laporan penelitian kajian hutan kemasyarakatan …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial...

60
1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) ANALISIS FINANSIAL DAN KELAYAKAN TANAMAN PERKEBUNAN PADA LAHAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Kajian Pada Masyarakat Di Kawasan Register 39 Kabupaten Tanggamus oleh : Ainul Mardliyah, SP.,M.Si Dayang Berliana, SP.,M.Si Kerjasama Konsorsium Kota Agung Utara dan STIPER Dharma Wacana Di Kabupaten Tanggamus Tahun 2014

Upload: vunhu

Post on 26-May-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

1

LAPORAN PENELITIAN

KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm)

ANALISIS FINANSIAL DAN KELAYAKAN TANAMAN

PERKEBUNAN PADA LAHAN HUTAN KEMASYARAKATAN

(HKm)

Kajian Pada Masyarakat Di Kawasan Register 39 Kabupaten

Tanggamus

oleh :

Ainul Mardliyah, SP.,M.Si Dayang Berliana, SP.,M.Si

Kerjasama Konsorsium Kota Agung Utara dan STIPER Dharma Wacana

Di Kabupaten Tanggamus Tahun 2014

Page 2: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang

Sejak dahulu kala masyarakat telah memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan

hidup dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang telah memanfaatkan hutan

sebagai lahan pertanian dan beternak untuk memenuhi kebutuhan pangan. Masyarakat

memanfaatkan hutan sebagai tempat tinggal untuk menjadi tempat perlindungan dari binatang

buas dan cuaca ekstrim. Masyarakat juga memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan non kayu.

Semakin bertambahnya populasi manusia di Indonesia telah menimbulkan berbagai

masalah antara lain meningkatnya kebutuhan hidup penduduk dan kebutuhan akan lahan.

Permasalahan tersebut menyebabkan terjadinya tekanan terhadap sumberdaya hutan yang terus

bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan, mutu lingkungan

yang baik, dan dalam perkembangannya diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan.

Sebenarnya ini tidak perlu terjadi jika masyarakat dapat mengelola lahannya secara

optimal. Pengoptimalan itu didapat dari berbagai macam bantuan-bantuan yang diberikan. Baik

melalui pemerintah dan lembaga lainnya, dalam bentuk bantuan bibit ataupun bantuan berupa

pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan penduduk dalam mengelola

hutannya secara optimal.

Wilayah Kabupaten Tanggamus memiliki beragam kekayaan alam yang belum

dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan karena belum tersedianya data dan informasi

mengenai potensi sumber daya alam yang lengkap. Kondisi alam yang berbeda antara satu

wilayah dengan yang lainnya memerlukan identifikasi potensi sumber daya alam untuk dapat

Page 3: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

3

mengembangkan jenis-jenis komoditas pertanian yang sesuai dengan potensi sumber daya

lahan, upaya ini akan sangat membantu peningkatan produksi komoditas.

Sub sektor perkebunan merupakan mata pencaharian dominan masyarakat di Kabupaten

Tanggamus. Dalam sektor pertanian ini, hampir 40 % penduduk mengusahakan komoditas

perkebunan. Jenis tanaman perkebunan yang diusahakan bervariasi, baik tanaman semusim

maupun tanaman tahunan, perkebunan besar maupun perkebunan rakyat.

Komoditas perkebunan utama yang diusahakan sebagian besar masyarakat Kabupaten

Tanggamus adalah kopi, kakao, kelapa dan lada. Diantara tanaman perkebunan tersebut, kopi

merupakan komoditas andalan di Kabupaten Tanggamus. Total lahan yang digunakan untuk

perkebunan kopi pada tahun 2006 adalah 54.509,00 ha atau sebesar 54,56% dari luas areal

perkebunan dengan produktivitas sebesar 466,51 kg/ha/th. Sedangkan total produksi pada tahun

2006 mencapai 25.453,24 ton. Luasan komoditas kopi cenderung menurun setiap tahun karena

banyak petani kopi yang mulai mengganti tanamannya dengan komoditas lain yang lebih

menguntungkan seperti kakao. Komoditas kakao menempati urutan kedua setelah kopi. Untuk

komoditas kakao dari luasan sekitar 26.190 ha kebun kakao di Lampung sekitar 47,6 % terdapat

di Kabupaten Tanggamus sedangkan sisanya menyebar di kabupaten lain (Pemda Kabupaten

Tanggamus,2005).

Produktivitas tanaman perkebunan selain dipengaruhi pemeliharaan yang umumnya

masih dilakukan secara konvensional juga sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca sehingga

produksi sangat berfluktuasi setiap tahunnya. Memperhatikan potensi yang ada dan prospek di

masa depan, komoditas perkebunan tersebut merupakan komoditas unggulan yang berpotensi

untuk dikembangkan di Kabupaten Tanggamus. Melihat cukup dominannya pengusahaan

komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus, maka akan sangat berpengaruh terhadap

Page 4: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

4

kondisi perekonomian Kabupaten Tanggamus, untuk itu perlu dilakukan analisis finansial

tanaman perkebunan di kawasan perhutanan Kab. Tanggamus. sehingga dapat memberikan

gambaran produksi optimal. Hal ini sesuai dengan salah satu misi pembangunan daerah

Tanggamus yaitu mendorong pusat-pusat pertumbuhan yang ada agar mampu menjadi motor

penggerak perekonomian Kabupaten Tanggamus dan dapat merangsang pertumbuhan daerah

sekitarnya.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kelayakan usaha komoditas perkebunan pada pengelolaan hutan kemasyarakatan

di Register 39 Kabupaten Tanggamus.

2. Mempelajari sistem pengelolaan hutan kemasyarakatan di di Register 39 Kabupaten

Tanggamus.

1.3 Kegunaan

1. Informasi dan bahan pertimbangan bagi para kelompok tani dalam mengelola hutan

kemasyarakatan dengan baik.

2. Masukan dan bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam pengelola hutan

kemasyarakatan dan pembuatan kebijakan.

3. Informasi dan bahan perbandingan bagi kajian selanjutnya.

Page 5: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

5

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Desentralisasi Kebijakan Pengelolaan Kehutanan dalam Konteks Pengelolaan Hutan

Berbasis Masyarakat (Community Based Forest Management)

Salah satu perubahan paradigma pembangunan kehutanan di Indonesia adalah lebih

memberikan penekanan pada Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (community based forest

management), atau disingkat PHBM, untuk memperkuat perekonomian daerah dan

memberdayakan masyarakat setempat/lokal. Seiring dengan proses desentralisasi kebijakan

pengelolaan kehutanan dalam konteks OTDA yang momentumnya dimulai pada tahun 1995,

PHBM dilakukan secara bersamaan dalam kerangka kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm).

Sejak tahun 1995, konsep dan kebijakan HKm telah mengalami evolusi dari model

partisipasi rakyat dalam kegiatan reboisasi dan rehabilitasi hutan (1995), kemudian model

pemberian hak pengusahaan hutan kemasyarakatan kepada koperasi (1998), lantas model

pemberian ijin pemanfaatan hutan kepada kelompok-kelompok masyarakat setempat (1999)

dan akhirnya menjadi model pengelolaan hutan desa oleh masyarakat setempat secara mandiri

atau model pengelolaan hutan bersama masyarakat desa di kawasan hutan negara yang

dikuasakan kepada swasta atau badan otorita lainnya (2000). Dasar kebijakan masing-masing

model HKm seperti ditayangkan pada Tabel 2.1. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan dan Perkebunan No.677/Kpts-II/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan, HKm

didefinisikan sebagai hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri untuk

diusahakan oleh masyarakat setempat dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai

dengan fungsinya dan menitik-beratkan kepentingan menyejahterakan masyarakat. Masyarakat

Page 6: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

6

pengelola HKm adalah kelompok-kelompok orang yang tinggal dalam di dalam atau di sekitar

hutan dengan ciri komunitas.

Tabel 2.1. Perkembangan Kebijakan Model Hutan Kemasyarakatan

Tahun Dasar Kebijakan (SK Mentri

Kehutanan, PP dll)

Deskripsi Hutan Kemasyarakatan

1995 SK No.622/Kpts-II/1995 tentang

Pedoman Hutan Kemasyarakatan

Model partisipasi rakyat dalam kegiatan reboisasi dan

rehabilitasi hutan

1998 SK No.677/Kpts-II/1998 tentang Hutan

Kemasyarakatan

Model pemberian hak pengusahaan hutan kemasyarakatan

kepada koperasi

1999 SK No.865/Kpts-II/1999 tentang

Penyempurnaan SK No.677/Kpts-

II/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan

Model pemberian ijin pemanfaatan hutan kepada kelompok-

kelompok masyarakat setempat

2000 SK No.31/Kpts-II/2001 tentang

Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Model pengelolaan hutan desa oleh masyarakat setempat

secara mandiri atau model pengelolaan hutan bersama

masyarakat desa di kawasan hutan negara yang dikuasakan

kepada swasta atau badan otorita lainnya

2007 Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007

tentang Tata Hutan dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan.

Pemberdayaan masyarakat setempat

dapat dilakukan melalui :

a. hutan desa;

b. hutan kemasyarakatan; atau

c. kemitraan.

2007 Permenhut Nomor: P.37/Menhut-II/2007

tentang Hutan Kemasyarakatan

Model pemberian ijin pemanfaatan hutan kepada kelompok-

kelompok masyarakat setempat, baik pemanfaatan hasil

hutan non kayu (IUPHKm) pada hutan lindung dan hutan

produksi, maupun hasil hutan kayu (IUPHHK HKm) pada

hutan produksi.

2008 Permenhut No: P.49/Menhut- II/2008

tentang Hutan Desa

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan

sekitar kawasan hutan serta mewujudkan pengelolaan hutan

yang adil dan lestari, hutan negara dapat dikelola untuk

kesejahteraan desa melalui Hutan Desa.

Sumber: Berbagai sumber, 2013

Kebijakan HKm pada tahun 2000 dilakukan dalam merespon UU Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Kedua UU dan

PP tersebut diikuti dengan perubahan kebijakan penyelenggaraan program HKM dengan

dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.31/Kpts-II/2000 tentang

Page 7: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

7

Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan. Beberapa perubahan penting yang berkaitan dengan

otonomi daerah dan peluang masyarakat lokal untuk turut mengelola hutan negara diantaranya

adalah:

HKm diselenggarakan dengan azas kelestarian fungsi hutan, kesejahteraan masyarakat

yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya alam yang demokratis, keadilan sosial,

akuntabilitas publik, serta kepastian hukum.

Desentralisasi pengelolaan HKm, yang semula perijinan menjadi kewenangan Kanwil

Kehutanan Propinsi dilimpahkan menjadi kewenangan Bupati/Walikota. Demikian pula

kawasan HKm adalah kawasan yang diusulkan oleh Bupati/Walikota melalui Gubernur

untuk ditetapkan oleh Menteri.

Pemanfaatan hutan meliputi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan,

pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan nonkayu, pemungutan hasil

hutan kayu, dan pemungutan hasil hutan non kayu; sepanjang tidak mengganggu fungsi

pokok hutan tersebut.

Terlepas dari berbagai kemajuan, legitimasi SK No.31/Kpts-II/2000 digugat oleh

banyak kalangan terutama praktisi hukum lingkungan karena jika dikaitkan dengan TAP MPR

No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan,

SK tersebut tidak memiliki kekuatan mengatur. Karena hal tersebut, saat ini Pemerintah (dalam

hal ini Departemen Kehutanan) sedang memproses legal draft HKm dalam bentuk Rancangan

Peraturan Pemerintah (RPP) menjadi Peraturan Pemerintah (PP). Selain itu tidak semua pihak

menerima program HKm, terutama pihak-pihak yang masih menyimpan konflik terhadap

pemerintah akibat selesainya penanganan masalah gugatan status dan kepemilikan lahan dalam

Page 8: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

8

kawasan hutan. Pada awal tahun 2004, belum saja polemik kebijakan HKm selesai, Pemerintah

telah mengeluarkan kebijakan baru tentang Social Forestry.

Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehutanan, secara terus-menerus melakukan

perbaikan kebijakan pengelolaan hutan bagi masyarakat. Kebijakan yang cukup monumental

adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. PP ini memandatkan bahwa,

pengelolaan hutan oleh masyarakat setempat dilaksanakan dalam konteks pemberdayaan

masyarakat (Pasal 84) melalui skim kebijakan: hutan desa, hutan kemasyarakatan; atau

kemitraan.

Secara kontinum, PP ini kemudian ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Permenhut

Nomor: P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan yang memungkinkan pemberian

ijin pemanfaatan hutan kepada kelompok-kelompok masyarakat setempat, baik pemanfaatan

hasil hutan non kayu (IUPHKm) pada hutan lindung dan hutan produksi, maupun hasil hutan

kayu (IUPHHK HKm) pada hutan produksi. Dimungkinkannya akses masyarakat terhadap hasil

hutan kayu dalam skim kebijakan HKm merupakan sebuah kebijakan yang dinantikan sejak

tahun 1995 ketika HKm saat itu pertama kali didesain sebatas dalam bentuk model partisipasi

rakyat dalam kegiatan reboisasi dan rehabilitasi hutan. Kebijakan HKm yang dinantikan

selanjutnya adalah bagaimana skim ini diterjemahkan pelaksanaannya di dalam kawasan hutan

konservasi sebagaimana dimungkinakn oleh Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007

tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan.

Pembaharuan kebijakan tidak berhenti di HKm saja. Pada tahuan 2008, kemudian

diterbitkan Permenhut No: P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa dimana dalam rangka

pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan serta mewujudkan pengelolaan

Page 9: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

9

hutan yang adil dan lestari, hutan negara dapat dikelola untuk kesejahteraan desa melalui Hutan

Desa. Hadirnya skim kebijakan Hutan Desa bagi sebagian kalangan menjadi jalan tengah

pengembangan akses secara komunal dalam bentuk komunitas desa atas belum terjawabnya

bagaimana hutan adat diatur kemudian. Kalangan tersebut melihat, ketika bingkai kebijakan

tentang hutan adat belum dicapai, maka kebijakan hutan desa bisa menjadi alternative

masyarakat adat memiliki akses komunal melalui pemerintahan desa.

2.2. Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan

1. Biaya Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan

Biaya secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu

tujuan. Jadi biaya pengusahaan hutan rakyat adalah segala bentuk korbanan ekonomi yang

dikeluarkan atau akan dikeluarkan untuk mencapai tujuan pembangunan hutan rakyat. Pada

prinsipnya biaya yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat dapat digolongkan menjadi dua

macam, yaitu biaya produksi tetap (fixed cost) dan biaya produksi berubah (variable cost).

Biaya produksi tetap adalah semua jenis biaya yang tidak berubah besarnya walaupun jumlah

barang yang dihasilkan berubah, misalnya sewa tanah. Sedangkan biaya produksi berubah

adalah biaya produksi yang besarnya tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan, misalnya

membeli pupuk, bibit, upah tenaga kerja (Sumarta, 1963 dalam Hayono, 1996).

2. Pendapatan Usaha Hutan Kemasyakatan

Pendapatan adalah penerimaan total dari penjualan hasil produksi sebelum dikurangi

dengan biaya produksi. Besarnya Pendapatan dipengaruhi oleh jumlah barang yang

dihasilkan/diproduksi dan harga masing-masing jenis dan kualitas produk. Pendapatan dari

usaha hutan rakyat diperoleh dari penjualan kayu rakyat baik berupa kayu pertukangan maupun

kayu bakar.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

10

3. Analisis Finansial Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan

Analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut badan atau

orang-orang yang menanam modalnya dalam suatu proyek. Analisis finansial pengelolaan

hutan rakyat dapat dipakai sebagai ukuran keberhasilan dalam pengelolaan hutan rakyat lebih

lanjut bagi masyarakat maupun pemerintah untuk menentukan langkah-langkah perbaikan dan

peningkatan manfaat di masa yang akan datang, sehingga penggunaan dan alokasi sumberdaya

yang terbatas dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan efektif.

Menurut Gittinger (1986), dalam menilai suatu proyek yang menggunakan Discounted

Cash Flow (DCF) atau aliran kas yang berdiskonto berdasarkan pada tiga kriteria, yaitu :

1. Net Present Value (NPV), yaitu nilai kini atau sekarang dari suatu proyek setelah

dikurangi dengan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu dari keuntungan atau

manfaat yang diterima pada tahun bersangkutan dan didiskontokan pada tingkat

bunga yang berlaku.

2. Benefit Cost Ratio (BCR), adalah suatu cara evaluasi proyek dengan membandingkan

nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh proyek dengan nilai sekarang seluruh

biaya proyek.

3. Internal Rate of Return (IRR), adalah suatu tingkat suku bunga maksimal yang

dibayarkan oleh suatu proyek untuk semua investasi dan sumberdaya yang

digunakan.

Proyek diprioritaskan pelaksanaannya (layak), apabila nilai NPV>0, BCR>1 dan IRR

lebih besar daripada suku bunga yang berlaku.

4. Pendapatan Rumah Tangga Petani

Page 11: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

11

Pendapatan rumah tangga adalah kumpulan dari pendapatan anggota-anggota rumah

tangga dari masing-masing kegiatannya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan

merupakan selisih antara penerimaan dari penjualan, konsumsi keluarga akan komoditi yang

dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan komoditi tersebut.

Biro Pusat Statistik (1993), menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga petani tidak

hanya berasal dari usaha pertaniannya saja, tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain di luar

sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa pengangkutan, industri pengolahan, dan lain-lain.

Bahkan kadang penghasilan di luar usaha pertanian justru lebih besar daripada pendapatannya

dari pertanian.

Sedangkan Kartasubrata (1980), menjelaskan bahwa pendapatan rumah tangga menurut

sumbernya dibagi menjadi dua golongan, yaitu pendapatan kehutanan, adalah pendapatan yang

berasal dari kegiatan di hutan, dan pendapatan non kehutanan, yaitu pendapatan yang berasal

dari hasil kegiatan di luar kehutanan.

2.3. Studi Kelayakan Usahatani pisang

Pencapaian tujuan usaha harus memenuhi beberapa kriteria kelayakan usaha. Artinya,

jika dilihat dari segi bisnis, suatu usaha sebelum dijalankan harus dinilai pantas atau tidak untuk

dijalankan. Pantas artinya layak atau akan memberikan keuntungan dan manfaat yang

maksimal. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai sesuai keinginan, apapun tujuan perusahaan

(baik profit, sosial, maupun gabungan dari keduanya). Apabila ingin melakukan investasi,

terlebih dahulu hendaknya dilakukan sebuah studi. Tujuannya adalah untuk menilai apakah

investasi yang akan ditanamkan layak atau tidak untuk dijalankan atau dengan kata lain, jika

usaha tersebut dijalankan, akan memberikan manfaat atau tidak (Anonymous, 2012).

Page 12: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

12

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau

faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida)

dengan efektif, efisien, dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga

pendapatan usahataninya meningkat. (Rahim dan Diah, 2008).

Menurut Firdaus (2005) studi kelayakan adalah suatu laporan yang membahas dan

menilai suatu usulan investasi akan dilaksanakan atau direalisasikan dalam suatu usahatani

yang produktif dan dapat dipertanggungjawabkan, dalam arti dan tujuan bahwa seluruh biaya

yang dikeluarkan untuk proyek tersebut dapat ditutupi oleh pendapatan. Sementara menurut

Herianto (2007) menyatakan bahwa studi kelayakan adalah suatu penelitian tentang dapat

tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Tujuan dilakukan studi kelayakan adalah

menghindari keterlanjuran penanaman modal yang besar untuk kegiatan yang tidak

menguntungkan.

Studi kelayakan yang juga sering disebut dengan feasibility study merupakan bahan

pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu

gagasan usaha / proyek yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian studi kelayakan

adalah kemungkinan dari gagasan usaha / proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat

(benefit), baik dalam arti finansial maupun dalam arti sosial benefit ( Ibrahim, 2009 ).

Apabila dalam perhitungan studi kelayakan usahatani mengalami kegagalan itu hanya

terjadi karena adanya faktor uncontrollable seperti bencana alam (banjir, gunung meletus,

kebakaran hutan, gempa), perubahan peraturan pemerintah, dan disamping itu penggunaan data

yang tidak relevan (Ibrahim, 2009). Suatu usahatani dapat dikatakan layak atau tidak untuk

dilakukan, dapat dilihat dari efisiensi penggunaan biaya dan besarnya perbandingan antara total

penerimaan dengan total biaya.

Page 13: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

13

Agar dapat menentukan suatu usahatani tersebut layak atau tidak, dalam mengevaluasi

usahatani yang telah dijalankan pada dasarnya harus memperhatikan beberapa hal sebagai

berikut :

1. R/C >1, dengan menentukan R/C saja dapat diketahui bahwa usahatani tersebut layak

atau tidak.

2. π/C > bunga bank yang berlaku

3. Produktifitas Tenaga kerja lebih besar dari tingkat upah yang berlaku

4. Produksi > BEP Produksi

5. Penerimaan (Rp) > BEP Penerimaan (Rp)

6. Harga > BEP

7. Jika terjadi penurunan harga produksi maupun peningkatan harga faktor produksi

sampai batas tertentu tidak menyebabkan kerugian

Dalam hal untuk menganalisis titik impas modal yang dikeluarkan berdasarkan

jumlah produk dan harga yang ditentukan dapat dilakukan analisis BEP (Break Even Point),

serta untuk mengetahui perbandingan antara total penerimaan dan total biaya dapat dihitung

menggunakan analisis R/C Ratio.

Keuntungan : π = TR – TC

Dimana : π = Benefit Absolute

TR = Total Revenue

TC = Total Cost

Untuk menentukan suatu usaha layak atau tidak dapat menggunakan rumus R/C rasio yang

secara matematis dituliskan sebagai berikut :

R/C Ratio = TR/TC

Dimana : Ada tiga kriteria dalam perhitungan, yaitu :

Page 14: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

14

a. R/C > 1, usahatani menguntungkan dan layak diusahakan

b. R/C = 1, usahatani berada pada titik impas (Break Event Point)

c. R/C < 1, usahatani tidak menguntungkan atau tidak layak diusahakan.

2.3.1. B/C Rasio

Benefit-cost ratio dapat dikatakan sebagai ratio perbandingan antara penerimaan yang

diterima dengan biaya yang dikeluarkan dalam usaha. JIka ratio menunjukan hasil nol maka

dapat dikatakan bahwa usaha tidak memberikan keuntungan finansial. Demikian juga jika ratio

menunjukan angka kurang dari 1 maka usaha yang dilakukan tidak memberikan keuntungan

dari kegiatan yang dilaksanakan ( Rahim, 2008 ).

B/C R = Benefit Tahunan/ Total Biaya Tahunan

Dimana :

B : benefit / keuntungan

C : cost / biaya

Keterangan : B/C R < 1 , artinya usahatani yang dijalankan tidak menguntungkan

B/C R > 1 , artinya usahatani yang dijalankan menguntungkan

B/C R = 1 , artinya pendapatan dengan pengeluaran sama / impas

B/C ratio atau Benefit and Cost Ratio merupakan salah satu konsep yang dapat menentukan

kelayakan sebuah proyek biasanya B/C ratio digunakan untuk menentukan kelayakan sebuah

proyek yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum. B/C ratio menyatakan tiap

investasi yang ditanamkan. Lata belakang munculnya analisis manfaat biaya adalah kaitanya

dengan munculnya undang – undang pengendalian banjir pada tahun 1936 di Amerika yang

menyebutkan bahwa proyek akan didanai hanya jika “manfaat yang dihasilkan bagi siapa saja

melebihi biaya yang diperkirakan”. (Ratio, Agus, Puryani, 2011) metode benefit cost ratio

adalah salah satu metode yang sering digunakan dalam tahap – tahap evaluasi awal perencanaan

Page 15: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

15

investasi sebagai analisis tambahan dalam rangka memvalidasi hasil evaluasi yang telah

dilakukan dengan metode lainnya. Dismaping itu metode ini sangat baik dilakukan dengan

metode lainnya. (Giatman, MSIE, Drs. M., 2006)

Dimana :

PVbenefit = present value dari keuntungan

PVcost = present value dari biaya

Dari rumus diatas yang digunakan sebagai acuan adalah nilai benefit dan cost, jadi penerapan

aplikasi dari cara ini.

