laporan kp pertamina yunita sari

79
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri merupakan konsumen terbesar dalam pemakaian energi dibandingkan dengan sektor lain, namun dalam prakteknya ada sebagian energi yang sebetulnya masih dapat dimanfaatkan, salah satunya energi panas yang dihasilkan dari proses Cracking di bottom menara Fractionator dari Unit RFCC di Sungai Gerong yang suhunya masih tinggi, diperkirakan masih dapat dipakai untuk digunakan dalam proses pemanasan Total Feed sebelum masuk ke Preheater. Untuk menghindari penguapan yang dapat menyebabkan terjadinya flash di dalam storage tangki maka sebelum masuk ke tangki penyimpanan, suhunya perlu diturunkan dengan menggunakan alat penukar panas atau Heat Exchanger agar panas yang ada dapat dimanfaatkan untuk memanaskan fluida lain yaitu Total Feed serta dapat meringankan beban Preheater untuk memanaskan feed tersebut sebelum masuk ke kolom Reaktor dan mengurangi pemakaian fuel pada preheater tersebut. Heat Exchanger (HE) adalah suatu alat penukar energi panas yang digunakan untuk memanfaatkan panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lainnya. Proses perpindahan panas ini biasanya terjadi dari fase cair ke fase cair (dari temperatur yang tinggi ke 1

Upload: dian-fajrin

Post on 29-Dec-2015

381 views

Category:

Documents


84 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor industri merupakan konsumen terbesar dalam pemakaian energi

dibandingkan dengan sektor lain, namun dalam prakteknya ada sebagian energi

yang sebetulnya masih dapat dimanfaatkan, salah satunya energi panas yang

dihasilkan dari proses Cracking di bottom menara Fractionator dari Unit RFCC di

Sungai Gerong yang suhunya masih tinggi, diperkirakan masih dapat dipakai

untuk digunakan dalam proses pemanasan Total Feed sebelum masuk ke

Preheater.

Untuk menghindari penguapan yang dapat menyebabkan terjadinya flash

di dalam storage tangki maka sebelum masuk ke tangki penyimpanan, suhunya

perlu diturunkan dengan menggunakan alat penukar panas atau Heat Exchanger

agar panas yang ada dapat dimanfaatkan untuk memanaskan fluida lain yaitu

Total Feed serta dapat meringankan beban Preheater untuk memanaskan feed

tersebut sebelum masuk ke kolom Reaktor dan mengurangi pemakaian fuel pada

preheater tersebut.

Heat Exchanger (HE) adalah suatu alat penukar energi panas yang

digunakan untuk memanfaatkan panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke

fluida lainnya. Proses perpindahan panas ini biasanya terjadi dari fase cair ke fase

cair (dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang rendah dan sebaliknya) dan

fase uap ke fase cair. Adapun perpindahan panas ini sangat penting, karena

menyangkut beberapa aspek, yakni :

1. Aspek Keselamatan

Menghindari terjadinya flash pada tangki penyimpanan sehingga suhu

fluida di tangki penyimpanan harus lebih rendah dari suhu titik nyalanya

(flash point), sehingga kemungkinan kebakaran di tangki dapat dihindari.

2. Mengurangi pemakaian bahan bakar (fuel) di dapur.

Pemakaian alat perpindahan panas dilakukan secara kontinyu sehingga

jumlah panas per satuan luas yang dipindahkan semakin menurun, yang

mengakibatkan kemampuan kerja dari alat perpindahan panas ini menurun. Hal ini

1

Page 2: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

disebabkan terjadinya Fouling Factor yang dikarenakan adanya pengotor berat

yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi atau coke serta pengotor berpori

berupa kerak lunak yang berasal dari dekomposisi akibat dari media yang

digunakan, sehingga menghambat jalannya proses perpindahan panas. Oleh sebab

itu perlunya untuk mengetahui kemampuan alat perpindahan panas dengan cara

menghitung efisiensi kinerja alat Heat Exchanger yang ditinjau dari unit RFCC.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari studi kasus ini antara lain :

1. Untuk membandingkan kondisi actual peralatan Heat Exchanger FC-E-1

2. Untuk mengetahui tingkat pengotoran (fouling Rate) Exchanger FC-E-1

3. Untuk mengevaluasi kinerja Heat Exchanger FC-E-1

1.3 Batasan Masalah

Dalam penyusunan laporan kerja praktek ini, penyusun membatasi pokok

permasalahn mengenai evaluasi kinerja Heat Exchanger FC-E-1A pada

unit RFCC (Riser Fluidized Catalytic Cracking) ditinjau dari nilai fouling

factor yang terhitung di unit PT Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam kertas wajib ini disusun dalam beberapa bahasa

antara lain:

Pendahuluan

Membahas mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah dan

sistematika penulisan.

I. Orientasi Umum

Menjelaskan sejarah singkat PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju, fungsi

dan seksi RFCCU, sarana dan fasilitas, lindungan lingkungan, serta

Struktur Organisasi Unit RFCCU.

II. Tinjauan Pustaka

2

Page 3: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Menjelaskan pengertian sejarah singkat PT. Pertamina (persero) UP III

Plaju, fungsi dan seksi RFCCU, sarana dan fasilitas, lindungan

lingkungan, serta struktur Organisasi Unit RFCCU.

III. Landasan Teori

Menjelaskan pengertian system perpindahan panas dan pembagian Heat

Exchanger dan jenis-jenis peralatannya, komponen penyusun Heat

Exchanger, serta menghitung Heat Balance, Fouling factor, Pressure drop

dan Effisiensi peralatan dan Heat Exchanger FC-E-1A

IV. Permasalahan dan Pembahasan

Berisi data-data Aktual Produk dan data-data peralatan Heat Exchanger

FC-E-1A serta hasil perhitungannya meliputi perhitungan fouling factor,

Pressure Drop dan Effisiensi peralatan dari

Heat Exchanger FC-E-1A

V. Penutup

Mencakup kesimpulan dan saran dari hasil perhitungan dan pembahasan

pada peralatan dari Heat Exchanger FC-E-1

3

Page 4: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

BAB II

TINJAU UMUM

2.1 Sejarah Singkat

PT.Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang

bergerak dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.

Pertamina berkomitmen mendorong proses transformasi internal dan

pengembangan yang berkelanjutan guna mencapai standar internasional dalam

pelaksanaan operasional dan tatakelola lingkungan yang lebih baik, serta

peningkatan kinerja perusahaan sebagai sasaran bersama.

