laporan penelitian_2014_6.pdf

106
Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam Pembangunan Koperasi 2014 DRAFT 1 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Membangun koperasi merupakan suatu proses pembelajaran yang berkelanjutan dan berulang sejalan dengan adanya pergantian generasi, pertambahan jumlah penduduk, dan perkembangan dinamis berbagai aspek kehidupan yang ada dalam masyarakat. Ini berarti dari waktu ke waktu koperasi perlu dibangun, dievaluasi perkembangannya, dan dilakukan perbaikan dalam pembinaannya. Pembangunan koperasi yang merupakan sebuah proses tidak dapat dipisahkan dari pembangunan wilayah atau daerah sesuai semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang kini terus bergulir. Dalam semangat desentralisasi dan otonomi daerah peran pemerintah pada tingkat propinsi, kota, dan kabupaten menjadi sangat penting. Namun ini tidak berarti bahwa pembangunan koperasi harus menjadi monopoli pemerintah. Dalam membangun koperasi pendekatan pemberdayaan masyarakat menjadi prioritas. Pemberdayaan ditujukan untuk mengembangkan dan menumbuhkan koperasi dimana koperasi sendiri yang harus didorong untuk secara aktif membangun dirinya. Hal ini tidak berarti pemerintah tidak perlu campur tangan, melainkan campur tangan pemerintah tetap sangat diperlukan untuk menciptakan iklim kondusif yang dibutuhkan oleh koperasi dan mendorong serta menggalang partisipasi positif pihak terkait dalam membangun koperasi. Isu strategis pembangunan koperasi dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi pembangunan koperasi tergantung pada partisipasi aktif berbagai pihak, yaitu kalangan koperasi sendiri, dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat. Pada sisi lain bagaimana membangun pemahaman yang sama tentang tujuan, sasaran, dan pengukuran serta kriteria penilaian keberhasilan pembangunan itu. Membangun pemahaman yang sama sampai saat ini masih belum merata dan meluas. Hal tersebut potensial mengakibatkan S S M tidak optimalnya dukungan pihak terkait dan tidak terjadi sinergi positif dalam

Upload: samalonareggae

Post on 16-Sep-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Hasil Kajian Kementerian Koperasi dan UKM RI guna pengembangan UKM sebagai sektor strategis di Indonesia sekaligus mendukung program NAWACITA Bapak Presiden Jokowi Dodo

TRANSCRIPT

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    1

    Bab I

    Pendahuluan

    1.1. Latar Belakang

    Membangun koperasi merupakan suatu proses pembelajaran yang berkelanjutan

    dan berulang sejalan dengan adanya pergantian generasi, pertambahan jumlah

    penduduk, dan perkembangan dinamis berbagai aspek kehidupan yang ada dalam

    masyarakat. Ini berarti dari waktu ke waktu koperasi perlu dibangun, dievaluasi

    perkembangannya, dan dilakukan perbaikan dalam pembinaannya. Pembangunan

    koperasi yang merupakan sebuah proses tidak dapat dipisahkan dari pembangunan

    wilayah atau daerah sesuai semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang kini terus

    bergulir. Dalam semangat desentralisasi dan otonomi daerah peran pemerintah pada

    tingkat propinsi, kota, dan kabupaten menjadi sangat penting. Namun ini tidak berarti

    bahwa pembangunan koperasi harus menjadi monopoli pemerintah.

    Dalam membangun koperasi pendekatan pemberdayaan masyarakat menjadi

    prioritas. Pemberdayaan ditujukan untuk mengembangkan dan menumbuhkan koperasi

    dimana koperasi sendiri yang harus didorong untuk secara aktif membangun dirinya. Hal

    ini tidak berarti pemerintah tidak perlu campur tangan, melainkan campur tangan

    pemerintah tetap sangat diperlukan untuk menciptakan iklim kondusif yang dibutuhkan

    oleh koperasi dan mendorong serta menggalang partisipasi positif pihak terkait dalam

    membangun koperasi.

    Isu strategis pembangunan koperasi dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi

    pembangunan koperasi tergantung pada partisipasi aktif berbagai pihak, yaitu kalangan

    koperasi sendiri, dunia usaha, pemerintah, dan masyarakat. Pada sisi lain bagaimana

    membangun pemahaman yang sama tentang tujuan, sasaran, dan pengukuran serta

    kriteria penilaian keberhasilan pembangunan itu. Membangun pemahaman yang sama

    sampai saat ini masih belum merata dan meluas. Hal tersebut potensial mengakibatkan S S M

    tidak optimalnya dukungan pihak terkait dan tidak terjadi sinergi positif dalam

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    2

    pemberdayaan koperasi. Karena itu perlu dibangun suatu instrumen yang dapat

    mempengaruhi sejauhmana kemajuan yang diperlukan sesuai yang diharapkan. Kiat

    dimaksud diharapkan akan mempermudah bagi siapapun yang memiliki kepedulian dalam

    pembangunan koperasi, khususnya dari pemerintah, untuk mengetahui kondisi koperasi,

    mengukur kemajuan ataupun kekurangan untuk disempurnakan.

    Sejalan dengan kebijakan Otonomi Daerah, sejak tahun 1998 Pemerintah Pusat

    telah mendelegasikan kewenangan pengelolaan kepada daerah, kecuali urusan agama,

    pertahanan, keuangan, luar negeri, dan kehakiman, sebagaimana tercantum di dalam

    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu urusan

    pemerintahan yang telah dilimpahkan adalah pemberdayaan koperasi yang diharapkan

    dapat menjadi penggerak ekonomi rakyat di daerah. Sebagai perwujudan dari kepedulian

    terhadap perkembangan dan pembinaan koperasi, pemerintah terus berupaya untuk

    merumuskan kebijakan yang tepat dan dapat dengan mudah diterapkan seiring dengan

    era otonomi yang terus digulirkan. Langkah nyata yang saat ini tengah diupayakan oleh

    pemerintah adalah pengembangan koperasi yang mampu meningkatkan nilai tambah,

    penyerapan tenaga kerja, dan kemandirian. Langkah ini memiliki beberapa keunggulan

    antara lain lebih fokusnya kebijakan yang diambil, lebih terarahnya distribusi informasi,

    serta tingkat kompetisi dan efisiensi yang tinggi dari pelaku usaha dan antar daerah.

    Selama ini, secara statistik telah terlihat perkembangan koperasi secara lokal,

    regional, dan nasional. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM bahwa sebaran koperasi

    telah menyeluruh pada 33 propinsi dan 440 kabupaten/kota pada tahun 2006. Dari

    138.411 jumlah koperasi terdapat 27.042.342 orang anggota koperasi, 29.207 orang

    manajer, dan 278.441 orang karyawan. Memperhatikan data tersebut, tampaknya tidak

    ada masalah dengan kehadiran koperasi karena secara kuantitas kehadiran koperasi

    cukup tinggi. Namun pada sisi lain, dalam pembangunan daerah belum mencerminkan

    peran sentral koperasi. Jumlah orang miskin di Indonesia masih sangat banyak mencapai

    lebih dari 37 juta orang, dan posisi daerah dalam konteks keterkaitan pembangunan

    koperasi dengan daerah dan nasional belum terlihat. Misalnya, apakah daerah di Jawa

    yang relatif secara nasional berada pada posisi lebih baik dengan daerah luar Jawa S S M

    sepadan dengan kemampuannya mengembangkan koperasi di daerah masing-masing ?

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    3

    Dalam rangka menumbuh-kembangkan semangat kompetisi masing-masing

    daerah untuk membangun ekonomi rakyat melalui koperasi, perlu diadakan

    pemeringkatan daerah yang menggambarkan kinerja sekaligus komitmen dari Pemerintah

    Daerah untuk pemberdayaan Koperasi dan UKM dalam semangat otonomi daerah. Upaya

    pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi belum pernah ada. Sebelum

    diimplementasikan secara luas untuk seluruh daerah (propinsi, kabupaten, dan kota),

    diperlukan kajian khusus baik secara studi literatur, kunjungan lapangan, maupun diskusi

    dengan para pakar dan praktisi koperasi. Diharapkan kegiatan ini akan menambah

    semangat persaingan antar daerah dalam membangun ekonomi rakyat melalui koperasi.

    Selain itu juga untuk memperlancar koordinasi antara pusat dengan daerah.

    Kementerian Koperasi dan UKM (KUKM) melalui Deputi Bidang Pengkajian

    Sumberdaya KUKM, khususnya Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi, pada tahun

    2007 mempunyai kegiatan studi pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi.

    Studi ini merupakan gagasan awal mencari model yang cocok untuk pemeringkatan

    daerah dalam pembangunan koperasi. Laporan ini merupakan hasil dari studi tersebut

    yang merupakan jawaban atas permasalahan studi menyangkut pemeringkatan.

    1.2. Rumusan Masalah

    Fungsi dan peran koperasi sebagaimana Undang-Undang nomor 25 tahun 1992

    tentang Perkoperasian adalah membangun dan mengembangkan potensi dan

    kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk

    meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Tentu saja dalam konteks

    pembangunan wilayah fungsi dan peran koperasi itu tidak lain ditujukan untuk

    meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi dan masyarakat lokal. Sementara itu

    dengan adanya kebijakan Otonomi Daerah, terbuka peluang bagi pemberdayaan koperasi

    secara lebih baik sehingga sebutan koperasi sebagai penggerak ekonomi rakyat di daerah

    diharapkan benar-benar akan terwujud. Bilamana fungsi dan peran koperasi yang dicita-

    citakan pada satu sisi dan pemberdayaan koperasi melalui kebijakan Otonomi Daerah

    telr SakSsMana dengan tepat pada sisi lainnya maka akan ada sinergis dimana koperasi

    memberikan kontribusi besar dalam pembangunan wilayah.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    4

    Menindaklanjuti hal di atas telah ada program-program pemerintah untuk

    membangun swadaya masyarakat dalam perkoperasian, antara lain peningkatan kualitas

    sumbedaya manusia, penciptaan iklim kondusif, bantuan langsung, dan perkreditan.

    Dalam konteks pembangunan wilayah, program pemerintah dimaksud semestinya

    dilaksanakan secara transparan, penuh kompetisi, dan berorientasi masyarakat, sehingga

    menghasilkan koperasi yang tumbuh dan berperan secara mikro dan makro. Sebagai

    wujud nyata peran koperasi dalam pembangunan wilayah, indikator dan variabel harus

    terlihat jelas dan terukur sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan performa

    koperasi dalam pembanganan wilayah.

    Pada uraian latar belakang keberadaan koperasi dengan mengacu pada statistik

    koperasi, secara kuantitas berdasarkan beberapa indikator telah menunjukkan performa

    cukup baik karena daerah (kabupaten/kota) rata-rata telah mempunyai 314 unit koperasi

    dengan anggota koperasi sebanyak 61.460 orang, manajer 66 orang, dan karyawan

    koperasi sebanyak 633 orang. Berdasarkan propinsi, rata-rata propinsi memiliki

    4.194 unit koperasi dengan anggota koperasi sebanyak 819.465 orang, 885 orang

    manajer, dan 8.438 orang karyawan koperasi. Berbagai pertanyaan muncul dari

    performa koperasi secara regional. Apakah angka-angka di atas cukup menjelaskan

    bahwa pembangunan koperasi sudah baik ? Bagaimana melihat performa daerah dalam

    pembangunan koperasi ? Hal inilah yang menjadi persoalan yang membutuhkan analisis

    lebih dalam.

    Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengetahui performa

    pembangunan koperasi. Pada awal pengenalan KUD awal tahun 1980-an pemerintah

    telah menetapkan kriteria KUD Model dan Klasifikasi Koperasi. Kemudian pada awal tahun

    1990-an pergantian Menteri yang menangani pembangunan koperasi juga mengganti

    program pembangunan koperasi dengan mengeluarkan kebijakan KUD dan Koperasi

    Mandiri. Upaya pada era Orde Baru tersebut ternyata tidak menunjukkan kualitas koperasi

    yang sebenarnya. Pada era reformasi pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang

    menghasilkan Program Klasifikasi Koperasi yang sampai saat ini masih berlaku dan

    penetapan koperasi terbaik. S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    5

    Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tersebut hanya pada tataran mikro

    koperasi sebagai dunia usaha. Program tersebut hanya mampu memberikan atribut

    terhadap koperasi dalam rangka memperoleh penghargaan yang diterima setiap kejadian

    perayaan Hari Koperasi pada bulan Juli. Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah lebih

    pada kontes pemilihan koperasi terbaik pada waktu tertentu. Daerah sangat pasif dan

    kurang ada upaya kreatif dimana Kepala Daerah memberikan perhatian sekedar untuk

    memperoleh penghargaan. Situasi itu didukung oleh sistem karena pada masa itu sistem

    pemerintahan sentralistik. Upaya tersebut belum mampu menggambarkan secara

    komprehensif pembangunan koperasi terkait dengan pembangunan ekonomi regional

    yang mencerminkan semangat kompetisi.

    Sejalan dengan era reformasi dan globalisasi, mencari jawaban atas permasalahan

    di atas merupakan bagian dari perubahan proses pembangunan berdasarkan otonomi

    daerah. Kepala Daerah diberikan kewenangan yang besar dalam pembangunan dengan

    pelimpahan urusan pembangunan termasuk koperasi, sehingga Kepala Daerah juga harus

    ikut bertanggungjawab terhadap keberhasilan pembangunan koperasi. Bagaimana model

    dan indikator pembangunan koperasi yang terintegrasi dengan pembangunan daerah dan

    nasional menjadi permasalahan yang perlu dipecahkan melalui studi ini.

    1.3. Tujuan dan Manfaat

    Sesuai latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan dan manfaat dari studi

    ini adalah sebagai berikut :

    Tujuan Studi

    1. Menemukenali indikator-indikator penilaian dalam pembangunan daerah

    dalam bidang perkoperasian.

    2. Merumuskan model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi.

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    6

    Manfaat Studi

    1. Sebagai bahan masukan untuk pemeringkatan beberapa daerah dalam

    pembangunan koperasi.

    2. Memotivasi Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan dalam

    pembangunan koperasi.

    3. Meningkatkan semangat kompetisi antar daerah dalam pembangunan

    koperasi.

    Sasaran dan Output

    Sasaran kualitatif dari kegiatan ini adalah terdapatnya hasil studi tentang model

    pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi. Adapun sasaran kuantitatif adalah

    terdapatnya informasi mengenai indikator, model, dan mekanisme pemeringkatan yang

    mencakup 5 (lima) propinsi. Output studi ini adalah tersusunnya buku hasil studi model

    pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi.

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    7

    Bab II

    Kerangka Pikir dan

    Ruang Lingkup Studi

    2.1. Kerangka Pikir

    Empat komponen utama dalam penyusunan kerangka pikir studi ini adalah (1)

    konsepsi model, (2) kerangka pembangunan wilayah, (3) kerangka pembangunan

    koperasi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan wilayah, dan (4)

    formulasi model integratif pembangunan koperasi dengan wilayah. Secara teori dan

    empiris keempat aspek tersebut dijelaskan berturut-turut di bawah ini.

    2.1.1. Konsepsi Model

    Studi ini merupakan sebuah studi model untuk pemeringkatan daerah dalam

    pembangunan koperasi. Karena itu yang hendak dihasilkan adalah sebuah model yang

    terukur setelah melalui uji sahih untuk mendapatkan peringkat daerah dalam

    pembangunan koperasi. Secara teoritis, sebuah model merupakan abstraksi dari dunia

    nyata. Begitu kompleksnya dunia nyata karena mengandung sangat banyak indikator dan

    permasalahan sehingga suatu studi tidak mungkin mampu menyelesaikan semua aspek

    yang kompleks. Model memberikan solusi atas kekompleksan dunia nyata agar diperoleh

    hasil yang memadai untuk kepentingan pengambilan keputusan (Taha, 1982; Bronson,

    1982; Nasendi dan Anwar, 1985; Johnson, 1986; Dimiyati dan Dimiyati, 1987; Makridakis

    dan Wheelright, 1989; Mulyono, 1999).

    Menurut Taha (1982), Nasendi dan Anwar (1985), dan Muyono (1999) bahwa

    pengambilan keputusan adalah suatu proses yang dikembangkan secara bertahap dan

    sistematis yang bermakna memiliki kriteria yang sistematis melalui prosedur tertentu yang

    jelas dan teratur. Kriteria yang baik memenuhi tiga syarat, yakni (1) mempunyai ukuran S S M

    yang jelas, (2) dapat dipergunakan untuk menilai berbagai alternatif pilihan, dan (3)

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    8

    mudah dihitung dan dijabarkan. Untuk proses itu sampai pada pengambilan keputusan,

    dibutuhkanlah model.

    Sebagai abstraksi dunia nyata, model memberikan manfaat dalam penentuan

    optimalisasi penggunaan sumberdaya sehingga pengambilan keputusan bisa menciptakan

    efisiensi dalam organisasi dan wilayah. Model mencerminkan hubungan fungsional yang

    langsung atau tak langsung, dan interaksi atau interdependensi antar elemen sehingga

    membentuk sistem. Itu sebabnya dalam riset operasi, model memegang peranan sentral.

    Sebagaimana terlihat pada Gambar 1, Nasendi dan Anwar menyatakan bahwa

    model dibangkitkan dari teori dan fakta atau kenyataan dan hasil prosesnya dipergunakan

    sebagai Pola Dasar Sistem (PDS) yang mengandung visi dan misi, landasan, dan azas.

    PDS melahirkan Strategi dan Kebijakan (S&K) yang merupakan arah dan langkah-langkah

    apa yang harus dilakukan. Sedangkan S&K melahirkan proyek/pelaksanaan kebijakan

    yang mengandung kegiatan.

    Gambar 1. Peran Model Dalam Pengambilan Keputusan

    (Nasendi dan Anwar, 1985)

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    9

    Suatu model yang baik harus memenuhi tiga persyaratan, yakni (1) kesesuaian,

    model harus mampu merangkum unsur-unsur pokok dari persoalan yang dihadapi,

    (2) kesederhanaan, model harus sesuai dengan kemampuan dan kepentingan, dan

    (3) keserasian, model harus mampu mengesampingkan hal-hal yang tak berguna.

    Berdasarkan tipe, dimensi, fungsi, tujuan, dan tingkat abstraksinya, terdapat tiga jenis

    model, yakni Model Ikonik, Model Analog, dan Model Matematika. Model Ikonik adalah

    model yang berdimensi dua atau tiga yang merupakan ikon dari suatu obyek, misalnya

    fotograf, bumi, dan mobil. Model Analog adalah analogi dari persoalan atau fenomena

    yang terjadi secara dinamis, misalnya warna peta dan kurva. Model Matematika atau

    Simbolik adalah merupakan model abstrak karena menggunakan simbol matematika

    mewakili dunia nyata yang kompleks. Model Matematika terdiri dari dua kelompok yakni

    model deterministik yang menggunakan data pada kondisi tertentu (certainty) dan model

    stokhastik yang menggunakan data dalam kondisi probabilistik. Dengan memperhatikan

    permasalahan dan tujuan riset, studi ini menggunakan Model Matematika yang bersifat

    deterministik sebagai dasar analisis.

    Dalam proses pengambilan keputusan dapat menggunakan berbagai macam

    model, tergantung kepada tujuan pengambilan keputusan. Secara umum model dapat

    dibedakan atas model kualitatif dan kuantitatif. Model kualitatif pada umumnya

    menggunakan skala ordinal dan nominal, paling sering dipergunakan dalam ilmu sosial,

    budaya, dan politik. Misalnya, smoothing factor untuk melakukan peramalan. Model

    kuantitatif lebih menggunakan skala interval dan rasio dan juga dapat menggabungkan

    skala ordinal dan nominal. Model yang termasuk dalam kuantitatif adalah ekonometrika

    dan linear programming. Model ekonometrika biasanya digunakan untuk peramalan atau

    prediksi dengan tingkat akurasi tinggi. Sementara model linear programming digunakan

    untuk mengetahui optimalisasi alokasi sumberdaya. Dalam rangka membangun

    benchmarking kapasitas kreatif suatu entitas negara atau wilayah, Bowen dkk (2006)

    menerapkan model composite index of the creative economi untuk melihat best practices

    regional. Berdasarkan pengalaman lembaga internasional dalam pemeringkatan negara-

    negara dan juga sebagaimana kajian Bowen dkk, studi pemeringkatan ini lebih tepat

    menSgSgMunakan model kuantitatif berdasarkan analisis indeks.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    10

    2.1.2. Kerangka Pembangunan Wilayah

    2.1.2.1. Teori Pembangunan dan Pertumbuhan Wilayah

    Menurut Rahardjo Adisasmita (2005), pembangunan wilayah (regional) merupakan

    fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi

    modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi

    industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan

    pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan),

    kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Semua faktor di atas

    adalah penting tetapi masih dianggap terpisah-pisah satu sama lain dan belum menyatu

    sebagai komponen yang membentuk basis untuk penyusunan teori pembangunan wilayah

    (regional) secara komprehensif.

    Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan landasan teori yang mampu

    menjelaskan hubungan korelasi antara fakta-fakta yang diamati sehingga dapat

    merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan membuat ramalan terhadap gejala-

    gejala baru yang diperkirakan akan terjadi. Dengan semakin majunya studi-studi

    pembangunan ekonomi, banyak teori telah diperkenalkan, dan teori-teori tersebut dapat

    digunakan sebagai landasan untuk menjelaskan pentingnya pembangunan wilayah.

    Beberapa teori di dalam pembangunan wilayah yang lebih dikenal adalah

    pemikiran-pemikiran menurut beberapa aliran dalam Ilmu Ekonomi (misalnya Klasik, Neo

    Klasik, Harrod-Domer, Keynes dan Pasca Keynes), teori basis ekspor, teori sektor, struktur

    industri dan pertumbuhan wilayah, dan teori kausasi kumulatif. Juga teori-teori seperti

    teori lokasi dan aglomerasi, teori tempat sentral, teori kutub pertumbuhan, dan teori

    pembangunan polarisasi.