1. Menggambar cash flownya dengan jelas

2. Hitung PV benefitnya dan PV costnya dan masukan dalam rumus diatas

3. Kita akan mendapatkan nilai B/C R – nya jika > 1 maka proyek layak dijalankan

jika < 1 maka sebaliknya

4. Jika semua > 1 maka mencari nilai B/C R yang terbesar

5. Jika semua < 1 maka mencari nilai B/C R yang terkecil

2.3.2. Net Present Value

Net Present Value (NPV) atau nilai tunai bersih, merupakan kelayakan metode yang

menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan dengan biaya atau pengeluaran. Atau dapat

juga diartikan Net Present Value sebagai selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai

sekarang dari penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun kas terminal). Metode

penilaian ini adalah mengukur selisih antara total arus kas masuk (input) setiap tahun dengan

Page 16: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

16

total arus kas keluar (biaya) setiap tahun setelah didiskontokan dengan suku bunga yang

berlaku pada saat usahatani dijalankan dengan acuan pada suku bunga Bank Indonesia.

Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat

bunga yang dianggap relevan. Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga yang

berlaku saat dilakukan keputusan investasi, masih terpisah waktu mulai mengaitkan keputusan

investasi dengan keputusan pembelanjaan. Perhatian disini keterkaitan hanya akan

mempengaruhi tingkat bunga, bukan aliran kas. Apabila nilai sekarang penerimaan kas bersih di

masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan

menguntungkan sehingga diterima bila NPV lebih besar 0, artinya di mana nilai sekarang

penerimaan total lebih besar dari pada nilai sekarang biaya total.

2.3.3. Internal Rate of Return

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai

bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau tingkat bunga yang

menghasilkan NPV sama dengan nol. Atau dengan kata lain persentase keuntungan usahatani

dalam kegiatan produksi, yang merupakan sebagai alat ukur kemampuan usaha dalam

mengembalikan bunga modal. Menurut Hermanto, F.( 1999 ) dapat dihitung menggunakan

formulasi sebagai berikut :

Rumus : Ip + {{NPV p : (NPVp - NPVn)} x (In – Ip)

Dimana : Ip : % tingkat suku bunga (df) menghasilkan NPV positif

Ip : % tingkat suku bunga (df) menghasilkan NPV negatif

NPVp : Jumlah NPV positif

NPVn : Jumlah NPVnegatif

Cara lain menggunakan rumus sebagai berikut :

Page 17: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

17

IRR = I1 + NPV1 x (i2 – i1)

NPV1 – NPV2

Dimana : I1 = tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1)

I2 = tingkat bunga 2 (tingakt discount rate yang menghasilkan NPV2)

NPV1 = net present value 1

NPV 2 = net present value 2

Pada dasarnya Internal Rate of Return harus di cari dengan cara Trial And Error dengan

serba coba-coba. Penentuan tarif kembalian dilakukan dengan metode Trial And Error dengan

cara sebagai berikut :

a) Mencari aliran kas masuk bersih pada tarif kembalian yang dipilih secara sembarang

di atas atau dibawah tarif kembalian investasi yang diharapkan.

b) Menginterpolasikan kedua tarif kembalian tersebut untuk mendapatkan tarif

kembalian sesungguhnya.

IRR lebih merupakan suatu indikator efisiensi dari suatu investasi, berlawanan dengan NPV,

yang mengindikasikan value atau suatu besaran uang. IRR merupakan effective compounded

return rate annual yang dapat dihasilkan dari suatu investasi atau yield dari suatu investasi.

Suatu investasi dapat dilakukan apabila rate of returnnya lebih besar daripada return yang

diterima apabila kita melakukan investasi ditempat lain misalnya di bank.

2.3.4. Break Even Poin (BEP)

Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana

perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian.

Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Hal tersebut

dapat terjadi bila perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume

Page 18: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

18

penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya

cukup untuk menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita

kerugian, dan sebaliknya akan memperoleh memperoleh keuntungan bila penjualan melebihi

biaya variabel dan biaya tetap yang harus di keluarkan.

1. Manfaat Analisis Break Even (Titik Impas)

Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana

pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan

diperoleh pada level penjualan tertentu. Analisis break event dapat membantu pimpinan dalm

mengambil keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut:

a. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak

mengalami kerugian.

b. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.

c. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.

d. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan

terhadap keuntungan yang diperoleh.

2. Jenis Biaya Berdasarkan Break Even (Titik Impas).

Biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Variabel Cost (biaya Variabel)

Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan

volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam

Page 19: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

19

pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau

variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.

2. Fixed Cost (biaya tetap)

Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume

penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time) sehingga jenis biaya ini

akan konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau

tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan.

3. Semi Varibel Cost

Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap,

yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong jenis ini misalnya:

Sales expense atau komisi bagi salesman dimana komisi bagi salesman ini tetap unutk range

atau volume tertentu, dan naik pada level yang lebih tinggi.

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kaitan antara biaya, volume penjualan, volume

produksi yang nantinya untuk menentukan titik impas dimana perusahaan tidak mengalami

kerugian maupun tidak mendapatkan keuntungan. Analisis break even point sangat membantu

manajemen dalam berbagai hal, misalnya dalam masalah dampak pengurangan biaya tetap

terhadap titik impas, atau dampak peningkatan harga terhadap laba. Analisis ini sangat berguna

bagi manajemen di dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Analisis break even merupakan cara atau teknik yang digunakan oleh manajer

perusahaan untuk mengetahui tingkat penjualan berapakah perusahaan tidak mengalami laba

dan tidak pula mengalami kerugian (Sigit, 2002). Impas adalah suatu keadaan perusahaan

dimana jumlah total penghasilan besarnya sama dengan total biaya atau besarnya laba

konstribusi sama dengan total biaya tetap, dengan kata lain perusahaan tidak memperoleh laba

Page 20: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

20

tetapi juga tidak menderita rugi (Supriyono, 2000). Analisis break even point merupakan salah

satu analisis keuangan yang sangat penting dalam perencanaan keuangan.

Analisis break even point biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan

mengeluarkan suatu produk yang artinya dalam memproduksi sebuah produk tentu berkaitan

dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan kemudian penentuan harga jual serta jumlah

barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke konsumen (Khasmir, 2008).

Analisis break even point memiliki manfaat sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual, biaya produksi

dan biaya – biaya lain serta mengetahui laba rugi perusahaan.

2) Sebagai sarana merencanakan laba.

3) Sebagai alat pengendalian (controlling) kegiatan operasi yang sedang berjalan.

4) Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual.

5) Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan

kebijakan perusahaan misalnya menentukan usaha yang perlu dihentikan atau yang

harus tetap dijalankan ketika perusahaan dalam keadaan tidak mampu menutup biaya

– biaya tunai (Kuswadi, 2005).

Page 21: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

21

BAB III.

METODE PENELITIAN

3.1 .Metode Pengambilan Contoh

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Agung Utara Kabupaten Tanggamus. Pemilihan

lokasi dilakukan secara purposive (sengaja). Kabupaten Tanggamus dipilih menjadi daerah

penelitian atas dasar pertimbangan bahwa Kabupaten ini merupakan kabupaten yang

menerapkan pembangunan HKm register 28 Pematang Neba dan Register 32 Gn Rendingan.

Kawasan HKm tersebut memiliki fungsi yang sangat krusial yakni salah satunya sebagai

catchmen area atau daerah tangkapan air batu tegi.

Responden yang dijadikan sampel (unit contoh) adalah masyarakat anggota gapoktan

HKm yang telah mendapatkan ijin Penetapan areal kelola hutan tahun 2013. Responden

tersebut merupakan responden yang tinggal di kawasan register 28 yaitu Wira Karya Sejahtera,

kawasan register 32 yaitu gapoktan Mahardika dan gapoktan di kawasan register 30 yaitu

Beringin Jaya. Jumlah sampel dipilih secara Quota sampling, yaitu berjumlah 300 responden.

Pra survei ke lapangan dan pengumpulan data lebih lengkap dilakukan pada tahun 2015.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan pengamatan langsung. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh

dengan wawancara dengan petani (responden) melalui kuisioner (daftar pertanyaan). Data

sekunder diperoleh dari lembaga terkait/instansi terkait, laporan-laporan, publikasi dan pustaka

Page 22: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

22

lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Berikut penjelasan mengenai metode

pengumpulan data dan informasi :

(1) Studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data sekunder yang relevan

mengenai peraturan perundangan yang berkaitan dengan hutan kemasyarakatan, data sosial

ekonomi penduduk, data pelaksanaan kegiatan HKm, dan sebagainya.

(2) Observasi, yaitu dengan cara mengamati dan/atau menghitung obyek penelitian di lapangan

secara langsung, seperti jenis tanaman, produksi tanaman, biaya produksi, dan pendapatan

usahatani.

(3) Wawancara dengan cara ”dept interview”, yaitu dengan melakukan tanya jawab kepada

informan kunci guna menggali informasi mengenai mekanisme pelaksanaan kegiatan HKm,

pendampingan yang dilakukan KORUT, dan produksi tanaman. Responden yang dijadikan

responden terdiri atas anghota kelompok tani Mulya Agung, Tribuana, dan Tulung Agung.

(4) Kuesioner, yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden yang dijadikan

obyek penelitian.

3.4 . Metode Pengolahan Data

Penerimaan dan Pendapatan Petani Hutan Kemasyarakatan

Penerimaan merupakan perkalian jumlah hasil produk dengan harga satuannya.

Selanjutnya pendapatan merupakan selisih total penerimaan (total revenue) dengan total biaya

yang dikeluarkan dalam usaha pengelolaan hutan (total cost). Untuk menentukan pendapatan

dengan cara membagi jenis pendapatannya. Misalnya perolehan pendapatan dari komoditas

perkebunan, jasa, dagang, dan lainnya. Secara sistematis untuk menentukan pendapatan

dituliskan sebagai berikut:

Page 23: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

23

Pendapatan = TR-TC

Keterangan :

TR = Total Revenue

TC = Total Cost

Analisis Kelayakan Usaha

1. Net Persent Value (NPV)

Net Persent Value merupakan nilai sekarang dari manfaat atau pendapatan

dan biaya atau pengeluaran. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif dapat

diartikan juga sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha. Sebaliknya

NPV yang bernilai negatif menunjukan kerugian.

Keterangan : Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t

Ct = cost pada minggu/bulan/tahun

df = discount factor

df1 = 18 % tingkat suku bunga dilokasi usahatani

df2 = n % tingkat suku bunga keperluan analisis

NPV dapat dituliskan kedalam bentuk rumus sebagai berikut :

NPV = PVB – PVC

Dimana : a. PVB (present variable benefit) diperoleh dari penerimaan dikalikan dengan df

PVC (persent value cost) diperoleh dari biaya dikalikan dengan Df.

b. Df adalah konstanta 1 : (1 + i ) atau tingkat suku bunga

Keterangan : NPV > 0 , artinya usahatani tersebut menguntungkan

NPV < 0 , artinya usahatani tersebut tidak layak atau rugi.

Perhitungan ini diukur dengan nilai uang sekarang dengan kriteria sebagai berikut:

a. Bila NPV > 0, maka investasi dinyatakan layak (feasible)

b. Bila NPV < 0, maka investasi dinyatakan tidak layak (no feasible)

c. Bila NPV = 0, maka investasi berada pada posisi break event point.

Page 24: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

24

Atau dapat menggunakan teori menurut Kasmir dan Jakfar (2007:p100), “Net Present

Value” (NPV) atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan antara PV kas Bersih

(PV of Proceed) dengan PV investasi (Capital Outlays) selama umur investasi. Selisih

antara nilai kedua PV tersebutlah yang kita kenal dengan Net Present Value (NPV).

Rumus dalam Metode Net Present Value (Kasmir dan Jakfar, 2007) adalah:

dimana :

PRt = Arus kas setelah pajak pada periode t,

io = Pengeluaran awal investasi,

n = Lamananya Proyek yang di jalankan

k = Tingkat diskon ( discount factor ), yaitu tingkat

pengembalian minimum yang diinginkan atas suatu investasi.