Pada bulan Januari 1951, diidirikan Perusahaan Tambang Minyak

Republik Indonesia yang kegiatannya meliputi wilayah Jawa Tengah dan

Sumatera Utara. Setelah menngalami perdebatan, pada bulan Oktober 1956 di

tetapkan bahwa lapangan minyak Sumatera Utara tidak dikembalikan ke Shell dan

berada di bawah pengawasan Pemerintah Pusat. Pada tanggal 22 Juli 1957,

pemerintah memutuskan menyerahkan lapangan minyak Sumatera Utara kepada

KSAD, yang kemudian mengubah namanya menjadi PT.Explotasi Tambang

Minyak Sumatera (PT.ETMSU).

Pada tahun 1960 pemerintah mengeluarkan undang-undang untuk

membentuk tiga perusahaan negara di sektor minyak dan gas bumi. Ketiga

perusahaan tersebut adalah :

1. PN. PERTAMIN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia

(disahkan berdasarkan PP No. 3/1961). Perusahaan ini bermula dari perusahaan

Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM) yang didirikan tahun

1921. Pada tanggal 1 Januari 1959 namanya berubah menjadi PT.

Pertambangan Minyak Indonesia (PT. PERMINDO). Kemudian pada tahun

1965 PN ini mengambil alih semua kekayaan PT. Shell Indonesia termasuk di

dalamnya kilang Plaju, Balikpapan, dan Wonokromo.

2. PN. PERMINA, Perusahaan Negara Perusahaan Minyak Nasional

(disahkan berdasarkan PP No. 198/1961). Perusahaan ini merupakan peralihan

4

Page 5: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

nama dari PT. ETMSU. Sejak tahun 1961 PN inilah yang melakukan operasi

penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dalam negeri.

3. PN. PERMIGAN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas

Nasional (disahkan berdasarkan PP No. 199/1961). Perusahaan ini semula

berasal dari Perusahaan Tambang Minyak Rakyat Indonesia (PTMRI) yang

berlokasi di Sumatera Utara, namanya berubah menjadi PN. PERMIGAN pada

tahun 1961. Pada tanggal 6 April 1962, pemerintah Indonesia membeli semua

fasilitas penyulingan dan produksi PT. Shell di Jawa Tengah. Namun karena

kinerjanya yang semakin memburuk, PN ini dibubarkan pada tahun 1965

melalui SK Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi No. 6/M/MIGAS/ 66.

Kekayaan yang dimilikinya berupa sumur minyak dan penyulingan di Cepu

dijadikan pusat pendidikan dengan dibukanya Akademi Minyak dan Gas Bumi.

Fasilitas pemasarannya diserahkan pada PN. PERTAMIN sedangkan fasilitas

produksinya diserahkan pada PN. PERMINA.

Pada tanggal 20 Agustus 1968 dalam rangka mempertegas struktur dan

prosedur kerja demi memperlancar usaha peningkatan produksi minyak dan gas

bumi, dibentuk Perusahaan Negara Pertambangan minyak dan Gas Bumi Nasional

(PN PERTAMINA) yang melebur PN PERMINA dan PN PERTAMIN. Tujuan

peleburan ini adalah agar dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan

efisiensi di bidang perminyakan nasional di dalam wadah suatu Integrated Oil

Company dengan satu manajemen yang sempurna.

Kemudian PN PERTAMINA diubah menjadi PERTAMINA

(Pertambangan Minyak dan Gas negara). Dan pada tahun 2003, PERTAMINA

dijadikan Persero dengan nama PT. PERTAMINA ( Persero).

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri, PT.

PERTAMINA hingga saat ini telah mengoperasikan enam Refinery Unit (RU)

yang tersebar di Indonesia. Keenam Unit Pengolahan itu adalah :

1. RU-II Dumai,Riau

2. RU-III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan

3. RU-IV Cilacap, Jawa Tengah

4. RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur

5

Page 6: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

5. RU-VI Balongan, Jawa Barat

6. RU-VII Kasim, Papua

Pada tahun pemerintah Hindia Belanda membangun dengan tujuan untuk

mengolah minyak bumi yang berasal dari Prabumulih dan Jambi. Pada tahun 1957

kilang ini diusahakan oleh PT. Shell Indonesia yang merupakan perusahaan

minyak milik Inggris. Kemudian pada tahun 1965, pemerintah Indonesia

mengambil alih kilang Plaju dari PT. Shell Indonesia. Kilang Plaju terletak

dibagian Selatan Sungai Musi dan sebelah Barat bagian Sungai Komering dengan

kapasitas 100 MBSD (Milion Barrel Per Calender Day).

Kilang minyak Sungai Gerong dibangun pada tahun 1920 oleh ESSO

(STANVAC) yang merupakan sebuah perusahaan minyak Amerika.

PERTAMINA membeli kilang ini terletak di persimpangan Sungai Musi dan

Sungai Komering dengan kapasitas mula-mula 70 MBCD, sekarang kapasitasnya

tinggal 25 MBCD sesuai dengan unit yang masih ada.

Pada tahun 1972 di Plaju didirikan Asphalt Blowing Plant (Demolish)

dengan kapasitas produksi 45.000 ton/tahun. Pada tahun 1973, di Plaju didirikan

pabrik Polypropylene yang mengolah Propylene menjadi Polypropylene dengan

produk berbentuk pellet. Bersamaan dengan dibangunnya pabrik Polypropylene,

dibangun Jembatan pipa integrasi yang menghubungkan kilang Plaju dan kilang

Sungai Gerong (sekarang dikenal kilang musi).

Pada tahun 1982 dilaksanakan pembangunan Proyek Plaju Aromatic

Center ( PAC ) dan proyek Musi Phase 1( PKM I ). Kedua proyek ini dibangun

secara terintegrasi yang berupa proyek pipanisasi di dalam penyedian sistem

penunjang (utilitas) dan fasilitas lindungan lingkungan. Plaju Aromatic Center

didirikan di area kilang Plaju. Pembangunan kilang Musi berlanjut dengan

pembangunan Higt Vacuum Distilation Unit II ( HVU) pada tahun 1983 mulai

beroperasi tahun 1986. Sejarah lengkap tentang PERTAMINA dapat dilihat pada

tabel 1 berikut.

