laporan besar dit bag 3
DESCRIPTION
Fieldtrip DITTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fieldtrip Dasar Ilmu Tanah dilakukan di daerah desa Kalisongo yang merupakan
daerah yang memiliki berbagai kenampakan alam dan penggunaan lahan pertanian seperti
lahan agroforestri, lahan semusin, dan hutan produksi. Pada fieldtrip ini dibagi empat
aspek untuk dilakukan pengamatan yaitu fisika tanah, kimia tanah, biologi tanah, dan
pedologi. Pengamatan fisika tanah yaitu dengan dilakukannya pengamatan erosi di setiap
lahan dan dilanjutkan dengan pengamatan struktur, tekstur, konsistensi, permeabilitas,
drainase dan pemadatan tanah. Pengamatan kimia tanah melalui pengamatan terhadap
kelebihan dan kekurangan unsur hara dan dilakukan pengukuran pH tanah untuk
memastikan bahwa lahan tersebut dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Pengamatan
biologi tanah melalui pengamatan biodiversitas yang ada di atas tanah (vegetasi,
understorey, seresah dan cascing) dan di bawah tanah (mikro dan makro organisme
seperti mikoriza dan cacing) di lahan. Jika pada lahan yang diamati terdapat banyak
seresah maka akan meningkatkan aktivitas organisme di dalam tanah dan perbaikan sifat
fisik tanah. Pada pengamatan pedologi dilakukan pengamatan terkait morfologi tanah
yang hubungannya dengan proses pedogenesis serta kondisi fisiografis kaitannya dengan
diskripsi lokasi informasi umum dari lokasi pengamatan.
Sifat fisika, kimia dan biologi berhubungan antara satu sama lain terhadap
peningkatan kualitas tanah. Misalkan tanah yang memiliki bahan organik yang cukup
maka recovery unsur hara akan optimal, nilai Kapasitas Tukar Kation meningkat, kondisi
pH jugas stabil. Sehingga aspek kimia tanah semakin baik, selain itu bahan organik tanah
juga dapat meningkatkan organisme dalam tanah yang aktivitas organisme tersebut dapat
meningkatkan ruang pori dan kegemburan tanah, serta dari bahan organik juga dapat
berfungsi dalam perbaikan sifat fisik tanah lainnya seperti memperbaiki struktur.
Sehingga latar belakang dari penyusunan laporan ini untuk mengetahui perbedaan
kualitas tanah pada beberapa peggunaaan lahan di Desa Kalisongo Kecamatan Dau.
Karena dari berbagai tipe penggunaan lahan tersebut dapat mempengaruhi tingkat
kesuburan tanah baik dari sifat kimia, fisika, maupun biologi tanah.
2
1.2 Tujuan
1. Memenuhi tugas dan kewajiban praktikan dalam praktikum Dasar Ilmu Tanah.
2. Mengetahui diskripsi lokasi atau kondisi umum wilayah di desa Kalisongo,
kecamatan Dau.
3. Mengetahui tentang pengamatan sifat fisik , kimia, dan biologi tanah serta pedologi
pada penggunaan lahan tertentu.
4. Mengetahui perbandingan antara sifat fisik , biologi dan kimia tanah dari setiap
macam-macam penggunaan lahan yang diamati.
1.3 Manfaat
1. Memahami kondisi umum wilayah di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang.
2. Dapat mengetahui tata cara pengamatan sifat fisik, kimia dan biologi serta pedologi
tanah di lapang.
3. Dapat membandingkan sifat fisik, kimia dan biologi pada setiap lahan agroforestri,
lahan semusin dan lahan tahunan.
3
BAB II
METODOLOGI
2.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Fieldtrip Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 5 Desember
2015 pukul 06.00 WIB s.d. 11.30 WIB di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malng.
2.2 Alat, Bahan dan Fungsi
2.2.1 Fisika Tanah
a. Sifat-Sifat Fisik Tanah
Alat Fungsi
Pisau lapang Untuk membantu menggali tanah sekitar ring untuk
mengeluarkan ring.
Ring Sampel Untuk mengambil sampel tanah utuh
Balok Penekan Untuk menekan ring sampel dan ring master supaya
masuk ke dalam tanah
Palu Untuk memukul balok penekan
Kantong plastik
ukuran 1 kg Untuk tempat menaruh sampel tanah yang sudah diambil
Karet gelang Untuk mengikat kantong plastik
Alat tulis Untuk mencatat hasil pengamatan
Kamera Untuk dokumentasi tiap kegiatan
Bahan Fungsi
Air bersih Untuk menghomogenkan sampel tanah dalam
pengamatan feelling methode
Tanah Sebagai bahan pengamatan
4
b. Jenis Erosi
Alat Fungsi
Alat tulis Mencatat hasil pengamatan
Kamera Untuk dokumentasi tiap kegiatan
2.2.2 Biologi Tanah
a. Pengukuran Biodiversitas
Alat Fungsi
Frame 50x50cm Untuk menentukan daerah sampel tanah
Alat Tulis Untuk mencatat hasil pengamatan
Kamera Untuk dokumentasi tiap kegiatan
Sekop Untuk menggali lubang
Bahan Fungsi
Tanah Sebagai objek pengamatan
2.2.3 Kimia Tanah
a. Unsur Hara
Alat Fungsi
Alat tulis Mencatat hasil pengamatan
Kamera Untuk dokumentasi tiap kegiatan
Bahan Fungsi
Tanah Sebagai objek pengamatan
5
Bahan Fungsi
Tanaman
yang diamati Sebagai objek pengamatan
b. pH di Lapangan
Alat Fungsi
pH Indikator Sebagai penentu pH
Rol Film Sebagai tempat pencampuran tanah + larutan
2.2.4 Pedologi
a. Deskripsi Tanah
Alat Fungsi
Sekop Untukmenggali lubang penampang/profil tanah
Cangkul Untukmenggali lubang penampang/profil tanah
Pisau lapang Untukmenarik garis atau menandai batas lapisan
Buku Munsell
Soil Color Chart
Sebagai pedoman untuk menetapkan warna tanah
dan semua gejala karatan yang terdapat di dalam
penampang.
Sabuk profil Untuk dapat membedakan horizon yang satu
dengan yang lainnya.
Meteran Untuk mengukur
Kamera Untuk dokumentasi tiap kegiatan
Bahan Fungsi
Tanah Sebagai bahan pengamatan
Aquadest Untuk menghomogenkan sampel tanah
6
Alat tulis Mencatat hasil pengamatan
Bahan Fungsi
Tanah Sebagai bahan pengamatan
b. Deskripsi Lokasi
Alat Fungsi
Klinometer Untukmenentukan besar sudut elevasi dalam
mengukur tinggi obyek secara tidak langsung.
Kompas Untuk menentukan arah penampang terhadap lereng
dan menentukan posisi dan arah di lapangan.
