laporan pengembangan formula

27
LAPORAN PRAKTIKUM PENGEMBANGAN FORMULA PEMANFAATAN TEPUNG LABU KUNING DAN TEPUNG TEMPE RENDAH LEMAK SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN FORMULA ENTERAL DIET DIABETES MELITUS Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Formula yang dibimbing oleh Yohannes Kristianto, Grad. Dip. Food, MFT Oleh: Desy Dwi Puspitasari 1203400001 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA IV GIZI MALANG 2012

Upload: chlarissa-wahab

Post on 28-Oct-2015

1.156 views

Category:

Documents


116 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pengembangan Formula

LAPORAN PRAKTIKUM PENGEMBANGAN FORMULA

PEMANFAATAN TEPUNG LABU KUNING

DAN TEPUNG TEMPE RENDAH LEMAK SEBAGAI

BAHAN DASAR PEMBUATAN FORMULA ENTERAL

DIET DIABETES MELITUS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Formula

yang dibimbing oleh Yohannes Kristianto, Grad. Dip. Food, MFT

Oleh:

Desy Dwi Puspitasari

1203400001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN GIZI

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV GIZI

MALANG

2012

Page 2: Laporan Pengembangan Formula

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus masih merupakan masalah kesehatan utama di

Indonesia. Diabetes Melitus tipe 2 merupakan 90% dari seluruh kasus

kejadian diabetes. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya

kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi Diabetes Melitus

tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO (World Health Organization)

memprediksi kenaikan jumlah penyandang Diabetes Melitus di Indonesia dari

8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi

kenaikan jumlah penyandang Diabetes Melitus dari 7 juta pada tahun 2009

menjadi 12 juta pada tahun 2030 (Perkeni, 2011).

Diabetes Melitus didefinisikan sebagai suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2010). Kondisi

hiperglikemia kronik (menahun) pada Diabetes Melitus menyebabkan

kenaikan kadar radikal bebas, yaitu melalui proses autooksidasi glukosa,

glikasi protein, dan jalur poliol (Yasa et al., 2009).

Pembentukan radikal bebas akibat hiperglikemia dapat menyebabkan

kondisi stress oksidatif yang memicu berbagai macam komplikasi pada

diabetes. Stres oksidatif timbul bila pembentukan reactive oxygen spesies

(ROS) melebihi kemampuan sel dalam mengatasi radikal bebas yang

melibatkan sejumlah enzim dan vitamin yang bersifat antioksidan, sehingga

terjadi penurunan kapasitas antioksidan endogen (Kumar et al., 2004 dan

Sheridan et al., 2006 dalam Dewi, 2012).

Akibat adanya penurunan kapasitas antioksidan endogen, tubuh

memerlukan pasokan antioksidan dari luar (eksogen/ non enzimatis) yang

terdiri dari vitamin C, vitamin E, dan β-karoten. Antioksidan ini bekerja

dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau

Page 3: Laporan Pengembangan Formula

dengan cara menangkapnya. Antioksidan enzimatis dan antioksidan non

enzimatis tersebut bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam

tubuh (Tilak dan Devasagayam, 2006).

Selain vitamin C, E, dan β karoten, beberapa flavonoid yang terdapat

pada tumbuhan terbukti berpotensi sebagai antioksidan. Salah satu komponen

flavonoid yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah isoflavon yang

merupakan kelompok terbesar dalam golongannya. Isoflavon dalam bahan

pangan terdapat dalam dua bentuk, yaitu isoflavon glukosida dan isoflavon

aglikon (Nakajima et al., 2005). Bentuk aglikon dari isoflavon adalah

daidzein, genistein, dan glycitein. Genistein dan daidzein adalah senyawa

isoflavon terbesar dan merupakan senyawa fenol heterosiklik yang

mempunyai struktur mirip estrogen (estrogen-like). Mekanisme isoflavon

yang telah diteliti pada hewan dan manusia yaitu meningkatkan ekskresi asam

empedu, menurunkan metabolisme kolesterol, meningkatkan hormone tiroid,

dan mengurangi rasio insulin : glukagon (Potter, 1998 dalam Yousef et al.,

2004).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji pengaruh β-karoten

dan isoflavon pada penderita diabetes. Penelitian yang dilakukan oleh

Maritim et al. (2002) untuk menguji pengaruh β-karoten terhadap oksidatif

stress pada tikus normal dan tikus diabetes menunjukkan bahwa pemberian β-

karoten selama 14 hari mampu merubah kondisi stress oksidatif pada tikus.

Pada Diabetes Melitus tipe 2 (NIDDM), Levy et al. (1999) menyatakan

bahwa pemberian β-karoten mampu mengubah status antioksidan dalam

tubuh penderita diabetes.

Penelitian yang dilakukan oleh Suarsana (2010) menunjukkan bahwa

isoflavon (daidzein dan genistein) mampu menghambat aktivitas enzim α-

glukosidase dengan daya hambat sebesar 11,89% serta memiliki daya

antihiperglikemik. Hal tersebut didukung pula dengan penelitian yang

dilakukan oleh Liu et al (2006) bahwa genistein berperan dalam regulasi

sekresi insulin dalam sel beta pankreas melalui cAMP-Dependent Protein

Kinase Pathway.

