laporan kp pertamina pengapon

63
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang sudah mulai muncul sekarang sangat membantu manusia dalam melakukan kegiatan sehari-harinya. Semakin modern peralatan yang dipergunakan untuk bekerja maka pekerjaan yang akan dilakukan juga semakin cepat. Pada PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon ini sudah memiliki teknologi dalam pengontrolan level tangki yang sangat modern, karena Pada PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon merupakan perusahaan yang bergerak dibidang penimbunan dan distribusi maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat pada tangki timbun yang merupakan tempat untuk menyimpan minyak sebelum akan didistribusikan. Berdasarkan teori alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran level ketinggian minyak di tangki timbun merupakan Automatic Tank Gauging (ATG) dengan toleransi pengukuran ketinggian level maksimum adalah 3 mm (TOKYO KEISO CO.,LTD, 2013). Namun kenyataannya alat tersebut kurang berfungsi secara optimal, karena sering sekali terdapat perbedaan nilai ukur yang secara aktual selalu dilakukan oleh pekerja di PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon tersebut. Perbedaan ketinggian nilai ukur tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Upload: ryan-ramanda

Post on 01-Jan-2016

846 views

Category:

Documents


65 download

DESCRIPTION

Preventive maintenance

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan KP Pertamina Pengapon

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang sudah mulai muncul sekarang sangat

membantu manusia dalam melakukan kegiatan sehari-harinya. Semakin modern

peralatan yang dipergunakan untuk bekerja maka pekerjaan yang akan dilakukan

juga semakin cepat. Pada PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon ini sudah

memiliki teknologi dalam pengontrolan level tangki yang sangat modern, karena

Pada PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon merupakan perusahaan yang

bergerak dibidang penimbunan dan distribusi maka perlu dilakukan pengawasan

yang ketat pada tangki timbun yang merupakan tempat untuk menyimpan minyak

sebelum akan didistribusikan.

Berdasarkan teori alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran level

ketinggian minyak di tangki timbun merupakan Automatic Tank Gauging (ATG)

dengan toleransi pengukuran ketinggian level maksimum adalah 3 mm (TOKYO

KEISO CO.,LTD, 2013). Namun kenyataannya alat tersebut kurang berfungsi secara

optimal, karena sering sekali terdapat perbedaan nilai ukur yang secara aktual selalu

dilakukan oleh pekerja di PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon tersebut.

Perbedaan ketinggian nilai ukur tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Page 2: Laporan KP Pertamina Pengapon

2

Tabel 1.1 Pengukuran ATG Tangki Timbun 2 Bulan Februari

No

ANGKA ATG ANGKA MANUAL SELISIH

SUHU DENSITY LEVEL SUHU DENSITY LEVEL SUHU DENSITY LEVEL

oC Kg/m

2 mm

oC Kg/m

2 mm

oC Kg/m

2 mm

1 30.9 0.8111 9534 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 2

2 30.9 0.8111 9534 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 2

3 30.9 0.8111 9535 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 3

4 30.9 0.8111 9536 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 4

5 30.9 0.8111 9533 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 1

6 30.9 0.8111 9538 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 6

7 30.9 0.8111 9538 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 6

8 30.9 0.8111 9537 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 5

9 30.9 0.8111 9537 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 5

10 30.9 0.8111 9538 27 0.8380 9532 3.9 -0.0269 6

Masalah yang timbul karena perbedaan yang cukup tinggi antara nilai ukur

manual dengan nilai ukur pada ATG inilah yang perlu dicari penyebabnya karena

secara berkala PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon sudah melakukan

perawatan dan perbaikan (kalibrasi ulang) untuk ATG tersebut.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan observasi dan perencanaan perawatan untuk

ATG tersebut dengan baik agar dapat diketahui ATG pada tangki berapa saja yang

mengalami permasalahan dan juga dalam berapa periodekah sebaiknya dilakukan

perawatan untuk ATG pada setiap tangki timbun, karena tangki timbun pada PT.

Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon ini memiliki isi minyak yang berbeda-beda

pula, sehingga tingkat korosi antar tangki timbun itu juga berbeda-beda.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan perbedaan yang terjadi antara teori dengan keadaan nyata pada

PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon maka dapat diketahui permasalah utama

yang perlu dicari adalah dengan melakukan observasi sehingga ditemukan jumlah

ATG pada tangki timbun yang rusak, pengamatan tersebut dilakukan tiga kali sehari

dengan waktu di pagi, siang, dan malam hari, kemudian membandingkannya

Page 3: Laporan KP Pertamina Pengapon

3

dengan monitoring ATG pada bagian control room, apabila terdapat perbedaan nilai

maka ATG yang memiliki perbedaan nilai lebih dari toleransi yang telah ditetapkan

dinyatakan sebagai ATG yang perlu dilakukan kalibrasi ulang. Proses kalibrasi dan

perawatan untuk ATG tersebut juga memerlukan biaya untuk itu dalam melakukan

perawatannya perlu dilakukan perhitungan pula agar biaya yang dikeluarkan untuk

teknisi dan maintenance alat tersebut menjadi lebih terkontrol.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kerja Praktek.

2. Memberikan pengalaman bagi mahasiswa pada dunia kerja nyata.

3. Sarana bagi mahasiswa untuk memperoleh pengalaman, melatih

keterampilan, sikap dan pola bertindak dalam lingkungan yang

sebenarnya, serta dapat memecahkan masalah yang ada.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mengevaluasi perbedaan nilai ketinggian

pengukuran ATG dan manual deeping pada tangki timbun.

2. Memberikan rekomendasi/perbaikan yang dapat memperbaiki kinerja

dari ATG sehingga membantu monitoring dari tiap tangki timbun yang

ada pada Instalasi Pengapon

1.4 Waktu dan Pelaksanaan

Kerja praktek dilakukan oleh penulis pada sebuah perusahaan yang bergerak

di bidang bahan bakar minyak, yaitu :

Nama Perusahaan : PT. Pertamina Instalasi Pengapon

Alamat : Jalan Pengapon No.14 Semarang

Waktu Pelaksanaan : 4 Februari 2013 – 1 Maret 2013

Page 4: Laporan KP Pertamina Pengapon

4

1.5 Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan yang digunakan dalam kerja praktek ini yaitu :

1. Studi pendahuluan yang dilakukan dengan observasi dan wawancara.

2. Studi pustaka mengenai cara kerja ATG dan Penanggulangannya, serta tinjauan

sistem PT. Pertamina Instalasi Pengapon.

3. Studi lapangan mengenai perusahaan PT. Pertamina Instalasi Pengapon.

4. Pengumpulan data tentang perbedaan nilai ATG dan Manual Deeping pada

tangki timbun di PT. Pertamina Instalasi Pengapon.

5. Rekapitulasi dan evaluasi data hasil pengamatan menggunakan metode

preventive maintenance.

6. Analisis hasil dan rekomendasi.

7. Kesimpulan dan saran.

1.6 Pembatasan Masalah

Dalam penyusunan laporan ini, penyusun membatasi permasalahan yang

akan dibahas, antara lain :

1. Pengamatan dan pengambilan data mengenai pengecekan pada

monitoring ATG dan manual deeping pada tangki timbun di PT.

Pertamina Instalasi Pengapon.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat selisih perbedaan dari manual

deeping dan ATG.

3. Biaya perawatan preventif berdasarkan perhitungan tingkat kerusakan

ATG pada setiap tangki timbun.

1.7 Metode Pengumpulan Data

Pengambilan data-data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan

dalam pelaksanaan kerja praktek, dilakukan dengan menggunakan beberapa metode,

antara lain :

1. Data Primer

Metode-metode yang digunakan untuk memperoleh data ini yaitu :

Page 5: Laporan KP Pertamina Pengapon

5

Observasi langsung, yaitu dengan mengamati secara langsung di

lapangan pada beberapa ATG dan melakukan pencatatan manual

deeping pada control room.

Wawancara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

langsung kepada para karyawan yang ada, baik pada ruangan teknik,

QQ, LK3, dan control room.

2. Data Sekunder

Metode-metode yang digunakan untuk memperoleh data ini yaitu :

Data historis yang dimiliki oleh PT. Pertamina Instalasi Pengapon

yang berhubungan dengan tema yang telah ditetapkan.

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan kerja praktek ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah,

tujuan penulisan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dijabarkan dasar teori yang digunakan dalam melakukan pengolahan

data.

BAB III Tinjauan Sistem

Pada bab ini dijelaskan gambaran umum tentang perusahaan dan divisi perusahaan

yang terkait dengan penelitian selama melaksanakan kerja praktek. Mulai dari

sejarah singkat perusahaan, logo, dan slogan visi, misi, serta struktur organisasi

perusahaan.

BAB IV Pembahasan

Pada bab ini berisi tentang tahapan dalam melakukan penelitian, data-data yang

dikumpulkan dan dari data-data tersebut diolah untuk mendapatkan penyelesaian

masalah. Kemudian dari hasil pengolahan tersebut dilakukan analisis.

Page 6: Laporan KP Pertamina Pengapon

6

BAB V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini terdapat kesimpulan dan saran dari hasil pengolahan, selain itu juga

diberikan saran yang membangun untuk perusahaan.

Page 7: Laporan KP Pertamina Pengapon

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Automatic Tank Gauging (ATG)

2.1.1 Pengertian ATG

ATG adalah sebuah perangkat terintegrasi yang di dalamnya terdapat

alat pengukur suhu, pengukur permukaan minyak, dan pengukur tekanan.

Semua alat-alat tersebut ditanam di dalam tangki timbun dan dapat dibaca

secara digital untuk kemudian hasilnya dikirim ke sebuah layar monitor atau

printer. ATG bisa memberikan data suhu, stok, dan pressure secara realtime.