GPS Menentukan titik koordinat
7
2.3 Langkah-Langkah Pengamatan
2.3.1 Deskripsi Tanah Singkapan / Minipit Pada Pedologi
Pedologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek geologi tanah. Dalam
pedologi ditinjau berbagai hal mengenai pembentukan tanah (pedogenesis),
morfologi tanah (sifat dan ciri fisika dan kimia), dan klasifikasi tanah. Dasar utama
melakukan klasifikasi dan memahami tanah adalah deskripsi profil tanah yang
dilakukan di lapang. Pengamatan di lapang pada dasarnya dibedakan menjadi 3
macam, yaitu: 1) Pengamatan identifikasi (pemboran), 2) Pengamatan detil
(minipit + pemboran) dan 3) Deskripsi profil tanah.
Cara Kerja Pengamatan Singkapan
Disiapkan alat dan bahan
Dibuat singkapan tanah menggunakan sekop minimal
hingga kedalaman 50 cm
1m
Batasi tiap horizon tanah dengan menggunakan pisau, berdasarkan warna
Tanah dan tingkat konsistensinya dengan cara menusuk dengan pisau
Diletakkan meteran dan sabuk profil
untuk mengukur jarak antar horizon
Diambil sampel tanah di setiap horizon
Ditentukan, tekstur, struktur, dan konsistensi lembabnya
menggunakan feeling methode untuk setiap horizon tanah serta pori
sama perakaran dan data lainya pada form morfologi
Ditenentukan warna tanah pada tiap – tiap horizon
menggunakan Munsell Soil Colour
Chart
Dokumentasi
Dicatat hasil pengamatan
8
Analisa Perlakuan
Pengamatan yang dilakuakn pada penamapang tanah. Langkap pertama yang
dialakukan yaitu membedakan horizon yang ada paa penampang tanah melalui
perbedaan warna atau konsistensinya. Ukur kedalam horizon dilanjutkan
pengambilan sampel tiap horizonnya untuk mengukur sifat fisik tanah (tekstur,
struktur, konsistensi, pori-pori dll). Setelah itu lakukan pengamatan lainnya yang
ada di form morfologi. Pada pengamatan pedologi yang harus diperhatikan adalah
penentuan titik pengamatan yang tepat serta pendugaan lapisan horizon yang
akurat.
2.3.2 Deskripsi Sifat Fisika Tanah
Menurut Encyclopedia of Soil Science, Fisika tanah adalah cabang dari ilmu
tanah yang membahas sifat fisik tanah. Pengertian dari fisika itu sendiri meliputi
energi dan materi maka fisika tanah membahas pergerakan aliran dan transformasi
energi dalam tanah kaitannya dengan tekstur, struktur, konsistensi, pergerakan air
dan sifat fisik lainnya..
A. Cara Kerja Pengambilan Sampel
Ring sampel imasukkan beserta tanah kedalam plastic
Disiapkan alat dan bahan
Ring sampel ditekan dengan balok penekan untuk mengukur
jarak antar horizon tanah
Ring ditekan dengan balok penekan kemudian gunakan palu
agar ring masuk ke dalam tanah
Ring diambil dengan pisau lapang
9
Analisa Perlakuan
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah penentuan
titik pengamatan yang tepat sesuai dengan persyaratan lokasi pengambilan sampel.
Posisi peletakan ring sampel usahakan tegal lurus dan sejajar dengan permukaan
tanah serta tanah yang terambil dapat memenuhi volume ring sampel.
B. Cara Kerja Tekstur Tanah
Analisa Perlakuan
Pada pengamatan sifak fisik tanah (tekstur) metode yang digunakan berupa
metode kualitatif /feelling yaitu melalui merasakan dengan tanah melalaui pijitan
dan remasan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu dapat memebedakan proposi antara
fraksi partikel pasir , debu dan liat yang menyusun tanah.
C. Cara Kerja Konsistensi Tanah
1. Konsistensi Lembab
Disiapkan alat dan bahan
Diambil sampel tanah dengan cetok
Diberi sedikit air pada sampel
tanah
Dirasakan tektstur sampel tanah dengan tangan
Ditentukan kelas tekstur pada sampel tanah tersebut
Disapkan alat dan bahan
Diambil agregat tanah
Agregat tanah dipija dan merasakan konsistensi lembabnya
10
2. Konsistensi Basah
Analisa perlakuan
1. Konsistensi Lembab
Dalam konsitensi lembab pengamatan yang dilakukan dengan merasakan
tingkat keteguhan tanah melalui remasan adan penekanan antara ibu jari
dengan telunjuk dari beberapa tingkat tekanan yang diberikan untuk
menghancurka agregat. Perbedaan konsistensi yang dilihat dari seberapa besar
tekan yang diberikan untuk menghancurkan agregat.
2. Konsistensi Basah
Dalam pengamatan konsistensi basah ada 2 indikator yang diamati yaitu
kelekatan dan plastisitasnya. Pengujian kelekatan dilakuakn dengan cara
merasakan dengan ibu jari dan telunjuk tangan dengan melihat tingkat
kelekatannya. Sedangkan pengamatan plastisitasnya melalui pembuatan pita
dan gulungan cicin yang dapat dibentuk.
Disiapkan alat dan bahan
Diambil sampel tanah
Ditambahkan air pada sampel tanah sampai basah
Tanah dipijat dengan ibu jari dan telunjuk
Dibuat gulungan pita tanah
Dibengkokan gulungan pita tanah hingga membentuk cincin
Ulangi langkah kerja untuk sampel tanah yang lainnya
11
D. Cara Kerja Permeabilitas dan Drainase
Analisa perlakuan
Beri air secukupnya pada tanah kemudian amati kecepatan air yang meresap
ke dalam tanah tersebut termasuk katagori cepat, sedang, lambat atau agak lambat.
Catat dan dokumentasikan hasil pengamatannya
Disiapkan alat dan bahan
Ditambah air pada tanah
Diamati cepat lambatnya air merembes kedalam tanah
Dicatat dan dokumentasikan hasilnnya
12
2.3.3 DESKRIPSI SIFAT BIOLOGI TANAH
Biologi tanah adalah ilmu yang mempelajari mahluk-mahluk hidup didalam
tanah. Karena ada bagian-bagian hidup di dalam tanah, maka tanah itu disebut
sebagai “Living System” contohnya akar tanaman dan organisme lainnya di dalam
tanah. Dalam biologi tanah selain makhluk hidup yang diamati sisa-sia dari
mahluk hidup juga sebgai objek pengamatan seperti seresah dan cascing.
Cara Kerja Biologi Tanah
Analisa Perlakuan
Carilah tempat dengan permukaan yang rata di lahan tersebut. Lalu letakkan
frame ukuran 50x50cm secara acak untuk menentukan vegetasi yang akan diamati.
Kemudian amati dan analisa kondisi biodiversitas di atas tanah seperti vegetasi,
understorey, cascing dan seresah. Setelah itu, amati dan analisa kondisi
biodiversitas di bawah tanah seperti makro dan mikroorganisme dan jumlahnya.
Kemudian gali tanah dalam frame sekitar 10cm dan analisis fauna tanah yang ada
dan ambil sampel fauna yang tidak diketahui namanya.
