan harga gas dibeberapa
daerah oleh PT PGN, sehingga harga gas tetap seperti keadaan semula
• Telah disusun rancangan SoU antara Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia dengan Kementerian Federal untuk Lingkungan, Konservasi Alam,
dan Keamanan Nuklir Jerman mengenai pengurangan emisi N2O global dari
produksi asam nitrat
• Telah disusun rancangan tanggapan dari Kementerian Perindustrian terkait
RPP B3 dan rancangan road map pengurangan penggunaan paraquat
diklorida.
• Telah dilaksanakannya proses relokasi peralatan mesin pupuk organik dari
kabupaten Magelang ke Kabupaten Pangandaran
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
58
3.5 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri
3.5.1 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 98,77 %
Pelaksanaan kegiatan penumbuhan dan pengembangan Industri Garam Industri
terdiri dari 20 (dua puluh) Kegiatan meliputi pertemuan teknis Penyusunan Skema
Usaha Industri Garam Industri sebanyak 3 (tiga) kali, Sosialisasi terkait Kebijakan
Industri Garam Industri Indonesia sebanyak 1 (satu) kali, Rapat Penyusunan neraca
garam nasional dalam rangka pengembangan dan pembangunan industri garam
industri sebanyak 8 (delapan) kali dan Rapat pengembangan sistem informasi
nasional terkait iklim masa pengolahan garam industri sebanyak 8 (delapan) kali.
Adapun perkembangan kegiatan penumbuhan dan pengembangan Industri
Garam Industri sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Adanya peningkatan penyerapan garam lokal oleh industri Garam Industri
pada Tahun 2019 yaitu sebesar 1.100.000 Ton, meningkat sebesar 50.000
Ton dibandingkan Tahun 2018 sebesar 1.050.000 Ton.
• Adanya realisasi investasi lahan garam industri di daerah Nusa Tenggara
Timur dengan Rincian Sebagai berikut
• Telah disusun Neraca Garam Industri Nasional Tahun 2019
• Telah disusun format rancangan laporan triwulanan dalam rangka
penentuan iklim masa pengolahan garam industri dengan cakupan : Data
Umum Rekomendasi Impor Yang Telah Terbit, Data Stok Awal, Persetujuan
Impor Yang Disetujui, Realisasi Impor, Jumlah Penggunaan dan Stok Akhir.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
59
3.6 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
3.6.1 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 99,61 %
Pelaksanaan kegiatan penumbuhan dan pengembangan Industri Bahan Baku Obat
terdiri dari 5 (lima) Kegiatan meliputi pertemuan teknis Pengembangan Industri
Bahan Baku Obat sebanyak 4 (empat) kali, Pengadaan Reaktor Re-arrangement
menghasilkan p-Aminofenol dan Asetilasi menghasilkan Parasetamol sebanyak 1
(satu) kali.
Adapun perkembangan kegiatan penumbuhan dan pengembangan Industri Bahan
Baku Obat sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Telah dilaksanakan proses Pengadaan Reaktor Re-arrangement menghasilkan
p-Aminofenol dan Asetilasi menghasilkan Parasetamol dan diserahkan
kepada Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada untuk dimanfaatkan dalam
rangka penelitian bahan baku obat Parasetamol
• Terdapat 3 realisasi investasi baru industri bahan baku obat antara lain PT
Kimia Farma Sungwun Pharmacopeia yang memproduksi senyawa Active
Pharmaceutical Ingredient (API) dan High Functional Chemical (HFC), PT Kimia
Farma di Jombang yang memproduksi garam farmasi, dan PT Kalbio Global
Medika yang memproduksi Erithropoethin (EPO).
