laporan penelitian cui (baru1) skali

74
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi. Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri, angka luka bakar tersebut makin meningkat. Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbukan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain 1

Upload: suriana-dwi-sartika

Post on 12-Aug-2015

62 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.

Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif

tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk

penanganannya pun tinggi. Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang

mengalami luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210

penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti

mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri,

angka luka bakar tersebut makin meningkat. Luka bakar menyebabkan hilangnya

integritas kulit dan juga menimbukan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka

bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka

bakar. Beratnya luka bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain beratnya

luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan faktor

yang sangat mempengaruhi prognosis1.

Penyebab amputasi terdiri dari defek lahir congenital (5%), penyakit

oklusi arterial (60%), trauma (30%), dan tumor (5%). Amputasi akibat trauma

paling sering terjadi pada usia anatara 17-55 tahun (71% pria). Lebih banyak

mengenai anggota gerak bawah dengan ratio 10:1 dibandingkan dengan anggota

gerak atas. Trauma pada ekstremitas melibatkan kerusakan pada vaskuler atau

nervus, luka bakar, dingin, dan fraktur yang tidak menyembuh. Dalam kasus

1

Page 2: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

tersebut, dapat menyebabkan sepsis yang akan berakhir dengan kematian sehingga

amputasi seringkali merupakan pilihan terbaik2.

Kejadian amputasi pada kasus luka bakar jarang ditemukan. Pada beberapa

kasus, amputasi dapat menurunkan angka kejadian kematian. Pada penelitian yang

dilakukan pada NSW Severe Burn Injury, Concord Hospital, Australia , pada

1858 pasien dari Januari 1980 hingga Januari 2004, terdapat 34 amputasi pada 27

pasien. Dimana terdapat 23 pria (usia 14-64 tahun) dan 4 wanita (usia 34-85

tahun). Sebagian besar amputasi disebabkan oleh luka bakar setelah kecelakaan

lalu lintas dan beberapa kasus lainnya disebabkan oleh luka bakar listrik tegangan

tinggi dengan tingkat harapan hidup 89%3.

Pada beberapa penelitian, ada beberapa faktor yang berpengaruh pada

kejadian amputasi pada luka bakar yang kemudian akan berpengaruh pada angka

harapan hidup pasien. Namun hal ini belum diteliti secara menyeluruh dan

mendalam.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka diperlukan suatu

penelitian untuk mengetahui gambaran karakteristik kejadian amputasi pada

pasien luka bakar di RumahSakit Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 1

Agustus 2007 – 1 Agustus 2012

2

Page 3: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran karakteristik kejadian amputasi pada

pasien luka bakar di RumahSakit Wahidin Sudirohusodo Makassar

periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Mengetahui gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar

berdasarkan jenis luka bakar

b) Mengetahui gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar

derajat III

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan

dan memicu penelitian lainnya, khususnya yang berkaitan dengan

kejadian amputasi pada pasien luka bakar.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

instansi terkait dalam menentukan arah kebijakan kesehatan di masa

akan datang.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi berharga untuk

meningkatkan pelayanan terhadap penderita luka bakar bagi rumah

sakit yang bersangkutan.

3

Page 4: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu dan

pengalaman yang berharga bagi peneliti.

4

Page 5: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Kejadian ini

dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Luka bakar merupakan hilang

atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh suhu, listrik, atau zat

kimia1.

Amputasi berasal dari kata amputare (latin atau apocope (yunani) yang

berarti “pancung”. Pemancungan dalam arti “tindakan bedah” membuang anggota

gerak (ekstremitas) seluruh/ bagian dalam saja, sesuatu yang menonjol/ tonjolan

atau alat (organ) tubuh2.

2.2 Epidemiologi

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.

Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif

tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk

penanganannya pun tinggi. Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang

mengalami luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210

penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti

mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri,

angka luka bakar tersebut makin meningkat1.

5

Page 6: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Survey Kayne dan Newman didapatkan 5830 amputasi baru yang

disebabkan oleh beberapa sebab. Mereka menemukan 70% dari amputasi

disebabkan oleh penyakit infeksi dan vaskuler, trauma 22%, tumor 5%, dan

deformitas congenital 3%. Kebanyakan amputasi karena penyakit terjadi pada usia

61-70 thn, untuk trauma 21-30 tahun, dan untuk tumor 11-20 tahun. Perbandingan

antara pria dan wanita adalah 2,1:1 pada penyakit , 7,2:1 pada trauma, 1,5:1 pada

tumor, dan 1,5:1 pada deformitas congenital. Perbandingan antara amputasi

ekstremitas bawah dan atas adalah 1:1. Distribusi amputasi bawah lutut

berdasarkan tingkatan Syme adalah transtibial 9%, knee disarticulation 1% ,

transfemoral 35%, dan hip disarticulation 2%2.

Kejadian amputasi pada kasus luka bakar jarang ditemukan. Pada beberapa

kasus, amputasi dapat menurunkan angka kejadian kematian. Pada penelitian yang

dilakukan pada NSW Severe Burn Injury, Concord Hospital, Australia , pada

1858 pasien dari Januari 1980 hingga Januari 2004, terdapat 34 amputasi pada 27

pasien. Dimana terdapat 23 pria (usia 14-64 tahun) dan 4 wanita (usia 34-85

tahun). Sebagian besar amputasi disebabkan oleh luka bakar setelah kecelakaan

lalu lintas dan beberapa kasus lainnya disebabkan oleh luka bakar listrik tegangan

tinggi dengan tingkat harapan hidup 89%3.

2.3 Etiologi

Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang

dapat dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti

6

Page 7: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

bensin, gas kompor rumah tangga, cairan cairan dari tabung pemantik api, yang

akan menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit1.

Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari,

listrik, maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat.

Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein dan rasa nyeri

yang hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan

menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil

sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara

lain cairan emutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar

yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan mengalami nekrosis

yang mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan lebih

dalam lebih kuat daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel

mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru

timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk berobat dan

kerusakan jaringan sudah meluas.1

Luka bakar listrik tegangan tinggi lebih sering berakhir dengan amputasi

dibandingkan dengan luka bakar jenis lain. Angka amputasi pada luka bakar ini

hingga 71,4%. Kerusakan tungkai pada luka bakar listrik tegangan tinggi dapat

terjadi begitu luas sehingga dibutuhkan major amputasi. Luka bakar listrik

tegangan rendah juga dapat memicu amputasi minor4

7

Page 8: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

2.4 Patofisiologi

Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak

baru lahir sampai 1m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajan

suhu tinggi, pembuluh kapiler dibawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh

sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat. Terjadilah

kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi udem dan bula yang

mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan

mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan1.

Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan

intravaskular. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme

kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih

dari 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti

gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun,

dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan, maksimal terjadi

setelah delapan jam1.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas

meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi

anemia. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi

mobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang interstisial ke pembuluh

darah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis1.

Luka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang

merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah

infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh

8

Page 9: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem

pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain

berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas

atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial

biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap

berbagai antibiotik1.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang

berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi

invasi kuman Gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan

eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam

invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau

pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng

yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granu lasi membentuk nanah1.

Infeksi ringan dan noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng

yang mudah terlepas dengan nanah yang bayak. Infeksi yang invasif ditandai

dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang

mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat

dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh

kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis1.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat dua dapat

sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari

sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel

kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam

9

Page 10: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gagal, kaku dan secara

estetik sangat jelek1.

Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami

kontraktur. Bila ini terjadi di persendian maka fungsi sendi dapat berkurang atau

hilang. Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,

peristaltis usus menurun atau berhenti karena syok. Juga peristaltis dapat menurun

karena kekurangan ion kalium. Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah

splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak

di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak

peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling atau stress ulcer. Aliran darah

ke lambung berkurang sehingga terjadi iskemia mukosa. Bila keadaan ini

berlanjut, dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang

dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil

sebagai hematemesis dan/atau melena1.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga

keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena

eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan

dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan

tubuh pada fase ini terutama didapat pembakaran protein dari otot skelet. Oleh

karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan

menurun. Kecacatan akibat luka bakar bisa sangat hebat, terutama bila mengenai

wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut.,

sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia postburn.1

10

Page 11: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

2.5 Derajat dan Luas Luka Bakar

Luas luka bakar

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh.

Pada orang dewasa digunakan “rumus 9”, yaitu luas kepala dan leher, dada,

punggung, perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas

kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri

masing-masing 9%, sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu

untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa1.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan

kepala anak lebih besar. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak

kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak1.

Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-

masing 20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas

bawah kanan dan kiri masing-

masing 15%.1

Gambar 1. Rule of Nine5

11

Page 12: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Derajat luka bakar

Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya

pajanan suhu tinggi. Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan

biasanya sembuh dalam 5-7 hari; misalnya tersengat matahari. Luka tampak

sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat. Luka

bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel

sehat tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea,

kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka

dapat sembuh sendiri dalam dua sampai tiga minggu. Gejala yang timbul adalah

nyeri, gelembung atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh

karena permeabilitas dindingnya meningkat. Luka bakar derajat tiga meliputi

seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ yang memungkinkan

penyembuhan dari dasar luka; biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar yang

merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan kulit. Oleh karena

itu, untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan skin grafting. Kulit tampak

pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan

sekeliling yang masih sehat. Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri.1

Luka bakar derajat empat yang melibatkan otot, tendon, dan tulang sering

direkomendasikan untuk amputasi atau beberapa perbaikan yang signifikan.

Dilaporkan pada 10 tahun (1995-2004) pada pusat luka bakr dengan luka bakar

derajat empat pada ekstremitas bawah, terdapat 21 pasien (40 tungkai) dengan

usia rata-rata 45 tahun dengan luas luka bakar rata-rata 24% dan luka bakar

derajat empat 9%, tujuh tungkai (18%) disarankan untuk amputasi5.

12

Page 13: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Gambar 2. Kedalaman Luka Bakar berdasarkan United States6

2.6 Indikasi Amputasi

Penyebab amputasi terdiri dari defek lahir congenital (5%), penyakit

oklusi arterial (60%), trauma (30%), dan tumor (5%). Amputasi akibat trauma

paling sering terjadi pada usia anatara 17-55 tahun (71% pria). Lebih banyak

mengenai anggota gerak bawah dengan ratio 10:1 dibandingkan dengan anggota

gerak atas. Trauma pada ekstremitas melibatkan kerusakan pada vaskuler atau

nervus, luka bakar, dingin, dan fraktur yang tidak menyembuh. Hal ini dapat

menyebabkan ekstremitas kurang fungsional. Dalam kasus tersebut, amputasi

awal, dalam upaya menyelamatkan anggota gerak seringkali merupakan pilihan

terbaik2.

Indikasi amputasi terbagi menjadi dua yaitu2 :

Live saving (contohnya trauma yang disertai keadaan yang mengancam

nyawa ; perdarahan dan infeksi)

Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara

maksimal seperti pada kelainan congenital dan keganasan)

Tujuan utama amputasi adalah penyembuhan atau menghentikan penyakit,

tetapi kebanyakan penderita juga berharap adanya perbaikan fungsi, hal ini

13

Page 14: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

tergantung pada 5 faktor yaitu kemampuan keseluruhan, mental dan fisik

penderita, ketinggian amputasi, puntung amputasi, prostetik, dan rehabilitasi2.

Berdasarkan penelitian di Department of Burnsm Ji Shui Tan Hospital,

Beijing, indikasi dilakukannya amputasi pada pasien luka bakar adalah nekrosis

total pada ekstremitas, nekrosis sekunder dikarenakan thrombosis, perdarahan

atau rupture pembulur darah besar, dan kegagalan penyembuhan jaringan lunak7.

2.7 Penatalaksanaan

Non medikamentosa

Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya

dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan

pasokan oksigen pada api yang menyala. Pertolongan pertama setelah sumber

panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air atau

menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.

