laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan

47
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M DENGAN CA CERVIKS II A, TROMBOSITOPENIA DAN ANEMIA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Departemen Maternitas di Ruang 9 RSSA Malang Disusun oleh: NOVITA WULAN DARI 115070200111048 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: merchilliea-esonavy-gyana

Post on 05-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kj

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M DENGAN CA CERVIKS II A,

TROMBOSITOPENIA DAN ANEMIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Departemen Maternitas

di Ruang 9 RSSA Malang

Disusun oleh:

NOVITA WULAN DARI

115070200111048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M DENGAN CA CERVIKS II A

TROMBOSITOPENIA DAN ANEMIA

DEPARTEMEN MATERNITAS

Di Ruang 9 RSSA Malang

Oleh :

NOVITA WULAN DARI

NIM. 115070200111048

Telah diperiksa dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Menyetujui,

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

(..................................................) (..............................................)

CANCER CERVIKS

1. Definisi

Suatu keadaan dimana sel kehilangan kemampuanya dalam mengendalikan

kecepatan pembelahan dan pertumbuhannya (Prawiroharjo, Sarwono: 1994). Kanker

serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari

adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal

disekitarnya (FKUI, 1990;FKPP, 1997). Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang

berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan

mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang

terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang

merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama

atau vagina.

Kanker Serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim/serviks yang abnormal

dimana sel-sel ini mengalami perubahan kearah displasia atau mengarah keganasan.

Kanker ini hanya menyerang wanita yang pernah atau sekarang dalam status sexually

active. Tidak pernah ditemukan wanita yang belum pernah melakukan hubungan seksual

pernah menderita kanker ini. Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur,

terutama paling banyak pada wanita yang berusia 35-55 tahun.

Kanker serviks atau sering dikenal dengan kanker mulut rahim/kanker serviks

adalah kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita

yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan

liang senggama (vagina).

Stadium Ca cerviks berdasarkan FIGO (International of Gynecology and Obstetrics):

Stadium I : Kanker leher rahim hanya terdapat pada daerah leher rahim (serviks)

Stadium IA : Kanker invasive didiagnosis melalui mikroskopik (menggunakan

mikroskop), dengan penyebaran sel tumor mencapai lapisan stroma tidak lebih dari

kedalaman 5 mm dan lebar 7 mm

*) Stadium IA1 Invasi lapisan stroma sedalam 3 mm atau kurang dengan lebar 7

mm atau kurang

*) Stadium IA2 Invasi stroma antara 3-5 mm dalamnya dan dengan lebar 7 mm

atau kurang

Stadium IB : tumor yang terlihat hanya terdapat pada leher rahim atau dengan

pemeriksaan mikroskop lebih dalam dari 5 mm dengan lebar 7 mm

*) Stadium IB1 Tumor yang terlihat sepanjang 4 cm atau kurang

*) Stadium IB2 Tumor yang terlihat lebih panjang dari 4 cm

Stadium II : Kanker meluas keluar dari leher rahim namun tidak mencapai dinding panggul.

Penyebaran melibatkan vagina 2/3 bagian atas

Stadium IIA : Kanker tidak melibatkan jaringan penyambung (parametrium) sekitar

rahim, namun melibatkan 2/3 bagian atas vagina

Stadium IIB : Kanker melibatkan parametrium namun tidak melibatkan dinding

samping panggul

Stadium III : Kanker meluas sampai ke dinding samping panggul dan melibatkan 1/3 vagina

bagian bawah. Stadium III mencakup kanker yang menghambat proses berkemih sehingga

menyebabkan timbunan air seni di ginjal dan berakibat gangguan ginjal

Stadium IIIA Kanker melibatkan 1/3 bagian bawah vagina namun tidak meluas

sampai dinding panggul

Stadium IIIB Kanker meluas sampai dinding samping vagina yang menyebabkan

gangguan berkemih sehingga berakibat gangguan ginjal

Stadium IV : Tumor menyebar sampai ke kandung kemih atau rectum, atau meluas

melampaui panggul

Stadium IVA : Kanker menyebar ke kandung kemih atau rectum

Stadium IVB : Kanker menyebar ke organ yang jauh

Klasifikasi berdasarkan mikroskopis dan makroskopis

Mikroskopis

1. Displasia

Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat terjadi

pada dua pertiga epidermihampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.

2. Stadium karsinoma insitu

Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis

menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks,

peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.

3. Stadium karsionoma mikroinvasif.

Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat

juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5

mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada

skrining kanker.

4. Stadium karsinoma invasif

Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk

sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan

meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium

dan korpus uteri.

5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks

Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi

setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah

nekrosis dan perdarahan.

Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke

forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium

Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah

bentuk menjadi ulkus.

Markroskopis

1. Stadium preklinis

Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa

2. Stadium permulaan

Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum

3. Stadium setengah lanjut

Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio

4. Stadium lanjut

Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan

jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

Klasifikasi Klinis

Keganasan menurut system TNT

2. Faktor Resiko

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko

dan predisposisi yang menonjol, antara lain :

Umur pertama kali melakukan hubungan seksual / Menikah atau memulai aktivitas

seksual pada usia muda (kurang dari 18 tahun).

Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual

semakin besar mendapat kanker serviks.

Jumlah kehamilan

Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering

partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.

Jumlah perkawinan

Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan

mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini. Rangsangan terus

menerus pada leher rahim, misalnya karena frekuensi hubungan yang cukup tinggi, bisa

juga merupakan hal yang membahayakan. Bisa terjadi radang atau luka, termasuk yang

disebabkan oleh trikomonas vaginalis dan adanya benda-benda yang merangsang leher

rahim. Ini potensial menyebabkan kanker di kemudian hari.

Infeksi virus

Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata

diduga sebagai factor penyebab kanker serviks. Banyak yang meyakini beberapa virus

seperti Herpes virus tipe 2 atau Human Papillomavirus (HPV) merupakan salah satu

faktor penyebab timbulnya kanker leher rahim. Resiko memperoleh virus ini tentu akan

makin meningkat seiring dengan rajinnya seseorang berganti-ganti pasangan. Suatu

survei yang pernah dilakukan, memperoleh hasil bahwa jika seorang perempuan

mempunyai pasangan atau mitra seksual sebanyak 6 orang atau lebih, resiko ia

menderita kanker serviks meningkat menjadi hingga lebih dari 10 kali lipat.

Social ekonomi

Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor

sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada

golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini

mempengaruhi imunitas tubuh.

Hygiene dan sirkumsisi

Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang

pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak

terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.

Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)

Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan

berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian

menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus

terbentuknya kanker serviks.

Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama

Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun

dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin

dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena jaringan leher rahim merupakan

salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004,

telah dilakukan studi epidemiologis tentang hubungan antara kanker leher rahim dan

penggunaan kontrasepsi oral. Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral

terhadap risiko kanker leher rahim masih kontroversional. Sebagai contoh, penelitian

yang dilakukan oleh Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil

studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau

mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil penelitian tidak memperlihatkan

hubungan dengan nilai p>0,05.

Nutrisi

Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat

mencegah kanker. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat, vitamin C,

vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.

Vitamin E, vitamin C, dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat.

Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang

terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia.

3. Manifestasi Klinis

Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah perdarahan melalui vagina, umumnya

perdarahan yang terjadi berupa perdarahan pasca senggama (hubungan seksual),

walaupun dapat juga timbul sebagai perdarahan yang tidak teratur atau perdarahan

sesudah menopause. Pada penderita dengan stadium yang lebih lanjut penderita akan

sering mengeluhkan keputihan yang berwarna putih atau kuning kehijauan yang berbau

busuk yang sangat khas dan tidak rasa gatal, dapat disertai dengan keluhan cepat lelah,

kehilangan berat badan dan pucat/anemia bila perdarahan yang terjadi cukup banyak. Bila

telah terjadi stadium lanjut atau telah ada penyebaran dari sel-sel kanker ke organ lain maka

dapat ditemukan gejala seperti sesak nafas, nyeri pada tulang dan sendi atau keluhan saat

buang air kecil.

Manifestasi Klinis CA Serviks:

Metroragia

Kepitihan warna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal

Perdarahan pascacoitus

Perdarahan spontan

Adanya bau busuk yang khas

Obstruksi tital vesika urinaria

Pada yang lebih lanjut ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan, anemia

Gejala kanker serviks stadium lanjut meliputi:

Sakit punggung

Patah tulang

Kelelahan

Perdarahan berat dari vagina

Bocornya urine atau feses dari vagina

Kaki sakit

Kehilangan nafsu makan

Sakit panggul

Salah satu kaki bengkak

4. Pemeriksaan Diagnostik

Sitologi

Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat

untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan

dengan baik. Sitodiagnosis didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan

secara terus menerus dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sitologi

adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian

diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik. Sediaan sitologi harus

meliputi komponen ekto- dan endoserviks. Untuk mendapatkan informasi sitologi yang

baik dianjurkan melakukan beberapa prosedur. Sediaan harus diambil sebelum

pemeriksaan dalam, spekulum yang dipakai harus kering tanpa pelumas. Komponen

endoserviks didapat dengan menggunakan ujung spatula Ayre yang tajam atau kapas

lidi, sedangkan komponen ektoserviks dengan ujung spatula Ayre yang tumpul. Sediaan

segera difiksasi dalam alkohol 96% selama 30 menit dan dikirim ke laboratorium sitologi

terdekat. Pemeriksaan ini menilai perubahan morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi.

Kolposkopi

Peranan tes Pap tidak diragukan lagi sebagai metode yang paling praktis dalam skrining

kanker serviks.Pemeriksaan tes Pap abnormal harus didukung oleh pemeriksaan

histopatologik sebelum melakukan terapi definitif. Kolpos-kopi adalah pemeriksaan

dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah

mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya (pembesaran 6-40

kali).Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel-sel yang mengalami

eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang

mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di jaringan

serviks. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosis histologik tetapi

menetukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan ini dapat

mempertinggi ketepatan diagnosis sitologi menjadi hampir mendekati 100%.