• Telah disiapkannya rancangan TOR mengenai penelitian benzene menjadi
nitrobenzen yang merupakan tahap awal pembuatan parasetamol
• Telah dilaksanakan rapat yang menghasilkan keputusan sebagai berikut :
1. Pada tahun 2020 Direktorat Industri Kimia Hulu akan membuat Detail
Engineering Design (DED) pembangunan industri BBO sefalosporin karena
Feasibility Study (FS) telah dilaksanakan oleh PT. KFSP bekerja sama
dengan LAPI-ITB
2. Penganggaran Detail Engineering Design (DED) pembangunan industri
BBO sefalosporin sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab Direktorat
Industri Kimia Hulu
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
60
3.7 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia
3.7.1 Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 99,92 %
Pelaksanaan kegiatan penumbuhan dan pengembangan Industri Petrokimia
terdiri dari 46 (lima) Kegiatan meliputi pertemuan tim teknis sebanyak 40 (empat
puluh) kali dan koordinasi teknis penumbuhan dan pengembangan Industri
Petrokimia sebanyak 6 (enam) kali.
Adapun perkembangan kegiatan penumbuhan dan pengembangan Industri
Petrokimia sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Realisasi Investasi PT Chandra Asri Petrochemical
Realisasi Investasi senilai US$ 890 juta untuk pembangunan pabrik baru dan
peningkatan kapasitas produksi, sehingga kapasitas produksi menjadi sebagai
berikut :
No Komoditi Kapasitas Semula
(MT/Tahun)
Kapasitas 2019
(MT/Tahun)
1 Ethylene 860.000 900.000
2 Propylene 470.000 490.000
3 Polyethylene 336.000 736.000
4 Polypropylene 480.000 590.000
• Realisasi Investasi PT Polytama Propindo
Realisasi investasi sebesar US$ 25 juta, sehingga kapasitas produksi
polypropylene menjadi 260.000 MT/Tahun
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
61
• Realisasi Investasi PT Enerco RPO Internasional
ERI merupakan perusahaan penanaman modal baru yang berlokasi di Satam
dengan nilai investasi sebesar Rp. 1,29 Triliun dan tenaga kerja sebanyak 15
orang. ERI menghasilkan produk utama berupa RPO TDAE (Rubber Processing
Oil Treated Distillate Aromatic Extract) dan produk samping berupa Hace dan
Asphalt. Masa konstruksi ERI selama 2 tahun (2017 - 2019) dan beroperasi
komersial pada tahun 2019.
ERI merupakan satu-satunya produsen TDAE di Indonesia dengan kapasitas
sebesar 195.000 MT/tahun dan merupakan pabrik TDAE terbesar di Asia.
Pembangunan pabrik RPO TDAE yang dilakukan oleh ERI telah mendapatkan
fasilitas Tax Holiday sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
268/KM .3/2019 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan
Badan kepada PT. Enerco RPO Internasional tanggal 15 Mei 2019 dengan
jangka waktu selama 7 tahun dan pengurangan PPh 50% selama 2 tahun.
• Investasi PT. Polyplex Films Indonesia (Polyplex)
Polyplex merupakan perusahaan penanaman modal baru yang berlokasi di
Serang Banten dengan nilai investasi sebesar Rp. 269 Miliar dan tenaga kerja
sebanyak 50 orang. Polyplex menghasilkan resin PET dengan kapasitas 87.500
MT/tahun. Akhir masa konstruksi pada Oktober 2019 dan beroperasi
komersial pada Oktober 2019
Polyplex telah mendapatkan fasilitas Tax Allowance sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 645/KM .3/2019 tentang Persetujuan Pemberian
Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha
Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu.
• Investasi PT. Megah Energy Khatulistiwa (MEK)
MEK merupakan perusahaan penanaman modal baru yang berlokasi di
Bulungan Kalimantan Utara yang menghasilkan produk utama berupa semi
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
62
coke dengan kapasitas 600.000 MT/tahun dan produk samping berupa coal
tar dengan kapasitas 50.000 MT/tahun. Nilai investasi MEK sebesar Rp. 1,09
Triliun dan tenaga kerja sebanyak 51 orang. Konstruksi MEK telah selesai
dilakukan pada tahun 2019 dan saat ini sedang mengajukan fasilitas Tax
Holiday.
