laporan penelitian2020. 7. 21. · laporan penelitian potensi ekstrak daun pepaya ( carica papaya...
TRANSCRIPT
i
Laporan Penelitian
POTENSI EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DAN KULIT
BUAH JERUK PURUT (Citrus hystrix D.C) SEBAGAI INSEKTISIDA
NABATI UNTUK MENGENDALIKAN ULAT BULU TANAMAN HIAS
Oleh
I Ketut Muksin
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MIPA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa atas asung
wara nugraha-Nya, sehingga penyusunan laporan penelitian dengan judul "POTENSI
EKSTRAK DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DAN KULIT BUAH JERUK PURUT (Citrus
hystrix D.C) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN ULAT BULU
TANAMAN HIAS" dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Keberhasilan penyusunan laporan penelitian ini karena adanya keterlibatan berbagai pihak
yang telah rela meluangkan waktu, pikiran dan tenaganya, oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dekan Fakultas MIPA Universitas Udayana
2. Ketua Program Studi Biologi F MIPA Universitas Udayana
3. Sang Ketut Sudirga dan teman sejawat
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penyusunan laporan penelitian ini
masih banyak terdapat kekurangan. Semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan khususnya kepada mahasiswa dalam pengembangan ilmu pengetahuan.`
Bukit Jimbaran, Mei 2017
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN …………...………..……………………… 1
1.1 Latar Belakang ……………......……………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah …………...……………………………... 3
1.3 Tujuan Penelitian ……………...…………………………… 3
1.4 Manfaat Penelitian …………...…………………………….. 3
1.5 Batasan Penelitian ………...………………………………... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………. 5
2.1 Pestisida Nabati …………..………………………………... 5
2.1.1 Keunggulan dan kelemahan pestisida nabati …………….. 5
2.1.2 Prospek pengembangan pestisida nabati …………...…….. 7
2.2 Deskripsi Tanaman Pepaya ………………………………… 8
2.3 Deskripsi Tanaman Jeruk Purut ……………………..……... 9
2.4 Ulat Bulu ………………………..…………………………. 11
2.4.1 Siklus hidup ulat bulu ……………...…………………….. 12
2.4.2 Pengendalian ulat bulu …………..……………………….. 13
BAB III METODA PENELITIAN …………………………………… 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………… 16
3.2 Jenis Penelitian …………………………………………….. 16
3.3 Metoda Pengumpulan Data ………………………………… 16
3.4 Cara/Prosedur Melakukan Penelitian ………………………. 17
3.4.1 Pengumpulan bahan dan alat …………………………….. 17
3.4.2 Pembuatan ekstrak pestisida nabati …………...…………. 18
3.5 Uji Mortalitas Ekstrak Daun Pepaya dan ………………….. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………….. 21
4.1 Hasil ………………………………………………………... 21
4.2 Pembahasan ………………………………………………... 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………….. 27
5.1 Kesimpulan ………………………………………………… 27
5.2 Saran ………………………………………………………. 27
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 28
LAMPIRAN …………………………………………..…………………… 29
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Uji daya mortalitas (%) ekstrak segar daun pepeya, ekstrak
kulit buah jeruk purut dan ekstrak campuran daun papaya
dengan kulit buah jeruk purut terhadap ulat bulu tanaman
hias ………………………………………………………….
22
Tabel 4.2 Daya mortalitas ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk
purut terhadap ulat bulu tanaman hias yang disimpan selama
30 hari .……………………………………………………….
23
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tanaman papaya (Carica papaya L.) …………………… 8
Gambar 2.2 Tanaman jeruk purut (Citrus hystrix D.C) ………………. 10
Gambar 2.3 Beberapa contoh ulat bulu yang sudah diidentifikasi
jenisnya …………………………………………………….
11
Gambar 2.4 Siklus hidup ulat bulu …………………………………... 13
Gambar 4.1 Ulat bulu tanaman hias setelah perlakuan ekstrak daun
pepaya + kulit buah jeruk purut dibandingkan dengan
kontrol ……………………………………………………..
22
Gambar 4.2 Grafik daya mortalitas ekstrak daun pepaya dan kulit buah
jeruk purut terhadap ulat bulu tanaman hias selama 15 hari
……………………………………………………………..
24
vi
ABSTRAK
Berkembangnya penggunaan insektisida sintetis yang dinilai praktis oleh petani untuk
mengendalikan hama dan penyakit, ternyata dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan sekitar. Perlindungan tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit dengan
menggunakan insektisida nabati telah dimulai sejak zaman dahulu. Dibandingkan dengan
insektisida sintetis, upaya pengendalian ulat bulu dengan menggunakan insektisida nabati yang
berasal dari bahan organik jauh lebih aman untuk lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui potensi ekstrak daun papaya, ekstrak kulit buah jeruk purut dan ekstrak campuran
antara daun papaya dengan kulit buah jeruk purut dalam mengendalikan ulat bulu tanaman hias,
mengetahui ekstrak yang paling efektif dan untuk mengetahui berapa lama ekstrak tersebut dapat
disimpan dan masih efektif untuk mengendalikan ulat bulu tanaman hias. Penelitian ini
merupakan penelitian eksperimental dengan cara mengekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk
purut, kemudian ekstrak tersebut dicampur dan diuji kemampuannya untuk membunuh ulut bulu
dengan cara menyemprotkan dengan menggunakan hand sprayer. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ketiga ekstrak berpotensi diguanakan sebagai insektisida nabati, tetapi ekstrak campuran
antara daun papaya dengan kulit buah jeruk purut paling efektif digunakan untuk mengendalikan
ulat bulu dan ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut yang dimanfaatkan sebagai
pestisida nabati untuk mengendalikan ulut bulu tanaman hias dapat disimpan kurang lebih
selama 14 hari dengan daya mortalitas 100%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya
dan kulit buah jeruk purut dapat digunakan untuk mengendalikan hama ulat bulu pada tanaman
hias. Sehingga ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut dapat dimanfaatkan sebagai
insektisda nabati untuk mengendalikan hama ulat bulu tanaman hias.
Kata kunci : insektisida sintetis, insektisida nabati, ulat bulu, tanaman hias.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkembangnya penggunaan pestisida sintetis yang dinilai praktis oleh petani
untuk mengendalikan hama dan penyakit ternyata dapat menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan sekitar bahkan bagi penggunanya sendiri. WHO
(Organisasi Kesehatan Dunia) mencatat bahwa di seluruh dunia setiap tahunnya
terjadi keracunan pestisida sintetis antara 44.000 – 2.000.000 orang dan dari
angka tersebut yang terbanyak terjadi di negara berkembang (Rukmana, 2002).
