laporan pemisahan karbon tidak terbakar dari abu terbang dengan menggunakan sistem dissolved air...

32
SKRIPSI PEMISAHAN KARBON TIDAK TERBAKAR DARI ABU TERBANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DISSOLVED AIR FLOTATION (DAF) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ABU TERBANG O l e h : Winandyo Mangkoto NIM L2C009013 Vherlly Surjaatmadja NIM L2C009069 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

Upload: winandyo-mangkoto

Post on 20-Jan-2016

117 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

SKRIPSI

PEMISAHAN KARBON TIDAK TERBAKAR DARI ABU TERBANG

DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM DISSOLVED AIR FLOTATION

(DAF) UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS ABU TERBANG

O l e h :

Winandyo Mangkoto NIM L2C009013

Vherlly Surjaatmadja NIM L2C009069

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013

Page 2: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

ii

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

Nama / NIM : Winandyo Mangkoto / L2C009013

Nama / NIM : Vherlly Surjaatmaja / L2C009069

Judul Penelitian : Pemisahan Karbon Tidak Terbakar dari Abu Terbang

dengan menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

(DAF) untuk Meningkatkan Kualitas Abu Terbang.

Semarang, 14 Mei 2013

Telah menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Setia Budi Sasongko, DEA

NIP. 19611226 198803 1001

Page 3: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

iii

RINGKASAN

Abu terbang merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara

yang digunakan sebagai bahan bakar di PLTU. Abu terbang digunakan sebagai

bahan campuran dalam semen, akan tetapi kandungan karbon yang tidak

terbakar dalam abu terbang membuat warna dan kualitas dari semen menurun

(Miura, K 2010) , oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memisahkan

kandungan karbon tersebut dalam abu terbang menggunakan sistem DAF

(Dissolved Air Flotation). Selain memisahkan karbon dari abu terbang, penelitian

ini juga menghitung massa karbon yang tidak terbakar tersebut dengan

menggunakan tes LOI (Lost On Ignition). Ini dilakukan dengan tujuan dengan

diketahuinya jumlah karbon yang tidak terbakar tersebut diharapkan potensi

energi yang dihasilkan dari recycle abu terbang tersebut bisa diketahui. Variable

yang digunakan adalah waktu flotasi (15, 25, 35, 45, dan 55) menit serta

konsentrasi umpan (10, 20, 30, 40,dan 50) gram/liter . Hasil yang didapatkan

rata-rata % penurunan LOI paling besar didapat pada variable waktu 55 menit

yaitu 55.1782%. Pada variable konsentrasi abu terbang tidak ada perbedaan

yang cukup signifikan karena rata-rata % perbedaannya adalah 7.5395%. Oleh

karena itu variable yang paling efektif dalam penelitian ini adalah konsentrasi 50

gram/liter dan waktu flotasi 55 menit.

Kata kunci: abu terbang, semen, karbon, DAF, LOI.

Page 4: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

iv

SUMMARY

Fly ash is a solid waste product of coals combustion. Potential areas for the

utilization of fly ash is in cement production, but the unburned carbon in fly ash

adversely affects the quality of final product (Miura, K 2010), and this research is

a way to separate unburned carbon from fly ash using a flotation column with

DAF system (Dissolved Air Flotation). This research is also aim to calculate the

unburned carbon using LOI test (Lost On Ignition). This method, used to

calculate unburned carbon content, will estimate energy potential from fly ash

recycles.The variable that used in this research is flotation times (15, 25, 35, 45,

and 55) minutes and feed concentrations (10, 20, 30, 40, 50) gram/liter. The

result shows that the biggest of average % reduction of LOI is 55.1782% at 55

minutes of time variable. For concentration variable there is no significant

differences because the average % differences is 7.5395%. Therefore the most

effective variable in this research is 50 gram/liter of concentrations and 55

minutes of flotation times.

Keywords: fly ash, cement, unburned carbon, DAF, LOI.

Page 5: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

v

PRAKATA

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan segala nikmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil

diselesaikan. Judul skripsi ini adalah “Pemisahan Karbon Tidak Terbakar dari

Abu Terbang dengan menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation (Daf) untuk

Meningkatkan Kualitas Abu Terbang”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis

Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Kami juga mengucapkan

terimakasih kepada beberapa pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini:

1. Dr. Ir. Setia Budi Sasongko, DEA selaku dosen pembimbing proposal

penelitian dan penelitian.

2. Semua civitas akademika Teknik Kimia Universitas Diponegoro

3. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberikan yang terbaik untuk kami.

4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan tulisan yang dibuat berdasarkan percobaan yang telah

dilakukan. Tentu ada kelemahan dalam teknik pelaksanaan maupun dalam tata

penulisan skripsi ini. Maka kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan

dalam tujuan menemukan refleksi untuk peningkatan mutu dari skripsi serupa di

masa mendatang. Akhir kata, selamat membaca dan terima kasih.