• Progress Rencana Investasi Gasifikasi Batubara oleh PT. Bukit Asam (PTBA)
PTBA berencana berinvestasi pada proyek pembangunan Gasifikasi Batubara
yaitu:
Proyek gasifikasi batubara di Tanjung Enim Sumatera Selatan yang merupakan
konsorsium antara PTBA, PT. Pupuk Indonesia, PT. Pertamina dan PT. Chandra
Asri Petrochemical dengan rincian proyek sebagai berikut:
- Proyek gasifikasi ini menghasilkan syngas yang selanjutnya diolah menjadi
produk-produk akhir berupa pupuk dengan kapasitas sebesar 570.000
MT/tahun, polypropylene sebesar 450.000 MT/tahun dan DME sebesar
400.000 ton/tahun
- Saat ini Bankable Feasibility Study (FS) telah selesai disusun dan
diperkirakan dapat beroperasi komersial pada tahun 2025. Nilai investasi
pada proyek gasifikasi batubara di Tanjung Enim diperkirakan sebesar US$
5,3 Miliar.
Proyek gasifikasi batubara di Peranap Riau yang merupakan konsorsium
antara PTBA, PT. Pertamina dan PT. Air Products Indonesia dengan rincian
proyek sebagai berikut:
- Proyek gasifikasi ini menghasilkan syngas yang selanjutnya diolah menjadi
produk-produk akhir berupa DME dengan kapasitas sebesar 1.400.000
MT/tahun, metanol sebesar 300.000 MT/tahun dan MEG sebesar 250.000
MT/tahun. Nilai investasi pada proyek gasifikasi batubara di Peranap
diperkirakan sebesar US$ 3,5 Miliar dan diperkirakan dapat beroperasi
komersial pada tahun 2025.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
63
- Saat ini, tahap FS telah selesai dilakukan oleh Wison pada bulan Juni 2019
bahwa dengan asumsi penetapan harga DME oleh Pertamina sebesar
US$420 / Ton, dapat ditentukan bahwa IRR untuk proyek ini berada pada
9,24%. Sementara PTBA menilai bahwa angka IRR yang layak untuk
investasi ini adalah sebesar 12%. Berdasarkan kalkulasi lanjutan, dapat
diproyeksikan bahwa beberapa kebijakan insentif dari pemerintah
berpotensi dapat mendorong IRR hingga 10,99%. Rincian kebijakan
insentif tersebut antara lain pemberian Tax Holiday PPh Badan selama 20
tahun, pengurangan PPn jasa pengolahan, pengurangan PPn EPC dengan
kandungan lokal, pemberian insentif tarif khusus bahan baku batubara
dan pembebasan royalti batubara.
- Beberapa kandidat teknologi yang akan dipilih untuk proyek ini berasal
dari Air Product, Amerika Serikat dan CECO yang merupakan anak
perusahaan dari China Aerospace.
Isu dan tantangan yang dihadapi pada proyek pembangunan Gasifikasi
Batubara di Tanjung Enim Sumatera Selatan dan Peranap Riau adalah sebagai
berikut:
- Kandungan energi DME hanya 63% bila dibandingkan dengan LPG. Selain
itu, DME tidak bisa dipasarkan secara tunggal dan harus blending dengan
LPG. Hal ini menjelasakan bahwa volume DME di pasar akan mengembang
sebesar 2 kali lipat. Sehingga PT. Pertamina perlu mengembangkan
infrastruktur tabung gas baik secara standar khusus untuk DME maupun
secara kuantitas.
- Disamping itu, PT. Pertamina perlu mendapatkan kejelasan pemerintah
dalam kebijakan subsidi bahan bakar berbasis DME. Mengingat PSO
subsidi mencapai 80% dari pengadaan seluruh bahan bakar nasional.
• Progres Rencana Investasi PT Lotte Chemical Indonesia
LCI berencana membangun integrated petrochemical complex dengan lokasi
di Cilegon Banten. Nilai investasi pembangunan proyek ini diperkirakan
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
64
sebesar US$ 4,4 Miliar. Integrated petrochemical complex menggunakan
bahan baku berupa naphtha/LPG dengan kebutuhan sebesar 3.000 KTA dan
menghasilkan produk berupa ethylene dengan kapasitas sebear 1.000 KTA,
propylene 520 KTA, polyethylene 700 KTA, polypropylene 400 KTA, butadiene
130 KTA dan BTX 370 KTA. Konstruksi proyek ini dimulai pada tahun 2020 dan
diharapkan selesai konstruksi dan beroperasi komersial pada tahun 2023.