Penggunaan pestisida sintetis untuk mengendalikan hama dan penyakit pada
tanaman telah diaplikasikan secara berlebihan oleh para petani. Penggunaan
pestisida secara berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif seperti meracuni
manusia dan hewan, meracuni musuh alami hama, menimbulkan resistensi pada
hama, menimbulakan terjadinya ledakan hama sekunder dan hama potensial serta
menimbulakan pencemaran tanah dan air di sekitar lingkungan pertanian
(Rukmana, 2002).
Perlindungan tanaman terhadap gangguan hama dan penyakit dengan
menggunakan pestisida nabati telah dimulai sejak zaman dahulu. Banyak jenis
tanaman atau bagian tanaman diketahui dapat menghasilkan racun serangga hama
(Rukmana, 2002). Dibandingkan dengan pestisida sintetis, upaya pengendalian
ulat bulu dengan menggunakan pestisida nabati yang berasal dari bahan organik
jauh lebih aman untuk lingkungan. Bahan yang digunakan mudah didapat, karena
sudah banyak tumbuh disekitar kita, serta konsentrasi yang digunakan tidak
terlalu beresiko jika dibandingkan dengan penggunaan pestisida sintetis (Asthuthi
dkk., 2012).
Indonesia cukup kaya akan potensi tanaman penghasil pestisida nabati untuk
memberantas organisme pengganggu tanaman atau yang berfungsi sebagai
pestisida nabati yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama ulat bulu.
Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa yang bersifat racun bagi hama dan
penyakit seperti minyak atsiri, enzim, senyawa alkaloid, terpenoid, fenol dan
flavonoid. Senyawa-senyawa tersebut berfungsi sebagai senyawa pertahanan pada
tanaman dari serangan hama dan penyakit . Beberapa jenis tanaman yang dapat
2
menghasilkan minyak atsiri seperti tanaman cengkeh, pala, jahe; penghasil enzim
seperti pepaya, nenas; penghasil alkaloid seperti tembakau, kecubung; penghasil
fenol seperti sirih, kunyit, lengkuas; dan penghasil senyawa flavonoid seperti
juwet, ketela ungu, manggis dan sebagainya (Suprapta, 2014).
Ulat bulu umumnya memakan dedaunan dari berbagai jenis tanaman dan
dalam beberapa kasus menyerang tanaman sehingga ulat bulu menjadi hama
tanaman. Karena ulat bulu ini belum diidentifikasi dan kebanyakan menyerang
tanaman hias seperti bunga soka (Ixora sp.) dan bunga mawar (Rosa sp.), maka
ulat bulu yang diteliti dalam penelitian ini dinamakan ulat bulu tanaman hias. Ulat
bulu rambut-rambutnya mudah rontok dan menimbulkan reaksi gatal apabila
tersentuh oleh kulit manusia. Ulat bulu memiliki kenampakan khusus berupa
bulu-bulu tegak yang berselang-seling, berwarna-warni, tebal dan menonjol. Ulat
bulu memiliki rambut-rambut halus yang sering tersembunyi diantara rambut-
rambut yang lebih panjang. Rambut-rambut inilah yang dapat mengakibatkan
reaksi gatal jika tersentuh kulit (Anonim, 2011).
Serangan ulat bulu menyebar kemana-mana sampai ke pemukiman penduduk,
apabila tanaman inangnya habis dan serangga predator ulat bulu populasinya
menurun (Anonim, 2011). Hal ini sangat meresahkan penduduk karena ulut bulu
dapat menyebabkan reaksi gatal, untuk itu perlu dilakukan pengendalian populasi
ulat bulu. Pengendalian ulat bulu dengan menggunakan insektisida sintetis dapat
menimbulkan dampak samping yang merugikan lingkungan dan manusia,
sehingga perlu dilakukan pengendalian alternatif dengan menggunakan insektisida
nabati (biopestisida) yang terbukti lebih aman bagi lingkungan maupun manusia.
Telah dilakukan penelitian untuk menghasilkan suatu komponen teknologi
pengendalian ulat bulu yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan ekstrak
daun pepaya dan kulit buah jeruk purut. Penelitian ini didasari oleh timbulnya
dampak negatif bila menggunakan insektisida sintetis untuk mengendalikan hama
dan penyakit tanaman. Disamping itu banyaknya tumbuhan yang memiliki
kemampuan sebagai insektisida alami sebagai alternatif untuk mengendalikan
hama dan penyakit tanaman termasuk untuk mengendalikan populasi hama ulat
bulu.
3
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ekstrak daun papaya, ekstrak kulit buah jeruk purut dan ekstrak
campuran antara daun papaya dan kulit buah jeruk purut berpotensi
dimanfaatkan untuk mengendalikan ulat bulu pada tanaman hias?.
2. Diantara ketiga ekstrak tersebut ekstrak yang mana paling efektif untuk
mengendalikan ulat bulu pada tanaman hias?.
3. Apakah ketiga ekstrak yang digunakan sebagai insektisida nabati untuk
mengendalikan ulat bulu pada tanaman hias tersebut harus dalam ekstrak
segar ?.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui potensi ekstrak daun papaya, ekstrak kulit buah jeruk
purut dan ekstrak campuran antara daun papaya dengan kulit buah jeruk
purut dalam mengendalikan ulat bulu tanaman hias.
2. Untuk mengetahui ekstrak yang paling efektif dalam mengendalikan ulat
bulu tanaman hias dari tiga ekstrak yang diujikan.
3. Untuk mengetahui berapa lama ekstrak yang diujikan dapat disimpan dan
masih efektif untuk mengendalikan ulat bulu tanaman hias.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat bagi siswa adalah untuk menambah wawasan dan kreativitas
inovasi dengan memanfaatkan beberapa tumbuhan yang berpotensi
sebagai insektisida nabati untuk mengendalikan hama dan penyakit
tanaman yang ramah lingkungan.
2. Manfaat bagi masyarakat adalah untuk memberikan informasi bahwa
ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut dapat digunakan sebagai
salah satu insektisida nabati alternatif untuk mengendalikan ulat bulu
tanaman hias.
4
1.5 Batasan Penelitian
Sebagai batasan dalam penelitian ini adalah penelitian ini hanya
mengamati kematian pada ulat bulu setelah disemprot dengan ekstrak daun
pepaya dan kulit buah jeruk purut dibandingkan dengan ulat bulu tanaman
hias yang disemprot dengan air suling (sebagai kontrol). Pada penelitian ini
belum diukur konsentrasi ekstrak yang digunakan serta belum dilakukan
dianalisis senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak daun pepaya dan
kulit buah jeruk purut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pestisida Nabati
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berupa tumbuhan.
Penggunaan pestisida nabati telah berlangsung dari sejak tahun 1690 oleh para
petani di Perancis dengan menggunakan perasan daun tembakau untuk
mengendalikan hama kepik pada tanaman buah persik. Penggunaan pestisida
nabati selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan harganya relatif lebih
murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia (Sudarmo, 2005).
