laporan pemicu ii perpindahan kalor konveksi alami dan konveksi paksa

Upload: mauhibahyumna

Post on 06-Jul-2018

412 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    1/33

    LAPORAN PEMICU II 

    Perpindahan Kalor Konveksi Alamiah dan Konveksi

    Paksa

    MATA KULIAH PERPINDAHAN KALOR

    KELOMPOK 3 

    Andy Khootama 1406573942

    Cindyara Nayanda 1406533592

    Ferizka Shalima Chaeruniza 1406533440

    Mauhibah Yumna 1406577650

    Ruth 1406533642

    TEKNOLOGIBIOPROSES

    DEPARTEMEN TEKNIKKIMIA 

    FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

    APRIL 2016

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    2/33

     

    1

    KATA PENGANTAR

    Pertama – tama kami, mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

    karena atas kuasa-Nya penulis bisa menyelesaikan laporan “Perpindahan Kalor Konveksi

    Alamiah dan Konveksi Paksa” dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini dibuat atas dasar

     pemicu ketiga dari mata kuliah Perpindahan Kalor dengan tema Perpindahan Kalor

    Konveksi.

    Dalam penulisan laporan ilmiah ini, banyak halangan dan rintangan yang terjadi.

    Penulis juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat baik secara langsung

    maupun tidak langsung dalam penyelesaian laporan ilmiah ini, yaitu:

    1.  Dosen mata kuliah Perpindahan Kalor, Ibu Dianursanti dan Ibu Tania yang telah

    membimbing penulis selama proses penulisan laporan ini.2.  Asisten dosen mata kuliah Perpindahan Kalor, Kak Zainah yang telah

    mengarahkan penulis selama proses penulisan laporan ini.

    3. 

    Orang tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan selama proses pembuatan

    laporan ilmiah ini.

    4.  Seluruh rekan Teknologi Bioproses UI, seluruh angkatan, serta segala pihak yang telah

    membantu penulis.

    Penulis menyadari banyaknya kekurangan yang terdapat dalam laporan ilmiah ini.

    Oleh karena itu, penulis meminta maaf atas semua kesalahan yang terjadi pada laporan ini.

    Penulis juga mengharapkan saran, masukan, dan umpan balik dari para pembaca untuk

    tulisan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak

    dan berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

    Depok, April 2016

    Penulis

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    3/33

    DAFTAR ISI 

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 1 

    DAFTARISI

    ........................................................................................................................... 2 

    DAFTAR TABEL ................................................................................................................... 3 

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. 3 

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 4 

    1.1.  Latar Belakang ......................................................................................................... 4 

    1.2.  Tujuan Pembelajaran ................................................................................................ 4 

    1.3.  Peta Konsep .............................................................................................................. 6 

    BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................. 7 

    2.1. 

    Hukum Newton pada Konveksi ................................................................................ 7 

    2.2.  Pengaruh Gesekan Fluida dengan Perpindahan Kalor .............................................. 7 

    2.3.  Bilangan - Bilangan Tak Berdimensi dalam Perpindahan Kalor Konveksi ............. 8 

    2.4.  Aliran Viscos, Aliran Tidak Viscos ( Inviscid), dan Rejim Aliran ............................ 8 

    2.5.  Tipe - Tipe Perpindahan Panas Konveksi Bebas ...................................................... 9 

    2.6.  Hubungan Empiris pada Aliran di Pipa dan Tabung pada Konveksi Paksa ........... 11 

    2.7.  Aliran Sepanjang Silinder dan Bola ....................................................................... 11 

    2.8.  Heat Exchanger ....................................................................................................... 13 

    BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................... 15 3.1.  Jawaban Tugas Contoh Kasus ................................................................................ 15 

    3.2.  Jawaban Tugas Perhitungan ................................................................................... 18 

    BAB IV PENUTUP .............................................................................................................. 31 

    4.1.  Kesimpulan ............................................................................................................. 31 

    DAFTAR PUSTAKA 

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    4/33

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Karakteristik Udara pada Tekanan Atmosferik ...................................................... 20 

    Tabel 2. Rangkuman Relasi Empiris untuk Konveksi Bebas pada Rongga ......................... 21 

    Tabel 3. Data Tube HE dan Kondensor ................................................................................ 27 

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Peta Konsep Perpindahan Kalor Konveksi. .......................................................... 6 

    Gambar 2. Ilustrasi Aliran pada Plat Datar ............................................................................ 8 

    Gambar 3. (a) Profil Lapisan Batas, (b) Distribusi Kecepatan pada Aliran Sepanjang

    Silinder, dan (c) Pola Umum Aliran Sepanjang Silinder. ..................................................... 12 Gambar 4. Ilustrasi Peletakan Kaleng pada Posisi Horizontal dan Vertikal. ........................ 18 

    Gambar 5. Ilustrasi Bejana Penyimpan Minyak ................................................................... 19 

    Gambar 6. Aliran Cross-Flow dan Profil Temperatur .......................................................... 22 

    Gambar 7. Plot Faktor Koreksi untuk Aliran Single-Pass Cross-Flow Exchanger , Unmixed ............................................................................................................................................... 23 

    Gambar 8. Efektivitas untuk Cross-Flow Exchanger, Unmixed  ........................................... 25 

    Gambar 9. Grafik Re vs JH pada Tube .................................................................................. 28 

    Gambar 10. Grafik Re vs JH pada Shell ................................................................................ 29 

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    5/33

    BAB I

    PENDAHULUAN 

    1.1. 

    Latar Belakang

    Kalor merupakan energi yang berpindah dari suatu zat yang bersuhu tinggi ke

    suatu zat yang suhunya lebih rendah. Salah satu cara perpindahan kalor adalah melalui

    konveksi. Konveksi merupakan proses perpindahan kalor yang disertai dengan

     perpindahan partikelnya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan

     berbagai peristiwa perpindahan kalor baik itu yang kita sadari maupun tidak. Sebagai

    contoh, saat kita memanaskan makanan kaleng dalam air panas diatas kompor,

     panas/kalor dari air akan berpindah ke kaleng sehingga makanan didalam menjadi

    matang parpindahan panas yang terjadi pada kegiatan tersebut adalah perpindahan

     panas secara koveksi.

    Perpindahan panas secara konveksi sebenarnya dapat dibagi menjadi 2 yaitu

    konveksi paksa dan konveksi alami, namun pada kasus-kasus tertentu, sistem

     perpindahan kalor mempunyai kedua cara konveksi tersebut secara bersamaan.