2. IRR (Internal Rate Return)

Menurut Nurmalina (2009), Mengukur besaran internal rate of retrurn (IRR) adalah

tingkat discount rate (dr) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besaran yang dihasilkan

dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Suatu usahatani dinyatakan layak

apabila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR). Pada umumnya dalam

menghitung tingkat IRR dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi di antara discount

rate yang lebih rendah (menghasilkan NPV positif) dengan tingkat discount rate yang lebih

tinggi (yang menghasilkan NPV negatif). Pada tingkat bunga tersebut menggambarkan

besarnya Internal Rate of Return dari usul investasi tersebut, cara ini dinamakan interpolasi.

Sedangkan menurut Gunawan Adi Saputro (2007) mengatakan bahwa “ Internal Rate

Of Return adalah tingkat discount rate yang dapat menjadikan sama nilai sekarang dari outlay

io -

k 1

PRt NPV

n

1t1

Page 25: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

25

dengan nilai sekarang dari proceed investasi yang bersangkutan. “ Internal Rate Of Return

adalah tingkat dikonto yang menyamakan nilai sekarang arus kas dengan investasi awalnya.

Dewi Astuti (2004: 109). Dan menurut Bambang Riyanto (1997: 129) Internal Rate Of Return

dapat diidentifikasi sebagai tingkat bunga yang akan menjadi jumlah nilai sekarang dari

proceed yang diharapkan akan diterima sama dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran

modal. Pada dasarnya IRR harus dicari dengan cara trial and error.

Rumus :

Dimana :

IRR = Internal Rate of Return yang dicari

i1 = Tingkat bunga ke- 1

i2 = Tingkat bunga ke- 2

NPV1 = NPV ke- 1

NPV2 = NPV ke- 2

3. Net B/C

Menurut Ibrahim (2003: 49), menyatakan bahwa Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

merupakan hasil nilai perbandingan antara hasil net benefit yang telah di discount positif

dengan net benefit yang telah di discount negatif. Selanjutnya, Soeharto (1992) mengatakan

bahwa Net Benefit Cost merupakan perbandingan antara net benefit yang telah di discount

positif dengan net benefit yang di discount negatif . Secara matematis dapat dituliskan kedalam

rumus sebagai berikut :

Rumus :

df1 - df2 x df2 NPV - df1 NPV

df1 NPV df1 IRR

Net B/C =

Page 26: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

26

Metode ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode lain (Bimo Walgito,

2010)

4. Gross B/C

Menurut Kasmir (2003:51) Gross B/C Ratio atau Gross Benefit Cost menyatakan bahwa

hasil nilai perbandingan antara benefit kotor yang telah di discount dengan biaya secara

keseluruhan yang telah di discount. Selanjutnya Soeharto (1992) menyatakan perbandingan

antara benefit kotor yang telah di discount dengan biaya secara keseluruhan yang telah di

discount. Secara matematis Gross B/C dinyatakan kedalam rumus sebagi berikut :

Rumus :

Jika : Gross B/C > 1 (satu) berarti proyek (usaha) layak dikerjakan,

Gross B/C < 1 (satu) berarti proyek tidak layak dikerjakan,dan

Gross B/C = 1 (satu) berarti proyek dalam keadaan BEP.

5. BEP

Menurut T. Horngren, Srikant M Datar, dan Gorge Foster (2003:75) mendefinisikan

BEP ( Break Event Point) sebagai titik impas yang artinya volume penjualan dimana

pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi bersih. Hansen dan

Mowen (2005:274) mengartikan Break Even Point bahwa titik dimana total pendapatan sama

n

i

n

i

n

i

n

rC

rB

CBGross

1

1

)1(

)1(

/

Page 27: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

27

dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol. Menurut Reza Lingga (2003: 436) Break

Even Point adalah suatu titik atau suatu keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak

memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi.

Dengan kata lain pada keadaan itu keuntungan dan kerugian sama dengan nol, hal ini

bisa terjadi apa bila perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya tetap dan volume

penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Dari beberapa pengertian

di atas dapat disimpulkan dengan kata lain, pada keadaan break event point keuntungan atau

kerugian sama dengan nol. Suatu kondisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak

menderita kerugian atau TR (total revenue)= TC (total cost), dimana laba = 0.

Analisis BEP adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam

satuan unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya-biaya yang dikeluarkan pengusaha sama

dengan pendapatan pengusaha . Titik itu disebut sebagai titik break even / BEP (break even

point). Kegunaan analisis BEP adalah dapat diketahui pada volume penjualan berapa

perusahaan mencapai titik impasnya, tidak rugi tetapi juga tidak untung, sehingga apabila

penjualan melebihi titik tersebut maka perusahaan mulai mendapatkan untung.

Estimasi biaya yang diperlukan dalam analisi BEP adalah Biaya tetap (fixed cost)

adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan dengan besar yang tetap, tidak tergantung pada

volume penjualan dan biaya variable (variable cost) yaitu biaya yang besarnya bervariasi sesuai

dengan jumlah unit yang dijual. Beberapa pendekatan mengenai break even point diantaranya

pendekatan break even dengan unit dan dengan rupiah.

Dalam perhitungan BEP dengan pendekatan matematik dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu atas dasar unit dan atas dasar rupiah. Seperti pada pengertian BEP bahwa:

1. Usahatani tidak memperoleh laba atau menderita rugi

Page 28: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

28

2. Total penghasilan sama dengan total biaya

3. Laba sama dengan nol

persamaannya sebagai berikut :

Penghasilan = Biaya

Bila : P = Harga jual per unit (Rp)

BV = Biaya variable (Rp)

BT = Biaya tetap total selama satahun dan (Rp)

Q = Kuantitas penjualan (Kg)

Rumus :

BEP = Break even point.

T p-1 = Tahun sebelum terdapat BEP

TC1 = Jumlah total cost yang telah di–discount.

Bp-1 = Jumlah benefit yang telah di-discount sebelum break even point.

Bp = Jumlah benefit pada break even point berada.

Biaya–biaya yang digunakan dan keuntungan yang diperoleh dalam usahatani dapat

dihitung melalui perhitungan NPV, Gross B/C, Net B/C dan IRR. Dari semua nilai perhitungan

tersebut lebih dari 1 maka usahatani yang dijalankan layak untuk diusahakan. Usaha layak

untuk dijalankan artinya setiap petani yang menjalankan usahataninya memperoleh keuntungan

dari produksi pertanian yang dihasilkan.

Dengan kriteria bila nilai perhitungan kurang dari 1 maka usahatani yang dijalankan

tidak layak atau petani rugi karena tidak memperoleh keuntungan dari produksi usahatani yang

dijalankan. Kriteria selanjutnya bila nilai perhitungan dari hasil produksi usahatani sama

Page 29: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

29

dengan nol maka nilai produksi usahatani berada dalam titik impas atau dalam kondisi BEP.

Usahatani pada saat kondisi BEP artinya usahatani yang dijalankan tidak mendapatkan

keuntungan dan tidak juga mendapatkan kerugian.

Page 30: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

30

BAB IV.

GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1 Gambaran Kabupaten Tanggamus

Kabupaten Tanggamus adalah salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang memiliki

potensi cukup besar dilihat dari sektor ketersediaan sumber daya alamnya maupun luas

wilayahnya yang mencakup sekitar 2721.88 Km2. Kabupaten Tanggamus terbentuk dan

menjadi salah satu Kabupaten di Propinsi Lampung berdasarkan Undang-Undang Nomor 2

tahun 1997 yang diundangkan pada tanggal 3 Januari 1997 dan diresmikan menjadi Kabupaten

pada tanggal 21 Maret 1997. Adapun jumlah penduduk Kabupaten Tanggamus adalah 542.439

jiwa.

Data mengenai keadaan geografis kabupaten Tanggamus dapat dilihat dari catatan BPS,

yakni menurut data BPS (2011), Kabupaten Tanggamus berbatasan dengan 3 wilayah daratan

dan juga berbatasan dengan laut. Ibu kota kabupaten Tanggamus adalah Kota Agung, berada di

sepanjang pinggir laut. Dari segi geografis, posisi kabupaten Tanggamus sangatlah unik dan

menarik, ada gunung Tanggamus dan juga memiliki laut. Hal ini menunjukkan bahwa

Kabupaten Tanggamus sangatlah kaya jika dilihat dari kekayaan sumber daya alam. Memiliki

gunung, dan laut, serta banyak sungai serta hutan-hutan. Kota Agung memiliki udara yang

terasa panas karena berada dipinggir pantai yang terik.

Dilihat dari aspek geografi Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104o

18’ - 105o

12’ Bujur Timur dan antara 5o

05’ – 5o

56’ Lintang Selatan. Koordinat ini membatasi wilayah

seluas 21855,46 km2 untuk luas daratan ditambah dengan luas wilayah laut seluas 1.779,50 km

2

Page 31: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

31

dengan luas keseluruhan 4.634,96 Km 2. Luas wilayah kabupaten Tanggamus, dapat dilihat dari

tabel berikut ini :

Tabel 2. Luas Kabupaten Tanggamus

No

Kecamatan

Luas

Km2 Persentase

1. Wonosobo 209,63 4,52

2. Semaka 170,90 3,69

3. Bandar Negeri Semuong 98,12 2,12

4. Kota Agung 76,93 1,66

5. Pematang Sawa 185,29 4,00

6. Kota Agung Barat 101,30 2,19

7. Kota Agung Timur 73,33 1,58

8. Pulau Panggung 437,21 9,43

9. Ulu Belu 323,08 6,97

10. Air Naningan 186,35 4,02

11. Talang Padang 45,13 0,97

12. Sumberejo 56,77 1,22

13. Gisting 32,53 0,70

14. Gunung Alip 25,68 0,55

15. Pugung 232,40 5,01

16. Bulok 51,68 1,12

17. Cukuh Balak 133,76 2,89

18. Kelumbayan 121,09 2,61

19. Limau 240,61 5,19

20. Kelumbayan Barat 53,67 1,16

Luas Darat 2.855,46 61,61

Luas laut 1.779,50 38,39

Jumlah Total 4.634,94 100,00

Sumber: BPS, 2013

Potensi sumber daya alam di Tanggamus tidak hanya penting untuk ekonomi, melainkan

juga sebagai penyeimbang ekologi. Hutan dan sungai-sungai besar yang mengaliri wilayah

Tanggamus merupakan penyangga bagi keseimbangan dan kelestarian alam di wilayah tersebut.

Di Tanggamus ini ada dua sungai besar yakni bernama Way Sekampung dan Way

Semangka. Way berarti sungai. Kata Way akan sering kita temui di Lampung, karena etnik

Lampung sangat erat kaitannya dengan way atau sungai. Sungai menjadi saksi bagi

Page 32: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

32

perkembangan peradaban masyarakat Lampung pada umumnya. Sebagai transportasi utama

pada masa dahulunya dan penghubung antara satu tempat dengan tempat lain dan menjadi

media bagi terjadinya kontak kebudayaan.

