terapi ska 2

22
BAB I PENDAHULUAN Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan oleh karenanya diperlukan pedoman tatalaksana sebagai rangkuman penelitian yang ada Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan oleh karenanya diperlukan pedoman tatalaksana sebagai rangkuman penelitian yang ada. Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti 1

Upload: m-dimas-agung-azhari

Post on 14-Apr-2016

14 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ska

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Ska 2

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular yang utama

karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi. Banyak

kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan oleh karenanya diperlukan pedoman

tatalaksana sebagai rangkuman penelitian yang ada Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan

suatu masalah kardiovaskular yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit

dan angka kematian yang tinggi. Banyak kemajuan yang telah dicapai melalui penelitian dan

oleh karenanya diperlukan pedoman tatalaksana sebagai rangkuman

penelitian yang ada.

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner

yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan

tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi

trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white

thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total

maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih

distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga

memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan

iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit

menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).

Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.

Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya

iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis,

adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah

iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi

ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka

mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial

(Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat

diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP).

Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat

menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

1

Page 2: Terapi Ska 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tata Laksana Secara Umum

Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah coroner dengan

trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi

luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi jantung. Penderita SKA perlu penanganan

segera mulai sejak di luar rumah sakit sampai di rumah sakit. Pengenalan SKA dalam keadaan

dini merupakan kemampuan yang harus dimiliki dokter/tenaga medis karena akan memperbaiki

prognosis pasien. Tenggang waktu antara mulai keluhan-diagnosis dini sampai dengan mulai

terapi reperfusi akan sangat mempengaruhi prognosis. Terapi IMA harus dimulai sedini

mungkin, reperfusi/rekanalisasi sudah harus terlaksana sebelum 4-6 jam.

Pasien yang telah ditetapkan sebagai penderita APTS/NSTEMI harus istirahat di ICCU

dengan pemantauan EKG kontiniu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan

pada pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari

(finger pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah oksigenisasi

kurang (SaO2 <90%). Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan

nitrat, bila terjadi endema paru dan atau bila pasien gelisah. Penghambat ACE diberikan bila

hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan penyekat-β pada pasien dengan disfungsi

sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan pada pasien dengan diabetes. Dapat diperlukan

intra-aortic ballon pump bila ditemukan iskemia berat yang menetap atau berulang walaupun

telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas hemodinamik berat

2

Page 3: Terapi Ska 2

2.1.1 Terapi Farmakologi

Farmakoterapi SKA didasarkan pada pengetahuan tentang mekanisme, manifestasi klinis,

perjalanan alamiah dan patologis baik dari sisi selular, anatomis dan fisiologis dari kasus SKA

yang hendak diobati dan pengertian yang mendalam, luas serta profesional tentang farmakologi

obat yang akan digunakan.

Pada prinsipnya terapi pada kasus SKA ditujukan untuk mengatasi nyeri angina dengan

cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard akut atau

kematian mendadak. Oleh karena setiap kasus berbeda derajat keparahan atau riwayat

penyakitnya, maka cara terapi terbaik adalah individualisasi dan bertahap, dimulai dengan masuk

rumah sakit (ICCU) dan istirahat total (bed rest).

2.2 Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:

Anti Iskemia

2.2.1 Penyekat Beta (Beta blocker).

Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap reseptor beta-1

yang mengakibatka turunnya konsumsi oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan

3

Page 4: Terapi Ska 2

pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan

disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan

injeksi.

Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika terdapat

hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat kontra indikasi penyekat beta oral

hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama . Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua

pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada kontra indikasi .Pemberian penyekat beta

pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta kronis yang datang dengan SKA tetap

dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip ≥III . Beberapa penyekat beta yang sering

dipakai dalam praktek klinik dapat dilihat pada tabel

2.2.2 Nitrat.

Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan

berkurangnya preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen

miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang

normal maupun yang mengalami aterosklerosis.

1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode angina

2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjutsebaiknya mendapat nitrat

sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan

penggunaan nitrat intravena jika tidak ada kontra indikasi

4

Page 5: Terapi Ska 2

3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau hipertensi

dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh

menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat

beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I)

4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30 mmHg

di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung,

atau infark ventrikel kanan

5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase:

sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah

pemberian vardenafil belum dapat ditentukan

2.2.3 Calcium channel blockers (CCBs).

Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa

efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan diltiazem mempunyai efek

terhadap SA

Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB

tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB, terutama

golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi

menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang

dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina.

1. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien yang telah

mendapatkan nitrat dan penyekat beta

5

Page 6: Terapi Ska 2

2. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI dengan kontra indikasi

terhadap penyekat beta

3. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai pengganti terapi

penyekat beta

4. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik

5. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak direkomendasikan

kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta.

2.2.4 Antiplatelet

1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanpa kontra indikasi dengan dosis loading 150-

300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa

memandang strategi pengobatan yang diberikan

2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan

dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontra indikasi seperti risiko perdarahan berlebih

3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama DAPT (dual

antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien

dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien

dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta konsumsi bersama

dengan antikoagulan atau steroid

4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan sejak kejadian

indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis

5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian iskemik sedang

hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg

dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini

6

Page 7: Terapi Ska 2

juga dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel

kemudian dihentikan)

6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan ticagrelor. Dosis

loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari

7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti dosis

tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima strategi

invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor

8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu dipertimbangkan

untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko perdarahan yang meningkat

9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu menjalani

pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu dipertimbangkan penundaan

pembedahan selama 5 hari setelah penghentian pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara

klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat risiko kejadian iskemik yang tinggi

10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau dilanjutkan) setelah

pembedahan CABG begitu dianggap aman

11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX- 2 selektif dan

NSAID non-selektif )

2.2.5 Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa

Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor glikoprotein

IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian iskemik dan perdarahan .

Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang

telah mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin, trombus yang

terlihat) apabila risiko perdarahan rendah. Agen ini tidak disarankan diberikan secara rutin

sebelum angiografi atau pada pasien yang mendapatkan DAPT yang diterapi secara konservatif.

7

Page 8: Terapi Ska 2

2.2.5 Antikogulan.

Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.

1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan terapi antiplatelet

2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan

profil efikasi-keamanan agen tersebut.

3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang paling

baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan

4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH (85

IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat reseptor GP

Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP

5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan

rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia

6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat molekul

rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan apabila

fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia

7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu dilanjutkan

hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit

8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan

8

Page 9: Terapi Ska 2

2.2.6 Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan

1. Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko perdarahan

dan oleh karena itu harus dipantau ketat .

2. Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi dapat diberikan

bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih targen INR terendah yang masih

efektif.

3. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada penderita tua atau

yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5 lebih terpilih

2.2.7 Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin

Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangiremodeling

dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard yang disertai gangguan fungsi

sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien

dengan karakteristik tersebut, walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah

terbukti menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.

1. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali ada kontra

indikasi, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan diabetes

mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK)

9

Page 10: Terapi Ska 2

2. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain seperti di atas. Pilih

jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah direkomendasikan berdasarkan penelitian yang ada

3. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark mikoard yang intoleran

terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%, dengan atau tanpa

gejala klinis gagal jantung

2.2.8 Statin

Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet,

inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semua

penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak

terdapat kontra indikasi. Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar

rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL .

Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.

2.3 Defibrilator

Defibrillator adalah alat yang digunakan untuk memberikan terapi energi listrik dengan

dosis tertentu ke jantung pasien melalui electrode (pedal) yang ditempatkan di permukaan

dinding dada pasien. Sedangkan tindakan pengobatan definitif untuk mengancam jantung

aritmia-hidup, fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel pulseless disebut defibrillasi. Ini

merupakan depolarizes massa kritis dari otot jantung, mengakhiri aritmia, dan memungkinkan

irama sinus normal untuk dibangun kembali dengan alat pacu jantung alami tubuh, di node

sinoatrial jantung. Terapi listrik merupakan tindakan yang sangat penting dalam tatalaksana

kegawat daruratan kardiovaskular.

10

Page 11: Terapi Ska 2

2.3.1 Defibrilasi

Defibrilasi segera merupakan tindakan yang sangat penting dalam penanganan pasien

henti jantung. Irama paling sering yang terdeteksi pada pasien henti jantung adalah ventricular

fibrillation dan terapi terpenting adalah defibrilasi elektrik. Keberhasilan defibrilasi akan

menurun ketika henti jantung berjalan lama dan VF akan cenderung berubah menjadi asistol

dalam beberapa menit. Angka kematian akan eningkat 7-10% untuk setiap menit yang terlewati

pada pasien henti jantung akibat VF, penolong harus mampu menggabungkan resusitasi jantung

paru dengan penggunaan defibrillator.

