laporan kp pertamina eyi

58
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertamina UP III adalah industri di sektor minyak dan gas bumi, dimana melakukan pengolahan minyak mentah menjadi produk-produk seperti bahan bakar minyak (BBM), non-bahan bakar minyak (NBM), dan petrokimia. Pada kilang BBM, minyak bumi mengalami dua proses utama, yaitu primary process (distillation, treating, blending) dan secondary process (polymerization, alkylation, utilities). Unit proses primer mengolah minyak bumi dengan cara memisahkan minyak bumi mentah menjadi fraksi-fraksinya dengan menggunakan prinsip distilasi. Unit-unit di Pertamina RU III yang digunakan pada proses ini adalah unit Crude Distiller (CD), yang terdiri dari lima CD (CD- II, CD-III, CD-IV, CD-V, dan CD-VI), High Vacuum Unit (HVU), Stabilizer C/A/B, SRMGC (Straight Run Motor Gas Compressor),dan BBMGC (Butane-Butylene Motor Gas Compressor), serta BB Distiller (Butane-Butylene Distiller) dan BB Treating. HVU II (High Vacuum Unit II) merupakan unit yang mengolah produk bottom dari unit CDU II/III/IV/V dan CDU VI. Agar temperatur operasi tidak melampaui temperatur cracking maka tekanan kolom harus diturunkan sehingga residu tersebut dapat diolah di unit ini dengan cara distilasi hampa dimana tekanan normal operasinya dibawah 1

Upload: dian-fajrin

Post on 20-Jan-2016

249 views

Category:

Documents


29 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kp Pertamina Eyi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertamina UP III adalah industri di sektor minyak dan gas bumi, dimana

melakukan pengolahan minyak mentah menjadi produk-produk seperti bahan bakar

minyak (BBM), non-bahan bakar minyak (NBM), dan petrokimia. Pada kilang BBM,

minyak bumi mengalami dua proses utama, yaitu primary process (distillation,

treating, blending) dan secondary process (polymerization, alkylation, utilities).

Unit proses primer mengolah minyak bumi dengan cara memisahkan minyak

bumi mentah menjadi fraksi-fraksinya dengan menggunakan prinsip distilasi. Unit-

unit di Pertamina RU III yang digunakan pada proses ini adalah unit Crude Distiller

(CD), yang terdiri dari lima CD (CD-II, CD-III, CD-IV, CD-V, dan CD-VI), High

Vacuum Unit (HVU), Stabilizer C/A/B, SRMGC (Straight Run Motor Gas

Compressor),dan BBMGC (Butane-Butylene Motor Gas Compressor), serta BB

Distiller (Butane-Butylene Distiller) dan BB Treating.

HVU II (High Vacuum Unit II) merupakan unit yang mengolah produk bottom

dari unit CDU II/III/IV/V dan CDU VI. Agar temperatur operasi tidak melampaui

temperatur cracking maka tekanan kolom harus diturunkan sehingga residu tersebut

dapat diolah di unit ini dengan cara distilasi hampa dimana tekanan normal operasinya

dibawah 1 atm (60 mmhg). Produk yang dihasilkan adalah LVGO,MVGO,HVGO dan

Vacuum Residu. Dimana produk MVGO dan HVGO digunakan sebagai umpan / feed

untuk unit RFCCU dan produk LVGO digunakan sebagai komponen blending produk

diesel (ADO) serta Vacuum Residue digunakan sebagai komponen produk fuel oil.

Pada HVU II diperlukan suatu alat yang berperan penting untuk

memanfaatkan panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lainya agar energi

yang dihasilkan dari proses tidak terbuang sia-sia, alat tersebut adalah Heat

Exchanger (HE). Heat Exchanger E-14-0011 AB pada HVU II berperan penting

dalam membantu menurunkan suhu dari vacum residu serta merubah air menjadi

steam dengan memanfaatkan panas dari vacum residu yang akan diakumulasikan

dengan steam lain sebagai pemanas feed.

1

Page 2: Laporan Kp Pertamina Eyi

Pemakaian alat perpindahan panas dilakukan secara kontinyu sehingga jumlah

panas per satuan luas yang dipindahkan semakin menurun, yang mengakibatkan

kemampuan kerja dari alat perpindahan panas ini menurun. Hal ini disebabkan

terjadinya Fouling Factor yang dikarenakan adanya pengotor berat yaitu kerak keras

yang berasal dari hasil korosi atau coke serta pengotor berpori berupa kerak lunak

yang berasal dari dekomposisi akibat dari media yang digunakan, sehingga

menghambat jalannya proses perpindahan panas. Hal inilah yang melatar belakangi

penulis dalam pemilihan judul studi kasus ini. Dengan menganalisa kinerja Heat

Exchanger E-14-0011 AB maka akan diketahui kemampuan alat perpindahan panas

dengan cara menghitung efisiensi kinerja alat Heat Exchanger yang ditinjau dari unit

HVU II.

1.2 Tujuan

Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk menganalisa kinerja Heat Exchanger

pada Unit HVU II PT. PERTAMINA (Persero) RU III, dimana tujuan yang ingin

dicapai antara lain :

a. Mengetahui kinerja Heat Exchanger E-14-0011 AB pada Unit HVU II.

b. Mempelajari variabel proses yang mempengaruhi kondisi operasi (Heat Loss,

fouling factor, overall heat coefficient, pressure drop, effisiensi).

1.3 Batasan Masalah

Ruang lingkup masalah pada laporan ini dibatasi pada evaluasi kinerja

regenerator yang meliputi perhitungan kinerja Heat Exchanger E-14-0011

berdasarkan data operasi actual. Sehingga akan didapatkan nilai efisiensi Heat

Exchanger E-14-0011 aktual yang selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai

efisiensi design.

2

Page 3: Laporan Kp Pertamina Eyi

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam laporan kerja praktek ini disusun dalam beberapa

bahasan (Bab) antara lain :

I. Pendahuluan

Membahas mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah dan sistematika

penulisan.

II. Orientasi Umum

Menjelaskan sejarah singkat PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju, fungsi dan

seksi HVU II, sarana dan fasilitas, lindungan lingkungan, serta Struktur

Organisasi Unit HVU II.

III. Tinjauan Pustaka

Menjelaskan dan menjelaskan dasar teori dan pengetahuan umum mengenai

Heat Exchanger.

IV. Data Pengamatan dan Perhitungan

Berisi data-data pengamatan Regenerator dan perhitungan dengan metode

Kern.

