laporan penelitian stimulusrepository.unas.ac.id/1351/1/laporan utuh.pdfdalam penyelesaian perkara...

22
LAPORAN PENELITIAN STIMULUS EKSISTENSI SURAT EDARAN KAPOLRI NOMOR SE/8/VII/2018 TENTANG PENERAPAN KEADILAN RESTORATIF (RESTORATIVE JUSTICE) DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DITINJAU DARI TEORI MANFAAT DAN TEORI PROGRESIF Oleh : Dr. Diah Ratu Sari Harahap S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NASIONAL 2020 Dana Bantuan Dari Universitas Nasional

Upload: others

Post on 13-Nov-2020

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

LAPORAN PENELITIAN STIMULUS

EKSISTENSI SURAT EDARAN KAPOLRI NOMOR

SE/8/VII/2018 TENTANG PENERAPAN KEADILAN RESTORATIF

(RESTORATIVE JUSTICE) DALAM PENYELESAIAN PERKARA

PIDANA DITINJAU DARI TEORI MANFAAT DAN TEORI

PROGRESIF

Oleh :

Dr. Diah Ratu Sari Harahap S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NASIONAL

2020

Dana Bantuan Dari

Universitas Nasional

Page 2: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

HALAMAN PENGESAHAN

Judul penelitian : Eksistensi Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan

Restoratif (Restorative Justice) dalam

Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori

Manfaat dan Teori Progresif Identitas peneliti

Nama : Dr. Diah Ratu Sari Harahap S.H., M.H.

NIDN : 0329036404

Jabatan fungsional : Lektor

Fakultas : Hukum

Program Studi : Hukum

Alamat rumah : Jalan Baung nomor 45 Rt 3 Rw 1 Kel. Lenteng

Agung, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan

Telepon : 081294340841

Email : [email protected]

Jangka waktu penelitian : satu semester

Biaya : Rp 8.000.000,-

Jakarta, Juli 2020

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum Peneliti

(Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo S.H., M.S.) (Dr. Diah Ratu Sari Harahap S.H., M.H.)

NIP 195901071983031005 NIP 0106090786

Menyetujui

Wakil Rektor Bidang PPMK,

(Prof. Dr. Ernawati Sinaga M.S., Apt)

NIP 195507311981032001

Page 3: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

ABSTRAK

Proses penegakan hukum pidana dengan mengikuti tahap-tahap yang diatur dalam

hukum acara pidana memerlukan waktu yang cukup lama dan menimbulkan beberapa

masalah seperti : Lembaga Pemasyarakatan yang over capacity, tunggakan perkara yang

semakin meningkat, jumlah penegak hukum yang tidak seimbang dengan perkembangan

perkara, biaya perkara yang tidak mampu mendukung peningkatan perkara.

Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif

(Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana berupaya mengatasi masalah-masalah

tersebut agar penanggulangan kejahatan dapat memberi keadilan bagi semua pihak tanpa harus

melalui tahap pemeriksaan yang panjang.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apa alasan sosiologis dibuatnya Surat

Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018? Dan 2. Bagaimana eksistensi Surat Edaran

KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif ?

Penelitian ini bersifat normatif. Kesimpulaan dari penelitian ini adalah : Alasan

sosiologis dibuatnya Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 adalah untuk mengatasi

Lembaga Pemasyarakatan yang over capacity, tunggakan perkara yang semakin meningkat,

jumlah penegak hukum yang tidak seimbang dengan perkembangan perkara, biaya perkara

yang tidak mampu mendukung peningkatan perkara. Ditinjau dari teori manfaat Surat Edaran

KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 dibuat agar memberi manfaat kepada pelaku dan korban,

sedangkan ditinjau dari teori progresif merupakan terobosan untuk mengatasi masalah-

masalah yang timbul jika proses pemeriksaan sebuah perkara pidana harus mengikuti tahap-

tahap yang diatur dalam hukum acara pidana.

Kata kunci : Restorative Justice

Page 4: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya

sehingga kami dapat menyelesaikan laporan penelitian tentang Eksistensi Surat Edaran

KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative

Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori

Progresif.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor, Bapak Wakil Rektor Bidang

Akademik, Ibu Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Bapak

Dekan dan Bapak Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional serta berbagai pihak

terkait yang telah membantu kami menyusun laporan penelitian ini. Semoga Tuhan Yang

Maha Esa membalas kebaikan yang telah dilakukan. Amin.