Cari tempat dengan permukaan yang rata
Frame diletakkan secara acak
Diamati dan analisa kondisi biodiversitas di atas
tanah
Amati dan analisa kondisi biodiversitas di bawah tanah
Dengan cara menggali dan analisis fauna tanah yang ada
Catat hasil dan dokumentasikan
Pemberian Materi oleh pemateri
Disiapkan alat dan
bahan
13
2.3.4 Deskripsi Kimia Tanah
Kimia tanah adalah studi mengenai karakteristik kimiawi dari tanah. Kimia
tanah menyangkut komposisi mineral, bahan organik, dan faktor lingkungan. Selain
itu kimia tanah juga berisi tentang pengukuran pH, kelebihan dan defisiensi
(kekurangan) unsur.
Cara Kerja Pengamatan Unsur
Analisa Perlakuan
Langkah pertama yang dilakuakan yaitu mencari daun yang menunjukan
tanda-tanda defisiensi atau kelebiahan unsur hara. Amati unsur hara apa yang
bermasalah dari ciri-ciri gejala yang namapak. Jadi yang perlu dipahami adalah
perbedaan gejala kekurangan dan kelebihan darisetiap unsur hara terutama unsur
hara makro dan karakteristiknya. Serta dapat membedakan antara tanaman yang
layu karena kekeringan, terserang penyakit dengan gejalan dari defisiensi atau
kelebiahan unsur hara.
Diamati daun dan liat gejala kelebihan dan defisiensi unsur hara
Dicari daun yang kekurangan unsur
hara
Disiapkan alat tulis dan
Dokumenstasi
Dicatat hasil pengamatan
14
BAB III
KONDISI UMUM WILAYAH
3.1 Kondisi Biofisik
3.1.1 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material
maupun spiritual (Vink, 1975). Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam
dua kelompok besar yaitu (1) penggunaan lahan pertanian dan (2) penggunaan
lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian antara lain tegalan, sawah,
lading, kebun, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, dan sebagainya.
Penggunaan lahan non pertanian antara lain perkotaan atau pedesaan, industri,
rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989).
Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kelas kemampuan dan
kesesuian lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas
kemampuan lahan dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi
penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah,
kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan lahan
juga tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah permukiman, lokasi
industry, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Supermoko, 1995)
Dalam fieldtrip DIT ini, ada 3 jenis penggunaan lahan yang digunakan untuk
pengamatan, yaitu: agroforestri, hutan, dan lahan budidaya untuk tanaman semusim
(tegalan).
Secara umum, agroforestri adalah pemanfaatan lahan secara optimal dan
lestari dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit
pengelolaan lahan yang sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik,
sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang berperan serta (Henny dan Ashari,
2011).
Agroforestri yang digunakan untuk pengamatan terdiri beberapa vegetasi
didalamnya yaitu tanaman kopi merupakan tanaman budidaya yang dominan.
Terdapat pula tanaman petai cina (lamtoro) yang memang sengaja ditanam sebagai
tanaman penutup kopi. Kopi membutuhkan tempat yang ternaungi agar dapat
tumbuh dengan optimum.
Menurut Spurr (1973), hutan merupakan persekutuan antara tumbuhan dan
binatang dalam asosiasi biotis. Asosiasi ini bersama-sama dengan lingkungannya
15
membentuk suatu sistem ekologis dimana organisme dan lingkungan saling
berpengaruh didalam suatu siklus energi yang kompleks. Hutan yang digunakan
untuk pengamatan adalah hutan jati. Vegetasi yang paling dominan adalah pohon
jati. Areal hutan ini cukup luas, dibandingkan dengan areal lain yang dijadikan
tempat pengamatan.
Lahan untuk tanaman semusim berisikan tanaman budidaya. Tanaman yang
dibudidayakan di areal ini adalah cabai. Areal tanaman semusim ini kecil dan jauh
lebih kecil daripada lahan agroforestri dan hutan.
3.1.2 Tutupan Lahan
Tutupan lahan yang digunakan pada setiap titiknya berbeda-berbeda. Hal ini
disesuaikan dengan jenis penggunaan lahannya.
Pada titik 1 dengan penggunaan lahan sebagai hutan kita temukan tutupan
lahan berupa pohon jati. Pohon jadi memiliki kanopi yang rapat dan menyebabkan
kerindangan dalam suasana hutan akan tetapi dengan kanopi yang rapat, serta tajuka
yang lebar sehingga akan memepengaruhi intersepsi air huja. Pohon jati juga
memeiliki biomasa yang cukup tinggi untuk yang dikembalikan ke tanah sebagai
bahan organik
Pada titik 3 dengan penggunaan lahan sebagai lahan tanaman musiman,
tutupan lahan yang digunakan adalah tanaman cabai. Tanaman cabai meliliki
kerapatn tajuk yang tidak rapat serta biomasa yang dihasilkan juga rendah.
Pada titik 4, tutupan lahan yang digunakan adalah tanaman kopi dan tanaman
lamtoro. Namun tanaman kopi lebih mendominasi karena tanaman kopi sebagai
tanaman utama dan tanaman lamtoro hanya digunakan sebagai naungan.
Penggabungan dua macam tanaman ini sesuai dengan penggunaan lahannya yaitu
sebagai agroforestri.
3.1.3 Tingkat Pengolahan Lahan
Pengolahan tanah merupakan kegiatan manipulasi mekanik terhadap tanah
dalam budidaya pertanian yang bertujuan untuk menciptakan keadaan media tanam
(tanah) menjadi lebih baik, sehingga akar tanaman dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Pengolahan tanah menjadi sangat penting terkait dengan efek baik dan
buruk yang diciptakan kepada tanah.
16
Pada lahan pertama yang kami amati, yaitu lahan agroforestri, kondisi lahan
agroforesty cukup bagus meskipun tanah pada lahan agroforestri hanya diolah saat
memulai masa tanam, selain itu pemberian pupuk dan perawatan intensif juga
hanya saat awal masa tanam. Tingkat pengolahan lahan oleh petani di lahan
agroforestri cukup rendah dan campur tangan petani juga tidak seaktif pada
penggunaan lahan semusim, namun kondisi pertumbuhan tanaman bisa optimal.
Penggunaan lahan agroforesty bagus karena adanya interaksi antara tanaman
lamtoro yang tumbuh disana dan tanaman kopi sebagai tanaman budidaya yang
utama. Penggunaan tanaman lamtoro sebagai penaung juga berfungsi untuk
meningkatkan kesuburan tanah melalui fiksasi nitrogen serta biomasa yang
dihasilkan.
Yang kedua adalah pada hutan produksi, tingkat campur tangan manusia
disini juga rendah, lebih rendah dibanding pada lahan agroforestry, namun
kesuburan tanah disana juga terbilang subur. Biota tanah yang ditemukan di hutan
produksi cukup banyak dan seresahnya juga tebal. Pada hutan produksi, tingkat
pengolahan tanah tidak intensif selain itu pengolahan irigasi melalui air hujan.
Sehingga pada penggunaan lahan interaksi antra komponen abiotik dan biotik
semakin komplek.