Upaya pendinginan ini, dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam

pertama akan menghentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan

suhu tinggi. Yang akan terus berlangsung walaupun api telah dipadamkan,

sehingga destruksi tetap meluas. Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar

selama lima belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan

suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil, luka yang

sebenarnya menuju derajat dua dapat berhenti pada derajat satu, atau luka yang

akan menjadi tingkat tiga dihentikan pada tingkat dua atau satu1.

14

Page 15: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Pada luka bakar ringan prinsip penanganan utama adalah mendinginkan

daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-

sisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat

dirawat secara tertutup atau terbuka.

Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar

ringan, kalau perlu, dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala

syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan nafas, diberikan

campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi udem laring, dipasang pipa

endotrakea atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk membebaskan

jalan napas, mengurangi ruang mati, dan memudahkan pembersihan jalan napas

dari lendir atau kotoran. Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen

murni1.

Pemberian cairan intravena

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan

secara teliti. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada

beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini1,3.

Cara Evans

1. Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam.

2. Luas luka dalam % x BB dalam kg menjadi mL plasma per 24 jam.

Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat udem. Plasma

diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh da

meninggikan tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar

dan menarik kembali cairan yang telah keluar.

15

Page 16: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

3. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2.000

cc glukosa 5% per 24 jam.

Separuh jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan

dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari

pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Penderita

mula-mula dipuasakan karena peristaltis usus terhambat pada keadaan prasyok,

dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau

diuresis pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat dikurangi, bahkan

dihentikan1,2.

Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan

rumus Baxter, yaitu luas luka bakar dalam % x BB dalam kg x 4mL larutan

Ringer. Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya

diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan kristaloid yaitu larutan

ringer laktat . Hari kedua diberikan setengah cairan pertama1.

Intinya, status hidrasi penderita luka bakar luas harus dipantau terus-

menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat diihat dari diuresis normal yaitu

sekurang-kurangnya 1000-1500mL/24jam atau 1 mL/kgBB/jam dan

3mL/kgBB/jam pada pasien anak. Yang penting juga adalah pengamatan apakah

sirkulasi normal atau tidak1,3.

Besarnya kehilangan cairan pada luka bakar luas disertai resusitasi yang

tidak betul dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hiponatremia

sebagai gejala keracunan air dapat menyebabkan udem otak dengan tanda-tanda

kejang. Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari

16

Page 17: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

EKG yang menunjukkan depresi segmen ST atau gelomabang U.

Ketidakseimbangan elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi

prioritas utama dalam resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien

trauma1.

Tindakan bedah

Pemotongan eskar atau eskarotomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga

yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan

pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang

membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati. Tanda dini penjepitan

adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung

distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang

membuka keropeng sampai jepitan terlepas1.

Debridemen diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati

dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan sesegera mungkin setelah

keadaan penderita menjadi stabil karena eksisi tangensial juga menyebabkan

perdarahan. Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7, dan

pasti boleh dilakukan pada hari ke-10. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan

lebih dari 10% luas permukaan tubuh, karena dapat terjadi perdarahan yang cukup

banyak. Luka bakar yang telah dibersihkan atau luka granulasi dapat ditutup

dengan skin graft yang umumnya diambil dari kulit penderita sendiri (skin

grafting autologus). Penutupan luka bakar dengan bahan biologis seperti kulit

mayat atau kulit binatang atau amnion manusia dapat dilakukan jika terdapat

keterbatasan luas kulit penderita atau terlalu payah. Walaupun kemungkinan

17

Page 18: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

ditolak, bahan tersebut dapat berfungsi sementara sebagai penghalang penguapan

berlebihan, pencegah infeksi yang lebih parah, dan mengurangi nyeri. Namun,

sedikit demi sedikit penutup sementara ini harus diganti dengan kulit penderita

sendiri sebagai penutup permanen1.

Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga

dilakukan skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang

hipertropik. Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum

timbulnya jaringan granulasi1,3.

Luka bakar menyebabkan komplikasi fisik dan psikologis yang

membutuhkan rehabilitasi yang terpadu dan terkoordinasi dengan tim yang sudah

terlatih. Rehabilitasi ini terfokus pada pencegahan pada masalah jangka panjang

seperti skar, kontraktur, dan beberapa masalah lainnya. Amputasi setelah luka

bakar dapat merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kontraktur atau

kulit yang mudah pecah8.

Amputasi merupakan hal yang jarang dilakukan pada penderita luka bakar

kecuali dengan beberapa indikasi. Batas amputasi ditentukan oleh luas dan jenis

penyakit. Batas amputasi pada kasus trauma ditentukan oleh peredarah darah yang

adekuat. Amputasi dapat dilakukan pada ekstremitas bawah ataupun ekstremitas

atas. Batas amputasi ekstremitas bawah yang lazim dipakai disebut batas amputasi

klasik. Pada ekstremitas atas tidak ada batas amputasi yang dipakai. Secara

umum, amputasi dilakukan sedistal mungkin. Amputasi juga dapat dibedakan

menjadi amputasi mayor dan minor. Amputasi mayor adalah amputasi tungkai di

atas pergelangan kaki atau lengan di atas pergelangan tangan. Amputasi minor

18

Page 19: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

adalah amputasi suatu bagian kecil seperti jari tangan atau kaki1. Selain itu, juga

dikenal dua macam amputasi yaitu9 :

Amputasi di bawah lutut (below knee amputation)

Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada

nonischemiclimb dan ischemic limb. Hal ini dibedakan erhubungan dengan

caramenutup flap yang berbeda. Pada amputasi jenis ini dikenal

tensionmyodesis dan myoplasty. Tension myodesis adala mengikatkan

kelompok otot tulang dengan tulang, sedangkan myoplasty adalah

menjahitkan otot dengan jaringan lunak pada sisi yang lain yaitu pada otot

atau fasiasebelahnya. Cara ini berguan untuk menstabilkan stump dan

sangat ditekankan untuk penderita yang masih aktif dan masih muda.