6

Page 7: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Tabel 1. Sejarah Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong

Tahun Sejarah dan perkembangan

1903

1926

1965

1970

1972

1973

1973

1982

1982

1984

1986

1987

1988

1990

1994

2002

Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh Shell (Belanda).

Kilang Sungai Gerong Dibangun Oleh STANVAC (AS).

Kilang Plaju/Shell Dengan Kapasitas 110 MBCD Dibeli Oleh

Negara/Pertamina

Kilang Sungai Gerong/STANVAC dibeli oleh Negara/Pertamina

Pembangunan Asphalt Blowing Plant Kapasitas 45.000 Ton/Tahun

Pendirian Kilang Polypropylene Untuk Memproduksi Pellet Polytam

Dengan Kapasitas 20000 Ton/Tahun.

Integrasi Operasi Kilang Plaju-Sungai Gerong.

Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi

(PKM 1) Yang Berkapasitas 98 MBCD.

Pembangunan High Vacum Unit (HVU) Sungai Gerong Dan

Revamping CDU (konservasi Energi).

Proyek Pembangunan Kilang TA/PTA Dengan Kapasitas Produksi

150.000 ton/tahun.

Kilang PTA Mulai Beroperasi Dengan Kapasitas 150.000

Ton/Tahun.

Proyek Pengembangan Konservasi Energi/ Energy Conservation

Industry (ECI)

Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi Dan Produksi Kilang (UPEK)

Debotlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000 ton/tahun.

PKM II : Pembangunan unit Polypropylene baru dengan kapasitas

45.200 ton/tahun, Revamping RFCCU-Sungai Gerong dan unit

Alkilasi, Redesign Silikon RFCCU-Sungai Gerong, modifikasi unit

redistilling I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex

(GTGC) dan perubahan frekuensi listrik dari 69 Hz ke 50 Hz, dan

pembangunan Water Treatment Unit (WTU) dan Shulpuric Acid

Recovery Unit (SAU).

Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi

7

Page 8: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

2003 Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju

dengan Kilang Sungai Gerong diresmikan

Pembangunan jembatan integrasi kilang Musi.

Jembatan intgrasi kilang musi diresmikan.

Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit PERTAMINA, Palembang,

PERTAMINA RU-III memiliki 2 buah kilang, yaitu :

1. Kilang minyak Plaju, yang berbatasan dengan Sungai Musi di sebelah selatan

dan Sungai Komering di sebelah barat

2. Kilang minyak Sungai Gerong, yang terletak di persimpangan Sungai Musi

dan Sungai Komering.

Kilang RU-III Plaju/Sungai Gerong mempunyai 2 unit produksi yaitu :

1. Unit Produksi I (Kilang BBM/Petroleum) yang mengolah minyak mentah.

Kilang BBM/Petroleum terdiri dari primary proses dan secondary proses

2. Unit Produksi II (Kilang Petrokimia)

Kilang petrokimia yang terdiri dari kilang Polypropylene.

Visi Pertamina :

Menjadi perusahaan Migas Nasional Kelas Dunia

Misi Pertamina :

1. Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia.

2. Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif,

berdasarkan tata nilai unggulan dan berorientasi laba.

3. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja

dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

2.2 Peralatan yang digunakan di Unit RFCCU

a. Reaktor

Reaktor berfungsi sebagai tempat kontak atau reaksi antara katalis dan

minyak, dimana uap hasil perengkahan akan diproses lanjut di menara

Main Primary Fractionator.

8

Page 9: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

b. Regenerator

Alat ini berfungsi sebagai tempat untuk mengaktifkan kembali katalis

yang telah digunakan pada proses reaksi perengkahan di reaktor dengan

cara membakar karbon yang menempel pada permukaan katalis yang

terikut ke regenerator karena tidak lepas saat stripping dengan steam di

stipper reactor.

c. Menara Fraksionator

Alat ini berfungsi sebagai alat pemisah fraksi-fraksi minyak hasil

perengkahan dari reaktor, dimana pemisah tersebut berdasarkan titik

didih.

d. Wet Gas Compressor

Alat ini berfungsi untuk menekan low pressure gas dari FC-D-20 untuk

selanjutnya gas hasil pemampatan tersebut diolah lebih lanjut di light end.

e. Menara PrimaryAbsorber (FLRS-T-401)

Alat ini berfungsi untuk mneyerap fraksi berat dan ringan yang terbawa

ke puncak menara dan sebagai media penyerap digunakan MPA (Middle

Pump Around)

f. Menara Sponge Absorber (FLRS-T-402)

Alat ini berfungsi untuk menyerap fraksi berat yang berasal dari puncak

menara (T-401). Disini sebagai media penyerap digunakan TPA (Top

Pump Around).

g. Menara Stipper (FLRS-T-403)

Alat ini befungsi untuk mnemisahkan fraksi-fraksi ringan yang terdapat

pada dasar menara dengan menggunakan reboiler. Fraksi ringan berupa

C1 dan C2 tidak boleh ada pada dasar menara karena hal ini akan

mnegganggu kondisi operasi di menara Debutanizer (FLRS-T-102)

h. Menara Debutanizer (FLRS-T-102)

Alat ini berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan berupa

komponen C3 dan C4 dengan fraksi yang lebih berat. Komponen C3 dan

C4 selanjutnya dikirim ke Depropanizer (Stabilizer III) sedangkan

9

Page 10: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

cracked naptha dari dasar menara dikirim ke tanki produk setelah melalui

treating.

i. Menara Depropanizer (LST-1)

Alat ini berfungsi untuk memisahkan propane-propilen dengan butane-

betilene dan fraksi yang lebih berat. Propan-propilen sebagai hasil puncak

selanjutnya dikirim ke unit polipropilen Plaju. Butana-butilene merupakan

produk bawah dari unit polipropilen selanjutnya dikirim ke tanki produk

setelah di treating

j. Main Air Blower (MAB)

MAB berfungsi menyediakan udara pembakaran untuk kebutuhan

regenerasi katalis di regenerator

k. Control Air Blower (CAB)

CAB berfungsi menyediakan udara untuk membantu sirkulasi katalis dari

reactor ke regenerator.

l. Heat Exchanger (FC-E2-ABCD)

Merupakan alat untuk menaikkan temperature fluida dingin (fresh feed).