V. Kesimpulan dan Saran

Mencakup kesimpulan dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dan

beberapa saran yang didapat setelah dilakukan pengamatan dan perhitungan.

3

Page 4: Laporan Kp Pertamina Eyi

BAB II

ORIENTASI UMUM

2.1 Sejarah Singkat

PT.Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang

bergerak dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.

Pertamina berkomitmen mendorong proses transformasi internal dan pengembangan

yang berkelanjutan guna mencapai standar internasional dalam pelaksanaan

operasional dan tatakelola lingkungan yang lebih baik, serta peningkatan kinerja

perusahaan sebagai sasaran bersama.

Pada bulan Januari 1951, diidirikan Perusahaan Tambang Minyak Republik

Indonesia yang kegiatannya meliputi wilayah Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

Setelah menngalami perdebatan, pada bulan Oktober 1956 di tetapkan bahwa

lapangan minyak Sumatera Utara tidak dikembalikan ke Shell dan berada di bawah

pengawasan Pemerintah Pusat. Pada tanggal 22 Juli 1957, pemerintah memutuskan

menyerahkan lapangan minyak Sumatera Utara kepada KSAD, yang kemudian

mengubah namanya menjadi PT.Explotasi Tambang Minyak Sumatera (PT.ETMSU).

Pada tahun 1960 pemerintah mengeluarkan undang-undang untuk membentuk

tiga perusahaan negara di sektor minyak dan gas bumi. Ketiga perusahaan tersebut

adalah :

1. PN. PERTAMIN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia

(disahkan berdasarkan PP No. 3/1961). Perusahaan ini bermula dari perusahaan

Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM) yang didirikan tahun

1921. Pada tanggal 1 Januari 1959 namanya berubah menjadi PT. Pertambangan

Minyak Indonesia (PT. PERMINDO). Kemudian pada tahun 1965 PN ini

mengambil alih semua kekayaan PT. Shell Indonesia termasuk di dalamnya kilang

Plaju, Balikpapan, dan Wonokromo.

2. PN. PERMINA, Perusahaan Negara Perusahaan Minyak Nasional (disahkan

berdasarkan PP No. 198/1961). Perusahaan ini merupakan peralihan nama dari PT.

ETMSU. Sejak tahun 1961 PN inilah yang melakukan operasi penyediaan dan

pelayanan bahan bakar minyak dalam negeri.

4

Page 5: Laporan Kp Pertamina Eyi

3. PN. PERMIGAN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas

Nasional (disahkan berdasarkan PP No. 199/1961). Perusahaan ini semula berasal

dari Perusahaan Tambang Minyak Rakyat Indonesia (PTMRI) yang berlokasi di

Sumatera Utara, namanya berubah menjadi PN. PERMIGAN pada tahun 1961.

Pada tanggal 6 April 1962, pemerintah Indonesia membeli semua fasilitas

penyulingan dan produksi PT. Shell di Jawa Tengah. Namun karena kinerjanya

yang semakin memburuk, PN ini dibubarkan pada tahun 1965 melalui SK Menteri

Urusan Minyak dan Gas Bumi No. 6/M/MIGAS/ 66. Kekayaan yang dimilikinya

berupa sumur minyak dan penyulingan di Cepu dijadikan pusat pendidikan dengan

dibukanya Akademi Minyak dan Gas Bumi. Fasilitas pemasarannya diserahkan

pada PN. PERTAMIN sedangkan fasilitas produksinya diserahkan pada PN.

PERMINA.

Pada tanggal 20 Agustus 1968 dalam rangka mempertegas struktur dan

prosedur kerja demi memperlancar usaha peningkatan produksi minyak dan gas bumi,

dibentuk Perusahaan Negara Pertambangan minyak dan Gas Bumi Nasional (PN

PERTAMINA) yang melebur PN PERMINA dan PN PERTAMIN. Tujuan peleburan

ini adalah agar dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi di bidang

perminyakan nasional di dalam wadah suatu Integrated Oil Company dengan satu

manajemen yang sempurna.

Kemudian PN PERTAMINA diubah menjadi PERTAMINA (Pertambangan

Minyak dan Gas negara). Dan pada tahun 2003, PERTAMINA dijadikan Persero

dengan nama PT. PERTAMINA ( Persero).

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri, PT.

PERTAMINA hingga saat ini telah mengoperasikan enam Refinery Unit (RU) yang

tersebar di Indonesia. Keenam Unit Pengolahan itu adalah :

1. RU-II Dumai,Riau

2. RU-III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan

3. RU-IV Cilacap, Jawa Tengah

4. RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur

5. RU-VI Balongan, Jawa Barat

5

Page 6: Laporan Kp Pertamina Eyi

6. RU-VII Kasim, Papua

Pada tahun pemerintah Hindia Belanda membangun dengan tujuan untuk

mengolah minyak bumi yang berasal dari Prabumulih dan Jambi. Pada tahun 1957

kilang ini diusahakan oleh PT. Shell Indonesia yang merupakan perusahaan minyak

milik Inggris. Kemudian pada tahun 1965, pemerintah Indonesia mengambil alih

kilang Plaju dari PT. Shell Indonesia. Kilang Plaju terletak dibagian Selatan Sungai

Musi dan sebelah Barat bagian Sungai Komering dengan kapasitas 100 MBSD

(Milion Barrel Per Calender Day).

Kilang minyak Sungai Gerong dibangun pada tahun 1920 oleh ESSO

(STANVAC) yang merupakan sebuah perusahaan minyak Amerika. PERTAMINA

membeli kilang ini terletak di persimpangan Sungai Musi dan Sungai Komering

dengan kapasitas mula-mula 70 MBCD, sekarang kapasitasnya tinggal 25 MBCD

sesuai dengan unit yang masih ada.

Pada tahun 1972 di Plaju didirikan Asphalt Blowing Plant (Demolish) dengan

kapasitas produksi 45.000 ton/tahun. Pada tahun 1973, di Plaju didirikan pabrik

Polypropylene yang mengolah Propylene menjadi Polypropylene dengan produk

berbentuk pellet. Bersamaan dengan dibangunnya pabrik Polypropylene, dibangun

Jembatan pipa integrasi yang menghubungkan kilang Plaju dan kilang Sungai Gerong

(sekarang dikenal kilang musi).