Jakarta, Juli 2020

Penulis

Page 5: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Kerangka Teoritis ....................................................................................... 3

C. Permasalahan ............................................................................................. 5

D. Urgensi Penelitian ..................................................................................... 5

E. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 7

BAB III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 10

B. Bahan Hukum ............................................................................................ 10

C. Desain Penelitian ....................................................................................... 11

D. Analisis Data ............................................................................................. 11

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Alasan Sosiologis dibuatnya Surat Edaran KAPOLRI nomor

SE/8/VII/2018 ...................................................................................................... 12

B. Eksistensi Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 Ditinjau

dari Teori Manfaat dan Teori Progresif ....................................................... 13

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 16

B. Saran ............................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA

Page 6: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penegakan hukum utamanya adalah tugas aparat penegak hukum. Aparat penegak

hukum terdiri dari Polisi, Jaksa dan Hakim. Dalam hukum pidana aparat penegak hukum

tergabung dalam Sistem Peradilan Pidana.

Menurut Mardjono Reksodiputro, komponen-komponen yang bekerjasama dalam

sistem ini adalah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan (lembaga) pemasyarakatan.

Empat komponen ini diharapkan bekerja bersama membentuk apa yang dikenal dengan

nama suatu integrated criminal justice administration.1

Sistem ini berjalan sebagaimana diatur dalam hukum acara pidana sesuai dengan

tugasnya masing-masing yaitu Polisi melakukan penyidikan, Jaksa melakukan penuntutan

dan Hakim menjalankan persidangan. Selanjutnya jika hasil pemeriksaan di persidangan

menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan hakim menjatuhkan pidana penjara maka

terdakwa akan menjalani hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan.

Pidana penjara adalah bentuk pidana yang dikenal dengan sebutan pidana

pencabutan kemerdekaan atau pidana kehilangan kemerdekaan atau dikenal juga dengan

pidana pemasyarakatan. Di dalam KUHP jenis pidana ini digolongkan pidana pokok.2

Apa yang dewasa ini disebut sebagai lembaga pemasyarakatan sebenarnya ialah

suatu lembaga, yang dahulu juga dikenal sebagai rumah penjara. Sesuai dengan gagasan

dari Dr. Sahardjo SH yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman, sebutan

rumah penjara di Inddonesia itu sejak bulan April 1964 telah diubah menjadi lembaga

pemasyarakatan. Pemberian sebutan yang baru ini diduga erat hubungannya dengan

gagasan beliau untuk menjadikan lembaga pemasyarakatan bukan saja sebagai tempat

untuk semata-mata memidana orang, melainkan juga sebagaai tempat untuk membina

atau mendidik orang-orang terpidana, agar mereka setelah selesai menjalankan pidana,

mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar lembaga

pemasyarakatan sebagai warga negara yang baik dan taat pada hukum yang berlaku.3

1 Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku

Ketiga, (Jakarta: Lembaga Kriminologi UI, 1994), hal. 84-85

2 Marlina, Hukum Penitensier, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hal. 87

3 PAF Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika: 2010), hal.

165

Page 7: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

2

Bicara tentang pidana penjara, menimbulkan polemik karena di satu sisi masyarakat

masih dipengaruhi oleh konsep pembalasan (keadilan akan diperoleh jika pelaku

kejahatan dibalas dengan menghukumnya dalam penjara. Ia harus merasakan penderitaan

atas kesalahan yang telah dilakukannya). Di sisi lain penjatuhan pidana penjara

menimbulkan masalah.

Masalah yang timbul antara lain efek negatif pada diri terpidana baik pada saat di

penjara (berupa pembatasan kebebasan) maupun setelah menjalani hukuman,

menunjukkan adanya pandangan masyarakat yang cenderung mencurigai dan menolak

bekas narapidana apabila berada di lingkungan masyarakat.4

Selain itu, proses penegakan hukum pidana dengan mengikuti tahap-tahap yang

diatur dalam hukum acara pidana sekarang ini menimbulkan persoalan antara lain

Lembaga Pemasyarakatan yang over capacity, tunggakan perkara yang semakin

meningkat, jumlah penegak hukum yang tidak seimbang dengan perkembangan perkara,

biaya perkara yang tidak mampu mendukung peningkatan perkara.5

Keadaan ini perlu mendapat perhatian serius agar penegakan hukum pidana tetap

dapat dijalankan untuk tercapainya rasa keadilan bagi semua pihak. Untuk mengatasi

masalah ini, Kepolisian Negara Republik Indonesia telah membuat Surat Edaran nomor

SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam

Penyelesaian Perkara Pidana. Dengan menerapkan prinsip Restorative Justice dalam

Surat Edaran ini dimungkinkan untuk menyelesaikan perkara pada tahap pemeriksaan di

Kepolisian hingga tidak perlu dilanjutkan ke tahap penuntutan. Sebagaimana diketahui

penyelidikan dan penyidikan merupakan penentu dapat atau tidaknya sebuah perkara

dilanjutkan ke tahap penuntutan dan persidangan.

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan

pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama

mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan

semula dan bukan pembalasan.6

4 Petrus Irwan Pandjaitan dan Samuel Kikilaitety, Pidana Penjara Mau Kemana, (Jakarta: CV INDHILL

CO, 2007), hal. 137 5 Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 butir 2 huruf c

6 Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Page 8: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

3

Dibuatnya Surat Edaran ini merupakan langkah positif dalam penegakan hukum

pidana agar tujuan menanggulangi kejahatan dapat memenuhi rasa keadilan bagi semua

pihak tanpa harus melalui proses acara pidana yang panjang.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, mendorong Penulis untuk melakukan

penelitian lebih lanjut dengan judul penelitian Eksistensi Surat Edaran KAPOLRI

nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice)

dalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif.

B. Kerangka Teoritis

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Manfaat dan Teori

Progresif.

1. Teori Manfaat

Menurut Jeremy Bentham : tujuan hukum dan wujud keadilan adalah untuk

mewujudkan the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan yang

sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang). Tujuan perundang-undangan

adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat.7

Jeremy Bentham juga mengatakan : hukum bertujuan semata-mata apa yang

berfaedah bagi orang. Pendapat ini dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah bagi

orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan.8 Teori yang

berhubungan dengan kefaedahan ini disebut juga teori utilities yang berpendapat

bahwa hukum pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan apa yang berfaedah bagi

orang yang satu dapat juga merugikan orang lain, maka tujuan hukum ialah untuk

memberikan faedah sebanyak-banyaknya. Disini kepastian melalui hukum bagi

perorangan merupakan tujuan utama daripada hukum.

2. Teori Progresif

Bagi hukum progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan, tapi

pada kreativitas pelaku hukum mengaktualisasi hukum dalam ruang dan waktu yang

tepat. Para pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan

pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu

perubahan peraturan (changing the law). Peraturan yang buruk, tidak harus menjadi

7Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, (Jakarta: PT Toko Gunung Agung Tbk, 2002), hlm. 267

8 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal. 58

Page 9: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

4

penghalang bagi para pelaku hukum progresif untuk menghadirkan keadilan untuk

rakyat dan pencari keadilan, karena mereka dapat melakukan interpretasi secara baru

setiap kali terhadap suatu peraturan.9

Hukum progresif merangkul, baik peraturan maupun kenyataan/kebutuhan sosial

sebagai dua hal yang harus dipertimbangkan dalam tiap keputusan. Meminjam istilah

Nonet-Selznick, hukum progresif memiliki sifat responsif. Dalam tipe yang demikian

itu, regulasi hukum akan selalu dikaitkan dengan tujuan-tujuan sosial yang melampaui

narasi tekstual aturan.10

Karena hukum progresif menempatkan kepentingan dan kebutuhan manusia/rakyat

sebagai titik orientasinya, maka ia harus memiliki kepekaan pada persoalan-persoalan

yang timbul dalam hubungan-hubungan manusia. Salah satu persoalan krusial dalam

hubungan-hubungan sosial adalah keterbelengguan manusia dalam struktur-struktur

yang menindas, baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Dalam konteks

keterbelengguan dimaksud, hukum progresif harus tampil sebagai institusi yang

emansipatoris (membebaskan).11

Menghadapi kondisi transisional dimana persoalan saling berhimpitan, serba

darurat, dan penuh komplikasi, maka aparat penegak hukum dituntut melakukan

langkah-langkah terobosan dalam menjalankan hukum, tidak sekedar menerapkan

peraturan secara hitam-putih. Ini penting dilakukan karena banyak peraturan yang

sudah ketinggalan zaman, terhampar begitu banyak kenyataan dan persoalan kekinian

yang secara redaksional sulit ditemukan dalam teks-teks aturan yang ada. Jika pun ada

aturannya, banyak yang tidak mutu karena saling kontradiktif dan tumpang-tindih di

sana-sini. Karena itu, kehadiran pelaku hukum yang arif, visioner, dan kreatif mutlak

perlu untuk “memandu” pemaknaan yang kreatif terhadap aturan-aturan tersebut.