Biopsi

Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika SSK terlihat seluruhnya dengan kolposkopi.Jika

SSK tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian sehingga kelainan di dalam

kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi .Biopsi

harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi harus tajam sehingga harus diawetkan

dalam larutan formalin 10 %.

Konisasi

Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga

yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu

ke- rucut.Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan

kuretase.Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi.

Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes

Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol (yodium 5g, kalium

yodida 10g, air 100 ml) dan eksisi dilakukan di luar daerah dengan tes positif (daerah

yang tidak berwarna oleh larutan lugol). Konisasi diagnostik dilakukan pada keadaan-

keadaan sebagai berikut :

Proses dicurigai berada di endoserviks

Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi

Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen biopsy

Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik

Servikografi

Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.

fotografi diambil oleh dokter, perawat,atau tenaga kesehatan lainnya, dan slide

(servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika

tidak tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan

disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash)

Pemeriksaan visual langsung

Pada daerah di mana fasilitas pemeriksaan sitologi dan kolposkopi tidak ada, maka

pemeriksaan visual langsung dapat digunakan untuk mendeteksi kanker secara

dini.Sehgal dkk tahun 1991 di India melakukan pemeriksaan visual langsung disertai

pemeriksaan sitologi dan kolposkop. Kanker dini dicurigai sebanyak 40-50% dengan

visual langsung, sedang pemeriksaan sitologi dan kolposkopi dapat mendeteksi masing-

masing sebanyak 71% dan 87%.

Gineskopi

Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat

digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan

kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan

asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu

sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994

membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920

pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive

positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan

akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga

paramedik/bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak

ada.

5. Penatalaksanaan Klinis

Pada kanker mulut rahim yang dapat terdeteksi dini dan masih dalam stadium awal maka dapat

langsung dilakukan operasi pengangkatan pada bagian yang terkena kanker, namun bila telah mencapai

stadium yang lebih tinggi selain operasi juga harus dilakukan radiasi atau penyinaran sinar x pada tempat yang

terkena dan bila telah terjadi penyebaran sel kanker harus dilakukan kemoterapi yaitu berupa penyuntikan zat

yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker.

STADIUM GEJALA KLINIS PENGOBATANKETAHANAN HIDUP

(dalam tahun)

0 Sel tumor masih berukuran

sangat kecil dan baru

mengenai lapisan sel

terluar dari leher rahim,

belum ada

keluhan klinis

Biasanya ditemukan

dari pemeriksaan

papsmear.

Dilakukan operasi

pengangkatan pada

bagian leher rahim

yang terkena (biopsy

kerucut)

Bila kanker cepat

terdiagnosa dan

segera diobati maka

sel kanker dapat

diangkat seluruhnya

I (terbagi

menjadi

Ia, Ib)

Telah terjadi proses

penyebaran dari sel tumor

yang terbatas pada leher

rahim dengan luas kanker

3-5 cm, gejala klinis belum

begitu jelas dapat berupa

keputihan atau perdarahan

antar haid

Biopsi kerucut

dilanjutkan dengan

pemeriksaan jaringan,

bila penyebaran sel

cukup luas dilakukan

pengangkatan rahim

85 %

II (terbagi

menjadi

IIa, IIb)

Proses keganasan telah

keluar dari leher rahim dan

menjalar ke 2/3 bagian atas

dari vagina, muncul gejala

klinis yang jelas

seperti keputihan,

perdarahan sesudah

senggama atau

perdarahan spontan.

Pengangkatan rahim

beserta klenjar yang

ada disekitarnya

dilanjutkan dengan

radioterapi (radiasi)

60%

III (terbagi

menjadi

IIIa, IIIb)

Penyebaran sel kanker

telah sampai bagian bawah

dari

vagina serta dinding

panggul tidak jarang

ditemukan ginjal

yang telah membengkak

karena penyebaran sel

Pengangkatan rahim

dilanjutkan dengan

radioterapi.

45 %

tumor menyebabkan

gangguan pada aliran

urine, gejal klinis sangat

jelas, selain perdarahan

spontan juga mulai timbul

bau

yang busuk dari vagina

akibat dari sel kanker yang

mati dan

membusuk.

IV (terbagi

menjadi

IVa, IVb)

Proses keganasan telah

keluar dari panggul bisa

sampai ke usus, kandung

kencing atau bahkan

ketempat yang lebih

jauh seperti tulang, otak

atau paru. Muncul keluhan

lain

seperti cepat lelah,

penurunan berat badan

drastis, anemia karena

perdarahan, tidak

bisa kencing karena

hambatan sel kanker

dikandung kencing,

atau sesak nafas karena

penyebaran kanker ke

paru-paru.

Radioterapi dan

kemoterapi

18 %

- Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),

seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui

LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan

tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh,

dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1

tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana

untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi, yaitu suatu tindakan

pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah

satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi

FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,

dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas

dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal, dan hepar.

- Terapi penyinaran (radioterapi)

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan

parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya

diobati dengan radiasi. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang

masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi

untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis

radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan

penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5

hari/minggu selama 5-6 minggu. Kedua adalah melalui radiasi internal yaitu zat

radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks.

Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.

Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi

penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan

ovarium berhenti berfungsi.

- Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus,

tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel

kanker dan menghambat perkembangannya. Dalam beberapa kasus, kemoterapi

diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak

mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi

digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Contoh

obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide

Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain.

Penataksaan kanker serviks dilihat dari fasenya :

a. Kanker serviks pra invasive (stadium dysplasia dan karsinoma in situ)

Diterapi secara konservatif dengan bedah krio, elektrokauter, laser.LEEP (loop

electrosurgical excision procedure) atau ionisasi serviks

b. Karsinoma serviks terlokalisir (stadium I sampai II A)

Diterapi dengan pembedahan saja, radiasi saja atau kombinasi keduanya. Terapi

pembedahannya meliputi histerektomi radikal dengan limfadenektomi bilateral.

c. Karsinoma serviks lanjut (stadium II B sampai IV )

Diterapi dengan radiasi saja dengan pemberian kemoterapi, zat-zat radiosensitive,

oksigen hiperbarik.

6. Pencegahan

Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa mencegahnya. Anda

dapat melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya

menderita kanker serviks. Beberapa cara praktis yang dapat Anda lakukan dalam

kehidupan sehari-hari antara lain:

Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk

merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena,

vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker leher

rahim.

Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat

meningkatkan risiko terkena kanker serviks.

Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.

Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan

menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.

Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.

Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smearbahkan

sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.

Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih murah dari Pap

smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.

Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.

Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini

dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli.Tujuannya untuk

membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.

7. Trombositopenia

Trombositopenia adalah suatu keadaan jumlah trombosit darah perifer kurang dari

normal yang disebabkan oleh menurunnya produksi, distribusi abnormal, destruksi trombosit

yang meningkat. Klasifikasi trombositopenia adalah :

a. Trombositopenia artifaktual

1) Trombosit bergerombol (Platelet clumping) disebabkan oleh anticoagulant-dependent

immunoglobulin (Pseudotrombositopenia)

2) Trombosit satelit (Platelet satellitism)

Trombosit menempel pada sel PMN Leukosit yang dapat dilihat pada darah dengan

antikoagulan EDTA. Platelet satellism tidak menempel pada limfosit, eosinofil, basofil,

monosit. Platelet satellism tidak ditemukan pada individu normal ketika plasma,

trombosit, dan sle darah putih dicampur dengan trombosit dan sel darah putih atau

trombosit (Carl R. Kjeldsberg and John swanson, 1974). Trombosit diikat oleh suatu

penginduksi (obat, dll.) sebagai antigen sehingga dikenali oleh sel PMN leukosit yang

mengandung antibody sehingga terjadi adhesi trombosit pada PMN leukosit.

3) Giant Trombosit (Giant Platelet)

Giant trombosit terdapat pada apusan darah tepi penderita ITP (I Made Bakta, 2006).

Trombosit ini berukuran lebih besar dari normal.

b. Penurunan Produksi Trombosit

1) Hipoplasia megakariosit

2) Trombopoesis yang tidak efektif

3) Gangguan kontrol trombopoetik

4) Trombositopenia herediter

c. Peningkatan destruksi Trombosit

1) Proses imunologis

a) Autoimun, idiopatik sekunder : infeksi, kehamilan, gangguan kolagen vaskuler,

gangguan limfoproliferatif.

b) Alloimun : trombositopenia neonates, purpura pasca-transfusi.

2) Proses Nonimunologis

a) Trombosis Mikroangiopati : Disseminated Intravascular Coagulation

(DIC), Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP), Hemolytic-Uremic

Syndrome (HUS).

b) Kerusakan trombosit oleh karena abnormalitas permukaan vaskuler:

infeksi, tranfusi darah massif, dll.

3) Abnormalitas distribusi trombosit atau pooling

a) Gangguan pada limpa (lien)

b) Hipotermia

c) Dilusi trombosit dengan transfuse massif (Ibnu Puwanto, 2006)

Gejala Klinis dari tromositopenia adalah

a. AT<100.000/μL

b. Diatesis hemoragik yang merupakan akibat yang timbul karena kelainan faal hemostasis

yaitu kelainan patologik pada dinding pembuluh darah mengakibatkan:

1) Simple easy bruising (mudah memar)

2) Purpura senilis, karena atrofi jaringan penyangga pembuluh darah kulit terlihat

terutama pada aspek dorsal lengan bawah atau tangan.

3) Purpura steroid, karena terpai steroid yang mengakibatkan atrofi jaringan ikat

penyangga kapiler bawah kulit sehingga pembuluh darah mudah pecah.

4) Scurvy, yaitu terjadi pada defisiensi vitamin C, zat intersel yang tidak sempurna

dapat menyebabkan petechie perifolikular, memar, dan perdarahan mukosa

c. Ditemukan adanya petechie, yaitu perdarahan yang halus terjadi di bawah kulit yang

akan manifes dengan gesekan yang lemah. Petechie timbul sebab jumlah trombosit yang

ada tidak mencukupi untuk membuat sumbat trombosit dan karena penurunan resistensi

kapiler darah.