Pada tahun 1982 dilaksanakan pembangunan Proyek Plaju Aromatic Center

( PAC ) dan proyek Musi Phase 1( PKM I ). Kedua proyek ini dibangun secara

terintegrasi yang berupa proyek pipanisasi di dalam penyedian sistem penunjang

(utilitas) dan fasilitas lindungan lingkungan. Plaju Aromatic Center didirikan di area

kilang Plaju. Pembangunan kilang Musi berlanjut dengan pembangunan Higt Vacuum

Distilation Unit II ( HVU) pada tahun 1983 mulai beroperasi tahun 1986. Sejarah

lengkap tentang PERTAMINA dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

6

Page 7: Laporan Kp Pertamina Eyi

Tabel 1. Sejarah Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong

Tahun Sejarah dan perkembangan

1903

1926

1965

1970

1972

1973

1973

1982

1982

1984

1986

1987

1988

1990

1994

2002

Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh Shell (Belanda).

Kilang Sungai Gerong Dibangun Oleh STANVAC (AS).

Kilang Plaju/Shell Dengan Kapasitas 110 MBCD Dibeli Oleh

Negara/Pertamina

Kilang Sungai Gerong/STANVAC dibeli oleh Negara/Pertamina

Pembangunan Asphalt Blowing Plant Kapasitas 45.000 Ton/Tahun

Pendirian Kilang Polypropylene Untuk Memproduksi Pellet Polytam

Dengan Kapasitas 20000 Ton/Tahun.

Integrasi Operasi Kilang Plaju-Sungai Gerong.

Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi

(PKM 1) Yang Berkapasitas 98 MBCD.

Pembangunan High Vacum Unit (HVU) Sungai Gerong Dan

Revamping CDU (konservasi Energi).

Proyek Pembangunan Kilang TA/PTA Dengan Kapasitas Produksi

150.000 ton/tahun.

Kilang PTA Mulai Beroperasi Dengan Kapasitas 150.000

Ton/Tahun.

Proyek Pengembangan Konservasi Energi/ Energy Conservation

Industry (ECI)

Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi Dan Produksi Kilang (UPEK)

Debotlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000 ton/tahun.

PKM II : Pembangunan unit Polypropylene baru dengan kapasitas

45.200 ton/tahun, Revamping RFCCU-Sungai Gerong dan unit

Alkilasi, Redesign Silikon RFCCU-Sungai Gerong, modifikasi unit

redistilling I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex

(GTGC) dan perubahan frekuensi listrik dari 69 Hz ke 50 Hz, dan

pembangunan Water Treatment Unit (WTU) dan Shulpuric Acid

Recovery Unit (SAU).

Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi

7

Page 8: Laporan Kp Pertamina Eyi

2003 Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju

dengan Kilang Sungai Gerong diresmikan

Pembangunan jembatan integrasi kilang Musi.

Jembatan intgrasi kilang musi diresmikan.

Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit PERTAMINA, Palembang,

PERTAMINA RU-III memiliki 2 buah kilang, yaitu :

1. Kilang minyak Plaju, yang berbatasan dengan Sungai Musi di sebelah selatan

dan Sungai Komering di sebelah barat

2. Kilang minyak Sungai Gerong, yang terletak di persimpangan Sungai Musi dan

Sungai Komering.

Kilang RU-III Plaju/Sungai Gerong mempunyai 2 unit produksi yaitu :

1. Unit Produksi I (Kilang BBM/Petroleum) yang mengolah minyak mentah.

Kilang BBM/Petroleum terdiri dari primary proses dan secondary proses

2. Unit Produksi II (Kilang Petrokimia)

Kilang petrokimia yang terdiri dari kilang Polypropylene.

Visi Pertamina :

Menjadi perusahaan Migas Nasional Kelas Dunia

Misi Pertamina :

1. Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia.

2. Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif,

berdasarkan tata nilai unggulan dan berorientasi laba.

3. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja dan

masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

2.2. Tugas dan Fungsi HVU II

High Vacuum unit (HVU) berkapasitas 54 MBSD atau 7800 TSD. Long

residue yang diolah di HVU II adalah bottom product dari unit destilasi yaitu Crude

Distiller (CD) II/ III/ IV dan CD V (Plaju) serta CD VI (Sungai Gerong). HVU II

merupakan unit distilasi dengan menggunakan proses distilasi hampa. Pengolahan

8

Page 9: Laporan Kp Pertamina Eyi

minyak bumi yang memiliki titik didih yang sangat tinggi (500 ˚C) tanpa

mendapatkan kerugian atau loss akibat perengkahan thermal (Thermal Cracking) pada

temperature yang tinggi. Feed yang diolah pada kolom distilasi hampa ini adalah

produk bawah (bottom product) dari proses destilasi atmosferik, yaitu berupa produk

long residue yang memiliki nilai jual yang rendah. Pada kondisi tekanan di bawah 1

atm, titik didih cairan akan turun sehingga pemisahan dapat dilakukan pada suhu (360

– 380 ˚C). jika proses ini dilakukan pada distilasi atmosferik maka untuk memisahkan

fraksi minyak tersebut membutuhkan temperature yang tinggi (> 500 ˚C), ini dapat

mengakibatkan terjadinya perengkahan thermal.

Dengan kata lain, pada tekanan hampa, trayek titik didih cairan akan turun jika

dibandingkan dengan tekanan atmosfer sehingga tidak terjadi perengkahan. Produk –

produk yang dihasilkan adalah Light Vacuum Gas Oil (LVGO), Middle Vacuum Gas

Oil (MVGO), Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) dan vacuum residue. Produk MVGO

dan HVGO digunakan sebagai feed untuk unit Riser Fluidized Catalytic Cracking

Unit (RFCCU), sedangkan Light Vacuum Gas Oil (LVGO) sebagai komponen

blending produk Automotive Diesel Oil (ADO) serta vacuum residue sebagai

komponen produk fuel oil.

2.2.1. Sarana dan Fasilitas

Sarana penunjang yang terdapat di HVU II berfungsi untuk mendukung

kelancaran operasi kilang, sehingga mendapatkan produksi yang optimal, antara lain:

1. Utilities

Berfungsi untuk menyediakan steam, udara bertekanan, air, juga listrik untuk

penggerak motor – motor pompa maupun untuk penerangan kilang.

2. Laboratorium

Berfungsi sebagai control kualitas, analisa sampel serta penelitian yang

dilakukan untuk pengembangan produk kilang.

3. Health Safety and Environment (HSE)

Mempunyai tugas pokok yaitu untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,

bahay kebakaran dan bahaya pencemaran.