Heat exchanger yang digunakan adalah tipe shell and tube dengan arah

aliran yang berlawanan, dimana fluida dingin pada bagian shell adalah

fresh feed atau total feed, sedangkan fluida panas pada bagian tube adalah

slurry oil dari bottom menara fraksionator.

2.3 Deskripsi Proses RFCCU

Minyak bumi bila dipanaskan pada suhu 3150C – 3700C dengan tekanan 1

atm akan mengalami perengkahan yaitu perubahan molekul dari molekul

yang besar yang mempunyai titik didih tinggi menjadi molekul yang kecil

yang mempunyai titik didih yang rendah. Hal inilah yang menjadi dasar dari

proses RFCCU, dimana fraksi minyak berat yang mempunyai nilai ekonomi

yang rendah direngkah menghasilkan minyak dengan fraksi yang lebih ringan

yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.

10

Page 11: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Fungsi RFCCU adalah merengkah fraksi berat yaitu Gas oil dan long

residu menjadi minyak fraksi ringan dengan bantuan panas dan katalis, katalis

yang digunakan adalah Silika Alumina (Al2O3.SiO2).

Deskripsi proses dari unit RFCCU dapat dilihat dari penjelasan berikut ini :

a. Feed System

Umpan RFCCU terdiri dari campuran antara VGO dan Long Residue

dengan perbandingan 165.000 BPSD VGO dan 4.000 BPSD Long Residue.

VGO yang berasal dari HVU dengan temperatur 2200C dipompakan ke vessel

bersama-sama dengan Long Residue dari CD II/III/IV/V Plaju dengan

temperatur 1500C.

Untuk mencapai temperatur yang sesuai untuk feed reactor maka

umpan tersebut dipanaskan di Furnace FC F-2 sehingga mencapai temperatur

3310C. sebelum masuk reactor, umpan diinjeksi dengan Antimony dengan

kecepatan 0,75 – 2,1 kg/jam untuk mencegah adanya pengaruh metal content

dalam umpan terhadap katalis. Metal Content tersebut dapat menyebabkan

deaktivasi katalis.

b. Reaktor dan Regenerator

Umpan dengan kapasitas 120.600 kg/jam dan temperatur 3310C

diinjeksikan ke dalam riser menggunakan 6 buah injector untuk direaksikan

dengan katalis dari regenerator pada temperatur 650 – 7500C. Reaksi terjadi

pada seluruh bagian riser dengan temperatur 5200C. untuk memperoleh

sistem fluidisasi dan densitas yang baik, maka riser diinjeksikan dengan MP

Steam. Di atas feed injector dipasang tiga buah MTC Injector Oil (HCO) atau

heavy naphha. HCO digunakan untuk menambah terbentuknya coke pada

katalis, sehingga dapat menaikkan temperatur regenerator, sedangkan heavy

naphta diperlukan untuk menaikkan cracking selectivity.

Tiga buah cyclone mempunyai satu stage dipasang pada reactor

dengan existing plenum chamber untuk meminimalkan terbawanya katalis ke

kolom fraksionasi. Stripping steam diinjeksikan ke daerah stripper untuk

11

Page 12: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

mengurangi kadar minyak dalam katalis sebelum disirkulasikan ke

regenerator. Hasil cracking yang berupa uap hidrokarbon dialirkan dari

reaktor ke main fractionator untuk dipisahkan fraksi-fraksinya.

Spent catalyst dari reaktor disirkulasikan ke regenerator yang dikontrol

oleh Spent Slide Valve (SSV) untuk diregenerasi. Untuk memperlancar aliran

spent catalyst di stand pipe maka dialirkan Control Air Blower (CAB) dengan

laju alir 7.000 kg/jam dengan tekanan 2,49 kg/cm2g.

Regenerasi katalis dilakukan dengan mengoksidasi coke pada katalis

dengan udara yang di-supply oleh Main Air Blower (MAB). Flue Gas hasil

pembakaran kemudian masuk ke lima buah cyclone yang memiliki dua stage

untuk memisahkan partikel-partikel katalis yang terbawa. Flue Gas dengan

temperatur 6760C yang keluar dari stack tersebut dimanfaatkan panasnya di

Flue Gas Cooler untuk membangkitkan steam HHP.

Temperatur dilute phase sedikit lebih tinggi daripada temperatur dense,

yang disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi CO. dengan adanya kondisi

tersebut, maka perlu diperhatikan konsentrasi oksigen sebagai udara

pembakar. Semakin banyak kandungan oksigen atau berkurangnya coke yang

terbentuk, maka akan tercapai kondisi temperatur dilute phase yang tinggi

(>7000C) sehingga terjadi kondisi after burning yang menyebabkan

meningkatnya temperatur secara mendadak sehingga dapat merusak peralatan

dan catalyst lost melalui stack.

c. Main Fractionator

Gas hasil cracking dengan temperatur 5200C dialirkan ke bottom kolom

primary fractionator (FC -T1). Produk bawah dari primary fractionator yang

berupa slurry oil ditarik dengan pompa FC P-4 menuju ke HE FC E-2 untuk

memanaskan umpan. Produk atas (overhead vapour) dari primary

fractionator ditransfer ke bottom kolom secondary fractionator FC T-20.

Produk bawah secondary fractionator yang berupa (Light Crude Oil)

LCO dibagi menjadi dua alian yaitu internal reflux dan sebagai umpan pada

kolom stripper FC T-2. Internal reflux dikembalikan ke kolom primary

12

Page 13: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

absorber yang dikontrol oleh LIC 2005. Tujuh side stream dari kolom

secondary fractionator digunakan sebagai reflux dan Total Pump Around

(TPA). Reflux dikemballikan ke secondary fractionator yang dikontrol oleh

level control LIC 2006. Sedangkan TPA dipompakan ke Sponge Absorber

FLRS T-402 sebagai Lean Oil yang sebelumnya didinginkan oleh HE FLRS

E-405. Aliran TPA dikontrol oleh FIC 2003, sedangkan temperatur dikontrol

oleh TIC 2004 dengan mengoperasikan Air Fan Cooler FC E-21 (Top Pump

Around Cooler). TPA kemudian dikembalikan ke puncak kolom secondary

fractionator setelah dicampur dengan rich oil dari Sponge Absorber.

Overhead vapour dari kolom secondary fractionator yang berupa gas

dan gasoline dikondensasikan dengan partial condenser setelah dicampur

dengan wash water. Condensed liquid dan vapour kemudian ditampung

dalam drum FC D-20.