Lahan tegalan yang kami kunjungi untuk pengamatan, adalah lahan dengan
campur tangan manusia yang tinggi serta pengolahan lahan yang intensif. Tanaman
yang dibudidayakan pada lahan tegalan adalah cabai, yang tidak dibarengi dengan
tanaman budidaya lain (monokultur). Pada lahan tipe seperti ini bisa di pastikan
tingkat pengolahan lahan yang intensif sepenuhnya bergantung pada manusia,
sehingga kondisi fisik, biologi dan kimia juga sangat bergantung pada tingkat
pengolahan lahan yang dilakukan oleh petani.
Pada ketiga lahan tersebut agroforestri dan hutan memiliki nilai bahan
organiknya tinggi. Jika bahan organik tinggi akan meningkatkan permeabilitas.
Bahan organik tinggi dapat meningkatkan ketersediaan usur hara. Bahan Organik
menjadi sumber bahan makanan dari organisme makro dan mikro dalam tanah. Jika
bahan organik tinggi sehingga dapat memperbaiki sifat fisik.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Diskusi
4.1.1 Hasil Deskripsi Fisiografi Tanah
NO PENGAMATAN HASIL PENGAMATAN
1 Daerah Survey Desa Kalisongo
2 Pemeta D1
3 Tanggal 5 Desember 2015
4 Sketsa Lereng TL
210o BD
5 Relief Makro Berombak
6 Relief Mikro Teras
7 Lereng Tunggal
8 Kemiringan 4%
9 Aliran Permukaan Lambat
10 Drainase Alami Baik
11 Permeabilitas Sedang
12 Genangan Tanpa Genangan
13 Pengelolahan Air Tidak Ada
14 Erosi Tidak Ada
15 Bahaya Erosi Tidak Ada
16 Padas Tidak Ada
17 Keadaan Permukaan Tidak Ada
18 Vegetasi dan
Penggunaan
Hutan
19 Vegetasi Dominan Pohon Jati
20 Sistem Penanaman Monokultur
21 Sumber Air Hujan
22 Sistem Irigasi Tadah Hujan
18
4.1.2 Hasil Deskripsi Morfologi Tanah
Penampang Simbol dan
Kedalaman
Horizon
(genetik)
Deskripsi
A
10 YR 2/2
Lempung Liat Berdebu,
Gumpal Membulat,
ukuran struktur <5 mm,
tingkat struktur sangat
halus, konsistensi lembab :
sangat gembur, konsistensi
basah : lekat-agak plastis.
Batas : angsur-ombak
A2 10 YR 2/2
Lempung liat berdebu,
Gumpal menyudut, ukuran
struktur <5 mm, tingkat
sangat halus, konsistensi
lembab : gembur,
konsistensi basah : tidak
lekat-tidak plastis. Batas :
baur-rata.
B 7,5 YR 2,5/2
Lempung berliat, Gumpal
membulat, ukuran struktur
<5 mm, tingkat struktur
sangat halus, konsistensi
lembab : gembur,
konsistensi basah : lekat-
plastis. Batas : baur-rata.
19
4.2 Hasil Pengamatan Sifat Fisik, Biologi dan Kimia Tanah (pada semua titik)
4.2.1 Pengukuran Tingkat Erosi dan Sifat Fisik Tanah
a. Data Erosi
Erosi Tingkat Deskripsi & Upaya Pengendalian
Sub Titik 1
tidak ada
erosi
pada sub titik 1 jalur satu tidak ada erosi yang
di temukan dikarenakan pada sub titik ini di
tanamani tanaman hutan yaitu tanaman jati,
jadi pada daerah ini terdapt banyak sersah
dimana sersah tersebut tidak di bersihkan oleh
pengolah setempat.
Sub Titik 3
erosi percik rendah
pada sub titik 3 di temukan erosi percik yang
tingkatannnya rendah karena pada sub titik ini
di tanamani tanaman semusim yaitu cabai
yang mana sersah yang menutup tempat ini
sedikit sehingga air langsung berkontak
langsung dengan tanah yang menyebabkan
erosi percik. pada lahan ini bisa dilakukan
pemulsaan atau juga penambahan bahan
organik untuk memperbaiki tekstur.
erosi alir sedang
pada sub titik 3 juga di temukan erosi alir
yang tingkatannya sedang, yang mana erosi
ini di sebabakan karena campur tangan
manusia untuk mengendalikan meminimalkan
kehilangan unsur hara pada tanah. Untuk
mencegah erosi yang tidak diinginkan karena
berlebihan, manajemen lahan perlu dilakukan.
Sub Titik 4
erosi percik rendah
pada sub titik 4 terdapat erosi percik yang
tingkatannya rendah. Pada sub titik ini di
tanami tanaman agroforesti yaitu tanaman
kopi yang mana tanaman kopi sersahnya tidak
banyak maka dari itu masih terdapat erosi
percik pada daerah tersebut. untuk
menanggulangi hal ini, bisa dilakukan dengan
cara merapatkan tutupan tajuk oleh tumbuhan
kanopi, sehingga bisa mengurangi gaya air
yang jatuh ke tanah.
erosi alir rendah
pada sub titik 4 juga terdapat erosi lir yang
tingkatannya sedang, erosi alir ini
dikarenakan pergerakan pertumbuhan akar
yang mendorong tanah sehingga
memperparah erosi. Kejadian ini bisa dicegah
dengan memperbaiki konsistensi dan struktur
tanah, agar pertumbuhan tanah lebih kondusif.