    Teori Aliran Klasik

    Aliran Klasik dipelopori oleh Adam Smith pada akhir abad ke-18 berpendapat

    bahwa tingkat output dan harga keseimbangan hanya dapat dicapai bila perekonomian

    berada pada tingkat kesempatan kerja penuh (full employment) dan keseimbangan S S M

    dengan tingkat kesempatan kerja penuh itu hanya dapat dicapai melalui bekerjanya

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    11

    da pe

    mekanisme pasar secara bebas (free operation of market mechanism). Pertumbuhan

    ekonomi disebabkan oleh faktor akumulasi modal dan perkembangan jumlah penduduk.

    Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau

    pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya

    akan mendorong penambahan investasi (pembentukan modal) dan persediaan modal

    (capital stock) yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan pendapatan.

    Bertambahnya pendapatan berarti meningkatnya kemakmuran (kesejahteraan)

    penduduk. Peningkatan kemakmuran mendorong bertambahnya jumlah penduduk.

    Penduduk selain merupakan pasar karena pendapatannya meningkat juga merupakan

    sumber tabungan yang digunakan untuk akumulasi modal yang selanjutnya akan

    mendorong pertumbuhan yang semakin meningkat. Bertambahnya jumlah penduduk

    menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (law of

    diminishing returns) yang selanjutnya akan menurunkan akumulasi modal. Doktrin atau

    semboyan aliran Klasik adalah persaingan bebas. Artinya pemerintah tidak perlu campur

    tangan dalam perdagangan dan perekonomian.

    Teori Aliran Neo Klasik

    Aliran Neo Klasik menggantikan aliran Klasik. Ahli-ahli Neo Klasik banyak

    menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut:

    a. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.

    b. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual.

    c. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif.

    d. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan).

    Meskipun model pertumbuhan Neo Klasik telah digunakan secara luas dalam

    analisis regional namun beberapa asumsinya tidak tepat, yakni (a) full employment yang

    terus menerus tidak dapat diterapkan pada sistem multi-regional dimana persoalan-

    persoalan regional timbul disebabkan karena perbedaan-perbedaan geografis dalam hal

    tingkat penggunaan sumberdaya, dan (b) persaingan sempurna tidak dapat diberlakukan

    pa S S M

    rekonomian dan spasial.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    12

    Tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber, yaitu akumulasi penawaran tenaga

    kerja, modal dan kemajuan teknik. Model Neo Klasik menarik perhatian ahli-ahli teori

    ekonomi regional karena mengandung teori tentang mobilisasi faktor. Implikasi dari

    persaingan sempurna adalah modal dan tenaga kerja yang berpindah apabila balas jasa

    faktor-faktor tersebut berbeda-beda. Modal akan mengalir dari daerah yang mempunyai

    tingkat biaya tinggi ke daerah yang mempunyai tingkat biaya rendah karena keadaan ini

    memberikan suatu penghasilan (return) yang lebih tinggi. Tenaga kerja yang kehilangan

    pekerjaan akan pindah ke daerah lain yang mempunyai lapangan kerja baru yang

    merupakan pendorong untuk pembangunan di daerah tersebut.

    Teori Aliran Keynes Dan Pasca Keynes

    Bersamaan dengan masa depresi yang melanda dunia tahun 1930-an muncullah

    pemikiran John Maynard Keynes yang mengemukakan perubahan besar. Keynes dalam

    bukunya yang berjudul General Theory of Employment, Interest and Money (1936)

    menyatakan bahwa karena upah bergerak lamban maka sistem kapitalisme tidak akan

    secara otomatis akan mencapai kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja penuh

    (full-employment equilibrium). Karena itu akibat yang ditimbulkan saat itu adalah

    pengangguran yang sangat berlebih yang mana dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal

    atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat.

    Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan

    kesempatan kerja dalam jangka panjang yang menganalisis fluktuasi jangka pendek

    untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Beberapa persoalan penting

    dalam analisis Pasca Keynes adalah:

    a. Syarat-syarat apakah yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan

    pendapatan yang mantap (steady growth) pada tingkat pendapatan dalam

    kesempatan kerja penuh (full employment income) tanpa mengalami deflasi ataupun

    inflasi.

    b. Apakah pendapatan itu benar-benar bertambah pada tingkat sedemikian rupa

    SsSeMhingga dapat mencegah terjadinya kemacetan yang lama atau tingkat inflasi yang

    terus menerus.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    13

    Apabila jumlah penduduk bertambah maka pendapatan per kapita akan berkurang

    kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang

    maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila

    terjadi investasi maka pendapatan riil harus bertambah pula untuk mencegah terjadinya

    kapasitas yang menganggur (idle capacity).

    Teori Basis Ekspor {Export Base Theory)

    Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Teori

    ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian yaitu daerah yang

    bersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat di dalam satu wilayah dinyatakan

    sebagai suatu sistem sosial ekonomi. Sebagai suatu sistem, keseluruhan masyarakat

    melakukan perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya. Faktor

    penentu (determinan) pertumbuhan ekonomi dikaitkan secara langsung kepada

    permintaan akan barang dari daerah lain di luar batas masyarakat ekonomi regional.

    Pertumbuhan industri yang menggunakan sumberdaya lokal termasuk tenaga kerja dan

    material (bahan) untuk komoditas ekspor, akan meningkatkan kesempatan kerja dan

    kesejahteraan masyarakat.

    Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan

    yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan

    aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian

    yang bersangkutan. Kegiatan non-basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan

    jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian

    yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal.

    Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam

    pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan

    semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya. Setiap perubahan

    yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam

    perekonomian regional.

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    14

    Analisis basis ekonomi adalah berkenaan dengan identifikasi pendapatan basis

    (Richardson 1977). Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu wilayah akan

    menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan yang selanjutnya

    menambah permintaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut sehingga

    pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan non basis. Sebaliknya,

    berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang

    mengalir ke dalam suatu wilayah sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan

    produk dari aktivitas non basis.

    Walaupun teori basis ekspor mengandung kelemahan yang membagi

    perekonomian regional menjadi dua sektor kegiatan yakni basis dan non basis, namun

    upaya tersebut dapat bermanfaat sebagai sarana untuk memperjelas pengertian

    mengenai struktur daerah atau wilayah yang bersangkutan dan bukan sebagai alat untuk

    membuat proyeksi jangka pendek atau jangka panjang.

    Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang lazim

    digunakan adalah location quotient (LQ). Teknik LQ digunakan untuk mengetahui

    seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sectors).

    Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator

    pertumbuhan wilayah misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.

    Analisis location quotient merupakan suatu alat yang dapat digunakan dengan

    mudah, cepat dan tepat. Karena kesederhanaannya, teknik LQ dapat dihitung berulang

    kali dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu. Location quotient

    merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu (misalnya industri) atau

    PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu (industri) atau total nilai PDRB

    di suatu daerah (kabupaten) dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang

    sama di propinsi dimana kabupaten tersebut berada dalam lingkupnya. Perhitungan LQ

    dapat dilakukan pula untuk membandingkan indikator di tingkat propinsi dengan di

    tingkat nasional.

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    15

    1

    V

    Analisis LQ dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan

    pergeseran sektor-sektor basis suatu wilayah dengan menggunakan Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan wilayah.

    Formulasi matematisnya adalah:

    LQ

    V R

    /V R

    V1 /V

    dimana :

    R 1

    V R

    V1

    = Nilai PDRB suatu sektor kabupaten/kota

    = Nilai PDRB seluruh sektor kabupaten/kota

    = Nilai PDRB suatu sektor tingkat propinsi

    V = Nilai PDRB seluruh sektor tingkat propinsi.

    Jika LQ lebih besar dari 1, sektor tersebut merupakan sektor basis, artinya

    tingkat spesialisasi kabupaten lebih tinggi dari tingkat propinsi.

    Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat

    spesialisasinya lebih rendah dari tingkat propinsi.

    Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi kabupaten sama dengan

    tingkat propinsi.

    Teori Sektor {Sector Theory of Growth)

    Setiap wilayah mengalami perkembangan meliputi siklus jangka pendek dan

    jangka panjang. Faktor-faktor dalam analisis perkembangan jangka pendek yang

    umumnya digunakan adalah penduduk, tenaga kerja, upah, harga, teknologi dan

    distribusi penduduk, tetapi laju pertumbuhan jangka panjang biasanya diukur menurut

    keluaran (output) dan pendapatan. Pada umumnya pertumbuhan dapat terjadi sebagai

    akibat dari faktor-faktor penentu endogen maupun eksogen yaitu faktor-faktor yang

    terdapat di dalam wilayah yang bersangkutan atau faktor-faktor di luar wilayah atau S S M

    kombinasi dari keduanya.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    16

    Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor.

    Teori ini dikembangkan berdasarkan hipotesis Clark-Fisher yang mengemukakan bahwa

    kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi

    sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam

    sektor industri manufakfur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa (sektor

    tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan (sector shift),

    dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah.

    Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari sisi

    permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari

    permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri

    jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan

    yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan (realokasi) sumberdaya dari sektor primer

    ke sektor manufaktur dan sektor jasa. Sisi penawaran yaitu realokasi sumberdaya tenaga

    kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan

    produktivitas dalam sektor-sektor tersebut. Kelompok sektor-sektor sekunder dan tersier

    menikmati kemajuan yang lebih besar dalam tingkat produktivitas. Hal ini akan

    mendorong peningkatan pendapatan dan produktivitas yang lebih cepat (kombinasi dari

    keduanya misalnya dalam skala ekonomi), karena produktivitas yang lebih tinggi baik

    untuk tenaga kerja maupun untuk modal, dan penghasilan yang lebih tinggi tersebut

    memungkinkan untuk melakukan realokasi sumberdaya.

    Tingkat pertumbuhan produktivitas tergantung pada inovasi dan kemajuan

    teknik ataupun skala ekonomi. Bila produktivitas lebih tinggi dalam industri-industri,

    permintaan terhadap produk-produknya akan meningkat cepat, maka terdapat

    kausalitas "produktivitas - harga rendah - permintaan bertambah luas", bukan sebaliknya.

    Terjadinya perubahan atau pergeseran sektor dan evaluasi spesialisasi (pembagian kerja)

    dipandang sebagai sumber dinamika pertumbuhan wilayah. Perluasan dari teori sektor ini

    adalah teori tahapan (stages theory) yang menjelaskan bahwa perkembangan wilayah

    adalah merupakan proses evolusioner internal dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    17

    a. Tahapan perekonomian subsistem swasembada dimana hanya terdapat sedikit

    investasi atau perdagangan. Sebagian besar penduduk bekerja pada sektor

    pertanian.

    b. Dengan kemajuan transportasi di wilayah yang bersangkutan akan mendorong

    perdagangan dan spesialisasi. Industri pedesaan masih bersifat sederhana

    (tradisional) untuk memenuhi kebutuhan para petani.

    c. Dengan bertambah majunya perdagangan antar wilayah maka wilayah yang maju

    akan memprioritaskan pada pengembangan sub sektor tanaman pangan, selanjutnya

    diikuti oleh sub-sub sektor peternakan dan perikanan.

    d. Industri sekunder berkembang, pada permulaan mengolah produk-produk primer,

    kemudian diperluas dan makin lebih berspesialisasi.

    e. Pengembangan industri tersier (jasa) yang melayani permintaan dalam wilayah

    maupun di luar wilayah.