    Perpindahan panas secara konveksi ternyata banyak sekali terjadi di dalam kehidupan

    manusia, termasuk dalam industri. Heat Exchanger (HE) adalah salah satu aplikasi dari

     perpindahan panas konveksi dalam dunia industri. HE adalah suatu sistem yang

    direkayasa untuk mendinginkan atau memanaskan aliran fluida dari pipa. Oleh karena

    itu, makalah ini akan membahas mengenai perpindahan panas secara konveksi baik

     paksa maupun alami serta prinsip kerja HE.

    1.2. Tujuan Pembelajaran

    Dalam penulisan laporan ini, penulis memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

      Mempalajari hukum Newton dan bilangan-bilangan tak berdimensi yang berkaitan

    dengan konveksi

      Memahami prinsip konveksi, jenis aliran, lapisan batas aliran dan lapisan batas

    termal

      Menentukan persamaan perpindahan panas konveksi sesuai dengan rejim aliran

     pada kasus

     

    Menentukan cara penyelesaian untuk setiap kasus dalam konveksi alami

      Menentukan cara penyelesaian untuk setiap kasus dalam konveksi paksa

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    6/33

      Mengenalkan rumus-rumus empiris pada panas konveksi paksa pada aliran dalam

     pipa dan tabung

      Mengenalkan prinsip pada panas konveksi paksa pada aliran melewati bola,

    silinder dan dilinder dalam tabung

      Mengenalkan cara memecahkan masalah pada sistem HE, meliputi: penentuan

    koefisien perpindahan kalor menyeluruh, faktor pengotor dan efisiensi HE

      Mengenalkan Jenis-jenis HE

      Menyelesaikan masalah pada HE menggunakan pendekatan LMTD dan NTU  –  

    efektivitas

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    7/33

    1.3. Peta Konsep

    Gambar 1. Peta Konsep Perpindahan Kalor Konveksi.

    (Sumber: Dokumen Pribadi)

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    8/33

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1. Hukum Newton pada Konveksi

    Penentuan laju perpindahan kalor konveksi menggunakan Hukum Newton

    tentang Pendinginan:

     ̇ = ℎ ∞ Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa perpindahan kalor konveksi

     bergantung pada h (koefisien perpindahan kalor konveksi), A (luas permukaan

     penampang), dan gradien suhu antara dinding dan fluida. Koefisien perpindahan kalor

    konveksi (h) sering juga disebut konduktansi lapisan ( film conductance) karena

     berhubungan dengan proses konduksi pada lapisan fluida tipis stasioner pada

     permukaan dinding.

    2.2. Pengaruh Gesekan Fluida dengan Perpindahan Kalor

    Gaya gesek pada dinding dapat dirumuskan dengan menggunakan koefisien

    gesek Cf:

    =  Metode lain untuk menentukan gaya gesek pada dinding adalah dengan

    menggunakan hukum Fourier, distribusi kecepatan dan ketebalan lapisan batas:

    = , ⁄

     

    Dengan menggabungkan dua persamaan tersebut, akan didapatkan persamaan

    ketiga dengan solusi eksaknya pada persamaan keempat. Persamaan ketiga dapat ditulis

    ulang dalam bentuk persamaan kelima, di mana suku di sebelah kiri adalah bilangan

    Stanton. Penulisan ulang dari persamaan kelima adalah persamaan keenam yang

    disebut analogi Reynolds-Colburn (hubungan antara gesekan fluida dan perpindahan

    kalor untuk aliran laminar pada plat datar).

    = ,

    ⁄ = 0,323 −/ 

    = 0,332 −/ 

    =

    = 0,332

    −/

    −/

     

    ⁄ = 0,332 / =  

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    9/33

    2.3. Bilangan - Bilangan Tak Berdimensi dalam Perpindahan Kalor Konveksi

    a.  Bilangan Reynold (Re)

    Bilangan ini menunjukkan jenis suatu aliran (laminar/transisi/turbulen).

    Re = ρxμ   b.  Bilangan Prandtl (Pr)

    Bilangan ini memberikan hasil pengukuran dari efektivitas relatif dari

     perpindahan energi dan momentum melalui difusi masing-masing pada lapisan batas

    termal dan kecepatan.

    Pr = Cμk = vα c.  Bilangan Nusselt (Nu)

    Bilangan ini setara dengan gradien temperatur tak berdimensi pada

     permukaan yang menunjukkan ukuran perpindahan kalor konveksi pada permukaan:

    Nu = hLk  d.  Bilangan Stanton (St)

    Bilangan ini menunjukkan rasio antara kalor yang ditransfer pada fluida

    dengan kapasitas kalor fluida.

    St = . e.  Bilangan Grashof (Gr)

    Bilangan ini menunjukkan perbandingan antara gaya apung dengan gaya

    viskos pada aliran konveksi alami.

    G = gβw−xv  2.4. Aliran Viscos, Aliran Tidak Viscos ( Inviscid), dan Rejim Aliran

    Gambar 2. Ilustrasi Aliran pada Plat Datar

    (Sumber: Holman, 2009)

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    10/33

    Berawal dari leading edge  (pada gambar merupakan ujung plat sebelah kiri),

    rejim aliran terbentuk pada lokasi di mana gaya viskos terasa. Gaya viskos

    dideskripsikan sebagai =   , dengan μ  adalah koefisien viskositas dinamik. Rejimaliran yang terbentuk dari ujung plat di mana efek viskositas teramati disebut lapisan

     batas (boundary layer ). Transisi dari aliran laminar ke turbulen terjadi saat

    ∞ =∞ > 5 × 1 0 

    di mana u∞ adalah kecepatan aliran bebas (m/s), x adalah jarak dari ujung plat

    (m), dan v adalah viskositas kinematik (m2/s). Lebih lanjut, persamaan di atas dapat

    dinyatakan dengan bilangan Reynold

    untuk aliran pada pipa, bilangan Reynold dapat dinyatakan dengan

    untuk aliran turbulen. Namun, terdapat rentang umum bilangan Reynold yaitu

    untuk aliran transisi. Biasanya jika bilangan Reynold nilainya dibawah 2000

    maka aliran akan laminar.