Page 4: Laporan Pengembangan Formula

Beta karoten dan isoflavon dapat dengan mudah diperoleh dari bahan

makanan yang sering dikonsumsi sehari-hari. Salah satu bahan makanan

sumber β-karoten adalah labu kuning, dengan kadar cukup tinggi yaitu 22.281

µg/100 gram (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian), lebih tinggi

dibandingkan wortel (63,67 µg/100 gram) dan ubi jalar merah (17.436,75

µg/100 gram). Selain mengandung β-karoten sebagai antioksidan, labu

kuning merupakan sayuran dengan indeks glikemik rendah, dan merupakan

bahan makanan dengan jenis karbohidrat kompleks karena kandungan

seratnya yang tinggi, yaitu 3,48% (Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian). Serat merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan untuk

mengendalikan gula darah pada penderita diabetes melitus. Afriansyah (2003)

dalam Nadimin (2009) mengemukakan bahwa konsumsi makanan tinggi

serat, terutama serat larut air dapat memperbaiki kontrol gula darah penderita

diabetes melitus tipe 2.

Bahan makanan yang dapat digunakan sebagai sumber isoflavon adalah

bahan makanan berbasis kedelai. Salah satu bahan pangan olahan berbasis

kedelai adalah tempe, dengan kadar isoflavon 48.873 mg/100 gram.

Keunggulan tempe dibandingkan dengan olahan kedelai lainnya adalah

kandungan senyawa isoflavon dalam bentuk aglikon dan terbentuknya

senyawa isoflavon baru, yaitu faktor-2 yang tidak terdapat pada kedelai,

karena telah mengalami proses fermentasi oleh kapang Rhyzopus oryzae.

Toru et al. (2000) dalam Suarsana et al. (2012) menyatakan bahwa isoflavon

dalam bentuk aglikon diabsorbsi lebih baik bila dibandingkan dengan bentuk

glukosida, sehingga memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi.

Pengolahan labu kuning dan tempe menjadi tepung merupakan suatu

bentuk upaya pemanfaatan pangan lokal menjadi bahan makanan yang lebih

bermanfaat, khususnya di bidang kesehatan, yaitu sebagai bahan dasar

pembuatan formula enteral. Pengolahan menjadi tepung akan meningkatkan

daya simpan, karena berkurangnya kadar air, serta meningkatnya nilai gizi

per total padatan. Tepung tempe yang dihasilkan mengandung lemak

sebanyak 24,7%, sehingga memiliki kemungkinan sukar larut dalam air yang

mengakibatkan timbulnya endapan pada formula pengembangan. Untuk itu,

Page 5: Laporan Pengembangan Formula

lemak pada tempe dihilangkan untuk meningkatkan kelarutan formula enteral

yang dihasilkan.

Selama ini, formula enteral sebagian besar berbasis susu skim sebagai

sumber protein, sehingga harganya relatif mahal. Untuk itu, perlu dilakukan

upaya untuk mengurangi kecenderungan terhadap susu skim melalui

penggunaan tepung tempe sebagai sumber protein dengan harga yang lebih

murah. Harga yang murah dengan manfaat yang besar bagi kesehatan,

diharapkan dapat dipergunakan oleh masyarakat sebagai alternatif diet

diabetes mellitus tipe 2.

Sebagai seorang ahli gizi, harus mampu membuat/mengembangkan

suatu formula baru yang manfaatnya dapat mengimbangi atau bahkan

melebihi formula enteral komersial, yang harganya relatif lebih mahal,

sehingga dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan masyarakat. Tugas ahli

gizi dalam pengembangan formula adalah menentukan komposisi zat gizi

dalam suatu produk, untuk mewujudkan Svastha Harena, yaitu sehat melalui

makanan. Dalam hal ini diharapkan formula yang dikembangkan bisa

dijadikan sebagai obat untuk menangani Diabetes Melitus Tipe 2.

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan pengembangan tepung labu

kuning dan tepung tempe rendah lemak sebagai bahan dasar pembuatan

formula enteral diet diabetes melitus tipe 2.

B. Tujuan Pengembangan

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh proporsi tepung labu kuning + tepung tempe dan

tepung susu skim terhadap mutu fisik, nilai gizi secara empiris, dan

kepadatan energi formula pengembangan

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis viskositas formula enteral pengembangan

b. Menghitung nilai gizi formula enteral pengembangan secara empiris,

meliputi energi, karbohidrat, protein, lemak, β-karoten, isoflavon

c. Menghitung kepadatan energi formula pengembangan

Page 6: Laporan Pengembangan Formula

BAB II

METODE PENGEMBANGAN

A. Jenis dan Desain Pengembangan

1. Jenis Pengembangan

Pengembangan ini merupakan pengembangan eksperimental

laboratorium untuk menganalisis mutu fisik (viskositas), nilai gizi

(energi, karbohidrat, protein, lemak, beta karoten, isoflavon), dan

kepadatan energi formula enteral pengembangan.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan perlakuan yaitu proporsi tepung labu kuning + tepung tempe

rendah lemak : tepung susu skim sebagai bahan dasar pembuatan formula

enteral. Perlakuan terdiri dari 4 taraf perlakuan tanpa dilakukan replikasi,

sehingga jumlah unit penelitian adalah 4 unit. Rancangan penelitian

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Taraf Perlakuan dan Unit Percobaan

Taraf Perlakuan (%)

Tepung Labu Kuning + Tepung Tempe Rendah Lemak :

Tepung Susu Skim

Replikasi

P1 (100:0) X11

P2 (90:10) X21

P3 (80:20) X31

P4 (70:30) X41

Keterangan:

X11, X21, X31, X41 : unit penelitian

B. Resep Dasar dan Resep Pengembangan

Pada pengembangan ini tidak ada resep dasar, karena yang digunakan sebagai

pembanding adalah formula enteral komersial, yaitu Diabetasol. Resep

pengembangan formula disajikan pada Tabel 2.