Menurut Kardinan (2002), pestisida nabati mudah terurai di alam karena
terbuat dari bahan alami. Pada saat diaplikasikan pestisida nabati akan dapat
mengendalikan hama dan penyakit secara spesifik dan kemudian dengan cepat
akan terurai oleh lingkungan sehingga tidak ada residu pada tanaman dan tanaman
aman untuk dikonsumsi. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik yaitu :
merusak perkembangan telur, larva dan pupa, menghambat pergantian kulit
serangga, menyebabkan serangga menolak makan, menghambat reproduksi
serangga betina, mengurangi nafsu makan pada serangga, mengusir serangga dan
menghambat perkembangan patogen.
Tumbuhan pada dasarnya mengandung banyak senyawa kimia yang
merupakan hasil dari metabolit sekunder yang dimanfaatkan oleh tumbuhan
sebagai alat pertahanan dari serangan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Metabolit sekunder yang dihasilkan dan digunakan oleh tumbuhan sebagai
senyawa pertahanan tersebut terdiri atas senyawa golongan terpenoid, alkaloid
dan fenol. Senyawa-senyawa tersebut berpotensi digunakan sebagai pestisida
nabati untuk mengendalikan OPT, sehingga akan dapat membantu masyarakat
petani untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman secara ramah
lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada disekitarnya (Kardinan,
2002).
2.1.1 Keunggulan dan kelemahan pestisida nabati
Upaya untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia sintetik akhir-akhir ini
banyak mendapat perhatian dunia dan sering kali dibicarakan di dalam seminar
dan ditulis dalam naskah jurnal, khususnya yang berkaitan dengan penyakit
6
tanaman. Adanya kekhawatiran masyarakat dengan penggunaan pestisida kimia
sintetis, dan didukung oleh permintaan produk pertanian yang sehat dan aman
bagi konsumen, maka diperlukan cara untuk mengendalikan penyakit tanaman
yang lebih aman (Soesanto, 2008).
Menurut Sudarmo (2005), keunggulan pestisida nabati adalah murah dan
mudah dibuat oleh petani, relatif aman terhadap lingkungan, tidak menyebabkan
resistensi hama, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, tidak meninggalkan
residu pada tanaman. Sedangkan beberapa kelemahannya adalah daya kerja relatif
lambat, tidak membunuh organisme target secara langsung, tidak tahan terhadap
sinar matahari, tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama.
Penggunaan pestisida nabati mengalami beberapa kendala diantaranya adalah
penggunaan pestisida sintetis (kimia) tetap lebih disukai dengan beberapa alasan
mudah didapat, praktis dalam aplikasinya, hasilnya relatif lebih cepat terlihat,
tersedia dalam jumlah banyak. Disamping itu tidak tersedianya bahan tanaman
secara berkesinambungan dalam jumlah yang memadai saat diperlukan dan
sulitnya registrasi pestisida nabati di komisi pestisida karena bahan aktif tidak
mudah untuk dideteksi. Tetapi dengan dikembangkannya sistem pertanian organik
maka penggunaan pestisida nabati lebih meningkat dan semakin berpotensi untuk
dikembangkan (Kardinan, 2002).
Menurut Suprapta (2014) pestisida nabati memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan, kelebihan pestisida nabati diantaranya pestisida nabati mengandung
senyawa fenol, alkaloid, saponin, quinon, xanthone yang mudah terurai di alam
sehingga tidak mengandung bahaya residu yang besar baik hasil pertanian
maupun pada lingkungan; pestisida nabati tidak berbahaya bagi organisme bukan
target karena pestisida nabati bersifat spesifik terhadap hama dan patogen tertentu;
persistensi pestisida nabati relatif singkat sehingga dapat digunakan beberapa saat
menjelang panen; pestisida nabati mengandung senyawa aktif dan senyawa
kurang aktif sering keberadaannya bersifat sinergis dan patogen tidak mudah
menjadi resisten terhadap pestisida nabati karena pestisida nabati bersifat
komplek. Sedangkan beberapa kekurangan pestisida nabati diantaranya persistensi
pestisida nabati umumnya sangat singkat sehingga harus diaplikasikan secara
berulang-ulang; biaya produksi yang tinggi sehingga tidak dapat bersaing dengan
pestisida sintetis dan kosistensi pestisida nabati umumnya kurang dibandingkan
7
dengan pestisida sintetis karena bahan aktif pestisida nabati dari ekstrak tumbuhan
sangat bervariasi menurut musim dan tempat tumbuh.
Pestisida nabati tidak dapat berlaku secara umum dan bersifat spesifik, karena
satu jenis tanaman yang ditanaman pada tempat dengan lingkungan yang berbeda
kemungkinan besar akan mengandung bahan aktif yang berbeda pula, akibatnya
dosis dan konsentrasi dan efektifitas pestisida nabati akan berbeda bergantung
pada lokasi setempat. Disamping itu aplikasi pestisida nabati sangat dipengaruhi
oleh lingkungan setempat, pestisida nabati yang digunakan pada daerah tertentu
belum tentu cocok untuk daerah yang lain walaupun digunakan untuk
mengendalikan penyakit yang sama pada tanaman yang sama. Hal ini dapat
disebabkan oleh kondisi lingkungan pada masing-masing tempat atau daerah
berbeda seperti kondisi pH, kelembaban, suhu, dan musim pada masing-masing
tempat atau daerah belum tentu sama (Kardinan, 2002).
2.1.2 Prospek pengembangan pestisida nabati
Terjadinya keracunan pada hewan dan manusia, pencemaran air, tanah, udara,
terjadinya ristensi hama, terjadinya resurgensi merupakan beberapa kelemahan
dari penggunaan pestisida sintetis, sehingga peluang untuk mengembangkan
pestisida nabati semakin meningkat. Peluang pengembangan pestisida nabati
semakin meningkat dengan meningkatnya pendidikan masyarakat disertai dengan
kebutuhan hidup sehat. Dalam lingkungan yang sehat menyebabkan peranan
pestisida nabati dalam pertanian semakin meningkat, karena tidak mungkin
pertanian bisa berlangsung dan berproduksi dengan baik tanpa pestisida
(Suprapta, 2014).