    2.5. Tipe - Tipe Perpindahan Panas Konveksi Bebas

    Konveksi Bebas pada Plat Rata Vertikal 

    Pada dinding, kecepatan fluida adalah nol karena terdapat kondisi gelincir (no

    slip), kecepatan itu bertambah terus sampai mencapai nilai maksimum dan kemudian

    menurun lagi hingga nol pada tepi lapisan batas. Untuk menganalisisnya, dibuat

     persamaan diferensial gerakan lapisan batas itu dengan gaya bobot, yaitu  –ρg , dengan

     persamaan :

    2

    2

     y

    ug

     x

     p

     y

    uv

     x

    uu

     

      

     

         

     dengan g

     x

     p

        . Lalu perbedaan densitas diperoleh dengan ( ρ∞- ρ) = βρ(T -T ∞).

     

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    11/33

    10 

    Konveksi Bebas pada Bidang dan Silinder Vertikal

    Kriteria umum ialah bahwa silinder vertikal dapat ditangani sebagai plat rata

    vertikal apabila 

    di mana  D  ialah diameter silinder. Untuk permukaan isotermal, nilai untuk

    konstanta-konstanta tsb diberikan pada Lampiran 3. Terdapat indikasi dari usaha

    analitis Bayley, dan dari perhitungan fluks kalor referensi 22 bahwa rumus berikut

    lebih baik

    Koefisien perpindahan-kalor rata-rata untuk kasus fluks-kalor tetap tidak dapat

    dievaluasi. Untuk daerah laminar, dengan menggunakan persamaan dibawah ini untuk

    mengevaluasi hx:

    Persamaan untuk kasus fluks-kalor-tetap jika angka Nusselt rata-rata didasarkan

    atas fluks kalor dinding dan beda suhu pada pusat plat (x = L/2) hasilnya adalah :

    dimana

    Konveksi Bebas dari Silinder Horizontal

    Persamaan yang lebih rumit, yang dapat digunakan untuk rentang Gr Pr yang

    luas, diberikan oleh Churchill dan Chu:

    Persamaan yang lebih sederhana juga terdapat pada rujukan 70, tetapi berlaku

    hanya pada aliran laminar dari 10-6 < Gr d Pr < 109 :

    Sifat-sifat dalam persamaan tersebut ditentukan pada suhu film. Perpindahan

    kalor dari silinder horizontal ke logam cair dapat dihitung menurut 

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    12/33

    11 

    Konveksi Bebas dari Plat Horizontal

    Koefisien perpindahan-kalor rata-rata dari plat-rata horizontal dihitung dengan

    Persamaan memakai konstanta yang diberikan pada Tabel 7. Kesesuaian dengan data

     percobaan bisa dicapai bila dimensi karakteristik dihitung dari

    di mana A adalah luas, dan P merupakan wetter perimeter  permukaan itu. Dimensi

    karakteristik ini juga berlaku untuk bidang berbentuk tak simetri.

    Fluks kalor tetap pada plat horizontal. Untuk permukaan yang dipanaskan

    menghadap keatas, maka

    Angka Nusselt dibentuk oleh

    Konveksi Bebas dari Permukaan Miring

    Untuk plat miring menghadap kebawah dengan fluks kalor hampir tetap, didapatkan

    korelasi berikut untuk angka Nusselt rata-rata

    2.6.  Hubungan Empiris pada Aliran di Pipa dan Tabung pada Konveksi Paksa

    Untuk sistem seperti diatas, total energi yang ditambahkan ke dalam sistem

    dengan melihat perbedaan temperatur bulk adalah: dengan  konstan di semua titik didalam pipa.

    Besar perubahan q dalam setiap perubahan posisi x dapat diketahui juga melalui

    Hal yang menjadi masalah pada aliran konveksi pada tabung, adalah mencari

    nilai h (koefisien perpindahan panas konveksi).

    2.7. Aliran Sepanjang Silinder dan Bola

    Perpindahan kalor yang terjadi pada aliran di bagian luar silinder juga tak kalah pentingnya dibandingkan aliran dalam silinder dan plat datar. Jika lapisan batas pada

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    13/33

    12 

    silinder ini tetap laminar dan stabil maka perhitungan perpindahan kalor dapat

    dilakukan dengan cara seperti yang telah dibahas sebelumnya. Gradien tekanan perlu

    diperhitungkan, karena dapat membentuk daerah aliran terpisah yang mengarah ke arah

    sebaliknya saat kecepatan aliran bebas (

    ∞) cukup besar.

    Gambar 3. (a) Profil Lapisan Batas, (b) Distribusi Kecepatan pada Aliran Sepanjang Silinder, dan (c)

    Pola Umum Aliran Sepanjang Silinder.

    (Sumber: Holman, 2010 dan Cengel) 

    Hal ini sesuai dengan teori lapisan batas, tekanan yang melalui lapisan batas bernilai konstan pada posisi x manapun (diukur dari titik diam/stagnation point  seperti

     pada Gambar 1c). Saat aliran terbentuk melewati silinder, tekanan pada lapisan batas

    akan mengikuti aliran. Saat mencapai bagian depan silinder, tekanan akan berkurang

    dan meningkat ke arah sebaliknya. Perubahan tekanan ini akan menyebabkan

    kecepatan pada sisi depan lebih besar daripada sisi belakang, membentuk aliran balik

    (terjadi di permukaan-lapisan batas) yang menurunkan kecepatan aliran bebas (pada

    dinding - lapisan batas).

    Dengan mengasumsikan tekanan konstan sepanjang lapisan batas, pembentukan

    aliran balik terjadi pada lapisan batas yang dekat dengan permukaan (karena

    momentum lapisan fluida dekat permukaan tidak cukup untuk melawan kenaikan

    tekanan). Daerah ini disebut titik pemisahan (Gambar 1b; daerah di mana gradien

    kecepatan pada permukaan = 0):

    Pembentukan aliran balik ini menyebabkan adanya gaya tarik/drag force  pada

     bagian depan silinder. Gaya tarik pada silinder adalah akibat dari gabungan tahanan

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    14/33

    13 

    gesekan ( frictional resistance) dan tarikan tekanan ( pressure drag), menyebabkan

    daerah bertekanan rendah pada bagian belakang silinder akibat pemisahan aliran.