Aparat penegak hukum, entah polisi, jaksa, maupun hakim dituntut mencari dan

menemukan keadilan-kebenaran dalam batas dan di tengah keterbatasan kaidah-kaidah

hukum yang ada. Inilah inti terobosan dalam hukum progresif.12

9 Bernard L. Tanya dkk, Teori Hukum, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010 ), hlm. 212-213

10

Ibid., hlm. 214

11

Ibid., hlm. 215

12

Ibid., hlm. 217-218

Page 10: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

5

Apabila dikaji secara lebih mendalam, penerapan gagasan hukum progresif

sesungguhnya juga ditemukan dalam sistem yang digunakan dalam kepolisian, yaitu

yang dikenal dengan diskresi. Jika hukum progresif lebih mengutamakan tujuan dan

konteks ketimbang teks-teks aturan semata, ini menyebabkan soal diskresi yang

dikenal dalam tugas polisi sangat dianjurkan dalam penyelenggaraan hukum. Polisi

dituntut untuk memilih kebijakan bagaimana ia harus bertindak. Otoritas yang ada

padanya berdasarkan aturan-aturan resmi, dipakai sebagai dasar pebenaran untuk

menempuh cara yang bijaksana dalam menghampiri kenyataan tugasnyaa berdasarkan

pendekatan moral, kemanusiaan dan hati nurani dari pada ketentuan-ketentuan

formal.13

C. Permasalahan

1. Apa alasan sosiologis dibuatnya Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018?

2.Bagaimana eksistensi Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 ditinjau dari Teori

Manfaat dan Teori Progresif ?

D. Urgensi Penelitian

Penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini karena penegakan hukum pidana secara

represif dengan melaksanakan proses pemeriksaan seperti yang diatur dalam hukum acara pidana

yaitu proses penyidikan, penuntutan dan persidangan menimbulkan beberapa persoalan seperti

Lembaga Pemasyarakatan yang over capacity, terjadinya penumpukan perkara, jumlah

penegak hukum yang tidak sebanding dengan jumlah perkara dan dana yang tidak cukup

tersedia untuk menyelesaikan perkara yang makin bertambah jumlahnya. Dengan

dibuatnya Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan

Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana, Penulis ingin

mengetahui lebih lanjut tentang eksistensi Surat Edaran ini dilihat dari Teori Manfaat dan

Teori Progresif. Apakah ada manfaatnya jika sebuah perkara setelah dilakukan

penyidikan oleh Kepolisian lalu dilanjutkan ke tahap penuntuan dan persidangan. Atau

lebih baik jika perkara itu dihentikan pemeriksaannya dengan menerapkan keadilan

restoratif.

13

Mahrus Ali, Membumikan Hukum Progresif, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hal. 27-28

Page 11: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

6

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui alasan sosiologis dibuatnya Surat Edaran KAPOLRI nomor

SE/8/VII/2018

2. Untuk mengetahui eksistensi Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 ditinjau

dari Teori Manfaat dan Teori Progresif

Page 12: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan Restorative Justice sudah pernah dilakukan

sebagaimana di bawah ini namun Penulis mengkhususkan ruang lingkup penelitian tentang

Eksistensi Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan

Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat

dan Teori Progresif.

Penelitian tentang Penerapan Konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia oleh Ahmad Faizal Azhar.14

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa : Penyelesaian perkara dengan menggunakan jalur litigasi dalam

prakteknya tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dan dicita-citakan oleh

masyarakat Indonesia karena penyelesaian perkara dengan menggunakan jalur litigasi dalam

sistem peradilan pidana tradisional saat ini justru menimbulkan permasalahan-permasalahan

yang baru misalnya pola pemidanaan yang masih bersifat pembalasan, menimbulkan

penumpukan perkara, tidak memperhatikan hak-hak korban, tidak sesuai dengan asas

peradilan sederhana, proses Panjang, rumit dan mahal, penyelesaian bersifat legistis dan

kaku, tidak memulihkan dampak kejahatan, tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat

dan lain sebagainya, padahal hukum dibuat pada hakikatnya untuk memberikan keadilan dan

manfaat bagi manusia yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila. Melihat berbagai fenomena

ini, dalam perkembangan terkini muncul sebuah konsep baru yakni konsep keadilan

restoratif. Konsep atau pendekatan keadilan restoratif dinilai dapat mengatasi berbagai

permasalahan dalam sistem peradilan pidana tradisional sebagaimana disebutkan di atas.