9

Page 10: Laporan Kp Pertamina Eyi

2.2.2. Health Safety and Environment (HSE)

Keselamatan kerja disamping untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,

juga untuk melindungi lingkungan sekitar di sekitar daerah operasi perusahaan dengan

menerapkan hal – hal sebagai berikut:

1. Secara aktif menggalakkan lindungan lingkungan dengan meredam dampak

terhadap lingkungannya dan menekan jumlah polusi yang timbul akibat

pengoperasian perusahaan serta menekan jumlah limbah dengan

meningkatkan kualitas pengolahan limbah yang ditimbulkan.

2. Instalasi baru akan dilengkapi dengan sistem pengendalian polusi yang baik

agar dapat memenuhi peraturan yang terkait maupun standard industry.

2.2.3. Struktur Organisasi

Refinery unit III PT. PERTAMINA (Persero) dipimpin oleh seorang General

Manager. Di bawah general manager RU III adalah production manager, CD & L

Unit berada langsung di bawah Production Manager, CD & L. unit dipimpin oleh

seorang section head yang membawahi dua bagian yaitu CD Unit dan CLE unit yang

masing – masing dipimpin oleh seorang senior supervisor dan dibantu oleh tenaga

administrasi. CLE senior supervisor membawahi pengawas jaga, yaitu pengawas jaga

RFCCU dan pengawas jaga Gas plant, dan dibawah pengawas jaga langsung Tenaga

Operator Kilang (TOK), yaitu lapangan dan console (console HVU).

2.3. Struktur organisasi unit HVU II

10KEPALA BAGAN CD & L

PENGAWAS UTAMA CD I DAN HVU II

PTR ADMKEPALA CLE OPERATION

ENGINEERPENGAWAS JAGA CD I

PENGAWAS JAGA HVU II

Tok Sr – 3

Vac. Tower

Tok Sr – 3

Vac. System

Tok Sr – 3

HVU II

Tok Sr – 1

Consule HVU II

Tok Yr – 1

VCH

Page 11: Laporan Kp Pertamina Eyi

Gambar 2.6. Struktur organisasi unit HVU II Sungai Gerong

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA11

Page 12: Laporan Kp Pertamina Eyi

3.1. HVU II (High Vacuum Unit II)

HVU II (High Vacuum Unit II) Unit ini mengolah produk bottom dari unit

CDU II/III/IV/V dan CDU VI sungai gerong, cold feed dari tanki dan minyak

pelumas yang sudah terpakai / digunakan. Produk yang dihasilkan adalah LVGO,

MVGO, HVGO dan Vacuum Residu.Dimana produk MVGO dan HVGO digunakan

sebagai umpan / feed untuk unit RFCCU dan produk LVGO digunakan sebagai

komponen blending produk diesel (ADO) serta Vacuum Residu digunakan sebagai

komponen produk fuel oil.

Pengolahan minyak bumi ini menggunakan proses distilasi hampa yang

bertujuan untuk mengambil sebanyak-banyaknya produk minyak bumi yang masih

terikut dalam fraksi minyak bumi yang memiliki trayek titik didih yang sangat tinggi

(500oC) tanpa mendapatkan kerugian atau loss akibat perengkahan termal (Thermal

Cracking) pada temperatur tinggi.

Feed long residue dari CD II, III dan IV dialirkan menuju hot feed drum (V-

61-001), long residue dari CD V juga dialirkan menuju hot feed drum yang sama

dimana sebelumnya dilewatkan pada box cooler. Sedangkan untuk long residue dari

CD VI dapat langsung dialirkan menuju HVU sebagai feed. Long residue yang

masuk ke hot feed drum diharapkan memiliki temperatur 140-145 oC, dengan

tekanan di 0.2 kg/cm² pada saat normal operasi.

Proses diawali dengan memanaskan feed dengan menggunakan heat

exchanger (sebagai pre-heater), yang kemudian dipanaskan lebih lanjut di dalam

furnace. Beberapa heat exchanger yang digunakan sebagai pre-heater adalah E-14-

006 A/B (HVGO exchanger), E-14-003 A/B/C (MVGO exchanger), E-14-010 A

(vacuum residue exchanger) dan E-14-009 A/B/C/D (vacuum residue exchanger).

Rangkaian heat exchanger ini diharapkan dapat menghasilkan feed untuk furnace

dengan CIT sebesar 262-270oC, serta untuk menekan penggunaan energi

pendinginan untuk produk dari HVU sendiri.

Feed dari pre-heater kemudian dipanaskan lebih lanjut di dalam furnace,

yang diharapkan akan meningkatkan temperatur feed hingga 360-380oC. Furnace

12

Page 13: Laporan Kp Pertamina Eyi

HVU menggunakan tiga macam fuel, yaitu fuel oil, fuel gas dan off gas (off gas ini

merupaan pemanfaatan produk atas dari HVU sendiri, dengan tujuan efisiensi produk

off gas). Parameter utama dari furnace HVU ini adalah temperature tube skin

(maximum 690 oC) dan COT menuju kolom vakum.

Heated feed dari furnace kemudian dialirkan menuju kolom vakum (C-14-

001) untuk dipisahkan menjadi produk-produk. Proses distilasi ini dilakukan pada

tekanan di bawah tekanan atmosfir (60-65 mmHg). Distilasi vakum ini diharapkan

dapat memisahkan produk dengan titik didih yang lebih tinggi dengan bantuan

vacuum pressure.

Feed HVU dimasukkan pada flash zone dengan posisi tangensial, dengan

harapan pemisahan antara liquid dan vapor akan terjadi akibat adanya gaya

sentrifugal pada flash zone tersebut. Liquid akan menuju ke bawah setelah jatuh dari

cap pada tray. Sedangkan vapor akan bergerak ke atas setelah keluar dari tray cap.

Washing section, sebagai bagian utama dalam menghasilkan gasoil, terletak

di atas flash zone. Wash section bertujuan untuk mempertajam produk gasoil, dengan

melepaskan residu yang terperangkap pada vapor yang naik dari flash zone. Kontrol

utama pada bagian ini adalah concarbon level dan metal content, karena menjadi

racun pada katalis, karena peningkatan produk gasoilakan memungkinkan

peningkatan level concarbon dan metal sebagai akibat dari deep cut operation.

Draw off diberlakukan untuk produk gasoil (LVGO, MVGO dan HVGO).

LVGO untuk refluks didinginkan oleh E-14-001, sedangkan sebagai produk LVGO

didinginkan oleh E-14-002. Untuk MVGO dan HVGO digunakan sebagai feed untuk

FCCU baik secara langsung (sebagai hot MVGO dan HVGO) maupun cold feed

(yang diambil dari T-191/192).