20
b. Data Sifat Fisik Tanah
No Sifat fisik Pengamatan
Sub titik 4
Penggunaan lahan : Agroforestri
1 struktur gumpal membulat
2 tekstur Lempung berliat
3 konsistensi Basah:
Agak lengket
Agak plastis
Lembab : gembur
4 permeabilitas Sedang,baik
5 drainase Sedang,baik
6 Pemadatan tanah Tinggi
7 Bobot isi 4,26 g.cm-3
Sub titik 1
Penggunaan lahan : hutan
1 struktur gumpal bersudut
2 tekstur Lempung berliat
3 konsistensi Basah:
Agak lengket
Agak plastis
Lembab : gembur
4 permeabilitas Sedang,baik
21
5 drainase Sedang,baik
6 Pemadatan tanah Tinggi
7 Bobot isi 3,41 g.cm-3
Sub titik 3
Penggunaan lahan : tanaman musiman
1 struktur gumpal membulat
2 tekstur Lempung berliat
3 konsistensi Basah:
Agak lengket
Agak plastis
Lembab : gembur
4 permeabilitas Sedang,cepat
5 drainase Sedang,baik
6 Pemadatan tanah Tinggi
7 Bobot isi 3,61 g.cm-3
22
4.2.2 Pengukuran Biodiversitas
Sub titik 1
Jenis Penggunan Lahan : Hutan Produksi (Tutupan Lahan : Tanaman Jati)
Tabel Pengamatan
No Pengamatan Jumlah
Frame 1 Frame 2
1 Vegetasi :
Rumput Malela Banyak Banyak
Rumput Ketepeng Sedikit Sedikit
2 Seresah : Sedang Sedang
3 Makro Organisme :
Semut Sedikit Sedikit
Cacing Banyak Banyak
4 Kascing: Banyak Banyak
Sub Titik 3
Jenis Penggunaan lahan : Lahan Semusim (Tutupan Lahan : Tanaman Cabai)
Tabel Pengamatan
No Pengamatan Jumlah
Frame 1 Frame 2
1 Vegetasi :
Cabai Sedikit Sedikit
Krokot Sedikit Sedikit
Rumput Teki - Sedikit
Rumput Malela Sedikit -
2 Seresah : Sedikit Sedikit
3 Makro Organisme :
Semut Sedikit Sedikit
4 Kascing : - -
23
Sub Titik 4
Jenis Penggunaan Lahan : Agroforestri (Tutupan Lahan: Tanaman Kopi)
Tabel Pengamatan
No Pengamatan Jumlah
Frame 1 Frame 2
1 Vegetasi :
Lamtoro Sedang Sedang
Rumput Ketepeng
Kecil
Sedang Sedikit
Rumput Bandotan Sedang Sedikit
2 Seresah : Sedikit Sedikit
3 Makro Organisme :
Semut merah Banyak Banyak
Cacing Banyak Banyak
Semut hitam Banyak Banyak
Kumbang Sedikit -
4 Kascing: Banyak Banyak
4.2.3 Pengukuran pH dan Defisiensi Hara
a. Pengukuran pH
No Sub Titik Penggunaan Lahan pH
1. Titik 1 Hutan (tanaman jati) 5,605
2. Titik 3 Semusim (tanaman cabai) 4,235
3. Titik 4 Agroforestri (tanaman kopi) 5,760
b. Tabel Hasil Pengamatan Unsur Hara
No Tanaman Gejala Kekurangan/
kelebihan unsur
Sub titik 1
1 Jati - -
Sub titik 3
1 Cabai 1. Daun menguning dari pangkal
daun
2. Daun menguning dari pinggir
1. Kekurangan
unsur N
2. Kekurangan
unsur K
Sub titik 4
1 Kopi - -
24
4.3 Pembahasan
4.3.1 Perbandingan Sifat Fisik Tanah pada Masing-Masing Penggunaan Lahan
Pada titik 4, lahan digunakan sebagai agroforesrti. Pada titik ini juga
merupakan gabungan antara tanaman tahunan dan budidaya. Tanaman utamanya
adalah tanaman kopi, dan naungannya adalah tanaman lamtoro. Keadaan tanah
pada titik 4, bertekstur lempung berliat, konsistensi dalam keadaan basah agak
lengket dan keplastisannya agak plastis. Dalam keadaan kering tanah ini memiliki
konsistensi gembur dan strukturnya adalah gumpal membulat. Permeabilitas pada
titik 4 berjalan sedang dan drainasenya baik. Hasil pengamatan Bobot Isi
pemadatan tanahnya tergolong tinggi.
Pada titik 1, lahan yang diamati adalah hutan jati. Pada lahan ini, banyak
terdapat seresah yang ada. Namun karakteristik tanahnya sendiri tidak jauh berbeda
dengan titik 4, bertekstur lempung berliat, konsistensi dalam keadaan basah agak
lengket dan keplastisannya agak plastis. Dalam keadaan kering tanah ini memiliki
konsistensi lepas dan strukturnya adalah gumpal bersudut. Permeabilitas pada titik
1 berjalan sedang dan drainasenya baik. Hasil pengamatan Bobot Isi pemadatan
tanahnya tergolong tinggi.
Pada titik 3, jenis lahan yang diamati adalah lahan untuk tanaman musiman.
Untuk tanaman budidayanya sendiri adalah tanaman cabai. Tekstur tanah pada
lahan ini lempung berliat,konsistensi pada keaaan lembab adalah sangat gembur.
Dalam keadaan basah kelekatannya sendiri adalah agak lengket dan keplastisannya
agak plastis. Untuk permeabilitas, pada titik 3 tergolong sedang dan drainase baik.
Hasil pengamatan Bobot Isi pemadatan tanahnya tergolong tinggi.
Ada hubungan antra sifat fisik dengan penggunaan lahan kaitanya dari
pengolahan tanah dan interaksi antara komponen yang terkait. Parameter yang
diamati dari kondisi tekstur, struktur, konsistensi, BI , permeabilitas dan drainase
tanah. Pada penggunaan lahan tegalan pengolahan tanh cenderung intensif sehingga
akan mempengaruhi kondisi sifat fisik tanah. Makin seringnya kegiatan olah tanah,
akan dapat menyebabkan kerusakan pada struktur tanah, sehingga mempengaruhi
berkurangnya jumlah mikroorganisme didalam tanah yang dapat membantu
kesuburan tanah itu sendiri. Pengolahan tanah intensif adalah sistem pengolahan
tanah yang melakukan penggarapan tanah secara maksimal, membalik-balikkan
tanah hingga kedalaman ± 20 cm, serta tanpa adanya pemanfaatan residu tanaman
dan gulma sebagai tutupan lahan yang melindungi tanah dari erosi dan tingginya
25
aliran permukaan tanah. Pengolahan tanah ini ditujukan untuk mendapatkan kondisi
tanah (Soil Tilth) yang baik yang mendukung pertumbuhan akar, sehingga diperoleh
hasil produksi yang diinginkan. Namun tanpa disadari dalam jangka panjang
pengolahan tanah secara intensif akan menurunkan kualitas tanah. Seperti yang
dikatakan Bergeret (1977), pengelolaan lahan yang intensif serta budidaya
monokultur tanpa rotasi dan pendaur – ulangan bahanorganik telah terbukti
mengakibatkan kelesuan lahan, hilangnya bahan organik tanah, degradasi tanah,
dan penurunan produktivitas lahan. Peranan pengolahan tanah intensif dalam
pengawetan tanah adalah sedikit sekali, bahkan dapat merugikan. Dengan
pengolahan tanah, tanah menjadi gembur dan lebih baik meneruskan air masuk ke
dalam tanah, sehingga mengurangi aliran permukaan. Namun pengaruh ini hanya
sementara, karena tanah yang diolah menjadi gembur dan lebih mudah tererosi
(Arsyad, 2006; Hakim et al., 1986).
Akibat langsung yang terjadi dengan pengolahan tanah intensif, yaitu
terjadinya pemadatan pada tanah. Pemadatan tanah terlebih lagi jika menggunakan
alat-alat berat akan berpengaruh terhadap perkembangan akar dan menghambat
pergerakan air (Islami dan Utomo, 1995). Pengolahan tanah yang intensif
menyebabkan lahan menjadi terbuka, sehingga dengan seringnya tanah terbuka
terutama antara 2 musim tanam, maka lebih riskan terhadap dispersi agregat, erosi
dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah. Kepadatan tanah
juga mempengaruhi permeabilitas tanah, dengan padatnya tanah maka porositas
akan menjadi kecil dan kontinuitas pori menjadi terhambat, maka tidak ada ruang
yang dapat dilewati airsehingga air menjadi terhambat dan tidak dapat bergerak,
erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah (Pankhurst and
Lynch, 1993)
Sedangkan penggunaan hutan produksi dan agroforesti tidak ada pengolahan
tanah yang intensif atau minim campur tangan manusia. Pengolohan pada lahan
agroforesti cenderung kearah konservasi sehingga kondisi yang diharapkan meniru
pada kondisi hutan. Pada penggunaan hutan produksi dan agroforesti banyak
biomassa yang di kembalikan ketanah terutama pada penggunaan hutan produksi.