Sungai juga memiliki fungsi penting selain sebagai sumber kehidupan yakni sebagai

sarana penting dalam berdirinya suatu kampung, dan sungai menjadi penting dalam

membangun rumah-rumah. Bahkan bagi para ketua adat atau disebut sebagai Penyimbang adat,

sebagian besar memiliki tempat pemandian sendiri di sungai. Bahkan pada peristiwa adat

tertentu, penyimbang atau raja wajib mandi di sungai, dan masyarakat umum tidak boleh mandi

di sungai. Artinya sungai tidak hanya menjadi sumber kehidupan untuk kebutuhan dasar,

melainkan juga sebagai symbol status dan kedudukan. Di kabupaten tanggamus. selain kedua

sungai utama tadi, terdapat juga beberapa sungai yang mengairi wilayah kabupaten tanggamus

antara lain: Way Pisang, Way Gatal, Way Semah, Way Sengharus, Way Bulog, dan Way

Semong. Hal lain yang patut untuk diperhatikan berkaitan dengan keadaan wilayah kabupaten

tanggamus adalah gunung yang berada di wilayah ini. tercatat lima gunung yang berada si

wilayah Kabupaten Tanggamus, antara lain gunung Tanggamus (2.102m) di Kecamatan Kota

Agung, Gunung Suak (414m) di kecamatan Cukuh Balak, Gunung Pematang Halupan (1.646

m) berada di Kecamatan Wonosobo, Gunung Rindingan (1.508m) di Kecamatan Pulau

Panggung dan Gunung Gisting (786m) di Kecamatan Gisting. ( BPS, 2011) Dapat dilihat dalam

tabel berikut ini :

Tabel 3. Nama dan Tinggi Gunung Di Kabupaten Tanggamus

No Nama Gunung Tinggi (m) Kecamatan

1 Gunung Tanggamus 2.102 Kota Agung

2 Gunung Suak 414 Cukuh Balak

Page 33: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

33

3 Gunung Pematang

Haluan

1.646 Wonosobo

4 Gunung Rindingan 1.508 Pulau Panggung

5 Gunung Gisting 786 Gisting

Sumber : Dinas Pekarjaan Umum

RPJP Kabupaten Tanggamus mencantumkan bahwa Visi Kabupaten Tanggamus untuk

periode 2005-2025 adalah “Masyarakat yang Sejahtera dan Tanggamus Sai Tanggom”. Visi ini

merupakan cita-cita sekaligus komitmen daerah, yang terdiri dari dua kata kunci, yaitu

masyarakat yang sejahtera dan daerah sai tanggom. Masyarakat yang sejahtera adalah

masyarakat yang menjalankan agamanya secara taat dalam suasana budaya yang kreatif dan

disukung manusia yang maju, indah dan berwibawa. Menurut data BPS tahun 2011

(Tanggamus dalam Angka), kabupaten Tanggamus sebagian Barat semakin ke Utara

mengikuti lereng bukit barisan. Bagian Selatan meruncing dan mempunyai sebuah teluk yang

besar yaitu Teluk Semaka. Di Teluk Semaka terdapat sebuah pelabuhan yang merupakan

pelabuhan antar pulau dan terdapat tempat pendaratan ikan.

Sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Lampung selatan, Kabupaten Tanggamus

memiliki batas -batas wilayah administratif dengan kabupaten lainnya, apalagi wilayah

Pringsewu sudah menjadi kabupaten sendiri berpisah atau mekar dari Tanggamus, batas-batas

administratifnya adalah sebagai berikut:

- sebelah Utara berbatsan dengan kabupaten Lampung Barat dan kabupaten Lampung

Tengah.

- sebelah Selatan berbatasan dengan samudra Indonesia

- sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Lampung Barat

- sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Pringsewu

Page 34: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

34

Luas wilayah daratan kabupaten Tanggamus adalah 2855,46 Km2

di tambah luas wilayah

laut seluas 1799,50 Km2 di sekitar Teluk Semaka, dengan panjang pesisir 210 Km topografi

wilayah daratan bervariasi antara daratan rendah dan daratan tinggi, yang sebagian merupakan

daerah berbukit sampai bergunung, yakni sekitar 40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian

dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2115 m. Potensi sumber daya alam yang dimiliki

kabupaten tanggamus sebagian besar di manfaatkan untuk kegiatan pertanian. selain itu masih

terdapat beberapa sumber daya alam lain yang potensial adalah pertambangan dan energi listrik

(BPS, 2011).

Kabupaten Tanggamus memiliki kawasan hutan lindung dan hutan Negara (taman

nasional). Beberapa hutan register di Tanggamus, telah mendapatkan izin pengelolaan HKm

dari menteri kehutanan. Dari peta hutan sebelumnya dapat dilihat bahwa hutan terbanyak ada di

kawasan Tanggamus. Beberapa register telah mendapatkan izin untuk pengelolaan hutan oleh

masyarakat tani. Masyarakat tani sangat antusias dalam memperoleh izin ini, meskipun mereka

harus memenuhi syarat tertentu, yakni hutan harus tetap dipelihara kelangsungan hidupnya. Hal

yang menarik adalah mereka sudah memiliki kearifan lokal dalam memelihara hutan, yakni

dikenal dengan nama lokalnya reppong. Reppong adalah tanaman tajuk tinggi, yang wajib

ditanam di hutan yang mereka jadikan kebun. Reppong itu bisa jadi tanamanya adalah durian,

dan tanaman tinggi lainnya yang dapat membuat tanah tidak longsor dan selalu terjaga

kelestariannya ( B. Vivit Nurdin, 2013).

HKm adalah kawasan hutan Negara yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekaligus

masyarakat berkewajiban melestarikannya. Masyarakat yang sudah memperoleh izin HKm

diperbolehkan memanfaatkan hutan, tetapi sekaligus diwajibkan untuk memelihara hutan agar

tidak rusak. HKm juga berupaya untuk memberdayakan masyarakat di kawasan hutan. Sebagai

Page 35: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

35

sebuah solusi dalam menyelesaikan masalah kerusakan hutan, HKm merupakan sebuah solusi

yang diharapkan mampu menyelesaikan masalah hutan ini. Namun HKm tidak akan berjalan

kalau hanya ditumpukan kepada masyarakat pengguna hutan saja melainkan harus ada sinergi

antara pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat dalam merehabilitasi hutan ( B.

Vivit Nurdin, 2013)

4.2 BATAS ADMINISTRATIF DAN BATAS CULTURE AREA

Secara administrative sudah dijelaskan di atas bahwa Kabupaten Tanggamus berbatasan

dengan beberapa kabupaten, dan lautan. Batas administrative ini tidaklah mencerminkan batas-

batas budaya. Demikian juga dengan masyarakat petani perambah, bagi petani batas-batas

administrative bukanlah hal yang penting, yang paling utama adalah bagaimana bisa berkebun

dengan mendapatkan lahan. Kawasan hutan yang mereka pergunakan terkadang sudah

melewati batas-batas administarif Tanggamus. Bagi petani, tidak ada batas administrative yang

ada hanyalah bahwa mereka terus mencari lahan atau tanah untuk bisa ditanami tanaman yang

menguntungkan mereka.

Dari sisi administrative, pekon atau desa yang ada di kabupaten Tanggamus adalah 302

pekon / kelurahan dengan 20 kecamatan (BPS, 2011). Sesudah reformasi, satuan terkecil

wilayah administrative adalah Pekon, yakni nama kampung bagi sebutan masyarakat adat

Lampung di Tanggamus. System desa kemudian dihapuskan dibeberapa daerah di luar Jawa.

Batas administratif berbeda dengan batas culture area, dimana batas adinistratif merupakan

batas kabupaten, kecamatan dan desa yang dibuat oleh negara. Batas culture area merupakan

batas-batas budaya, dimana batas – batas terlihat dari kampung tua dan perbedaan etnik

diantaranya (Nurdin, 2013) . Peta Tanggamus secara administrative dan culture area dapat

dilihat dalam peta-peta berikut ini

Page 36: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

36

Gambar 1. Administrative Kabupaten Tanggamus

Page 37: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

37

Gambar 2. Culture Area di Kabupaten Tanggamus

Page 38: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

38

Sumber : Peta diolah peneliti dari hasil survey, 2013.

4.3 Gambaran Umum Gabungan Kelompok Tani

Kabupaten Tanggamus mencadangkan areal kelola HKm seluas 50.000 hektar yang

terbagi 3 (tiga) kesatuan wilayah kelola dibawah tanggung jawab dinas kehutanan dan

perkebunan kabupaten Tanggamus, KPHL Kotaagung Utara dan KPHL Batu Tegi. (sumber

dishutbun Kab. Tanggamus). Dari luasan cadangan areal kelola tersebut, ada 31 (tiga puluh

satu) Gapoktan pengelola HKm, dengan rincian sbb ;

1. 5 (lima) gapoktan telah memiliki SK Menhut tentang Penetapan Areal Kerja (PAK) dan

IUPHKm Pemda Tanggamus pada tahun 2008.

2. 8 (delapan) gapoktan telah memiliki SK Menhut tentang Penetapan Areal Kerja (PAK) dan

IUPHKm Pemda Tanggamus pada tahun 2009.

3. 18 (delapan belas) gapoktan baru memiliki SK Menhut tentang Penetapan Areal Kerja

(PAK) pada tahun 2013.

4.3.1 Letak Geografis

Secara umum letak geografis Gapoktan Wirakarya Sejahtera, Mahardika dan Beringin

Jaya berada di ketinggian antara 500 dpl sampai dengan 1000 dpl, dengan topografi berbukit.

4.3.2 Administratif

Page 39: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

39

Secara Administratif Gapoktan Wiarakarya Sejahtera, Mahardika dan Beringin Jaya

terletak di Kawasan Hutan Lindung Register 39 Kotaagung Utara dan berada dalam

Pengelolaan Dinas Kehutanan Tanggamus.

Berdasarkan Penetapan Areal Kerja (PAK) yang telah diserahkan oleh Menteri

kehutanan Pada tahun 2013 bahwa Gapoktan Wirakarya Sejahtera memiliki luas 4.305 Ha,

Gapoktan Mahardika memiliki luas 2.340 Dan Gapoktan Beringin memiliki luas Jaya 871 1.540

Ha.

4.4 Karakteristik Sosial responden

4.4.1 Umur

Bakir dan Manning (1984) mengemukakan bahwa umur produktif untuk bekerja di

negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun. Kemampuan kerja seseorang petani

juga sangat dipengaruhi oleh tingkat umur petani tersebut, karena kemampuan kerja produktif

akan terus menurun dengan semakin lanjutnya usia petani. Susantyo (2001) menyatakan bahwa

petani-petani yang lebih tua tampaknya cenderung kurang aktif melakukan difusi inovasi

berusahatani daripada mereka yang relatif umur muda. Petani yang berumur lebih muda

biasanya akan lebih bersemangat dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Dengan demikian

ada kecenderungan bahwa umur petani akan mempengaruhi motivasi dalam mengikuti kegiatan

hutan kemasyarakatan. Berdasarkan survey yang telah dilakukan, umur petani responden dapat

dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi umur petani anggota gapoktan Beringin jaya, Mahardika dan Wira Karya

Sejahtera

No Umur

(Tahun)

Jumlah responden (orang) Total %

Beringin jaya Mahardika Wira karya sejahtera

1 <17 0 0 0 0,00 0,00

2 17-55 54 109 87 250,00 92,25

Page 40: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

40

3 >55 1 9 11 21,00 7,75

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui petani responden berkisar pada usia antara 17 sampai lebih

dari 55 tahun. Tabel 5 tersebut juga menunjukkan bahwa petani responden lebih banyak

didominasi oleh petani yang berusia 17-55 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas petani

berada dalam usia yang masih produktif untuk bekerja, sehingga akan mempengaruhi

pengambilan keputusan dalam berusahatani dan kemampuan bekerja masih baik.

4.4.2 Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang ditempuh seseorang baik secara formal dan non formal akan sangat

mempengaruhi perilakunya baik pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Rukka (2003)

menyatakan bahwa pendidikan umumnya akan mempengaruhi cara dan pola pikir petani.

Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin efisien dia bekerja dan semakin banyak

juga dia mengikuti serta mengetahui cara-cara berusahatani yang lebih produktif dan lebih

menguntungkan.

Selanjutnya dikemukakan, bahwa tingkat pendidikan yang dipunyai seseorang tenaga

kerja bukan saja dapat meningkatkan produktivitas dan mutu kerja yang dilakukan, tetapi

sekaligus mempercepat proses penyelesaian kerja yang diusahakan. Berdasarkan pendapat di

atas maka terdapat kecenderungan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan yang dimiliki

oleh petani dengan motivasi mereka dalam menerapkan hutan kemasyarakatan. Sebaran tingkat

pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 41: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

41

Tabel 6. Distribusi tingkat pendidikan petani anggota gapoktan Beringin jaya, Mahardika dan

Wira Karya Sejahtera

No Tingkat

Pendidikan

Jumlah responden (orang) Total % Beringin

jaya

Mahardik

a

Wira karya

sejahtera

1 SD 25 56 46

127,0

0 46,86

2 SMP 13 37 28 78,00 28,78

3 SMA 15 22 23 60,00 22,14

4 Perguruan Tinggi 2 3 1 6,00 2,21

Jumla

h 55 118 98

271,0

0 100

Tingkat pendidikan formal petani responden masih rendah, sebagian besar dari petani

responden bersekolah sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) yaitu sekitar 46,86 persen, seperti

ditunjukkan pada Tabel 6. Tingkat Pendidikan formal akan berpengaruh dalam pengambilan

keputusan usahatani, terutama yang terkait dengan adopsi teknologi yang baik bagi peningkatan

produksi usahataninya. Proses penyerapan teknologi akan berjalan dengan mudah jika tingkat

pendidikan petani responden semakin tinggi. dimana teknologi tersebut dapat membuat petani

lebih efisien dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan.