8. Anemia

A. Definisi Anemia

Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan/atau masa hemoglobin

yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.

Secara laboratories, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta

hitung eritrosit dan hematokrit di bawah normal.

Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas hemoglobin atau

hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas tersebut sangat dipengaruhi oleh

usia, jenis kelamin, dan ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut. Batasan umum

yang digunakan adalah kriteria WHO pada tahun 1968. Dinyatakan sebagai anemia bila

terdapat nilai dengan kriteria sebagai berikut :

Laki-laki dewasa Hb <13 gr/dL

Perempuan dewasa tidak hamil Hb <12 gr/dL

Perempuan hamil Hb <11 gr/dL

Anak usia 6-14 tahun Hb <12 gr/dL

Anak usia 6 bulan-6 tahun Hb <11 gr/dL

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada umumnya dinyatakn

anemia bila tedapat nilai sebagai berikut :

Hb <10 gr/dL

Hematokrit <30%

Eritrosit <2,8 juta/mm3

(Handayani & Haribowo, 2008)

B. Epidemiologi Anemia

Perkiraan prevalensi anemia di Indonesia menurut Husaini, dkk. tergambar dalam tabel di bawah ini :

Kelompok Populasi Angka Prevalensi

Anak prasekolah 30-40%

Anak usia sekolah 25-35%

Dewasa tidak hamil 30-40%

Hamil 50-70%

Laki-laki dewasa 20-30%

Pekerja berpenghasilan rendah 30-40%

Untuk angka prevalensi anemia di dunia sangat bervariasi, bergantung pada geografi

dan taraf sosial ekonomi masyarakat (Handayani & Haribowo, 2008).

C. Derajat Anemia

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai

adalah sebagai berikut :

- Ringan sekali Hb 10 gr/dL-13 gr/dL

- Ringan Hb 8 gr/dL-9,9 gr/dL

- Sedang Hb 6 gr/dL-7,9 gr/dL

- Berat Hb <6 gr/dL

(Handayani & Haribowo, 2008)

D. Manifestasi Klinis Anemia

a. Gejala umum

Gejala umum disebut juga sebagai sindrom anemia atau anemic syndrome. Gejala

umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis

anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik

tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi

tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan

menurut organ yang terkena, yaitu sebagai berikut :

1) Sistem kardiovaskular : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat

beraktivitas, angina pectoris, dan gagal jantung.

2) Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,

kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.

3) Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.

4) Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta

rambut tipis dan halus.

b. Gejala khas masing-masing anemia

1) Anemia defisiensi besi : disfagia, atropi papil lidah, stomatitis angularis.

2) Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue).

3) Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali.

4) Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.

c. Gejala akibat penyakit dasar

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemi. Gejala ini timbul karena

penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut, misalnya anemia defisiensi besi

yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti

pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.

(Handayani & Haribowo, 2008)

E. Pemeriksaan Diagnostik Anemia

1) Pemeriksaan laboratorium hematologis

Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai berikut :

a. Tes penyaring : tes ini dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.

Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi

anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen

berikut ini :

- Kadar hemoglobin

- Indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC)

- Apusan darah tepi

b. Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada

sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi laju endap

darah (LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.

c. Pemeriksaan sumsum tulang : Pemeriksaan ini harus dilakukan pada sebagian

besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosis definitive meskipun ada

beberapa kasus yang diagnosisnya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum

tulang.

d. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini akan dikerjakan jika telah

mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk

mengonfirmasi dugaan diagnosis tersebut. Pemeriksaan tersebut meliputi

komponen berkiut ini :

- Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin

serum

- Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12

- Anemia hemolitik : hitung retikulosit, tes Coombs, dan elektroforesis Hb

- Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia

2) Pemeriksaan laboratorium nonhematologis

- Faal ginjal

- Faal endokrin

- Asam urat

- Faal hati

- Biakan kuman

3) Pemeriksaan penunjang lain

- Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi

- Radiologi : torak, bone survey, USg, atau limfangiografi

- Pemeriksaan sitogenetik

- Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = polymerase chain reaction, FISH =

fluorescence in situ hybridization)

(Handayani & Haribowo, 2008)

F. Penatalaksanaan Medis Anemia

d. Terapi gawat darurat

Pada kasus anema dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus

segera diberikan terapi darurat dengan transfuse sel darah merah yang dimampatkan

(PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut.

e. Terapi khas untuk masing-masing anemia

Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi untuk

anemia defisiensi besi.

f. Terapi kausal

Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi

penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi

cacing tambang harus diberikan obat anti cacing tambang.

g. Terapi ex-juvantivus (empiris)

Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini

berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya dilakukan jika tidak

tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini,

penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat respon yang baik, terapi

diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka harus dilakukan evaluasi kembali.

(Handayani & Haribowo, 2008)

9. Kemoterapi

A. Definisi

Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker.

Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak merugikan sel biasa,

kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain untuk mengakibatkan kerusakan

yang lebih besar pada sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan menggunakan obat

yang mempengaruhi kemampuan sel untuk bertambah besar. Pertumbuhan yang tak

terkendali dan cepat adalah cirri khas sel kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu

bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup cepat (seperti yang di sumsum

tulang dan garis sepanjang mulut dan usus), semua obat kemoterapi mempengaruhi sel

biasa dan menyebabkan efek samping.

