laporan pendahuluan ska

13
LAPORAN PENDAHULUAN SINDROM KORONER AKUT (SKA) A. Definisi Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadiankegawatan pada pembuluh darah koroner.Wasid (2007) menambahkan bahwa SKAadalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpagelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanyatrombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.Harun (2007) berpendapat istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner. Sindrom coronerAkut merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit coroner yaitu, anginatak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard denganelevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan. Sindrom coroner Akut merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasiklinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. B. Etiologi Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak padapenyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan olehempat hal, meliputi:

Upload: waxejd

Post on 06-Aug-2015

435 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Ska

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM KORONER AKUT (SKA)

A. Definisi

Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah

kejadiankegawatan pada pembuluh darah koroner.Wasid (2007) menambahkan

bahwa SKAadalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang

disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi

(NSTEMI) atau tanpagelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang

terjadi karena adanyatrombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak

stabil.Harun (2007) berpendapat istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk

menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner. Sindrom

coronerAkut merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit coroner

yaitu, anginatak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark

miokard denganelevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca

tindakan intervensi coroner perkutan. Sindrom coroner Akut merupakan keadaan

darurat jantung dengan manifestasiklinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain

sebagai akibat iskemia miokardium.

B. Etiologi

Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya

terletak padapenyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan

ini diakibatkan olehempat hal, meliputi:

1. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat

konsumsikolesterol tinggi.

2. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).

3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus

menerus.

4. Infeksi pada pembuluh darah.

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya SKA dipengaruhi oleh

beberapakeadaan, yakni:

1. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)

2. Stress emosi, terkejut

3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan

peningkatanaktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi

debar jantungmeningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.

Page 2: Laporan Pendahuluan Ska

C. Klasifikasi

Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner

Akutmenurut Braunwald (1993) adalah:

1. Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat,

dengan nyeri padawaktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan,

terjadi >2 kali per hari.

2. Kelas II : Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1

bulan pada waktuistirahat.

3. Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.

Secara Klinis:

1. Klas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti

anemia, infeksi,demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis,

dan hipoksia karena gagal napas.

2. Kelas B : Primer.

3. Klas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati.

Dengan antiangina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan

antagonis kalsium ) Antiangina dannitrogliserin intravena.

D. Patofisiologi

Rilantono (1996) mengatakan SKA dimulai dengan adanya ruptur plak

arterkoroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus,

serta alirandarah coroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada pla

coroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini

disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur

maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa

membentuk tissue factor VIIa complexmengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa

sebagai penyebab terjadinya produksi trombinyang banyak. Adanya adesi platelet,

aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukantrombus arteri koroner. Ini

disebut fase acute thrombosis ‘trombosi akut’. Proses inflamasi yang melibatkan

aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin,menyokong

terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebutbertanggung

jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif

danantikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor

jaringandalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu,

adanya leukositosisdan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi

pada kejadian coronerakut(IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15%

pasien IMA didapatkan kenaikanCRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium

Page 3: Laporan Pendahuluan Ska

mempunyai peranan homeostasis vaskularyang memproduksi berbagai zat

vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jikamengalami aterosklerosis maka

segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelumterjadinya plak). Disfungsi

endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitritoksid (NO) oleh

beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH

(nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric

Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi

padahiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal

jantung.Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal

pada dindingpembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-

monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang

poten. Ia dapat meningkatkan inflamasidinding pembuluh darah melalui

pengerahan makrofage yang menghasilkan monocytechemoattractan protein-1

dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yangesensial.Fase selanjutnya

ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner akibat disfungsiendotel ringan dekat

lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel,faktor

konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan

prostaglandinH2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).

Nitrit Oksid secaralangsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi,

adesi leukosit ke endotel,serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.

Melalui efek melawan, TXA2 jugamenghambat agregasi platelet dan menurunkan

kontraktilitas miokard, dilatasi coroner,menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya

infark. Sindrom coroner akut yang diteliti secaraangiografi 60-70% menunjukkan

obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampaidengan moderat, dan terjadi

disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnyafibrous cap yang

menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress

mekanik. Adapun mulai terjadinya Sindrom coroner akut, khususnya

IMA,dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang

berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari

suatu siklus harian (pagihari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-

keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis

sehingga tekanan darah meningkat, frekuensidebar jantung meningkat,

kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran coroner jugameningkat. Dari

mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahandan terapi.

Page 4: Laporan Pendahuluan Ska

E. Manifestasi klinis

Rilantono (1996) mengatakan gejala Sindrom Koroner Akut berupa

keluhan nyeriditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar

ke leher,lengan kiridan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan

keringat dingin, dankeluhan nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan

atau kiri, bahu,sertapunggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung

pada ulu hati seperti masuk angin atau maag.Tapan (2002) menambahkan gejala

kliniknya meliputi:

1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot

jantung dandaerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .

2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).

Lokasinyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung

selama lebih dari20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah,

leher, bahu dan lengan sertake punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu

istirahat. Nyeri ini dapat pula timbulpada penderita yang sebelumnya belum

pernah mengalami hal ini atau pada penderitayang pernah mengalami angina,

namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebihberat atau lebih sering.

3. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya

mengeluhseolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang

terasa di ulu hati.Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau

keringat dingin.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Wasid (2007) mengatakan cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang

harusditemukan, yakni:

1. Sakit dada

2. Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa

gelombang Qpatologik

3. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal),

terutamaCKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk

nekrosis miokard.Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap

positif bila > 0,2 ng/dl.