Page 7: Laporan Pengembangan Formula

Tabel 2. Perbandingan Komposisi Bahan pada Setiap Taraf Perlakuan

Bahan P1

(100:0)

P2

(90:10)

P3

(80:20)

P4

(70:30)

Tep. Labu kuning + Tep.

Tempe Rendah Lemak 25.80 23.22 20.64 18.06

Tep. Susu skim 0.00 2.58 5.16 7.74

Minyak kelapa 6.60 6.60 6.60 6.60

Maltodextrin 21.60 21.60 21.60 21.60

Gula pasir 6.00 6.00 6.00 6.00

C. Tempat dan Waktu Pengembangan

1. Tempat Pengembangan

Pengembangan dilakukan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.

2. Waktu Pengembangan

Pengembangan dilaksanakan pada tanggal 6 – 15 Januari, meliputi:

a. pembuatan tepung tempe pada tanggal 6 Januari 2013,

b. pembuatan tepung tempe rendah lemak pada tanggal 6 – 7 Januari

2013,

c. pembuatan tepung labu kuning pada tanggal 10 - 12 Januari 2013

d. pembuatan formula enteral pengembangan pada tanggal 15 Januari

2013

D. Variabel Pengembangan

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah proporsi tepung labu

kuning + tepung tempe rendah lemak : tepung susu skim.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah:

a. mutu fisik (viskositas),

Page 8: Laporan Pengembangan Formula

b. nilai gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak, beta karoten,

isoflavon), dan

c. kepadatan energi formula enteral pengembangan.

E. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Alat untuk pembuatan formula enteral

Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung labu kuning dan

tepung tempe adalah: baskom, pisau, tampah, loyang, oven, blender,

ayakan, sendok, panci, serok, risopan, entong plastik, timbangan

bahan, kompor.

Alat yang digunakan untuk pembuatan tepung tempe rendah

lemak adalah : gelas ukur, erlenmeyer, penangas, pengaduk,

magnetic stirrer, loyang, kain saring, sendok, plastik.

Alat yang digunakan untuk pembuatan formula enteral DM

adalah sendok, piring, gelas ukur, dough mixer, solet, dan plastik.

b. Alat untuk analisis

Alat yang digunakan untuk menganalisis mutu fisik formula

enteral DM adalah gelas ukur, sendok, timbangan triple beam,

mangkok, timbangan digital analitik, viskometer, gelas piala 25 ml

dan termometer.

Alat yang digunakan untuk menghitung nilai gizi dan

kepadatan energi formula enteral pengembangan adalah DKBM,

kalkulator, alat tulis.

2. Bahan

a. Bahan untuk pembuatan formula enteral

Bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung labu kuning

adalah labu kuning lokal varietas Bokor (Cerme) yang mengkal

(setengah matang dengan warna kulit hijau tua kekuningan) dengan

umur panen 3 bulan dan berat rata-rata 3 ± 0,1 kg, sedangkan bahan

yang digunakan untuk pembuatan tepung tempe rendah lemak adalah

tempe dan n-heksana.

Page 9: Laporan Pengembangan Formula

Bahan yang digunakan untuk pembuatan formula enteral

adalah tepung labu kuning, tepung tempe rendah lemak, tepung susu

skim, minyak kelapa, maltodekstrin, dan gula pasir

b. Bahan untuk analisis

Bahan yang diperlukan untuk analisis mutu fisik adalah

formula enteral pengembangan, sedangkan bahan yang diperlukan

untuk menghitung kepadatan energi adalah hasil perhitungan nilai

gizi formula enteral pengembangan secara empiris

F. Metode Penelitian

Penelitian meliputi persiapan bahan untuk pembuatan tepung labu

kuning dan tepung tempe rendah lemak, yaitu labu kuning varietas Bokor

(Cerme) dan tempe. Prosedur pembuatan tepung labu kuning adalah sebagai

berikut:

Pengambilan labu kuning setengah matang

(warna kulit hijau semburat kekuningan)

Kulit labu kuning dikupas dan dicuci hingga bersih dengan air mengalir

Setelah dicuci bersih, labu dipotong dengan ukuran 3 x 5 x 10 cm

Labu diblanching dengan cara dikukus dengan uap air selama ±3 menit

Potongan labu kuning diparut kasar dengan ketebalan 0,1 – 0,3 cm dan

hasilnya disebut sawut

Sawut labu kuning dikeringkan dengan pengering kabinet pada suhu 70°C

selama ±22 jam

Labu kuning yang sudah kering digiling menggunakan gilingan tepung, untuk

selanjutnya diayak dengan ayakan 80 mesh

Tepung labu kuning

Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Tepung Labu Kuning (Modifikasi dari