Satu pendekatan baru untuk membatasi efek samping dan meningkat efektivitas

penggunaan jenis obat yang "diarah secara molekuler". Obat ini mematikan sel kanker

dengan menyerang saluran dan proses vital untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan

sel kanker. Misalnya, sel kanker memerlukan pembuluh darah untuk memberikan gizi dan

oksigen. Beberapa obat bisa menghalangi pembentukan pembuluh darah ke sel kanker atau

saluran pemberian sinyal utama yang menguasai pertumbuhan sel. Imatinib, obat pertama

yang seperti itu, sangat efektif untuk kronis myelocytic leukemia dan kanker tertentu saluran

pencernaan. Erlotinib dan gefitinib untuk receptors bertempat di permukaan sel pada sel

paru-paru kanker kecil-non kanker. Obat yang diarahkan secara molekuler ternyata berguna

dalam mengobati banyak kanker lain, termasuk payudara dan kanker ginjal.

Tidak semua kanker memberi respon pada kemoterapi. Jenis kanker menentukan

obat mana yang digunakan, dengan kombinasi apa, dan dengan dosis berapa. Kemoterapi

mungkin dipakai sebagai satu-satunya perlakuan atau digabungkan dengan terapi radiasi

atau pembedahan, atau kedua. Kemoterapi Dosis tinggi: Pada percobaan untuk

meningkatkan efek antitumor dari obat kanker, dosis mungkin ditambah dan waktu antara

siklus terapi mungkin dikurangi (dosis kemoterapi padat).

Kemoterapi dosis-padat, dengan periode yang diperpendek, secara rutin dipakai

pada pengobatan kanker payudara. Kemoterapi dosis tinggi sering dipakai untuk

pengobatan orang dengan kanker sudah berulang setelah terapi dosis standar, teristimewa

bagi orang dengan myeloma, lymphoma, dan leukemia. Tetapi, kemoterapi dosis tinggi bisa

menyebabkan luka yang mengancam hidup pada sumsum tulang. Oleh karena itu,

kemoterapi dosis tinggi secara umum digabungkan dengan strategi penyelamatan sumsum

tulang. Pada sumsum tulang yang diselamatkan, sel sumsum tulang diangkat sebelum

kemoterapi dan dikembalikan kepada orang setelah kemoterapi. Pada beberapa kasus, sel

tangkai bisa diisolasikan dari aliran darah dari sumsum tulang dan bisa ditanamkan ke

dalam orang setelah kemoterapi untuk memulihkan fungsi sumsum tulang.

Efek Samping

Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan selera makan,

kehilangan berat badan, kepenatan, dan sel darah hitung rendah yang menyebabkan

anemia dan risiko infeksi bertambah. Dengan kemoterapi, orang sering kehilangan rambut

mereka, tetapi akibat sampingan lain bevariasi tergantung jenis obat.

Mual dan Muntah: gejala ini biasanya bisa dicegah atau dikurangi dengan obat (kontra-obat

emesis). Mual juga mungkin dikurangi oleh makanan makan kecil dan dengan menghindari

makanan yang tinggi di serat, gas barang hasil bumi itu, atau yang sangat panas atau

sangat dingin.

Sel Darah Hitung rendah: Cytopenia, kekurangan satu atau lebih tipe sel darah, bisa terjadi

karena efek racun obat kemoterapi pada sumsum tulang (di mana sel darah dibuat).

Misalnya, penderita mungkin membuat sel darah merah yang rendah secara abnormal

(anemia), sel darah putih (neutropenia atau leukopenia), atau platelet (thrombocytopenia).

Jika anemia parah, faktor pertumbuhan spesifik, seperti erythropoietin atau darbepoietin,

bisa diberikan untuk pertambahan pembentukan sel darah merah, atau n sel darah merah

bisa ditransfusikan. Jika thrombocytopenia hebat, platelet bisa ditransfusikan untuk

merendahkan risiko pendarahan. Orang dengan neutropenia meningkatkan risiko terkena

infeksi. Demam lebih tinggi daripada 100.4 pada penderita dengan neutropenia dianggap

sebagai keadaan darurat. Orang seperti itu harus dievaluasi untuk infeksi dan mungkin

memerlukan antibiotika dan malahan opname. Sel darah putih jarang ditransfusikan karena,

waktu ditransfusikan, mereka terus hidup hanya beberapa jam dan menghasilkan banyak

akibat sampingan. Malahan, bahan tertentu (seperti granulocyte koloni merangsang faktor)

bisa diberikan untuk merangsang produksi sel darah putih.