Berkembangnya sistem pertanian organik akan dapat meningkatkan kebutuhan
terhadap pestisida alami termasuk pestisida nabati karena sistem pertanian
organik, masalah hama dan penyakit selalu muncul dan menjadi kendala produksi
utama terutama pada tahap awal pengembangan sistem pertanian organik. Karena
sistem pertanian organik hanya menggunakan bahan organik alam untuk proses
produksi, dan tidak menggunakan senyawa kimia sintetis seperti pupuk kimia
sintetis dan pestisida kimia sintetis. Menurut Suprapta ( 2014) saat ini sharing
pasar pestisida alam masih sangat kecil yaitu kurang dari 2%, sedangkan
pertumbuhan pasar pestisida alam meningkat cukup besar yaitu sekitar 10-15%
setiap tahun. Sehingga pertumbuhan permintaan yang cukup besar merupakan
8
peluang yang cukup besar dalam pengembangan pestisida nabati untuk masa yang
akan datang.
2.2 Deskripsi Tanaman Pepaya (Carica pepaya L.)
Pepaya (Carica pepaya L.) merupakan tumbuhan yang berbatang tegak dan
basah, bunganya berwarna putih, dan buahnya yang masak berwana kuning
kemerahan. Tinggi pohon pepaya dapat mencapai 6-8 meter dengan akar tunggang
yang kuat, helaian daunnya menjari menyerupai telapak tangan manusia dan
tanaman ini telah dibudidayakan di kebun-kebun yang luas karena buahnya
tersebar dimana-mana dan bahkan telah menjadi tanaman pekarangan, dan sentra
tanaman pepaya di Indonesia terdapat di daerah Sukabumi, Malang, Sleman,
Lampung, Toraja dan Manado (Rahayu, 2012). Gambar lengkap tanaman pepaya
disajikan seperti Gambar 2.1di bawah ini :
Gambar 2.1 Tanamanpepaya (Carica pepaya L.)
Menurut sejarahnya tanaman pepaya berasal dari Mexico bagian selatan dan
orang Spanyol pada abad ke-18 menyebarkan tanaman pepaya sampai ke
Indonesia. Kebanyakan orang Indonesia menanam pepaya untuk diambil buahnya
karena memiliki nilai ekonomi, segar, lezat dan bergizi. Lain halnya dengan orang
Australia menanam pepaya untuk diambil papainenya yang digunakan untuk
industri penghasil wool dan buah pepaya sebagai hasil sampingan. Papaine yang
dihasilkan tanaman pepaya sangat berguna untuk penyamakan kulit dan juga
sebagai obat-obatan pembersih wool yang terkena getah, sehingga harga papine
tanaman pepaya lebih mahal dari buah pepaya.
9
Batang dan daun tanaman pepaya banyak mengandung getah putih seperti
susu, menurut hasil penelitian beberapa peneliti menyatakan bahwa getah tanaman
pepaya berpotensi digunakan sebagai obat antikanker. Getah pepaya mengandung
senyawa karpain berupa senyawa golongan alkaloid yang mengandung cicin
laktonat dengan tujuh kelompok rantai metilen. Dengan konfigurasi atom
penyusun seperti itu getah pepaya berpotensi menyembuhkan penyakit tumor dan
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang menggangu fungsi
pencernaan.
Daun pepaya juga mengandung berbagai macam zat seperti vitamin A, B1,
kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi dan air. Selain itu lebih
dari 50 asam amino terkandung dalam getah pepaya antara lain asam aspartat,
treonin, serin, asam glutamate, prolin, glisisn, alanin, valin, isoleusin, leusin,
tirosin, fenilalanin, histidin, lisin, arginin, triftopan dan sistein. Daun pepaya dapat
dimanfaatkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur penyebab
beberapa penyakit seperti penyakit keputihan, demam, melancarkan air susu ibu,
mengobati jerawat, mengobati demam berdarah dan menambah nafsu makan.
Daun pepaya mengandung berbagai macam zat, antara lain : vitamin A,
Vitamin B, Vitamin C, kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi,
air, papayotin, kautsyuk, karpain, karposit. Daun pepaya mengandung bahan aktif
“papain” sehingga efektif untuk mengndalikan ulat dan hama pengisap dan
kandungan carposide pada daun pepaya berkhasiat sebagai obat cacing. Papain
adalah enzim hidrolase sistein protease yang ada pada getah pepaya baik di daun,
batang maupun buahnya. Getah pepaya mengandung sedikitnya tiga jenis enzim
yaitu papain (10%), khimopapain (45%), dan lisozim (20%). Komponen paling
aktif dari getah pepaya adalah khimopapain yaitu enzim yang mampu menggum-
palkan susu dan mengempukkan daging (Suhartono, 1992).
2.3 Deskripsi Tanaman Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C)
Salah satu jenis jeruk yang ada di Indonesia adalah jeruk purut (Citrus
hystrix). Dibandingkan dengan jeruk lainnya jeruk purut memiliki ciri khas yang
mudah dikenali yaitu permukaan kulit buah jeruk purut tidak mulus atau rata
tetapi bergolombang dan ukuran buah jeruk purut tidak terlalu besar. Jeruk purut
dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian 600-1.000 di atas
10
permukaan laut. Jeruk purut banyak dibudidayakan karena memiliki beberapa
manfaat seperti daun jeruk purut umumnya digunakan sebagai campuran bumbu
untuk masakan, buahnya digunakan untuk menghilangkan bau amis pada ikan dan
untuk perawatan tubuh sedangkan kulit buahnya banyak digunakan untuk
pestisida dan bahan dasar shampoo untuk mencuci rambut (Rahmi, 2013).
Tanaman jeruk purut berupa pohon berkayu dengan tinggi tanaman sekitar 3-5
meter, daunnya daun tunggal beradapan, ukuran buah sebesar telur ayam, buah
muda warnanya hijau tua dan buah yang sudah masak berwarna kuning. Bunga
ukuran kecil berwarna putih, batangnya berkayu pada ranting tanaman biasanya
terdapat duri, perakaran tunggang yang kuat sehingga tanaman jeruk purut banyak
digunakan sebagai tanaman bawah atau sebagai tanaman untuk ditempel dengan
mata tunas jeruk lain seperti jeruk siam, keprok dan sebagainya. Gambar lengkap
tanaman jeruk purut disajikan seperti Gambar 2.2 di bawah ini :
Gambar 2.2 Tanaman jeruk purut (Citrus hystrix D.C)
Jeruk purut banyak mengandung senyawa kimia alami seperti flavonoid,
karotenoi, limonoid dan mineral. Senyawa flavonoid utama dalam jeruk adalah
naringin, narirutin dan hesperidin yang terdapat pada kulit buah jeruk. Flavonoid
berfungsi sebagai bahan antioksidan yang dapat menetralisir oksigen reaktif
(radikal bebas) dan berfungsi untuk mencegah penyakit kronis seperti kanker
(Devy, dkk. 2010).
11
2.4 Ulat Bulu
Ulat bulu tergolong kelas Insekta, ordo Lepidoptera, dan famili Lymantriidae.