(apauditing, 2013)

2.1.2 Cara Kerja ATG

Teknologi Automatic Tank Gauging (ATG) telah digunakan secara

luas untuk pengukuran level cairan dalam tangki penyimpanan bulk. Tank

gauging merupakan istilah yang digunakan untuk penentuan kuantitas statik

produk cairan yang tersimpan dalam tangki timbun. Dalam pengawasan aset

maupun transaksi jual beli produk Bahan Bakar Minyak (BBM), tingkat

akurasi pengukuran level menjadi faktor yang sangat penting karena produk

yang tersimpan dalam tangki bernilai ekonomi tinggi. Salah satu teknologi

ATG yang populer hingga saat ini adalah ATG tipe servo yang

menghasilkan pengukuran yang lebih baik. Prinsip kerja ATG servo

memanfaatkan Hukum Archimedes. Pada ATG ini, displacer menjadi

elemen pendeteksi level cairan.

(digilib.tf.itb.ac.id. 2013)

Page 8: Laporan KP Pertamina Pengapon

8

2.1.3 Bagian-bagian ATG

ATG merupakan sebuah perangkat yang cukup kompleks karena terdiri dari

komponen-komponen yang sangat banyak dan cukup rumit. Komponen-

komponen ATG tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bagian-bagian ATG

Komponen-komponen ATG tersebut terdiri dari :

1. Level Gauge

Alat yang digunakan untuk menampilkan nilai level ketinggian dari

minyak pada tangki timbun

2. Measuring Wire

Page 9: Laporan KP Pertamina Pengapon

9

Alat yang digunakan untuk menyampaikan nilai ukur dari displacer

ke level gauge.

3. Displacer

Alat yang dapat naik/turun untuk mengukur level ketinggian

permukaan minyak.

4. Calibration Chamber

Alat yang digunakan untuk melakukan kalibrasi ulang dari ATG

pada tangki timbun.

5. Tank Side Indicator

Alat yang terletak pada bagian bawah tangki sebagai indikator

pembantu untuk mengetahui level ketinggian permukaan minyak

pada tangki timbun.

6. Power Switch

Merupakan switch on/off dari ATG tersebut yang terletak pada

bagian tank side indicator.

7. Power Cable (di dalam)

Merupakan kabel yang berada pada tank side indicator untuk

dihubungkan pada monitoring ATG di control room sehingga dapat

mengetahui ketinggian level permukaan minyak pada komputer.

8. Mean Temperature Sensor

Alat yang digunakan untuk mengetahui rata-rata suhu pada setiap

tangki timbun.

9. Anchore Weight

Alat yang digunakan sebagai pemberat untuk membuat sensor tetap

seimbang saat mengukur suhu di dalam tangki timbun.

10. Signal Cable

Alat yang digunakan untuk menghubungkan data dari level gauge

menuju side tank indicator.

Page 10: Laporan KP Pertamina Pengapon

10

11. Power Cable (di luar)

Merupakan kabel yang berada pada level gauge untuk dihubungkan

pada tank side indicator untuk mengetahui nilai ukur pada level

gauge.

12. Stilling Well

Alat berupa tabung pada bagian bawah level gauge yang berfungsi

sebagai tempat displacer untuk naik/turun.

13. Stilling Well Support

Alat yang digunakan untuk membantu tabung stilling well tersebut

agar tetap stabil hingga dibagian bawah tangki timbun.

14. Dip Plate

Alat berupa lempengan logam pada bagian bawah stilling well

tempat menempelnya bolt.

15. Bolt

Merupakan baut pengencang pada bagian bawah stilling well yang

menempel pada dip plate.

(TOKYO KEISO CO.,LTD, 2013)

2.1.4 Sistem Monitoring ATG dengan CATAMS

MAIN MENU

Main menu adalah tampilan beberapa aplikasi yang ada pada program

CATAMS. Caranya : arahkan pointer pada aplikasi kemudian klik-pilih

Menu. Main Menu memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.2.

Page 11: Laporan KP Pertamina Pengapon

11

Gambar 2.2 Main Menu

ONE TANK DISPLAY

One Tank Display adalah suatu tampilan data secara lengkap untuk satu

tanki, mulai dari Level, Temperature, Density obs’d, Density 15 deg C,

Produk, Error status, VCF, Volume obs’d, Volume 15deg C, Ullage,

Pumpable, Barrel, dan Long Ton. One Tank Display memiliki tampilan

seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 One Tank Display

Page 12: Laporan KP Pertamina Pengapon

12

TANK DATA SET

Tank Data Set berfungsi untuk memasukan data tangki, antara lain

produk, height atau tinggi kaki, S/F (Safety Level), M/H (Minimum Heel

Level) atau tinggi cairan yang tidak dapat dipompa, Data Alarm (H-H

Level, H Level, L Level, dan L-L Level).

MANUAL DATA INPUT

Manual Data Input berfungsi untuk simulasi data atau perhitungan

secara mnual. Apabila telah selesai dilakukan penggunaan manual input

untuk simulasi, maka kita harus me-reset kembali seperti semula agar

tidak mengganggu aktifitas pemantauan ATG secara aktual.

GAUGE CONTROL

Gauge Control berfungsi untuk Remote, antara lain:

1. Measure : Pengukuran secara otomatis

2. Hoist : Menaikkan displacer

3. Stop : Berhenti

4. Interface : Mendeteksi Air

5. Density : Mencari Density Obs’d

MOVEMENT

Movement Mode berfungsi untuk memantau loading ataupun unloading

(pada proses awal dan proses akhir) pada beberapa tangki yang sedang

beroperasi. Movement memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.4.

Page 13: Laporan KP Pertamina Pengapon

13

Gambar 2.4 Movement Mode

TANK DATA LIST

Tank Data List adalah suatu tampilan data ATG secara aktual untuk

semua tangki. Tank Data List memiliki tampilan seperti pada Gambar

2.5.

Gambar 2.5 Tank Data List

Page 14: Laporan KP Pertamina Pengapon

14

BAR GRAPH

Bar Graph berfungsi untuk melihat tampilan level secara grafik per

produk. Bar Graph memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.6.

Beberapa indikasi warna pada grafik adalah warna :

o Hijau : Penjualan/Unloading

o Biru : Stabil/Seatle

o Putih : Penerimaan/Loading

o Merah & Kuning : Indikasi Alarm

Gambar 2.6 Tank Data List

HISTORICAL

Historical Data adalah suatu tampilan yang berfungsi untuk melihat data

pengukuran ATG yang tersimpan untuk masa satu tahun. Historical

memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.7.

Page 15: Laporan KP Pertamina Pengapon

15

Gambar 2.7 Historical Mode

BLOCK DATA LIST

Blok Data List adalah suatu tampilan data tangki yang dikelompokan per

produk dan berfungsi untuk melihat jumlah keseluruhan volume/produk.

Block Data List memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Block Data List

Page 16: Laporan KP Pertamina Pengapon

16

ALARM LIST

Alarm List Mode adalah suatu tampilan yang berfungsi untuk

mengetahui data alarm (level, temperature, dan volume). Alarm List

memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Alarm List

LARGE DISPLAY

Large Display adalah suatu tampilan Level & Temperature dalam suatu

layar besar yang berfungsi untuk memantau apabila ada loading ataupun

unloading. Large Display memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.10.

Page 17: Laporan KP Pertamina Pengapon

17

Gambar 2.10 Large Display

OPERATION LIST

Operation List adalah suatu tampilan total tangki yang sedang dalam

kondisi beroperasi (Loading/Unloading) pada saat itu. Status

Loading/Unloading dapat diketahui bedasarkan tanda panah yang

muncul disebelah kiri tangki. Tanda panah turun adalah indikasi untuk

Unloading, sedangkan tanda panah naik adalah idikasi untuk loading.

Operation List memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.11.

Page 18: Laporan KP Pertamina Pengapon

18

Gambar 2.11 Operation List

ALARM SUMMARY

Alarm Summary adalah suatu tampilan untuk mengetahui data alarm

seara lengkap yang terjadi pada hari itu. Alarm Summary memiliki

tampilan seperti pada Gambar 2.12.

Page 19: Laporan KP Pertamina Pengapon

19

Gambar 2.12 Alarm Summary

BUZZER RESET

Buzzer reset / Alarm message berfungsi untuk mematikan bunyi alarm

yang sedang terjadi.

SYSTEM DATA CHANGE

System Data Change berfungsi untuk memasukan data tangki secar

keseluruhan. System Data Change memiliki tampilan seperti pada

gambar 2.13. Beberapa aplikasi yang ada antara lain :

o Tank Data

Berfungsi untuk memasukan data alarm

o Tank Calibration Mode

Berfungsi untuk memasukan data table tangki

o Data Print Out Timer

Berfungsi untuk mengatur printout data secara otomatis

o Alarm & Hysteresis

Page 20: Laporan KP Pertamina Pengapon

20

Berfungsi untuk mengaktifkan alarm &buzzer

o Scanning Tank no

Berfungsi untuk scan apabila terdapat penambahan tangki baru.

o Block Tank no

Berfungsi untuk mengelompokan tangki/produk.

o Password/Code

Berfungsi untuk mengganti prioritas password yang digunakan.

o Changeable Items

Berfungsi untuk mengaktifkan semua fasilitas yang ada di

CATAMS.

Gambar 2.13 System Data Change

(PENGOPERASIAN ATG DI CATAMS, TOKYO KEISO CO.,LTD, 2013)

Page 21: Laporan KP Pertamina Pengapon

21

2.2 Perawatan (Maintenance)

2.2.1 Pengertian Perawatan

Pengertian perawatan ( maintenance ) itu sendiri dapat diartikan

sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan

pabrik dan mengadakan kegiatan pemeliharaan, perbaikan penyesuaian,

maupun penggantian sebagian peralatan yang diperlukan agar sarana

fasilitas pada kondisi yang diharapkan dan selalu dalam kondisi siap pakai.