Setelah dipisahkan dari kandungan air, condensed liquid dan vapour

tersebut ditampung dalam distillate drum FC D-7. Setelah dipisakan airnya,

maka condensed liquid (unstabilized gasoline) ditarik dengan pompa dan

dipisahkan menjadi dua aliran, yaitu sebagai overhead reflux dan gasoline

produk yang kemudian dikirim ke Primary Absorber FLRS T-401. Overhead

reflux dikontrol oleh temperatur kontrol TIC-3 pada puncak Secondary

Fractionator.

Low pressure vapour (wet gas) dari distillate drum FC D-7 ditransfer ke

Wet Gas Compressor FLRS C-101 dan akan dipisahkan kondensatnya di

vessel compression suction drum FLRS D-401. Tekanan Main Fractionator

dikontrol oleh PIC-1 yang dipasang pada Wet Gas Line.

d. Light End Unit

Flue gas yang berasal dari FLRS D-401 dihisap dengan Wet Gas

Compressor C-101 dan dimasukkan ke vessel interstage receiver (FLRS D-

402). Sebagian gas keluaran compressor stage I disalurkan ke inlet partial

condenser FC E-4 untuk mengatur press balance reactor. Outlet gas dari

FLRS D-402 dengan temperatur 380C dan tekanan 3,72 kg/cm2g dihisap oleh

13

Page 14: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

comressor stage II dengan temperatur 1100C dan tekanan 15 kg/cm2g

kemudian bergabungn dengan aliran-aliran :

Overhead kolom stripper FLRS T-403

Bottom product kolom Primary Absorber FLRS T-401

Wash water dari bottom vessel FLRS D-402.

Gabungan keempat aliran tersebut dengan temperatur 720C sebelum

masuk ke high vessel pressure receiver FLRS D-404 didinginkan terlebih

dahulu dengan Air Fan Cooler FLRS E-401 (temperatur outlet 560C) dan

cooler FLRS E-402 hingga diperoleh temperatur akhir 380C.

Gas dari vessel FLRS D-404 dengan temperatur 380C dan tekanan 14,7

kg/cm2g, diumpankan ke kolom Primary Absorber FLRS T-401 dengan

menggunakan Naphta dari distillate drum FC D-7 sebagai absorber. Gas dari

overhead kolom Primary Absorber FLRS T-401 selanjutnya dimasukkan ke

Sponge Absorber FLRS T-402. Sebagai absorber digunakan Lean Oil (dari

Secondary Fractionator). Liquid dari vessel FLRS D-404 dialirkan dengan

pompa menuju ke kolom stripper FLRS T-403. Sebelum masuk kolom fluida

tersebut dipanaskan terlebih dahulu di HE FLRS E-406 hingga temperaturnya

menjadi 610C.

Bottom dari kolom stripper FLRS T-403 dengan temperatur 1220C dan

tekanan 12 kg/cm2g, diumpankan ke kolom Debutanizer FLRS T-102 untuk

dipisahkan antara LPG dan Naphta. Umpan tersebut masuk ke kolom

Debutanizer dipanaskan dulu oleh HE FLRS E-106 hingga temperatur 1260C.

untuk kesempurnaan pemisahan maka pada bottom kolom debutanizer

dipasang reboiler FLRS E-107 sehingga temperatur bottom adalah 1730C.

Overhead dari kolom Debutanizer FLRS T-102 dengan tekanan 11

kg/cm2g dan temperatur 650C didinginkan dengan kondenser parsial FLRS E-

108 dan ditampung di akumulator FLRS D-103. Fluida dari akumulator

tersebut sebagian digunakan sebagai reflux, sebagian lainnya didinginkan lagi

dan dialirkan ke stabilizer feed drum LS D-1.

Bottom dari stabilizer feed drum LS D-1 diumpankan ke kolom

Stabilizer LS T-1 dengan temperatur 780C. Overhead product dari kolom

14

Page 15: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Stabilizer LS T-1 didinginkan dalam kondenser parsial LS E-4 dan ditampung

di akumulator LS D-2 dengan kondisi tekanan 19,6 kg/cm2g dan temperatur

520C. Gas yang tidak terkondensasi kemudian digunakan sebagai fuel gas,

sedangkan liquid yang terbentuk (propane-propylene) digunakan sebagai

reflux dan sebagai umpan untuk unit polypropylene Plaju. Bottom product

dari kolom Stabilizer LS T-1 yaitu C4 akan di-treating lebih lanjut.

Untuk mempertajam pemisahan, bottom dari LS-T-1 ditarik dengan pompa

LS-P-2 AB dimasukkan ke reboiler LS-E-6 untuk memperoleh pemanasan,

agar fraksi propane propylene dapat naik puncak menara. Sebagian aliran dari

bottom menara adalah fraksi LPG (C4 dan derivatnya) setelah didinginkan di

cooler LS-E-5 AB dialirkan ke mericham LPG treater untuk dicuci dengan

caustic soda agar senyawa belerang dalam LPG dapat

dihilangkan/diturunkan.

2.4 Sarana dan Fasilitas

Sarana penunjang yang terdapat di RFCCU berfungsi unutk mendukung

kelancaran operasi kilang, sehingga mendapatkan produksi yang optimal,

antara lain:

1. Utilitas, berfungsi untuk menyediakan steam, udara bertekanan, air juga

listrik untuk penggerak motor-motor pompa maupun untuk penerangan

kilang.

2. Laboratorium, berfuungsi sebagai kontrol kualitas, analisa sampel, serta

penelitian yang dilakukan untuk pengembangan produk kilang.

3. Health Safety & Environment (HSE), mempunyai tugas pokok yaitu

unutk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, bahaya kebakaran dan

bahaya pencemaran.

2.5 Health Safety & Environment (HSE)

Keselamatan kerja disamping untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja

juga untuk melindungi lingkungan sekitar daerah operasi perusahaan dengan

menerapkan hal-hal sebagai berikut :

15

Page 16: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

1. Secara aktif menggalakkan lindungan lingkungan dengan meredam

dampak terhadap lingkungannya dan menekan jumlah limbah dengan

meningkatkan kualitas pengolahan limbah yang ditimbulkan.

2. Instalasi baru akan dilengkapi dengan sistem pengendalian polusi yang

baik agar dapaat memenuhi peraturan yang terkait mauoun standar

industri.