Hendrasty, 2003)

Page 10: Laporan Pengembangan Formula

Prosedur pembuatan tepung tempe rendah lemak dilakukan dalam dua

tahap. Tahap pertama adalah pembuatan tepung tempe:

Tempe segar

Diiris tipis dengan ukuran 2 x 1 x 0,1 cm

Potongan tempe dikukus selama ±10 menit

Ditiriskan dan diratakan dalam loyang

Tempe dikeringkan dalam oven dengan suhu 70°C selama ±12 jam

Tempe yang sudah kering selanjutnya digiling hingga halus

Diayak dengan ayakan 80 mesh

Tepung tempe

Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Tepung Tempe (Modifikasi dari Murni)

Tahap kedua merupakan tahap pembuatan tepung tempe rendah lemak

yang dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

Tepung tempe

Melakukan ekstraksi soxhlet dengan larutan n-heksana

Residu yang dihasilkan (tepung tempe rendah lemak) dikeringkan selama satu

hari dalam suhu ruang

Dikeringkan lagi dalam oven pada suhu 70°C selama 1 jam untuk

menguapkan sisa pelarut

Tepung tempe rendah lemak

Gambar 3. Diagram Alir Pengolahan Tepung Tempe Rendah Lemak

(Modifikasi dari Handayani, 2005)

Tepung labu kuning dan tepung tempe rendah lemak yang sudah jadi

kemudian diolah menjadi formula enteral instan. Mula-mula dibuat formulasi

campuran tepung labu kuning dan tepung tempe rendah lemak dengan

perbandingan 58 : 42. Selanjutnya formulasi tepung labu kuning + tepung

Page 11: Laporan Pengembangan Formula

tempe rendah lemak diformulasi kembali dengan bahan-bahan penyusun

lainnya, yaitu tepung susu skim, minyak kelapa, maltodekstrin, dan gula

pasir. Komposisi formula enteral tiap taraf perlakuan disajikan pada Tabel 2.

Pembuatan formula enteral instan dilakukan melalui prosedur sebagai

berikut:

Bahan-bahan ditimbang sesuai dengan Tabel 2. untuk tiap taraf perlakuan

Mencampurkan tepung labu kuning + tepung tempe, tepung susu skim,

maltodekstrin dan gula pasir

Homogenisasi dengan menggunakan dough mixer dan menambahkan minyak

kelapa sedikit demi sedikit

Formula enteral yang dihasilkan ditimbang sebanyak 60 gram untuk masing-

masing taraf perlakuan, dikemas, dan diberi label

Penyajian formula enteral dilakukan dengan cara menyeduh 60 gram formula

dengan air hangat hingga mencapai 250 ml larutan

Gambar 4. Diagram Alir Pengolahan Formula Enteral DM

Selanjutnya dilakukan analisis mutu fisik (viskositas), nilai gizi (energi,

karbohidrat, protein, lemak, beta karoten, isoflavon), dan kepadatan energi

formula enteral pengembangan.

G. Metode Analisis

1. Analisis Mutu Fisik

Analisis mutu fisik meliputi viskositas (Muchtadi dan Sugiyono,

1992) yang disajikan pada Lampiran 1.

2. Analisis Nilai Gizi

Analisis nilai gizi dilakukan secara empiris dengan cara melihat

nilai gizi bahan makanan yang ada pada DKBM (Daftar Komposisi

Bahan Makanan) (2004) dan berbagai hasil penelitian, dimana

kandungan gizi masing-masing bahan disajikan pada Lampiran 2.

Page 12: Laporan Pengembangan Formula

3. Analisis Kepadatan Energi

Analisis kepadatan energi formula enteral DM ditetapkan

menggunakan faktor Atwater melalui perhitungan yang disajikan pada

Lampiran 3.

H. Instrumen Analisis Data

Instrumen untuk analisis data adalah laptop, Microsoft Word 2007,

Microsoft Excel 2007, SPSS 17.0 dan alat tulis.

I. Rencana Penyajian Hasil

Mutu fisik (viskositas), nilai gizi (energi, karbohidrat, protein, lemak,

beta karoten, isoflavon), dan kepadatan energi disajikan dalam bentuk grafik.

Page 13: Laporan Pengembangan Formula

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Viskositas Formula Enteral Pengembangan

Viskositas formula enteral yang dihasilkan berkisar antara 4-14

centipoise (cPs). Hasil analisis viskositas untuk masing-masing taraf

perlakuan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Viskositas Formula Enteral Pengembangan

Gambar 5. menunjukkan bahwa viskositas mengalami penurunan

seiring dengan penurunan komposisi campuran tepung labu kuning dan

tepung tempe. Hal tersebut disebabkan oleh sifat bahan, yaitu labu kuning

yang bersifat polimerik, semakin polimerik suatu bahan, viskositas akan

semakin meningkat, begitu juga sebaliknya semakin elemental suatu bahan,

viskositas akan semakin rendah. Sifat polimerik pada labu kuning berkaitan

erat dengan kandungan pati di dalamnya. Saat proses pengolahan

(pemanasan), pati akan mengalami gelatinisasi, sehingga dapat meningkatkan

viskositas sistem koloid. Sebagaimana dijelaskan Luh (1980) dalam

Pudjirahaju et al. (2008) bahwa dalam keadaan dingin, besarnya viskositas

sistem terdispersi pati-air hanya berbeda sedikit dengan viskositas air. Hal ini

disebabkan oleh ikatan antara pati-pati masih cukup kuat sehingga air sulit

diserap.