Famili Lymantriidae sebanyak lebih-kurang 350 genus dan lebih dari 2.500
spesies. Daerah sebarannya sangat luas, meliputi lima benua, sebagian besar
berada di Afrika Utara, India, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan (Wikipedia,
2011). Ada beragam species ulat bulu di Indonesia, dilihat dari morfologi ulat
dan tumbuhan yang diserangnya. Nama spesies ulat bulu tersebut sedang
diidentifikasi di berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Beberapa pakar
menduga bahwa minimal ada empat spesies ulat bulu yang terdapat di
I n d o n e s i a , a n t a r a l a i n : Arctornis submarginata, Dasychira inclusa, Euproctis
flexuosa, d a n Lymantria marginalis. Beberapa ulat bulu yang telah diidentifikasi di Indonesia tersaji
dalam Gambar 2.3 dibawah ini :
Arctornis submarginataDasychira inclusa
Euproctis flexuosaLymantria marginalis
Gambar 2.3 Beberapa contoh ulat bulu yang sudah diidentifikasi jenisnya
Ulat bulu, sesuai dengan namanya, memiliki ciri fisik yang khas, yakni
rambut-rambut pada bagian dorsal (punggung) di sepanjang tubuhnya. Rambut-
rambut tersebut sering menyatu membentuk berkas di beberapa bagian tubuh.
Umumnya, pada bagian dorsal, ada 4 buah berkas rambut sekunder berwarna
12
terang yang tebal dan dua kelenjar berwarna pada abdomen (perut) ruas ke-6 dan
7.Pada banyak spesies, rambut-rambut mudah rontok dan menimbulkan reaksi
gatal apabila tersentuh kulit manusia. Ulat bulu memiliki kenampakan khusus
berupa bulu-bulu tegak yang berselang-seling, lebih tebal, dan menonjol. Ulat
bulu memiliki rambut-rambut halus yang sering tersembunyi di antara rambut-
rambut yang lebih panjang. Rambut-rambut inilah yang dapat mengakibatkan
reaksi gatal jika tersentuh kulit (Wikipedia, 2011).
Beberapa jenis ulat bulu memiliki mekanisme penyamaran dan
perlindungan diri yang efektif terhadap gangguan lingkungan. Sebagai
contoh, saat ulat bulu siap berkepompong, ulat menutupi dirinya dengan
rambut-rambut yang ada pada tubuhnya untuk membuat kokon kemudian ulat
bermetamorfose menjadi kepompong di dalam kokon. Selain itu, saat ngengat
bertelur, ngengat menyelimuti telur-telur yang baru diletakkan dengan buih yang
segera mengeras dan menempelkan rambut-rambut yang dikoleksi dan dikirimkan
melalui ujung perut untuk menyamarkan telur-telurnya (Schaefer, 1989).
2.4.1 Siklus hidup ulat bulu
Siklus hidup ulat bulu berlangsung 4-7 minggu, berawal dari telur
kemudian bermetamorfosis menjadi ulat, kepompong, dan ngengat. Stadium ulat
menjadi kepompong berlangsung 9 hari. Namun, karena perubahan cuaca yang
ekstrem, terutama pada peralihan menuju musim hujan, daur hidup ulat bulu
dapat dipercepat, kurang dari 4 minggu dan stadium ulat dapat dipercepat,
kurang dari 9 hari.Ulat yang merupakan hasil dari telur-telur ngengat yang menetas
ini hanya memakan daun tanaman inang seperti mangga, tanaman hiasdan
sebagainya. Apabila daun tanaman inang yang disukai tidak tersedia secara
cukup, ulat akan menyerang inang alternatif lainnya.
Faktor penyebab eksplosi ulat bulu, yakni faktor abiotis dan faktor biotis.
Kedua faktor tersebut berkaitan satu sama lain, sehingga tidak dapat berdiri sendiri.
Faktor abiotis, antara lain terjadinya anomali cuaca, terutama peralihan musim
hujan ke musim kemarau yang sangat mendukung bagi ulat untuk berkembang
biak. Faktor biotis utama yang berpengaruh terhadap keberadaan ulat bulu adalah
musuh alami. Apabila musuh alami ini musnah, antara lain akibat dari penggunaan
pestisida yang berlebihan dan musim hujan yang berkepanjangan, akan memicu
13
terjadinya eksplosi ulat bulu. Musuh alami ulat bulu terdiri atas predator,
parasitoid, dan beberapa patogen serangga kelompok bakteri, virus, dan jamur.
Burung pemakan ulat juga termasuk predator. Apabila kondisi cuaca tidak
menguntungkan atau kehilangan pohon pelindung akibat ditebangi, burung
akan bermigrasi ke daerah lain. Burung pemakan ulat juga sering ditangkap
oleh pemburu liar untuk diperjual-belikan, demikian juga semut rangrang dicari
untuk diambil telurnya untuk pakan burung, sehingga populasinya turun
drastis.Siklus hidup ulat bulu tersaji dalam Gambar 2.4 di bawah ini :
Gambar 2.4 Siklus hidup ulat bulu
Musnahnya musuh alami mengakibatkan terganggunya rantai makanan
sehingga memberikan peluang bagi ulat bulu untuk berkembang biak dan
menyebabkan kerusakan ekonomis bagi tanaman inangnya, apalagi didukung
oleh kondisi cuaca yang menguntungkannya. Dengan pulihnya kondisi cuaca dan
digunakannya pestisida secara bijaksana, diharapkan, musuh alami setempat
dapat menyesuaikan diri, mengatur populasi ulat bulu pada taraf yang tidak
merugikan tanaman secara ekonomis. Selain itu, musuh alami dan berbagai
jenis burung, terutama yang berperanan sebagai predator serangga hama harus
dilakukan upaya konservasi.
2.4.2 Pengendalian ulat bulu
Pengendalian ulat bulu umumnya dilakukan dengan insektisida kimia. Cara
ini dipilih karena mudah dilakukan dan hasilnya cepat diketahui. Penggunaan
insektisida berpotensi menimbulkan dampak merugikan, baik secara
14
ekonomis maupun ekologis, apabila diaplikasikan secara tidak bijaksana.
Oleh karena itu, aplikasi insektisida haruslah tepat jenis, tepat dosis, tepat
sasaran, tepat waktu, dan tepat cara, serta dilakukan bilamana diperlukan. Di
samping itu, aplikasi insektisida harus mempertimbangkan stadia/instar yang
rentan terhadap insektisida, dan tingkat ketahanannya di lapangan.
Pengalaman pada beberapa tahun yang lalu menunjukkan bahwa
pengendalian hama, terutama wereng batang coklat pada tanaman padi dan
beberapa jenis hama pada tanaman sayuran dengan mengandalkan insektisida
semata secara berlebihan dapat menimbulkan gejala resistensi dan musnahnya
serangga berguna, khususnya parasitoid dan predator. Salah satu faktor utama
penyebab eksplosi hama ulat bulu akhir-akhir ini, antara lain karena musnahnya
musuh alami yang berperan sebagai pengatur populasi hama akibat penggunaan
insektisida yang berlebihan, dan berubahnya status ulat bulu dari hama potensial
menjadi hama utama karena meningkatnya resistensi terhadap insektisida.