• Progress Rencana Investasi PT. Chandra Asri Perkasa
CAP melalui anak usahanya PT. Chandra Asri Perkasa berencana membangun
kompleks petrokimia kedua dengan nilai investasi sebesar US$ 5 Miliar yang
menghasilkan ethylene dengan kapasitas sebear 1.100 KTA,b propylene 600
KTA, polyethylene 750 KTA, polypropylene 450 KTA, butadiene 175 KTA dan
BTX 363 KTA. KTA. Konstruksi proyek ini dimulai pada tahun 2020 dan
diharapkan selesai konstruksi dan beroperasi komersial pada tahun 2023.
• Progress Rencana Investasi PT. Pertamina
Pertamina berencana membangun petrochemical complex yang berlokasi di
Balongan Jawa Barat. Proyek ini telah masuk dalam Rencana Jangka Panjang
Perusahaan (RJPP) tahun 2020 - 2026 dan telah menyelesaikan proses FS yang
dibutuhkan. Nilai investasi proyek ini diperkirakan sebesar US$ 8 Miliar
dengan lingkup proyek berupa main unit naphtha cracker dan 8 unit
downstream dengan 23 jenis produk. Adapun jenis produk yang akan
dihasilkan dan kapasitasnya adalah sebagai berikut: ethylene 1.000 KTA,
propylene 520 KTA, butadiene 120 KTA, butadiene raffinate 110 KTA, benzene
130 KTA, toluene 82 KTA, mixed xylene 57 KTA, C9+ 40 KTA, MEGIDEGITEG
792 KTA, LLDPE 380 KTA, styrene monomer 720 KTA, ABS 800 KTA, AN 260
KTA, MMA 85 KTA, PP 400 KTA, MTBE 50 KTA, MEK 50 KTA, MA 40 KTA, DTBP
50 KTA. Pembangunan proyek petrochemical complex akan dimulai pada
tahun 2020 dan diharapkan selesai pada tahun 2022/2023.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
65
• Progress Rencana Investasi PT. Nippon Shokubai Indonesia (NSI)
NSI berencana melakukan investasi untuk meningkatkan kapasitas produksi
acrylic acid dan super absorbent polymer. Beberapa rencana investasi NSI
yaitu:
- Pembangunan pabrik baru acrylic acid dengan kapasitas sebesar 100.000
MT/tahun. Nilai investasi pembangunan pabrik baru ini adalah US$ 200
juta. Masa konstruksi 2020 - 2021 .
- Oebott/enecking peningkatan kapasitas produksi super absorbent
polymer (SAP) dengan kapasitas 24.000 MT/tahun dan nilai investasi
sebesar US$ 5 juta. Masa konstruksi 2020 - 2021 .
- Pembangunan pabrik baru super absorbent polymer dengan kapasitas
sebesar 55.000 MT/tahun. Saat ini sedang dalam tahap feasibility study
oleh Nippon Shokubai Co., Ltd dan penyelesaian proyek diharapkan dapat
dilakukan pada tahun 2023.
- Proyek pembangunan pabrik baru acrylic acid dengan kapasitas sebesar
100.000 MT/tahun telah mendapatkan fasilitas Tax Holiday sesuai
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/KM.3/2019. NSI tidak
mengalami kendala pada rencana investasi dimaksud.
• Progress Rencana Investasi PT. Cabot Asia Pacific South (CAPS)
CAPS merupakan perusahaan penanaman modal baru yang berlokasi di
Cilegon Banten yang menghasilkan produk berupa carbon black dengan
kapasitas 90.000 MT/tahun dan masterbatch dengan kapasitas 20.000
MT/tahun. Nilai investasi CAPS sebesar Rp. 1,41 Triliun. CAPS akan memulai
konstruksi pada tahun 2020 dan diharapkan selesai konstruksi pada tahun
2021 .