0

2

4

6

8

10

12

14

P1 P2 P3 P4

14

8 7

4

Vis

kosi

tas

(cP

s)

Taraf Perlakuan

Page 14: Laporan Pengembangan Formula

Dalam granula pati, molekul-molekul amilosa dan amilopektin terikat

melalui ikatan hydrogen dengan gugus hidroksil pada molekul lain. Apabila

dipanaskan, ikatan antara molekul pati menjadi lemah dan mudah dilalui air

sehingga molekul air bebas masuk di antara molekul pati. Ukuran partikel

menjadi besar dan terjadi pengembangan.

Viskositas merupakan salah satu karakteristik yang paling penting pada

makanan semi padat dan formula enteral (Howard, 1987). Hal ini dikarenakan

viskositas sangat berpengaruh pada keberhasilan formula enteral untuk dapat

melewati pipa karet dengan penampang diameter 4 mm (Purnawan, 1982)

tanpa mengalami penjendalan.

B. Nilai Gizi Formula Enteral Pengembangan

1. Energi Formula Enteral Pengembangan per Sajian (60 gram)

Kandungan energi dalam formula enteral berkisar antara 258,4 –

259,1 kkal. Meskipun dengan rentang peningkatan yang kecil (0,2 – 0,3

kkal), peningkatan komposisi tepung susu skim cenderung meningkatkan

nilai energi formula pengembangan. Kandungan energi formula

pengembangan masing-masing taraf perlakuan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Nilai Energi Formula Enteral Pengembangan

Gambar 6. menunjukkan bahwa kandungan energi dalam formula

enteral pengembangan mengalami peningkatan yang sangat sedikit, yaitu

0306090

120150180210240270

P1 P2 P3 P4

258.4 258.7 258.9 259.1

Ene

rgi (

kkal

)

Taraf Perlakuan

Page 15: Laporan Pengembangan Formula

0,2-0,3 kkal, sehingga dapat dikatakan tidak mengalami peningkatan

yang berarti. Kandungan energi formula enteral pengembangan relatif

sama dengan kandungan kalori formula enteral Diabetasol, yaitu 254

kkal. Kandungan energi yang relatif tidak mengalami perubahan

disebabkan karena komposisi susu skim yang diberikan tidak terlalu

banyak, meskipun kandungan lemak pada susu skim cenderung lebih

tinggi dibandingkan dengan campuran tepung labu kuning + tepung

tempe rendah lemak.

2. Karbohidrat Formula Enteral Pengembangan

Kandungan karbohidrat dalam formula enteral pengembangan

berkisar antara 40,7 – 41,0 g, dan cenderung mengalami penurunan

seiring dengan menurunnya komposisi campuran tepung labu kuning +

tepung tempe rendah lemak. Kandungan karbohidrat formula enteral

pengembangan disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Kandungan Karbohidrat Formula Enteral Pengembangan

Gambar 7. menunjukkan bahwa penurunan komposisi campuran

tepung labu kuning + tepung tempe rendah lemak cenderung menurunkan

kandungan karbohidrat formula enteral pengembangan namun hanya

sedikit, yaitu sekitar 0,1 g sehingga dapat dikatakan tidak mengalami

penurunan yang berarti. Kandungan karbohidrat dalam formula enteral

pengembangan masih sesuai dengan standar kebutuhan Diabetes Melitus

0

10

20

30

40

P1 P2 P3 P4

41.0 40.9 40.8 40.7

Kar

bo

hid

rat

(g)

Taraf Perlakuan

Page 16: Laporan Pengembangan Formula

menurut Perkeni, yaitu sebanyak 60-70%, begitu pula dengan formula

enteral Diabetasol yang memenuhi kebutuhan karbohidrat sebanyak 62%.

Kandungan karbohidrat yang relatif tetap disebabkan oleh penurunan

komposisi campuran tepung labu kuning + tepung tempe rendah lemak

yang sedikit, meskipun kandungan karbohidrat campuran tepung labu

kuning + tepung tempe rendah lemak (55,31 g/100g) lebih besar daripada

tepung susu skim (51,5 g/100g).

3. Protein Formula Enteral Pengembangan

Kandungan protein pada formula enteral pengembangan berkisar

antara 8,4-8,6. Meskipun nampak terjadi peningkatan, kandungan protein

cenderung tetap dan tidak mengalami perubahan. Kandungan protein

formula enteral pengembangan disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Kandungan Protein Formula Enteral Pengembangan

Gambar 8. menunjukkan bahwa proporsi tepung labu kuning +

tepung tempe rendah lemak tidak berpengaruh pada kandungan protein

formula enteral, karena kecenderungan peningkatan protein sangat kecil,

yaitu hanya 0,1 g. Kandungan protein formula enteral pengembangan

sudah sesuai dengan standar kebutuhan protein bagi Diabetes Melitus

menurut Perkeni, yaitu 10-15%. Kandungan protein pada formula enteral

Diabetasol tidak dapat dianalisis karena tidak didapatkan data mengenai

kadar protein pada kemasan Diabetasol. Kandungan protein yang relatif

0.0

1.5

3.0

4.5

6.0

7.5

9.0

P1 P2 P3 P4

8.4 8.5 8.5 8.6

Pro

tein

(g)

Taraf Perlakuan

Page 17: Laporan Pengembangan Formula

tetap disebabkan oleh komposisi susu skim yang diberikan hanya sedikit,

meskipun kandungan protein susu skim (35,7 g/100g) lebih besar

dibandingkan campuran tepung labu kuning + tepung tempe rendah

lemak (32,49 g/100g).