Amputasi diatas lutut (above knee amputation

 Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasiendengan

penyakit vaskuler perifer. Amputasi jenis ini merupakan tebanyak kedua

setelah amputasi bawah lutut. Pada amputasi jenis ini persendian lutut

hilang, maka harus dipikirkan yang terbaik yang dapatmenyangga berat

badan. Prosthesis yang konvensional membutuhkan jarak  9 – 10 cm dari

distal stump sehingga bisa berfungsi seperti sendi lutut. Amputasi tulang

setinggi 5 cm atau kurang dari distal trochanter minor akan mempunyai

fungsi dan kekuatan penggunaan postesis sama dengan hip disarticulation.

Amputasi menyebabkan stress fisik dan psikologis bagi pasien,

menurunkan kualitas hidup, dan pergerakan. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa adanya kondisi psikologis yang buruk pada pasien yang harus menjalani

19

Page 20: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

amputasi. Angka mortalitas kejadian amputasi pada luka bakar dipengaruhi oleh

keputusan atau waktu dilakukannya amputasi. Penelitian yang dilakukan oleh

Yowler menujukkan bahwa amputasi yang cepat dilakukan memiliki angka

mortalitas 13,6 % sedangkan amputasi yang lambat memiliki angka mortalitas

50%. Amputasi yang lambat dilakukan dikarenakan adanya luka bakar yang

dalam sehingga menyebabkan infeksi. Ada beberapa hal yang harus

dipertimbangkan oleh tim kesehatan dalam pengambilan keputusan yaitu

mekanisme cedera, tingkat keparahan, dan komplikasi. Identifikasi yang cepat

mengenai kemungkinan penyembuhan tungkai dapat menurunkan kejadian infeksi

dan meningkatkan angka harapan hidup10.

Medikamentosa

Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang

banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap

pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan dan

uji kepekaan kuman. Untuk mengatasi nyeri, paling baik diberikan opiat melalui

intravena dalam dosis serendah mungkin yang bisa menghasilkan analgesia yang

adekuat namun tanpa disertai hipotensi. Selanjutnya, diberikan pencegahan

tetanus berupa ATS dan/atau toksoid.

Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa

kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan

sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak

karena infeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan infeksi. Pada luka

lebih dalam, perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang

20

Page 21: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai

dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau

tertutup.

Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver

sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist exposure burn ointment). Obat

topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep atau krim. Antibiotik dapat

diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Antiseptik yang dipakai adalah

yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres nitras-argenti yang selalu

dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman. Obat ini

mengendap sebagai garam sulfida atau klorida yang memberi warna hitam

sehingga mengotori semua kain. Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna

karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif

terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman. Krim ini

dioleskan tanpa pembalut, dan dapat dibersihkan dan diganti setiap hari.

Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka

yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.

Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-argenti, alas tidur

menjadi kotor. Penderita dan keluarga pun merasa kurang enak karena melihat

luka yang tampak kotor. Sedapat mungkin luka yang tampak kotor. Sedapat

mungkin luka dibiarkan terbuka setelah diolesi obat.

Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang

dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya

sedeikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan.

21

Page 22: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung, dan enak

bagi penderita. Hanya, diperlukan tenaga dan dan lebih banyak pembalut dan

antiseptik. Kadang suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan kuman

untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada luka, tetapi

tidak berbau, sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi ditunggu sampai terlepas

sendiri.1

BAB III

KERANGKA KONSEP

22

Page 23: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti

Berdasarkan argumentasi ilmiah yang telah kami susun pada tinjauan

kepustakaan terdapat beberapa karakteristik yang berhubungan dengan kejadian

amputasi pada pasien luka bakar yaitu : jenis luka bakar dan derajat luka bakar.

Dari pengukuran tersebut maka variabel independen yang diteliti adalah jenis luka

bakar dan derajat luka bakar. Variabel independen ini akan diukur untuk dilihat

karakteristiknya terhadap variabel dependen dalam hal ini amputasi.

3.2 Kerangka Konsep

3.3 Variabel yang Diteliti

Variabel dependen adalah pasien luka bakar yang diamputasi

Variabel independen :

23

Page 24: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

a) Jenis luka bakar

b) Derajat luka bakar

3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Kriteria Objektif

1. Pasien luka bakar yang mengalami amputasi

Definisi : Pasien yang dinyatakan mengalami luka bakar dan menjalani

amputasi (pembuangan suatu anggota gerak atau anggota badan lain)

berdasarkan diagnosis dokter yang tercatat dalam rekam medis.

2. Jenis luka bakar

Definisi : Jenis luka bakar merupakan hilang atau rusaknya sebagian

jaringan tubuh yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu suhu, listrik,

atau zat kimia. Kriteria objektifnya adalah :

a. Kimia

b. Listrik

c. Api

d. Dingin

3. Derajat luka bakar

Definisi : derajat luka bakar menggambarkan kedalaman luka bakar.

Kriteria objektif nya :

a. Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada

elemen epitel sehat tersisa. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung

24

Page 25: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena

permeabilitas dindingnya meningkat.

b. Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin

subkutis, atau organ. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam,

dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih

sehat. Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri.

BAB IV

METODE PENELITIAN

25

Page 26: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi epidemiologi deskriptif dengan

menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik. Penelitian

deskriptif ini bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi, frekuensi. dan

mengidentifikasi kemungkinan faktor predisposisi amputasi pada pasien luka

bakar.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Rumah Sakit Umum Pusat DR. Wahidin

Sudirohusodo Makassar mulai tanggal 3 September 2012 – 10 September 2012.

Alasan pemilihan lokasi ini adalah :

Rumah Sakit Umum Pusat DR. Wahidin Sudirohusodo ini adalah rumah sakit

yang merupakan tempat rujukan yang mempunyai fasilitas pengobatan untuk

penderita luka bakar.