Semarang,14 Mei 2012

Penyusun

Page 6: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAAN....................................................................... ii

RINGKASAN.................................................................................................. iii

SUMMARY..................................................................................................... iv

PRAKATA....................................................................................................... v

DAFTAR ISI.................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR....................................................................................... vii

DAFTAR TABEL............................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang............................................................................. 1

I.2. Rumusan Masalah........................................................................ 1

I.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Abu Terbang (Fly Ash)............................................................... 3

II.2. Dissolved Air Flotation (DAF)................................................... 9

II.3. Loss On Ignition (LOI)............................................................... 11

BAB III METODE PENELITIAN

III.1. Rancangan percobaan................................................................ 12

III.2. Bahan dan alat yang digunakan................................................ 12

III.3. Gambar rangkaian alat.............................................................. 13

III.4. Variabel Percobaan…………………………………………... 13

III.5. Prosedur.................................................................................... 14

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Percobaan......................................................................... 16

IV.2. Pembahasan............................................................................... 19

BAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan................................................................................. 23

V.2. Saran........................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 7: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bubuk abu terbang…………...…………………………..……... 4

Gambar 2.2. Rangkaian alat DAF……...…………………………………….. 9

Gambar 2.3. Skema konfigurasi DAF…...…………………………..……….. 10

Gambar 3.1. Oven………………………………...………………………….. 13

Gambar 3.2. Furnace…………..……..………………………………………. 13

Gambar 3.3. Unit alat flotasi……….………………………………………… 13

Gambar 4.1. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 10 gr/lt)….……… 16

Gambar 4.2. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 20 gr/lt)….……… 17

Gambar 4.3. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 30 gr/lt)….……… 18

Gambar 4.4. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 40 gr/lt)….……… 18

Gambar 4.5. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 50 gr/lt)….……… 19

Gambar 4.6. (1) Abu terbang mula-mula,(2) Abu terbang setelah flotasi, (3)

Semen…………………………………………………………………………

20

Gambar 4.7. Skala gradasi warna…………………………………………….. 20

Page 8: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi dan Klasifikasi Abu terbang…………………….…… 4

Tabel 3.1 Spesifikasi fly ash PLTU Tanjung Jati……………………….….. 12

Tabel 3.2. Variabel berubah yang digunakann……………………………... 13

Tabel 4.1. Perhitungan massa karbon sebelum flotasi……………………… 16

Tabel 4.2. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 10 gr/lt….. 16

Tabel 4.3. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 20 gr/lt….. 17

Tabel 4.4. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 30 gr/lt….. 17

Tabel 4.5. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 40 gr/lt….. 18

Tabel 4.6. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 50 gr/lt….. 19

Tabel 4.7. %LOI untuk masing-masing konsentrasi tiap satuan waktu….…. 21

Tabel 4.8. %LOI untuk konsentrasi 10 gr/lt dan 50 gr/lt tiap satuan waktu... 21

Page 9: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Semakin berkembangnya industri yang ada sekarang ini tidak

hanya memberikan keuntungan dalam hal peningkatan kualitas hidup

manusia, tetapi juga meninggalkan kerugian terhadap kehidupan di bumi

ini yaitu pencemaran lingkungan. Pada umumnya semua jenis pencemaran

lingkungan berbahaya terhadap kehidupan manusia, akan tetapi

pencemaran udara dikategorikan sebagai pencemaran lingkungan sangat

berbahaya. Hal ini dikarenakan partikel polutan dari pencemaran ini sangat

kecil sehingga tanpa disadari setiap hari polutan tersebut masuk ke dalam

tubuh manusia melalui sistem pernafasan.

Salah satu jenis partikel polutan berupa debu yang dapat

menyebabkan pencemaran udara adalah abu terbang (fly ash). Abu terbang

adalah limbah padat dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga

listrik. Semakin meningkatnya jumlah PLTU berbahan bakar batubara

yang ada di Indonesia maka jumlah limbah abu terbang yang dihasilkan

juga semakin meningkat.

Khusus di PLTU Tanjung Jati B pada tahun 2010 abu terbang yang

dihasilkan sekitar 18 juta ton per bulan. Jika abu terbang tersebut tidak

dimanfaatkan tentu akan terjadi akumulasi jumlah abu terbang sebesar 216

juta ton setiap tahunnya. Maka diperlukan pengolahan lebih lanjut

terhadap limbah abu terbang tersebut. Penelitian terdahulu telah

membuktikan bahwa abu terbang ternyata memiliki banyak kegunaan

khususnya dalam bidang pembangunan sipil.

I.2. Rumusan Masalah

Abu terbang adalah limbah yang dihasilkan dari PLTU dengan

bahan bakar batubara, ternyata bisa dijadikan sebagai bahan campuran

semen dalam pembuatan beton. Akan tetapi tidak semua abu terbang

memenuhi kriteria untuk menjadi bahan campuran semen dan beton.

Page 10: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

2

Permasalahan yang sering dihadapi adalah adanya karbon yang tidak

terbakar (unburned carbon). Adanya kandungan karbon yang tidak

terbakar ini menghambat pergerakan udara saat abu terbang diolah

menjadi semen atau membentuk gumpalan pada campuran beton, serta

menghambat fluidisasi campuran beton, dan warna semen yang dihasilkan

menjadi hitam sehingga menurunkan minat konsumen.