    Teori Pertumbuhan Wilayah dan Struktur Industri {Regional Growth and

    Industrial Structure)

    Interpretasi pertumbuhan wilayah dalam arti dinamika struktur industri adalah

    sangat penting. Alasannya adalah kerangka dasar analisis pertumbuhan wilayah dan

    lokasi industri secara komprehensif dan konsisten diperlukan untuk memahani dan

    mengevaluasi ekonomi sub nasional (wilayah) dan pembangunan fisik. Analisis tersebut

    menggunakan tiga asumsi, yaitu (1) bahwa pertumbuhan wilayah secara overall (volume

    kegiatan ekonomi) ditentukan oleh kondisi bermacam-macam faktor lain dari pada

    pendapatan regional per kapita (aspek kesejahteraan dari pertumbuhan); (2) bahwa

    pembangunan masa depan adalah hasil dari kegiatan dan keputusan masa lalu dan

    sekarang, dan (3) bahwa faktor-faktor kritis dalam pola pertumbuhan wilayah yang terus

    berubah itu adalah hasil keputusan perusahaan-perusahaan mengenai lokasi dan output

    (jika dilihat ke belakang adalah sebagai input, dan dihubungkan ke depan adalah pasar

    dairSi

    Snd

    Mustri-industri dalam perekonomian).

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    18

    Peranan suatu wilayah sebagai komponen (bagian) ekonomi nasional

    direpresentasikan oleh sektor industri dan struktur industri yang terdapat pada masing-

    masing wilayah. Ada bermacam-macam industri yaitu industrii besar, sedang dan kecil,

    dan terdapat pula industri yang mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi, lamban, dan

    bahkan ada yang stagnan (mandeg). Ada suatu wilayah yang memiliki keunggulan

    lokasional (locational advantage) yang memungkinkan pengembangan industri.

    Sebaliknya wilayah-wilayah lain tidak memiliki keunggulan lokasional sehingga

    pengembangan industri mengalami hambatan.

    Tanpa memandang industri itu berkembang cepat atau lamban, yang penting

    diukur adalah proporsi atau kontribusi.sektor industri di masing-masing wilayah terhadap

    total industri nasional (indikator pertumbuhan lain misalnya penduduk dan pendapatan).

    Analisis kontribusi (share analysis) ini memberikan gambaran struktur suatu wilayah

    secara statis. Upaya untuk mengkaji struktur wilayah secara dinamis adalah menerapkan

    shift analysis (analisis pergeseran). Analisis ini membandingkan perubahan regional yang

    terjadi di suatu wilayah antara dua titik waktu tertentu dan khususnya

    mengkonsentrasikan pada apakah perubahan regional itu lebih besar atau lebih kecil

    dibandingkan dengan perubahan rata-rata nasional (yaitu apakah terjadi pergeseran atau

    perubahan yang menaik atau menurun).

    Perubahan regional terdiri dari dua komponen yaitu pergeseran proporsional

    (proportionality shift) dan pergeseran diferensial (differential shift). Pergeseran

    proporsional mengukur pengaruh komposisi industri yang dilihat secara nasional bahwa

    beberapa sektor mengalami pertumbuhan lebih cepat dibandingkan sektor-sektor lainnya.

    Jadi, suatu wilayah yang memiliki sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya lamban

    akan memperlihatkan pergeseran proporsional yang menurun. Sebaliknya suatu wilayah

    yang mempunyai sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya tinggi akan memperlihatkan

    pergeseran yang menaik. Pergeseran diferensial terjadi dari keadaan bahwa industri-

    industri tumbuh di beberapa wilayah lebih cepat dari wilayah-wilayah lain. Wilayah-

    wilayah yang mempunyai karakteristik pergeseran yang menaik adalah daerah-daerah

    yang memiliki keunggulan lokasional yang memungkinkan pengembangan kegiatan- S S M

    kegiatan tertentu lebih baik dibandingkan daerah-daerah lain.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    19

    Teori Kausasi Kumulatif {Cummulative Causation Theory)

    Tahun 1955, sepuluh tahun setelah Perang Dunia II berakhir Gunnar Myrdal

    mengemukakan tiga kesimpulan penting yaitu:

    a. Dunia dihuni oleh segelintir negara-negara yang sangat kaya dan sejumlah besar

    negara-regara yang sangat miskin.

    b. Negara-negara kaya melaksanakan pola perkembangan ekonomi yang terus menerus

    sedangkan negara-negara miskin mengalami perkembangan yang sangat lamban dan

    bahkan ada yang mandeg.

    c. Jurang ketidakmerataan ekonomi antara negara-negara kaya dan negara-negara

    miskin semakin bertambah besar.

    Ada dua asumsi pokok yang tidak realistis yang melemahkan teori ekonomi

    tradisional untuk menjelaskan ketidakmerataan itu yaitu : pertama, adalah keseimbangan

    stabil (stable equilibrium) artinya sistem perekonomian pasar selalu bergerak menuju

    kepada keseimbangan, dan kedua, analisis ekonomi dibatasi pada faktor-faktor ekonomi

    saja akibatnya variabel-variabel non-ekonomi diperlakukan sebagai data yang sudah

    tertentu (ceteris paribus). Sedangkan antara faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi

    terdapat saling keterkaitan dan saling pengaruh yang bersifat sirkuler satu sama lain.

    Berdasarkan prinsip kausasi sirkuler kumulatif dapat dijelaskan terjadinya

    ketidakmerataan ekonomi (internasional, nasional dan regional). Apabila proses kausasi

    sirkuler kumulatif dibiarkan bekerja atas kekuatan sendiri maka akan menimbulkan

    pengaruh merambat yang ekspansioner di satu pihak (spread effects) dan pengaruh

    pengurasan (backwash effects). Strategi campur tangan pemerintah yang dikehendaki

    adalah pengambilan tindakan kebijakan yang mengurangi backwash effects dan

    memperkuat spread effects agar proses kausasi sirkuler kumulatif mengarah ke atas yakni

    semakin memperkecil ketidakmerataan. Ketidakmerataan sangat tidak dikehendaki oleh

    semua bangsa.

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    20

    Teori Lokasi dan Aglomerasi

    1. Teori Lokasi

    Dari sekian banyak teori lokasi dan teori perwilayahan yang telah ada, beberapa di

    antaranya yang dianggap penting yaitu Von Thunen (1826), A. Weber (1909), W.

    Christaller (1933), A. Losch (1944), F. Perroux (1955), W. Isard (1956), dan J. Friedmann

    (1964). Von Thunen telah mengembangkan hubungan antara perbedaan lokasi pada tata

    ruang (spatial location) dan pola penggunaan lahan. Menurut von Thunen jenis

    pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh tingkat sewa lahan dan didasarkan pula pada

    aksesibilitas relatif. Lokasi berbagai jenis produksi pertanian (seperti menghasilkan

    tanaman pangan, perkebunan, dan sebagainya) ditentukan oleh kaitan antara harga

    barang-barang hasil dalam pasar dan jarak antara daerah produksi dengan pasar

    penjualan. Kegiatan yang mampu menghasilkan panen fisik tertinggi per hektar akan

    ditempatkan pada kawasan konsentris yang pertama di sekitar kota, karena keuntungan

    yang tinggi per hektar memungkinkan untuk membayar sewa lahan yang tinggi. Kawasan

    produksi berikutnya kurang intensif dibandingkan dengan kawasan produksi yang

    pertama, demikian seterusnya.

    Analisis penentuan lokasi optimum seperti dikemukakan oleh von Thunen telah

    mendapat perhatian oleh Alfred Weber. Weber menekankan pentingnya biaya transportasi

    sebagai faktor pertimbangan lokasi. Teori Weber sebenarnya menekankan dua kekuatan

    lokasional primer yaitu selain orientasi transportasi juga orientasi tenaga kerja. Weber

    telah mengembangkan pula dasar-dasar analisis wilayah pasar dan merupakan seorang

    ahli teori lokasi yang pertama membahas mengenai aglomerasi. Pemikiran Weber telah

    memberikan sumbangan ilmiah dalam banyak aspek diantaranya penentuan lokasi yang

    optimal dan kontribusinya yang esensial dalam pengembangan wilayah yaitu mengenai

    munculnya pusat-pusat kegiatan ekonomi (industri).

    Losch mengintroduksikan pengertian-pengertian wilayah pasar sederhana,

    jaringan wilayah pasar, dan sistem jaringan wilayah pasar. Prasarana transportasi

    merupakan unsur pengikat wilayah-wilayah pasar. Unit-unit produksi pada umumnya S S M

    ditetapkan pada pusat-pusat pasar yang juga merupakan pusat-pusat urban. Perusahaan-

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    21

    perusahaan akan memilih lokasinya pada suatu tempat dimana terdapat permintaan

    maksimum (Loschian demand cone theory).

    Berdasarkan struktur herarkis tempat sentral yang ditunjukkan oleh Christaller,

    Isard telah menekankan pentingnya kedudukan pusat-pusat urban tingkat nasional

    (metropolis) dalam kaitannya dengan aglomerasi industri. Isard mengembangkan gejala

    locational economies (penghematan lokasi), dan urbanization economies (penghematan

    urbanisasi) sebagai akibat dari pengaruh lokasi. Urutan besarnya peranan kota-kota dapat

    ditentukan dengan cara merangking pusat-pusat yang bersangkutan (rank size rule)

    menurut jumlah penduduknya.

    Konsepsi Perroux merupakan langkah utama untuk memberi bentuk konkrit pada

    aglomerasi. Ia menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di

    segala tempat akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu. Ia lebih

    memberikan tekanan pada aspek konsentrasi proses pembangunan dan menganggap

    industri pendorong (propulsive industries) sebagai titik awal perubahan unsur yang

    esensial untuk menunjang pembangunan selanjutnya. Meskipun teori kutub pertumbuhan

    ini berguna untuk menguji atau membandingkan konsekuensi yang berbeda-beda dari

    pemilihan alternatif lokasi akan tetapi teori tersebut tidak dikategorikan sebagai teori

    lokasi.

    Dimensi geografis telah dimasukkan ke dalam pengaruh kutub pengembangan.

    Antara kota dan pedesaan terdapat kaitan yang sangat erat dimana satu sama lainnya

    saling melengkapi. Friedman meninjaunya dari ruang lingkup yang luas dengan

    menampilkan teori core region (wilayah inti). Wilayah inti dikaitkan dengan fungsinya

    yang dominan terhadap perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya misalnya sebagai

    pusat perdagangan atau pusat industri. Wilayah-wilayah di sekitar wilayah pusat disebut

    wilayah-wilayah pinggiran.

    Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemilihan lokasi suatu industri atau

    unit produksi pada umumnya dikaitkan dengan lokasi sumber bahan mentah dan wilayah

    pasarnya. Kriteria penentuan yang digunakan bermacam-macam yaitu biaya transportasi S S M

    terendah, sumber tenaga kerja yang relatif murah, ketersediaan sumberdaya air, energi

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    22

    ataupun daya tarik lainnya berupa penghematan-penghematan lokasional dan

    penghematan-penghematan aglomerasi. Dimensi wilayah dan aspek tata ruang telah

    dimasukkan sebagai variabel tambahan yang penting dalam kerangka teori

    pembangunan.

    2. Kekuatan Aglomerasi dan Deglomerasi

    Aglomerasi adalah terkonsentrasinya kegiatan-kegiatan industri dan kegiatan-

    kegiatan lainnya pada suatu tempat. Sebaliknya, deglomerasi adalah dekonsentrasi atau

    dispersi kegiatan-kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya pada beberapa tempat.

    Untuk menganalisis pembangunan kota dan wilayah perlu dipahami sepenuhnya

    mengenai kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deglomerasi.

    Terdapat 3 (tiga) kategori kekuatan yang merupakan manfaat aglomerasi yaitu :

    1. Penghematan skala (scale economies). Terdapat penghematan dalam produksi secara

    internal bila skala produksinya ditingkatkan. Biaya tetap yang besar sebagai akibat

    investasi dalam bentuk pabrik dan peralatan, yang memungkinkan dilaksanakan

    pemanfaatan pabrik dan peralatan tersebut dalam skala besar dapat membagi-bagi

    beban biaya-biaya tetap pada berbagai unit yang terdapat dalam sistem produksi.

    Sebagai konsekuensinya, unit biaya produksi menjadi lebih rendah sehingga dapat

    bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Produksi pada skala besar

    dimaksudkan untuk menghindari unit biaya operasi yang eksesif. Hal ini dapat

    dipertanggung-jawabkan hanya pada lokasi-lokasi yang melayani penduduk dalam

    jumlah besar atau dengan kata lain mempunyai suatu pasar yang luas.

    2. Penghematan lokalisasi. Dimaksudkan sebagai penghematan yang dinikmati oleh semua

    perusahaan dalam suatu industri yang sejenis pada suatu lokasi tertentu. Hal ini

    disebabkan bertambahnya jumlah keluaran (total output) industri tersebut. Sebagai

    ilustrasi terlihat Gambar 2. Terdapat 3 pabrik tekstil yang membutuhkan reparasi

    fasilitasnya. Bila unit reparasi dibangun pada titik Z maka hanya menguntungkan

    pabrik A dan C yaitu mereka memperoleh biaya reparasi yang lebih S mSuMrah

    dibanding pabrik B. Lokasi yang tepat untuk pembangunan unit reparasi

    adalah pada titik A.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    23

    Gambar 2. Penghematan Lokalisasi Tiga Pabrik Tekstil

    3. Penghematan urbanisasi. Penghematan urbanisasi diasosiasikan dengan

    pertambahan jumlah total (penduduk, hasil industri, pendapatan, dan kemakmuran)

    di suatu lokasi untuk semua kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Penghematan

    ini mengaitkan kegiatan industri-industri dan sektor-sektor secara agregatif. Misalnya

    suatu kegiatan yang sangat tergantung pada manajemen kreatif dan tenaga kerja

    terampil. Dalam hal ini terdapat resiko untuk menempatkan kegiatan tersebut di

    suatu daerah perkotaan yang relatif kecil. Sebaliknya lebih baik bila ditempatkan pada

    kota besar.

    Sebaliknya deglomerasi bersifat membatasi pertumbuhan, misalnya kongesti lalu

    lintas. Kongesti lalu lintas mengakibatkan waktu perjalanan bertambah lama, demikian

    pula ketidaknyamanan fisik, ketegangan, dan ketidakpastian umum.

    Teori Tempat Sentral

    Christaller mengembangkan pemikirannya tentang penyusunan suatu model

    wilayah perdagangan yang berbentuk segi enam atau heksagonal. Teorinya adalah teori

    tempat sentral (central place theory). Heksagonal yang terbesar memiliki pusat paling

    besar sedangkan heksagonal yang terkecil memiliki pusat paling kecil. Secara horisontal,

    model Christaller menunjukkan kegiatan-kegiatan manusia yang tersusun dalam tata S S M

    ruang geografi dan tempat-tempat sentral (pusat-pusat) yang lebih tinggi ordenya

    PA

    Z

    A PC

    PB

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    24

    mempunyai wilayah perdagangan atau wilayah pelayanan yang lebih luas dibandingkan

    pusat-pusat yang kecil. Sedangkan secara vertikal model tersebut memperlihatkan bahwa

    pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya mensuplai barang-barang ke seluruh wilayah dan

    kebutuhan akan bahan-bahan mentah di pusat-pusat yang lebih tinggi ordenya disuplai

    oleh pusat-pusat yang lebih rendah ordenya. Prinsip pemasaran dengan susunan

    piramidal pada model tempat sentral dapat menjamin minimisasi biaya-biaya transportasi.

    Menurut Christaller wilayah perdagangan dapat dilayani sedangkan dalam sebagian dari

    wilayah-wilayah tersebut tidak sepenuhnya dapat terlayani karena terbatasnya fasilitas

    transportasi dan hambatan-hambatan geografis.

    Pada Gambar 3 terlihat bagaimana teori sentral menjelaskan struktur pelayanan

    antar pusat. Teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur pusat-pusat

    kota (wilayah-wilayah nodal) tetapi tidak menjelaskan bagaimana pola tersebut

    mengalami perubahan-perubahan pada masa depan atau dengan perkataan lain tidak

    menjelaskan (fenomena) pembangunan. Teori ini bersifat statis; agar teori tempat sentral

    dapat menjelaskan gejala-gejala dinamis maka perlu ditunjang oleh teori-teori

    pertumbuhan wilayah yang menjelaskan mengenai proses perubahan-perubahan

    struktural. Salah satu dari teori pertumbuhan wilayah adalah teori kutub pertumbuhan

    (growth pole theory) yang diformulasikan oleh Perroux.

    Gambar 3. Struktur Pelayanan Antar Pusat Perdagangan

    Rank 1 : Dominant city

    Rank 2 : second-order cities

    Rank 3 : Third-order cities

    Rank 4 cities

    S S M Rank 5 cities

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    25

    Sumbangan positif teori tempat sentral adalah teori tersebut relevan bagi

    perencanaan kota dan wilayah karena sistem herarki pusat merupakan sarana yang

    efisien untuk perencanaan wilayah. Distribusi tata ruang dan besarnya pusat-pusat kota

    merupakan unsur yang sangat penting dalam struktur wilayah nodal dan melahirkan

    konsep-konsep dominasi dan polarisasi.

    Teori Kutub Pertumbuhan

    Sebagaimana diketahui bahwa potensi dan kemampuan masing-masing wilayah

    berbeda-beda satu sama lainnya, juga masalah pokok yang dihadapinya tidak sama

    sehingga usaha-usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan harus

    disinkronisasikan dengan usaha-usaha pembangunan regional. Teori lokasi klasik ternyata

    tidak berlaku secara sempurna karena beranggapan bahwa semua kegiatan berlangsung

    diatas permukaan (surface) yang sama, perbedaan geografis dianggap tidak ada, fasilitas

    transportasi terdapat ke segala jurusan, bahan mentah (baku) industri, pengetahuan

    teknis dan kesempatan produksi adalah seragam di seluruh wilayah. Sebagai akibat dari

    ketidaksempurnaan pendekatan klasik tersebut kemudian timbullah permikiran baru yaitu

    teori kutub pertumbuhan (growth pole). Teori Francois Perroux ini menyatakan bahwa

    pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah akan tetapi terbatas

    hanya pada beberapa tempat tertentu dengan variabel yang berbeda-beda intensitasnya.

    Mengikuti pendapat Perroux tersebut, Hirschman mengatakan bahwa untuk

    mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi harus dibangun sebuah atau beberapa

    buah pusat kekuatan ekonomi dalam wilayah suatu negara atau yang disebut sebagai

    pusat-pusat pertumbuhan (growth point atau growth pole). Menurut Perroux terdapat

    elemen yang sangat menentukan dalam konsep kutub pertumbuhan yaitu pengaruh yang

    tidak dapat dielakkan dari suatu unit ekonomi terhadap unit-unit ekonomi lainnya.

    Pengaruh tersebut semata-mata adalah dominasi ekonomi yang terlepas dari pengaruh

    tata ruang geografis dan dimensi tata ruang. Perusahaan-perusahaan yang menguasai

    dominasi ekonomi tersebut pada umumnya adalah industri besar yang mempunyai

    kedudukan oligopolistis dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap kegiatan S S M

    para langganannya.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    26

    Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori

    tata ruang ekonomi (economic space theory), dimana industri pendorong dianggap

    sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk permbangunan selanjutnya.

    Disini Perroux lebih menekankan pada aspek pemusatan pertumbuhan. Meskipun ada

    beberapa perbedaan penekanan arti industri pendorong akan tetapi ada tiga ciri dasar

    yang dapat disebutkan yaitu :

    1. Industri pendorong harus relatif besar kapasitasnya agar mempunyai pengaruh kuat

    baik langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.

    2. Industri pendorong harus merupakan sektor yang berkembang dengan cepat.

    3. Jumlah dan intensitas hubungannya dengan sektor-sektor lainnya harus penting

    sehingga besarnya pengaruh yang ditimbulkan dapat diterapkan kepada unit-unit

    ekonomi lainnya.

    Dari sisi tata ruang geografis, industri-industri pendorong dan industri-industri

    yang dominan mendorong terjadinya aglomerasi-aglormerasi pada kutub-kutub

    pertumbuhan dimana mereka berada. Jelaslah bahwa industri pendorong mempunyai

    peranan penting dalam proses pertumbuhan ekonomi.

    2.1.2.2. Model Pembangunan Ekonomi Wilayah

    Model pembangunan diartikan sebagai kerangka berpikir yang obyektif dan

    rasional berdasarkan konsep, teori dan paradigma dalam bentuk konstruksi strategis guna

    memecahkan berbagai masalah bagi kepentingan masyarakat (Rahardjo Adisasmita,

    2005). Model pembangunan dapat dilihat dari berbagai dimensi yaitu dimensi politik,

    ekonomi, sosial, budaya, administrasi dan lainnya. Berdasarkan perkembangannya model

    pembangunan ekonomi yang banyak digunakan oleh negara-negara berkembang dapat

    dibedakan sebagai berikut :

    1. Model I, menitik beratkan pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), model

    ini berkembang pada dekade tahun 1950-an dan tahun 1960-an.