4.4.3 Pengalaman Usahatani

Padmowihardjo (1994) mengemukakan bahwa pengalaman, baik yang menyenangkan

maupun yang mengecewakan berpengaruh terhadap proses belajar. Orang yang telah

berpengalaman terhadap sesuatu yang menyenangkan, apabila pada suatu saat diberi

kesempatan untuk mempelajari hal yang sama, maka ia telah memiliki perasaan optimis untuk

berhasil. Sebaliknya jika orang yang mempunyai pengalaman mengecewakan suatu saat diberi

Page 42: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

42

kesempatan untuk mempelajari hal tersebut lagi, maka ia sudah memiliki perasaan pesimis

untuk

berhasil, disamping itu petani yang lebih lama pengalaman dalam berusahatani hutan

kemasyarakatan akan lebih selektif dan tepat dalam memilih jenis inovasi yang akan diterapkan

dibandingkan dengan petani yang pengalaman usahataninya relatif masih muda.

Oleh karena itu, besar kemungkinan bahwa pengalaman dalam berusahatani di hutan

kemasyarakatan dapat mempengaruhi motivasi petani dalam mengelola hutan kemasyarakatan

dengan baik.

Tabel 7. Distribusi pengalaman usahatani petani anggota gapoktan Beringin jaya, Mahardika

dan Wira Karya Sejahtera

No

Pengalaman

usahatani

(Tahun)

Jumlah responden (orang) Total % Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 1_8 14 49 30 93,00 34,32

2 9_16 24 44 39 107,00 39,48

3 17_24 10 14 19 43,00 15,87

4 25_32 6 7 5 18,00 6,64

5 33_40 1 4 5 10,00 3,69

Jumlah 55 118 98 271,00 100,00

Pengelolaan hutan kemasyarakatan di daerah kajian telah mulai dikembangkan oleh para

petani sebelum dikeluarkannya izin pengelolaan hutan kemasyarakatan, usahatani di HKm

diusahakan secara turun temurun dan telah menjadi cara hidup mereka. Sehingga jika dilihat

dari pengalaman usahatani di HKm sebanyak 39,48 persen petani responden telah

mengusahakan usahatani di hutan kemasyarakatan.

Page 43: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

43

Pengalaman berusahatani akan berpengaruh pada tingkat efisiensi teknis, karena petani

akan cenderung menggunakan teknologi berdasarkan pengalaman yang telah sesuai dengan

kondisi alam di lokasi penelitian. Sementara teknologi yang diberikan lewat penyuluhan

seringkali sulit diterima oleh petani. Pengalaman berusahatani yang masih kurang akan

menyebabkan tingkat efisiensi teknis tersebut belum efisien karena belum menemukan

teknologi yang tepat.

1.4.4. Luas Lahan Usahatani

Lahan yang diusahakan oleh petani responden terdiri dari lahan hutan kemasyarakatan

dan non HKm, akan tetapi tidak semua petani memiliki lahan non HKm. Distribusi sebaran luas

lahan HKm yang dimiliki petani dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi luas lahan HKm petani anggota gapoktan Beringin jaya, Mahardika dan

Wira Karya Sejahtera

No Luas

(Ha)

Jumlah responden (orang) Total % Keterangan Beringin

jaya Mahardika

Wira karya

sejahtera

1 <1 21 0 9 30,00 11,07 Rendah

2 1_3 32 112 86 230,00 84,87 Sedang

3 >3,01 2 6 3 11,00 4,06 Tinggi

Jumlah 55 118 98 271,00 100

Berdasarkan Tabel dapat diketahui bahwa sebanyak 84,87 persen responden merupakan petani

dengan lahan kurang dari 1-3 ha. Sementara petani lain tersebar dengan luas lahan yang

berbeda-beda, sebanyak 11,07 persen petani menggarap lahan seluas kurang dari 1 hektar.

Sebanyak 4,06 persen memiliki lahan garapan seluas lebih dari 3,01 hektar. Luas lahan ini akan

berpengaruh pada tingkat pendapatan usahatani dan efisiensi teknis, karena petani seringkali

sulit memperhitungkan penggunaan faktor produksi yang efisien untuk lahan yang dimilikinya

terutama untuk luas lahan yang kecil.

Page 44: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

44

BAB V.

ANALISIS FINANSIAL DAN KELAYAKAN KOMODITI PERKEBUNAN PADA

AREAL HUTAN KEMASYARAKATAN

5.1. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani responden terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan

diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan yang langsung diterima, yang berasal dari

penjualan hasil produksi. Penerimaan usahatani anggota kelompok tani Beringin jaya,

mahardika dan wirakarya sejahtera berasal dari tanaman kakao, kopi, cengkeh, jengkol, kelapa,

lada, padi, pala, petai, pisang dan cabai.

Di hutan kawasan petani responden diperkenankan untuk memetik hasil tanaman

MPTS. Produksi kopi di Kabupaten Tanggamus masih rendah yakni sekitar 1150,8867925

kg/ha/th, bila ditinjau dari nilai ekonomi belum menghasilkan produksi yang maksimal yaitu

1200-1500 kg/ha/th. Rendahnya produksi kopi selain di sebabkan oleh faktor kesesuaian juga

disebabkan antara lain oleh sistem pengelolaan yang masih sangat konvensional. Perkebunan

kopi di daerah survei pada umumnya merupakan perkebunan rakyat skala kecil dan diusahakan

dengan teknik budidaya secara tradisional.

Rendahnya skala pengusahaan dan cara budidaya yang masih sangat tradisional

menyebabkan produktivitas dan mutu kopi yang dihasilkan masih sangat rendah. Selain itu

faktor cuaca juga sangat mempengaruhi. Sebagaimana diketahui, areal perkebunan kopi di

register sebagian besar terletak di dataran tinggi dan sisanya di dataran rendah. Untuk daerah

dataran tinggi kemarau panjang akan menyebabkan petani kopi di daerah ini mengalami panen

Page 45: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

45

raya pada musim berikutnya sedangkan didataran rendah sebaliknya. Pada musim penghujan

maka akan terjadi panen raya di dataran rendah yang mengakibatkan terjadi pasokan berlebih

(over supply) karena areal perkebunannya jauh lebih luas, sehingga menyebabkan harga kopi

jatuh.

Masalah lain yang juga menjadi kendala adalah terbatasnya ketersediaan pupuk yang

bisa diperoleh petani pada areal HKm, selama ini petani pada areal hutan dianggap melanggar

aturan, sehingga tidak memperoleh jatah pupuk subsidi dari pemerintah. Kondisi ini memaksa

petani untuk menempuh segala cara demi mendapatkan pupuk, meskipun harga melonjak naik,

petani dengan terpaksa harus menerima jika menginginkan hasil panen yang maksimal.

Tengkulak yang amat memahami kondisi ini, sangat memanfaatkan kesulitan petani dengan

menyediakan pupuk dengan imbalan petani menjual hasil panen kepada mereka dengan harga

yang jauh dibawah harga pasar, efek domino ini terus terjadi berulang, sehingga sangat

berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh petani.

Penentuan harga kopi di tingkat pedagang besar umunmya didasarkan pada kandungan

air biji kopi dan nilai cacat, dimana mutu asalan memiliki kadar air berkisar 18-3% dengan nilai

cacat kopi atau defect berkisar 150-300 (trase 18-30%) sedangakan mutu yang diterima

eksportir yaitu grade IVa dengan kadar air 12,5 % dan defect 80. Tetapi kondisi di lapangan

penentuan kadar air biji kopi biasanya hanya berdasarkan penentuan pedagang sehingga harga

kopi juga ditentukan oleh pedagang, pedagang akan menetapkan harga sesukanya terlebih jika

petani sudah terlibat ijon sebelumnya dengan mengambil pupuk pada pedagang. Kondisi ini

melatarbelakangi kurangnya pengetahuan petani tentang teknik penanganan pasca panen

khususnya penetuan kadar air sehingga menyebabkan mutu kopi yang dihasilkan petani rendah,

karena tidak adanya perbedaan harga antara kualitas asalan (non grade) dengan kualitas yang

Page 46: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

46

baik. Kegiatan yang harus dilakukan pemerintah selain meningkatkan kualitas kopi antara lain

melakukan pelatihan petani kopi baik yang berkaitan dengan teknik budidaya dan teknologi,

manajemen maupun pasca panen, juga harus memperhatikan ketersediaan dan kemampuan

petani dalam memperoleh semua sarana produksi terutama pupuk.

Tanaman kakao didaerah penelitian rata- rata berumur 8-9 tahun, dimana umur tersebut

adalah usia produktif untuk tanaman kakao. Menurut Monde (2007) penerimaan usahatani akan

terus meningkat sampai umur tanaman kakao mencapai 12-13 tahun dan setelah itu keuntungan

atau hasil akan perlahan mulai menurun. Dalam melakukan budidaya rata-rata petani

melakukan pemupukan 2 kali setahun dengan penggunaan input produksi pupuk Urea 214,18

Kg/Ha. Dengan teknik budidaya yang dilaksanakan saat ini maka petani kakao di daerah surve

cukup mengenal teknologi budidaya yang baik, namun belum memenuhi teknologi anjuran.

Dengan demikian dapat disimpulkan peningkatan pengelolaan usahatani sehingga produktivitas

kakao dan pendapatan petani di Kabupaten Tangamus masih dapat ditingkatkan.

Bentuk produksi kakao rakyat yang diperjualbelikan pada umumnya dalam bentuk

basah dan kering. Biji kakao kering terdiri dari kualitas asalan dan fermentasi, kualitas asalan

pengeringannya lebih singkat dan harganya lebih rendah dari biji kakao yang difermentasi.

Namun petani sering menjual karena terdesak kebutuhan sehingga tidak melakukan fermentasi

dan pengeringan yang baik, dengan demikian harga yang diterima lebih rendah. Penentuan

harga biji kakao ditentukan dengan pengukuran kadar air biji kakao, setelah terjadi kesepakatan

dilakukan pembayaran yang biasanya bersifat kontan (cash), pada jual beli ini tidak ada

pembatasan jumlah minimal yang dapat dijual oleh petani. Dilihat dari sedikitnya jumlah

pembeli maka petani berada pada posisi yang lemah, namun antar pedagang pengumpul juga

Page 47: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

47

terjadi persaingan dalam mendapatkan biji kakao, selain itu petani juga dapat menjual langsung

ke pedagang kecamatan sehingga petani memilik posisi tawar yang cukup baik.

Penerimaan tunai yang diperoleh petani pemilik paling besar berasal dari tanaman kopi

yaitu Rp. 30.885.340. Sementara penerimaan tunai petani paling kecil diperoleh dari tanaman

jengkol yaitu sebesar Rp 484059,41. Akan tetapi pendapatan dari tanaman MPTS ini dapat

menjadi tambahan pendapatan petani selagi menunggu hasil panen tanaman pokok seperti

tanaman kopi dan kakao. Total penerimaan untuk usahatani diperoleh Rp 38.521.323,00 per

tahun.

6.2. Biaya Usahatani

Biaya usahatani terdiri dari dua komponen, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan.

biaya yang langsung dikeluarkan petani adalah biaya tunai, seperti biaya input seperti pupuk

urea. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan langsung

dalam bentuk uang tunai, seperti opportunity cost lahan, penyusutan, dan biaya tenaga kerja

dalam keluarga (TKDK). Biaya produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani responden

adalah biaya pupuk yang terdiri dari biaya urea, TSP, KCl dan NPK. Akan tetapi, jumlah

penggunaan pupuk anorganik yang digunakan petani termasuk kategori masih sedikit. Hal ini

karena masih rendahnya daya beli petani responden terhadap pupuk anorganik dan jauhnya

jarak yang harus ditempuh untuk mendistribusikan pupuk anorganik ke lahan usahataninya.