(digilib.petra.ac.id, 2013)

2.2.2 Tujuan Perawatan

1. Memperpanjang usia kegunaan aset. Hal ini terutama penting di negara

berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantian.

2. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk

produksi, antara lain :

o Selalu siap bila diperlukan sesuai dengan rencana

o Tidak rusak selama produksi berjalan.

o Dapat bekerja dengan efisien dan kapasitas yang diinginkan.

3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan

dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan , unit

pemadam kebakaran dan sebagainya.

4. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

Menghemat waktu, biaya dan material karena peralatan terhindar dari

kerusakan besar.

Page 22: Laporan KP Pertamina Pengapon

22

5. Kerugian baik material maupun personel akibat kerusakan dapat

dihindari sedini mungkin, karena terjadinya kerusakan da atau timbulnya

kerusakan tambahan akibat kerusakan awal dapat segera dicegah.

(digilib.petra.ac.id, 2013)

2.2.3 Keuntungan – Keuntungan Perawatan yang Baik

1. Berkurangnya kemungkinan terjadinya perbaikan darurat.

2. Tenaga kerja pada bidang perawatan dapat lebih efisien.

3. Kesiapan dan kehandalan dapat lebih efisien.

4. Memberikan informasi kapan peralatan perlu diperbaiki atau diganti.

5. Anggaran perawatan dapat dikendalikan.

(digilib.petra.ac.id, 2013)

2.2.4 Kategori Mesin / Peralatan Produksi

Ditinjau dari tingkat kerumitan, harga, peranan dan resiko dalam suatu mata

rantai produksi, mesin digolongkan atas :

Critical

Essential (Potentially critical)

General Purpose (Non critical)

Kategori ini untuk menentukan strategi perawatan yang cocok.

Mesin “Critical”

o Kalau rusak dapat membahayakan

o Kalau rusak proses produksi terganggu

o Investasi mahal

o Biaya perbaikannya mahal (misal: high speed turbine)

o Waktu untuk perbaikan lama

Mesin “General Purpose”

o Kalau rusak tidak membahayakan

o Kalau rusak tidak mengganggu proses produksi

Page 23: Laporan KP Pertamina Pengapon

23

o Investasi tidak mahal

o Biaya perbaikan tidak mahal

o Mempunyai unit cadangan

o Tidak mengakibatkan kerusakan sekunder

Mesin Essential (Potentially Critical)

o Di antara mesin critical dan general purpose.

(ftp.itb.ac.id, 2013)

2.2.5 Pengklasifikasian Perawatan

Preventive Maintenance adalah salah satu komponen penting dalam

aktivitas perawatan (maintenance).

Preventive maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan

sebelum terjadinya kegagalan atau kerusakan pada sebuah sistem atau

komponen, dimana sebelumnya sudah dilakukan perencanaan dengan

pengawasan yang sistematik, deteksi, dan koreksi, agar sistem atau

komponen tersebut dapat mempertahankan kapabilitas fungsionalnya.

Perawatan Berjalan

Dimana pekerjaan perawatan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan

dalam keadaan bekerja. Perawatan berjalan diterapkan pada peralatan-

peralatan yang harus beroperasi terus dalam melayani proses produksi.

Perawatan Prediktif

Perawatan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya

perubahan atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem

peralatan. Biasanya perawatan prediktif dilakukan dengan bantuan panca

indra atau alat-alat monitor yang canggih.

Perawatan Korektif

Page 24: Laporan KP Pertamina Pengapon

24

Perawatan korektif adalah tindakan perawatan yang dilakukan untuk

mengatasi kerusakan-kerusakan atau kemacetan yang terjadi berulang

kali.

Prosedur ini diterapkan pada peralatan atau mesin yang sewaktu-waktu

dapat rusak.

Dalam kaitan ini perlu dipelajari penyebabnya-penyebabnya, perbaikan

apa yang dapat dilakukan, dan bagaimanakah tindakan selanjutnya untuk

mencegah agar kerusakan tidak terulang lagi.

(ftp.itb.ac.id, 2013)

2.2.6 Pekerjaan-pekerjaan Dasar Pada Perawatan Preventif

A. Inspeksi.

Pekerjaan inspeksi dibagi atas inspeksi bagian luar dan inspeksi

bagian dalam.

Inspeksi bagian luar dapat ditujukan untuk mengamati dan

mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada mesin yang sedang

beroperasi, misalnya: timbul suara yang tidak normal, getaran, panas,

asap dan lain-lain.

Inspeksi bagian dalam ditujukan untuk pemeriksaan elemen-elemen

mesin yang dipasang pada bagian dalam seperti: roda gigi, ring,

paking, bantalan dan lain-lain.

Frekuensi inspeksi perlu ditentukan secara sangat hati-hati, karena

terlalu kurangnya inspeksi dapat menyebabkan mesin kerusakan

yang sulit untuk diperbaiki dengan segera. Sedangkan terlalu sering

diadakan inspeksi dapat menyebabkan mesin kehilangan waktu

produktivitasnya. Dengan demikian frekuensi pelaksanaan inspeksi

harus benar-benar ditentukan berdasarkan pengalaman, dan jadwal

program untuk inspeksi perlu dipertimbangkan dengan matang.

Page 25: Laporan KP Pertamina Pengapon

25

B. Pelumasan.

Komponen-komponen mesin yang bergesekan seperti roda gigi,

bantalan dsb, harus diberi pelumasan secara benar agar dapat bekerja

dengan baik dan tahan lama. Dalam pemberian pelumas yang benar

perlu diperhatikan jenis pelumasnya, jumlah pelumas, bagian yang

diberi pelumas dan waktu pemberian pelumasnya ini.

C. Perencanaan dan Penjadwalan.

Suatu jadwal program perawatan perlu disiapkan dan harus ditaati

dengan baik. Program perawatan harus dibuat secara lengkap dan

teperinci menurut spesifikasi yang diperlukan, seperti adanya jadwal

harian, mingguan, bulanan, tiap tiga bulan, tiap setengah tahun, setiap

tahun dan sebagainya.

D. Pencatatan dan Analisis.

Catatan-catatan yang perlu dibuat untuk membantu kelancaran

pekerjaan perawatan ini adalah:

1. Buku manual operasi.

2. Manual instruksi perawatan.

3. Kartu riwayat mesin.

4. Daftar permintaan suku cadang.

5. Kartu inspeksi.

6. Catatan kegiatan harian.

7. Catatan kerusakan, dan lain-lain.

(ariefm.lecture.ub.ac.id, 2013)

Catatan-catatan ini akan banyak membantu dalam menentukan

perencanaan dan keputusan-keputusan yang akan diambil. Analisis

yang dibuat berdasarkan catatan-catatan tersebut akan membantu

dalam hal:

Page 26: Laporan KP Pertamina Pengapon

26

o Melakukan pencegahan kerusakan daripada memperbaiki kerusakan

yang terjadi.

o Mengetahui tingkat kehandalan mesin.

o Menentukan umur mesin.

o Memperkirakan kerusakan mesin dan merencanakan untuk

memperbaikinya sebelum terjadi kerusakan.

o Menentukan frekuensi pelaksanaan inspeksi.

o Menentukan untuk pembelian mesin yang lebih baik dan cocok

berdasarkan pengalaman masa lalu.

(ariefm.lecture.ub.ac.id, 2013)

2.2.7 Keuntungan-keuntungan dari Perawatan Preventif

Waktu terhentinya produksi menjadi berkurang.

Berkurangnya pembayaran kerja lembur bagi tenaga perawatan.

Berkurangnya waktu untuk menunggu peralatan yang dibutuhkan.

Berkurangnya pengeluaran biaya untuk perbaikan.

Penggantian suku cadang yang direncanakan dapat dihemat

kebutuhannya, sehingga suku cadang selalu tersedia di gudang setiap

waktu.

Keselamatan kerja operator lebih tinggi karena berkurangnya kerusakan.

(ftp.itb.ac.id, 2013)

2.2.8 Usaha untuk mengatasi kerusakan

Merubah proses

Merancang kembali komponen yang gagal

Mengganti dengan komponen baru atau yang lebih baik

Page 27: Laporan KP Pertamina Pengapon

27

Meningkatkan prosedur perawatan preventif. Sebagai contoh, melakukan

pelumasan sesuai ketentuannya atau mengatur kembali frekuensi dan isi

daripada pekerjaan inspeksi

Meninjau kembali dan merubah sistem pengoperasian mesin. Misalnya

dengan merubah beban unit, atau melatih operator dengan sistem operasi

yang lebih baik, terutama pada unit-unit khusus.

(ftp.itb.ac.id, 2013)

2.2.9 Tiga cara untuk mengantisipasi kerusakan

Perbaikan (repair),

Perbaikan secara menyeluruh (overhaul)

Penggantian peralatan tersebut (replacement).

Permasalahan yang paling utama dalam pengambilan keputusan overhaul

dan repair ditentukan dalam hal berikut :

Interval waktu antara setiap overhaul.

Tingkatan ketika suatu peralatan/ mesin harus memperoleh perlakuan

repair atau overhaul.

(ftp.itb.ac.id, 2013)

2.3 Total Productive Maintenance (TPM)

2.3.1 Definisi Total Produktive Maintenance

Bisa diartikan sebagai ilmu perawatan terhadap mesin. Total

Productive Maintenance (TPM) adalah sebuah program perawatan yang

termasuk didalamnya definisi konsep terbaru untuk merawat peralatan dan

perlengkapan. Tujuaan dari program TPM adalah untuk menaikkan nilai

produksi yang dimana pada saatyang bersamaan, menaikkan moral para

pekerja dan kepuasan pekerjaan

Page 28: Laporan KP Pertamina Pengapon

28

TPM membawa perawatan kedalam focus sebagai kebutuhan dan

bagian kepentingan utama dalam bisnis. Kemudian tidak lama disetujui

sebagai aktivitas non-profit. Seiring berjalannya waktu kemudian

dijadwalkan sebagai bagian dari perawatan harian dan dalam beberapa kasus,

bagian intergral dari proses manufaktur. Tujuannya adalah untuk

mengontrol kedaan gawat darurat dan perawatan yang tidak terjadwal

menjadi minimum.