2.6 Struktur Organisasi

Didalam memanajemen perusahaannya, Pertamina memiliki berbagai

macam struktur organisasi, daerah operasi pertamina pun dibagi atas dua bagian.

yaitu Daerah Operasi Hulu dan Daerah Operasi Hilir. Daerah Operasi Hulu

bertugas untuk melakukan pengembangan sumur minyak bumi sedangkan daerah

Operasi hilir bertugas mengolah minyak dan mendistribusikan kepada

masyarakat. Daerah Operasi Hulu Pertama atas daerah Operasi Hulu Jawa Bagian

Barat, Sumatera bagian Selatan dan Sumatera bagian Utara. Daerah Operasi Hilir

meliputi 6 unit pengolahan dan 6 unit pemasaran. Pembagian Daerah Operasi hilir

dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Tabel 3. Pembagian Daerah Operasi Hilir Pertamina

Unit Operasi Unit Pemasaran

RU II Dumai, Riau

RU III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan

RU IV Cilacap, Jawa Tengah

RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur

RU-VI Balongan, Jawa Barat

RU-VII Kasim, Papua

UMPS II Palembang

UMPS III Jakarta

UMPS IV Semarang

UMPS V Surabaya

UMPS VI Balikpapan

UMPS VII Sulawesi

Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV.Penerbit Pertamina, Palembang,2004

Kilang Plaju dan Sungai Gerong diintegrasikan pada tahun 1970. Sejak

tahun tersebut kedua kilang tersebut menjadi tanggung jawab Pimpinan Unit

Pengolahan III (RU III) yang bertanggung jawab langsung pada Direktur Utama

PERTAMINA Pusat.

16

Page 17: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Berdasarkan surat keputusan No.Kpst-004/E3000/2000-50 tanggal 18

Februari 2000 struktur organisasi di PERTAMINA RU III diubah. General

Manager RU (GM RU III) membawahi beberapa manager, yaitu :

1. Perencanaan Dan Perekonomian

2. Engineering Dan Pengembangan

3. Keuangan

4. Umum

5. Sumber Daya Manusia

6. Kilang

7. Jasa dan Pemeliharaan Kilang

8. Lindungan dan Pemeliharaan Kilang

General Manager juga langsung membawahi kilang PERTAMINA RU

III sekarang ini sudah menjadi perusahaan stabil data yang sesuai dengan standar

internasional. Struktur Organisasi Pertamina RU III Plaju berbentuk line staff,

dipimpin oleh seorang General Manager yang bertanggung jawab langsung

kepada Direktur Pengolahan Pertamina Pusat di Jakarta, Struktur Organisasi

Pertamina RU III terdapat pada gambar 2.

17

Page 18: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU III

18

Reliabilitas

UP I (BBM)

UP II (GNP)

Laboratorium

CD&GP Utilitas

CD&L ITP

Polypropylene Ren&KS

PInspeksi

Ren dan Bang

HIK

Kontrak

Fasilitas Umum

Marine

Pengemba-ngan Sistem

O dan P

Kesehatan

Diklat

K dan KLK

Lingkungan Lingkungan

Perencanaan &

Kekonomian Bahan Baku

Produk dan Ekonomi

Penjadwalan bahan

baku/produk

Engineerin

g & Pengemb

anganProses Engineeri

ngFasilitas Engineeri

ngProyek

Engineering

Kontroller

Aktivitas Kilang

Perbendah-

araan

Keuangan

Umum

HKP

Sekuriti

HUMAS

SDM

P dan B

Jasa & saran

UmumPengad

aan

Sistem Informa

si Komuni

kasiOperasi

Lind.Ling.Kesel dan

Kes.Kerja

P.Kebakaran Lat. Dan Adm

GM UP-III

DOK dan PKP

RS Pertamina

KilangShift Superintendent

Page 19: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Keterangan singkat pada Gambar 2 :

GM RU III : General Manager Refinery Unit III

HKP : Hukum dan Pertanahan

HUPMAS : Hubungan Pemerintah dan Masyarakat

P dan B : Pengkajian dan Benefit

Ren dan Bang : Perencanaan dan Pengembangan

HIK : Hubungan Industrial dan Kesejahteraan

O dan P : Organisasi dan Prosedur

Diklat : Pendidikan dan Pelatihan

Lind.Ling.Kesel. dan : Lindungan Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kes. Kerja

P. Kebakaran Lat : Pemadam Kebakaran Latihan dan Administrasi

dan Adm

K dan KLK : Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja

CD dan GP : Crude Distiller dan Gas Plant

CD dan L : Crude Distiller dan Light Ends

ITP : Instalasi Tangki dan Perkapalan

PP : Polypropylene

Berikut deskripsi secara ringkas tugas, wewenang dan tanggung jawab

masing-masing manager yang ada di Pertamina RU III Plaju.

1. Manager Perencanaan dan Perekonomian

Bidang ini bertanggung jawab terhadap perencanaan crude untuk produksi

dan penjadwalan pemakaian crude untuk produksi.

2. Manager Engineering dan pengembangan

Bidang ini bertanggung jawab atas teknologi proses, mutu produksi yang

dihasilkan dari rekayasa teknik dan perencanaan, serta saran-saran perbaikan

dan pengoperasian peralatan proses.

3. Maneger Keuangan

19

Page 20: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Manager keuangan bertugas dan bertanggung jawab atas keuangan

perusahaannya meliputi bagian kontroler,akuntansi kilang.

4. Manager Umum

Bidang ini bertugas bertanggung jawab atas pembinaan sumber daya manusia

dan fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawannya. Dipimpin oleh

manager umum yang membawahi bagian hukum dan pertanahan, hubungan

pemerintah dan masyarakat serta sekuriti.

5. Manager Sumber Daya Manusia

Bertanggung jawab terhadap pengkajian karyawan, perencanaan dan

pengembangan, hubungan industri dan kesejahteraan karyawan termasuk

kesehatan karyawan, organisasi serta prosedur-prosedurnya.

6. Manager Kilang

Bidang ini bertugas dan bertanggung jawab atas kegiatan pengolahan minyak

mentah menjadi produk-produk kilang, yang membawahi :

a. Unit Produksi I : yang bertugas untuk memproduksi BBM yang terdiri

dari Unit CD dan GP (Crude Distilling and Gas Plant), CD dan L

(Crude Distilling and Light End), Utilitas dan ITP.

b. Unit Produksi II : yang bertugas untuk memproduksi non BBM yaitu

Kilang Polypropylene.

c. Laboratorium.

d. Reliabilitas.