    2.8. Heat Exchanger

    Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh dan Jenis  –  Jenis Heat Exchanger

    Biasanya heat exchanger (HE) berbentuk pipa, maka perpindahan kalor

    menyeluruh dapat dinyatakan dengan

    dengan r 0 adalah jari-jari dalam pipa dan r i adalah jari-jari luar pipa. Sedangkan

    koefisien perpindahan kalor menyeluruh dinyatakan sebagai (subskrip i menunjukkan

    sisi dalam dan o menunjukkan sisi luar dari pipa yang lebih kecil):

    HE terdiri dari berbagai macam jenis, namun yang umum digunakan di industriadalah jenis shell and tube dan cross-flow. Jika pada shell and tube, aliran dua jenis

    fluida akan paralel satu dengan yang lainnya, sedangkan pada cross-flow, aliran fluida

    yang satu akan tegak lurus dengan aliran fluida yang lain. Pada shell and tube, fluida

    mengalir di dalam tabung dalam, sedangkan fluida lain dipaksa untuk mengalir di

     bagian shell dan di sisi luar tabung dalam. Sedangkan untuk cross-flow, gas dipaksa

    untuk mengalir melewati selongsong tabung (tube bundles) dan fluida lain digunakan

    di dalam tabung untuk keperluan pemanasan atau pendinginan. Gas yang mengalir

    melewati tabung disebut aliran bercampur (mixed stream) sedangkan fluida yang ada

    dalam tabung disebut unmixed stream. Berikut merupakan ilustrasi dan skema jenis

    shell and tube dan cross-flow.

    Faktor Penggagal dalam HE ( Fouling Factor) 

    Alat penukar kalor yang telah dipakai beberapa lama sering menimbulkan kerak

    atau lapisan tambahan tahanan terhadap aliran kalor yang disebut pengotor. Pengaruh

    menyeluruh dari pengotor dinyatakan dengan faktor pengotoran (R f )

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    15/33

    14 

    Rf  = oo bsi 

    Pendekatan LMTD

    Dalam menganalisis perpindahan panas pada alat penukar kalor (heat exchanger )

    dalam aliran sejajar maupun aliran lawan arah, dapat dilakukan dengan metode LMTD.

    Metode ini cocok digunakan dalam mendesain heat exchanger . Namun, metode ini

    digunakan bila temperatur fluida masuk dan temperatur fluida keluar dapat diketahui

    nilainya sehingga nilai dari ∆Tmdapat ditentukan. Secara umum, persamaan yangdigunakan dalam menentukan besarnya perpindahan panas dalam metode LMTD

    adalah :

    q = U . A . ∆ Tm dimana nilai dari ∆Tm, yaitu :Tm = − c−− c( c) c

     

    Jika suatu penukar kalor yang bukan jenis pipa ganda digunakan, perpindahan

    kalor dihitung dengan menerapkan faktor koreksi terhadap LMTD. Bentuk persamaan

     perpindahan kalor menjadi :

    q = U . A . F . ∆ Tm 

    Pendekatan NTU-Efektifitas

    Jika dalam suatu alat penukar kalor hanya temperatur fluida masuk atau fluida

    keluar yang diketahui, penggunaan metode LMTD menjadi tidak praktis. Oleh karena

    itu, lebih baik menggunakan metode lain, yaitu dengan metode effectiveness-NTU (  –   NTU method ). Metode ini cocok digunakan untuk analisis performa dari suatu heat

    exchanger . Nilai dari UA/C disebut dengan jumlah satuan perpindahan ( Number of

    Transfer Unit   = NTU). Persamaan yang digunakan dalam menentukan efektivitas

    adalah

      Untuk Parallel Flow (jika fluida dingin merupakan fluida minimum) 

    = −xp[−

    +]

    +  

      Untuk Counter Flow (jika fluida dingin merupakan fluida minimum)

    = −xp[−

    +

    ]+ xp[−

    −]

     

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    16/33

    15 

    BAB III

    PEMBAHASAN

    3.1. Jawaban Tugas Contoh Kasus

     Apakah membangun unit refrigerasi yang lebih besar akan menyelesaikan masalah?

     Jawab:

    Pada kasus ini, pembahasan utamanya adalah optimasi heat exchanger. Optimasi

    heat exchanger melibatkan banyak kriteria yang akan menjadi landasan untuk

    mendesain suatu heat exchanger. Kriteria ini meliputi biaya awal minimum, biaya awal

    dan biaya operasi minimum, berat atau bahan minimum, volume atau panas area

     perpindahan permukaan minimum, daerah frontal minimal, jumlah bagian minimum,dan sebagainya. Sebuah desain heat exchanger terdapat persyaratan tertentu, seperti

    transfer panas yang dibutuhkan, penurunan tekanan yang diizinkan, pembatasan tinggi,

    lebar dan / atau panjang exchanger, dan sebagainya. Dalam hal ini, persyaratan menjadi

    masalah optimasi. 

    Jika telah ditentukan ukuran maksimum dari suatu heat exchanger , maka hal

    tersebut adalah batas atas (upper limit ), di mana terdapat dua batas dari penentuan

    karakteristik dimensi heat exchanger , yaitu batas atas (upper limit ) dan batas bawah

    (lower limit ). Di luar batas tersebut, heat exchanger   tidak bekerja sebagaimana

    mestinya, bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada heat exchanger . Kerusakan

    dapat terjadi karena dalam penentuan batas atas dari besar (diameter dan panjang) heat

    exchanger , variabel penurunan tekanan ( pressure drop) juga akan dipengaruhi.

    Pada soal, ditanyakan apakah dengan membangun heat exchanger   yang lebih

     besar akan mengoptimalkan pendinginan fluida. Berikut ini merupakan sebab-akibat

    membangun heat exchanger  yang lebih besar dengan beberapa faktor.

    Dengan membangun unit refrigerasi (heat exchanger ) yang lebih besar, maka

    luas kontak antara fluida dingin (B) dengan fluida panas (A), akan semakin besar.

    Akibatnya, nilai koefisien perpindahan kalor secara menyeluruh menjadi lebih besar.

     Namun, luas kontak antara fluida panas dan dingin ini dibatasi oleh ukuran dari heat

    exchanger . Apabila kita memperbesar ukuran heat exchanger  maka, akan memerlukan

     biaya tambahan. 

    Selain itu, dengan membangun unit refrigerasi (heat exchanger ) yang lebih besar,

    maka faktor pengotor juga akan semakin meningkat. Faktor pengotor akan membuat

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    17/33

    16 

    aliran panas akan terhambat. Dengan meningkatnya nilai faktor pengotor, maka aliran

     panas dari fluida panas ke fluida dingin mengalami hambatan yang semakin besar

    seiring membesarnya nilai faktor pengotor. 