CAPS telah mendapatkan fasilitas Tax Holiday sesuai dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 474/KM.3/2019 tentang Pemberian Fasilitas
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan kepada PT. Cabot Asia Pacific South.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
66
CAPS tidak mengalami kendala pada rencana investasi dimaksud.
• Progress Rencana Investasi PT. Asahimas Chemical (ASC)
ASC berencana meningkatkan kapasitas produksi PVC sebesar 200.000
MT/tahun sehingga nantinya kapasitas PVC yang dihasilkan oleh ASC sebesarn
750.000 MT/tahun. Nilai investasi untuk proyek ini sebesar US$ 90 juta.
Proyek pembangunan sudah mulai dilaksanakan pada tahun 2019 dan
diharapkan dapat selesai tahun 2021 .
• Peletakan Batu Pertama (Groundbreaking) Pembangunan Pabrik PT. Cabot
Asia Pacific South (CAPS)
Peletakan batu pertama CAPS dilaksanakan pada tanggal 21 Nopember 2019
oleh Menteri Perindustrian RI . Dengan berdirinya pabrik CAPS ini, maka
Indoesia akan mampu mensubstitusi impor produk carbon black dengan
volume sebanyak 90.000 MT/tahun. Hal ini juga akan berpotensi menghemat
devisa hingga mencapai Rp. 1,5 Triliun/tahun.
• Peresmian Pabrik New Polyethylene (NPE) PT. Chandra Asri Petrochemical,
Tbk (CAP)
Peresmian NPE CAP dilaksanakan pada tanggal 6 Desember 2019 oleh
Presiden RI didampingi oleh beberapa Menteri Anggota Kabinet Indonesia
Maju. Dengan berdirinya pabrik NPE CAP ini, maka Indoesia akan mampu
mensubstitusi impor produk polyethylene dengan volume sebanyak 400.000
MT/tahun. Hal ini juga akan berpotensi menghemat devisa hingga mencapai
Rp. 8 Triliun/tahun dan berpeluang penciptaan lapangan kerja baru di industri
plastik hilir sebanyak 17.500 orang
• Penurunan Bea Masuk 0 % untuk Etil Alkohol
Dengan diturunkannya bea masuk 0% untuk etil alkohol, maka akan
menurunkan daya saing industri etil alkhol nasional dan berakibat tidak
terserapnya molase (tetes tebu) dari para petani yang mengakibatkan
menurunnya produktivitas pertanian
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
67
3.8. Fasilitasi Penyusunan RSKKNI Industri Kimia Hulu
3.8.1 Fasilitasi Penyusunan RSKKNI Industri Kimia Hulu
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 95,13 %
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan RSKKNI Industri Kimia Hulu terdiri dari 11
(sebelas) kegiatan meliputi rapat internal sebanyak 2 (dua) kali, rapat eksternal
sebanyak 3 (tiga) kali, rapat teknis sebanyak 4 (empat) kali dan rapat konvensi
sebanyak 2 (dua) kali.