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memisahkan karbon

tidak terbakar dari abu terbang dan untuk mengetahui kadar karbon tidak

terbakar dalam abu terbang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah DAF (Dissolved Air Flotation) untuk memisahkan karbon tidak

terbakar dan menghitung LOI (Lost On Ignition) untuk menentukan kadar

dari karbon tidak terbakar.

I.3. Tujuan Penelitian

Memisahkan karbon tidak terbakar yang terkandung dalam abu

terbang dengan metode DAF.

Page 11: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Abu Terbang

II.1.1. Pengertian Abu Terbang

Abu terbang (fly ash) diperoleh dari hasil residu PLTU.

Material ini berupa butiran halus ringan, bundar, tidak porous,

mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat

pozzolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang

dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa

yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air

(M. Ahmaruzzaman., 2010).

Menurut the U.S. Environmental Protection Agency (EPA)

abu terbang diklasifikasikan sebagai limbah “non-hazardous.” dan

abu terbang tidak menyebabkan pencemaran pada air. Abu

terbang telah banyak digunakan di banyak Negara dan tidak

menyebabkan problem kesehatan pada masyarakat. Adapun salah

satu pencemaran yang sering terjadi dan dapat mengganggu

kesehatan adalah pencemaran udara (Sri Prabandiyani R. W.,

2008).

II.1.2. Sifat Fisik Abu Terbang

Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang

umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel

abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil

dari 0,075 mm atau ayakan No. 200 pada sieving. Massa jenis dari

abu terbang biasanya 2.1 sampai 3.0 dan luas area spesifiknya

antara 170 sampai 1000 m2/kg. Warna abu terbang bervariasi dari

warna tan, abu-abu, hingga hitam tergantung kandungan karbon

tidak terbakar di dalamnya (M. Ahmaruzzaman, 2010).

Page 12: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

4

Gambar 2.1. Bubuk abu terbang

II.1.3. Sifat Kimia Abu Terbang

Kandungan mineral yang terkandung dalam abu terbang

bisa berbeda-beda tergantung dari jenis batubara yang digunakan.

Pada intinya mineral yang terkandung dalam abu terbang terdiri

dari silika, alumina, besi oksida, dan kalsium, dengan kandungan

karbon yang berbeda. Karbon tersebut bisa ditentukan dengan tes

Loss On Ignition (LOI). (M. Ahmaruzzaman, 2010).

Untuk lebih jelasnya perbedaan komposisi dari abu terbang

dengan jenis batubara yang berbeda bisa dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 2.1. Komposisi dan Klasifikasi Abu Terbang

Komponen

(% berat) Bituminus Subbituminus Lignit

SiO2 20 - 60 40 - 60 15 - 45

Al2O3 5 - 35 20 - 30 20 - 25

Fe2O3 10 - 40 4 – 10 4 - 15

CaO 1 - 12 5 – 30 15 - 40

MgO 0 - 5 1 – 6 3 - 10

SO3 0 - 4 0 – 2 0 - 10

Na2O 0 - 4 0 – 2 0 - 6

K2O 0 - 3 0 – 4 0 - 4

LOI 0 - 15 0 – 3 0 - 5

Sumber : (M. Ahmaruzzaman., 2010).

Page 13: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

5

II.1.4. Klasifikasi Abu terbang

Berdasarkan American Society for Testing Materials

(ASTM C618) abu terbang yang mengandung SiO2 - Al2O3 -

Fe2O3 lebih dari 70% berat dan memiliki kadar lime yang rendah

dikategorikan ke dalam abu terbang kelas F. Sedangkan abu

terbang yang mengandung SiO2 - Al2O3 - Fe2O3 antara 50 – 70%

berat dan memiliki kadar lime yang tinggi dikategorikan ke dalam

abu terbang kelas C. Abu terbang kelas C didapatkan dari

pembakaran batubara kualitas rendah (lignit atau sub-bituminus)

dan memiliki sifat cementitious yaitu kemampuan untuk

mengeras jika bereaksi dengan air. Abu terbang kelas F

didapatkan dari pembakaran batubara kualitas tinggi (bituminus

atau antrasit) yang merepukan pozzolan dalam alam, mengeras

jika direaksikan dengan Ca(OH)2 dan air (M. Ahmaruzzaman,

2010).

Perbedaan utama antara abu terbang kelas C dan kelas F

adalah kandungan kalsium, silika, besi, dan alumina yang

terkandung di dalamnya. Abu terbang kelas F memiliki

kandungan kalsium antara 1 – 12%. Sementara abu terbang kelas

C memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi yaitu 30 – 40%.

Perbedaan lainnya adalah kandungan alkali dalam abu terbang

dimana abu tebang kelas C jauh lebih tinggi kadar alkalinya

dibandingkan abu terbang kelas F (M. Ahmaruzzaman, 2010).

II.1.5. Manfaat Abu terbang

Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan

adalah memanfaatkan limbah abu terbang untuk keperluan bahan

bangunan teknik sipil.

