laporan kunlap urologi

18
Tanggal Kunjungan : 20 September 2014 Dosen Pembimbing : dr. Pandu Ishaq Nandana, Sp.U I. IDENTITAS PASIEN 1. Nama : Tuan S 2. Usia : 45 Tahun 3. Jenis kelamin : Laki-laki 4. Alamat : Bima 5. Agama : Islam 6. Pekerjaan : Petani II. ANAMNESIS Pasien datang dengan keluhan utama sulit berkemih. Pasien juga mengeluh nyeri dan terasa panas saat berkemih. Selain itu nyeri juga dirasakan di suprapubik dan di pinggang yang bersifat hilang timbul. Nyeri dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Tidak ada riwayat kencing berdarah. Pasien merasa tidak puas pasca berkemih dan pancaran kencing lemah. Selain itu pasien harus mengejan terlebih dahulu sebelum berkemih. Urin berwarna putih keruh dan bila mengering akan tampak seperti kapur. Pasien juga mengalami nokturia. Diketahui bahwa pasien memiliki kebiasaan menahan kencing dan jarang minum. Pasien telah di-sistosomi di RSU Bima kemudian dirujuk ke RSUP NTB. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan 1

Upload: gekwahyu

Post on 14-Sep-2015

223 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

LAPORAN KUNLAP urologi

TRANSCRIPT

Tanggal Kunjungan:20 September 2014Dosen Pembimbing: dr. Pandu Ishaq Nandana, Sp.UI. IDENTITAS PASIEN1. Nama: Tuan S2. Usia: 45 Tahun 3. Jenis kelamin: Laki-laki4. Alamat: Bima5. Agama: Islam6. Pekerjaan: Petani

II. ANAMNESISPasien datang dengan keluhan utama sulit berkemih. Pasien juga mengeluh nyeri dan terasa panas saat berkemih. Selain itu nyeri juga dirasakan di suprapubik dan di pinggang yang bersifat hilang timbul. Nyeri dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Tidak ada riwayat kencing berdarah. Pasien merasa tidak puas pasca berkemih dan pancaran kencing lemah. Selain itu pasien harus mengejan terlebih dahulu sebelum berkemih. Urin berwarna putih keruh dan bila mengering akan tampak seperti kapur. Pasien juga mengalami nokturia. Diketahui bahwa pasien memiliki kebiasaan menahan kencing dan jarang minum. Pasien telah di-sistosomi di RSU Bima kemudian dirujuk ke RSUP NTB. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan. Pasien tidak memiliki riwayat trauma. Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa namun tetangga sekitar rumah pasien ada yang memiliki keluhan serupa. Pasien menggunakan air sumur yang keruh sebagai sumber air dan diketahui bahwa air di tempat tinggal pasien mengandung kapur.III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum pasien tampak baik dan kesadaran compos mentis, dengan penilaian GCS 15. Frekuensi nadi 84x/menit, regular dan kuat angkat. Frekuensi nafas 18x/menit dan regular, suhu tubuh 36,8oC, tekanan darah 100/80 mmHg.Pemeriksaan kepala dan leher tidak ditemukan konjungtiva anemis dan sclera ikterik. Pada pemeriksaan thoraks tidak didapatkan kelainan pada dinding dada, bunyi S1S2 tunggal dan regular, auskultasi pada paru terdengar suara vesikuler di kedua lapang paru dan tidak didapatkan ronki maupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen tidak ditemukan adanya distensi dan terdengar suara timpani saat perkusi. Keempat ekstremitas teraba hangat. Pada pemeriksaan urologi ditemukan scar pada daerah suprapubik, dan tidak ditemukan nyeri ketok kostovertebra pada kedua sudut CVA. Urine output 250 cc/ 6 jam.