Rumah Sakit Umum Pusat DR. Wahidin Sudirohusodo Rumah merupakan

rumah sakit pendidikan di daerah Makassar

Rumah Sakit Umum Pusat DR. Wahidin Sudirohusodo Rumah sakit ini

mempunyai dokumen medik yang memadai sehingga data-data penderita

dapat dicatat dengan baik

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

26

Page 27: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Semua pasien yang pernah dirawat dengan diagnosa luka bakar dan

menjalani amputasi di Rumah Sakit Umum Pusat DR. Wahidin Sudirohusodo

Makassar pada periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012.

4.3.2. Sampel

Pasien dengan diagnosa luka bakar dan mengalami amputasi yang pernah

dirawat di rumah sakit tersebut pada periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus

2012.

4.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah dengan metode total sampling

yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel.

4.3.4. Kriteria Seleksi

4.3.4.1. Kriteria Inklusi

Terdaftar sebagai penderita luka bakar yang mengalami amputasi di

rawat inap Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 1

Agustus 2007 – 1 Agustus 2012.

4.3.4.2. Kriteria Ekslusi

Tidak terdaftar sebagai penderita luka bakar yang mengalami amputasi di

rawat inap di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar periode 1

Agustus 2007 – 1 Agustus 2012.

4.4 Jenis Data dan Insturumen Penelitian

4.4.1. Jenis Data

27

Page 28: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh

dari rekam medik subjek penelitian.

4.4.2. Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

daftar tilik dengan tabel-tabel tertentu untuk mencatat data yang dibutuhkan

dari rekam medik.

4.5. Manajemen Penelitian

4.5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak

pemerintah dan instansi tempat diadakannya penelitian, dalam hal ini adalah

Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar.Kemudian dilakukan

pengamatan dan pencatatan langsung berdasarkan pemeriksaan yang

dilakukan terhadap pasien dan data dari rekam medik ke dalam daftar tilik

yang telah disediakan sebelumnya.

4.5.2. Teknik Pengolahan Data dan Penyajian Data

Pengolahan dilakukan dengan menggunakan metode komputerisasi

yang selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

4.6. Etika Penelitian

28

Page 29: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

a. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah

setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.

b. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien sehingga diharapkan tidak

ada pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

BAB V

29

Page 30: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Sekilas Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahldin Sudirohusodo

Dua tahun setelah negara Indonesia merdeka, tepatnya tahun 1947 terdapat

banyak korban revolusi yang mempertahankan kemerdekaan. Para pejuang bangsa

memerlukan perawatan. Oleh karena itu dipinjamkan dua bangsal Rumah Sakit

Jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1925 sebagai bangsal bedah dan penyakit

dalam. Kedua bangsal ini merupakan cikal bakal berdirinya Rumah Sakit Umum

Dadi. Kemudian pada tahun 1957, Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan

mendirikan RSU Dadi di lokasi rumah sakit jiwa sebagai rumah sakit propinsi

yang terletak di Jalan Benteng No. 34 (kini Jalan Lanto Dg. Pasewang).

Sejak tahun tersebut, baik Rumah Sakit Jiwa maupun Rumah Sakit Umum

Dadi masing-masing membangun gedung-gedung tanpa adanya suatu

perencanaan, akhirnya tercipta suatu kondisi yang memberikan kesan bahwa

Rumah Sakit Umum Dadi adalah rumah sakit yang sumpek, kurang penerangan,

ventilasi yang tidak memadai dan berbagai kekurangan lainnya.

Melihat kondisi tersebut, Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan (ketika itu),

Prof. Dr. Ir. H. Ahmad Amiruddin dan Menteri Kesehatan RI dr. H. Suwarjono

Soerjadiningrat membicarakan dan akhirnya sepakat memindahkan Rumah Sakit

Umum Dadi ke lokasi yang lebih strategis sebagai rumah sakit rujukan dan rumah

sakit pendidikan.

Pada tahun 1963 mulai dilaksanakan pembelian tanah di Tamalanrea tidak

jauh dari kampus Universitas Hasanuddin. Pembangunan gedung pertama

30

Page 31: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

dilakukan pada tahun 1988 yaitu gedung adminsitrasi. Atas bantuan Rektor

Universitas Hasanuddin yang menghibahkan tanah seluas 8 ha, maka pada tahun

1990 pembangunan gedung-gedung baru mulai dilaksanakan dengan kapasitas

2100 tempat tidur. Rumah sakit ini mulai dioperasikan pada tahun 1993 dengan

status Rumah Sakit Umum Pusat Kelas A sesuai SK Menteri Kesehatan No.

283/Menkes/SK/1992, Pada tahun 1994 RS Dadi berubah menjadi rumah sakit

vertical milik departemen kesehatan dengan nama RS Dr.Wahidin Sudirohusodo

berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.540/SK/VI/1994 sebagai rumah sakit umum kelas A yang digunakan oleh

Fakultas Kedokteran sebagai tempat pendidikan calon dokter, dokter spesialis dan

subspesialis serta sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di kawasan timur

Indonesia.

Untuk mendukung operasionalnya, berbagai fasilitas diupayakan dalam

membantu pelayanan kesehatan di kawasan timur Indonesia, maka pada saat

bersamaan diadakan penambahan tenaga medis dan paramedis, sehingga pada

bulan maret 1994 BOR di Ruang Perawatan Bedah dan Penyakit Dalam mencapai

BOR di atas 90%. Di samping itu beberapa kegiatan baru telah mulai

dilaksanakan antara lain terlaksananya operasi jantung, dibukanya spesialisasi

bedah thoraks, pengobatan batu ginjal dan ESWL dan pelayanan USG mata baik

A Scan dan B Scan melalui laser Yab dan hingga kini telah melayani

subspesialisasi.

31

Page 32: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ini, pada bulan Januari 1998

lalu, RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mendapat pengakuan "Akreditasi Penuh"

dari Komite Akreditasi Rumah Sakit Pusat.