Ada lagi penelitian oleh Haga Sentosa Lase dan Sri Endah Wahyuningsih tentang

Penerapan Restorative Justice dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Anak di Pengadilan

Negeri Wonosobo.15

Hasil penelitiannya adalah bahwa :

1. Pelaksanaan restorative justice di Pengadilan Wonosobo terhadap anak yang berkonflik

dengan hukum telah sesuai dengan ketentuan Undang-undang nomor 11 tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan juga PerMA nomor 4 tahun 2014 tentang

Pelaksanaan Diversi.

14

Jurnal Kajian Hukum Islam, volume 4 nomor 2

15 Jurnal Hukum Khaira Ummah, volume 12 nomor 2

Page 13: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

8

2. Hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan diversi di Pengadilan Negeri

Wonosobo :

a. Adanya perbedaan persepsi mengenai makna keadulan oleh para pelaku diversi baik itu

dari pihak korban, keluarganya, pelaku dan atau keluarganya, apparat penegak hukum,

dan masyarakat terhadap pelaksanaan diversi.

b. Adanya inkonsistensi terhadap pelaksanaan peraturan khususnya yang diatur dalam

Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

3. Upaya dalam mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan diversi

adalah sebagai berikut :

a. Memberikan sosialisasi ataupun penyuluhan hukum ke masyarakat yang bekerja sama

dengan pemerintah daerah dan instansi yang terkait tentang diversi.

b. Menjalin komunikasi yang intensif dengan para penegak hukum lainnya.

Dalam mengatasi hambatan-hambatan yang ada tidak akan berhasil apabila tidak didukung

oleh semua pihak yang terkait.

Ada lagi penelitian tentang Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

oleh Randy Pradityo.16

Hasil penelitiannya : Restorative Justice dalam sistem peradilan

pidana anak merupakan bagian dari implementasi diversi. Pengaturan diversi dan restorative

justice sudah dirumuskan dalam Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Idealnya, restorative justice melibatkan tiga pemangku kepentingan yaitu korban, pelaku, dan

civil society atau masyarakat dalam menentukan penyelesaian perkara anak. Melalui

restorative justice, maka ada upaya untuk mempertemukan korban dan pelaku dengan tujuan

mengupayakan pemulihan bagi korban. Di sisi lain, pelaku anak, walaupun statusnya pelaku,

namun anak yang menjadi pelaku juga termasuk korban yang berhak juga mendapatkan

pemulihan kembali bahkan memasyarakatkan pelaku anak tersebut, bukan dengan melakukan

pembalasan. Selain itu, penanganan perkara pidana anak melalui restorative justice akan

terlaksana secara optimal, apabila kelengkapan-kelengkapan restorative justice tersedia

secara baik di suatu institusi peradilan. Apparat berwenang pun sudah seharusnya mempunyai

kemauan dan kemampuan yang kuat untuk menangani perkara yang melibatkan anak sesuai

dengan prinsip the best interest of the children. Dengan demikian restorative justice benar-

benar terlaksana demi kepentingan terbaik bagi anak.

16

Jurnal Hukum dan Peradilan, volume 5 nomor 3

Page 14: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

9

Ada juga penelitian tentang Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia oleh

Kuat Puji Prayitno.17

Hasil penelitiannya : Karakteristik peradilan restoratif adalah Just

Peace Principle atau keadilan yang dilandasi perdamaian (peace) antara pelaku, korban dan

masyarakat, sehingga peradilan ini melihat bahwa kejahatan adalah sebagai tindakan oleh

pelaku terhadap orang lain atau masyarakat daripada terhadap negara. Kaitannya dengan

rambu-rambu penegakan hukum nasional dijumpai bahwa secara ketatanegaraan restorative

justice menemukan dasar pijakannya dalam falsafah sila ke-4 Pancasila yaitu prinsip

musyawarah untuk menyelesaikan masalah.Restorative justice dapat dilakukan dalam

penegakan hukum pidana in concreto dengan program-program antara lain sebagai berikut :