G. Penatalaksanaan

Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien

SKA adalah:

Page 5: Laporan Pendahuluan Ska

1. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi

kekuranganoksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan

beratnya ST-elevasi.Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level

oksigen 2-3 liter/ menit secarakanul hidung.

2. Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula

secarasublingual (SL) (0,3-0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap

ada setelah 3xNTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5-10

ug/menit (jangan lebih200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan

kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen

ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen dimiokard; menurunkan beban

awal (preload) sehingga mengubah tegangan dindingventrikel; dilatasi arteri

coroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi

platelet (masih menjadi pertanyaan).

3. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan

kegelisahan;mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous

capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan

tekanan darah juga menurun,sehingga preload dan after load menurun, beban

miokard berkurang, pasien tenangtidak kesakitan. Dosis 2-4 mg intravena

sambil memperhatikan efek samping mual,bradikardi, dan depresi pernapasan

4. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien Sindrom coroner akut jika tidak

ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat

siklooksigenase dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2.

Keduahal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.

5. Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa

Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The Antiplatelet

Trialists Colaboration" melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA

risiko tinggi dari14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis

yang dianjurkan ialah 160-325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik

"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal 3,4. Aspirin

suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yangmual atau muntah 4.

Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau

UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunka nkematian,

infark miokard, dan berulangnya angina pectoris.

6. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini

menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan

menurunkan viskositas darahdengan cara menghambat aksi ADP (adenosine

diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian iskemi.

Page 6: Laporan Pendahuluan Ska

Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46%kematian vaskular dan nonfatal

infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirinuntuk prevensi trombosis

dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalamiimplantasi stent

koroner. Pada pemasangan stent coroner dapat memicu terjadinyatrombosis,

tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100

mg/hari)bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh

hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5%

menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10-16% menjadi

0,2-5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan

trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura

trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitungsel darah lengkap

pada minggu II-III. Clopidogrel sama efektifnya denganTiclopidine bila

dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan

lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin,meskipun

tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000

pasienSKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah

17,22.Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi

sebagaian tiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40-60%

inhibisi dicapaidalam 3-7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in

Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel

secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian

iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product

Monograph New Plavix).

Rilantono (1996) menambahkan penanganan Sindrom Koroner akut

(SKA) meliputi:

1. Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru

yang lebihaman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah

pemantauannya (tanpaaPTT). Heparin mempunyai efek menghambat tidak

langsung pada pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi

platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir(1999) ialah 60 ug/kg bolus,

dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum bolus ,yaitu 4.000 ug/kg,

dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg.

2. Low Molecular Heparin Weight Heparin (LMWH): Diberikan pada APTS

atauNSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding

dengan UFH,yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability;

dose-independent clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk

menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi platelet; menurunkan faktor

Page 7: Laporan Pendahuluan Ska

von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah; tidak perlu

pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak

menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam

pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah

Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin untuk APTS dan

NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg)

kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama 6 hari: 2 x tiap 12 jam (Technical

Brochure of Fraxiparin . Sanofi-Synthelabo).

3. Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa

pengobatan jangka panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini.

Tak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin

saja (CHAMP Study, CARSTrial) sehingga tak dianjurkan pemberian

kombinasi Warfarin dengan Asparin.

4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada

NSTEMISKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi

koroner perkutan(IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan

meningkatkan efek reperfusi. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi

platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin,

ADP, kolagen, dan serotonin. Ada 3perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan

Eptifibatide yang diberikan secara intravena.Ada juga secara peroral, yakni

Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas

menurunkan kejadian coroner dengan segera, namun pemberianperoral jangka

lama tidak menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Secara

invitro, obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan untuk

mengurangi akibat disrupsi plak. Banyak penelitian besar telah dilakukan,

baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin,

maupun pada saat tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap

perlu diamati komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah platelet

(trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut trombositopenia

berat bila jumlah platelet < 50.000 ml4,17,26. Dasgupta dkk. (2000) meneliti

efek trombositopenia yang terjadi padaAbciximab tetapi tidak terjadi pada

Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang belum jelas. Diduga karena

Abciximab menyebabkan respons antibodi yang merangsang kombinasi

platelet meningkat dan menyokong terjadinya trombositopenia. Penelitian

TARGET menunjukkan superioritas Abciximab dibanding Agrastat dan tidak

ada perbedaan antara intergillin dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT

Page 8: Laporan Pendahuluan Ska

memprogram untuk persiapan IKP, ternyata hanya menguntungkan pada grup

APTS.

5. Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65

asam aminopolipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah

mencoba terapi terhadap12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun

tidak menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap mortalitas 17,28.

6. Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block

(LBBB) baru,dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18%

29, namun tidak menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI. Walaupun

tissue plasminogen activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis

penuh UFH adalah superior dari Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai

aliran normal pada daerah infark selama 90menit 30,31,32,33. Trombolitik

terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi artericoroner dan

mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena

mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2

penelitian besar membandingkan t-PA dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun

ternyata tidak ada perbedaandan risiko perdarahannya sama saja.

7. Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik kateterisasi

jantung saat ini juga semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui

pembuluh darah) daerah yang kekurangan atau bahkan tidak memperoleh

darah bisa dilaksanakan dengan membuka sumbatan pembuluh darah coroner

dengan balon dan lalu dipasang alat yang disebut stent. Dengan demikian

aliran darah akan dengan segera dapat kembali mengalir menjadi normal.