Pada tahun 1998 dengan dikelurkannya UU. No. 30 tahun 1997, maka

Rumah Sakit DR. Wahidin Sudirohusodo berubah status menjadi unit Pengguna

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB). Pada tahun 2000 dengan diterbitkannya

Peraturan Pemerintah RI No. 125 tahun 2000 RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo

beralih status kelembagaannya menjadi perusahaan jawatan ( Perjan ) Rumah

Sakit DR Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Pada tanggal 13 Juni 2005, Pemerintah kembali mengeluarkan Peraturan

Pemerintah RI.No.23 tahun 2005 tentang perubahan status rumah sakit Dr.

Wahidin Sudirohusodo dari Perusahaan Jawatan ( Perjan ) menjadi Badan

Layanan Umum (BLU) RS.Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar.

5.2 Keadaan Geografis

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo terletak di Kecamatan Tamalanrea, 11

km dari pusat kota Makassar, Rumah sakit ini dibangun di atas tanah seluas 16 ha

dengan luas gedung seluruhnya 12,6 ha dengan batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Jalan ke utara menuju daya, terdapat kantor dan asrama

kaveleri kodam VII wirabuana dan jalan poros

Makassar-Maros

2. Sebelah Selatan : terdapat bangunan Lembaga Penelitian Universitas

Hasanuddin yang diantarai oleh sebuah DAM buatan

32

Page 33: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

3. Sebelah Barat : terdapat gedung perkuliahan dan perkantoran

Universitas Hasanuddin

4. Sebelah Timur : terdapat kantor Dinas Pendidikan Sulawesi Selatan dan

Pondok Pesantren IMMIM

5.3 Sarana Dan Prasarana

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memilki tenaga 1191 orang belum

termasuk tenaga kontrak dan dokter-dokter yang menempuh pendidikan. Adapun

rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Dokter ahli : 136 orang

b. Dokter umum : 30 orang

c. Dokter gigi : 10 orang

d. Sarjana Kesehatan Masyarakat : 12 orang

e. Sarjana keperawatan : 1 orang

f. Paramedis perawat : 508 orang

g. Paramedis non perawat : 199 orang

h. Apoteker : 10 orang

i. Non medis lainnya : 114 orang

j. Tenaga kontrak : 119 orang

Sarana dan fasilitas yang tersedia di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

sebagai rumah sakit tipe A dan sebagai pusat rujukan dari propinsi-propinsi di

sekitarnya, yakni sebagai berikut:

33

Page 34: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Dua puluh dua (22) poliklinik spesialisasi dan subspesialisasi dan dilengkapi

dengan alat-alat seperti diagnostik jantung.

Sepuluh (10) buah kamar operasi untuk 11 jenis pembedahan seperti bedah

toraks, bedah saraf, bedah minor untuk THT.

Fasilitas tempat tidur

VIP : 14 buah

Kelas I : 24 buah

Kelas II : 136 buah

Kelas III : 205 buah

ICU dewasa : 8 buah

ICU anak : 7 buah

ICCU : 6 buah

5.4 Landasan Hukum

Landasan hukum badan layanan umum (BLU) RS.Dr.wahidin

sudirohudoso makassar adalah peraturan pemerintah No.23 tahun 2005.

5.5 Usaha Rumah Sakit

Usaha rumah sakit terdiri dari usaha dapur gizi, laundry, kantin, parker,

wartel, incenerator, dan sewa gedung.

5.6 Visi, Misi Dan Tujuan

Visi

34

Page 35: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Visi RS wahidin sudirohusodo adalah " menjadi rumah sakit yang mandiri,

prima serta unggul dalam teknologi, manajemen dan sumber daya manusia di

kawasan Indonesia timur pada tahun 2015.

Rumah sakit yang mandiri merupakan tujuan yang ingin diwujudkan dari

pelaksana manajemen RS.Wahidin sudirohusodo dalam pengelolaan uang yang

mandiri.

Prima adalah wujud pelayanan kesehatan di RS.DR.wahidin sudirohusodo

yang berorientasi pada kepentingan pelanggan dan standarisasi professional

Unggul dalam teknologi dan manajemen merupakan kemampuan RS.DR wahidin

sudirohusodo dalam memberikan pelayanan dnegan menggunakan teknologi

terdepan melalui proses manajemen yang tepat guna. Unggul dalam sumber daya

manusia merupakan impian di masa depat menjadikan sumber daya manusia di

RS DR. Wahidin sudirohusodo makassar dan cepat menghasilkan/mendidik SDM

yang mempunyai daya saing sebagai manusia unggul, baik unggul individual

maupun unggul interkoneksitas.

Misi

Untuk mewujudkan misi RS DR wahidin sudirohusodo makassar

ditetapkan misi sebagai berikut:

a. menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna, profesional dan

terjangkau

b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkualitas

c. menyelenggarakan usaha lain yang menunjang kegiatan pelayanan dan

pendidikan Tujuan

35

Page 36: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Tujuan

Tujuan RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

a. terlaksananya pelayanan kesehatan yang paripurna dan prima

b. tersedianya SDM yang profesional dan berkomitmen

c. tersedianya teknologi canggih yang menunjang pelayan RS DR wahidin

sudirohusodo makassar sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di KTI

d. terlaksananya pertumbuhan financial return RS DR wahidin

sudirohusodo Makassar

5.7 Nilai

Nilai-nilai dari RS DR Wahidin Sudirohusodo makassar adalah sebagai

berikut

a. Profesionalisme : tindak tanduk yang bercirikan suatu profesi atau

orang yang ahli dalam bidangnya dengan memgang teguh etika profesi

dan standar mutu keahlian yang tinggi.

b. Ramah : sikap dan tutur kata manis, dengan berpraduga positif serta

berbudi bahasa menarik dan selalu berusaha untuk menolong

pelanggan denagan tulus dan ikhlas.

c. Peduli : berusaha untuk segera memahami dan merespon dengan

sungguh-sungguh masalah yang dihadapi pelanggan dan langsung

membantu menyelesaikan masalah tersebut dengan tuntas dan

memuaskan keinginan pelanggan.