    Faktor lain yang mempengaruhi efektifitas dari heat exchanger   adalah nilai

    koefisien perpindahan panas menyeluruh U, yang merupakan kombinasi dari beberapa

     parameter seperti koefisien perpindahan panas konveksi fluida kerja yang mengalir di

    dalam dan di luar pipa h, konduktivitas termal bahan K, tahanan termal pengotor atau

    lapisan fouling yang mungkin terbentuk di permukaan di dalam dan di luar pipa Rf. 

    1 =

    1ℎ

       1

    ℎ  ln 2

        Lapisan fouling biasanya akan terbentuk pada permukaan perpindahan panas

     beberapa lama setelah alat tersebut dioperasikan. Fouling yang terbentuk umumnya

    mempunyai konduktivitas termal yang cukup rendah sehingga akan mengakibatkan

    menurunkan besarnya koefisien global perpindahan panas di dalam heat exchanger ,

    akibatnya laju pertukaran energi panas di dalam APK menjadi lebih rendah dan

    efektifitas perpindahan panas di dalam heat exchanger  pun menurun. Dalam keadaan

    yang ekstrim, fouling yang terbentuk dapat meningkatkan kerugian tekanan.

    Akumulasi fouling pada permukaan heat exchanger   dapat menimbulkan

    kenaikan pressure drop (penurunan tekanan). Hal tersebut disebabkan karena lapisan

    fouling mempengaruhi laju alir kecepatan fluidanya, sehingga fluida tidak dialirkan

    secara sempurna. Pada heat exchanger , penurunan tekanan berpengaruh pada tabung

    atau pipa yang ada di alat tersebut. Apabila kita asumsikan, laju alir fluida diperbesar

    seiring bertambahnya ukuran heat exchanger , maka dengan meningkatkan laju alir

    fluida panas maupun dingin akan memperbesar nilai koefisien perpindahan panas

    secara menyeluruh. Namun, apabila laju alir fluida terlalu tinggi, maka akan

    mengakibatkan  pressure drop  antara inlet   dan outlet   pada heat exchanger   akan

    semakin tinggi pula, sehingga akan menyebabkan adanya biaya tambahan untuk

     pumping  fluida yang masuk ke dalam heat exchanger . Pressure drop ini juga dapat

    menyebabkan perubahan faktor gesek ( friction factor ). Perubahan faktor friksi ini

    mengakibatkan berubahnya angka Reynold dan angka Nusselt, sehingga nilai

    koefisien perpindahan kalor konveksinya berubah dan koefisien perpindahan kalor

    menyeluruh pun akan ikut berubah. Penurunan tekanan disebabkan oleh adanya gaya

    gesek antara fluida yang mengalir dengan dinding tabung/pipa. Penurunan tekanan ini

    mempengaruhi kecepatan aliran, profil aliran dan juga berkaitan dengan friction loss.

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    18/33

    17 

    Hal inilah yang menyebabkan kinerja kerja alat menurun akibat efisiensi hasil yang

    didapat menurun karena aliran tidak berjalan dengan sempurna.

    Kita asumsikan bahwa apabila ukuran heat exchanger   diperbesar, maka

    diameter tube yang dilalui oleh fluida panas dan dingin akan membesar. Apabila laju

    alir fluida pada heat exchanger   yang tersedia sama dengan heat exchanger   yang

    diperbesar ukurannya, maka hal ini akan menyebabkan bilangan Reynold yang

    semakin kecil atau tingkat turbulen yang dimiliki aliran fluida panas maupun dingin

    akan berkurang seiring dengan bertambahnya ukuran diameter tube. Apabila bilangan

    reynoldnya berkurang hingga mencapai zona aliran laminar, maka aliran laminar

    tersebut akan menjadi tahanan termal, sehingga perpindahan panas yang terjadi antara

    fluida panas dan dingin menjadi berkurang.

    Untuk mengoptimalkan pendinginan, dapat digunakan perpindahan kalor secara

    augmentasi. Ketika menggunakan tabung paduan tinggi di penukar panas (baja tahan

    karat, titanium, paduan nikel, baja stainless dupleks, dll), menerapkan augmentasi

    dengan tepat dapat sangat signifikan mengurangi biaya yang dibutuhkan. augmentasi

    mungkin tidak hanya mengurangi biaya pipa, tetapi juga ukuran dari kepala dan

    tubesheets  (diameter lebih kecil, ketebalan dinding yang lebih kecil, lebih sedikit

    lubang tabung untuk dibor, dll).

    Ada banyak keuntungan termal dengan memanfaatkan augmentasi. Bagi banyak

     peningkatan kecil untuk kapasitas produksi (10 sampai 30%), pembelian dan

     pemasangan penukar yang baru tidak dapat efektif secara ekonomi. Namun, ketika

     penukar panas adalah "bottleneck " dari unit operasi, maka augmentasi dapat menjadi

    solusi yang tepat. Kelebihan utama dari memperkenalkan augmentasi adalah

    kemungkinan substansial meningkatkan thermal duty  untuk memenuhi kebutuhan

    kondisi proses baru atau tujuan produksi. Hal ini dapat dicapai baik oleh:

    1. 

    Instalasi bahan yang dapat dilepas di dalam tabung,

    2. 

    Mengganti tabung bundel yang dapat dilepas dengan tabung bundel baru dengan

     performa yang ditingkatkan,

    3.  Mengganti penukar panas dengan penukar panas tabung baru dengan performa

    yang ditingkatkan dengan ukuran yang sama atau lebih kecil.

    Dua cara pertama ini dapat diselesaikan tanpa modifikasi pada penukar panas

    sendiri sementara ketiga dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada koneksi pipa asli

    dan untuk mendukung nya. Oleh karena itu, cara ini memiliki manfaat karenamemiliki efek minimal pada jadwal operasi dari pabrik produksi.

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    19/33

    18 

    3.2. Jawaban Tugas Perhitungan

     Nomor 1

     Minuman kaleng berukuran panjang 150mm, diameter 60mm dengan suhu 27°C

     akan didinginkan dengan meletakkannya di dalam lemari pendingin pada suhu

     4°C. Untuuk memaksimalkan laju pendinginan, apakah sebaiknya kaleng minuman

     tersebut diletakkan secara horizontal atau vertikal?

     Jawab:

    Gambar 4. Ilustrasi Peletakan Kaleng pada Posisi Horizontal dan Vertikal.