Sehingga, bahan organik atau biomasa berperan sebagai perekat antara partikel
tanah, menciptakan struktur tanah (granulasi tanah) yang baik dan juga
meningkatkan porositas total tanah. Oleh karena itu, kepadatan tanah pada lahan
pengolah tanah konservasi menjadi rendah dan bobot isi tanah menjadi rendah
akibat ke tersediaan bahan organik tinggi. Seperti yang dikatakan Arsyad (2006),
26
bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat mengakibatkan penurunan
bobot isi tanah, peningkatan ruang pori total, ruang pori drainase cepat, serta ruang
pori drainase lambat. Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tahah. Makin padat
suatu tanah makin tinggi bobot isinya. Tingkat dan cara mengolah tanah yang
dilakukan pada suatu lahan pun mempengaruhi nilai bobot isi tanah tersebut. Tanah
yang diolah pada lahan pengolahan tanah konservasi dilakukan seminimum
mungkin hanya pada area atau alur yang akan di tanami saja.
Sesuai dengan pernyataan Sarief (1989), bahwa permukaan tanah yang
ditutupi oleh sisa-sisa tanaman atau serasah sebagai penutup tanah dari bahan
organik biasanya akan memiliki laju infiltrasi lebih besar dari pada permukaan
tanah yang terbuka.
4.3.2 Perbandingan Sifat Kimia Tanah pada Masing-Masing Penggunaan Lahan
Pengamatan dilapang menunjukkan ada beberapa perbedaan antara lahan
agroforestri, hutan produksi, dan lahan tegalan untuk ketersediaan unsur hara yang
tersedia pada setiap lahan tersebut. Pada lahan agroforestri dan hutan produksi
dapat diketahui bahwa kebutuhan unsur hara untuk tanaman di lahan tersebut
terpenuhi karena pada lahan tersebut tidak ditemukan gejala tanaman yang
kekurangan unsur hara karena pada lahan agroforestri tersebut ditanami pohon kopi
dan hutan produksi ditanami jati yang mempunyai sistem perakaran yang dalam
dan luas sehingga mampu menyerap kebutuhan unsur hara secara optimal selain itu
biomasa yang dikembalikan ke tanah cukup besar sebagai bahan organik tanah.
Pada lahan tegalan dapat diketahui bahwa kebutuhan unsur hara untuk
tanaman di lahan tersebut tidak terpenuhi, karena pada lahan tersebut ditemukan
gejala tanaman yang kekurangan unsur hara N dan K karena pada lahan tersebut
ditanami tumbuhan cabai yang mempunyai sistem perakaran yang tidak dalam dan
tidak luas sehingga penyerapan unsur hara tidak maksimal.
Hanafiah (2005) dalam Wasis (2012) juga menyebutkan bahwa hilangnya N
dari tanah juga disebabkan oleh penggunaan untuk metabolisme tanaman dan
mikrobia. Selain itu, N dalam bentuk nitrat sangat mudah tercuci oleh air hujan.
Menurut Mawardiana (2013), nitrogen merupakan salah satu unsur hara
essensial yang bersifat sangat mobil, baik di dalam tanah maupun didalam tanaman.
Selain itu, nitrogen bersifat sangat mudah larut dan mudah hilang ke atmosfer
maupun air pengairan. Kekurangan unsur nitrogen pada tanaman mengakibatkan
27
pertumbuhan tanaman tidak optimal dan menurunkan produktifitasnya. Siklus N di
hutan alam yang tidak terganggu merupakan siklus tertutup. Siklus ini merupakan
siklus internal antara tanah, tumbuhan dan mikroorganisme.
Hal ini sesuai menurut Gerson (2008), kandungan C-organik pada hutan
primer dengan kedalaman ≤ 30 cm lebih tinggi dibandingkan dengan lahan
agroforestri dan perkebunan kopi. Sedangkan pada kedalaman 30-60 cm nilai C-
organik pada lahan agroforestri lebih tinggi dibandingkan dengan hutan primer dan
perkebunan kopi. Tingginya kandungan C-organik pada hutan primer dan lahan
agroforestri dengan kedalaman ≤ 30 cm dan 30-60 cm diduga disebabkan oleh
keragaman vegetasi penyusun hutan primer dan lahan agroforestri, yaitu merupakan
penyusun utama bahan organik yang dapat dihasilkan dari sisa tanaman atau
biomassa yg di kembalikan ke tanah. Kandungan C-organik yang rendah
merupakan indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang tersedia dalam
tanah . Hal ini di sebabkan karena lapisan tanah bagian atas merupakan tempat
akumulasi bahan-bahan organik. Jatuhnya dedaunan, ranting dan batang dari
vegetasi di atasnya sebagai sumber bahan organik utama.
Menurut Ferry (2013) pemupukan N,P, dan K mempengaruhi diameter
batang, jumlah cabang primer, dan jumlah ruas atau cabang pada tanaman kopi.
Menurut Marjenah dan Hamdani (2008) pertumbuhan tanaman jati lebih pesat dan
lebih baik tanpa pemupukan dan naungan. Sedangkan menurut Joko (2003)
pemupukan NPK pada tanaman cabai sangat diperlukan, karena pertumbuhan dan
perkembangan tanaman cabai lebih baik dengan pemupukan dari pada yang tanpa
pemupukan.
Kandungan bahan organik juga dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara
dan kesuburan pada tanah. Pada lahan agroforestri dengan tanaman kopi dan hutan
produksi dengan tanaman jati sebagai tanaman budidayanya, memiliki seresah
banyak sehingga kandungan bahan organiknya banyak.
Hal tersebut didukung oleh Tisdale dan Nelson (1974) yang menyatakan
bahwa Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas
dengan proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan
bahan organik. Dalam proses mineralisasi akan dilepas mineral-mineral hara
tanaman dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah
tidak tentu dan relatif kecil. Hara N, P dan K merupakan hara yang relatif lebih
banyak untuk dilepas dan dapat digunakan tanaman.
28
Sedangkan pH tanah yang ada pada ketiga lahan tersebut termasuk tanah yang
memiliki pH asam. Pada lahan agroforestry memiliki pH tanah sebesar 5,760, hutan
produksi memiliki pH tanah sebesar 5,605, dan lahan tegalan memiliki pH sebesar
4,235. Dari hasil yang didapat diketahui bahwa pH tanah yang paling asam adalah
lahan tegalan. pH juga berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah dan pertumbuhan
tanaman. Pada lahan tegalan menunjukkan adanya gejala tanaman yang kekurangan
unsur hara N, P, dan K yang merupakan unsur hara makro. Hal ini dikarenakan
lahan tegalan memliki pH tanah yang paling asam, dimana semakin asam suatu
tanah maka unsur hara mikro lebih banyak tersedia dibandingkan dengan unsur hara
makro. Padahal tumbuhan lebih membutuhkan unsur hara makro yang cukup untuk
menunjang pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan
Nugroho (2009) bahwa reaksi tanah (nilai pH) dapat berpengaruh terhadap
penyediaan unsur hara bagi tanaman. Dan diperkuat dengan pernyataan
Kartasapoetra et al. (1987), dalam Susilawati (2008), bahwa pH tanah yang rendah
akan menyebabkan ketersediaan hara menurun dan perombakan bahan organik
terhambat.