Pertama, melalui kewenangan Lembaga LPSK, atau Jaksa dan Hakim di pengadilan berdasar

ketentuan Undang-undang nomor 13 tahun 2006 maupun Peraturan Pemerintah nomor 44

tahun 2008, akan tetapi sejak semula pendekatan yang digunakan adalah proses restorative

justice; kedua, menggunakan kaidah secondary rules yang memberi kewenangan kepada

apparat hukum (polisi, jaksa dan hakim) melakukan creation, extinction, and alteration of

primary rules. Creation, extinction, atau alteration itu dengan proses restorative justice.

Dari hasil-hasil penelitian di atas tampak bahwa penelitian yang akan penulis lakukan

belum ada.

17

Jurnal Dinamika Hukum, volume 12, nomor 3

Page 15: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

10

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada semester genap 2019/2020 sebagai beban tugas

melakukan tri dharma perguruan tinggi yang harus Penulis penuhi pada semester tersebut.

Penelitian dilakukan di perpustakaan guna mendapatkan bahan hukum. Selain itu bahan

hukum yang diperlukan diperoleh dari internet.

B. Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan :

1. Bahan hukum primer yang digunakan adalah Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana, Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan

Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara Pidana

2. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku, jurnal

3. Bahan hukum tersier yang digunakan adalah kamus.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

11

C. Desain Penelitian

D. Analisis Data

Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan

menyampaikan hasilnya berupa kalimat-kalimat yang merupakan jawaban terhadap

permasalahan. Dalam menemukan jawaban dari permasalahan digunakan beberapa teori

yang relevan sebagai pisau analisis sehingga dihasilkan kesimpulan yang diharapkan.

Latar belakang

Proses penegakan

hukum pidana dengan

mengikuti tahap-tahap

yang diatur dalam

hukum acara pidana

memerlukan waktu yang

cukup lama dan

menimbulkan beberapa

masalah seperti :

Lembaga

Pemasyarakatan yang

over capacity, tunggakan

perkara yang semakin

meningkat, jumlah

penegak hukum yang

tidak seimbang dengan

perkembangan perkara,

biaya perkara yang tidak

mampu mendukung

peningkatan perkara. Surat Edaran KAPOLRI

nomor SE/8/VII/2018

berupaya mengatasi

masalah-masalah tersebut .

Permasalahan

1. Apa alasan sosiologis

dibuatnya Surat

Edaran KAPOLRI

nomor

SE/8/VII/2018?

2. Bagaimana eksistensi

Surat Edaran

KAPOLRI nomor

SE/8/VII/2018 ditinjau

dari Teori Manfaat

dan Teori Progresif?

Metode

penelitian

Waktu penelitian

Semester genap

2019/2020

Lokasi penelitian

Perpustakaan

Bahan hukum

Bahan hukum

primer, sekunder,

tersier

Analisis data

Secara kualitatif

Kesimpulan

Pembahasan

Page 17: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

12

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Alasan Sosiologis Dibuatnya Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018

Dalam Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 dikatakan bahwa

keadilan restoratif mencerminkan keadilan bagi korban dimana pelaku

mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat kejahatan yang ia lakukan

dengan cara mengakui kesalahan, minta maaf, mengembalikan kerusakan dan

kerugian kepada korban.

Hukum bertujuan tidak hanya untuk menghukum pelaku agar ia menyadari

akan kesalahan yang sudah ia lakukan dan membuatnya jera tapi hukum juga ingin

memberi perlindungan kepada korban antara lain dengan cara meminta pelaku

menagakui kesalahannya dan minta maaf kepada korban. Selain itu juga agar pelaku

mengembalikan keusakan dan kerugian kepada korban. Jadi hukum bertujuan

menegakkan keadilan.

Dengan adanya Surat Edaran ini diharapkan proses pemeriksaan perkara dapat

diselesaikan di tingkat penyidikan. Hal ini dapat mempersingkat proses pemeriksaan

dari yang seharusnya seperti diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Tentunya hal ini membawa dampak positif untuk mengatasi

beberapa persoalan (jika perkara berlanjut hingga ke persidangan) antara lain

Lembaga Pemasyarakatan yang over capacity, tunggakan perkara yang semakin

meningkat, jumlah penegak hukum yang tidak seimbang dengan perkembangan

perkara, biaya perkara yang tidak mampu mendukung peningkatan perkara.