2.3.2 Defibrilasi dan Tingkat Energi

Proses defibrilasi mencakup penghantaran energy listrik melalui dinding dada menuju ke

jantung untuk memadamkan aliran-airan listrik ”liar” sel-sel miokard. Pengaturan energy untuk

defibrillator diatur untuk menyediakan energy dengan tingkat terendah namun masih efektif

untuk menghilangkan VF. Karena defibrilasi merupakan sebuah proses elektrofisiologis yang

terjadi dalam 300-500 milidetik setelah pengantaran energy, istilah defibrilasi didefinisikan

sebagai hilang nya VF selama kurang lebih 5 detik setelah dilakukan kejutan listrik VF

seringkali kembali setelah kejut listrik berhasil namun ini tidak dikategorikan dalam kegagalan

kejut listrik.

Defibrillator modern diklasifikasikan berdasarkan 2 tipe bentuk gelombang, monofasik

dan bifasik. Defibrillator monofasik adalah yang pertama kali muncul, tapi defibrillator bifasik

paling banyak digunakan akhir-akhir ini. Tingkat energy bervariasi dihubungkan dengan peluang

yang lebih tinggi untuk kembalinya irama secara spontan. Defibrillator gelombang monofasik

menhantarkan energy dengan satu polaritas. Gelombang monofasik sinusoidal lemnali ke nergi

nol secara bertahap( monofasik damped sinusoidal –MDS) atau mendadak (monophasic

truncated exponential waveform-MTE)

Defibrillator gelombang bifasik menggunakan satu dari dua gelombang dan setiap

gelombang terbukti efektif menghilangkan VF dengan dosis tertentu. Pada dosis yang sama atau

lebih rendah dari gelombang monofasik, diketahui bahwa gelombang bifasik lebih aman dan

efektif untuk menghilangkan VF. Satu kejut defibrilasi bifasik setara bahkan lebih baik dari tiga

kali kejut defibrilasi monofasik.

11

Page 12: Terapi Ska 2

2.3.3 Energi Kejut

Saat ini sudah jelas bahwa kejut dengan menggunakan gelombang bifasik energy rendah

maupun energy besar sama efektifnya . dosis kejut ideal menggunakan alat bifasik harus sesuai

rentang dosis yang diketahui efektif. Pada defibrillator bifasik, penggunaan energy sebesar 150-

200 J menggunakan bentuk gelombang bifasik eksponensial yang diperpendek atau 120 J

menggunakan gelombang bifasik rectilinear adalah besaran energy yang dapat diterima untuk

kejut awal. Untuk kejutan kedua dan selanjutnya, gunakan energy yang sama atau lebih besar,

namun sebaiknya menggunakan energy sesuai anjuran pabrik ( atau yang deprogram oleh

pembuatan AED). Bila provider menggunakan defibrillator manual bifasik tidak mengetahui

rentang dosis yang efektif untuk mengatasi VF, penolong dapat menggunakan pilihan dosis 200 J

untuk awal dan dosis sama selanjutnya. Bila digunakan defibrillator monofasik, pilih dosis 360 J

untuk semua kejutannya.

2.3.4 Elektroda

Bila lempeng elektroda digunakan menggantikan lembaran pads, lempeng tersebut harus

terpisah dan pasta atau gel yang digunakan jangan disapukan kebagian dada yang tidak menjadi

tempat perlekatan. Lempeng elektroda atau defibrilator yang disertai perekat sama efektifnya

dengan lempeng yang menggunakan pasta atau gel dan dapat ditempatkan sebelum terjadi

serangan jantung yang memungkinkan untuk melakukan pemantauan dan kemudian pemberian

kejutan secara cepat bila dibutuhkan. Penggunaan lempeng dengan perekat harus lebih ering

dilakukan daripada lempeng standar.

Saat memberikan kardioversi atau defibrilasi pada pasien dengan pacu jantung permanen

atau ICD, jangan meletakkan elektroda diatas atau dekat dengan generatornya, karena defibrilasi

dapat menyebabkan malfungsi pacu jantung tersebut. Berikan jarak minimal 5 cm dari alat pacu

jantung atau ICD bila memungkinkan.