4.3.3 Penggunaan Sifat Biologi Tanah pada Masing-Masing Penggunaan Lahan
Pada titik pertama dengan penggunaan lahan sebagai hutan, selain ada
tanaman jati sebagai tanaman utama, ditemukan juga vegetasi malela dan ketepeng.
Pada titik ini, terdapat seresah dengan jumlah cukup banyak. Sedangkan untuk
makroorganisme tanah yang ditemukan berupa cacing dalam jumlah banyak dan
semut dalam jumlah sedikit. Untuk jumlah kascing termasuk dalam kategori
banyak, karena jumlah cacing yang banyak.
Pada titik ketiga dengan penggunaan lahan sebagai lahan semusim atau
tegalan, ditemukan tanaman cabai sebagai tanaman utamanya. Selain itu juga
terdapat tanaman-tanaman lain seperti krokot, rumput teki dan rumput malela yang
masing-masing berjumlah sedikit. Pada titik ini, terdapat seresah dengan jumlah
sedikit. Sedangkan untuk makroorganisme tanahnya hanya ditemukan semut
dengan jumlah sedikit. Pada lahan ini, tidak terdapat kascing karena tidak
ditemukan cacing.
Pada titik keempat dengan penggunaan lahan sebagai agroforestri, terdapat
tanaman kopi sebagai tanaman utamanya dan lamtoro sebagai tanaman naungan.
Vegetasi lain yang terdapat pada lahan tersebut antara lain lamtoro kecil, rumput
ketepeng kecil dan rumput bandotan dengan jumlah rata-rata sedang. Pada titik ini,
29
terdapat seresah dengan jumlah sedikit. Sedangkan untuk makroorganisme
tanahnya ditemukan semut merah, semut hitam, cacing dan kumbang dengan
jumlah yang paling banyak adalah cacing. Pada lahan ini, terdapat banyak kascing
karena jumlah cacing yang terdapat pada lahan ini banyak.
Perbedaan jumlah spesies fauna tanah pada berbagai kondisi lahan
disebabkan oleh adanya keragaman jenis dan keadaan tumbuhan penutup
(Purwowidodo & Wulandari, 1998 dalam Latifah 2002). Penggunaan lahan sebagai
hutan dan agroforestri merupakan penggunaan tanpa olah tanah. Sehingga seresah
yang jatuh ke tanah terdekomposisi secara alami. Seresah adalah sumber C-organik
yang merupakan sumber energy bagi mikrobia heterotrof, semakin tinggi C-organik
maka mikrobia heterotrof semakin banyak dengan meningkatnya kandungan
karbon akan diikuti oleh populasi mikrobia tanah (Erlita Cendrasari, 2008).
Sehingga jumlah makroorganismenya juga banyak yang ditemukan. Sedangkan
pada lahan semusim tidak ditemukan banyak makroorganisme karena pada lahan
semusim pengolahan tanahnya dilakukan secara intensif. Pantone et al. (2001)
menyatakan bahwa organisme dalam tanah yang tidak diolah atau diolah minimum
lebih tinggi populasinya dibanding tanah pertanian yang diolah intensif. Sehingga
tanah pada lahan semusim lebih sedikit makroorganismenya dibanding dengan
hutan produksi dan agroforestri. Selain itu dari kondisi sifat biologi tanah juga dapat
memengaruhi kondisi sifat fisik dan kimia tanah.
Bahan organik tanah merupakan indikator dari kualitas tanah, karena
merupakan sumber dari unsur hara esensial dan memegang peranan penting untuk
kestabilan agregat, kapasitas memegang air dan strutur tanah (Handayani, 1991 cit
Handayani, 2001: hal 2). Oleh karena itu bahan organik tanah erat kaitannya dengan
kondisi tanah baik secara fisik, kimia dan biologis yang selanjutnya turut
menentukan produktivitas suatu lahan (Warder et al, 1994 cit Handayani, 2001 hal
3). Dari sifat biologi tanah, bahan organik tanah mampu mengikat butir-butir
partikel membentuk agregat dari benang hyphae terutama dari jamur mycorrhiza
dan hasil eskresi tumbuhan dan hewan lannya (Soegiman, 1982; Addiscott, 2000
cit Suriadi dan Nazam, 2005: 21)
30
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil fieldtrip di desa Kalisongo dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan
antara sifat fisik, kimia, dan biologi tanah terhadap penggunaan lahan yang telah diamati.
Titik 1 penggunaan hutan produksi bertekstur lempung berliat karena terdapat banyak
seresah, cacing dan kascing yang dapat membantu memperbanyak bahan organik. Dan
tanah tersebut juga menyediakan banyak unsur hara, maka pohon jati tidak kekurangan
unsur hara N, P, dan K.
Pada titik 3 penggunaan lahan tegalan tanaman cabai bertekstur lempung berliat,
namun di titik ini terdapat sedikit seresah, cacing, dan kascing. Penyebab tekstur lempung
berliat karena sering terjadi pengolahan, untuk ketersediaan unsur haranya sangat kurang
karena ditemukan adanya tanaman yang kekurangan unsur hara terlihat dari daun.
Pada titik 4 penggunaan lahan agroforestry bertekstur lempung berliat karena
terdapat sedikit seresah, namun cacing dan kascing cukup banyak. Oleh sebab itu, di titik
ini terdapat bahan organik yang banyak dan tanahnya tersedia unsur hara bagi tanaman,
maka tanaman tidak ada yang kekurangan unsur hara.
Dari ke tiga titik antara penggunaan hutan produksi, agroforestri, dan musiman.
Penggunaaan lahan yang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi yang paling baik dalam
mendukung kesuburan tanah adalah penggunaan hutan produksi.
5.2 SARAN
Pelaksanaan fieldtrip sudah cukup baik tapi hanya saja kurangnya efisiensi waktu,
seharusnya pengaturan waktu lebih baik lagi dan perlu diperhatikan lagi waktu
pengerjaan laporan terlalu singkat .
31
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Bergeret, A. 1977. Ecologically Viabble System of Production. Ecodevelopment New. 3
October 1977: 3-26.
Cendrasari, Erlita. 2008. Efektivitas Berbagai Kualitas Seresah Dari Tithonia diversifolia,
Tephrpsia candida, dan Kaempferia galangal Terhadap Pengambatan Potensial
Nitrifikasi dan Populasi Bakteri Nitrifikasi di Alfisols, Jumantono [Skripsi] Jurusan Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tidak diterbitkan.
Departemen Kehutanan danPerkebunan Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial, 1999.