    (Sumber: Dokumen Pribadi) 

    Asumsi:

      Di dalam lemari pendingin, udara dialirkan dengan kecepatan 1 /   Tidak ada konduksi pada dinding tabung yang menyentuh dinding pendingin

     

    Suhu diketahui 4°C adalah suhu pada bagian terluar kaleng

    Kita mencari sifat-sifat lapisan batas kaleng:

    = 2 7 42 = 15,5 ℃ = 288,5 =0,02533/℃ 

    = =1,7893×10−

    1,2315 =1.4529×10−/ 

    =1,005608 /℃  = =1005,608×1,7893×10−

    0,02533 =0,71035 Berdasarkan diameter kaleng, kira mencari Reynolds:

    = ∞ =1/0,15

    1.4529×10−/ =10324,18 

    = × ∞

    u

    u

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    20/33

    19 

    Berdasarkan Tabel 6-2 (Holman, Heat Transfer 10th Edition), C = 0,193 n = 0,618,

    sehingga:

    = 0, 193× ∞

    ,/ =29,558 

    ℎ = =29,558 0,025330,06 = 124,784 /℃   Silinder diletakan vertikal, berarti bidang bawah hilang sehingga:

    A = A tutup +A selimut = 0,0678   = ℎ ∞ = 124,7840,06782 7 4 =194,588 W 

      Silinder diletakan horizontal, maka bagian yang hilang adalah sepanjang L silinder

    dengan lebar sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Sehingga:

    A = 2A tutup + A selimut = 0,0792   = ℎ ∞ = 124,7840,07922 7 4 =227,306 W Karena laju kehilangan kalor dari silinder yang diletakan horizontal lebih besar

    dibandingkan dengan yang diletakan vertikal, maka meletakkannya horizontal akan

    memaksimalkan laju pendinginan.

     Nomor 2

    Sebuah bejana besar digunakan untuk menyimpan minyak panas dengan suhu 400 o F. Di sekeliling bejana dipasang selongsong yang didinginkan hingga suhu

    140 o F. Ruang udara yang memisahkan tong dengan selongsong yang

     mengelilinginya berukuran tinggi 35 cm dan tebal 3 cm. Ilustrasikan sistem diatas!

     Perkirakan laju konveksi bebas per-meter persegi luas permukaan!

    Jawab:

    Gambar 5. Ilustrasi Bejana Penyimpan Minyak

    (Sumber: Dokumen Pribadi)

    Minyak

     panas,

    T∞ 

    Udara,

    Tw

    δ 

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    21/33

    20 

    T∞ = 400oF = 477,59 K Tw = 140

    oF = 333,15 K

    L = 0,35 m δ = 0,03 m

    Asumsi:

    -  Steady-state 

    -  Bejana berada pada posisi vertikal dan tertutup

    Konveksi bebas

    -  Geometri ruang yang ditempati udara (annulus/rongga pipa vertikal) menyerupai

     plat vertikal

    -  Permukaan bejana isothermal

    -  Tekanan atmosferik

    Laju konveksi bebas per-meter persegi luas permukaan dapat dihitung dengan rumus

      =  ∞  Maka nilai k e harus diketahui terlebih dahulu dengan

    =  

    dimana = − . Maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalahmenghitung suhu film:

    = ∞2 = 477,59333,152 = 405,37  β =

     =

    , =0,00247− 

    Suhu tersebut digunakan untuk menentukan nilai v, k, dan Pr dari udara dengan

    menggunakan Tabel 1 (Appendix A Holman, 2010).

    Tabel 1. Karakteristik Udara pada Tekanan Atmosferik

    (Sumber: Holman, 2010) 

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    22/33

    21 

    Maka diperoleh:

       Nilai k

    405,37400

    450400= 0,03365

    0,037070,03365 

    k = 0,034 W/mK

       Nilai v

    405,37400450400 =

    25,9031,7125,90 

    v = 26,52 × 10-6 kg/m3 

       Nilai Pr

    405,37400

    450400 =

    0,689

    0,6830,689 

    Pr = 0,6884

    Sehingga:

    = ∞

      = 9,810,00247477,59333,150,03

    26,52×10− 0,6884 =92493,46 

    Dengan merujuk pada Tabel 2 (Tabel 7-3 Holman, 2010), maka kita dapat

    menentukan nilai parameter lainnya yaitu:

    Tabel 2. Rangkuman Relasi Empiris untuk Konveksi Bebas pada Rongga

    (Sumber: Holman, 2010) 

    C = 0,197 n = 1/4 m = -1/9

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    23/33

    22 

    Sehingga:

    = = 0,0340,19792493,46 ⁄ 0,350,03

    − ⁄ =0,0889 

      =  ∞ = 0,0889 477,59333,150,03 =428,02  Maka, laju konveksi bebas per-meter persegi luas permukaan adalah 428,02 W/m2.

     Nomor 3

    Gas panas dialirkan dalam tabung bersirip pada alat penukar kalor aliran silang,

    untuk memanaskan 2.5 kg/det air dari suhu 35°C menjadi 85°C. Gas panas tersebut(cp = 1.09 kJ/kg.°C) masuk pada suhu 200°C dan keluar pada 93°C. Koefisien

     perpindahan kalor menyeluruh sebesar 180 W/m 2 .°C. Hitunglah luas area perpindahan kalor dengan menggunakan pendekatan : (a) LMTD, dan (b) NTU-

     Efektivitas.

    Diketahui :

    ̇ = 2.5 kg/s Tc1 = 35°C Tc2 = 85°C cp = 1.09 kJ/kg.°CTh1 = 200°C Th2 = 93°C U = 180 W/m2.°C

    Jawab: 

    (a) Mencari nilai luas area perpindahan kalor dengan pendekatan LMTD

    Asumsi:

    o  Yang digunakan adalah Heat Exchanger Aliran Silang

    o  Kedua fluida (Air dan Gas) pada Heat Exchanger tidak bercampur

    Gambar 6. Aliran Cross-Flow dan Profil Temperatur

    (Sumber: http://eprints.undip.ac.id/41578/3/BAB_II.pdf) 

    Metode LMTD 

    Pada dasarnya, proses transfer kalor pada Heat Exchanger berlaku:

    Qditerima = Qdilepas

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    24/33

    23 

    Dimana, nilai perpindahan kalor yang ditransfer sebesar

    = ̇ ∆   = 2 , 5

      4180  

      85 35 

    =522500  .  Dalam metode LMTD ini q juga dapat diukur dengan persamaan berikut, dimana

    dapat dipakai untuk menentukan luas Heat Exchanger

    = . . . ∆  Mencari Nilai ∆ 

    ∆ =

    ln /  

    ∆ = 20085 9335ln 2008593 35  

    ∆ = 57ln1,98 =83,2Mencari nilai F (faktor koreksi), dengan menggunakan grafik factor koreksi untuk

    Heat Exchanger Aliran Silang sekali lintas, kedua fluida tak campur.