36

Page 37: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

d. Jujur : selalu memegang teguh ketulusan dan keikhlasan

dalam memberikan informasi atau tidak melakukan kecurangan apapun

untuk dirinya ataupun untuk kepentingan pelanggan.

e. Tanggung jawab : kewajiban untuk memikul segela akibat yang timbul

karena hasil pekerjaan dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi

pelanggan

f. Menghargai : saling menghormati serta menghargai terhadap sesame

yang lain

5.8 Motto

Adapun motto RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar adalah " Dengan

budaya sipakatau kami melayani dengan hati "

37

Page 38: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

BAB VI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6. 1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 minggu, mulai dari tanggal 17

September – 29 September 2012 mengenai gambaran karakteristik kejadian

amputasi pada penderita luka bakar di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling. Pada

penelitian ini, jumlah sampel yang diteliti adalah sebanyak 14 orang dan

keseluruhan adalah laki-laki. Dari 14 sampel tersebut, maka diperoleh hasil

sebagai berikut:

Tabel 6.1 Gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar menurut umur di

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012

Umur N %

<18 tahun 3 21,4

18-40 tahun 9 64,2

41-65 tahun 2 14,4

>65 tahun 0 0

Total 14 100.0

Sumber : data rekam medik

38

Page 39: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Grafik 6.1 Gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar menurut umur di

RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012

Pada tabel dan grafik 6.1 di atas menunjukkan gambaran kejadian

amputasi pada pasien luka bakar menurut umur yaitu pada kelompok umur kurang

dari 18 tahun didapatkan penderita luka bakar sebanyak 3 kasus (21,4%). Pada

kelompok umur 18-40 tahun didapatkan penderita luka bakar sebanyak 9 kasus

(64,2%). Pada kelompok umur 41-65 tahun didapatkan penderita luka bakar

sebanyak 2 kasus (14,4%) dan tidak didapatkan pasien dengan kelompok umur di

atas 65 tahun.

39

Page 40: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Tabel 6.2 Gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar menurut jenis

kelamin di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1

Agustus 2012

Jenis kelamin N %

Laki-laki 14 100

Perempuan 0 0

Total 14 100.0

Sumber : data rekam medik

Grafik 6.2 Gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar menurut jenis

kelamin di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1

Agustus 2012

40

Page 41: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Pada tabel dan grafik 6.2 di atas menunjukkan gambaran kejadian

amputasi pada pasien luka bakar menurut jenis kelamin dimana keseluruhan

sampel merupakan laki-laki.

Tabel 6.3 Gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar menurut jenis luka

bakar di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus

2012

Jenis luka bakar N %

Api 1 7,2

Listrik 13 92,8

Kimia 0 0

Dingun 0 0

Total 14 100.0

Sumber : data rekam medik

41

Page 42: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Grafik 6.3 Gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar menurut jenis

luka bakar di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1

Agustus 2012

42

Page 43: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Pada table dan grafik 6.3 di atas menunjukkan distribusi penderita luka

bakar yang mengalami amputasi berdasarkan jenis luka bakar. Didapatkan 13

kasus (92,8%) yang disebabkan oleh listrik, 1 kasus (7,2%) yang disebabkan oleh

api, dan tidak ada kasus yang disebabkan oleh dingin ataupun kimia.

Tabel 6.4 Gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar menurut derajat

luka bakar di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1

Agustus 2012

Derajat Luka Bakar N %

Dua 1 7,2

Tiga 13 92,8

Total 14 100.0

Sumber : data rekam medik

Grafik 6.4 Gambaran kejadian amputasi pada pasien luka bakar menurut jenis

luka bakar di RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1

Agustus 2012

43

Page 44: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Pada tabel dan grafik 6.4 di atas menunjukkan distribusi penderita luka

bakar yang mengalami amputasi berdasarkan derajat luka bakar. Didapatkan 13

kasus (92,8%) dengan derajat 3, 1 kasus (7,2%) dengan derajat dua, dan tidak ada

kasus dengan derajat satu .

Tabel 6.5 Crosstabulation Distribusi Umur dengan Jenis Luka Bakar pada

Penderita Luka Bakar yang mengalami Amputasi di RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012

UmurApi Listrik Jumlah

N % N % N %

<18 tahun 1 33,3 2 86,7 3 100

18-40 tahun 0 0 9 100 9 100

41-65 tahun 0 0 2 100 2 100

Total 1 7,2 13 92,8 14 100

Sumber : data rekam medik

44

Page 45: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Grafik 6.5 Crosstabulation Distribusi Umur dengan Jenis Luka Bakar pada

Penderita Luka Bakar yang mengalami Amputasi di RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012

Pada tabel 6.5 di atas menunjukkan gambaran karakteristik kejadian

amputasi pada penderita luka bakar menurut umur dengan jenis luka bakar ,

kejadian amputasi terbanyak pada usia 18-40 tahun dimana sebagian besar

merupakan luka bakar listrik yaitu sebanyak 9 kasus.

Tabel 6.6 Crosstabulation Distribusi Umur dengan Derajat Luka Bakar pada

Penderita Luka Bakar yang mengalami Amputasi di RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012

UmurDua Tiga Jumlah

N % N % N %

<18 tahun 0 0 3 100 3 100

18-40 tahun 1 11,1 8 88,9 9 100

41-65 tahun 0 0 2 100 2 100

Total 1 7,2 13 92,8 14 100

45

Page 46: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Grafik 6.6 Crosstabulation Distribusi Umur dengan Derajat Luka Bakar pada

Penderita Luka Bakar yang mengalami Amputasi di RSUP DR Wahidin

Sudirohusodo Periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012

Pada tabel 6.6 di atas menunjukkan gambaran karakteristik kejadian

amputasi pada penderita luka bakar menurut umur dengan derajat luka bakar ,

kejadian amputasi terbanyak pada usia 18-40 tahun dimana sebagian besar

merupakan luka bakar listrik derajat tiga yaitu sebanyak 8 kasus.

6.2 Pembahasan

Telah dilakukan penelitian tentang gambaran karakteristik kejadian

amputasi pada penderita luka bakar di RSP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1

Agustus 2007 – 1 Agustus 2012. Pada penelitian ini ingin diketahui karakteristik

kejadian amputasi pada penderita luka bakar berdasarkan jenis luka bakar dan

derajat luka bakar.