Djaenuddin, Marwan H., H. Subagyo., Mulyani, Anny., Suharta. 2003. Kriteria Kesesuaian
Lahan Untuk Komoditas Pertanian Versi 4. Jakarta: Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Ferry, Yulius Dan Rusli. 2013. Pengaruh Dosis Mikoriza Dan Pemupukan NPK Terhadap
Pertumbuhan Dan Reproduksi Kopi Robusta Di Bawah Tegakan Kelapa Produkitf.
Sukabumi Jawa Barat.
Hakim, et al.1986.Dasar-dasar Ilmu Tanah.Universitas Lampung Press. Lampung.
Handayani, I.P. 2001. Fraksional Pool Bahan Organik Tanah Labil Pada Lahan Hutan dan Lahan
Pasca Deforestasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3 No 2. 2001 Hal 75-83.
Handayani, I.P. 2001. Fraksional Pool Bahan Organik Tanah Labil Pada Lahan Hutan dan
Lahan Pasca Deforestasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 3 No 2.
Islami, T. dan Wana Hadi Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang
Press. Semarang.
Latifah U. 2002. Keanekaragaman Mesofauna TanahPada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di
Curug Cilember, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor [skripsi] Jurusan Manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Marjenah dan Panduwinata, Hamdani . 2008. Pengaruh Pemupukan Dan Naungan Terhadap
Perubahan Warna Daun Dan Kandungan Klorofil Pada Semai Jati. Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman . Kalimantan
32
Pankhurst, C.E. and J.M. Lynch. 1993. The role of soil biota in sustainable agriculture. Pp 3-
9. InC.E. Pankhurst, B.M. Daube, V.V.S.R. Gupta, and P.R. Grace (Eds.) Soil Biota:
Management in Sustainable Farming Systems. CSIRO Press, Melbourne, Australia.
Pantone at al. 2001. Guide to Communication With Color. United States of America : Grafix
Press
Purnomo, Joko .2003. Pemupukan Berimbang Pada Tanaman Cabai Pada Tanah Typic
Hapludands. Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitan Tanah Bogor. Bogor.
Sarief, E.S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung
Soegiman.1982. Ilmu Tanah. Bogor: IPB
Sudiono, S. 2006. Pengaruh Fungisida dan Waktu Aplikasi Terhadap Penyakit Antraknosa
Buah Cabai. LAPTUNILAPP.
Suriadi, Ahmad dan Nazam M. 2005. Penilaian Kualitas Tanah Berdasar Kandungan Bahan
Oganik Di Kabupaten Bima www.ntb.litbang.deptan.go.id
Tohari et al. 2008. Layanan Lingkungan Pohon Pelindung pada Sumbangan Hara dan
Produktivitas Agroekosistem Kopi. Pelita Perkebunan. Yogyakarta.
Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wasis, Basuki, Fathi, Nuri. 2011. Pengaruh Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Semai
Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) Pada Media Tanah Bekas Tambang Emas (Tailing).
Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 02 No. 01 April 2011, Hal. 14 – 18. Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan, IPB
Mawardiana. 2013. Pengaruh Residu Biochar dan Pemupukan NPK terhadap Sifat Kimia
Tanah dan Pertumbuhan serta Hasil Tanaman Padi Musim Tanam Ketiga. Jurnal
Konservasi Sumber Daya Lahan 1 (1): 16 - 23.
Kartasapoetra et al. 1987. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk Merahabilitisnya.
Jakarta: Bina Aksara
Susilowati, Endang. 2008. Sains Kimia Prinsip dan Terapannya 2B. Solo: Tiga Serangkai.
Nugroho, Yusanto. 2009. Analisis Sifat Fisik-Kimia dan Kesuburan Tanah pada Lokasi
Rencana Hutan Tanaman Industri P.T Prima Multibuwana. Hutan Tropis Borneo. 10(27)
: 222-229.
33
Konsistensi
Basah: Agak
lekat
Konsistensi
Basah: Agak
Plastis
Konsistensi:
Lembab
Pengambilan
Sampel: Tanah
BI & BJ
Tekstur Tanah
Ring Sampel Kamera HP Alat Tulis
Pisau Lapang
Balok Penekan
LAMPIRAN
Sub Titik 1 : Hutan (Tutupan Lahan: Tanaman Jati)
1. Aspek Fisika Tanah
a. Sifat-sifat Fisik Tanah
Alat & Bahan:
Hasil Pengamatan:
b. Jenis Erosi : Pada Hutan produksi Tidak terdapat Erosi
34
Pengukuran
Seresah
Gulma
Frame 50 cm x
50 cm
Sekop kecil Alat Tulis Kamera HP
Cacing Kascing
Alat Tulis Kamera HP
T
i
d
a
k
a
d
a
T
a
n
a
m
a
n
2. Aspek Biologi
a. Pengukuran Biodiversitas
Alat:
Hasil Pengamatan :
3. Aspek Kimia
a. Unsur Hara
Alat:
Hasil Pengamatan :
Tidak ada tanaman jati yang
kekurangan unsur hara
35
Menentukan
struktur tanah
tiap horizon
Menentukan
warna tanah
tiap horizon
Membedakan
tiap horizon
Menentukan
tekstur tanah
tiap horizon
Pengukuran
panjang
horizon
Penentuan
horizon
Alat Tulis Pisau Lapang
Buku
Munsell Soil
Chart
Sabuk Profil Meteran Kamera HP
Sub Titik 2 : Pedologi
a. Deskripsi Tanah
Alat dan Bahan:
Hasil Pengamatan :
36
Erosi percik
Penentuan
tekstur
Alat Tulis Kamera HP
b. Deskripsi Lokasi
:
Sub Titik 3 : Semusim (Tutupan Lahan: Tanaman Cabai)
1. Aspek Fisika Tanah
a. Sifat-sifat Fisik Tanah
Alat:
Hasil Pengamatan :
b. Jenis Erosi
37
Kekukarang
unsur N
Kekurangang
unsur K
Rumput teki Krokot Meniran Cabai
Frame 50 cm x
50 cm
Sekop kecil Alat Tulis Kamera HP
Alat Tulis Kamera HP
2. Aspek Biologi
Pengukuran Biodiversitas
Alat:
Hasil Pengamatan :
3. Aspek Kimia
a. Unsur Hara
Alat:
Hasil Pengamatan :
38
Konsistensi basah:
agak lengket
Konsistensi basah:
plastis
Penentuan tekstur
Alat Tulis Kamera HP
Frame 50 cm x
50 cm
Sekop kecil Alat Tulis Kamera HP
Sub Titik 4 : Semusim (Tutupan Lahan: Tanaman Cabai)
1. Aspek Fisika Tanah
a. Sifat-sifat Fisik Tanah
Alat:
Hasil Pengamatan :
b. Jenis Erosi
Erosi Percik
2. Aspek Biologi
Pengukuran Biodiversitas
Alat:
39
Kascing Cacing Kumbang
Rumput Ketepeng Lamtoro Bandotan
Alat Tulis Kamera HP
Hasil Pengamatan:
3. Aspek Kimia
Unsur Hara
Alat:
Hasil Pengamatan : Tidak ada tanaman yang kekurangan unsur hara