Page 14: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

6

Pemanfaatan abu terbang untuk pembangunan sipil di antaranya

adalah :

1. Portland Cement

Abu terbang digunakan untuk pengganti portland cement

pada beton karena mempunyai sifat pozzolanic. Sebagai

pozzoland sangat besar meningkatkan strength, durabilitas dari

beton. Penggunaan abu terbang dapat dikatakan sebagai faktor

kunci pada pemeliharaan beton tersebut. Penggunaan abu

terbang sebagai pengganti sebagian berat semen pada

umumnya terbatas pada abu terbang kelas F. Abu terbang

tersebut dapat menggantikan semen sampai 30% berat semen

yang dipergunakan dan dapat menambah daya tahan dan

ketahanan terhadap bahan kimia. Baru baru ini telah

dikembangkan penggunaan penggantian portland cement

dengan prosentase volume abu terbang yang tinggi (50%) pada

perencanaan campuran beton, bahkan untuk ”Roller

Compacted Concrete Dam” penggantian tersebut mencapai 70

% telah dicapai dengan Pozzocrete (abu terbang yang diproses)

pada ”The Ghatghar Dam Project” di Maharashtra India. Abu

terbang juga dapat meningkatkan workability dari semen

dengan berkurangnya pemakaian air. Produksi semen dunia

pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 2 milyard ton, di mana

penggantian dengan abu terbang dapat mengurangi emisi gas

carbon secara dramatis (Sri Prabandiyani R. W., 2008).

2. Batu Bata

Batu bata dari ash telah digunakan untuk konstruksi rumah

di Windhoek, Nambia sejak tahun 1970, akan tetapi batu bata

tersebut akan cenderung untuk gagal atau menghasilkan bentuk

yang tidak teratur. Hal ini terjadi ketika batu bata tersebut

kontak dengan air dan reaksi kimia yang terjadi menyebabkan

batu bata tersebut memuai.

Page 15: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

7

Pada Mei 2007, Henry Liu pensiunan Insinyur Sipil dari

Amerika mengumumkan bahwa dia menemukan sesuatu yang

baru terdiri dari fly ash dan air. Dipadatkan pada 4000 psi dan

diperam 24 jam pada temperatur 668°C steam bath, kemudian

dikeraskan dengan bahan air entrainment, batu bata berakhir

untuk lebih dari 100 freeze-thaw cycle. Metode pembuatan

batu bata ini dapat dikatakan menghemat energi, mengurangi

polusi mercuri dan biayanya 20% lebih hemat dari pembuatan

batu bata tradisional dari lempung. Batu bata dari fly ash kelas

C dan di press dengan mesin Baldwin Hydraulic (Sri

Prabandiyani R. W., 2008).

3. Beton Ringan

Beton ringan dapat diproduksi langsung di tempat proyek,

menggunakan peralatan dan mould seperti beton konvensional.

Density yang direkomendasikan 1.000 kg /m³ (kering oven)

Tipikal campuran untuk menghasilkan 1 m3 dengan density

1.000 kg/m³ adalah sebagai berikut:

- Cement (Portland): 190 kg = 61 liters

- Sand (0 - 2 mm or finer): 430 kg = 164 liters

- Fly-Ash: 309 kg = 100 liters (approx)

- Air: 250 kg = 250 liters

- Foam (neopor-600): 423 liters

- Wet density 1.179 kg/m3

(Sri Prabandiyani R. W., 2008).

4. Material Konstruksi Jalan dan Pekerjaan Tanah

Fly ash kelas F dan kelas C keduanya dapat digunakan

sebagai mineral filler untuk pengisi void dan memberikan

kontak point antara partikel agregat yang lebih besar pada

campuran aspalt concrete. Aplikasi ini digunakan sebagai

pengganti portland cement atau hydrated lime. Untuk

penggunaan perkerasan aspal, fly ash harus memenuhi

Page 16: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

8

spesifikasi filler mineral yang ada di ASTM. Sifat hydrophobic

dari fly ash memberikan daya tahan yang lebih baik untuk

perkerasan dan tahan terhadap stripping. Fly ash juga dapat

meningkatkan stiffness dari matrix aspalt, meningkatkan daya

tahan terhadap rutting dan meningkatkan durability campuran

(Sri Prabandiyani R. W., 2008).

Fly ash dapat efektif digunakan untuk bahan timbunan

(embankment) atau bahan perkuatan. Fly ash mempunyai

koefisien keseragaman yang besar, terdiri dari partikel ukuran

lanau. Sifat-sifat teknik yang akan mempengaruhi penggunaan

fly ash pada embankment adalah termasuk distribusi butiran,

karakteristik pemadatan, shear strength, compressibility dan

permeability. Hampir semua Fly ash yang digunakan untuk

embankment adalah fly ash kelas F (Sri Prabandiyani R. W.,

2008).