4. Lemak Formula Enteral Pengembangan

Kandungan lemak formula enteral pengembangan adalah 6,8 g, dan

sama pada masing-masing taraf perlakuan. Kandungan lemak disajikan

pada Gambar 9.

Gambar 9. Kandungan Lemak Formula Enteral Pengembangan

Gambar 9. menunjukkan bahwa kandungan lemak pada formula

enteral tidak mengalami perubahan pada masing-masing taraf perlakuan.

Hal ini berarti proporsi tepung labu kuning + tepung tempe rendah lemak

tidak berpengaruh pada kandungan lemak formula enteral

pengembangan. Kandungan lemak dalam formula pengembangan

tersebut sudah memenuhi syarat kebutuhan lemak bagi Diabetes menurut

Perkeni, yaitu 20-25%. Kandungan lemak pada formula enteral

Diabetasol tidak dapat dianalisis karena tidak didapatkan data kandungan

lemak pada kemasan. Kandungan lemak yang cenderung tetap

disebabkan oleh rendahnya komposisi susu skim yang diberikan,

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

P1 P2 P3 P4

6.8 6.8 6.8 6.8

Lem

ak (

g)

Taraf Perlakuan

Page 18: Laporan Pengembangan Formula

meskipun kandungan lemak pada susu skim (2,10 g/100g) lebih besar

daripada campuran tepung labu kuning + tepung tempe rendah lemak

(0,84 g/100g).

5. β-karoten Formula Enteral Pengembangan

Kandungan beta karoten formula pengembangan berkisar antara 5-

7.1 mg. Kandungan beta karoten mengalami penurunan sebesar 0,7 pada

masing-masing taraf perlakuan, sebagaimana disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Kandungan Beta-karoten Formula Enteral Pengembangan

Gambar 10. menunjukkan bahwa kandungan beta karoten

mengalami penurunan seiring dengan penurunan komposisi campuran

tepung labu kuning + tepung tempe rendah lemak, yaitu dengan

penurunan sebesar 0,7 mg tiap taraf perlakuan. Meskipun mengalami

penurunan, rentang beta-karoten pada formula pengembangan masih

memenuhi syarat kandungan beta karoten per sajian formula

pengembangan, yaitu 3-6 mg. Institut of Medicine mengemukakan

bahwa mengkonsumsi beta karoten sebanyak 3 – 6 mg dapat berefek

antioksidan. Penurunan kadar beta karoten disebabkan oleh menurunnya

komposisi tepung labu kuning, dimana tepung labu kuning merupakan

bahan sumber beta karoten pada formula enteral pengembangan.

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

P1 P2 P3 P4

7.1 6.4

5.7 5.0

Be

ta k

aro

ten

(m

g)

Taraf Perlakuan

Page 19: Laporan Pengembangan Formula

6. Isoflavon Formula Enteral Pengembangan

Kandungan isoflavon pada formula enteral pengembangan berkisar

antara 4,0 – 5,7 dengan peningkatan sebesar 0,5 – 0,6 tiap taraf

perlakuan, sebagaimana disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Kandungan Isoflavon Formula Enteral Pengembangan

Gambar 11. menunjukkan bahwa kandungan isoflavon pada

formula pengembangan mengalami penurunan seiring dengan

menurunnya komposisi tepung tempe yang diberikan, yaitu dengan

penurunan sebesar 0,5 – 0,6 tiap taraf perlakuan. Hal ini berarti proporsi

tepung labu kuning + tepung tempe dan tepung susu skim berpengaruh

pada kandungan isoflavon formula enteral. Namun, meskipun mengalami

penurunan kandungan isoflavon formula pengembangan masih

memenuhi syarat konsumsi maksimum isoflavon per sajian formula,

yaitu 7 mg. Nakajima (2005) menyatakan bahwa konsumsi maksimum

isoflavon orang dewasa per hari adalah 40 mg, jika formula diberikan

sebanyak 6 kali, maka konsumsi isoflavon tiap penyajian adalah 7 mg.

Penurunan isoflavon tiap taraf perlakuan disebabkan oleh menurunnya

komposisi tepung tempe, dimana tepung tempe merupakan sumber

isoflavon pada formula pengembangan.

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

P1 P2 P3 P4

5.7 5.1

4.5 4.0

Iso

flav

on

(m

g)

Taraf Perlakuan

Page 20: Laporan Pengembangan Formula

C. Kepadatan Energi Formula Enteral Pengembangan

Kepadatan energi formula enteral cenderung tidak mengalami

perubahan, yaitu 1,03 kkal/ml pada masing-masing taraf perlakuan,

sebagaimana disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Kepadatan Energi Formula Enteral Pengembangan

Gambar 12. menunjukkan bahwa kepadatan energi formula

pengembangan cenderung tetap pada tiap taraf perlakuan, yaitu sebesar 1,03

kkal/ml. Hal ini berarti proporsi tepung labu kuning + tepung tempe rendah

lemak tidak berpengaruh pada kepadatan energi yang dihasilkan. Kepadatan

energi formula pengembangan juga relatif sama dengan formula enteral

Diabetasol, yaitu sebesar 1,02 kkal/ml. Kepadatan energi tersebut sesuai

dengan syarat formula enteral diabetes melitus, yaitu 1 kkal/ml (AsDi, 2005).