7. Manager Jasa dan Pemeliharaan Kilang

Bidang pemeliharaan kilang di Pertamina RU III Plaju disebut dengan jasa

pemeliharaan kilang ( JPK-RU III). JPK ini dibagi menjadi 5 bagian :

a. Perencanaan teknik pemeliharaan : bertanggung jawab terhadap

perencanaan pemeliharaan material, suku cadang dan anggaran, serta

pembuat ikatan kerja dengan kontraktor sebagai pihak ke-3.

20

Page 21: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

b. Pemeliharaan I ( PEM I ) : bertanggung jawab terhadap pemeliharaan

produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan mechanical non

rotating equipment serta peralatan sipil pada area HOC dan ITP.

c. Pemeliharaan II ( PEM II ) : bertanggung jawab terhadap pemeliharaan

produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan mechanical non

rotating equipment serta peralatan sipil pada area HSC dan HCC.

d. Pemeliharaan II (PEM III ) : bertanggung jawab terhadap pemeliharan

produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan mechanical non rotating

equipment serta peralatan sipil pada proses power utilitas dan pembagian

ITP serta penyedian air bersih dari Sungai Musi terhadap dengan Kilang.

e. Perbengkelan teknik : bertanggung jawab terhadap pemeliharan di

lapangan dan pemelihaaran peralatan berat serta pengerjaan pengelasan.

8. Kepala Bidang Lingkungan, keselamatan dan Kesehatan Kerja

Bidang ini bertanggung jawab atas terciptanya kondisi kerja yang aman dan

berupaya menghindari kecelakaan kerja yang meliputi manusia, peralatan,

lingkungan serta sebagai penasehat upaya perlindungan lingkungan.

Pertamina RU III memiliki karyawan yang terbagi menjadi dua yaitu

yang telibat langsung dengan proses produksi dan karyawan reguler. Jam kerja

karyawan yang terlibat lansung dengan proses produksi terbagi atas 3 shift dengan

sistem 3 hari kerja dan 1 hari libur. Pembagian shift karyawan Pertamina RU III

dapat dilihat sebagai berikut :

1. Shift pagi, pukul 07.00-15.00

2. Shift sore, pukul 15.00-23.00

3. Shift malam, pukul 23.00-07.00

Sedangkan karyawan reguler menggunakan sistem 5 hari kerja (Senin-

Jum’at), jam karyawan reguler dapat dilihat sebagai berikut :

1. Senin-Kamis, pukul 07.00-15.00, istirahat pukul 12.00-13.00

2. Jum’at pukul 07.00-15.30, istirahat pukul 11.30-13.00

21

Page 22: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Untuk menjalankan operasinya, Pertamina memperkerjakan pegawai-

pegawai yang secara garis besar terbagi menjadi:

1. Pegawai Pembina : pegawai dengan golongan 2 ke atas

2. Pegawai Utama : pegawai dengan golongan 5-3

3. Pegawai Madya : pegawai dengan golongan 9-6

4. Pegawai Biasa : pegawai dengan golongan 16-10

22

Page 23: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 PROSES PERPINDAHAN PANAS

Pada umumnya proses yang terjadi didalam industri-industri kimia

sering melibatkan energy panas, misalnya proses perpindahan panas.

Pengetahuan tentang proses pwerpindah panas perpindahan panas sangat

diperlukan untuk dapat memahami peristiwa-peristiwa yang berlangsung

dalam proses pemanasan, pendingin, evaporasi, kondensasi dan lain-lain.

Industri kimia membutuhkan alat bantu untuk melaksanakan

operasi petukaran panas (heat transfer) yang disebut alat penukar panas

dimana dengan alat ini dapat dilakukan pengendalian terhadap panas yang

terlibat dalam proses. Shell and Tube Exchanger merupakan salah satu alat

dalam bentukan operasi pertukaran panas di industry kimia. (Mc. Cabe,

1999)

3.2 SISTEM PERPINDAHAN PANAS

Perpindahan panas (heat transfer) adalah ilmu yang mempelajari

perpindahan energy panas karena ada perbedaan temperature diantara

material. Sifat perpindahan panas adalah bila dua buah benda mempunyai

suhu yang berbeda mengalami kontak baik secara langsung maupun tidak

langsung, maka panas akan mengalir dari benda yang suhunya lebih tinggi

kebenda yang suhunya lebih rendah.

Proses perpindahan panas yang terjadi didalam proses-proses kimia

dapat berlangsung dengan tiga cara yaitu: (Mc. Cabe, 1999)

1. Perpindahan panas secar konduksi

2. Perpindahan panas secara konveksi

3. Perpindahan panas secara radiasi

23

Page 24: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

3.2.1 Perpindahan panas secara kondusi

Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas

anatara molekul-molekul yang saling berdekatan antara satu sama lain

dan tidak diikuti oleh prpindahan moleku-molekul secara fisis.

Perpindahan secara konduksi ini dapat berlangsung pada benda padat.

Contoh perpindahan panas secara konduksi adalah pepindahan panas

dalam zat padat yang tidak tembus cahaya, seperrti dinding bata pada

tungku atau dinding logam pada tabung.

3.2.2 Perpindahan panas secara konveksi

Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang

terjadi dari suatau tempat ketempat lain dengan gerakan partikel secara

fisis. Perpindahan panas secara konveksi menurut terjadinya ada dua

macem, yaitu:

1. Konveksi bebas (Natural Convection)

Adalah proses perpindahan panas yang berlangsung secara ilmia,

dimana perpindahan panas molekul-molekul dalam zat yang

dipanaskan terjadi dengan sendirinya tanpa adanya tenaga dari luar.

2. Konveksi paksa (forced convection)

Adalah proses perpindahan yang terjadi karena adanya tenaga dari

luar, misalnya pengadukan. Jika dalam suatu alat dikehendaki

pertukaran panas, maka perpindahan panas terjadi secara konveksi

paksa karena laju panas yang dipindahkan naik dengan adanya

aliran pengaduk.

3.2.3 Perpindahan panas secara Radiasi

Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk perpindahan energy

panas melalui ruang oleg gelombang elektromagnetik. Perambatan

gelombang elektromagnetik dapat berlangsung baik dalam suatu

medium maupun dalam ruang hampa (vacum).