Jangan menempatkan lempeng elektroda tepat diatas lembar medikasi transdermal karena

lembaran tersebut dapat menghambat penghantaran energi dari lempeng ke jantung dan

menyebabkan luka bakar pada kulit. Lepaskan lembar medikasi dan bersihkan daerah tersebut

sebelum menempelkan lempeng elektroda.

12

Page 13: Terapi Ska 2

2.3.5 Kardioversi Tersinkronisasi

Kardioversi tersinkronisasi adalah hantaran kejut yang bersamaan denga kompleks RS.

Sinkronisasi ini menghindarkan hantaran kejut selama masa refrakter relatif siklus jantung.

Energi yang digunakan untuk kejut sinkronisasi lebih rendah dari pada yang digunakan untuk

kejut yang tidak tersinkronisasi (defibrilasi).

Hantaran kejut tersinkronisasi diindikasikan untuk mengobati takiaritmia yang tidak

stabil yang berhubungan dengan pembentukan kompleks QRS dan irama nadi. Pasien yang tidak

stabil memperlihatkan tanda-tanda perfusi yang jelek termasuk status mental yang berubah, nyeri

dada yang berlanjut, hipotensi atau tanda lain syok dan edema paru.

Kardioversi tersinkronisasi tidak digunakan pada pengobatan VF, VT tanpa nadi atau VT

polomorfik (iregular). Irama ini membutuhkan hantaran kejut tidak tersinkronisasi energi tinggi.

Dosis energi awal yang direkomendasikan untuk kardioversi atrial fibrilasi adalah 120-

200 J. Sedangkan kardioversi untuk atial flutter dan supraventrikular takikardia alinnya secara

umum membutuhkan energi yang lebih rendah : yakni 50-100J. Jika dengan dosis 50J awal

gagal. Penolong sebaiknya meningkatkan dosis secara bertahap. Pada anak-anak dapat diberikan

energi awal 0,5 – 1 JKG untuk SVT, dengan dosis maksimal 2 J/Kg. Dosis untuk anak-anak

direkomendasikan energi awal 0,5-1 J/Kg, dengan dosis maksimal 2 J/Kg sama pada SVT.

2.3.6 Automated External Defibrilator – AED ( defibrilator Eksternal Otomatis)

AED adalah alat yang diprogram oleh komputer menggunakan bantuan suara dan visual

untuk memandu tenaga kesehatan melakukan defibrilassi VF secara aman. AED tidak berguna

pada serangan yang tidak desibabkan oleh VT/VF tanpa nadi dan hal ini tidak efektif untuk

penatalaksanaan iraa yang tidak dapat diberi terapi kejut yang mungkin terjadi setelah VF.

AED memiliki prosesor mikro yang menganalisis berbagai sinyal EKG, termasuk

frekuensi, amplitudo dan beberapa integrasi frekuensi dan amplitudo seperti lekuk atau

morfologi gelombang. AED sangat akurat dalam menganalisis irama. Walau AED tidak

dirancang untuk memberikan kejutan listrik tersinkronisasi, tetapi AED akan menganjurkan

untuk melakukan kejutan tidak tersinkronisasi pada VT monomorfik dan polimorfik bila

kekerapan dan morfologi gelombang R melampaui niilai normal.

13

Page 14: Terapi Ska 2

2.3.7 Pacing

Pacing tidak direkomendasikan pada pasien dengan asistol. Pacing dapat dilakukan pada

pasien-pasien dengan bradikardia simptomatik. Transkutaneus pacing direkomendasikan untuk

pengobatan bradikardia simptomatis jika teraba nadi. Penyedia sarana kesehatan harus

mempersiapkan pacing awal pada pasien tidak berespon dengan atropin. Pacing segera

diindikasikan pada pasien dengan gejala berat terutama adanya blok dibawah his purkinje. Jika

tidak berefek dengan transkutaneus pacing maka dianjurkan pemasangan transvenous pacing.

14

Page 15: Terapi Ska 2

Daftar Pustaka

1. Anonim. Buku panduan kursus bantuan hidup jantung lanjut. ACLS Indonesia. 2015

2. Perhimpunan Dokter spesialis jantung Indonesia. Pedoman tatalaksana sindroma coroner

akut. Edisi ke-3. 2015

15