Overflash section, diperoleh dengan melakukan injeksi recycle pada feed.

Recycle yang diinjeksikan berupa produk antara HVGO dengan vacuum residue.

Recycle ini juga bertujuan sebagai efisiensi dalam feed injection serta untuk

mempertajam produk gasoil. Vacuum residue section, sebagai draw off vacuum

residue dan sebagai posisi injeksi stripping steam. Stripping steam digunakan untuk

membantu mengangkat light distillate yang masih terbawa di heavy distillate agar

dapat terangkat ke atas. Stripping steam ini berasal dari low pressure steam yang

13

Page 14: Laporan Kp Pertamina Eyi

telah dipanaskan di furnace menjadi dry dan superheated steam.

Overhead product dari C-14-001 tersebut kemudian didinginkan oleh tiga

kondensor (E-14-013/014/015), yang kemudian dihilangkan kandungan steam-nya

menggunakan tiga rangkaian jet ejector yang dipasang secara seri. Penghilangan

steam dari overhead product dilakukan dengan teknik perubahan energi kinetik

menjadi energi mekanik melalui injeksi medium pressure steam, dengan tekanan 8

kg/cm2g. Pemasangan jet ejector ada pada masing-masing kondenser. Jet ejector ini

juga berfungsi untuk memperoleh tekanan vakum di dalam C-14-001.

Kondensat keluaran kondenser kemudian dialirkan menuju V-14-002 untuk

dipisahkan antara fase gas dan liquid, dimana liquid-nya dialirkan menuju sewer.

Sedangkan untuk uncondesable gas dialirkan ke V-14-002 lalu ke E-14-003 untuk

menyerap condensable gas, dimana gas keluaran dari E-14-003 dijadikan sebagai off

gas (sebagai refinery fuel gas untuk furnace HVU).

Injeksi ammonia pada kondensat dilakukan sebagai pencegahan terhadap

korosi pada alat, yang timbul akibat kontaminasi impurities (seperti sulfir dan asam).

Sehingga pH kondensat dapat dijaga pada kondisi basa paling minimum.

Sebagian LVGO dari kolom dikembalikan sebagai refluks (E-14-001) yang

sebelumnya didinginkan oleh fin-fan cooler. Sebagian lainnya kemudian menjadi

produk (E-14-002) untuk komponen blending produk diesel. MVGO dan HVGO dari

kolom didinginkan dengan bantuan heat exchanger, E-14-003 A/B/C, dimana

panasnya dimanfaatkan sebagai pre-heater untuk feed HVU. Sebagian dikembalikan

sebagai refluks (E-14-004) dan sebagian lainnya digunakan sebagai feed untuk

FCCU (E-14-005). Saat ini, sebagian dari MVGO juga dijadikan sebagai blending

component dengan LVGO untuk menjadi bahan bakan solar.

Vacuum residue didinginkan menggunakan heat exchanger E-14-

009/010/011 (sebagai fungsi pemanas feed), sebagian dikembalikan sebagai

quenching untuk mempertahankan temperatur di bottom kolom, dan sebagian juga

digunakan sebagai produk untuk komponen blending produk fuel oil.

14

Page 15: Laporan Kp Pertamina Eyi

3.2. Produk dari Proses HVU II

Kapasitas produksi HVU II adalah 54 MBSD, dengan produk sebagai berikut : a. Produk atas berupa Light Vacuum Gas Oil (LVGO) yang digunakan

sebagai komponen motor gas.

b. Produk tengah berupa Medium Vacuum Gas Oil (MVGO), dan Heavy Vacuum

Gas Oil (HVGO). Produk tengah ini merupakan umpan RFCCU.

c. Produk bawah berupa Light Sulphur Waxes Residue (LSWR).

3.3. Prinsip Kerja Alat Heat Exchanger

Destilasi pada umumnya proses yang terjadi didalam industri-industri kimia

yang melibatkan energi panas, misalnya proses perpindahan panas. Pengetahuan

tentang proses perpindahan panas sangat diperlukan untuk dapat memahami

peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam proses pemanasan, pendinginan,

evaporasi, kondensasi dan lain-lain.

Industri kimia membutuhkan alat bantu untuk melaksanakan operasi

pertukaran panas (heat transfer) yang disebut alat penukar panas, dimana dengan alat

ini dapat dilakukan pengendalian terhadap panas yang terlibat dalam proses.

Shell and Tube Exchanger merupakan salah satu alat bantu dalam melakukan

operasi pertukaran panas di industri kimia.(Mc.Cabe, 1999)

Perpindahan panas (heat transfer) adalah ilmu yang mempelajari

perpindahan energi panas karena ada perbedaan temperatur diantara material. Sifat

perpindahan panas adalah bila dua buah benda mempunyai suhu yang berbeda

mengalami kontak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka panas akan

mengalir dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah.

T1 Permukaan

15

Page 16: Laporan Kp Pertamina Eyi

dingin

Permukaan T2

panas

∆x

Proses perpindahan panas yang terjadi di dalam proses-proses kimia dapat

berlangsung dengan tiga cara yaitu : (Mc.Cabe, 1999)

1. Perpindahan panas secara konduksi

2. Perpindahan panas secara konveksi

3. Perpindahan panas secara radiasi.

3.3.1. Heat Exchanger

Heat Exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk

memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida yang dipindahkan ke fluida

lainnya melalui proses yang disebut proses perpindahan panas (heat exchanger).

Proses perpindahan panas ini dapat terjadi pada fase cair ke fase uap atau

fase uap ke fase cair secara langsung dimana fluida panas akan tercampur secara

langsung dengan fluida dingin atau secara tidak langsung menggunakan media

perantara.

Peralatan Heat Exchanger yang biasanya digunakan diindustri kimia adalah

sebagai berikut (Subagjio, 1991) :

1. Cooler

Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida panas agar mencapai kondisi

yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin berupa air atau

udara.

2. Condensor

Alat ini digunakan untuk mengambil panas laten fluida yang berbentuk uap

sehingga terjadi perubahan fase dari uap menjadi cair.

3. Reboiler

16

Page 17: Laporan Kp Pertamina Eyi

Alat ini digunakan untuk menguapkan liquid pada bagian dasar kolom

destilasi sehingga fraksi yang ringan akan terikut dalam hasil destilasi pada

kolom atas. Sebagai media pemanas dapat berupa steam atau fluida panas.

4. Preheater

Alat ini digunakan untuk memanaskan fluida cair dengan menggunakan

steam atau panas pembakaran bahan bakar.