    Gambar 7. Plot Faktor Koreksi untuk Aliran Single-Pass Cross-Flow Exchanger, Unmixed  

    (Sumber: Holman, 2010) 

    Untuk mencari nilai F dari grafik, maka harus menghubungkan korelasinya dengan P

    dan R:

    = 21ℎ21 = 85 3520035 =0,3

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    25/33

    24 

    = ℎ2ℎ121 =200938 5 3 5 =2,14

    Sehingga didapatkan F = 0.93. Untuk mencari nilai A, pakai persamaan diatas yaitu

    = . . . ∆    = ..∆ 

      = 522500180 0,93 83,2   = ,  

    Metode NTU- Efektivitas

    Mencari laju alir massa gas

    Qditerima = Qdilepas

    ̇   ∆ = ̇  ∆ ̇ = ̇   ∆ ∆  

    ̇ = 2,5 .4180 . 85 351090 . 200 93  ̇ = 4,48  

    Mencari nilai laju kapasitas kalor

      = ̇  =2,5 .4180=10450 ℃   = ̇  = 4,48 .1090 = 4883,2 ℃  

    Diketahui bahwa <  , maka gas yang memiliki laju kapasitas  merupakanfluida minimum. Sehingga

    = =4883,210450  

    =0,467  Nilai efektivitas untuk system ini akibat fluida panas yang merupakan fluida

    minimum :

    ∈ = ∆ ℎ∆ =  

    ∈= 2009320035 ∈=0,648 

    Selanjutnya untuk mencari nilai A, maka digunakan persamaan NTU yang didapatkan

    nilainya dengan pendekatan grafik.

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    26/33

    25 

    =  Grafik yang digunakan merupakan grafik efektivitas untuk Heat Exchanger aliran

    silang pada fluida tak campur.

    Gambar 8. Efektivitas untuk Cross-Flow Exchanger, Unmixed  

    (Sumber: Holman, 2010) 

    Dimana nilai NTU max yang didapat dari pendekatan tersebut adalah :

    =1,4 Maka nilai luas Heat Exchanger adalah

    =

     

      = .    = 1,4 . 4883,2 /℃180 ℃

     

      = ,  

     Nomor 475.000 lb/jam etilen glikol dipanaskan dari suhu 1000 F menjadi 2000 F

     menggunakan uap pada suhu 2500 F. Untuk tujuan tersebut, telah disediakan HE

    1-2 dengan diameter dalam 17,25 inch. HE tersebut memiliki 224 tabung jenis 14

     BWG dengan diameter luar tabung 0,75 inch dan  panjang 16’0’’. Tabung disusun

     dengan susunan triangular pitch 15/16 inch dan jarak antar baffles 7 inch. Berapa

     faktor pengotor dari HE tersebut?

     Jawab :

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    27/33

    26 

      Misalkan subskrip 1 digunakan untuk etilen glikol dan subskrip 2 digunakan untuk

    uap air.

      Etilen glikol merupakan fluida yang akan dinaikkan suhunya (cold fluid ), maka

    etilen glikol mengalir pada tube sedangkan uap air mengalir pada shell sebagai hot

     fluid .

      Uap air diasumsikan mempunyai sifat termal yang sama dengan air untuk

    mempermudah penentuan nilai viskositas.

      Kalor yang dilepas oleh uap air tidak membuat uap air turun temperaturnya, namun

    hanya mengubah fasa dari uap menjadi cair.

      Mengasumsikan juga bahwa tidak ada perpindahan kalor dari sistem ke lingkungan.

    Diketahui :m etilen glikol = 75.000 lb/jam

    T1 in = 1000F

    T1 out = 2000F

    T2 in = T2 out = 2500F

    Spesifikasi HE :

      Inner Diameter (ID) shell = 17,25 inch

      Outer Diameter (OD) tube = 0,75 inch

      Jumlah tube (Nt) = 224

      Jenis tube 14 BWG

      Pitch tube 15/16 inch

      Panjang tube (L) = 16 ft

      Jarak baffles = 7 inch

      Pass tube side = 2

      Pass shell side = 1

    Untuk menentukan faktor pengotor (R f ), langkah  –   langkah yang dilakukan adalah

    sebagai berikut.

    a.  Menentukan massa uap air yang masuk

    Menggunakan asas Black,

    ℎ = ℎ   × =   ×   × ∆ 

      ×900 =75.000     ×0,63   × 200 100 

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    28/33

    27 

    =5.250   b.

     

    Menghitung ΔTm  menggunakan LTMD

    ∆ =∆−∆

    ∆−∆ 

    ∆ = ln  ∆ = −−−−−− 

    = 91, 02 ℉ c.  Menghitung hio pada tube (aliran etilen glikol) dan ho untuk menentukan koefisien

     perpindahan kalor menyeluruh untuk keadaan bersih (U bersih)

     

    Menentukan hio. Diketahui dari Tabel 10 buku Kern, at’ = 0,268 in2 dan karena

    OD tube = 0,75 dan 14 BWG, maka ID tube = 0, 584 in.

    = × ×  dengan = ×′ . = ×,

    × = 0,2084  

    Setelah memperoleh at kita dapat mencari Gt 

    Tabel 3. Data Tube HE dan Kondensor

    (Sumber: Kern, 1950)

    = = . /, = 25.191,94 . =302.303,28 . 

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    29/33

    28 

    = , ×.,

    ., ×, .

      =470847,44 (aliran turbulen).Berdasarkan nilai Re yang didapat, kita dapat menentukan JH  dengan

    menggunakan grafik berikut.

    Gambar 9. Grafik Re vs JH pada Tube 

    (Sumber: Kern, 1950) 

    Didapatkan JH (sumbu y) sebesar 800.