    2. SMSoMdel II, menitik beratkan pada pemerataan dan pemenuhan kebutuhan pokok,

    berkembang pada dekade tahun 1970-an.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    27

    mas

    3. Model III, menitik beratkan pada pembangunan kualitas sumber daya manusia

    (SDM), berkembang pada dekade tahun 1980-an.

    4. Model IV, berkembang pada akhir abad ke-20 dan memasuki abad ke-21 dimana

    dunia mengalami perubahan yang sangat mendasar yaitu memasuki era globalisasi

    dan liberalisasi, perdagangan bebas dan persaingan bebas antar negara akan menjadi

    ketat maka diperlukan penguatan daya saing ekonomi masing-masing wilayah.

    1. Model Pembangunan I

    Model Pembangunan I ini berorientasi pada peningkatan pertumbuhan Produk

    Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan anggapan bahwa pertumbuhan ekonomi

    dapat dicapai dengan pelaksanaan penanaman modal atau investasi dalam jumlah besar

    di sektor industri dengan cara menempatkan kelompok proyek yang satu sama lain saling

    menunjang dipusatkan pada suatu wilayah atau bagian wilayah. Manfaat saling

    penunjangan dan pembangunan sumberdaya industri dan prasarana yang dipusatkan

    tersebut akan dirasakan oleh sektor-sektor terkait. Dan selanjutnya akan menyebar dan

    diperluas ke bagian wilayah lainnya. Strategi investasi besar tersebut akan menciptakan

    "eksternalitas ekonomi" yang dinikmati oleh berbagai kegiatan yang terkait berupa

    efisiensi ekonomi yang ditimbulkan oleh kelompok industri tersebut.

    Dengan pembangunan industri dan eksternalitas ekonomi akan dicapai

    peningkatan pendapatan per kapita dan pemerataan hasil-hasil pembangunan ke seluruh

    bagian wilayah melalui proses trickle down effect (tetesan ke bawah). Dalam Model

    Pembangunan I yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan adalah pertumbuhan

    PDRB per kapita, tingkat penanaman modal dan tabungan.

    Strategi perencanaan pembangunan yang digunakan dalam model ini mendapat

    pengaruh kuat dari teori Harrod-Domar dan teori tahapan pertumbuhan Rostow. Model

    pertumbuhan Harrod-Domar dapat digunakan untuk analisis pertumbuhan regional

    dengan memperhitungkan perpindahan modal dan tenaga kerja antar regional. Menurut

    Rostow, perkembangan (pertumbuhan) ekonomi berlangsung melalui tahapan yaitu :

    (1)S S M

    yarakat tradisional, (2) masyarakat lepas landas (take-off), (3) masyarakat

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    28

    menuju kematangan (drive to maturity), dan (4) masyarakat konsumsi yang berlebih

    (high mass consumption). Kritik terhadap model pembangunan ini yaitu jika strategi

    investasi pada industri besar dilakukan secara berlebihan sementara proses tetesan ke

    bawah (penyebaran pembangunan) ternyata tidak terlaksana maka akan terjadi

    ketidakseimbangan.

    2. Model Pembangunan II

    Kritik terhadap kelemahan Model Pembangunan I telah mendorong munculnya

    Model Pembangunan II. Model Pembangunan I lebih menekankan pada aspek ekonomi

    dengan modernisasi dan industrialisasi yang kurang seimbang telah menimbulkan

    pengangguran, kemiskinan, dan ketidakmerataan. Model Pembangunan II

    mengemukakan alternatif pemecahan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan

    pokok, kemandirian, pengembangan sektor pertanian dan pedesaan. Pembangunan yang

    berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok meliputi pula pengembangan kesempatan

    kerja dan berusaha, pemberantasan kemiskinan, kesehatan dan perbaikan gizi, air bersih,

    dan perumahan merupakan strategi pembangunan yang lebih sesuai dengan negara-

    negara berkembang.

    Strategi pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi

    mengabaikan aspek sosial, lingkungan, dan kelembagaan, tidak menjangkau lapisan

    masyarakat yang miskin (terbawah). Ternyata manfaat pertumbuhan tidak merembes

    (menyebar) ke bawah, ke berbagai lapisan masyarakat yang miskin. Oleh karena itu

    dipilih jalan lain untuk memeratakan pertumbuhan pembangunan ke berbagai lapisan

    masyarakat miskin, berarti dilakukan penentuan sasaran pembangunan yang lebih tepat

    yaitu strategi "kebutuhan pokok".

    Kebutuhan pokok yang dirumuskan terdiri dari dua unsur utama yaitu (1)

    kebutuhan minimum keluarga untuk konsumsi pribadi yang meliputi pangan dalam jumlah

    yang memadai, tempat tinggal (papan), sandang, dan (2) pelayanan penting yang

    disediakan untuk masyarakat seperti air minum, sanitasi, pengangkutan umum, fasilitas

    keseShSaMtan dan pendidikan. Model pembangunan ini mengisyaratkan adanya desentralisasi

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    29

    dan pembangunan aparat lokal (decentralization and local institution development).

    Penguatan aparat pemerintah lokal harus mendapat perhatian serius untuk menunjang

    pelaksanaan model pembangunan ini. Aspek kelembagaan tidak boleh diabaikan dan

    harus diberikan penekanan secara proporsional dan profesional.

    3. Model Pembangunan III

    Model Pembangunan III lebih menekankan pada kegiatan aparatur pemerintah

    yang bertangggung jawab dan berupaya membangkitkan kesadaran dan kemampuan

    instansi secara individual dan kolektif. Manajemen dan administrasi pemerintahan

    dianggap mempunyai peranan menentukan dalam pelaksanaan Model Pembangunan III

    yang berorientasi pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) sebagai

    "community based resources development".

    Peningkatan kualitas sumberdaya manusia diarahkan kepada pembentukan

    kemampuan masyarakat yang diarahkan kepada :

    a. Secara bertahap prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk pembangunan

    diserahkan kepada masyarakat.

    b. Peningkatan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi

    sumberdaya pembangunan.

    c. Pemanfaatan potensi sumberdaya lokal secara optimal.

    d. Pengembangan jaringan kerja secara terkoordinasi antara aparat pemerintah,

    lembaga-lembaga swasta, dan masyarakat secara luas.

    Model Pembangunan III ini mengupayakan pengembangan partisipasi masyarakat

    dalam proses pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat, pembelajaran

    masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya lokal, dalam rangka pembangunan masyarakat

    lokal. Prakarsa, aspirasi, dan kreativitas masyarakat harus direspon dan diaktualisasikan

    dalam berbagai kegiatan dan tindakan yang positif dan bermanfaat untuk meningkatkan

    kualitas sumberdaya manusia pada khususnya dan kesejahteraan masyarakat lokal pada S S M

    umumnya.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    30

    4. Model Pembangunan IV

    Model Pembangunan IV ini muncul bersamaan dengan perkembangan dan

    kemajuan bidang transportasi, komunikasi, dan informasi yang sangat pesat, sehingga

    mendorong berkembangnya perdagangan antar wilayah yang lebih intensif dan interaktif

    secara luas. Kehidupan yang lebih maju dan mengglobal, artinya sistem perekonomian

    akan terlaksana secara lebih efektif, efisien, produktif, dan inovatif. Mutu barang dan jasa

    yang dihasilkan akan lebih baik, harganya lebih rendah. Persaingan menjadi lebih ketat.

    Dalam pembangunan ekonomi wilayah, masing-masing wilayah memiliki keunggulan

    komparatif. Untuk itu diperlukan dukungan peningkatan mutu sumberdaya manusia,

    proses produksi, manajemem, pengetahuan dan teknologi, tersedianya modal, prasarana

    dan sarana pembangunan, aparat pemerintah, lembaga-lembaga swasta, dan masyarakat

    luas yang capable (yang berkemampuan) meliputi seluruh aspek fisik, ekonomi, sosial,

    budaya, politik/pemerintahan dan kelembagaan.

    Model pembangunan ini menekankan pada sasaran peningkatan daya saing dan

    ketahanan manajemen pemerintahan dan pembangunan yang mampu menghadapi

    perkembangan dan tantangan. Demikian pula masyarakat mampu menangkap dan

    memanfaatkan peluang internal maupun eksternal. Salah satu strategi yang sangat

    penting untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi wilayah yaitu peningkatan daya

    saing di bidang ekonomi.

    2.1.2.3. Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah

    Pemerintah Daerah merupakan pemegang kekuasaan di daerah untuk mengambil

    keputusan menentukan kebijakan pembangunan yang tepat bagi suatu wilayah sesuai

    dengan potensi sumberdaya yang dimiliki dan sasaran ekonomi dan sosial yang telah

    ditetapkan. Strategi pembangunan yang dapat diambil pemerintah daerah harus mengacu

    pada perangkat kebijakan dan kegiatan yang secara luas memberikan perhatian pada hal-

    hal yang berupa prasarana, penanaman modal pemerintah, keseimbangan antara

    berbagai sektor dan wilayah, serta peranan yang timbul dari perdagangan antara wilayah.

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    31

    A. Strategi Pembangunan Prasarana {Infrastructure Development Strategy)

    Pembangunan prasarana mempunyai kegunaan eksternal bagi perekonomian

    dalam arti manfaatnya dinikmati bersama-sama oleh masyarakat. Prasarana ekonomi

    merujuk pada investasi yang berupa jalan umum, sistem pengangkutan, irigasi, sistem

    pembuangan air dan pengendalian banjir, pelayanan air bersih dan sebagainya.

    Prasarana sosial berupa investasi yang mempertinggi mutu sumberdaya manusia

    untuk keikutsertaan mereka dalam pertumbuhan nasional dan wilayah yaitu kesehatan

    masyarakat dan pendidikan masyarakat yang menjadi tugas pokok pemerintah.

    B. Strategi Pembangunan yang Seimbang atau Tidak Seimbang {Balanced or

    Unbalanced Growth Strategy)

    Strategi pembangunan yang seimbang adalah melaksanakan pembangunan sektor

    pertanian dan sektor industri secara serentak dan serempak. Sektor pertanian diusahakan

    pada sebagian besar penduduk daerah pedesaan, komoditas yang dihasilkan sub sektor

    tanaman pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk pedesaan dan

    perkotaan, serta digunakan sebagai bahan baku industri dan sebagian lainnya

    diperdagangkan antar pulau dan diekspor. Sektor industri selain memberikan lapangan

    pekerjaan juga meningkatkan nilai tambah (value added) terhadap produk yang

    dihasilkan. Pembangunan sektor pertanian dan sektor industri akan memperkokoh

    struktur perekonomian suatu wilayah.

    Mengingat sumberdaya ekonomi di negara berkembang sangat terbatas,

    pemerintah hanya dapat membiayai program pembangunan yang tidak seimbang. Dalam

    strategi pembangunan tidak seimbang, harus diperhatikan pemilihan bidang usaha atau

    sektor yang dapat memberikan daya imbas menumbuhkan bidang usaha atau sektor-

    sektor lainnya dalam perekonomian. Konsep saling keterkaitan ekonomi antar sektor

    sangat penting artinya dalam melaksanakan strategi pembangunan yang tidak seimbang.