Pupuk anorganik yang banyak digunakan oleh petani responden adalah pupuk urea.

Sementara pupuk yang jarang digunakan oleh petani responden adalah pupuk NPK dan KCL.

Selain penggunaan pupuk, petani responden yang ada di kawasan register juga menggunakan

pestisida namun dalam jumlah sedikit, sedangkan yang lainnya memilih untuk tidak

Page 48: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

48

menggunakan obat-obatan sama sekali dan melakukan penyemprotan apabila tanaman mereka

terserang hama atau penyakit. Hal ini dikarenakan, rendahnya daya beli petani dalam membeli

obat-obatan.

6.3. Pendapatan Usahatani

Selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya usahatani adalah merupakan

pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani ini terdiri dari pendapatan tunai. Pendapatan tunai

adalah penerimaan setelah dikurangi biaya biaya tunai. Analisis R/C rasio digunakan untuk

menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai nputnya, sehingga dapat diketahui

kelayakan dari usahatani yang dilakukan. Pendapatan usahatani diperoleh petani untuk

pendapatan atas biaya tunai. Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa

pendapatan usahatani di areal kawasan register 28, 30 dan 32 dari nol yaitu 140, yang berarti

usahatani ini memberikan keuntungan bagi petani atas biaya baik tunai yang dikeluarkannya

dalam memproduksi usahatani per rata-rata usahatani.

Berdasarkan hasil analisis R/C, menunjukkan bahwa nilai R/C atas biaya tunai dimiliki

petani responden yaitu sebesar 140. Apabila dilihat R/C, R/C usahatani responden cukup besar,

hal ini karena biaya yang dikeluarkan petani responden sangat kecil sebab usahatani dilakukan

di lahan kawasan yang minimum biaya yaitu penggunaan pupuk yang masih sangat minim. R/C

berarti setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan petani responden maka akan memperoleh

penerimaan sebesar Rp.140. Usahatani yang dilakukan di kawasan register ini memiliki R/C

yang sangat besar karena penggunaan biaya dalam usahatani sangat kecil. Petani menggunakan

pupuk organik sangat minim, karena rendahnya daya beli petani terhadap pupuk dan jauhnya

jarak lokasi kebun usahatani yang mengakibatkan sulitnya distribusi pupuk. Apabila dilihat dari

Page 49: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

49

hasil analisis petani responden memperoleh pendapatan Rp. 34.971.323 pertahun per rata-rata

usahatani. Pendapatan yang diperoleh petani responden dari beragam tanaman di kawasan

usahataninya masih termasuk kategori rendah karena jika dibandingkan dengan standar

kebutuhan hidup layak masih sangat jauh.

Rendahnya pendapatan usahatani responden sebagian besar disebabkan oleh rendahnya

produksi tanaman tajuk tengah yang juga berfungsi sebagai tanaman yang sangat diandalkan.

Oleh sebab itu, hendaknya diadakan Pelatihan dan pengembangan budidaya dan teknologi

tanaman yang ada di kawasan register seperti kopi, kakao, pisang dll. Dengan adanya pelatihan

dan pengembangan tersebut diharapkan petani dapat mengelola usahataninya dengan optimal

sehingga produksi usahatani juga optimal. Produksi yang optimal pendapatan usahatani pun

dapat optimal yang pada akhirnya tujuan hutan kemasyarakatan dapat tercapai yakni hutan

lestari dan masyarakat sejahtera.

5.2. Analisis Kelayakan

Kelayakan usahatai merupakan hal yang penting untuk diidentifikasi karena

menggambarkan nilai tambah yang akan diperoleh petani. Kelangsungan suatu usaha tani

ditentukan oleh besar kecilnya keuntungan yang diperoleh, sehingga akan mempengaruhi

keputusan seorang petani untuk meneruskan usahataninya atau mengganti dengan komoditas

lain. Salah satu ciri usahatani komoditas perkebunan adalah tingginya fluktuasi harga yang

merupakan faktor penyebab petani enggan melakukan pemeliharaan secara intensif sehingga

produktivitasnya rendah.

Analisis kelayakan usahatani dilakukan pada lima komoditas yaitu kopi, kakao, lada,

kelapa dalam dan pisang. Pemilihan komoditas tersebut karena merupakan komoditas basis

Page 50: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

50

perekonomian masyarakat di Kabupaten Tanggamus. Hasil analisis finansial komoditas basis di

Kabupaten Tanggamus disajikan pada Tabel 9

Tabel 9. Nilai NPV,B/C Rasio dan IRR masing-masing komoditi

Komoditas NPV B/C Rasio IRR

Kakao 12.091.244 3,40 29%

Kopi 9.502.849 2,05 20%

Lada 5.071.729 1,89 18%

Kelapa Dalam 3.666.635 3,77 14%

Pisang 10.446.816 2,08 66%

Sumber: Data diolah, 2013

Analisis Usahatani Kopi

Hasil perhitungan input dan output produksi tanaman kopi memperoleh nilai NPV sebesar Rp

9.502.849,-, (Tabel 5.1) hal ini menunjukkan pada tingkat bunga 18% nilai NPV masih

menunjukkan nilai positif, sehingga disimpulkan usahatani kopi yang dilakukan petani kopi di

Kabupaten Tanggamus pada tingkat opportunity 18% layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis

BC rasio terhadap komoditas kopi sebesar 2,05, hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah

yang dikeluarkan sebagai biaya akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,05 yang berarti

pengusahaan komoditas kopi cukup menguntungkan karena penerimaan yang akan diperoleh

sebesar 2,05 kali lipat dari modal yang dikeluarkan. Selanjutnya hasil analisis menunjukkan

nilai IRR 20%, hal ini berarti bahwa dibandingkan dengan tingkat bunga bank sebesar 17%

usahatani masih bisa mengembalikan pinjaman sampai tingkat suku bungan 20% sehingga

investasi kopi masih menguntungkan. Hasil perhitungan analisis usahatani kopi dapat dilihat

pada Lampiran 8.

Produksi kopi di Kabupaten Tanggamus mengalami masa paceklik pada periode tahun

2013 sekitar 700-800 kg/ha/th, ini sebabkan adanya perubahan iklim yang ekstrem, bila ditinjau

dari nilai ekonomi produksi yang maksimal yaitu 1200-1500 kg/ha/th. Rendahnya produksi

Page 51: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

51

kopi selain di sebabkan oleh faktor kesesuaian akibat perubahan iklim juga disebabkan antara

lain oleh sistem pengelolaan yang masih sangat konvensional. Perkebunan kopi di Kabupaten

Tanggamus pada umumnya merupakan perkebunan rakyat skala kecil dan diusahakan lahan

perhutanan sosial dengan teknik budidaya secara tradisional.

Analisis Usahatani Kakao

Hasil analisis usahatani kakao memperoleh Nilai NPV sebesar Rp 12.091.244,- . Hal ini

menunjukan nilai keuntungan dari usahatani, nilai NPV menunjukkan nilai positif sehingga

pada tingkat discount rate 18 % usahatani layak dilaksanakan. Hasil analisis BC rasio

memperoleh nilai sebesar 3,4 (Tabel 5.1). Nilai BC rasio menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00

biaya yang dikeluarkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 3,40 sehingga disimpulkan

bahwa pengusahaan komoditas kakao cukup menguntungkan, dimana nilai BC rasio lebih besar

dari 1 yang artinya usahatani kakao di Kabupaten Tanggamus layak dilakukan. Hasil analisis

IRR memperoleh nilai IRR kakao sebesar 29 % menunjukkan dengan potensi produksi dan

struktur biaya seperti sekarang, petani masih mampu mengembalikan modal pinjaman sampai

tingkat suku bunga 29 %. Secara garis besar karakteristik usahatani yang dilakukan petani

kakao rata-rata mempunyai luasan 1,12 ha dengan jenis tanaman sebagian besar klon lokal

dengan jumlah populasi rata-rata 830 pohon. Sistem penanaman diversifikasi dengan tanaman

kelapa. Tanaman kakao didaerah penelitian rata rata berumur 10-13 tahun, dimana umur

tersebut adalah usia produktif untuk tanaman kakao. Menurut Monde (2007) penerimaan

usahatani akan terus meningkat sampai umur tanaman kakao mencapai 12-13 tahun dan setelah

itu keuntungan atau hasil akan perlahan mulai menurun. Dalam melakukan budidaya rata-rata

petani melakukan pemupukan 2 kali setahun dengan penggunaan input produksi pupuk kandang

Page 52: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

52

576 kg, pupuk Urea 120 Kg/Ha, pupuk TSP 120 Kg/ha, pupuk KCl sebesar 30 Kg/ha,

penggunaan pestisida sebanyak 0,6 liter dan penggunaan input tenaga kerja rata-rata 131 HOK.

Dengan teknik budidaya yang dilaksanakan saat ini maka petani kakao di Kabupaten

Tanggamus cukup mengenal teknologi budidaya yang baik, namun belum memenuhi teknologi

anjuran. Dengan demikian dapat disimpulkan peningkatan pengelolaan usahatani dan

peremajaan tanaman kakao yang sudah tidak produktif dapat dilakukan dengan penyambungan

klon unggul sehingga produktivitas kakao dan pendapatan petani di Kabupaten Tangamus

masih dapat ditingkatkan.

Analisis Usahatani Lada

Analisis usahatani lada menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 5.071.729,- dan nilai BC

rasio sebesar 1,89 yang berarti usahatani masih menguntungkan untuk dilakukan. Hasil analisis

IRR diperoleh nilai 18% (Tabel 5.1), yang menunjukkan kemampuan usahatani mengembalikan

pinjaman pada tingkat suku bunga 17% hanya sampai suku bunga 18 % namun investasi

tersebut masih menguntungkan untuk dilaksanakan. Kabupaten Tanggamus memiliki areal

pertanaman lada yang cukup luas dan cenderung meningkat. Hal ini menggambarkan minat

petani terhadap komoditas lada cukup besar karena terdorong oleh harga jual yang relatif tinggi

dan cukup bersaing dengan komoditas lainnya. Namun peningkatan luas tidak diikuti dengan

peningkatan produktivitas. Rendahnya produksi lada dikarenakan sistim budidaya yang

sederhana dan tradisional.

Usahatani lada yang dilakukan di Kabupaten Tanggamus juga umumnya dilakukan

secara tumpang sari dengan tanaman kakao atau kopi, sehingga tidak ada perkebunan lada

rakyat secara monokultur. Hal ini disebabkan tanaman lada merupakan tanaman yang cukup

sulit pemeliharaannya karena banyaknya penyakit yang menyerang selain itu juga disebabkan

Page 53: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

53

fluktuasi harga yang tinggi cenderung menyebabkan petani lada tidak dapat bertahan. Oleh

karena itu dalam rangka meningkatkan pendapatan petani lada pemerintah daerah

menganjurkan petani untuk melakukan diversifikasi dengan tanaman perkebunan lainnya.

Panen lada yang bersifat tahunan juga merupakan alasan yang menyebabkan petani melakukan

diversifikasi dengan komoditas lain yang pemanenannya bersifat musiman seperti kakao.

Analisis Usahatani Kelapa

Hasil analisis finansial komoditas kelapa butir pada Tabel 5.1. menunjukkan nilai NPV

sebesar Rp 3.666.635,-, dari hasil tersebut disimpulkan bahwa pada tingkat bunga 18% NPV

masih menunjukkan nilai positif sehingga investasi layak untuk dilakukan. Hasil analisis

menunjukkan nilai BC rasio produksi kelapa butir sebesar 3,77, yang berarti usaha tersebut

dapat dilakukan. Selanjutnya analisis IRR menunjukan nilai IRR usahatani kelapa butir 14%,

hal ini menunjukkan usahatani hanya dapat mengembalikan pinjaman sampai tingkat suku

bunga 14 %.