5. Grouting

Fly ash ditambahkan pada grouting dengan semen untuk

meningkatkan kemudahan pencampuran, mengurangi biaya,

dan meningkatkan daya tahan terhadap sulfat (Sri Prabandiyani

R. W., 2008).

6. Stabilisasi Tanah

Hasil penelitian dengan simulasi rainfall runoff yang

dilakukan oleh Paul Bloom dan Hero Gollany yang bertujuan

untuk mengevaluasi potensi pelepasan bahan inorganik

termasuk mercury dan arsenic di lingkungan daerah stabilisasi

tanah dengan fly ash, menunjukkan bahwa runoff untuk

stabilisasi tanah dengan fly ash memberikan jumlah endapan

yang paling sedikit dibandingkan dengan stabilisasi tanah

dengan kapur dan tanah tanpa distabilisasi (Sri Prabandiyani

R. W., 2008).

Page 17: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

9

II.1. Dissolved Air Flotation (DAF)

Dissolved Air Flotation (DAF) adalah proses yang biasa digunakan

untuk memisahkan koloid dan padatan yang terlarut dalam air dengan

cara flotasi. Sistem DAF di bagi menjadi empat komponen utama.

Komponen tersebut adalah kompresor, pressurizing pump, retention

tank, ruang flotasi. Kompresor berfungsi sebagai penyedia udara,

pressurizing pump untuk mengalirkan dan menaikkan tekanan udara,

retention tank tempat penjenuhan udara di dalam air, dan ruang flotasi

adalah tempat terjadinya proses flotasi (Handbook of Environmental

Engineering, Volume 3: Physicochemical Treatment Processes Edited

by: L. K. Wang, Y.-T. Hung, and N. K. Shammas).

Gambar 2.2. Rangkaian alat DAF

Secara umum ada tiga konfigurasi sistem DAF, diantaranya full

flow pressurization, partial flow pressurization without effluent recycle,

recycle flow pressurization. Full flow pressurization adalah konfigurasi

DAF dimana seluruh umpan dipompa dan dijenuhkan di dalam

retention tank, bisa digunakan untuk umpan dengan konsentrasi padatan

yang terlarut 800 mg/L. Partial flow pressurization adalah konfigurasi

DAF dimana hanya 30% – 50% dari umpan yang dipompa dan

dimasukkan dalam retention tank, material dengan specific grafity

rendah bisa dipisahkan dengan konfigurasi ini. Recycle flow

pressurization adalah konfigurasi DAF dimana 15% - 50% dari

Page 18: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

10

keluaran ruang flotasi di-recycle di pompa kembali dan dijenuhkan

dalam retention tank, biasa digunakan untuk padatan yang terlarut

dengan konsentrasi yang rendah.

Gambar 2.3. Skema Konfigurasi DAF

(Handbook of Environmental Engineering, Volume 3: Physicochemical

Treatment Processes Edited by: L. K. Wang, Y.-T. Hung, and N. K.

Shammas).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem DAF adalah :

1. Sifat alami dari partikel.

Spesifik gravity adalah karakteristik dari partikel atau cairan agar

bisa dipisahkan.

2. Ukuran dari partikel.

Umumnya floatability meningkat dengan ukuran partikel.

3. Dispersing agents.

4. Komposisi dan sifat alami dari umpan.

Komposisi umpan mempengaruhi kinerja dari unit DAF.

5. Arus cairan.

Diatur saat kita merancang unit DAF.

Page 19: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

11

6. Perbandingan udara dan padatan (A/S)

Ditentukan saat kita merancang sistem DAF. Untuk meningkatkan

kinerja dari DAF dengan meningkatkan rasio dari A/S.

7. Penghilangan material yang terapung

Beberapa hal yang harus dipertinbangkan dalam desain sisten ini

adalah kedalaman scoopin material yang terapung dan kecepatan

operasinya.

(Handbook of Environmental Engineering, Volume 3:

Physicochemical Treatment Processes Edited by: L. K. Wang, Y.-T.

Hung, and N. K. Shammas).

II.2. Lost On Ignition (LOI)

Dalam kandungan fly ash terdapat kandungan unburned carbon

atau karbon yang tidak terbakar di dalamnya. Untuk mengetahui kadar

massa dari karbon tersebut kita bisa menngekuivalensikannya dengan

menghitung kadar LOI dari fly ash tersebut. LOI sendiri adalah tes yang

biasa digunakan untuk analisa kandungan mineral dari suatu bahan

kimia. Cara dari metode LOI ini adalah sample yang sudah bebas dari

kandungan air dipanaskan dalam furnace dengan suhu tinggi, sehingga

zat-zat volatil akan terlepas dan terjadi perubahan massa.

Rumus mencari % LOI adalah :

(N. Emre Altun et al. / Fuel Processing Technology 90 (2009) 1464–

1470).

Dan rumus untuk konversi % LOI menjadi massa karbon bisa

digunakan rumus :

(Heiri, O., Andre F. Lotter, Gerry Lemcke. 2001. Loss on Ignition as a

method for estimating organic and carbonat content in sediments:

reproducibility and comparability of results. J. Paleolim. 25:101-110.)