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    32

    C. Strategi Keseimbangan Antar Daerah {Interregional Equilibrium Strategy)

    Keseimbangan antar daerah adalah salah satu tujuan strategi pembangunan yang

    tidak berat sebelah. Pemerintah menyusun perencanaan pembangunan yang tidak

    dipusatkan di suatu daerah (sub wilayah) melainkan dilakukan di beberapa daerah (sub

    wilayah) tergantung pada besar kecilnya potensi sumberdaya dan kondisi geografis

    daerah-daerah (sub-sub wilayah) yang bersangkutan. Keseimbangan antar daerah adalah

    penting artinya bagi suatu wilayah atau negara yang luas. Sebaliknya tidak penting bagi

    sebuah negara atau wilayah yang relatif kecil.

    Dalam upaya mewujudkan keseimbangan antar daerah dapat dipilih strategi

    pusat-pusat pertumbuhan (growth pole strategy). Pusat pertumbuhan adalah tempat

    dilaksanakannya berbagai proyek pembangunan yang besar yang mempunyai daya tarik

    dan daya dorong terhadap pengembangan industri-industri yang terkait, yang selanjutnya

    keberhasilan pembangunan di kutub pertumbuhan disebarkan ke daerah-daerah di

    sekitarnya sehingga pertumbuhan terjadi secara luas.

    D. Strategi Pembangunan yang Berorientasi Ke Dalam dan Ke Luar {Inward-

    Looking Development and Outward-Looking Development)

    Strategi pembangunan berorientasi ke dalam ditujukan untuk memajukan sektor

    industri di dalam wilayah untuk menggantikan perdagangan yang mendatangkan barang

    dan jasa yang berasal dari luar wilayah, meskipun dimaklumi bahwa perdagangan luar

    wilayah itu memainkan peranan sebagai pendukung strategi pembangunan yang

    berorientasi ke dalam. Landasan penerapan strategi ini adalah kondisi dan potensi

    wilayah-wilayah pada umumnya di negara-negara berkembang yang merupakan

    penghasil produk atau komoditas sektor primer (sektor pertanian dalam arti luas, meliputi

    sub-sub sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan peternakan, perikanan dan

    kehutanan). Posisinya dalam perdagangan nasional dan internasional menjadi relatif

    lemah menghadapi persaingan masuknya barang-barang industri dari luar wilayah. Dalam

    jangka panjang nilai tukar produk sektor primer lebih rendah dibandingkan produk sektor

    induSsSrt Mi. Harga produk industri naik lebih cepat dibandingkan produk primer, oleh karena

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    33

    itu perlu dikembangkan pembangunan sektor industri (kecil dan menengah) untuk

    menggantikan barang-barang industri yang didatangkan dari luar wilayah. Strategi

    pembangunan berorientasi ke dalam disebut pula sebagai strategi "substitusi impor"

    (import substitution).

    Sebaliknya strategi pembangunan yang berorientasi ke luar menganggap bahwa

    perdagangan ke luar wilayah merupakan motor pertumbuhan. Perekonomian di dalam

    wilayah dikembangkan ke arah pembangunan industri (kecil dan menengah) untuk

    melayani pasar di luar wilayah. Barang-barang diproduksi dengan biaya murah karena

    potensi sumberdaya yang dimiliki relatif besar sehingga wilayah yang bersangkutan

    mempunyai daya saing yang tinggi. Keuntungan perdagangan ke luar wilayah dapat

    digunakan untuk membayar pembelian barang dari luar wilayah.

    E. Strategi "Kebutuhan Pokok" {Basic Needs Strategy)

    Strategi kebutuhan pokok muncul karena kegagalan pembangunan ekonomi yang

    telah dilaksanakan selama sekitar lima dasa warsa yang lalu ternyata tidak berhasil

    mengentaskan kemiskinan lapisan masyarakat bawah. Di lain pihak dapat dikemukakan

    bahwa manfaat pertumbuhan ekononi tidak "menetes ke bawah", dan hanya dinikmati

    oleh lapisan masyarakat menengah dan atas yang umumnya berada di daerah perkotaan

    dan pusat pertumbuhan, dan tidak menyebar ke lapisan masyarakat bawah yang berada

    baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. Oleh karena itu perlu dilakukan

    pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah dan ke seluruh lapisan

    masyarakat miskin dengan menerapkan strategi kebutuhan pokok untuk mencapai

    sasaran pembangunan yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

    Secara konseptual, kebutuhan pokok meliputi dua unsur utama yaitu (1)

    kebutuhan minimum keluarga untuk konsumsi pribadi yang meliputi pangan dalam jumlah

    yang memadai, sandang, dan papan yang memadai, dan (2) pelayanan penting yang

    disediakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti air bersih, listrik, sanitasi,

    pengangkutan umum, kesehatan dan pendidikan.

    S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    34

    Setiap stratregi pembangunan ekonomi yang diuraikan di atas pada dasarnya

    menekankan perhatiannya kepada pentingnya pencapaian kemajuan ekonomi untuk

    kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah dan antar wilayah. Penerapan masing-masing

    strategi pembangunan tersebut harus disesuaikan dengan potensi kondisi, dan tingkat

    perkembangan dari masing-masing wilayah yang bersangkutan.

    2.1.3. Kerangka Pembangunan Koperasi

    2.1.3.1. Ciri dan Prinsip Koperasi

    Koperasi mempunyai ciri khusus yang fungsinya sangat penting dalam kehidupan

    perkoperasian. Ciri khusus inilah yang membedakan koperasi dengan organisasi

    perusahaan lainnya. Pakar koperasi Professor Hans H. Muenkner dari Universitas Philipps,

    Marburg, Jerman, menyatakan bahwa ciri khusus koperasi menjadi pola hukum

    perkoperasian. Menurut Prof. Muenkner (1998), ciri khusus koperasi adalah swadaya,

    jumlah anggota yang berubah, perusahaan yang dibiayai dan diawasi bersama, dan

    tujuannya meningkatkan kepentingan anggota. Ciri swadaya mencerminkan pengeloaan

    sendiri oleh anggota sehingga setiap anggota berhak ikut serta dalam kepengurusan

    koperasi, bertanggungjawab sendiri dalam hal kesinambungan keberadaan koperasi dan

    akibat yang timbul dari kegiatan koperasi. Jumlah anggota yang berubah mencerminkan

    keterbukaan bagi yang memiliki kepentingan yang sama atau altruisti. Ciri perusahaan

    yang dibiayai dan diawasi bersama mencerminkan ciri pengurusan dan tanggungjawab

    bersama. Ciri tujuan peningkatan kepentingan anggota mencerminkan promosi anggota

    melalui pengurus dan manajer koperasi.

    Berdasarkan ciri-ciri khusus koperasi tersebut, koperasi mempunyai prinsip atau

    azas yang secara universal telah dirumuskan oleh International Cooperative Alliance (ICA)

    pada kongres ICA tahun 1930 di Vienna. Prinsip-prinsip koperasi adalah keanggotaan,

    sukarela dan terbuka. Kontrol demokratis melalui satu anggota satu suara (SASS),

    sukubunga terbatas atas kapital, dividen atas pembelian, netral dalam poltik dan agama,

    pembayaran tunai dalam pembelian dan penjualan, dan memajukan pendidikan. Prinsip-

    pnri SsSipMini diadopsi dari koperasi konsumsi Rochdale yang sangat berhasil di Jerman

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    35

    sehingga disebut sebagai Rochdale Pioneers (Watkins, 1986). Di berbagai negara prinsip-

    prinsip koperasi disesuaikan dengan karakteristik negara. Di Indonesia, prinsip-prinsip

    koperasi hampir sama dengan Rochdale Pioneer dengan penyesuaian pada suku bunga

    terbatas atas modal menjadi pembagian keuntungan koperasi menurut jasa anggota.

    Atas dasar ciri dan prinsip koperasi, para ahli, pengamat, dan praktisi koperasi

    meyakini bahwa koperasi akan mampu menjadi tulang punggung perekonomian

    Indonesia untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Ciri dan prinsip koperasi Indonesia

    mendasari sistem pengelolaan sumberdaya Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan

    demokratis yang termuat dalam UUD 1945. Pada pasal 33 UUD 1945 secara jelas

    terungkap bahwa pembangunan ekonomi Indonesia adalah untuk mencapai kemakmuran

    masyarakat, bukan kemakmuran orang seorang. Bahkan pada era Orde Baru koperasi

    dinyatakan sebagai sokoguru perekonomian Indonesia walaupun dalam prakteknya

    koperasi hanya sekedar pelengkap saja karena yang makmur adalah orang seorang

    melalui perusahaan berbentuk perseroran terbatas (PT) dan konglomerasi.

    Koperasi sebagai tulang punggung perekonomian tidak lagi sekedar bentuk

    perusahaan melainkan gagasan pembangunan ekonomi yang berdimensi makro. Masalah

    membangun keadilan, kesejahteraan, dan pendapatan yang menjadi muatan

    pembangunan nasional menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan

    koperasi. Oleh karena itu pembangunan wilayah yang merupakan bagian integral dari

    pembangunan ekonomi semestinya juga ditinjau dari pembangunan koperasi.

    2.1.3.2. Tinjauan Kebijakan

    Menurut Prof Muenkner, prinsip-prinsip koperasi merupakan sistem hukum yang

    mencakup gagasan yang abstrak yang diangkat dari pengalaman para koperator sebagai

    pedoman yang paling sesuai dalam mendirikan koperasi. Namun. prinsip-prinsip yang

    bersifat abstrak belum sepenuhnya dapat dioperasionalkan oleh para koperator di bawah

    kondisi politik, sosial, budaya, dan ekonomi tertentu. Praktek-praktek koperasi

    membutuhkan landasan hukum yang tepat dan tegas dalam bentuk undang-undang (UU).

    KeteSnStMuan dalam UU menjadi dasar mengelola koperasi dan menghasilkan kebijakan

    pembangunan perkoperasian di Indonesia. UU 12/1967 merupakan UU yang melandasi

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    36

    pembangunan koperasi sejak Orde Baru berkuasa. UU ini memberikan kesempatan pada

    pemerintah Orde Baru untuk ikut aktif melalui kebijakan dalam pembangunan koperasi.

    Kemudian, UU 12/1967 diubah menjadi UU 25 tahun 1992 sebagai wujud dari keinginan

    pemangku kepentingan menyesuaikan perubahan dan usulan pembaharuan UU koperasi

    pada seminar UU koperasi tahun 1984 di Singapura.

    Berbagai kebijakan sebagai derivasi dari UU dikeluarkan oleh pemerintah.