5. Chiller

Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida pada suhu yang lebih rendah

dimana fluida pendingin dapat berupat air, propana, freon ataupun ammonia.

6. Evaporator

Alat ini digunakan untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan

steam atau media pemanas yang lainnya.

Heat Exchanger dapat dikelompokan menjadi beberapa macam berdasarkan

bentuknya, yaitu: (Subagjo, 1991)

1. Double-PipeExchanger

2. Shell and Tube Exchanger

3. Plate and Frame Exchanger

4. Air Cooled

5. Direct Contact Exchange

Faktor Pengotor (Fouling Factor)

Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya

kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam Heat Exchanger, yang

melapisi bagian dalam dan luar tube. Fouling factor sangat berpengaruh

terhadap proses perpindahan panas, karena pergerakannya terhambat oleh deposit.

Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas menyeluruh

untuk kondisi bersih maupun kotor pada alat penukar panas yang digunakan.

17

Page 18: Laporan Kp Pertamina Eyi

Nilai Fouling Factor didapat dari perhitungan dan disain yang dapat dilihat dari

Tabel 12 Kern. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari nilai

fouling factor disain maka perpindahan panas yang terjadi di dalam alat tidak

memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan. Nilai fouling factor

dijaga agar tidak melebihi nilai fouling factor disainnya agar alat Heat Exchanger

dapat mentransfer panas lebih besar untuk keperluan prosesnya. Perhitungan fouling

factor berguna dalam mengetahui apakah terdapat kotoran di dalam alat dan kapan

harus dilakukan pencucian.

Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :

1. Pengotor berat (Hard Deposit), yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi

atau coke keras.

2. Pengotor berpori (Porous Deposit), yaitu kerak lunak yang berasal dari

dekomposisi kerak keras.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat Heat Exchanger

adalah : (Subagjo, 1991).

1. Kecepatan aliran fluida.

2. Temperatur fluida.

3. Temperatur permukaan dinding tube.

4. Fluida yang mengalir didalam dinding tube.

Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut :

(Subagjo, 1991).

1. Menggunakan bahan kontruksi yang tahan terhadap korosi

2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.

Persamaan Heat Exchanger metode Kern

1. Perhitungan Neraca Panas (Heat Ballance)

Q = W x Cp x (T1 – t2) = w x cp x (t2 – t1)

Dimana :

18

Page 19: Laporan Kp Pertamina Eyi

Q = Kalor jenis, Btu/hr

W = laju alir fluida panas, lb/hr

w = laju alir fluida dingin, lb/hr

Cp = Kapasitas panas fluida panas, Btu/lb 0F

cp = Kapasitas panas fluida dingin, Btu/lb 0F

T1 = Temperatur fluida panas masuk, 0F

T2 = Temperatur fluida panas keluar, 0F

t1 = Temperatur fluida dingin masuk, 0F

t2 = Temperatur fluida dingin keluar, 0F

2. Perhitungan Log Mean Temperature Different, LMTD

Untuk alat penukar panas aliran counterflow, beda temperatur rata-rata

dihitung dengan beda temperatur rata-rata logaritmik

LMTD =

3. Menghitung Faktor koreksi dengan menghitung R dan S

Suatu koreksi LMTD dinyatakan dengan faktor Koreksi (FT), oleh sebab itu

untuk tujuan tersebut dibutuhkan besaran R dan S.

S menyatakan efisiensi temperatur dan R merupakan pembanding daya

tampung kalor fluida dingin dan fluida panas,

R =

19

Page 20: Laporan Kp Pertamina Eyi

S =

Dengan besaran R dan S tersebut didapat FT menggunakan kurva pada Fig.18

Kern sehingga didapat :

Δt = FT x LMTD

4. Perhitungan Temperatur Kalorik (Tc dan tc)

Temperatur caloric ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang

terlibat dalam pertukaran panas.

Tc = T2 + Fc (T1 – T2)

tc = T1 + Fc (t2 – t1)

Dari Fig.17 Kern, 1965 didapat harga Kc dan Fc dengan perbandingan

5. Perhitungan Flow Area

Flow area merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran

Shell side

as= ID x C” x B / (144 x PT)

Dimana :ID = Inside Diameter (in)

C = Jarak antar tube (in)

B = Jarak baffle (in)

PT = Tube Pitch (in)

Tube side

at = NT x a’t / (144 x n)

Dimana :NT = Jumlah tube

20

Page 21: Laporan Kp Pertamina Eyi

a’t = Internal area (Table 10 Kern)

n = jumlah tube passes

6. Perhitungan Mass Velocity

Kecepatan massa merupakan perbandingan laju alir dengan flow area

Shell side

Gs = W / as

Dimana :W = Laju alir fluida panas (lb/hr)

Tube side

Gt = w / at

Dimana :w = Laju alir fluida dingin (lb/hr)

7. Perhitungan Reynold Number

Reynold number menunjukkan tipe aliran fluida di dalam pipa

Shell side

Res = De x Gs / µ

Dimana :De = Equivalent diameter (ft) (Fig.28 Kern)

Gs = Mass velocity (lb/hr ft2)

µ = Viskositas fluida pada suhu Tc

Tube side

Ret = D x Gt / µ

Dimana :D = Inside diameter (ft) (Tabel 10 Kern)

Gt = Mass velocity (lb/hr ft2)

µ = Viskositas fluida pada suhu tc

8. Perhitungan Heat Transfer Factor (JH)21

Page 22: Laporan Kp Pertamina Eyi

Shell side

Nilai JH untuk sisi shell dapat diketahui dari Fig.28 Kern

Tube side

Nilai JH untuk sisi tube dapat diketahui dari Fig.24 Kern

9. Menentukan Termal Function

Pada tiap suhu, yaitu Tc (hot fluid) untuk shell dan tc (cold fluid) untuk

tube diperoleh masing-masing nilai c (fig.4 Kern), μ (viskositas) dan k

(konduktivitas thermal) (fig.1 Kern)

(c x μ / k)1/3

Dimana : c = panas spesifik (Btu/lb 0F)

k = konduktivitas thermal (Btu/hr.ft 0F)

10. Menentukan nilai Outside film Coefficient (ho) dan Inside Film

Coefficient (hi)

Shell side

ho = jH Фs

Tube side

hi = jH Фt

Dimana :ho = Outside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)

hi = Inside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)

11. Menentukan Tube wall Temperature,tw

22

Page 23: Laporan Kp Pertamina Eyi

Temperatur dinding rata-rata tube dapat dihitung dengan temperature

kalorik, jika diketahui nilai koefisien perpindahan panas fluida shell dan

tube pada kondisi operasi sedang berlangsung.

tw = tc +

Dimana : tw = temperatur dinding tube (0F)

12. Perhitungan Corrected coefficient ho dan hio pada tw

Shell side

Фs =

ho =

Tube side

Фs =

hio =

13. Perhitungan Clean Overall Coefficient, Uc

Uc merupakan overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi

fouling/kerak.