Efek Samping yang sering terjadi lainnya: Banyak penderita mengalami radang atau

malah luka selaput lendir, seperti pada garis mulut. Luka mulut nyeri dan bisa membuat

makan sulit. Berbagai larutan oral (biasanya berisi antasida, antihistamin, dan anestetik

lokal) bisa mengurangi ketidaknyamanan. Pada kesempatan langka, orang perlu support

nutrisi dengan memasang tabung pemberi makan yang ditempatkan secara langsung ke

dalam perut atau usus kecil atau dengan urat darah. Jenis obat bisa mengurangi diare yang

disebabkan oleh terapi radiasi ke perut. Orang yang diperlakukan dengan kemoterapi,

khususnya senyawa alkylating, mungkin mempunyai risiko bertambah leukemia sedang

berkembang beberapa tahun sesudah pengobatan. Beberapa obat, khususnya alkylating

agen, sebab infertility di beberapa wanita dan di kebanyakan laki-laki yang mendapat

perlakuan ini.

10. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

a. Identitas klien dan penanggungjawab

b. Keluhan utama

Perdarahan dan keputihan

a. Riwayat penyakit sekarang

b. Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang berbau

tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang

dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya

keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke Rumah Sakit

dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.

c. Riwayat penyakit terdahulu.

Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal

yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit

infeksi.

d. Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini

atau penyakit menular lain.

e. Riwayat psikososial

Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan

bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.

f. Aktivitas dan istirahat

Gejala :

- Kelemahan atau keletihan akibat anemia

- Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam hari

- Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas, dan

keringat malam

- Pekerjaan atau profesi dengan panajaman kersinogen lingkungan dan tinggkat

stress tinggi

g. Integritas ego

Gejala : faktor stress, merokok, minum alcohol, menunda mencari pengobatan,

keyakinan religious atau spiritual, masalah tentang lesi cacat, pembedahan,

menyangkal diagnosis, dan perasaan putus asa.

h. Eliminasi

Pengkajian eliminasi yang dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut

- Pada kanker serviks : perubahan pola defekasi, mengalami perubahan eliminasi

urinalisis, misalnya nyeri

- Pada kanker ovarium didapat tanda haid tidak teratur, sering berkemih,

menopause dini dan menoragia

i. Makanan dan minuman

Gejala :

- Pada kanker serviks : kebiasaan diet buruk (misalnya : rendah serat, tinggi

lemak, adiktif, bahan pengawet rasa.

- Pada kanker ovarium : dispesia, rasa tidak nyaman pada abdomen, lingkar

abdomen yang terus meningkat.

j. Neurosensory

Gejala : pusing, sinkope

k. Nyeri dan kenyamanan

Gejala : adanya nyeri derajat bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan sampai

nyeri hebat (dihubungkan dengan proses penyakit), nyeri tekan pada payudara (pada

kanker ovarium)

l. Pernafasan

Gejala : merokok, pemajanan abses.

m. Keamanan

Gejala : pemajanan pada zat kimia toksik, karsinogen.

Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.

n. Seksualitas

Gejala : perubahan pola respon seksual, keputihan (jumlah, karakteristik, bau),

perdarahan sehabis senggama (pada kanker serviks)

o. Interaksi sosial

Gejala : ketidaknyamanan atau kelemahan system pendukung, riwayat perkawinan

(berkenaan dengan kepuasan), dukungan, bantuan, masalah tentang fungsi dan

tanggung jawab.(Mitayani. 2009)

B. Analisa Data

No DATA ETIOLOGIMASALAH

KEPERAWATAN

1 DO:

- perubahan tekanan

darah

- perubahan frekuensi

jantung dan

pernafasan

- Melindungi area nyeri

Sel normal

Factor resiko → ↓

Kerusakan DNA

Mutasi pada gen dari sel somatic

Aktivasi dari pertumbuhan gan

Nyeri Akut

- perubahan posisi

untuk menghindari

nyeri

- Nampak

gelisah,merengek

DS:

- mengeluh nyeri

penyebab kanker (oncogene)

Ekspresi dari gangguan produk

gen dan kehilangan pengatur

Ekspansi clonal

Sel kanker mutasi secara

progresif

Heterogenesis

Neoplasma ganas pada serviks

Ca. serviks

Infiltrasi sel kanker ke jaringan

sekitar

Menekan serabul saraf

Nyeri akut

2 DO:

- peningkatan TD,

denyut nadi, reflex,

frekuensi pernapasan

- jantung berdebar-

debar

- mulut kering

- wajah merah

- rasa nyeri yang

meningkatkan

ketidakberdayaan

- tampak tegang

DS:

Sel normal

Factor resiko → ↓

Kerusakan DNA

Mutasi pada gen dari sel somatic

Aktivasi dari pertumbuhan gan

penyebab kanker (oncogene)

Ekspresi dari gangguan produk

gen dan kehilangan pengatur

Ekspansi clonal

Sel kanker mutasi secara

Ansietas

- mengeluh susah tidur

- merasa kesedihan

progresif

Heterogenesis

Neoplasma ganas pada serviks

Ca. serviks

Perubahan pada status

kesehatan

Merasa khawatir dengan keadaan

kesehatannya

Ansietas

3 DO:

- dysuria

- retensi

DS:

-mengeluh nyeri ketika

pipis,

- tidak bisa pipis

Sel normal

Factor resiko → ↓

Kerusakan DNA

Mutasi pada gen dari sel somatic

Aktivasi dari pertumbuhan gan

penyebab kanker (oncogene)