IV. RESUMEPasien datang dengan keluhan utama sulit berkemih. Keluhan dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri pinggang dan suprapubik, pasien juga merasa tidak puas pasca berkemih dan pancaran kencing lemah. Selain itu pasien harus mengejan terlebih dahulu sebelum berkemih. Tidak ada hematuria. Ditemukan adanya nokturia. Tidak ada riwayat demam, infeksi dan trauma. Sudah dilakukan sistosomi di RSU Bima sebelumnya. Keadaan umum pasien tampak baik dan kesadaran compos mentis, dengan penilaian GCS 15. Frekuensi nadi 84x/menit, regular dan kuat angkat. Frekuensi nafas 18x/menit dan regular, suhu tubuh 36,8oC, tekanan darah 100/80 mmHg. Pada pemeriksaan urologi ditemukan scar pada daerah suprapubik, dan tidak ditemukan nyeri ketok kostovertebra pada kedua sudut CVA. Urine output 250 cc/ 6 jam.V. DIAGNOSIS KERJABatu saluran kemihVI. PLANNING1) PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan LaboratoriumParameterHasil LabNilai Normal

HGB12.913 18 g/dl

RBC4.964,5 5,5 [10^6/L]

HCT39.140-50 [%]

WBC13.064,0 11,0 [10^3/ L]

PLT277150-400 [10^3/ L]

MCV78.882,0-92,0 fL

MCH26.027,0-31,0 pg

MCHC33.032,0-37,0 g/dL

RDW-SD38.935-47 fL

RDW-CV

13.811,5-14,5 %

Pemeriksaan Kimia KlinikParameterHasil Lab

Glukosa sewaktu 81 mg/dl

Kreatinin1.0 mg/dl

Ureum33 mg/dl

SGOT17 mg/dl

SGPT7 mg/dl

Na+ serum131 mmol/l

K+ serum4.1 mmol/l

Cl- serum107 mmol/l

Pemeriksaan Uretrography menunjukkan adanya batu saluran kemih di uretra.2) Terapi Infus RL 20 tpm Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam Injeksi antrain 1 ampul (bila perlu) 3) Edukasi dan Monitoring Observasi dan monitor keadaan umum serta tanda vital pasien Observasi adanya tanda kegawatdaruratan Hindari untuk menahan kencing Selalu menjaga kebersihan di sekeliling daerah yang dilakukan sistosomiVII. KOMPLIKASIKomplikasi dari batu saluran kemih terutama batu uretra adalah obstruksi saluan kemih baik parsial maupun total, hal tersebut dapat menyebabkan adanya retensi urine dan hidronefrosis. Dalam jangka panjang dapat menyebabkan gagal ginjal. Selain itu komplikasi dari batu saluran kemih adalah terjadinya infeksi dan juga perdarahan yang ditandai dengan adanya hematuria.VIII. PROGNOSISDiagnosis dari Thalassemia perlu untuk dibandingkan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti (Bakta, 2013) :a. Anemia Defisiensi Besib. Anemia Penyakit Kronikc. Anemia SideroblasNamun, perbedaan antara Thalasemia dengan ketiga anemia hipkromik tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :Anemia Defisiensi BesiAnemia Penyakit KronikThalassemiaAnemia Sideroblas

MCVMenurunMenurun/NormalMenurunMenurun/Normal

MCHMenurunMenurun/NormalMenurunMenurun/Normal

Besi SerumMenurunMenurunNormalNormal

TIBCMeningkatMenurunNormal/MeningkatNormal/Meningkat

Saturasi TransferinMenurun (20%)Meningkat (>20%)

Fe SSTNegatifPositifPositif KuatPositif dengan Ring Sideroblas

Protoporfirin EritrositMeningkatMeningkatNormalNormal

Feritin SerumMenurun (50 ug/dl)Meningkat (>50 ug/dl)