UC =

Dimana :

UC = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)

14. Perhitungan Dirty Overall Coefficient, UD

23

Page 24: Laporan Kp Pertamina Eyi

UD merupakan overall heat transfer coefficient jika terjadi

fouling/kerak.

A = NT x a” x L

Dimana : A = Heat transfer surface (ft2)

NT = Jumlah tube

a” = luas area (ft2/lin ft), Tabel 10 Kern

L = Panjang tube

Maka :

UD =

Dimana : UD = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)

15. Perhitungan Dirt Factor, Rd

Rd =

Dimana : Rd = Fouling Factor (hr.ft2.oF/ Btu)

16. Perhitungan Pressure Drop

Shell side

ΔPs =

Dimana : ΔPs = Total Pressure drop pada shell (psi)

f = Friction factor shell (ft2/in2) (Fig.29,Kern)

Gs = Mass velocity (lb/hr.ft2)

24

Page 25: Laporan Kp Pertamina Eyi

s = Spec.Gravity

N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle

Tube side

ΔPt =

Dimana : ΔPt = Pressure drop pada tube (psi)

f = Friction factor tube (ft2/in2) (Fig.26, Kern)

Gt = Mass velocity (lb/hr.ft2)

s = Spec.Gravity

D = Inside diameter (ft)

n = jumlah pass tube

ΔPr =

Dimana : ΔPr = Return Pressure drop pada tube (psi)

= Velocity head (psi)

s = Spec.Gravity

Maka :

ΔPT = ΔPt + ΔPr

Dimana : ΔPT = Total Pressure Drop pada tube (psi)

Perhitungan Effisiensi25

Page 26: Laporan Kp Pertamina Eyi

η =

Dimana : η = Effisiensi kerja HE (%)

26

Page 27: Laporan Kp Pertamina Eyi

BAB IV

DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Tabel Kondisi Operasi Heat Exchanger

Pemeriksaan

Parameter

Satuan Tanggal

12/3/12 13/3/12 14/3/12 15/3/12 16/3/12

Suhu masuk

fluida panas

(T1)

oC 247 247 257 245 247

Suhu masuk

fluida dingin

(t1)

oC 32 32 32 32 32

Suhu keluar

fluida panas

(T2)

oC 178 180 177 178 178

Suhu keluar

fluida dingin

(t2)

oC 150 152 150 154 150

(Sumber : Morning report unit HVU II PT. PERTAMINA RU III)

27

Page 28: Laporan Kp Pertamina Eyi

4.1. Perhitungan fouling factor dan pressuredrop heat exchanger E-14-011 secara aktual

Diketahui:

Pada tube = Water

t 1 = 32oC = 89,6oF t 2 = 150oC = 302oF t 2 – t 1 = 212,4oF W = 96,6 T/D = 8875,125 lb/hr Spgr 60/60 = 0,99

O API =

Pada shell = Vacuum Residue T1 = 247oC = 476,6 oF T2 = 178oC = 352,4 oF T1 – T2 = 124,2 oF W = 3321 T/D = 305.116,875 lb/hr Spgr 60/60 = 0,9657

O API =

1. NERACA PANAS (Heat Balance), QQ = W. C (T1 – T2) = w. c (t1 – t2)

a. Pada tube

Diketahui:

TAV =

c = 0,9 BTU/lb.oF (fig.2 Kern)

maka, Q1 = w × c (t1 – t2)

28

Page 29: Laporan Kp Pertamina Eyi

= 8875,125lb/hr × 0,9BTU/lb.oF × 212,4oF= 1696568,895BTU/hr

= 1696568,895×

= 427535,36 Kcal/hr

b. Pada shell :

Diketahui :

TAV =

C = 0,34 BTU/hr (grafik1/fig.4 Kern)

Maka,

Q1 = W × C (T1 – T2)= 305.116,875 lb/hr × 0,34 BTU/hr × 124,4oF= 12905223,35BTU/hr

= 12905223,35 x

= 3252116,283 kcal/hr

2. LMTD dan Δt

Hot fluida Cold Fluida DifferencesT1 476,6oF Higher temp t2 302oF 174,6oF Δt2

T2 352,4oF Lower Temp t1 89,6oF 262,8oF Δt1

441,2oF Differences 212,4oF -88,2 Δt2 – Δt1

(T1 –T2) (t2 – t1)

LMTD =

29

Page 30: Laporan Kp Pertamina Eyi

R =

S =

Maka didapatkan Faktor Koreksi Ft = 0,85 (fig.18 Kern)

= LMTD x Ft= 220 x 0,85= 187

3. TEMPERATUR KALORI (Tc dan tc)

Diketahui :

T1 – T2 = 441,2

= 11,429

Maka didapat :

Kc = 2 (fig 17 Kern)

Fc = 0,4 (fig 17 Kern)

tc (tube) = t1 + Fc × (t2 – t1)

= 89,6 + 0,4 x (212,4 )

= 174,56

Tc (Shell) = T2 + Fc × (T1-T2)

= 352,4 + 0,4 x (441,2 )

= 528,88

30

Page 31: Laporan Kp Pertamina Eyi

4. LUAS ALIRAN (FLOW Area), as dan at

a. Pada shell Diketahui :ID = 1350 mm = 53,15 inPT = 37 mm = 1,45 inB = 28C’’ = 0,45 in

Karena disusun seri menggunakan 2 HE, maka :

b. Pada TubeDiketahui :

Nt = 1184N = 2OD = 1 inBWG = 12

Maka :

a’t = 0,421 in2

at =

Karena disusun seri menggunakan 2 HE, maka :

5. KECEPATAN MASSA (Mass Vel), Gs dan Gt

31

Page 32: Laporan Kp Pertamina Eyi

a. Pada Shell

Diketahui :

Ws = 305.116,875 lb/hr as = 6,4 ft2

b. Pada TubeDiketahui :