(xa.yimg.com, 2013)

2.3.2 Sejarah TPM

TPM adalah konsep inovatif dari orang-orang Jepang. Asal mula dari

TOM bisa dilacak pada tahun 1951 dimana pemeliharaan pencegahan

pertama kali diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari

pemeliharaan pencegahan diambil dari Amerika Serikat. Nippondenso

adalah perusahaan pertama yang yang memperkenalkan penerapan

pemeliharaan pencegahan secara luas di 1960an. Pemeliharaan pencegahan

adalah konsep yang dimana, operator memproduksi barang menggunakan

mesin dan grup pemeliharaan didedikasikan dengan kerja pemeliharaan

mesin, bagaimanpun dengan automasi dari Nippondenso, pemeliharaan

menjadi sebuah permasalahan ketika ada banyak personel pemeliharaan

yang dibutuhkan. Sehingga manjemen memutuskan bahwa operator akan

membawa pemeliharaan rutin dari peralatan.

Nippondenso, yang sudah siap untuk mengikuti pemeliharaan

pencegahan, juga menambahkan pemeliharaan Aotomasi yang dikerjakan

oleh operator produksi. Kru pemeliharaan beralih dalam modifikasi

perlengakapan untuk improfisasi secara nyata. Hal ini melaju kepada

pemeliharaan pencegahaan. Modifikasi dilakukan untuk untuk bisa

Page 29: Laporan KP Pertamina Pengapon

29

berkoorperasi dalam perlengkapan yang baru. Pencegahan pemeliharaan

bersama dengan Maintanance Prevention melahirkan Produktif

Maintanance.

(xa.yimg.com, 2013)

2.3.3 Objek TPM

Memaksimalkan kegunaan peralatan kerja secara efektif dan benar.

Merancang sistem pemeliharaan agar peralatan selalu siap pakai.

Mengajak seluruh departemen untuk terlibat langsung dalam merancang,

menggunakan, serta merawat semua peralatan kerja.

Mengajak manajemen dan pekerja untuk terlibat aktif dalam

mensukseskan kegiatan ini.

(xa.yimg.com, 2013)

2.3.4 Tujuan TPM

Mengurangi waktu tunggu pada saat operasi

Meningkatkan ketersediaan alat sehingga menambah waktu produktive.

Memperpanjang umur pakai.

Melibatkan pemakai dalam sistem perawatan.

Pelaksanaan program prevention maintenance dan peningkatan

kemampuan merawat

(xa.yimg.com, 2013)

Page 30: Laporan KP Pertamina Pengapon

30

2.3.5 Sasaran TPM

Meningkatkan produktifitas dengan cara mengurangi masukan dan

menaikan keluaran

Memaksimalkan efektivitas peralatan secara :

Kuantitatif : meningkatkan total ketersediaan peralatan, dan

produktivitas pada periode oerasi tertentu

Kualitatif : mengurangi banyaknya produk cacat, menstabilitaskan

dan peningkatan kualitas.

(xa.yimg.com, 2013)

2.3.6 Manfaat TPM

Profit Margin

Menghadapi persaingan yang semakin maju dalam bidang manufaktur

seiring perkembangan jaman menyebabkan tingginya biaya yang

dibutuhkan. Lean manufacturing menggunakan konsep TPM

berkontribusi untuk mengurangi waste dan secara tidak langsung

mengurangi biaya. Hal ini akan mengakibatkan profit margin yang lebih

besar.

Siklus Hidup Peralatan

Intensitas kesalahan pada peralatan dipengaruhi oleh siklus hidup alat

tersebut. Dengan menggunakan konsep TPM, dapat menstabilkan

peralatan dalam kondisi optimum, sehingga kesalahan yang terjadi relatif

krcil.

(xa.yimg.com, 2013)

Page 31: Laporan KP Pertamina Pengapon

31

2.3.7 Aktifitas dasar TPM

Perbaikan Terfokus ( Focused Improvement)

Perawatan Mandiri ( Autonomous Maintenance )

Pelatihan

Perawatan Terencana ( Planned Maintenance )

Penanganan permasalahan sejak dini ( Early management)

Meningkatkan kualitas manajemen Perawatan ( Quality Management )

Partisipasi bagian administrasi dan penunjang lainnya dalam TPM

Manajemen K3 dan Lingkungan

(xa.yimg.com, 2013)

2.4 Pemilihan Kebijakan Repair atau Preventive Maintenance

Dalam memilih antara kebijakan repair maintenance dan preventive

maintenance, dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan metode-metode

yang telah ada dengan tujuan untuk mencari biaya total maintenance (Total

Maintenance Cost) yang paling rendah.

2.4.1 Metode Repair Policy

Metode ini dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut:

TMC (repair policy) = TCr = Expected cost of repair

TCr = B. Cr

B =

Tb = ∑

Page 32: Laporan KP Pertamina Pengapon

32

Dimana:

TCr : Expected cost of repair per minggu

B : Jumlah rata-rata breakdown per minggu untuk N alat per mesin

Cr : Biaya perbaikan

Tb : Rata-rata runtime per alat sebelum rusak

N : Jumlah alat atau mesin

2.4.2 Metode Preventive Maintenance Policy

Metode ini dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TMC (n) = TCr (n) + TCm (n)

Dimana:

TMC (n) : Biaya total perawatan per minggu

TCr (n) : Biaya repair per minggu

TCm (n) : Biaya preventive maintenance per minggu

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagi berikut:

1) Hitung jumlah breakdown kumulatif yang diharapkan dari

kerusakan (Bn) untuk semua mesin selama periode preventive

maintenance (Tp = n minggu)

2) Tentukan jumlah rata-rata breakdown per minggu (B) sebagai

perbandingan Bn/n.

3) Perkiraan biaya repair per minggu

TCr (n) = (

) Cr

Page 33: Laporan KP Pertamina Pengapon

33

4) Perkiraan biaya preventive maintenance per minggu

TCn (n) =

5) Biaya total perawatan

TMC (n) = TCr (n) + TCm (n)

(Kostas N. D, 1981)

Page 34: Laporan KP Pertamina Pengapon

34

BAB III

TINJAUAN SISTEM

3.1 PT PERTAMINA

PT PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki

Pemerintah Indonesia, namanya berubah menjadi (National Oil Compnay), yang

berdiri 10 Desember 1957 dengan nama PT PERTAMINA. Pada tahun 1961

perusahaan ini berganti nama menjadi PN PERTAMIN dan setelah merger dengan

PN PERTAMINA di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA.

Dengan bergulirnya Undang – Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan

menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah

sattus hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal 17

September 2003 berdasarkan Undang – Undang No. 22 Tahun 2001 pada tanggal

23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

PT PERTAMINA (PERSERO) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny

Jannis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri

Hukum & HAM melalui Surat Keputusan N0. C – 24025 HT.01.01 pada tanggal

09 Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan –

ketentuan yang tercantum dalam Undang – Undang No. 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan

Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2001 tentang

perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya

berdasarkan PP No. 31 Tahun 2003 “Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan

Perseroan (PERSERO).

3.2 Sistem Organisasi dan Struktur Organisasi PT Pertamina Instalasi Pengapon

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2003 sebagai amanat dari

pasal 60 UU No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan Gas Bumi serta Akta pendirian

Page 35: Laporan KP Pertamina Pengapon

35

PT Pertamina (Persero) yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan

pengalihan Badan Hukum dan Pengalihan Direksi dan Komisaris.

3.2.1 Sistem Organisasi

Sistem Organisasi PT Pertamina Instalasi Pengapon dipimpin oleh seorang

Office Head. Dimana OH Instalasi ini membawahi 4 Pengawas Utama, 1

ASisten Administrasi dan 1 Komandan Security, yaitu :

1. Pengawas Utama Penerimaan, Penimbunan dan Penyaluran (PPP)

2. Pengawas Utama Teknik

3. Pengawas Utama Lingkungan & Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(LK3)

4. Pengawas Utama Quantity dan Quality

5. Asisten Administrasi dan Layanan Pekerja

6. Komandan Security

Page 36: Laporan KP Pertamina Pengapon

36

3.2.2 Struktur Organisasi

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT. Pertamina TBBM Pengapon

Pws. PPP

Pnt. Penyaluran

Pws. PP / Control

Room

Ast. Laya. Jasa

Pemeliharaan

Pws. LK3Pws. Layanan Jasa

& Pemeliharaan

Pws. Quality &

Quantity

Ast. K3LL

Ast. Laya. Jasa

Pemeliharaan

Ast. Layanan JualAst. Quality &

Quantity

OH Terminal BBM

Pengapon

Pnt. Adm. Umum &

Sek.

Ast. Adm. Umum &

Sek.

Keuangan

Pws. Layanan Jual

Marine

Ast. Layanan Jual I &

M

Page 37: Laporan KP Pertamina Pengapon

37

2.4 Produk PT. Pertamina Instalasi Pengapon

Bahan bakar minyak adalah suatu senyawa organik yag dibutuhkan dalam

suatu pembakaran untuk mendapatkan energy/tenaga. Bahan bakar minyak ini

merupakan hasil dari proses destilasi minyak bumi (crude oil) menjadi fraksi-fraksi

yang diinginkan. PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara mengemban

tugas mencari sumber minyak dan gas bumi, mengelola dan menyediakan bahan

bakar minyak di Indonesia.