Agar pengalaman tersebut tidak terulang, sebaiknya pengendalian ulat bulu
dengan insektisida dilakukan secara bijaksana dan sedapat mungkin
menggunakan cara-cara yang lebih alami. Selain pengendalian dengan
insektisida kimia secara bijaksana tersebut, ulat bulu juga dapat dikendalikan
dengan insektisida nabati dari beberapa jenis tumbuhan, antara lain mimba.
Senyawa aktif yang terkandung dalam dapat mematikan ulat bulu. Untuk
membuat insektisida nabati tersebut sangat mudah. Daun mimba digerus
setelah itu disaring, dicampur air kemudian disemprotkan ke ulat bulu.
Upaya pemanfaatan musuh alami ulat bulu dapat dilakukan melalui
pelestarian musuh alami dengan cara membatasi penggunaan insektisida,
sehingga parasitoid dan predator mampu bertahan hidup dan berkembang biak.
Upaya ini mudah diterapkan pada tanaman perkebunan karena ekosistemnya lebih
stabil bila dibandingkan dengan tanaman semusim. Menurut Baliadi dan Bedjo
(2011), lebih-kurang 65% ulat bulu di Probolinggo terserang virus dan jamur
patogen serangga, sehingga tidak diperlukan aplikasi insektisida. Upaya lain
dilakukan dengan cara membiakkan secara masal dan melepaskan musuh alami.
Berbagai jenis musuh alami, khususnya kelompok patogen serangga telah
berhasil diperbanyak di balai penelitian komoditas lingkup Badan Litbang Pertanian
dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) di setiap provinsi.
15
Ulat bulu juga dapat dikendalikan secara fisik/mekanis, misalnya
mengumpulkan dan membakar kelompok telur, ulat, dan kepompong yang
berada di batang dan ranting, melakukan sanitasi terhadap semak-semak di sekitar
pohon/tanaman inang ulat bulu, serta menggunakan lampu perangkap ngengat
yang biasanya untuk memonitor penerbangan ngengat. Di bawah lampu
dipasang ember berisi air sabun atau minyak. Ngengat yang tertarik pada lampu
akan masuk ke dalam ember, dan langsung mati.
16
BAB III
METODA PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 30 hari (1 bulan) dari tanggal 01 Maret
sampai tanggal 01 Mei 2017. Penelitian dilakukan di Jalan Ahmad Yani Gang
Kokokan No. 11 Denpasar.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian eksperimental yaitu
dengan cara mengekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut, kemudian
ekstrak tersebut diuji kemampuannya untuk membunuh ulut bulu dengan cara
menyemprotkan dengan menggunakan hand sprayer.
3.3 Metode Pengumpulan Data/Disains Rancangan
Data diperoleh dan dikumpulkan melalui percobaan/eksperimen dengan
membandingkan kemampuan membunuh atau daya mortalitas serta daya simpan
antara kontrol dengan ekstrak daun papaya, ekstrak kulit buah jeruk purut dan
campuran ekstrak daun papaya dengan kulit buah jeruk purut terhadap ulut bulu
tanaman hias.
Keterangan :
a. Kontrol digunakan air suling c. Ekstrak daun pepaya
b. Ekstrak kulit buah jeruk purut d. Ekstrak campuran b & c
A B C D
17
Masing-masing ekstrak yaitu ekstrak daun pepaya, ekstrak kulit buah jeruk
purut dan ekstrak campuran daun pepaya dan kulit buah jeruk purut diuji
kemampuan daya bunuhnya (daya mortalitasnya) terhadap ulat bulu tanaman hias
dengan cara disemprotkan pada masing-masing 10 ekor ulut bulu dengan
menggunakan hand sprayer. Setelah ulat bulu disemprot dengan masing-masing
ekstrak, kemudian hasilnya dibandingkan dengan kontrol (air suling). Kemudian
diamati apakah ada ulat bulu yang mati pada setiap perlakuan dan kalau ada,
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyebabkan kematian pada ulut bulu
setelah disemprot dengan perlakuan dibandingkan dengan kontrol.
3.4 Cara/Prosedur Melakukan Penelitian
3.4.1 Pengumpulan bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti daun pepaya dan
buah jeruk purut diperoleh di Banjar Belok, Desa Belok Sidan, Kecamatan
Petang, Kabupaten Badung. Sedangkan ulat bulu diperoleh dari beberapa tanaman
hias (bunga mawar dan bunga soka) yang ada disekitar lingkungan rumah dan
Taman Kota Denpasar. Ulat bulu yang digunakan diambil dari tanaman hias
(bunga soka dan mawar) dikumpulkan dengan cara mengambil ulat bulu dari
tanaman hias dengan menggunakan pinset kemudian dimasukkan ke dalam toples
pelastik yang sudah dilubangi. Peralatan yang diperlukan seperti blender, pisau
dapur, piring, sendok, kertas label, dan hands sprayer disediakan oleh peneliti.
Sedangkan peralatan seperti gelas Erlenmeyer 500 ml memimjam di
Laboratorium Biopestisida, Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Beberapa
bahan yang digunakan dalam penelitian seperti tersaji dalam gambar di bawah ini
a b c
Keterangan :
a. Buah jeruk purut b.Daun pepaya c. Ulat bulu tanaman hias
18
3.4.2 Pembuatan ekstrak (pembuatan pestisida nabati)
Setelah bahan dan alat yang digunakan terkumpul, maka dilakukan ekstraksi
daun pepaya dan kulit buah jeruk purut. Cara ekstraksi daun pepaya dan kulit
buah jeruk purut seperti bagan dibawah ini:
ekstrak pestisida nabati
DAUN PEPAYA
BUAH JERUK PURUT
19
Ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut dibuat dengan cara : mula-
mula daun pepaya dan buah jeruk purut dipetik dari pohonnya, kemudian dicuci
bersih pada air mengalir. Daun pepaya diiris kecil-kecil dan buah jeruk purut
dikuliti dan kulitnya diiris kecil-kecil, kemudian daun pepaya dan kulit buah jeruk
purut ditimbang sebanyak 100 gram, sedangkan ekstrak campuran daun papaya
dan kulit buah jeruk purut masing-masing ditimbang sebanyak 50 gram, kemudian
masing-masing diblender dan pada saat diblender disi air suling sebanyak 100
mL. Setelah diblender kemudian disaring dengan kain kasa, kemudian
dimasukkan ke dalam botol hand sprayer dan siap digunakan/disemprotkan pada
ulat bulu untuk mengetahui kemampuannya dalam mengendalikan ulat bulu
tanaman hias.