Usaha tani dilakukan dengan jarak tanam 9 x 9 m, maka populasi kelapa sekitar 143

pohon/ha. Putaran petik buah kelapa dilakukan dua bulan sekali dengan hasil rata-rata 6

butir/pohon. Dengan asumsi jumlah populasi penuh, maka produksi buah kelapa yang dapat

diperoleh sebanyak 5.148 butir/ha/th dengan harga buah kelapa sekitar Rp 1000,- per butir

dengan demikian akan diperoleh pendapatan sekitar Rp5.148.000,-/ha/th. Sementara itu biaya

produksi yang dikeluarkan hanya upah petik, kupas, hitung dan pengangkutan kelapa sebesar

Rp

514.800,- /ha/th. Pemupukan tanaman kelapa tidak pernah dilakukan, pengendalian hama dan

penyakit hanya dilakukan penyemprotan rumput satu kali dengan biaya Rp 125.000. Hasil

analisis usahatani kelapa butir menunjukkan usahatani kelapa butir menguntungkan untuk

Page 54: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

54

dilaksanakan dan lebih banyak dilakukan oleh petani karena lebih effisien dan tidak

memerlukan biaya tambahan, namun usahatani tersebut umumnya dilakukan dalam skala yang

kecil sehingga hasil perhitungan IRR menunjuk kan tingkat pengembalian suku bunga cukup

rendah.

Analisis Usahatani Pisang

Hasil analisis finansial komoditas pisang pada Tabel 5.1. menunjukkan nilai NPV

sebesar Rp 10.446.816,-, dari hasil tersebut disimpulkan bahwa pada tingkat bunga 18% NPV

masih menunjukkan nilai positif sehingga investasi layak untuk dilakukan. Hasil analisis

menunjukkan nilai BC rasio produksi pisang sebesar 2,08, yang berarti usaha tersebut dapat

dilakukan. Selanjutnya analisis IRR menunjukan nilai IRR usahatani pisang 66%, hal ini

menunjukkan usahatani mampu mengembalikan pinjaman sampai tingkat suku bunga 66 %.

Pemupukan tanaman pisang tidak pernah dilakukan, tanaman pisang juga tahan terhadap

hama dan penyakit sehingga pengendalian hama dan penyakit hanya dilakukan penyemprotan

rumput satu kali dengan biaya Rp 125.000. Hasil analisis usahatani pisang menunjukkan

usahatani pisang menguntungkan untuk dilaksanakan dan lebih banyak dilakukan oleh petani

karena lebih effisien dan tidak memerlukan biaya tambahan, bahkan ketika terjadi paceklik,

petani bisa mengandalkan panenan pisang sebagai sumber pendapatan petani.

Potensi Pemasaran

Sistem pemasaran petani sangat berhubungan dengan faktor internal dan usaha petani

yang bersangkutan. Mekanisme pasar dari penjualan di tingkat petani hingga di tingkat

pabrik/eksportir hampir sama seperti pada setiap penjualan hasil panen petani atau komoditi

lainnya, dimana peranan tengkulak atau pedagang pengumpul sangat dominan, ada beberapa

Page 55: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

55

unsur yang terkait berperan dominan dalam pemasaran komoditi yaitu; petani, tengkulak atau

pedagang pengumpul tingkat daerah, tengkulak atau pedagang pengumpul pada tingkat

kabupaten dan pabrik atau eksportir. Mekanisme sistem pemasaran pertanian di Kabupaten

Tanggamus disajikan pada Gambar berikut:

Gambar 3. Mekanisme Pemasaran Komoditas Perkebunan

Petani menjual produksinya di kebun kepada tengkulak atau membawa produknya ke

pasar untuk dijual di pasar. Pedagang pengumpul tingkat kabupaten membeli dari pedagang

pengumpul tingkat kecamatan, pedagang pengumpul tingkat kabupaten dapat juga berupa

pedagang yang berperan sebagai agen pabrik atau eksportir. Penentuan harga sepenuhnya

dilakukan oleh pedagang perantara, petani pada umumnya tidak mengetahui harga. Sementara

itu cara penentuan mutu dari hasil panen petani tidak jelas dan alat ukur atau alat uji yang

tersedia (bila ada) dihindari untuk digunakan oleh pedagang perantara. Cara penilaian yang

biasanya dilakukan adalah cara visual atau disebut cara “taksiran”.

Kopi. Penentuan harga kopi didasarkan pada kandungan air biji kopi dan nilai cacat,

dimana mutu asalan memiliki kadar air berkisar 18-3% dengan nilai cacat kopi atau defect

berkisar 150-300 (trase 18-30%) sedangakan mutu yang diterima eksportir yaitu grade IVa

dengan kadar air 12,5 % dan defect 80.

Penentuan kadar air biji kopi biasanya hanya berdasarkan penetuan pedagang sehingga

harga kopi juga ditentukan oleh pedagang. Kurangnya pengetahuan petani tentang teknik

Petani Tengkulak /pedagang

pengumpul tk.

kecamatan

Tengkulak /pedagang

pengumpul tk.

kabupaten

Pabrik/

Eksportir

Page 56: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

56

penanganan pasca panen khususnya penetuan kadar air menyebabkan mutu kopi yang

dihasilkan petani rendah, tidak adanya perbedaan harga antara kualitas asalan (non grade)

dengan kualitas yang baik menimbulkan keengganan petani untuk membuat kualitas kopi

menjadi lebih baik.

Kegiatan yang dilakukan pemerintah utnuk meningkatkan kualitas kopi antara lain

melakukan pelatihan petani kopi baik yang berkaitan dengan teknik budidaya, manajemen

maupun pasca panen. Selain itu melakukan kerjasama kemitraan dengan Asosiasi Eksportir

Kopi Indonesia (AEKI).

Kakao. Bentuk produksi kakao rakyat yang diperjualbelikan pada umumnya dalam

bentuk basah dan kering. Biji kakao kering terdiri dari kualitas asalan dan fermentasi, kualitas

asalan pengeringannya lebih singkat dan harganya lebih rendah dari biji kakao yang

difermentasi. Namun petani sering menjual karena terdesak kebutuhan sehingga tidak

melakukan fermentasi dan pengeringan yang baik, dengan demikian harga yang diterima lebih

rendah.

Penentuan harga biji kakao ditentukan dengan pengukuran kadar air biji kakao, setelah

terjadi kesepakatan dilakukan pembayaran yang biasanya bersifat kontan (cash), pada jual beli

ini tidak ada pembatasan jumlah minimal yang dapat dijual oleh petani. Dilihat dari sedikitnya

jumlah pembeli maka petani berada pada posisi yang lemah, namun antar pedagang pengumpul

juga terjadi persaingan dalam mendapatkan biji kakao, selain itu petani juga dapat menjual

langsung ke pedagang kecamatan sehingga petani memilik posisi tawar yang cukup baik.

Kelapa. Pemanenan kelapa biasanya dilakukan 50 hari sekali, seperti yang dilakukan

oleh pemanenan dilakukan dengan memborongkan pada orang lain atau buruh, satu kali unduh

(panen) bisa menghasilkan 500 gandeng kelapa butir. Sortasi biasanya langsung dilakukan

Page 57: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

57

dengan mengelompokkan berdasarkan ukuran (grading). Petani kelapa di Kabupaten

Tanggamus pada umumnya menjual produk berupa kelapa butir karena dianggap jauh lebih

menguntungkan dibandingkan dengan kopra karena tidak memerlukan biaya dan tenaga

tambahan Selain kelapa butir produk turunan kelapa yang dihasilkan adalah gula merah, arang

tempurung kelapa dan minyak kelapa (minyak kletik), cocodust, coco fiber dan nata de coco.

Lada. Petani lada umumnya menjual hasil panennya dalam bentuk kering. Kadar air

sangat menentukan harga lada dan menentukan daya simpannya. Petani lada umumnya

menyimpan lada dan menjualnya pada saat harga mulai membaik atau pada saat memerlukan

uang tunai. Seperti diketahui fluktuasi harga lada sangat tinggi sehingga petani enggan

mengusahakan lada sebagai komoditas utama, hal ini menyebabkan hasil panen tidak terlalu

baik karena selain petani mengusahakannya hanya sebagai tanaman sela juga pemeliharaannya

jarang dilakukan.

Pisang. Pemanenan kelapa biasanya dilakukan 2 minggu sekali, seperti yang dilakukan

oleh pemanenan dilakukan dengan menjual kepada pengumpul di rumah atau di kebun, seluruh

biaya ditanggung oleh pengumpul. Harga yang diberikan oleh pengumpul sangat bergaam

tergantung jenis pisang, untuk jenis pisang ambon dan pisang kepok harga mencapai Rp1.600,-

-Rp 1.800,- per kilogram, sedangkan untuk jenis pisang lilin Rp 800,- -Rp 1.200,-

Page 58: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

58

BAB. VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil analisis finansial terhadap lima komoditas basis di Kabupaten Tanggamus

menunjukan usahatani kelapa butir memiliki nilai manfaat paling tinggi yaitu 3,77,

diikuti kakao 3,40, pisang 2,77 ,kopi 2,05, dan lada 1,89 sehingga disimpulkan

usahatani layak untuk dilakukan.

2. Berdasarkan hasil analisa masalah yang dilakukan dalam diskusi kelompok terfokus

(FGD), disimpulkan bahwa yang menjadi permasalah utama yaitu rendahnya

pendapatan petani merupakan isu sentral petani di Kabupaten Tanggamus. Ditemukan 4

hal yang secara langsung menyebabkan rendahnya pendapatan petani, yaitu (1) Produksi

dan produktifitas rendah, (2) Mutu hasil rendah, (3) Transportasi mahal, dan (4)

Fluktuasi harga.

B. Saran

Meskipun analisis finansial menunjukkan bahwa jenis tanaman untuk kakao, pisang dan

kopi layak diusahakan, tetapi petani harus tetap memperhatikan dan menaati peraturan yang

berlaku untuk pengelolaan Hutan Kemasyarakatan. Peraturan pengelolaan Hkm

mengisyaratkan untuk tetap mengusahakan tanaman perhutanan berupa kayu-kayuan sebagai

penahan laju air, untuk mencegah erosi.

Page 59: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

59

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2012. Studi Kelayakan Usaha. http://ecolife001crp.com/2009/studi-kelayakan-

usaha.html. diakses tanggal 22 Mei 2014

Departemen Kehutanan. 1995. Hutan Rakyat. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Departemen Pertanian. 1997. Kemitraan Pemasaran Dalam Agribisnis. Departemen Pertanian

RI. Jakarta.

Direktur Penghijauan dan Perhutanan Sosial, Ditjen RRL. 1995. Kebijaksanaan Pembangunan

Hutan Rakyat Sebagai Upaya Rehabilitasi Lahan Kritis dan Peningkatan

Kesejahteraan Masyarakat dalam Proceeding Seminar Pembangunan Hutan Rakyat

Bangkinang. Riau 10-11 April 1995. Riau.

Gittinger JP. 1986. Analisa Proyek-Proyek Pertanian. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Kartasubrata J. 1986. Partisipasi Rakyat Dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Jawa

(Studi Kehutanan Sosial di Daerah Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung dan

Hutan Konservasi). Disertasi Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Kartasubrata J. 2003. Social Forestry and Agroforestry in Asia. Fakultas Kehutanan. IPB.

Bogor.

Kartodiharjo H. 1998. Peningkatan Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari melalui

Kebijaksanaan Penataan Institusi. Disertasi Pasca Sarjana. Insitut Pertanian Bogor.

Bogor.

Ibrahim. 2009. Study Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta

Mardikanto T. 1995. Aspek Sosial Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat dalam Proceeding

Seminar/Diskusi Panel Pengembangan Hutan Rakyat. Bandung 19-20 Januari 1995.

Bandung.

Sigit, Soehardi. 2002. .Analisa Break Even Ancangan Linear Secara Ringkas dan Pasti. Edisi 3.

Yogyakarta: BPFE

Soeharjo dan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Usaha Tani. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Tiwari KM. 1983. Role of Social Forestry in Village Economy. Forestry Research Institute and

Collage, Dehradun. India.

Page 60: LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN …eprints.stiperdharmawacana.ac.id/195/1/finansial reg-39.pdf · bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan,

60

Toha M. 1987. Pengembangan Hutan Rakyat di Jawa untuk Pelestarian Lingkungan dan

Kesejahteraan Masyarakat dalam Bunga Rampai Perhutanan Sosial Jilid VII. Jakarta.