Adapun jenis-jenis bahan bakar minyak yang di produksi PERTAMINA dan

diperdagangkan di Indonesia untuk keperluan kendaraan bermotor, industri, dan

perkapalan adalah sebagai berikut :

1. Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus (Motor Gasoline)

2. Minyak Tanah (Kerosene)

3. Minyak Solar (Gas Oil)

4. Pertamina Dex

5. Minyak Diesel (Diesel Oil)

6. Minyak Bakar (Fuel Oil)

7. Bio Solar

8. Bio Pertamax

9. Bio Premium

2.5 Alat Bantu/Transportasi PT. Pertamina Instalasi Pengapon

1. Mobil Tangki

Mobil tangki ini digunakan untuk mengangkut bahan bakar minyak (premium,

solar, pertamax, dan kerosene) dari Depot Instalasi Pengapon ke SPBU-SPBU

yang membutuhkan bahan bakar. Mobil tangki ini terbagi menjadi empat

kelompok, yaitu : mobil tangki ukuran 8000L, 16000L, 24000L, dan 32000L.

2. Forklift

Page 38: Laporan KP Pertamina Pengapon

38

Forklift ini digunakan untuk memindahkan produk pelumas yang dikemas

dalam drum ke mobil box yang nantinya akan mendistribusikan pelumas

tersebut ke konsumen atau retailer yang telah melakukan pemesanan. PT.

Pertamina Instalasi Pengapon memiliki 3 unti forklift.

3. Mobil Box

Mobil box ini digunakan untuk mendistribusikan pelumas yang dikemas dalam

kardus ke konsumen atau retailer yang telah melakukan pemesanan.

4. Truck

Mobil berjenis truck ini digunakan untuk mendistribusikan pelumas yang

dikemas dalam drum ke konsumen atau retailer yang telah melakukan

pemesanan.

2.6 Proses Bisnis PT. Pertamina Instalasi Pengapon

Secara umum, PT. Pertamina Instalasi Pengapon hanya memiliki proses

bisnis inti yaitu penerimaan, penimbunan, dan penyaluran BBM. Pada perusahaan

ini hanya menerima BBM yang disalurkan dari beberapa kilang yang ada di

Indonesia maupun dari luar negeri (biasanya Singapura), sedangkan planning-nya

dikendalikan oleh ISC (Integrated Supply Chain) yang ada di PT. Pertamina Pusat.

Proses pengiriman BBM dilakukan melalui kapal, kemudian dipompa ke tangki

penimbunan melalui pipa yang telah terpasang.

Setelah BBM diterima, kemudian ditimbun pada tangki timbun yang

dimiliki. Di Instalasi Pengapon memiliki tangki timbun yang berisi premium,

kerosene, solar, pertamax, feedstock. Jumlah dari masing-masing produksi belum

bisa dipastikan karena sekarang ini Instalasi Pengapon masih membangun tangki-

tangki timbun berukuran besar tetapi menghancurkan tangki timbun yang berukuran

kecil. Misal pada bulan Agustus 2010 PT. Pertamina Instalasi Pengapon melakukan

pembongkaran tangki timbun berisi premium kemudian membangun sebuah tangki

timbun berukuran besar yang akan diisi pertamax. Proses selanjutnya adalah

penyaluran. Pada proses ini, BBM disalurkan ke berbagai SPBU, SPBN,

Page 39: Laporan KP Pertamina Pengapon

39

perusahaan-perusahaan yang memesan sebelumnya. Proses penyaluran dibantu

dengan mobil tangki yang mempunyai berbagai ukuran yaitu 8000L, 16000L,

24000L, 32000L.

Kilang minyak memproduksi minyak mentah menjadi BBM (premium,

solar, pertamax, dsb). BBM yang siap pakai dikirim melalui kapal tanker. Kapal

tangker ini bekerja sesuai instruksi dari Pertamina Pusat. Ketika sudah sampai di

tempat tujuan, pada kapal disandarkan pada SPM, kemudian BBM tersebut

dipompakan ke tangki timbun melalui pipa penerima. Setelah itu, BBM masuk ke

manifold. Pada bagian ini, BBM dialirkan pada tangki timbun yang diinginkan

(tangki yang kosong diutamakan untuk diiisi terlebih dahulu). BBM masuk ke

dalam tangki timbun melalui pipa inlet. Ketika BBM akan dijual, maka BBM yang

ada dalam tangki timbun akan dipompa kemudian disalurkan ke filling shed

menggunakan pompa yang ada di rumah pompa (pump house). Pada filling shed

BBM diisikan ke dalam mobil tangki yang akan membawa BBM ke SPBU atau

perusahaan yang memesan. Setelah selesai pengisian, mobil tangki melalui gate

keeper untuk dilakukan pengecekan akhir. Aspek yang dicek antara lain adalah

kuantitas dan kandungan air.

PT. Pertamina tidak asal dalam penyaluran BBM kepada masyarakat. Hal ini

ditunjukkan dengan pemenuhan spesifikasi BBM yang dikeluarkan oleh dirjen

migas. Hal yang mutlak dilakukan agar kualitas BBM yang dikeluarkan PT.

Pertamina sesuai dengan aturan dirjen migas adalah sistem pengawasan kualitas

yang ketat. Pengendalian kualitas BBM dilakukan dari penerimaan sampai ke gate

keeper. Pada saat kapal tangker sampai ke pelabuhan, maka ada petugas yang

mengambil sampel BBM dari kapal untuk diperiksa di laboratorium QQ (Quality

Quantity). Jika BBM yang dibawa memnuhi standart, maka BBM yang dibawa

diperbolehkan dipompa ke tangki timbun. Setelah selesai pemompaan, maka BBM

yang ada di tangki timbun dicek kembali dan dibandingkan dengan hasil

pengecekan BBM di kapal. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui kualitas BBM

Page 40: Laporan KP Pertamina Pengapon

40

sebelum dan setelah pemompaan. Sebelum mobil tangki keluar dari area Instalasi

Pengapon, terlebih dahulu dicek untuk terakhir kalinya di gate keeper.

2.7 Sarana dan Fasilitas PT. Pertamina TBBM Instalasi Pengapon

PT. Pertamina Instalasi Pengapon memiliki tugas pokok yang harus

dijalankan yaitu penerimaan, penimbunan, dan penyaluran BBM. Berikut adalah

penjelasan sarana dan fasilitas dari ketiga tugas pokok tersebut :

1. Penerimaan BBM

Dermaga Deli khusus untuk penyandaran Tugboat & Service boat untuk

pelayanan crew penerimaan & Crew Tanker.

Single Point Moring (SPM) untuk penyandaran /pembongkaran BBM

dengan kapasitas Tanker 30.000 DWT berada ± 6000 meter dari pantai.

Pipa penerimaan dari SPM s/d Manifold di TBBM Pengapon Ø 16”

Multi Product.

2. Penimbunan BBM

Pertamax = 1 Unit (safe Cap.3.887 Kl)

Premium = 6 Unit (Safe Cap.40.530 Kl)

M.Tanah = 1 Unit (Safe Cap.7.427 Kl)

M. Solar = 4 Unit (Safe Cap.32.965 Kl.)

FS.A = 1 Unit (Safe Cap.306 Kl)

FS.B = 1 Unit (Safe Cap.306 Kl)

3. Penyaluran BBM

Untuk penyaluran produk Pertamax 2 unit Pompa @ Kap.500 GPM.

Untuk Penyaluran Produk Premium 7 Unit total kapasitas pemompaan

3340 GPM.

Untuk Penyaluran Produk M.Tanah 5 Unit dgn Total Kapasitas

pemompaan 1520 GPM.

Untuk Penyaluran Produk M.Solar 5 Unit dgn Total Kapasitas 3020

GPM.

Page 41: Laporan KP Pertamina Pengapon

41

4. Pengisian Mobil Tangki

Pertamax = 2 Filling Point

Premium = 12 Filling Point

M.Tanah = 1 Filling Point

M.Solar = 11 Filling Point

FAME = 2 Filling Point

5. Gate Keeper

Pemeriksaan Keluar Mobil Tangki) terdiri dari 3 pintu, gate keeper

selain untuk pemeriksaan Volume Minyak yang diangkut oleh Mobil-

Mobil Tangki dipergunakan juga untuk Pemeriksaan Mutu BBM yang

disalurkan kepada Konsumen / Lembaga penyalur lainnya (sesuai

dengan program Zero Loss).

6. Pendukung Sumber Daya Listrik

Dari PT. PLN dengan kapasitas 345 KVA (penambahan daya menjadi

Th. 2009) dipergunakan untuk penerangan dan kebutuhan operasional.

Dari 3 Unit Genset dengan total kapasitas 778 KVA akan dipergunakan

sebagai cadangan.

7. LK3

Pipa air pemadam Ø 8” dan 12” mengelilingi seluruh areal depot

lengkap dengan “Y” piece.

4 unit pompa pemadam berkapasitas kap.1500 GPM (2 Unit) dan kap.

2.000 gpm (2 Unit).

1 unit Fire Fighting Truck.

1 unit Fire fighting Jeep.

1 unit Vacum Truck.

Kolam Pemadam Uk. = 110 M X 20 M X 2,5 M = 5.500 M³ dan

penambahan 2.500 M3.

Pemasangan Foam Chamber pada tangki-tangki produk.

Page 42: Laporan KP Pertamina Pengapon

42

8. Pelumas TBBM Pengapon

Drum Yard sebelah Utara luas ± 3.695 m² dan sebelah Selatan luas ±

9.275 m² dapat menampung ± 30.000 Drum Pelumas.

Gudang No.6 dan No.7 dapat dipergunakan untuk penyimpanan ±

33.000 Doos dan 1000 Pail Pelumas.

2 Unit Forklift.

Penerimaan Pelumas dari ; Lob plant Jakarta, Cilacap dan Surabaya.