Kepadatan energi yang relatif tetap disebabkan oleh rendahnya komposisi

susu skim pada formula pengembangan. Meskipun nilai energi susu skim

(367,7 kkal/100g) lebih besar daripada campuran tepung labu kuning +

tepung tempe rendah lemak (358,7 kkal/100g), penambahan energi dari susu

skim tidak terlalu tinggi, sehingga energi yang dihasilkan relatif sama tiap

taraf perlakuan.

00.10.20.30.40.50.60.70.80.9

11.1

P1 P2 P3 P4

1.0337673 1.03469481 1.03562232 1.03654983

Ke

pad

atan

En

erg

i (kk

al/m

l)

Taraf Perlakuan

Page 21: Laporan Pengembangan Formula

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengembangan formula, dapat disimpulkan bahwa:

1. Proporsi tepung labu kuning + tepung tempe rendah lemak dan tepung

susu skim berpengaruh pada viskositas formula pengembangan, dimana

semakin tinggi komposisi tepung labu kuning + tepung tempe rendah

lemak, semakin tinggi pula viskositas yang dihasilkan, begitu juga

sebaliknya.

2. Proporsi tepung labu kuning + tepung tempe rendah lemak dan tepung

susu skim tidak berpengaruh pada kandungan energi, karbohidrat,

protein, lemak, dan kepadatan energi formula pengembangan.

3. Proporsi tepung labu kuning + tepung tempe rendah lemak dan tepung

susu skim berpengaruh pada kandungan beta karoten dan isoflavon

formula pengembangan, dimana semakin sedikit proporsi tepung labu

kuning + tepung tempe, semakin kecil pula kandungan beta karoten dan

isoflavon.

B. Saran

Sebaiknya kandungan lemak pada tepung tempe yang digunakan tidak

dihilangkan, karena diduga banyak zat gizi yang ikut hilang, seperti vitamin

A, dan asam lemak linoleat dan linolenat yang juga bermanfaat untuk

mengontrol kadar kolesterol darah.

Page 22: Laporan Pengembangan Formula

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2010. Position Statement. Standards of Medical

Care in Diabetes 2010. Diabetes Care: 33 (Suppl. 1)

Aminah, Siti., Wikanastri Hersoelistyorini., 2012, „Karakteristik Kimia Tepung

Kecambah Serealia dan Kacang-kacangan dengan Variasi Blanching‟. Hasil

Penelitian. Seminar Hasil-Hasil Penelitian – LPPM UNIMUS. 5 Januari

2013,

http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/513/562

AsDI, 2005, Panduan Pemberian Makanan Enteral, Jaya Pratama, Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, „Teknologi Tepung Labu

Kuning‟, Agro Inovasi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pascapanen Pertanian.

Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), 2004, LIPI, Jakarta.

Dewi, Sri Sinto., 2012, „Efek Ekstrak Etanol Morinda citrifolia L. terhadap Kadar

Gula Darah, Jumlah Neutrofil, Fibronektin Glomerulus Tikus Diabetes

Mellitus‟, Thesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Semarang. 29 Desember 2012, http://repository.ipb.ac.id/

Kamsiati, Elmi., 2010, „Labu Kuning untuk Bahan Fortifikasi Vitamin A‟,

[Online], Available :

http://kalteng.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&vie

w=article&id=135:labu-kuning-untuk-bahan-fortifikasi-vitamin-

a&catid=28:artikel&Itemid=80 [5 Januari 2013]

Levy, Yishai., Haya Zaltzberg, Ami Ben-Amotz, Yoram Kanter, Michael

Aviram., 1999, „Β-Carotene Affects Antioxidant Status in Non-Insulin-

Dependent-Diabetes Mellitus‟, Jurnal Pathophysiology (6): 157-161. 9

Nopember 2012,

http://www.pinnaclife.com/sites/default/files/research/Beta_carotene_and_di

abetes.pdf

Maritim, A., Dene BA, Sanders RA, Watkins JB 3rd

., 2002, „Effect of Beta-

Carotene on Oxidative Stress in Normal and Diabetic Rats‟, Journal

Biochemistry Mol. Toxicol. Vol 16 (4): 203-208.

Muchtadi, Deddy., 1992, ‟Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Tempe serta

Pengembangan Olahannya untuk Golongan Rawan Gizi‟, [Online],

Available :

http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/11405 [2

Januari 2013]

Page 23: Laporan Pengembangan Formula

Nakajima, Nobuyoshi., Nobuyuki Nozaki, Kohji Ishihara, Akiko Ishikawa,

Hideaki Tsuji, 2005, „Analysis of Isoflavone Content in Tempeh, a

Fermented Soybean and Preparation of a New Isoflavone-Enriched

Tempeh‟, Journal of Bioscience and Bioengineering Vol. 100 (6) : 685-687.