Elektrofoesis HbNormalNormalHb A2 MeningkatNormal

IX. PLANNINGa. DiagnostikSebelum dilakukan penatalaksanaan pada pasien, dilakukan pemeriksaan penunjang terlebih dahulu untuk menentukan terapi yang diberikan. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap.b. TatalaksanaTatalaksana yang dilakukan pada pasien adalah dengan transfusi PRC (Packed Red Cell). Selain itu pasien juga diberi preparat asam folat.X. RESUMEPasien datang dengan keluhan utama pucat. Pasien juga mengeluh nafsu makan berkurang. Pasien mengaku sudah mengalami hal yang serupa sejak umur 7 bulan dan sudah mendapat transfusi darah sebanyak 23 kali. Riwayat keluarga mengalami keluhan yang sama sejumlah 3 dari 6 bersaudara dan ketiganya meninggal dunia (2 orang perempuan dan 1 orang laki-laki). Dari pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak baik dan compos mentis. Namun didapatkan pelebaran tulang pipi, hepatomegali, splenomegali dan telapak tangan serta kaki pucat. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan Hb pertama saat pasien masuk rumah sakit adalah 3 gr/dl dan Hb setelah transfusi adalah 9 gr/dl. TIBC didapatkan 176 mol/L. HbA2 didapatkan 4,2% dan HbF 4,6%. Pasien diberikan terapi berupa transfusi PRC dan pemberian preparat asam folat.

XI. TELAAH KASUSa. Tinjauan PustakaThalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang diatandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel normal(120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka pengidap penyakit kelainan gen tunggal (single gene disorder) terbanyak jenis dan frekuensi didunia. Dan juga merupakan penyakit yang memiliki penanganan khusus. Talassemia adalah gangguan pembuatan rantai hemoglobin, dimana sekeIompok heterogen memiliki gangguan genetik pada sintesis HB. Ada beberapa jenis hemoglobin yang disesuaikan dengan kebutuhan oksigen selama masa pertumbuhan, mulai embrio, fetus, sampai dewasa .Hb memiliki bentuk tetrametrik yang sama, terdiri dari 2 pasang rantai globin yang terikat dengan heme . Hemoglobin fetus dan dewasa memiliki rantai dan (HbA, 22), rantai (HbA2, 22) dan rantai (HbF, 22). Macam-macam rantai globin tersebut diatur oleh 2 gen globin. Tiap gen globin terdiri dari rantai nukhleotida basa yang terdiri coding sekuen atau ekson dan noncoding atau interventing sekuen (IVS) atau intron. untuk pembagiannya pada talassemia-, sintesis rantai -globin berkurang, sedangkan pada talassemia-, sintesis rantai -globin tidak ada (diberi nama talassemia 0) atau sangat berkurang (talassemia +). Talassemia diwariskan sebagai sifat kodominan autosomal,dengan bentuk heterozigot (talassemia minor atau sifat talassemia) yang mungkin asimtomatik atau bergejala ringan, sedangkan bentuk homozigot, talasemia mayor, berkaitan dengan anemia hemolitik yang berat. Menurut pembagian secara molekuler talasemia dibedakan menjadi: 1. Talasemia (gangguan pembentukan rantai )2. Talasemia- (gangguan pembentukan rantai )3. Talasemia- -(gangguan pembentukan rantai dan yang letak gennya diduga berdekatan)4. Talasemia- (gangguan pembentukan ).