Sebagaimana diketahui bahwa tingginya tingkat kejahatan dan tidak

diimbangi dengan ketersediaan lembaga pemasyarakatan dan sel-sel yang memadai di

lembaga pemasyarakatan mengakibatkan terjadinya kelebihan kapasitas huni (over

capacity) di lembaga pemasyarakatan. Jumlah perkara yang terus bertambah karena

banyak terjadi kejahatan juga mengakibatkan jumlah perkara yang harus diselesaikan

di pengadilan begitu banyak hingga terjadi tunggakan perkara. Hal ini juga

dipengaruhi oleh tidak seimbangnya jumlah penegak hukum dibanding jumlah

perkara yang harus diselesaikan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan

dana dari negara yang kurang memadai untuk membiayai penanganan perkara-perkara

tersebut.

Page 18: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

13

B. Eksistensi Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 Ditinjau dari Teori

Manfaat dan Teori Progresif

Sebagai salah satu upaya mengatasi masalah-masalah di atas yaitu over

capacity, tunggakan perkara, kurangnya jumlah penegak hukum dan kurangnya dana

untuk penanganan perkara maka dibuat Surat Edaran KAPOLRI nomor

SE/8/VII/2018. Surat edaran ini merupakan pedoman bagi penyelidik dan penyidik

POLRI untuk menyeragamkan pemahaman dan penerapan restorative justice.

Agar tidak terjadi perbedaan interpretasi para penyidik serta penyimpangan

dalam pelaksanaannya, maka ada syarat materil yang harus dipenuhi yaitu :

1. Tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan tidak ada penolakan

masyarakat;

2. Tidak berdampak konflik sosial;

3. Ada pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan, dan

melepaskan hak menuntutnya di hadapan hukum;

4. Prinsip pembatas :

a. Pada pelaku :

1) Tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat, yakni kesalahan

(schuld atau mens rea) dalam bentuk kesengajaan (dolus atau

opzet) terutama kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet

als oogmerk);

2) Pelaku bukan recidivis

b. Pada tindak pidana dalam proses :

1) Penyelidikan;

2) Penyidikan sebelum SPDP dikirim ke Penuntut Umum.

Dari uraian di atas tampak bahwa dalam menyelesaikan perkara secara restorative

justice ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Tidak semua perkara dapat diselesaikan

dengan cara ini, tetapi hanya perkara dimana tingkat kesalahan pelaku tidak berat saja.

Penerapan restorative justice ini disertai dengan dibuatnya perjanjian

perdamaian dan pencabutan hak menuntut dari korban dengan Penetapan Hakim

melalui Jaksa Penuntut Umum untuk menggugurkan kewenangan menuntut dari

korban dan Penuntut Umum. Jika sudah tercapai perdamaian maka diharapkan

keadaan menjadi pulih. Dengan demikian masyarakat merasakan manfaat dari hukum

sebagaimana disampaikan oleh Jeremy Bentham bahwa tujuan hukum adalah untuk

menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

14

Selain itu jika dilihat dari segi efisiensi biaya, maka jika perkara dapat diselesaikan di

tingkat penyidikan akan menghemat biaya yang harus dikeluarkan negara.

Upaya menerapkan restorative justice di tingkat penyelidikan dan penyidikan

oleh POLRI diatur dalam :

1. Pasal 7 ayat (1) huruf J KUHAP bahwa penyidik karena kewajibannya

mempunyai wewenang mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

bertanggung jawab

2. Pasal 16 ayat (1) huruf L dan Pasal 18 Undang-undang nomor 2 tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 5 ayat (1) angka 4

KUHAP bahwa tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1)

huruf L adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika

memenuhi syarat sebagai berikut :

a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut

dilakukan;

c. harus patut, masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan

e. menghormati hak asasi manusia

3. Pasal 18 Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia bahwa untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya

dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pasal 18 ayat (2) Undang-

undang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan sangat perlu dengan

memperhatikan peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi

Kepolisian Negara Republik Indonesia

4. Pasal 22 ayat (2) huruf b dan c Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang

Administrasi Pemerintahan dinyatakan bahwa “Setiap penggunaan diskresi

pejabat pemerintahan bertujuan untuk mengisi kekosongan hukum dan

memberikan kepastian hukum”.