Page 20: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

12

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Rancangan percobaan

1. Menyiapkan alat flotasi

2. Menghitung LOI pada abu terbang

3. Melakukan flotasi dengan sistem DAF

4. Menghitung LOI pada abu terbang setelah proses flotasi

III.2. Bahan dan alat yang digunakan

a. Bahan

- Air

- Abu terbang dari PLTU Tanjung Djati

Tabel 3.1. Spesifikasi Fly Ash PLTU Tanjung Djati

b. Alat

- Oven

- Furnace

- Satu unit sistem DAF

Page 21: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

13

III.3. Gambar rangkaian alat

Gambar 3.1. Oven

Gambar 3.3. Unit alat

flotasi

Gambar 3.2. Furnace

Ukuran tangki flotasi

Panjang = 76.5 cm, lebar = 24 cm, tinggi = 28 cm.

III.4. Variabel Percobaan

Variabel tetap :

- Volume air dalam tangki flotasi = 0.04 m3

- Suhu operasi = 30C

- Waktu penjenuhan = 3 menit

Variabel berubah :

Tabel 3.2. Variabel berubah yang digunakan

Konsentrasi (gr/liter) Waktu tinggal (menit)

10 15

20 25

30 35

40 45

50 55

Page 22: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

14

III.5. Prosedur

1. Merangkai alat untuk flotasi

2. Menghitung LOI pada abu terbang

a. Menimbang abu terbang sebanyak 30 gram.

b. Memanaskan abu terbang dalam oven dengan suhu 100°C.

c. Menimbang abu terbang setiap 10 menit.

d. Melanjutkan proses pemanasan sampai diperoleh massa abu

terbang konstan.

e. Menyiapkan furnace hingga mencapai suhu 900°C.

f. Memasukkan sampel ke dalam furnace dan memanaskannya

selama 2 jam

g. Menurunkan suhu furnace hingga mencapai suhu kamar

h. Mengeluarkan sampel dari furnace dan menimbangnya

i. Menghitung LOI sesuai dengan rumus

3. Melakukan flotasi dengan sistem DAF

a. Memasukkan abu terbang sebanyak 400 gram ke dalam tangki

umpan yang sudah berisi air kemudian diaduk untuk

homogenisasi.

b. Mengalirkan umpan yang sudah homogen ke ruang flotasi.

c. Mengalirkan umpan ke dalam pressurizing pump.

d. Mengalirkan umpan ke dalam retention tank untuk dijenuhkan

oleh udara selama 3.0 menit.

e. Mengalirkan umpan ke dalam ruang flotasi untuk dipisahkan

komponen karbon tidak terbakar / unburned carbon selama 15

menit.

f. Setelah proses flotasi selesai, mengambil sampel sebanyak 30

gram untuk dihitung kadar LOI dalam abu terbang.

g. Mengulangi proses flotasi untuk variabel waktu proses flotasi

yang berbeda, yaitu 25, 35, 45 dan 55 menit.

Page 23: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

15

h. Mengulangi proses flotasi untuk variabel massa abu terbang

dalam air yang berbeda, yaitu 20, 30, 40 dan 50 gram/liter.

4. Menghitung LOI pada abu terbang setelah proses flotasi

a. Menimbang abu terbang sebanyak 30 gram.

b. Memanaskan abu terbang dalam oven dengan suhu 100°C.

c. Menimbang abu terbang setiap 10 menit.

d. Melanjutkan proses pemanasan sampai diperoleh massa abu

terbang konstan.

e. Menyiapkan furnace hingga mencapai suhu 900°C.

f. Memasukkan sampel ke dalam furnace dan memanaskannya

selama 2 jam

g. Menurunkan suhu furnace hingga mencapai suhu kamar

h. Mengeluarkan sampel dari furnace dan menimbangnya

i. Menghitung LOI sesuai dengan rumus

Page 24: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

16

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Percobaan

1. Perhitungan massa karbon sebelum flotasi

Tabel 4.1. Perhitungan massa karbon sebelum flotasi

2. Perhitungan massa karbon setelah flotasi

a. Konsentrasi 10 gr/lt

Tabel 4.2. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 10 gr/lt

Berikut ini adalah grafik waktu flotasi vs %LOI

Gambar 4.1. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 10 gr/lt)

y = -0.0151x + 2.0485 R² = 0.8413

00.30.60.91.21.51.82.1

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

%LO

I

Waktu Flotasi (menit)

Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 10 gr/lt)

W0 (gram) W1 (gram) %LOI Massa C hitung

63.33 61.85 2.336965 0.637354

Waktu(menit) W0 (gram) W1 (gram) %LOI Massa C hitung

15 47.85 46.94 1.901776 0.518666

25 47.08 46.37 1.508071 0.411292

35 46.55 45.82 1.568206 0.427693

45 51.14 50.4 1.447008 0.394639

55 56.86 56.19 1.178333 0.321363

Page 25: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

17

b. Konsentrasi 20 gr/lt

Tabel 4.3. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 20 gr/lt

Berikut ini adalah grafik waktu flotasi vs %LOI.