46

Page 47: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

Jumlah penderita luka bakar selama 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012

adalah 260 orang. Namun, pasien yang mengalami amputasi hanya 14 orang

sehingga jumlah ini yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Karakteristik

sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan berjenis kelamin laki-laki . Selain

itu, pada kelompok umur kurang dari 18 tahun didapatkan penderita luka bakar

sebanyak 3 kasus (21,4%). Pada kelompok umur 18-40 tahun didapatkan

penderita luka bakar sebanyak 9 kasus (64,2%). Pada kelompok umur 41-65 tahun

didapatkan penderita luka bakar sebanyak 2 kasus (14,4%) dan tidak didapatkan

pasien dengan kelompok umur di atas 65 tahun. Hal ini menunjukkan kejadian

amputasi pada pasien luka bakar terjadi pada orang-orang dengan usia produktif.

Dari tabel 6.3 dilihat penyebab luka bakar yang mengalami amputasi

sebagian besar dikarenakan listrik yaitu sebanyak 13 kasus (92,8%). Penyebab

lain yang dapat menyebabkan amputasi adalah api yaitu sebanyak 1 kasus (7,2%).

Tidak didapatkan kasus amputasi yang disebabkan oleh kimia ataupun dingin.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan kejadian amputasi lebih banyak

terdapat pada luka bakar yang disebabkan oleh listrik. Hal ini dikarenakan luka

bakar listrik dapat mencederai tunika intima pembuluh darah yang menyebabkan

thrombosis sehingga aliran darah akan berkurang dan akan berakhir menjadi

nekrosis jaringan.

Dari tabel 6.4 dilihat bahwa derajat luka bakar yang mengalami amputasi

sebagian besar adalah derajat 3 yaitu sebanyak 13 kasus (92,8%). Selain itu, luka

bakar derajat dua juga mengalami amputasi yaitu satu kasus (7,2%). Hal ini sesuai

dengan teori bahwa luka bakar yang mengalami amputasi adalah luka bakar

47

Page 48: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

derajat tiga. Namun, ada satu kasus luka bakar derajat dua yang mengalami

amputasi dimana kasus ini disebabkan oleh luka bakar listrik. Dalam luka bakar

listrik, derajat luka bakar yang terlihat dari luar belum bisa menunjukkan secara

jelas kerusakan yang ditimbulkan karena besarnya kerusakan yang terjadi

biasanya lebih dalam dibandingkan dengan yang terlihat.

Adapun kekurangan yang ditemui dalam melaksanakan penelitian adalah

jumlah status di medical record tidak sesuai dengan jumlah register di RSUP

Wahidin Sudirohusodo. Kekurangan lainnya yang ditemui adalah kurangnya

sampel yang didapatkan.

48

Page 49: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7. 1 Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian mengenai gambaran karakteristik kejadian

amputasi pada penderita luka bakar di RSP Dr. Wahidin Sudirohusodo

periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012 , maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan jenis luka bakar , persentase tertinggi kejadian amputasi pad

apasien luka bakar ditemukan pada luka bakar listrik 92,8% , api 7,2%,

dan tidak ada kasus akibat kimia ataupun dingin

2. Menurut derajat luka bakar, presentase tertinggi kejadian amputasi pada

pasien luka bakar ditemukan pada luka bakar derajat tiga 92,8%, derajat

dua 7,2%, dan tidak ada kasus pada luka bakar derajat satu.

7.2 Saran-saran

Setelah melakukan penelitian mengenai gambaran karakteristik kejadian

amputasi pada penderita luka bakar di RSP Dr. Wahidin Sudirohusodo

periode 1 Agustus 2007 – 1 Agustus 2012 , maka dapat disarankan:

1. Perlu diadakan sosialisasi mengenai penggunaan listrik maupun

pemakaian alat pelindung diri yang aman dalam pekerjaan listrik.

2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai kejadian amputasi pada

pasien luka bakar dengan jumlah sampel yang lebih besar.

49

Page 50: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, Wim. Buku AjarIlmu Bedah . 3th ed. Jakarta : EGC ; 2011: p.103-14;

1080-2.

2. Dwi Handayani. Rehabilitasi Below Knee Amputation. Samarinda : Fakultas

Kedokteran Universitas Mulawarman. 2010.

3. Kennedy PJ,dkk. Burn and amputation : 24 year experience. J Burn care Res,

2006; 183-8. Available from : www.ncbi.nlm.nih.gov

4. Abd. Al Aziz H.A. Ahmad,dkk. Evaluation of the Treatment of Protocol

Electrical Injuries in Ain Shams University Burn Unit. Egypt J.Plast

Reconstr.Surg, 2007 ; 149-158. Available from : www.ncbi.nlm.nih.gov

5. Brian M.Parret,dkk. Fourth-Degree Burns to the Lower Extremity with

Exposed Tendon and Bone : A Ten Year Experience. USA. Division Plastic &

Reconstructive Surgery and Division Trauma, Burns, and Critical Care. 2006

6. Matthew B.Klein. Thermal, Chemical, and Electrical Injurie In : Plastic

Surgery, 6th ed. USA : Lippincolt Williams & Wilkins. 2007 ; p.132-49.

7. Chen X, dkk. A Report of 115 Cases of Amputation after Electric Injury.

China ; Zhonghua Shao Shang Za Zhi,2006 ; 161-2.

50

Page 51: Laporan Penelitian Cui (Baru1) Skali

8. Peter C.Esselman. Burn Rehabilitation : An Overview. USA. Departement of

Rehabilitation Medicine University of Washington Seattle.2007

9. Yowler JC,dkk. Factors Contributing to Delayed Extremity Amputation in

Burn Patients. J Trauma, 2007 ; 522-6. Available from :

www.ncbi.nlm.nih.gov

10. Charles Brunicardi, dkk. Burns In : Schwart’s Principle Surgery, 8thed. New

York : Mc.Graw Hill Company.

51