    Memasukkan nilai JH ke rumus

    ℎ = ×   × × / =800 × ,  ×0,63 ℉ × 10 × 0,055 × 10− ./ =

    96,22 .℉ =13.855 .℉ ℎ = ℎ ×

    =13.855

     

    ℉  × 0,04867

    0,0625 =10.789

     

    . ℉ 

      Mencari ho pada shell (uap air)

    Tube pitch adalah penjumlahan dari diameter tube dan jarak antar tube (C’).

    C’ = pitch –  ODtube = (15/16) –  ¾ = 0,1875 in.

    as merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran pada shell.

    = ... = , ×, × × =0,1677  

    =

    =.

    , =447,209

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    30/33

    29 

    viskositas (μ) air pada 2500F = 394,3 K = 0,2381 x 10-3 kg/m.s = 575,98 x 10-3 

    lb/ft.jam (dari Appendix A2-11 buku Geankoplis)

    =.

    =

    1,4375 .447,209  .575,98 ×10−  . =1116,12

     Nilai JH kemudian dapat ditentukan dari nilai Re yang didapat dengan bantuan

    grafik berikut.

    Gambar 10. Grafik Re vs JH pada Shell  

    (Sumber: Kern, 1950) 

    Didapatkan JH sebesar 17. Memasukkan nilai JH yang didapat ke dalam rumus

    ℎ =   × × .

     

    = 1 7 × , ×900 .575,98 ×10− . 

    = 95 .℉ Uclean =

    .+ = .+ =94,17 .℉. 

    d. 

    Menghitung Faktor Pengotor

    Menghitung Utotal 

    a’’ = 0,1963 ft2  menunjukkan surface per lin ft (ft2), outside.

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    31/33

    30 

    A = N.L.a’’ = 224. 16’’0’.0,1963 ft2 = 703,54 ft2 

    Udirt =

    .∆ =..

    , .,℉ = 73,79 Btu/jam.ft2.0F

    Rf =−. =

    ,−,,., =

    , ..℉

     

    Jadi, faktor pengotor adalah sebesar 0,00293 jam.ft2.0F/ Btu.

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    32/33

    31 

    BAB IV

    PENUTUP

    4.1. Kesimpulan

    Perpindahan panas secara konveksi terbagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebab

    terjadinya konveksi, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi alami

    terjadi karena perubahan densitas dari fluida yang mengalami pemanasan sehingga

    fluida akan bergerak naik. Konveksi paksa yaitu perpindahan panas dimana fluida

    mengalami gaya dorong oleh permukaan perpindahan kalor.

    Besar laju perpindahan panas secara konveksi dipengaruhi oleh koefisien

    konveksi, luas permukaan dari benda yang bersinggungan dengan fluida, dan

     perbedaan suhu antara benda dan fluida. Nilai koefisien konveksi dipengaruhi oleh

     beberapa faktor, yaitu viskositas fluida, kecepatan fluida, perbedaan suhu antara benda

    dan fluida, kapasitas panas fluida, dan densitas fluida. Nilai koefisien konveksi dapat

    dicari dengan menggunakan bilangan Nusselt (Nu) yang merupakan fungsi dari

     bilangan Prandtl (Pr) dan atau bilangan Grashof (Gr).

    Perpindahan panas secara konveksi banyak diterapkan dalam merancang alat-alat

    yang digunakan dalam pabrik, salah satu alat yang sangat berkaitan dengan prinsip perpindahan panas secara konveksi yaitu heat exchanger .  Heat exchanger  digunakan

    untuk proses perpindahan kalor antara aliran panas dan aliran dingin.

  • 8/17/2019 Laporan Pemicu II Perpindahan Kalor Konveksi Alami dan Konveksi Paksa

    33/33

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2015. Convection Heat Transfer. Tersedia di:

    http://higheredbcs.wiley.com/legacy/college/kaminski/0471268739/addtl_content/ch1

    2.pdf diakses pada: 14 April 2016

    Anonim. 2016.  Entry Flow in a Duct. Tersedia di:

    http://nptel.ac.in/courses/112104118/lecture-31/31-1_entry_flow.htm.  Diakses pada:

    21/04/16

    Anonim. BAB II Dasar Teori. http://eprints.undip.ac.id/41163/3/BAB_II.pdf. (Diakses pada

    23 April 2016)

    Anonim. Proses terjadinya angin darat dan laut. 2013. http://fisikazone.com/perpindahan-

    kalor-kelas-10/proses-terjadinya-angin-darat-dan-laut/ (Diakses pada 23 April 2016)Cengel, Y.A. Heat Transfer . Edisi Kedua. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

    D.Q. Kern, 1950. Process Heat Transfer . International edition Edition. McGraw-Hill

    Education (ISE Editions).

    Faghri, Amir, dkk. 2016. Natural Convection in Enclosures. Tersedia di:

    http://www.thermalfluidscentral.org/e-resources/download.php?id=57. Diakses pada:

    14 April 2016

    Holman, Jack P. 2010. Heat Transfer 10th Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. New

    York

    Holman, Jack P. (2002). Heat Transfer, 10th ed. New York: McGraw-Hill International

    Incropera, F.P., dan Dewitt, D.P.2002. Fundamental of Heat and Mass Transfer . New

    York: John Wiley & Sons.

    Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas. Edisi 3. Jakarta: Erlangga

    Kern, D.Q. 1965. Process Heat Transfer . New York: McGraw Hill Book Company Inc

    Pitts, Donald R dan Leighton E. Sissom. 1987. Teori dan Soal-Soal Perpindahan Kalor .

    Jakarta: Erlangga

    Wibawa, I. 2012.  Heat Exchanger   [ONLINE] Diakses pada 23 April 2016 dari

    https://indrawibawads.files.wordpress.com

    http://nptel.ac.in/courses/112104118/lecture-31/31-1_entry_flow.htmhttp://eprints.undip.ac.id/41163/3/BAB_II.pdfhttp://fisikazone.com/perpindahan-kalor-kelas-10/proses-terjadinya-angin-darat-dan-laut/http://fisikazone.com/perpindahan-kalor-kelas-10/proses-terjadinya-angin-darat-dan-laut/http://fisikazone.com/perpindahan-kalor-kelas-10/proses-terjadinya-angin-darat-dan-laut/http://fisikazone.com/perpindahan-kalor-kelas-10/proses-terjadinya-angin-darat-dan-laut/http://eprints.undip.ac.id/41163/3/BAB_II.pdfhttp://nptel.ac.in/courses/112104118/lecture-31/31-1_entry_flow.htm