3.5 Uji Mortalitas Ekstrak Daun Pepaya dan Kulit Buah Jeruk Perut
Terhadap Ulat Bulu Tanaman Hias
Sebanyak 10 ekor ulat bulu tanaman hias ditaruh diatas wadah/piring pada
setiap perlakuan, kemudian disemprot dengan ekstrak daun papaya, ekstrak kulit
buah jeruk purut dan ekstrak campuran dari daun papaya dengan kulit buah jeruk
purut. Perlakuan diulang sebanyak 6 kali dan hasilnya dibandingkan dengan ulut
bulu tanaman hias yang disemprot dengan air suling sebagai control. Kemudian
diamati banyaknya ulat bulu yang mati dan lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk terjadinya kematian pada ulat bulu. Pada penelitian ini ekstrak disimpan
selama 15 hari dan setiap minggu diuji daya mortalitasnya terhadap ulat bulu
tanaman hias untuk melihat berapa lama daya simpan dan daya mortalitas ekstrak
daun pepaya dan kulit buah jeruk purut terhadap ulat bulu tanaman hias.
Persentase kematian (daya mortalitas) dihitung dengan menghitung banyak
ulat bulu tanaman hias yang mati dengan rumus :
b - c
A = x 100%
b
Keterangan : A = Daya mortalitas (%)
b = jumlah seluruh ulat bulu yang digunakan
c = jumlah ulat bulu yang mati
20
Ulat bulu pada tanaman hias (bunga mawar + soka)
kontrol (air steril) perlakuan ekstrak
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu untuk mengethui potensi ekstrak
daun papaya dan kulit buah jeruk purut sebagai insektisida nabati untuk
mengendalikan ulat bulu tanaman hias, diperoleh hasil bahwa ulat bulu tanaman
hias akan mati setelah disemprot dengan ekstrak daun papaya, ekstrak kulit buah
jeruk purut dan ekstrak campuran antara daun papaya dengan kulit buah jeruk
purut dengan menggunakan hand sprayer. Ulat bulu akan mati setelah 1 sampai 5
menit disemprot dengan ekstrak. Ekstrak campuran antara daun papaya dan kulit
jeruk purut paling efektif membunuh ulut bulu tanaman hias (daya mortalitas
paling tinggi. Sedangkan ulat bulu yang disemprot dengan air suling (kontrol)
tidak mengalami kematian. Hasil penelitian seperti tersaji dalam Gambar
4.1sebagai berikut :
ulat bulu disemprot dengan air suling
ulat bulu bunga soka
(masih hidup)
ulat bulu bunga mawar
(masih hidup)
22
Gambar 4.1 Ulat bulu tanaman hias setelah perlakuan ekstrak daun pepaya +
kulit buah jeruk purut dibandingkan dengan kontrol
Tabel 4.1
Uji daya mortalitas (%) ekstrak segar daun papaya, ekstrak kulit buah jeruk
dan ekstrak campuran daun papaya dengan kulit buah jeruk terhadap
ulat bulu tanaman hias
Perlakuan
Ulangan
Rata-rata
I II III IV V VI
P0 0 0 0 0 0 0 0 ± 0a
P1 70 80 80 70 80 80 76,67 ± 5,16b
P2 90 80 100 90 90 90 90,00 ± 6,32c
P3 100 100 100 100 100 100 100 ±0 d
Keterangan : P0 = kontrol
P1 = ekstrak kulit buah jeruk purut
P2 = ekstrak daun pepaya
P3 = ekstrak campuran daun papaya dengan kulit buah jeruk purut
ulat bulu disemprot dengan ekstrak
daun pepaya + kulit buah jeruk purut
ulat bulu bunga soka
(mati)
ulat bulu bunga mawar
(mati)
23
Ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut yang digunakan sebagai
insektisida nabati (biopestisida) terhadap ulat bulu tanaman hias disimpan selama
30 hari dan selama disimpan setiap minggunya dicoba daya mortalitasnya
terhadap ulat bulu tanaman hias. Daya mortalitas ekstrak daun pepaya dan kulit
buah jeruk purut terhadap ulat bulu tanaman hias yang disimpan selama 30 hari
tersaji dalam Tabel 4.2 dan Gambar 4.3 di bawah ini :
Tabel 4.2
Daya mortalitas ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut terhadap ulat bulu
tanaman hias yang disimpan selama 30 hari.
No.
WAKTU SIMPAN/
PERLAKUAN
DAYA
MORTALITAS
Rata-rata (%)
WAKTU
MATI
(Menit)
NOTASI
1
Ekstrak segar
P0 0 ± 0 - a
P1 76,67 ± 5,16 3 d
P2 90 ± 6,32 1 f
P3 100 ± 0 1 f
2
7 hari
P0 0 ± 0 - a
P1 50 ± 3,12 3 c
P2 90 ± 6,16 1 f
P3 100 ± 0 1 f
3
14 hari
P0 0 ± 0 - a
P1 50 ± 5,00 3 c
P2 90 ± 632 2 f
P3 100 ± 0 1 f
4
21 hari
P0 0 ± 0 - a
P1 50 ± 5,00 4 c
P2 80 ± 1,12 2 e
P3 90 ± 0 2 f
5
30 hari
P0 0 ± 0 - a
P1 20 ± 3,24 5 b
P2 70 ± 4,32 3 e
P3 70 ± 1,32 3 e
Keterangan : P0 = kontrol
P1 = ekstrak kulit buah jeruk purut
P2 = ekstrak daun pepaya
P3 = ekstrak campuran daun papaya dengan kulit buah jeruk purut
24
Gambar 4.3 Grafik daya mortalitas ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk
purut terhadap ulat bulu tanaman hias selama 30 hari
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam Gambar 4.1 menunjuk-
kan bahwa ekstrak daun papaya, ekstrak kulit jeruk buah jeruk purut dan ekstrak
campuran daun papaya dengan kulit jeruk purut yang disemprotkan pada ulat bulu
tanaman hias (bunga mawar dan bunga soka) dapat meyebabkan kematian pada
ulat bulu. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk
purut yang digunakan menyemprot ulat bulu tanaman hias mengandung senyawa
yang bersifat racun terhadap ulat bulu. Senyawa-senyawa yang bersifat racun
terhadap ulat bulu tersebut kemungkinan berasal dari daun pepaya atau kulit buah
jeruk purut yang terekstrak, sehingga ekstrak daun pepaya dan kulit jeruk purut
dapat digunakan sebagai insektisida nabati untuk mengendalikan ulat bulu pada
tanaman hias (bunga mawar dan soka). Sedangkan ulat bulu tanaman hias yang
disemprot dengan air suling masih hidup, hal ini menunjukkan bahwa di dalam air
suling tidak terdapat senyawa yang bersifat racun yang dapat membunuh ulat
bulu.
Ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk dapat menyebabkan kematian
pada ulat bulu tanaman hias (bunga mawar dan bunga soka) kemungkinan karena
pada daun pepaya dan kulit jeruk purut mengandung senyawa yang bersifat
pestisida terhadap ulat bulu tanaman hias. Menurut Suhartono (1992) daun pepaya
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
pe
rse
nta
se
ke
ma
tia
n u
lat
bu
lu (
%)
ekstrak
segar
14 hari
lama penyimpanan (hari)
daya mortalitas ekstrak selama masa simpan 30 hari
25
mengandung sejumlah senyawa kimia seperti bahan aktif “papain” sehingga
efektif untuk mengendalikan ulat dan hama pengisap dan kandungan carposide
pada daun pepaya berkhasiat sebagai obat cacing. Papain adalah enzim hidrolase
sistein protease yang ada pada getah pepaya baik di daun, batang maupun
buahnya yang mampu menggumpalkan susu dan mengempukkan daging.
Sedangkan kulit buah jeruk mengandung minyak atsirikimia alami seperti
flavonoid, karotenoi, limonoid dan mineral. Senyawa flavonoid utama dalam
jeruk adalah naringin, narirutin dan hesperidin yang terdapat pada kulit buah jeruk
yang dapat digunakan sebagai senyawa antiseptik dan senyawa antifeedan pada
serangga.
Berdasarkan hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 4.1 ; 4.2 dan Gambar
4.2 menunjukkan bahwa ekstrak campuran antara daun pepaya dan kulit buah
jeruk purut yang digunakan memiliki kemampuan untuk menyebabkan kematian
pada ulat bulu paling tinggi dan waktu yang dibutuhkan semakin singkat. Ekstrak
campuran antara daun pepaya dan kulit buah jeruk purut yang paling efektif
karena memiliki daya bunuh paling tinggi. Ekstrak daun pepaya dan kulit buah
jeruk dapat disimpan dalam 14 hari dengan daya mortalitasnya sama dengan
ekstrak segar. Apabila ekstrak disimpan pada suhu kamar (280C) lebih dari 14 hari
maka daya dan lama mortalitas ekstrak akan menurun, hal ini mungkin
disebabkan oleh senyawa kimia yang ada dalam ekstrak sudah rusak sehingga
lama mortalitasnya menurun. Disamping itu semakin lama ekstrak disimpan maka
ekstrak akan menimbulkan bau yang tidak enak, hal ini disebabkan terjadinya
perubahan senyawa kimia atau rusaknya senyawa-senyawa yang ada di dalam
ekstrak. Adanya perubahan senyawa kimia dalam ekstrak kemungkinan
disebabkan oleh reaksi oksidasi atau adanya mikroorganisme yang dapat
menguraikan komposisi ekstrak sehingga ekstrak menjadi bau. Adanya perubahan
senyawa-senyawa kimia dalam ekstrak dapat mempengaruhi daya mortalitas dari
ekstrak sehingga semakin lama ekstrak disimpan kemampuan untuk membunuh
ulat bulu tanaman hias semakin menurun.
Ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut dapat menyebabkan
kematian pada ulat bulu tanaman hias (bunga mawar dan bunga soka) hal ini
dapat menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut
berpotensi untuk digunakan mengendalikan hama ulat bulu pada tanaman hias.
26
Sehingga ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut dapat dimanfaatkan
sebagai insektisida nabati atau biopestisida untuk mengendalikan hama ulat bulu
tanaman hias. Dengan memanfaatkan insektisida ekstrak daun pepaya dan kulit
buah jeruk purut untuk mengendalikan hama ulat bulu pada tanaman hias dapat
menekan penggunaan insektisida sintetis. Dengan menggunakan insektisida nabati
lebih ramah lingkungan diantaranya tidak mencemari lingkungan, tidak
membunuh predator alami dan tidak menimbulkan resisten pada hama target.
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dan pembahasan yang diuraikan maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak daun papaya, ekstrak kulit buah jeruk purut dan ekstrak
campuran antara daun papaya dengan kulit buah jeruk purut berpotensi
digunakan sebagai insektisda nabati untuk mengendalikan ulat bulu
tanaman hias.
2. Ekstrak campuran antara daun pepaya dengan kulit buah jeruk purut
paling efektif digunakan untuk mengendalikan ulat bulu tanaman hias.
3. Ekstrak daun pepaya dan kulit buah jeruk purut yang dimanfaatkan
sebagai insektisida nabati untuk mengendalikan ulut bulu tanaman hias
dapat disimpan kurang lebih selama14 hari dengan daya mortalitas 100%.
1.2 Saran
Dari hasil penelitian ini disarankan untuk dilakukan penelitian dengan
menggunakan ekstrak yang sama dan diujikan terhadap hama ulat bulu yang
terdapat pada tanaman lain, seperti ulat bulu yang terdapat pada tanaman buah-
buahan dan sayur-sayuran yang sering dibudidayakan oleh petani. Dengan
demikian dapat diketahui manfaat yang lebih luas dari insektisida nabati yang
dibuat, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk
kesejahteran masyarakat, khususnya petani dan untuk kelestarian lingkungan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Lymantriidae. Diakses dari http://wikipedia./lymantriidae, tanggal
15 Pebruari 2016.
Asthuthi, M.M.M; Sumiartha, K; Susila, W.I; Wirya, S.A.N.G dan Sudiarta, P.I.
2012. Efikasi minyak atsiri tanaman cengkeh, pala dan jahe terhadap
mortalitas ulat bulu gempinis dari familia Lymantriidae.
Baliadi, Y. dan Bedjo. 2011. Serangan ulat bulu di Probolinggo. Seminar Badan
Litbang Pertanian. Jakarta, 18 April 2011.
Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Rahayu, E.D. 2012. Pemanfaatan ekstrak daun pepaya sebagai pestisida alami
yang ramah lingkungan.
Rukmana, R. dan Oesman, Y.Y. 2002. Nimba Penghasil Pestisida Alami.
Kaninus. Yogyakarta.
Soesanto, L. 2008. Pengantar pengendalian hayati penyakit tanaman. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Suhartono. M. 1992. Identifikasi prilaku dan siklus hidup ulat bulu pelompat
Acrtonis sp.
Suprapta, D.N. 2014. Pestisida Nabati Potensi dan Prospek Pengembangan. Edisi
Pertama. Pelawa Sari. Denpasar.
Wikipedia. 2011. Lymantriidae. http://en.wikipedia.org/wiki/Lymantriidae [15
Pebruari 2016].
29
LAMPIRAN
30