Wt = 8875,125 lb/hr at = 3,46 ft2

6. BILANGAN REYNOLD

Bilangan reynold pada shell dapat diperoleh sebagai berikut :

a. Pada ShellDiketahui :Tc = 528,88 oFSG = 0,8 Pt = 1,45 in (fig.6.Kern)µ Cst = 0,15 x 0,8 = 0,12 cp

µ = 0,12 cp x 2,42 = 0,29 lb/fthr

32

Page 33: Laporan Kp Pertamina Eyi

b. Pada TubeDiketahui :

tc = 174,56 oF

SG = 0,95 (fig.6.Kern)

µ Cst = 0,37x 0,95 = 0,35 cp

µ = 0,35cp x 2,42 = 0,85lb/fthr

Maka, Dt = 0,782 in /12 = 0,065 ft

7.FAKTOR PERPINDAHAN PANAS, jH

a. Pada Shell

Res =

jH = 25 (Fig 28. Kern)

b. Pada Tube

Ret = 196,15

L = 6,1 m = 20 ft

D = 0,065 ft

L/D = 20 ft/0,065ft = 307,7

jH = 4 (Fig 24.Kern)

33

Page 34: Laporan Kp Pertamina Eyi

8.KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS

a. Pada Shell

Tc = 528,88 oFC = 0,66 btu/lb F (fig.4 Kern)K = 0,059 btu/hrft2 F/ft (fig.1 Kern)

Maka,

b. Pada Tube

Tc = 174,56 oFC = 0,47 btu/lb F (fig.4 Kern)K = 0,659 btu/hrft2 F/ft (fig.1 Kern)

9.ho dan hio

a. pada Shell

Diketahui:

jH = 25

K/D = 0,059/0,14 = 0,42

Maka:

34

Page 35: Laporan Kp Pertamina Eyi

= 15,54

a. pada TubeDiketahui:

JH = 4K/D = 0,659/0,065 = 10,14

Maka:

1.

= 26,364

2.

= 20,6

10.Tube Wall Temp

Tw =

=

= 326,9 o

F

11.ɸs dan ɸta. Pada Shell

35

Page 36: Laporan Kp Pertamina Eyi

diketahui:tw = 326,9

o

F

Sg = 0,88µcst = 0,45 × 0,88 = 0,396 Cp

µw =

= 0,958

Maka:

ɸs =

b. Pada Tube

tw =

Sg = 0,89µcst = 0,12 × 0,89 = 0,1068 Cp

µw =

= 0,258

Maka:

12.ho dan hio

a. Pada Shell

ho =

= 15,54 x 0,846

= 13,146

36

Page 37: Laporan Kp Pertamina Eyi

b. Pada Tube

= 20,6×1,18

=24,308

13.CLEAN OVERALL COEFFICIENT, Uc

14.DESIGN OVERALL COEFFICIENT, Ud

Diketahui;

OD = 1in

BWG = 12

a” = 0,2618 ft

2

/in.ft

L = 20 ft

Nt = 1184/shell

Maka:

A = a” × L × Nt

= 2 (0,2618 Ft

2

/in.ft × 20Ft × 1184)

37

Page 38: Laporan Kp Pertamina Eyi

= 12398,848 Ft

2

Sehingga;

15.FAKTOR PENGOTOR, Rd

16.PRESSURE DROP

a. Pada Shell

1. Untuk Res

= 23015,28

Maka;

F = 0,0019ft

2

/in

S = 0,89

2. No.of crosses,

3. Pressure drop (∆Ps

)

38

Page 39: Laporan Kp Pertamina Eyi

= 0,05959 Psi

b.Pada Tube

Untuk Ret

= 196,15

Maka:

F = 0,005

S = 0,95

1. Pressure drop (∆Pt

)

2. Gt

= 256506

Maka;

39

Page 40: Laporan Kp Pertamina Eyi

3. ∆PT

= ∆Pt

+ ∆Pr

= 1.38Psi + 0,033

= 0,099 kg/cm

2

16.EFFISIENSI KERJA HE

4.2. Pembahasan

40

Page 41: Laporan Kp Pertamina Eyi

Berdasarkan hasil perhitungan HE E-14-011 dengan metode Kern,

maka diperoleh beberapa nilai yang berkaitan dengan kinerja Heat exchanger

E-14-11 seperti :

(Heat Loss, fouling factor, overall heat coefficient, pressure drop, effisiensi).

Heat Exchanger E-14-0011 AB pada HVU II berperan penting dalam

membantu menurunkan suhu dari vacum residu serta merubah air menjadi

steam dengan memanfaatkan panas dari vacum residu yang akan

diakumulasikan dengan steam lain sebagai pemanas feed.

Dari perhitungan terihat besarnya nilai fouling factor sebesar

melebihi design yaitu sebsesar 0,002. Hal ini dikarenakan adanya hambatan

panas yang diakibatkan oleh kotoran fluida, panas yang terserap akan

terhalang oleh adanya kotoran yang menempel sehingga membuat ID menjadi

lebih kecil.

Mengecilnya ID akibat coke yang terbentuk menyebabkan perpindahan

panas terganggu atau berkurang, konduksi semakin tinggi mengakibatkan

adanya Heat Loss dan flowrate menjadi kecil (laminar)

41

Page 42: Laporan Kp Pertamina Eyi

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data real dan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa :

a. Fungsi dari HE E-14-011 menghasilkan steam dengan memanfaatkan panas

dari vacuum residue.

b. Fouling factor sangat berpengaruh terhadap proses perpindahan panas dan

kinerja Heat Exchanger. Dari perhitungan terihat besarnya nilai fouling

factor sebesar melebihi design yaitu sebsesar 0,002. Hal ini

dikarenakan adanya hambatan panas yang diakibatkan oleh kotoran fluida.

c. Effisiensi kinerja HE E-14-011 yang didapat dari perhitungan adalah 90%

sehingga kondisi alat ini masih efisien / dalam keadaan baik yang

mempengaruhinya antara lain Overall Heat Coefficient (UD), Fouling factor

(RD), Pressure Drop.

5.2 Saran

Setelah dianalisa dari hasil perhitungan , penulis dapat memberikan saran

sebagai berikut :

a. Nilai fouling factor harus tetap dijaga agar tidak melebihi nilai design

sehingga heat exchanger dapat mentransfer panas lebih besar untuk

keperluan prosesnya.

b. Kondisi Heat Exchanger E-14-011 masih dalam kondisi baik, sehingga harus

dijaga dengan melakukan pembersihan atau pencucian secara rutin.

c. Fouling juga dapat dihinari dengan cara menginjeksikan anti foulant pada

fluida.

42