Adapun perkembangan kegiatan penyusunan Penyusunan RSKKNI Industri Kimia
Hulu sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai berikut:
• Tersusunnya SKKNI Bidang Industri Pengolahan Garam
3.9 Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan Tata Usaha
3.9.1 Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan Tata Usaha
Realisasi Fisik: 100,00 % Keuangan: 98,57 %
Pelaksanaan kegiatan penyusunan Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan
Tata Usaha terdiri dari 18 (delapan belas) kegiatan meliputi Rapat Persiapan
Pelaksanaan Kegiatan 2019 sebanyak 1 (satu) kali, Pembahasan awal program
T.A. 2020 sebanyak 1 (satu) kali, Koordinasi Teknis Terkait Penyusunan Dokumen
Perencanaan Periode 2020 – 2024 sebanyak 1 (satu) kali, Penyusunan Peta Jalan
(road map) alur aliran material sektor industri petrokimia sebanyak 1 (satu) kali,
Workshop Sosialisasi Indonesia sebagai Official Partner Country Hannover Messe
2020 sebanyak 1 (satu) kali, Rapat Implementasi Making Indonesia 4.0. sebanyak
8 (delapan) kali, Konsinyering Pelaksanaan Kegiatan dan Prognosa Kinerja
Industri Kimia Hulu T.A. 2020 sebanyak 1 (satu) kali, Evaluasi Kinerja Industri
Kimia Hulu T.A. 2018 sebanyak 1 (satu) kali, Rapat Evaluasi Kegiatan T.A 2019
sebanyak 1 (satu) kali, Fasilitasi Pendampingan Kearsipan Direktorat Industri
Kimia Hulu sebanyak 2 (dua) kali.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
68
Adapun perkembangan kegiatan penyusunan Dokumen Program, Evaluasi,
Pelaporan dan Tata Usaha sampai dengan Triwulan IV 2019 adalah sebagai
berikut:
a) Telah di sosialisasikan terkait pameran Hannover Messe 2020 kepada
Industri sektor Kimia Hulu
b) Telah diselesaikan pekerjaan Roadmap alur aliran material sektor industri
petrokimia 2020 – 2030
c) Telah disusun Petunjuk Operasional Kegiatan T.A. 2020
d) Telah disusun Prognosa Kinerja Industri Kimia Hulu T.A. 2020
e) Telah disusun Rencana Penarikan Anggaran Direktorat Industri Kimia Hulu
T.A. 2020
f) Telah disusun Rencana Operasional Kegiatan Direktorat Industri Kimia
Hulu T.A. 2020
g) Telah dilaksanakan Workshop terkait Tata Kearsipan
h) Akan diadakannya Rapat Koordinasi di tingkat Menteri yang akan
dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian mengenai Investasi sektor
Industri Petrokimia.
B. Analisis Capaian Kinerja dan Anggaran
Total anggaran yang dialokasikan untuk Direktorat Industri Kimia hulu adalah sebesar
Rp. 13.993.149.000,- yang terbagi atas; Kegiatan Pihak III sebesar Rp. 3.402.955.000,-
(24,32 %) dan Kegiatan Swakelola sebesar Rp. 10.590.194.000,- (75,68 %). Sampai
dengan Triwulan IV Tahun 2019 telah direalisasikan sebesar Rp. 13.885.990.946,-
atau sebesar 99,23 %.
C. Realisasi Anggaran Kegiatan
Berikut ini kami sajikan tabulasi realisasi anggaran kegiatan sampai dengan Triwulan
IV Tahun 2019 Direktorat industri Kimia hulu secara rinci.
Laporan Triwulan IV Tahun 2019
69
S R S R S R S R S R S R
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
026 50,00 46,16 87,00 91,90 50,00 - 13,00 8,10 100,00 46,16 100,00 100,00
030 68,91 31,76 51,99 61,97 31,08 - 48,01 37,97 100,00 31,76 100,00 99,93
031 59,88 12,68 (13,00) 35,20 40,12 - 113,00 57,80 100,00 12,68 100,00 93,00
041 79,18 37,10 55,75 60,31 20,82 - 44,25 37,81 100,00 37,10 100,00 98,12
042 70,76 35,10 61,70 74,24 29,24 - 38,30 25,76 100,00 35,10 100,00 100,00
043 58,01 17,36 64,70 72,45 41,99 - 35,30 27,24 100,00 17,36 100,00 99,69
044 56,37 20,15 67,86 47,50 43,63 - 32,14 52,50 100,00 20,15 100,00 100,00