Gambar 4.2. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 20 gr/lt)

c. Konsentrasi 30 gr/lt

Tabel 4.4. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 30 gr/lt

y = -0.0254x + 2.3475 R² = 0.8142

00.30.60.91.21.51.82.1

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

%LO

I

Waktu Flotasi (menit)

Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 20 gr/lt)

Waktu(menit) W0 (gram) W1 (gram) %LOI Massa C hitung

15 66.8 65.47 1.991018 0.543005

25 61.12 59.98 1.865183 0.508686

35 87.96 86.82 1.296044 0.353466

45 70.44 69.75 0.979557 0.267152

55 85.83 84.83 1.165094 0.317753

Waktu(menit) W0 (gram) W1 (gram) %LOI Massa C hitung

15 51.62 50.68 1.821 0.496636

25 58.08 57.06 1.756198 0.478963

35 46.35 45.39 2.071197 0.564872

45 42.27 41.62 1.537734 0.419382

55 52.53 51.97 1.066057 0.290743

Page 26: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

18

Berikut ini adalah grafik waktu flotasi vs %LOI.

Gambar 4.3. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 30 gr/lt)

d. Konsentrasi 40 gr/lt

Tabel 4.5. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 40 gr/lt

Berikut adalah grafik waktu vs %LOI.

Gambar 4.4. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 40 gr/lt)

y = -0.0173x + 2.2554 R² = 0.5227

00.30.60.91.21.51.82.12.4

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

%LO

I

Waktu Flotasi (menit)

Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 30 gr/lt)

y = -0.0209x + 2.1148 R² = 0.6925

00.30.60.91.21.51.82.1

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

%LO

I

Waktu Flotasi (menit)

Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 40 gr/lt)

Waktu(menit) W0 (gram) W1 (gram) %LOI Massa C hitung

15 58.78 57.82 1.633209 0.445421

25 64.16 62.98 1.839152 0.501587

35 56.8 56.01 1.390845 0.379321

45 72.8 72.01 1.085165 0.295954

55 80.06 79.45 0.761929 0.207799

Page 27: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

19

e. Konsentrasi 50 gr/lt

Tabel 4.6. Perhitungan massa karbon setelah flotasi konsentrasi 50 gr/lt

Waktu(menit) W0 (gram) W1 (gram) %LOI Massa C hitung

15 65.17 64.07 1.687893 0.460335

25 55.93 55.04 1.591275 0.433984

35 40.37 39.8 1.41194 0.385074

45 52.06 51.28 1.498271 0.408619

55 52.53 51.97 1.066057 0.290743

Berikut ini adalah grafik waktu flotasi vs %LOI.

Gambar 4.5. Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 50 gr/lt)

IV.2. Pembahasan

1. Kadar karbon dalam abu terbang berkurang setelah proses DAF

Dari hasil percobaan, dapat dilihat pada grafik waktu flotasi vs %LOI

untuk masing-masing konsentrasi bahwa %LOI menurun dari %LOI awal

yaitu 2.3369%. Dengan menurunnya %LOI ini menunjukkan adanya massa

karbon yang berkurang pada abu terbang. Hal ini sesuai dengan rumus

konversi %LOI menjadi massa karbon sebagai berikut:

y = -0.0134x + 1.9189 R² = 0.7845

0

0.3

0.6

0.9

1.2

1.5

1.8

2.1

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

%LO

I

Waktu Flotasi (menit)

Grafik Waktu Flotasi vs %LOI (Konsentrasi 50 gr/lt)

Page 28: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

20

Dengan berkurangnya massa karbon ini maka proses flotasi terbukti dapat

mengurangi kadar karbon dalam abu terbang.

Berikut ini adalah foto abu terbang mula-mula, abu terbang setelah

proses flotasi, dan semen.

Gambar 4.6. (1) Abu terbang mula-mula,(2) Abu terbang setelah flotasi, (3)

Semen

Gambar 4.7. Skala gradasi warna.

Dari foto tersebut, dapat diketahui bahwa warna abu terbang mula-

mula (Gambar 1) cenderung berwarna hitam atau pada skala gradasi warna

termasuk dalam skala 0,9. Setelah dilakukan proses DAF/Dissolved Air

Flotation, abu terbang cenderung berwarna abu-abu (Gambar 2) jika dalam

skala gradasi warna masuk dalam skala 0,5. Hal ini disebabkan karena

kandungan karbon dalam abu terbang pada Gambar 1 lebih banyak daripada

Gambar 2. Oleh karena itu terbukti bahwa proses flotasi dapat mengurangi

kadar karbon dalam abu terbang.

Warna abu terbang pada Gambar 2 ini belum layak atau masih terlalu

hitam jika dicampurkan dalam semen. Oleh karena itu, abu terbang yang

telah mengalami proses DAF ini masih perlu diolah lagi supaya dapat

1 2 3

Page 29: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

21

memenuhi standar warna campuran dan standar %LOI campuran abu

terbang dalam semen, yaitu 1.2 %LOI.

2. Waktu dan Konsentrasi Efektif untuk Proses DAF

Berikut ini adalah tabel hasil percobaan yang menunjukkan besar

%LOI pada waktu 15 menit untuk setiap konsentrasi.