9. LPG TBBM Pengapon

Gudang No.8 luas 600 m² dan Gudang No. luas 300 m²

Dapat menampung botol-botol LPG sebanyak :

o LPG 3 Kg = 20.000 Pcs.

o LPG 12 Kg.= 4.500 Pcs.

o LPG 50 Kg.= 2.250 Pcs.

Selain untuk penyimpanan Botol-Botol LPG digunakan juga untuk

penyimpanan kompor gas dalam rangka konversi M.Tanah ke LPG.

10. Mobil Tangki

Kap. 5 KL = 2 unit

Kap. 8 Kl = 1 unit

Kap.16 Kl = 56 Unit

Kap.24 Kl = 32 Unit

Kap.32 Kl = 9 Unit

2.8 Wilayah SPBU TBBM Pengapon

Jumlah SPBU yang dilayani oleh TBBM Pengapon terdiri dari 280 Unit

dengan wilayah SPBU yang dilayani meliputi :

1. Kota Semarang

2. Kota Pekalongan

3. Kab. Semarang

Page 43: Laporan KP Pertamina Pengapon

43

4. Kab. Pekalongan

5. Kab. Demak

6. Kab. Kendal

7. Kab. Kudus

8. Kab. Jepara

9. Kab. Pati

10. Kab. Grobogan

11. Kab. Batang

Page 44: Laporan KP Pertamina Pengapon

44

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian terdiri dari beberapa tahapan penelitian yang

harus diterapkan dan dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan

rmasalah. Sehingga penelitian yang dilakukan dapat dilakukan dapat berjalan

dengan baik dan masalah dapat terselesaikan sampat tuntas. Urutan metodologi

penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Penelitian Pendahuluan

Mulai

Identifikasi dan

Perumusan Masalah

yang ada

Penentuan Tujuan

Penelitian

Studi PustakaStudi Lapangan Wawancara

Pengumpulan Data :

A. Biaya Perbaikan ATG

B. Perbandingan Nilai ATG dan

Manual Deeping

C. Mencari Jumlah Kerusakan ATG

Pengolahan dan Analisis

Perhitungan Jumlah Optimum Biaya Perawatan

Simpulan dan Saran

Selesai

Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian

Page 45: Laporan KP Pertamina Pengapon

45

4.1.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan memiliki tujuan untuk mengidentifikasi

permasalahan sebenarnya yang dihadapi oleh perusahaan tersebut.

Identifikasi masalah dapat dicari dengan melakukan wawancara pada

karyawan maupun dengan pengamatan langsung pada PT Pertamina

Instalasi Pengapon.

4.1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah yang ada

Tahapan perumusan masalah berujuan untuk mengidentifikasi dan

merumuskan pada bagian maintenance pada PT Pertamina Instalasi

Pengapon. Berdasarkan data historis perusahaan dan pengukuran manual

secara langsung di lapangan. Alat yang dilakukan pengamatan untuk

perawatan adalah ATG (Automatic Tank Gauging) yang menjadi fokus

pembahasan disini.

Di dalam PT Pertamina Instalasi Pengapon tidak memproduksi hasil

produksi melainkan melakukan distribusi saja. Pada perusahaan ini hanya

terjadi kerja PPP yang merupakan Penerimaan, Penimbunan dan Penyaluran.

Dalam proses penerimaan berada di tengah laut melalui kapal tangker,

kemudian diterima di bagian SPM. Setelah itu disalurkan melalui pipa yang

panjangnya sekitar 9 km dan dimasukkan ke dalam tangki timbun. Terakhir

dilakukan pengisian ke masing – masing truk pembawa dan dikirim ke

masing – masing SPBU. Di dalam proses PPP tersebut banyak mesin

maupun alat yang dilibatkan, salah satunya adalah ATG yang berada di

setiap tangki timbun.

Berdasarkan ruang lingkup kajian yang telah ditetapkan, maka

dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :

a. Data yang diambil berasal dari data historis PT Pertamina Instalasi

Pengapon

Page 46: Laporan KP Pertamina Pengapon

46

b. Objek Penelitian adalah ATG yang terdapat di tangki timbun pada

proses penimbunan produk PT Pertamina Instalasi Pengapon

c. Data yang digunakan penulis yaitu data kerusakan ataupun gangguan

ATG pada bulan Desember 2012 hingga Febuari 2013.

4.1.3 Penentuan Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui jumlah rata-rata kerusakan ATG pada tangki timbun yang

digunakan oleh PT Pertamina Instalasi Pengapon

b. Melakukan analisis grafik berdasarkan selisih nilai ukur ATG dan nilai

ukur Manual Deeping antar tangki timbun.

c. Menginformasikan keadaan actual yang dapat mempengaruhi ketidak

sesuaian ukuran ATG dengan Manual Deeping.

4.1.4 Studi Pustaka dan Studi Lapangan

4.1.4.1 Studi Pustaka

Tujuan dari studi pustaka adalah untuk memberikan kerangka

berpikir berupa – berupa atau kajian – kajian ilmiah yang diperlukan dalam

pelaksanaan penelitian sehingga diperoleh landasan ilmiah yang berguna

sebagai bahan referensi.

4.1.4.2 Studi Lapangan

Penelitian ini dilaksanakan pada PT Pertamina Instalasi Pengapon,

Perusahaan ini tidak menghasilkan produk tetapi disuplai oleh produsen

minyak lainya dan PT. Pertamina Instalasi Pengapon menyalurkannya ke

masing – masing SPBU. Studi Lapangan dilakukan dengan mengamati

secara langsung kondisi dan situasi yang ada pada perusahaan serta melaui

wawancara dengan pihak perusahaan.

Page 47: Laporan KP Pertamina Pengapon

47

4.1.5 Pengumpulan Data

Data – data yang diperlukan untuk menyelesaikan laporan ini dapat

dibedakan menjadi 2, yaitu :

Data Primer

Metode yang digunakan untuk memperoleh data ini antara lain :

a. Observasi langsung, yaitu dengan mengamati secara langsung pada

ATG di tangki timbun dan monitoring ATG di control room.

b. Wawancara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan

langsung kepada penanggung jawab lapangan.

Data Sekunder

Metode – metode yang digunakan untuk memperoleh data ini adalah

dengan cara menggunakan data historis perusahaan.

4.1.6 Pengolahan Data dan Analisis

4.1.6.1 Pengolahan Data

Pengolahan data digunakan untuk melihat biaya perawatan ATG

(Automatic Tank Gauging) dan perbandingan nilai ukurnya dengan Manual

Deeping, sehingga dapat diketahui ATG pada tangki timbun berapa yang

mengalami kerusakan dan harus di kalibrasi ulang.

4.1.6.2 Analisis

Analisis dilakukan untuk memberikan keterangan dan pembahasan

tentang pengolahan data yang telah dilakukan. Disamping itu untuk melihat

mesin cadangan yang telah didapatkan, dapat diterapakan oleh perusahaan

4.1.6.3 Kesimpulan dan Saran

Tahapan terakhir dalam metodologi penelitian ini adalah

memberikan kesimpulan mengenai apa saja yang telah dilakukan baik dari

hasil pengolahan data maupun dari analisis. Selain kesimpulan, diberikan

juga saran – saran yang bersifat membangun bagi perusahaan.

Page 48: Laporan KP Pertamina Pengapon

48

BAB V

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

5.1 Pengumpulan Data

5.1.1 ATG PT. Pertamina Instalasi Pengapon

PT. Pertamina Instalasi pengapon khususnya pada bagian

penimbunan akan berkaitan erat dengan tangki timbun sebagai tempat

penyimpanan minyak yang akan ditimbun sebelum dilakukan penyaluran

untuk dijual. Setiap tangki timbun harus dilakukan kontrol untuk kadar, suhu,

density, maupun ketinggian minyak di dalam tangki timbun tersebut.

Rincian ATG dari setiap tangki timbun di PT. Pertamina Instalasi Pengapon

dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Rincian Tangki Timbun Pertamina Instalasi Pengapon

NO LOKASI NO TANKI Produk SAFE CAP KL AUTOMATIC TANK GAUGING

MERK JENIS TYPE

1 Terminal BBM Pengapon 7 Premium 10519 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

2 Terminal BBM Pengapon 8 Premium 4018 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

3 Terminal BBM Pengapon 9 Premium 4093 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

4 Terminal BBM Pengapon 14 Premium 4138 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

5 Terminal BBM Pengapon 15 Premium 4897 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

6 Terminal BBM Pengapon 19 Premium 7035 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

7 Terminal BBM Pengapon 2 Solar 10341 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

8 Terminal BBM Pengapon 22 Kerosene 7427 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

9 Terminal BBM Pengapon 5 Solar 9980 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

10 Terminal BBM Pengapon 12 Pertamax 4096 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

11 Terminal BBM Pengapon 16 Solar 4104 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

12 Terminal BBM Pengapon 23 Solar 10110 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

13 Terminal BBM Pengapon 24 Solar 8364 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

14 Terminal BBM Pengapon 17 FSA 306 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

15 Terminal BBM Pengapon 18 FSB 306 Tokyo Keisho Servo FW-9411F

Page 49: Laporan KP Pertamina Pengapon

49

5.1.2 Data Kerusakan ATG

Sebuah ATG dapat dikatakan rusak/cacat karena nilai ukur pada

ATG tersebut berada jauh diluar toleransi yang telah ditetapkan. Toleransi

perbedaan nilai ukur ATG dan Manual Deeping pada PT. Pertamina

Instalasi Pengapon ini adalah +/-3 mm. Perbedaan nilai ukur ATG untuk

pukul 06.00-14.00 dapat dilihat pada Tabel 5.2, sedangkan perbedaan nilai

ukur ATG untuk pukul 14.00-22.00 serta pukul 22.00-06.00 dapat dilihat

pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4. Kemudian untuk grafik probabilitas kerusakan