Ekspresi dari gangguan produk

gen dan kehilangan pengatur

Ekspansi clonal

Sel kanker mutasi secara

progresif

Heterogenesis

Neoplasma ganas pada serviks

Gangguan Eliminasi Urine

Ca. serviks

Sel kanker menyebar ke

parametrium

Mengilfiltrasi septum rektovaginal

dan kandung kemih

Obstruksi kandung kemih/ureter

Gangguan eliminasi urine

C. Prioritas Diagnosa

1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis

2. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan

3. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomic

D. Intervensi

1. Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cedera biologis ditandai dengan melaporkan

nyeri

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri klien berkurang

sampai dengan normal

Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 5 pada indikator NOC

NOC : Pain Control

Keterangan :

1. Severe

2. Substantial

3. Moderate

4. Mild

5. None

Intervensi (NIC) :

Pain Management

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan factor [resipitasi

2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

3. Gunakan teknik komunikasi terpiutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

4. Evaluasi pengalami nyeri sebelumnya

NO INDIKATOR 1 2 3 4 5

1 Reported pain √

2 Facial expression pain √

3 Restlessness √

4 Irritbility √

5. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

6. Control lingkungan yang dapat menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan

7. Kurangi factor presipitasi nyeri

8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

9. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri

10. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri

11. Evaluasi keefektifan control nyeri

12. Tingkatkan istirahat

13. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

14. Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri

Analgesic Administration

1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum memberikan obat

2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi

3. Cek riwayat alergi

4. Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika pemberian lebih

dari satu

5. Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan bertnya nyeri

6. Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.

7. Tentukan rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali

9. Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat

10. Evaluasi efekivitas analgesic, tanda dan gejala (efek samping)

2. Diagnosa 2 : Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status

kesehatan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien

kecemasan klien menurun

Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 5 pada NOC

NOC : Anxiety Self : Control

Keterangan :

1. Never

2. Rarely

3. Sometimes

4. Often

INDIKATOR 1 2 3 4 5

Monitors intensity of anxiety v

Seeks information to reduce anxiety v

Uses relaxation techniques to reduce

anxiety

v

Maintains adequate sleep v

5. Consistently

NIC : Anxiety Reduction

1. Tenangkan klien

2. Memberikan informasi factual mengenai diagnosis, perawatan, dan prognosis

3. Meminta keluarga untuk tetap menemani pasien

4. Mengidentifikasi perubahan tingkat kecemasan

5. Membantu pasien mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

6. Mengajarkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi

7. Memberikan obat untuk mengurangi kecemasan

8. Menilai tanda-tandaverbal dan nonverbal kecemasan

9. Dengarkan dengan penuh perhatian

10. Bangun kepercayaan dengan pasien

3. Diangnosa 3 : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi

anatomik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

gangguan eliminasi urin membaik

Kriteria Hasil : Pada evaluasi hasil didapatkan skor 4 pada indicator NOC

NOC : Urinary elimination

Keterangan :

1. Severe

2. Substantial

3. Moderate

4. Mild

5. None

Intervensi (NIC ):

Urinary elimination management

1. Monitor eliminasi urin termasuk frekuensi, konsistensi, volume, warna dan bau

2. Monitor tanda dan gejala retensi urin

3. Catat waktu terakhir eliminasi urin

4. Kolaborasi pemberian bisoprolol (merelaksasikan kandung kemih)

Urinary retention care

1. Pasang kateter urine

2. Monitor intake and output

Indicator 1 2 3 4 5

Elimination pattern √

Urinary frequency √

Urinary retention √

Daftar Pustaka

Alfian Elwin Zai. 2009. Karakteristik Penderita Kanker Leher Rahim Yang Dirawat Inap Di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam MAlik Medan Tahun 2003-2007. Skripsi. FKM

USU Medan

Anonymous. 2009. Kanker Rahim. http://www.scribd.com/doc/57734498/Kanker-Rahim.

Diakses Tanggal 21 september 2015.

Arif Mansjoer dkk. 1999 . Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1,. Media Aesculapius

Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2. EGC:Jakarta.

Dasar-dasar keperawatan maternitas. Jakarta: EGC. Smeltzer, G Bare.(2002). Buku ajar

keperawatan medikal bedah vol. 2. Jakarta: EGC. Price, Sylvia A. (1995).

Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit edisi keempat buku kedua.

Jakarta: EGC.

Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan PasienEdisi 3. EGC:Jakarta.

Hanifa Wiknjosastro dkk. 1999. Ilmu Kandungan, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2006. Standar Pelayanan Medik

Obstetri dan Ginekologi. Jakarta

Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica:Jakarta

Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams &

Wilkins : Philadelphia.

Sutoto J. S. M., 2005. Tumor Jinak pada Alat-alat Genital dalam Buku Ilmu Kandungan.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta.338-345

Varney, H. 2002. Buku Saku Bidan.Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Yatim, Faisal. 2008. Penyakit Kandungan. Myoma, kanker rahim/leher rahim dan indung

telur, kista, serta gangguan lannya. Jakarta: Pustaka Populer Obor