    Disamping itu untuk meningkatkan percepatan pembangunan, kabinet Indonesia berisikan

    Kementerian KUKM. Dari berbagai kebijakan itu terlihat bahwa orientasi pembangunan

    koperasi lebih pada memperkuat kelembagaan dan usaha koperasi dengan harapan dapat

    meningkatkan ekonomi rakyat. Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan menyangkut

    keberadaan koperasi di daerah dengan upaya memberikan penilaian. Terakhir,

    pemerintah melalui Kementerian Negara KUKM mengeluarkan kebijakan Peraturan

    Menteri (Permen) KUKM nomor 06/Per/M.KUKM//V/2006 tentang Pedoman Penilaian

    Koperasi/Koperasi Award dan Permen nomor 03/Per/14-KUKM/I/2007 tentang Pedoman

    Penilaian Provinsi/Kabupaten/ Kota Koperasi.

    Permen nomor 06/2006 dikeluarkan untuk menyemarakkan peringatan Hari

    Koperasi setiap tanggal 12 Juli. Kebijakan ini lebih merupakan kontes antar koperasi yang

    juaranya diberikan Koperasi Award. Permen 03/2007 bertujuan untuk meningkatkan

    peran pemerintah daerah dalam pemberdayaan koperasi. Dari sisi tujuannya, kebijakan

    ini secara normatif cukup menjanjikan peningkatan peran, tetapi esensi kebijakan ini lebih

    pada kontes antar daerah untuk memperoleh award juga. Perpres 03/2007 telah

    mengatur penilaian sebanyak 19 variabel, yakni kelembagaan koperasi, keanggotaan

    koperasi, penyerapan tenagakerja, penyebaran koperasi aktif per kecamatan, penilaian

    koperasi berprestasi, koperasi berkualitas, modal sendiri, volume usaha, sisa hasil usaha,

    modal luar koperasi, asset, struktur permodalan, kesehatan KSP/USP, kontribusi koperasi

    dalam PAD, animo dan peran serta masyarakat berkoperasi di desa tertinggal, kontribusi

    koperasi terhadap pengembangan kualitas lingkungan, representasi perempuan dalam

    manajemen, kerjasama antar koperasi dan badan usaha lain, dan akses pembiayaan

    koperasi pada bank pembangunan. S S M

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    37

    S S M

    Kebijakan tersebut kalau untuk tujuan kontes cukup memadai. Namun untuk

    kepentingan pembangunan, secara prinsip dan metodologis masih perlu dipertanyakan.

    Kelemahan penilaian terletak pada tujuan, variabel, model, dan metode. Tujuan penilaian

    lebih pada kontes untuk memperoleh penghargaan. Variabel lebih pada dimensi mikro,

    belum pada dimensi makro yang mencerminkan pembangunan, skor merupakan penilaian

    nominal, dan modelnya tidak integratif. Oleh karena itu penilaian yang mencerminkan

    keterkaitan pembangunan koperasi dengan daerah masih perlu dikembangkan sehingga

    diperoleh kondisi yang merangsang kompetisi antar daerah.

    2.1.4. Pilihan Model Pembangunan Koperasi dan Wilayah

    Bahasan teori-teori dan empiris baik terhadap pembangunan dan pertumbuhan

    wilayah maupun pembangunan koperasi yang dijelaskan di atas menghasilkan variabel

    atau indikator-indikator pada masing-masing bidang. Variabel atau indikator tersebut

    merupakan sebuah unit yang digunakan untuk mengukur perkembangan dan kontribusi

    dari masing-masing bidang. Selain itu bahasan teori menghasilkan model-model

    pembangunan wilayah dan koperasi dan strategi serta kebijakan yang dapat

    diimplementasikan dalam dunia nyata. Berdasakan bahasan teori dan empiris tersebut,

    berikut ini diberikan model teoritis pembangunan koperasi dan pembangunan wilayah

    sebagai sebuah kerangka berpikir untuk menemukan variabel atau indikator-indikator

    terukur dalam model pemeringkatan daerah dalam pembangunan koperasi.

    Gambar 4. Model Kerangka Pikir Pembangunan Koperasi

    Teori dan Prinsip Koperasi

    1. Teori Ekonomi

    2. Teori Bisnis

    3. Prinsip Rodhdale

    Kelembagaan Koperasi

    Lembaga

    Usaha

    Ekonomi

    Indikator Utama

    Anggota Lembaga

    Volume usaha

    Permodalan

    Kesempatan kerja

    Asset

    Pembiayaan

    Pelayanan

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    38

    Gambar 5. Model Kerangka Pikir Pembangunan Wilayah

    2.1.5. Tinjauan Arti Penting Pemeringkatan

    Informasi menyangkut pemeringkatan telah menjadi kebutuhan penting tidak

    hanya bagi pemerintah tetapi juga swasta. Hal ini terjadi karena perubahan tatanan

    perekonomian dunia dewasa ini yang ditandai oleh globalisasi. Implikasi ekonomi dari

    globalisasi adalah kompetisi. Baik negara maupun perusahaan harus mampu

    meningkatkan kemampuan kompetisi agar mampu memainkan peran lebih tinggi dalam

    perekonomian. Kemampuan negara, perusahaan, dan individu meningkatkan kompetisi

    sangat tergantung pada pengetahuan menyangkut posisi masing-masing dalam

    interaksinya baik secara global, nasional, regional, maupun lokal.

    Dalam rangka itu pula berbagai upaya pemeringkatan telah dilakukan oleh

    lembaga internasional dan nasional. The International Management Development (IMD) S S M

    yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, setiap tahunnya menerbitkan rating dan

    Teori Pembangunan

    Wilayah

    1. Klasik 2. Neo Klasik

    3. Keynesian

    4. Basis Ekspor 5. Sektoral

    6. Struktural 7. Kausasi Kumulatif

    8. Lokasi dan Aglomerasi

    9. Tempat Sentral 10. Growth Pole

    Model

    Pembangunan

    Wilayah

    Model I

    Model II

    Model III

    Model IV

    Indikator Utama

    Pendapatan agregat (PDB, PDRB)

    Pertumbuhan ekonomi

    Kesempatan kerja Ekspor Investasi

    Pemerataan Sumberdaya manusia Kesehatan & pendidikan

    Penduduk Dunia usaha Infrastruktur

    Strategi :

    Pembangunan prasarana

    Pembangunan seimbang atau tak seimbang Keseimbangan daerah

    Orientasi ke dalam dan ke luar

    Kebutuhan pokok.

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    39

    pemeringkatan dayasaing negara-negara. The Political and Economic Risk Country (PERC)

    selalu menerbitkan posisi negara-negara dalam hal resiko. The Standard & Poor (SP) dan

    Moody di Hongkong selalu menerbitkan rating negara-negara dalam bidang finansial.

    UNCTAD di Genewa dalam laporan tahunannya dalam buku the World Investment Report

    (WIR) memeringkat negara-negara dalam menarik investasi asing (FDI) setiap tahunnya.

    Business Monitor International (BMI) di Singapura menerbitkan pemeringkatan negara-

    negara dalam hal resiko ekonomi dan politik. Para pengamat dan pakar juga berupaya

    menerbitkan analisis menyangkut posisi perusahaan. Pada tahun 2006, dalam majalah

    semi ilmiah "Infokop", Johnny W. Situmorang dkk telah berupaya memperkenalkan

    prototipe model pemeringkatan koperasi berdasarkan cooperative membership dignity di

    Kabupaten Bandung serta memeringkat propinsi dan sektor perekonomian dalam menarik

    PMDN dan PMA berdasarkan Regional Investment Performance Index (RIPI).

    Tidak hanya dalam bidang ekonomi, pemeringkatan dalam bidang politik dan

    sosial juga telah menjadi sumber informasi bagi pemangku kepentingan. The

    Transparency International (TI) menerbitkan peringkat negara-negara dalam hal korupsi

    dan transparansi. Lembaga sumberdaya manusia menerbitkan indeks pembangunan

    sumberdaya manusia. Lembaga Survei Indonesia (LSI) menjadi rujukan dalam melihat

    arah perkembangan politik dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia. Lembaga riset

    Danareksa (dRI) juga berusaha menerbitkan rating kinerja perusahaan di Indonesia.

    Hasil publikasi setiap lembaga pemeringkat sangat mempengaruhi proses

    pembangunan. Misalnya, IMD menempatkan Indonesia pada posisi ke-47 dari 49 negara

    pada tahun 2002 dalam dayasaing global. BMI menempatkan Indonesia pada peringkat

    ke-88 dari 131 negara dalam resiko ekonomi serta peringkat ke-87 dari 125 negara dalam

    hal resiko politik. Pada tahun 2003, TI menempatkan Indonesia pada posisi ke-122 dari

    133 negara dalam hal korupsi. Lembaga dRI menerbitkan rating Indonesia yang lemah

    berdasarkan Indeks Kinerja Perusahaan (IKP). Para pengambil keputusan segera

    berreaksi dan mengevaluasi kembali kebijakannya apabila hasil pemeringkatan

    menunjukkan posisinya rendah. Disamping itu pula citra negara dan bangsa atau lembaga

    yang menjadi obyek pemeringkatan sangat terpengaruh oleh hasil pemeringkatan. Bank S S M

    Mandiri dengan bangga mempublikasikan hasil pemeringkatan layanan prima oleh MRI

  • Studi Model Pemeringkatan Daerah dalam

    Pembangunan Koperasi

    2014 DRAFT

    40

    (Marketing Research Indonesia) selama tahun 2003-2006 melalui iklan di Harian Media

    Indonesia (1 Mei 2007). Peringkat Bank Mandiri naik dari posisi ke-16 tahun 2003 menjadi

    posisi ke-12 tahun 2004, ke-3 tahun 2005, dan ke-2 tahun 2006. Manajemen Bank

    Mandiri menyatakan bahwa naiknya peringkat Bank Mandiri merupakan persembahan

    kepada konsumen untuk selalu memperbaiki dan menyempurnakan layanan kepada

    nasabah. Hasil pemeringkatan menjadi salah satu faktor penting yang menjadi perhatian

    bagi negara, perusahaan, dan lembaga internasional dalam membangun hubungan

    dengan negara atau lembaga tertentu. Hal itu terlihat jelas pada setiap pertemuan dalam

    the World Economic Forum (WEF) dan the World Social Forum (WSF) juga dalam forum

    WTO dan multilateral lainnya, seperti IMF, Bank Dunia, dan forum kerjasama regional.

    Kekuatan dari pemeringkatan sangat tergantung pada metodologi. Indikator dan

    model analisis menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam upaya pemeringkatan.

    Indikator tidak hanya menyangkut ekonomi tetapi juga non-ekonomi dan semua indikator

    harus terukur. Pada umumnya dengan banyaknya indikator yang digunakan dalam

    pemeringkatan, metode penentuan akhir yang lazim digunakan adalah metode indeks.

    IMD misalnya, menggunakan empat indikator yakni aspek bisnis, ekonomi, birokrasi, dan

    infrastukrur. Pembangunan sumberdaya manusia, konsumen retensi, cooperative

    membership dignity, dan lainnya juga menggunakan metode indeks.

    Dengan memperhatikan TOR, sangat jelas tercantum dalam masalah dan tujuan

    studi bahwa indikator dan rumusan model menjadi output dari studi ini. Oleh karena itu