Dari dasar-dasar hukum tentang penerapan restorative justice dalam penyelidikan

dan penyidikan oleh POLRI di atas, tampak bahwa Surat Edaran KAPOLRI

nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice)

dalam Penyelesaian Perkara Pidana merupakan upaya terobosan untuk mengatasi

Page 20: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

15

masalah-masalah yang timbul jika proses pemeriksaan sebuah perkara pidana

harus mengikuti tahap-tahap yang diatur dalam hukum acara pidana, yaitu

masalah lembaga pemasyarakatan yang over capacity, tunggakan perkara yang

semakin meningkat, jumlah penegak hukum yang tidak seimbang dengan

perkembangan perkara, biaya perkara yang tidak mampu mendukung peningkatan

perkara.

Hal ini sesuai dengan teori progresif bahwa hukum dapat dikaitkan dengan

tujuan sosial yang tidak harus sesuai dengan bunyi undang-undang. Dalam hal ini

penegak hukum dapat melakukan perubahan tanpa harus menunggu perubahan

peraturan , jadi penegak hukum dapat melakukan terobosan karena masalah yang

timbul tidak selalu sesuai dengan aturan yang ada.

Namun demikian tentu ada batasan-batasan yang harus diperhatikan untuk

dapat menerapkan restorative justice dalam perkara pidana sebagaimana diatur

dalam Pasal 16 ayat (1) huruf L dan Pasal 18 Undang-undang nomor 2 tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 5 ayat (1) angka 4

KUHAP di atas. Selain itu ada juga syarat-syarat materil yang harus dipenuhi

sepanjang menyangkut pelaku dan sudah sampai dimana proses pemeriksaan

perkara tersebut.

Page 21: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

16

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Alasan sosiologis dibuatnya Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 adalah

untuk mengatasi Lembaga Pemasyarakatan yang over capacity, tunggakan perkara

yang semakin meningkat, jumlah penegak hukum yang tidak seimbang dengan

perkembangan perkara, biaya perkara yang tidak mampu mendukung peningkatan

perkara.

2. Ditinjau dari teori manfaat Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 dibuat agar

memberi manfaat kepada pelaku dan korban, sedangkan ditinjau dari teori

progresif merupakan terobosan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul jika

proses pemeriksaan sebuah perkara pidana harus mengikuti tahap-tahap yang diatur dalam

hukum acara pidana.

B. Saran

1. Agar penegak hukum khususnya Kepolisian menerapkan Surat Edaran KAPOLRI

nomor SE/8/VII/2018 jika memenuhi syarat yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan

2. Agar Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 ini disosialisasikan kepada

masyarakat sehingga masyarakat mengetahui bahwa tidak semua perkara pidana

harus diselesaikan sebagaimana dalam hukum acara pidana tetapi dimungkinkan

diselesaikan dengan menerapkan restorative justice.

Page 22: LAPORAN PENELITIAN STIMULUSrepository.unas.ac.id/1351/1/Laporan utuh.pdfdalam Penyelesaian Perkara Pidana Ditinjau dari Teori Manfaat dan Teori Progresif. B. Kerangka Teoritis Teori

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum, Jakarta, PT Toko Gunung Agung Tbk, 2002

Ali, Mahrus, Membumikan Hukum Progresif, Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2013

Lamintang, PAF dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Jakarta, Sinar

Grafika, 2010

Marlina, Hukum Penitensier, Bandung, PT Refika Aditama, 2011

Pandjaitan, Petrus Irwan dan Samuel Kikilaitety, Pidana Penjara Mau Kemana, Jakarta,

CV INDHILL CO, 2007

Reksodiputro, Mardjono, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana Kumpulan

Karangan Buku Ketiga, Jakarta, Lembaga Kriminologi UI, 1994

Soeroso, R, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2011

Tanya, Bernard L. dkk, Teori Hukum,Yogyakarta, Genta Publishing, 2010

Peraturan

Indonesia, Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

________,Undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia

________, Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak

________,Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

________, Surat Edaran KAPOLRI nomor SE/8/VII/2018 butir 2 huruf c

Jurnal

Jurnal Kajian Hukum Islam, volume 4 nomor 2

Jurnal Hukum Khaira Ummah, volume 12 nomor 2

Jurnal Hukum dan Peradilan, volume 5 nomor 3

Jurnal Dinamika Hukum, volume 12, nomor 3