2 Januari 2013, www.jstage.jst.go.jp/article/jbb/100/6/100_6_685/_pdf

Muchtadi, Tien R., Sugiyono., 1992, Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan

Bahan Pangan, IPB, Bogor.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011, Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2, PERKENI, Jakarta.

Pudjirahaju, Astutik., Etik Sulistyowati, Agus Heri Santoso, 2008, „Studi

Pengembangan Tepung Tempe sebagai Bahan Substitusi pada Formula

Enteral Rumah Sakit (Hospital Made)‟, Jurnal Kesehatan, Vol. 6 (2) : 119-

129. 14 September 2012,

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6208119129_1693-4903.pdf

Tilak, J.C., and Devasagayam, T.P.A. 2006. Oxidative Damage to Mitochondria.

In Singh, K.K., editor. Oxidative Stress, Disease and Cancer. Singapura:

Mainland Press, p.85-150.

Unitly, Adrien Jems Akiles, 2008, „Efektivitas Pemberian Tepung Kedelai dan

Tepung Tempe terhadap Kinerja Uterus Tikus Ovariektomi‟, Thesis,

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 5 Januari 2013,

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/41428

Yasa, I Wayan Putu Sutirta., Anak Agung Gde Sudewa Djelantik, Ketut Suastika,

Nyoman Mantik Astawa, Ignatius Ferdi Yuatmadja, 2009, „Hubungan

Jumlah Limfosit T CD8+ Pada Ulkus Kaki Diabetik Derajat 3, 4, 5 dan

Ulkus Non Diabetik‟, Jurnal Penyakit Dalam Volume 10 Nomor 1: 11-17. 5

Nopember 2012, http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101091117.pdf

Page 24: Laporan Pengembangan Formula

LAMPIRAN

Page 25: Laporan Pengembangan Formula

Lampiran 1. Analisis Viskositas (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)

Analisis viskositas dilakukan dengan cara menempatkan viscometer (VT.03)

pada tiang penyangga dengan posisi seimbang (gelembung berada di tengah

lingkaran), kemudian memasang rotor no. 4 pada viscometer dengan kecepatan

putar 100 rpm. Sebanyak ±500 ml larutan formula enteral DM dimasukkan pada

tabung viscometer 500 ml (suhu ±40 – 50 °C), dan dipasang pada viscometer.

Tabung harus diisi penuh hingga rotor tercelup sampai tanda batas. Posisi rotor

dan tabung viscometer diatur hingga rotor berada tepat dibagian tengah tabung.

Mengatur knob pengatur nol sehingga display menunjukkan angka 00,00.

Menekan knob pada posisi “on”. Membaca skala yang ditunjukkan pada display,

mencatat angka yang relatif stabil dengan satuan mPas. Memindahkan knob ke

posisi “off”. Menghitung viskositas formula enteral DM.

Lampiran 2. Kandungan Gizi Bahan Penyusun Formula Enteral

1. Kandungan Gizi Tepung Labu Kuning

Komponen Jumlah

Karbohidrat (%) 78,77 *

Protein (%) 3,74 *

Lemak (%) 1,34 *

Serat (%) 3,48 **

Air (%) 12,01 **

β-karoten (µg/g) 222,81 **

Sumber : * Kamsiati, 2010

** Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

2. Kandungan Gizi Tepung Tempe

Komponen Jumlah

Karbohidrat (%) 13,50 *

Protein (%) 48,00 *

Lemak (%) 24,70 *

Serat (%) 2,50 *

Abu (%) 2,30 *

Isoflavon (mg/100g bk) 77,98 **

Sumber: * Muchtadi, 1992

** Unitly, 2008

Page 26: Laporan Pengembangan Formula

3. Kandungan Gizi Tepung Susu Skim per 100 gram bahan (DKBM, 2004)

Komponen Jumlah

Energi (kkal) 367.7

Karbohidrat (g) 51.5

Protein (g) 35.7

Lemak (g) 2.1

4. Kandungan Gizi Minyak Kelapa per 100 gram bahan (DKBM, 2004)

Komponen Jumlah

Energi (kkal) 891

Karbohidrat (g) 0

Protein (g) 0

Lemak (g) 99

5. Kandungan Gizi Maltodekstrin per 100 gram bahan (DKBM, 2004)

Komponen Jumlah

Energi (kkal) 388

Karbohidrat (g) 97

Protein (g) 0

Lemak (g) 0

6. Kandungan Gizi Gula Pasir per 100 gram bahan (DKBM, 2004)

Komponen Jumlah

Energi (kkal) 388

Karbohidrat (g) 97

Protein (g) 0

Lemak (g) 0

7. Kandungan Gizi Diabetasol per sajian (60 gram)

Komponen Jumlah

Energi (kkal) 254.00

Karbohidrat (g) 37.92

Protein (g) -

Lemak (g) -

Vitamin A (IU) 925.00

Page 27: Laporan Pengembangan Formula

Lampiran 3. Analisis Kepadatan Energi (Faktor Atwater)

Kepadatan energi formula enteral DM dapat ditetapkan menggunakan faktor

Atwater melalui perhitungan menurut kadar karbohidrat, protein, dan lemak, serta

nilai energi faali formula enteral DM.

*, ( )- , ( )-

, ( )-+