Menurut pembagian secara klinis talasemia dibagi dalam 2 golongan yaitu: Talasemia mayor(bentuk homozigot) memberikan gejala klinis yang jelas Talasemia minor PatofisiologiThalasemia Sindrom ini diakibatkan oleh adanya delesi gen, berat penyakit secara klinis ditentukan oleh banyaknya rantai yang tidak terbentuk. Rantai ini sangat esensial, sehingga pada tidak terbentuknya keempat rantai dapat menyebabkan terjadinya kematian intra uterin (hidrops fetalis). Delesi tiga gen menyebabkan anemia mikrositik hipokromik yang cukup berat (Hb 7-11gr/dl) yang disertai dengan splenomegali. Pada delesi tiga ini dapat terdeteksi adanya HbH (tetramer ) pada eritrosit, pada kehidupan fetal dapat ditemukan Hb Barts (tetramer )Thalasemia traits timbul akibat kehilangan satu atau dua gen , biasanya tidak disertai dengan anemia, meski MCV dan MCH menurun dan jumlah eritrosit melebihi normal (5,5x1012/l).Pemeriksaan yang sangat menunjang dari diagnosis dari thalasemia berupa elektroforesis, yang kemudian diperbandingkan antara rasio sintesis dan , dimana normalnya adalah 1:1, menurun pada thalasemia , meningkat pada thalasemia .Thalasemia Terjadi pada 1 diantara 4 anak pada yang kedua orang tuanya pembawa sifat. Pada thalasemia ini, tidak terjadi atau hanya terdapat sedikit pembentukan rantai . Jumlah rantai menjadi berlebih dan menyebabkan eritropoeisis inefektif dan hemolisis berat. Semakin banyak rantai , semakin berat anemia yang terjadi.Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi titik, yang diakibatkan diturunkan dua mutasi berbeda yang mengenai sintesis globin- . Dapat juga terjadi delesi gen , , dan , atau pun kombinasi.Gambaran klinis dari thalasemia -mayor berupa anemia berat pada 3-6 bulan, hepatosplenomegali, pelebaran sumsum tulang, absorpsi besi meningkat yang dapat menyebabkan eksesif besi yang dapat merusak organ, infeksi berulang, dan osteoporosis.Pemeriksaan ditegakkan berupa gambaran darah tepi yang menunjukkan anemia mikrositik hipokromik yang disertai presentase retikulosit yang tinggi, dengan adanya normoblas, sel target, dan titik basofilik. Elektroforesis Hb memperlihatkan sedikit atau tidak adanya HbA, yang ada hanya HbF, sedangkan presentase Hb A2 normal, rendah, atau sedikit tinggi. Juga terjadi peningkatan rasio /.Terapi pada pasien dengan thalasemia dapat berupa pemberian transfusi darah, asam folat, zat besi, vitamin C, splenektomi dan transplantasi sumsum tulang.Thalasemia -minorJenis ini merupakan kelainan yang umum, asimptomatik, yang ditandai dengan gambaran darah mikrositik hipokromik, jumlah eritrosit tinggi, anemia ringan. Gejala klinis umumnya lebih berat dibandingkan dengan thalasemia trait ; kadar HbA2 yang tinggi digunakan sebagai penegakan diagnosis utama.Thalasemia IntermediaThalasemia ini mengalami keparahan sedang (Hb 7-10gr/dl) tanpa memerlukan transfusi teratur. Merupakan sindrom klinis yang disebabkan berbagai cacat genetik. Dapat disebabkan baik oleh defek pada rantai maupun . Secara klinis, penderita memperlihatkan adanya deformitas tulang, hepatosplenomegali, eritropoeisis ekstramedular, kelebihan besi (bisa tidak pada Hb H). EpidemiologiTerdapat 15 juta orang menderita thalasemia di seluruh dunia, dan penyakit ini merupakan penyakit genetik yang tersering pada manusia. Thalasemia menyerang semua etnik dan setiap Negara di dunia.- thalasemia : Negara mediterania (seperti Yunani, Italia, Spanyol, Siprus dan Malta), Afrika Utara, Timur Tengah, India, dan Eropa Timur.- thalasemia : Asia Selatan, India, Timur Tengah, dan Afrika. Di Thailand 20% penduduknya mempunyai satu atau jenis lain thalasemia . Di Indonesia belum jelas, di duga sekitar 3-5% sama seperti Malasia dan Singapura.Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 5-6% dari jumlah populasi. Palembang; 10%, Makassar; 7,8%, Ambon; 5,8%, Jawa; 3-4%, Sumatera Utara 1-1,5%.Peta sebaran populasi thalassemia:No.Jenis ThalasemiaPeta Sebaran

1.Thalasemia Populasi Mediteranian, Timur tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan, Cina. Jarang di : Afrika, kecuali Liberia, dan di beberapa bagian Afrika Utara Sporadik pada semua ras.

2.Thalasemia Terentang dari Afrika ke Mediteranian, Timur Tengah, Asia Timur dan Tenggara Hb Barts hydrps syndrome dan HbH disease sebagian terbatas di populasi Asia Tenggara dan Mediterania.