Tabel 4.7. %LOI untuk masing-masing konsentrasi tiap satuan waktu

Konsentrasi

(gram/liter)

%LOI

15 menit 25 menit 35 menit 45 menit 55 menit

10 1.9017 1.5080 1.5682 1.4470 1.1783

20 1.9910 1.8651 1.2960 0.9795 1.1650

30 1.8210 1.7561 2.0711 1.5377 1.0660

40 1.6332 1.8391 1.3908 1.0851 0.7619

50 1.6878 1.5912 1.4119 1.4982 1.0660

Rata-rata

%Penurunan 22.6779 26.6678 33.7755 43.7074 55.1782

Dari Tabel 4.7., dapat dilihat bahwa rata-rata %penurunan LOI

paling banyak ditunjukkan oleh kolom waktu operasi 55 menit.

Kecenderungan karbon dalam abu terbang untuk diangkat gelembung

mikro (micro bubble) ini semakin meningkat dengan waktu proses flotasi

yang lebih lama.

Dari tabel tersebut juga dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan

yang signifikan antara %LOI pada konsentrasi 10 gram/liter dengan

konsentrasi 50 gram/liter untuk masing-masing waktu operasi.

Tabel 4.8. %LOI untuk konsentrasi 10 gr/lt dan 50 gr/lt tiap satuan waktu

Konsentrasi

(gram/liter)

%LOI

15 menit 25 menit 35 menit 45 menit 55 menit

10 1.9017 1.5080 1.5682 1.4470 1.1783

50 1.6878 1.5912 1.4119 1.4982 1.0660

%Perbedaan 11.2478 5.5172 9.9668 1.4353 9.5306

Page 30: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

22

Rata-rata %perbedaannya adalah 7.5395%. Hal ini dikarenakan

kemampuan gelembung mikro (micro bubble) dalam mengangkat karbon

dalam abu terbang sudah mencapai titik maksimal atau jenuh, sehingga

dengan kenaikan konsentrasi tidak efektif untuk mengurangi massa

karbon dalam abu terbang.

Oleh karena itu, akan lebih efektif jika flotasi ini dilakukan pada

konsentrasi 50 gram/liter karena proses pengeringan abu terbang akan

membutuhkan waktu yang jauh lebih sedikit daripada pengeringan abu

terbang yang dilakukan pada konsentrasi 10 gram/liter. Hal ini berkaitan

dengan jumlah umpan/abu terbang yang dimasukkan tangki flotasi.

Jumlah umpan yang masuk untuk ditreatment dengan proses flotasi akan

menjadi lebih banyak jika dilakukan pada konsentrasi 50 gram/liter. Hal

ini akan banyak menguntungkan.

Page 31: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

23

BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

1. Karbon tidak terbakar dalam abu terbang dapat dipisahkan dengan

menggunakan Dissolve Air Flotation (DAF).

2. Rata-rata % penurunan LOI paling besar didapat pada variable waktu 55

menit yaitu 55.1782%.

3. Pada variable konsentrasi abu terbang tidak ada perbedaan yang cukup

signifikan karena rata-rata % perbedaannya adalah 7.5395%.

4. Variable yang paling efektif dalam penelitian ini adalah konsentrasi 50

gram/liter dan waktu flotasi 55 menit.

V.2. Saran

1. Jika dilakukan penelitian lebih lanjut sebaiknya menggunakan variable

yang berbeda agar semakin banyak fenomena yang didapatkan.

2. Jika dilakukan dalam skala besar gunakan konsentrasi abu terbang paling

efektif agar energi yang digunakan untuk pengeringan abu terbang efisien.

Page 32: Laporan Pemisahan Karbon Tidak Terbakar Dari Abu Terbang Dengan Menggunakan Sistem Dissolved Air Flotation

24

DAFTAR PUSTAKA

Altun, N., Chuangfu Xiao, Jiann-Yang Hwang. 2009. Separation of

Unburned Carbon from Fly Ash Using a Concurrent Flotation

Column. Fuel Processing Technology 90. 1464-1470.

Heiri, O., Andre F. Lotter, Gerry Lemcke. 2001. Loss on Ignition as a

method for estimating organic and carbonat content in sediments:

reproducibility and comparability of results. J. Paleolim. 25:101-

110.

L.K. Wang, Y.-T.Hung, N.K. Shammas. Handbook of Environment

Engineering, vol 3, The Humana Press Inc., Totowa, New Jersey.

Miura, K., Koji Takasu, Yasunori Matsufuji. 2010. Basic Study on

Removing Unburned carbon from Fly Ash by Ore Flotation to Use

as Concrete Admixture. In Proceedigs of Second International

Conference on Sustainable Construction Materials and

Technologies, Ancona, Italy, June 28-June 30, 2010.

Mulyadiarto. 2010. Study Potential Utiization of FGD Gypsum & FA ex

Tanjung Djati B. Holcim:13.

Wardhani, Sri Prabandiyani Retno. 2008. Pemanfaatan Limbah

Batubara (Fly Ash) untuk Stabilisasi Tanah Maupun Keperluan

Teknik Sipil lainnya dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan.

Dalam Upacara Penerimaan Guru Besar Fakultas Tekin Universitas

Diponegoro, 6 Desember 2008.