ATG pada pukul 06.00-14.00 dapat dilihat pada Gambar 5.1. Untuk grafik

probabilitas kerusakan ATG pada pukul 14.00-22.00 dan pukul 22.00-06.00

dapat dilihat pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3. Grafik kerusakan dan

probabilitas dari perbandingan ATG dan Manual Deeping tersebut direkap

berdasarkan jumlah total ATG di seluruh tangki timbun sebanyak 15 unit,

antara lain terbagi menjadi :

o Pukul 06.00-14.00

Tabel 5.2 Data Perbedaan Nilai Ukur ATG dengan Manual Deeping Pukul 06.00-14.00

Minggu ke Selisih ATG dengan Manual Deeping Pada Tangki Timbun ke

Kerusakan 7 8 9 14 15 19 2 22 5 12 16 23 24 17 18

1 3 -43 0 1 44 0 -1 -6 0 0 0 8 5 166 0 6

2 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 0 -31 0 0 34 -3 -1 -7 -2 0 -18 7 0 166 1 6

4 0 0 0 -2.4 4 0 0 0 0 0 -1.6 0 0 0 0 1

5 0 -30 -3 -5 35 -10 1 -6 -2 0 -18 7 0 166 1 8

6 0 -30 -3 62 36 -10 1 -6 -2 0 -18 7 0 166 1 8

7 0 -29 -4 1 36 2 3 1 -1 0 0 0 5 166 1 5

8 8 -26 0 0 34 0 6 2 -1 0 2 0 5 166 1 6

9 0 -20 0 7 29 -5 3 1 -2 0 1 0 4 166 1 6

10 2 -6 0 8 16 1493 5 1 -2 0 1 0 0 166 0 6

Page 50: Laporan KP Pertamina Pengapon

50

Gambar 5.1 Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 06.00-14.00

o Pukul 14.00-22.00

Tabel 5.3 Data Perbedaan Nilai Ukur ATG dengan Manual Deeping Pukul 14.00-22.00

Minggu ke Selisih ATG dengan Manual Deeping Pada Tangki Timbun ke

Kerusakan 7 8 13 14 15 19 2 22 5 12 16 23 24 17 18

1 4 -22 -13 4 23 1 2 -3 1 2 1 9 5 166 1 8

2 3 -24 -13 2 26 1 2 -5 -2 1 -17 9 4 166 1 8

3 2 -27 -13 1 30 -1 3 -4 -2 3 -17 9 1 166 1 7

4 4 -25 1 -3 29 -5 4 -4 -2 6 -17 9 8 166 1 11

5 4 -30 -3 -5 35 -10 1 -6 -2 6 -18 7 7 166 1 11

6 0 -25 -4 -5 31 -12 1 -5 -1 5 -17 15 0 166 1 10

7 8 -21 -3 1 28 0 5 1 -1 2 1 11 5 166 2 7

8 7 -26 -7 0 34 -2 5 2 -2 5 2 8 5 166 1 9

9 5 -20 -11 7 29 1 2 1 -2 5 1 12 5 166 1 9

10 2 -4 -9 8 14 1492 6 2 -2 1 2 0 0 166 1 7

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pro

bab

ilita

s K

eru

saka

n

Minggu

Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 06.00-14.00

Probabilitas

Page 51: Laporan KP Pertamina Pengapon

51

Gambar 5.2 Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 14.00-22.00

o Pukul 22.00-06.00

Tabel 5.4 Data Perbedaan Nilai Ukur ATG dengan Manual Deeping Pukul 22.00-06.00

Minggu ke Selisih ATG dengan Manual Deeping Pada Tangki Timbun ke

Kerusakan 7 8 13 14 15 19 2 22 5 12 16 23 24 17 18

1 4 -22 -13 4 23 1 2 -3 1 2 1 9 5 166 0 8

2 3 -25 -13 2 27 1 2 -5 -2 0 -17 9 4 166 1 8

3 2 -27 -13 1 30 -1 3 -4 -2 7 -17 9 1 166 5 9

4 4 -25 1 -3 29 -5 4 -4 -2 6 -17 9 8 166 1 11

5 4 -30 -3 -5 35 -10 1 -6 -2 6 -18 7 7 166 1 11

6 8 -25 -1 -6 31 3 6 2 -1 41 1 6 5 166 1 9

7 8 -26 0 0 33 0 6 2 -1 37 2 0 5 166 1 5

8 0 -26 -9 11 34 -3 5 1 -2 36 1 -4 5 166 1 9

9 5 -7 -11 9 16 -2 5 1 -2 5 1 22 5 166 1 10

10 2 -4 -9 8 14 1496 6 2 -2 1 2 0 0 166 1 7

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pro

bab

ilita

s K

eru

saka

n

Minggu

Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 14.00-22.00

Probabilitas

Page 52: Laporan KP Pertamina Pengapon

52

Gambar 5.3 Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 22.00-06.00

5.2 Pengolahan Data

Berikut pengolahan data dari keseluruhan pengumpulan data yang telah

diperoleh dari observasi, diketahui :

Biaya Perbaikan

Teknisi Engineer + Teknisi Senior + Biaya Komponen = Rp 884.564,- + Rp

584.865,- + Rp 253.125,- = Rp 1.722.553,-

Biaya Perawatan (Preventive)

Teknisi Senior + Teknisi Helper + Biaya Check-up = Rp 584.865,- + Rp

552.218,- + Rp 187.500,- = Rp 1.324.583,-

Total biaya yang dikeluarkan bila terjadi kerusakan

Biaya Perbaikan + biaya perawatan = Rp 1.722.553,- + Rp 1.324.583,-

= Rp 3.047.136,-

Total biaya korektif setiap minggu = Rp 1.722.553,- x 15 = Rp 25.838.295,-

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pro

bab

ilita

s K

eru

saka

n

Minggu

Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 22.00 - 06.00

Probabilitas

Page 53: Laporan KP Pertamina Pengapon

53

Rekap probabilitas kerusakan ketiga waktu pengukuran yang telah diambil

dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan Gambar 5.4. Sedangakan rekap hasil

perhitungan biaya dan grafik biaya pada pukul 06.00-14.00 dapat dilihat

pada Tabel 5.6 dan Gambar 5.5.

Tabel 5.5 Data Rekap Probabilitas Kerusakan ATG

Minggu ke

Probabilitas Kerusakan ATG

06.00-14.00 14.00-22.00 22.00-06.00

Kerusakan Probabilitas Kerusakan Probabilitas Kerusakan Probabilitas

1 6 0.40 8 0.53 8 0.53

2 0 0.00 8 0.53 8 0.53

3 6 0.40 7 0.47 9 0.60

4 1 0.07 11 0.73 11 0.73

5 8 0.53 11 0.73 11 0.73

6 8 0.53 10 0.67 9 0.60

7 5 0.33 7 0.47 5 0.33

8 6 0.40 9 0.60 9 0.60

9 6 0.40 9 0.60 10 0.67

10 6 0.40 7 0.47 7 0.47

Gambar 5.4 Grafik Probabilitas Kerusakan ATG

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pro

bab

ilita

s K

eru

saka

n

Minggu

Grafik Probabilitas Kerusakan ATG

Jam 06.00-14.00

Jam 14.00-22.00

Jam 22.00-06.00

Page 54: Laporan KP Pertamina Pengapon

54

Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh data probabilitas kerusakan

sesuai pada Tabel 4.5.

Jam 06.00-14.00

P(X=x) =

P(X=1) =

= 0,40

P(X=2) =

= 0,00

P(X=3) =

= 0,40

Perhitungan Perkiraan Biaya

o Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh hasil biaya total yang

dikeluarkan untuk perawatan secara berkala sesuai Tabel 5.6 dan Gambar

5.5.

Untuk N = 1

B1 = Np1 = 15 x 0,40 = 6

B =

= 6

TCr(1) = 6 x Rp 1.722.553,- = Rp 10.335.318,-

TCm(1) =

= Rp 19.868.745,-

TMC = Rp 30.204.063,-

o Berikut adalah rekap perhitungan dari hasil biaya total yang dikeluarkan

untuk perawatan secara berkala untuk observasi pada pukul 06.00-14.00

yang dijabarkan pada Tabel 5.6 dan Gambar 5.5.

Page 55: Laporan KP Pertamina Pengapon

55

Tabel 5.6 Rekap Hasil Perhitungan Biaya Pada Pukul 06.00-14.00

No Bn B TCr TCm TMC

1 6.000 6.000 Rp 10335318 Rp 19868745 Rp 30204063

2 8.400 4.200 Rp 7234723 Rp 9934373 Rp 17169095

3 15.360 5.120 Rp 8819471 Rp 6622915 Rp 15442386

4 21.544 5.386 Rp 9277670 Rp 4967186 Rp 14244857

5 33.378 6.676 Rp 11498937 Rp 3973749 Rp 15472686

6 52.255 8.709 Rp 15002013 Rp 3311458 Rp 18313470

7 72.224 10.318 Rp 17772715 Rp 2838392 Rp 20611107

8 106.050 13.256 Rp 22834612 Rp 2483593 Rp 25318205

9 136.429 15.159 Rp 26111867 Rp 2207638 Rp 28319505

10 179.116 17.912 Rp 30853746 Rp 1986875 Rp 32840620

Gambar 5.5 Grafik Biaya Pada Pukul 06.00-14.00

Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh data probabilitas kerusakan

sesuai pada Tabel 5.5.

Jam 14.00-22.00

P(X=x) =

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

35000000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Bia

ya

Minggu

Grafik Biaya

TCr

TCm

TMC

Page 56: Laporan KP Pertamina Pengapon

56

P(X=1) =

= 0,53

P(X=2) =

= 0,53

P(X=3) =

= 0,47

Perhitungan Perkiraan Biaya

o Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh hasil biaya total yang

dikeluarkan untuk perawatan secara berkala sesuai Tabel 5.7 dan Gambar

5.6.