045 34,58 27,13 66,77 54,88 65,42 - 33,23 45,12 100,01 27,13 100,00 100,00
44,42 28,59 65,04 60,19 53,44 - 32,82 37,46 97,86 28,59 97,86 97,65
Penumbuhan dan Pengembangan Industri Garam Industri
Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Baku Obat
Penumbuhan dan Pengembangan Industri Petrokimia (Prioritas
Dokumen Program, Evaluasi, Pelaporan dan Tata Usaha
Jumlah
Fisik
1
Otoritas Nasional Senjata Kimia (Prioritas Nasional)
Rancangan Standar Nasional Indonesia Sektor Industri Kimia
Regulasi SNI Wajib Sektor Industri Kimia Hulu (Prioritas
Penumbuhan dan Pengembangan Industri Pupuk dan Pestisida
Output
S.D. Triwulan Lalu (%) Triwulan Ini (%) S.D. Triwulan Ini (%)
Keuangan Fisik Keuangan Fisik Keuangan
S R S R S R S R S R S R
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
001 55,00 14,88 22,10 41,60 45,00 80,25 77,90 58,40 100,00 95,13 100,00 100,00
55,00 14,88 22,10 41,60 45,00 80,25 77,90 58,40 100,00 95,13 100,00 100,00
Fisik
1
Fasilitasi Penyusunan RSKKNI Industri Kimia Hulu
Jumlah
Output
S.D. Triwulan Lalu (%) Triwulan Ini (%) S.D. Triwulan Ini (%)
Keuangan Fisik Keuangan Fisik Keuangan
Tabel 3.1. Target dan Realisasi Per Output Dit. Industri Kimia hulu Tahun 2019
a. Hambatan dan Kendala Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan Kegiatan Direktorat Industri Kimia hulu Tahun 2019 dilihat dari sisi
realisasi fisik maupun dari sisi realisasi anggaran telah melampaui target yang
ditetapkan. Namun dikarenakan banyaknya penugasan – penugasan, membuat
pelaksanaan kegiatan yang cukup terhambat sehingga tidak sesuai rencana yang
telah disusun.
b. Langkah Tindak Lanjut
Dalam rangka optimalisasi capaian realisasi keuangan maupun fisik di tahun anggaran
2020 perlu dilakukan langkah tindak lanjut untuk mengantisipasi kendala yang ada,
antara lain:
• Penjadwalan prognosa penugasan - penugasan
• Koordinasi lebih awal dalam perencanaan kegiatan konsinyering, sosialisasi, dan
Pertemuan Teknis lintas kementerian.
• Koordinasi dan monitoring secara berkala untuk pelaksanaan kegiatan pihak
ketiga.
• Monitoring dan evaluasi kegiatan dengan frekuensi yang bertambah
70
BAB IV PENUTUP
Progress pelaksanaan DIPA Direktorat Industri Kimia Hulu hingga Triwulan IV 2019
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebagian besar kegiatan swakelola dan seluruh pelaksanaan paket lelang pekerjaan
pihak ketiga telah dilaksanakan.
2. Realisasi keuangan hingga Triwulan IV Tahun 2019 sebesar Rp. 13.885.990.946,- atau
99,23 %. Realisasi keuangan maupun fisik melebih dari target yang telah ditetapkan.
3. Masih terdapat beberapa isu utama yang perlu perhatian khusus diantaranya :
- Kebijakan penyesuaian Harga Gas untuk Industri Tertentu
- Tanggapan atas RPP B3
- Kelanjutan mekanisme skema KPBU pada pengembangan Industri Petrokimia di
Teluk Bintuni Papua Barat
- Pembahasan terkait bentuk UBL (Unit Badan Lainnya) Otoritas Nasional Senjata
Kimia
- Monitoring terkait Investasi sektor Industri Kimia Hulu yang sedang dan akan
berjalan
- Pembahasan terkait target volume penyerapan garam lokal Tahun 2020
- Monitoring dan evaluasi terhadap penelitian parasetamol yang dilakukan oleh FF
Farmasi – UGM
- Pembahasan terkait kelanjutan proyek petrokimia nasional (Masela, Kalimantan
Timur, Balongan, Riau, Sumsel, Tuban – Jawa Timur)
- Penurunan Bea Masuk 0 % atas komoditi Etil Alkohol
Demikian laporan ini disusun untuk dijadikan sebagai bahan evaluasi dan indikator
pelaksanaan seluruh kegiatan Direktorat Industri Kimia Hulu pada Triwulan IV Tahun
Anggaran 2019.