Manifestasi klinis1. AnemiaPada thalasemia produksi rantai globin alfa atau berkurang atau tidak ada, sehingga hemoglobin yang terbentuk sangat kurang dan menyebabkan anemia. Berlebihnya rantai globin yang tidak berpasangan menyebabkan kelainan bentuk eritrosit sehingga eritrosit mudah pecah di dalam limpa. Gejala-gejala anemia timbul pada thalasemia : mudah lelah, letih, lesu, produktivitas menurun.

2. Pembesaran Limpa Organ limpa berfungsi membersihkan eritrosit yang rusak dan berperan dalam pembentukan eritrosit. Pembesaran limpa pada thalasemia dapat terjadi akibat kerja limpa yang berlebihan.3. Fascies CooleysPada keadaan thalasemia yang berat dapat terjadi perubahan bentuk wajah yang disebut fascies Cooleys. sumsum tulang pipih merupakan salah satu tempat untuk memproduksi sel darah merah. Pada thalasemia, sumsum tulang pipih memprodusi sel darah merah berlebihan sehingga rongga sumsum membesar yang menyebabkan penipisan tulang dan penunjolan pada dahi.4. Gagal tumbuh (pertumbuhan dan perkembangan terhambat)Pada thalasemia pertumbuhan dan perkembangannya terhambat dikarenakan terjadi peningkatan jaringan eritropoesis yang tidak efektif mengakibatkan pasien mengalami hipermetabolik. Serta terjadi kesulitan makan yang menyebabkan asupan makanan yang berkurang untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan.5. Infeksi berulang Infeksi berulang disebabkan daya tahan tubuh yang berkurang dan menyebabkan sering demam. 6. Penumpukan besiJika pada thalasemia sudah terjadi penumpukan besi maka dapat dilihat dari kulitnya yang mengalami perubahan pigmentasi kulit, sehingga terlihat kulitnya lebih gelap. Serta warna urin menjadi lebih gelap.7. Perut membuncitPerut membuncit dikarenakan sudah terjadi hepatomegali dan splenomegali.

b. PembahasanDari anamnesis yang telah dilakukan, pasien yang bernama Neni sering terlihat pucat dan cepat lelah. Ibu pasien menyadari adanya keanehan sejak pasien berumur 7 bulan. Pasien juga mengalami kurang nafsu makan, demam, batuk, pilek, dan diare. Ibu pasien tidak mengeluhkan sakit saat melahirkan. Menurut riwayat keluarga, diketahui 3 saudara pasien meninggal akibat gejala yang sama dengan pasien. Imunisasi yang diberikan pada pasien telah lengkap. Pasien telah mendapat transfusi sejak umur 7 bulan. Selain transfusi, pasien juga diberikan obat asam folat dan preparat besi. Dari pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapatkan tulang wajah yang terlihat melebar, konjungtiva dan bibir pasien merah, telapak tangan dan kaki pucat, dan kulit tampak hitam. Posisi lien didapatkan pada shuffner 2 dan posisi hepar lobus kanan didapatkan pada umbilicus dan lobus kiri 1/3 umbilikus. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan Hb pertama saat pasien masuk adalah 3 gr/dl dan Hb setelah transfusi adalah 9 gr/dl. TIBC didapatkan 176 mol/L. HbA2 didapatkan 4,2% dan HbF 4,6%. Berdasarkan data yang ada, pasien mengalami kelainan darah yang bersifat herediter yakni thalasemia. Hepatosplenomegali menunjukkan bahwa terjadi destruksi eritrosit yang berlebihan. Pembentukan eritrosit terlihat tidak efektif karena menghasilkan eritrosit yang memiliki hemoglobin rendah dan TIBC yang juga rendah. Hal ini menyebabkan pasien mengalami anemia berat.

DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaBakta, M. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Ed 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCHoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. 2013. Kapita Selekta Hematologi. Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGCIkatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

7