Untuk N = 1

B1 = Np1 = 15 x 0,53 = 8

B =

= 8

TCr(1) = 8 x Rp 1.722.553,- = Rp 13.780.424,-

TCm(1) =

= Rp 19.868.745,-

TMC = Rp 33.649.169,-

o Berikut adalah rekap perhitungan dari hasil biaya total yang dikeluarkan

untuk perawatan secara berkala untuk observasi pada pukul 14.00-22.00

yang dijabarkan pada Tabel 5.7 dan Gambar 5.6. Sedangakan rekap hasil

perhitungan biaya dan grafik biaya pada pukul 14.00-22.00 dapat dilihat

pada Tabel 5.8 dan Gambar 5.7.

Page 57: Laporan KP Pertamina Pengapon

57

Tabel 5.7 Rekap Hasil Perhitungan Biaya Pada Pukul 14.00-22.00

No Bn B TCr TCm TMC

1 8.000 8.000 Rp 13780424 Rp 19868745 Rp 33649169

2 20.267 10.133 Rp 17455204 Rp 9934373 Rp 27389576

3 38.076 12.692 Rp 21862387 Rp 6622915 Rp 28485302

4 68.849 17.212 Rp 29649093 Rp 4967186 Rp 34616279

5 117.351 23.470 Rp 40428654 Rp 3973749 Rp 44402403

6 192.804 32.134 Rp 55352585 Rp 3311458 Rp 58664042

7 307.663 43.952 Rp 75709492 Rp 2838392 Rp 78547884

8 499.223 62.403 Rp 107492167 Rp 2483593 Rp 109975760

9 776.503 86.278 Rp 148618569 Rp 2207638 Rp 150826207

10 1219.038 121.904 Rp 209985802 Rp 1986875 Rp 211972676

Gambar 5.6 Grafik Biaya Pada Pukul 14.00-22.00

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

35000000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Bia

ya

Minggu

Grafik Biaya

TCr

TCm

TMC

Page 58: Laporan KP Pertamina Pengapon

58

Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh data probabilitas kerusakan

sesuai pada Tabel 5.5.

Jam 22.00-06.00

P(X=x) =

P(X=1) =

= 0,53

P(X=2) =

= 0,53

P(X=3) =

= 0,60

Perhitungan Perkiraan Biaya

o Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh hasil biaya total yang

dikeluarkan untuk perawatan secara berkala sesuai Tabel 5.8 dan Gambar

5.7.

Untuk N = 1

B1 = Np1 = 15 x 0,53 = 8

B =

= 8

TCr(1) = 8 x Rp 1.722.553,- = Rp 13.780.424,-

TCm(1) =

= Rp 19.868.745,-

TMC = Rp 33.649.169,-

Page 59: Laporan KP Pertamina Pengapon

59

o Berikut adalah rekap perhitungan dari hasil biaya total yang dikeluarkan

untuk perawatan secara berkala untuk observasi pada pukul 22.00-06.00

yang dijabarkan pada Tabel 5.8 dan Gambar 5.7.

Tabel 5.8 Rekap Hasil Perhitungan Biaya Pada Pukul 22.00-06.00

No Bn B TCr TCm TMC

1 8.000 8.000 Rp 13780424 Rp 19868745 Rp 33649169

2 20.267 10.133 Rp 17455204 Rp 9934373 Rp 27389576

3 40.076 13.359 Rp 23010756 Rp 6622915 Rp 29633671

4 72.983 18.246 Rp 31429064 Rp 4967186 Rp 36396250

5 125.324 25.065 Rp 43175552 Rp 3973749 Rp 47149301

6 206.538 34.423 Rp 59295402 Rp 3311458 Rp 62606860

7 330.834 47.262 Rp 81411209 Rp 2838392 Rp 84249601

8 540.949 67.619 Rp 116476618 Rp 2483593 Rp 118960212

9 849.899 94.433 Rp 162666274 Rp 2207638 Rp 164873913

10 1345.293 134.529 Rp 231733804 Rp 1986875 Rp 233720679

Gambar 5.7 Grafik Biaya Pada Pukul 22.00-06.00

0

5000000

10000000

15000000

20000000

25000000

30000000

35000000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Bia

ya

Minggu

Grafik Biaya

TCr

TCm

TMC

Page 60: Laporan KP Pertamina Pengapon

60

5.3 Analisis Penyebab Kerusakan ATG

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan pada awal untuk

menentukan jumlah dari ATG yang nilai ukurnya keluar dari batas toleransi dan

perhitungan biaya maintenance untuk ATG tersebut, dapat dilihat bahwa ATG

yang rusak dan tingkat ketelitiannya berada di luar batas toleransi cukup banyak,

pada pagi hari tingkat probabilitas tertinggi bernilai 0,53, sedangkan pada

pengukuran ATG pada siang hari tingkat probabilitas tertinggi bernilai 0,73,

dan pada pengukuran ATG pada malam hari tingkat probabilitas tertingginya

juga 0,73. Pada Gambar 5.4 grafik probabilitas kerusakan ATG menggambarkan

tingkat kerusakan ATG yang sudah cukup parah karena probabilitas kerusakan

tersebut sudah cukup tinggi. Memang perbedaan angka ukur pada ATG dan

Deeping Manual tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Bentuk tangki

Hal ini dapat terjadi karena pada saat tangki timbun tersebut

mengalami tekanan dari luar seperti terkena pinjakan karyawan pada

saat menaiki tangki timbun tersebut maka akan sangat

mempengaruhi angka pengukuran di ATG tersebut.

2. Kurang stabil (ketinggian level)

Setiap tangki timbun pun memiliki tingkat kestabilan ATG yang

beragam, karena hanya pada level ketinggian permukaan minyak

tertentu saja nilai ukur pada ATG dan Manual Deeping dapat

berbeda. Misalnya sebuah tangki timbun dengan ketinggian

permukaan minyak menengah angka ukur ATG dan Manual

Deeping-nya sama, namun pada ketinggian permukaan minyak

maksimum angka ukur ATG dan Manual Deeping menjadi berbeda

jauh.

Page 61: Laporan KP Pertamina Pengapon

61

3. Kawat Penyalur Terkorosi

Terjadi korosi pada measuring wire khususnya pada bagian displacer

yang merupakan tempat untuk menyampaikan hasil ukuran dari

tingkat ketinggian level minyak pada tangki timbun tersebut.

4. Human Error

Terjadi bila ada staf yang kurang teliti saat melakukan manual

deeping pada pengukuran level minyak untuk tangki timbun tertentu,

sehingga hasil pengukurannya berbeda.

5.4 Analisis Penentuan Minggu Pelaksanaan Maintenance

Berdasarkan perhitungan dari data di atas dapat diketahui bahwa total

biaya perawatan korektif untuk 1 minggu adalah Rp 25.838.295,- sehingga bila

dibandingkan dengan tiga buah hasil perhitungan biaya perawatan prefentif,

hasilnya memiliki nilai biaya yang lebih rendah, yaitu pada pengukuran di pagi

hari biaya minimum terletak pada minggu ke empat dengan biaya Rp

14.244.857,00. Sedangkan pada pengukuran di siang hari dan malam hari biaya

minimumnya terletak pada minggu yang sama yaitu pada minggu ke dua dengan

total biaya maintenance adalah Rp 27.389.576,00. Sehingga dapat dikatakan

bahwa sebaiknya PT. Pertamina Instalasi Pengapon melakukan perawatan yang

berkala setiap dua minggu sekali pada pagi hari dan setiap 4 minggu sekali pada

siang dan malam hari.

Page 62: Laporan KP Pertamina Pengapon

62

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Manual Deeping masih perlu dilakukan untuk mengevaluasi tingkat ketelitian

dan ketepatan dari ATG, biasanya perbedaan hasil ukur ATG dengan Manual

Deeping dapat disebabkan oleh faktor manusia, yaitu pada saat menaiki tangki

timbun untuk melalakukan pengukuran manual dan juga timbulnya korosi pada

measuring wire ATG tersebut.

2. ATG yang digunakan pada PT. Pertamina harus dilakukan perawatan secara

berkala dengan jangka 4 mingguan pada pagi hari serta 2 mingguan pada siang

dan malam hari. Total biaya perawatan berkala yang dibutuhkan setiap 4

minggu perawatan adalah Rp 14.244.857,00 sedangkan setiap 2 minggu adalah

Rp 27.389.576,00. Sehingga rekomendasi perawatan yang paling baik adalah

pada pagi hari dengan biaya paling minimum.

6.2 Saran

1. Sebaiknya perusahaan melakukan preventive maintenance pada ATG untuk

setiap tangki timbun agar meminimumkan biaya perawatan.

2. Perawatan berkala yang dilakukan sebaiknya empat minggu sekali untuk

meningkatkan efektifitas dari kinerja ATG, karena bila ATG yang ada sudah

terawat dengan benar maka dapat meminimalisir penggunaan proses manual

deeping agar human error dapat dihindari.

Page 63: Laporan KP Pertamina Pengapon

63

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertamina

Dervitsiotis, Kostas N. 1984. Operations Management. New York : Mc Graw Hill Book

Company.

Panduan Automatic Tank Gaugin, PENGOPERASIAN ATG DI CATAMS, TOKYO

KEISO CO.,LTD, Japan :Tokyo, 2013

http://ariefm.lecture.ub.ac.id

http://ftp.itb.ac.id

http://digilib.petra.ac.id

http://www.tokyokeiso.co.jp/english/products/level/02so_tank/fw-9000n/index.html

http://www.tokyokeiso.co.jp/english/products/download/level_tg.html

http://xa.yimg.com/kq/groups/22956114/871720536