24

Page 25: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Jika radiasi berlangsung melalui ruang hampa, maka partikel

partikel tidak ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk lain dari

energi, dan tidak pula terbelok dari lintasanya. Tetapi sebaliknya,

apabila terdapat zat pada lintasannya, maka radiasi akan terjaddi

transmisi, refleksi, dan absorpsi.

3.3 Heat Exchanger

Heat Exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk

memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida yang dipindahkan ke fluida

lainnya melalui proses yang disebut proses perpindahan panas (heat exchanger).

Proses perpindahan panas ini dapat terjadi pada fase cair ke fase uap atau

fase uap ke fase cair secara langsung dimana fluida panas akan tercampur secara

langsung dengan fluida dingin atau secara tidak langsung menggunakan media

perantara.

6.3.1 Peralatan Heat Exchanger

Peralatan Heat Exchanger yang biasanya digunakan diindustri kimia

adalah sebagai berikut (Subagjio, 1991) :

1. Cooler

Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida panas agar mencapai

kondisi yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin berupa

air atau udara, dapat dilihat pada Gambar 6.2.

2. Condensor

Alat ini digunakan untuk mengambil panas laten fluida yang berbentuk

uap sehingga terjadi perubahan fase dari uap menjadi cair.

3. Reboiler

25

Page 26: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Alat ini digunakan untuk menguapkan liquid pada bagian dasar kolom

destilasi sehingga fraksi yang ringan akan terikut dalam hasil destilasi

pada kolom atas. Sebagai media pemanas dapat berupa steam atau fluida

panas.

4. Preheater

Alat ini digunakan untuk memanaskan fluida cair dengan menggunakan

steam atau panas pembakaran bahan bakar.

5. Chiller

Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida pada suhu yang lebih

rendah dimana fluida pendingin dapat berupat air, propana, freon ataupun

ammonia, dapat dilihat pada Gambar 3.3.

6. Evaporator

Alat ini digunakan untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan

steam atau media pemanas yang lainnya.

6.3.2 Macam-macam Heat Exchanger

Heat Exchanger dapat dikelompokan menjadi beberapa macam

berdasarkan bentuknya, yaitu:

1. Double-PipeExchanger

Merupakan jenis yang palingsederhana yang hanya terdiri atas pipa

besar dan pipa kecil yang disusun secara konsentris. Digunakan untuk

mendinginkan atau memanaskan fluida proses.

2. Shell and Tube Exchanger

Merupakan HE yang terdiri atas suatu pipa besar yang berisi sejumlah

tube yang lebih kecil

26

Page 27: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

3. Plate and Frame Exchanger

HE yang terdiri atas plate yang dipasang sebagai pnyekat anatar fluida

dingin dan fluida panas.

4. Air Cooled

HE menggunakan udara sebagai fluida dingin

5. Direct Contact Exchanger

Pada HE ini fluida panas dan fluida dingin kontak secara langsung.

Diantara macam-macam Heat Exchanger tersebut, tipe Shell and Tube

Exchanger yang lebih bnyak digunakan di industri karena memiliki

keuntungan anatara lain:

6.3.3. Faktor Pengotor (Fouling Factor)

Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat

adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam Heat Exchanger,

yang melapisi bagian dalam dan luar tube. Fouling factor sangat berpengaruh

terhadap proses perpindahan panas, karena pergerakannya terhambat oleh deposit.

Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas

menyeluruh untuk kondisi bersih maupun kotor pada alat penukar panas yang

digunakan. Nilai Fouling Factor didapat dari perhitungan dan disain yang dapat

dilihat dari Tabel 12 Kern. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih

besar dari nilaifouling factor disain maka perpindahan panas yang terjadi di

dalam alat tidak memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan.

Nilai fouling factor dijaga agar tidak melebihi nilai fouling factor disainnya agar

alat Heat Exchanger dapat mentransfer panas lebih besar untuk keperluan

prosesnya. Perhitungan fouling factor berguna dalam mengetahui apakah terdapat

kotoran di dalam alat dan kapan harus dilakukan pencucian.

Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :

1. Pengotor berat (Hard Deposit), yaitu kerak keras yang berasal dari hasil

korosi atau coke keras.

2. Pengotor berpori (Porous Deposit), yaitu kerak lunak yang berasal dari

dekomposisi kerak keras.

27

Page 28: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat Heat Exchanger

adalah : (Subagjo, 1991).

1. Kecepatan aliran fluida.

2. Temperatur fluida.

3. Temperatur permukaan dinding tube.

4. Fluida yang mengalir didalam dinding tube.

Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut :

(Subagjo, 1991).

1. Menggunakan bahan kontruksi yang tahan terhadap korosi

2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.

28

Page 29: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

BAB IV

DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 METODE PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

Heat Exchanger FC-E-1 di RFCC unit merupakan suatu alat penukar panas

yang digunakan untuk memanaskan fluida yang memanaskan fluida berupa

Cold Feed dengan media pemanas MPA yang berupa Long Residu.

Untuk menghitung nilai fouling factor, Pressure Drop serta effisiensi Heat

Exchanger FC-E-1 dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap

penyelesain. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan adalah sebagai

beriukut:

1. Mengambil data-data Fluida sebagai berikut;

a. Suhu masuk fluida panas (T1) dan fluida dingin (t1)

b. Suhu keluar fluida panas (T2) dan fluida dingin (t2)

c. Berat fluida panas (C) dan fluida dingin (c)

d. Viskositas fluida panas dan fluida dingin µ

e. Spesifik grafity fluida panas dan fluida dingin

2. Mengerjakan perhitungan dengan Metoda Kern

6.3.4. Perhitungan Heat Exchanger metode Kern

1. Perhitungan Neraca Panas (Heat Ballance)

Q = W x Cp x (T1 – t2) = w x cp x (t2 – t1)

Dimana :

Q = Kalor jenis, Btu/hr

W = laju alir fluida panas, lb/hr

w = laju alir fluida dingin, lb/hr

Cp = Kapasitas panas fluida panas, Btu/lb 0F

29

Page 30: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

cp = Kapasitas panas fluida dingin, Btu/lb 0F

T1 = Temperatur fluida panas masuk, 0F

T2 = Temperatur fluida panas keluar, 0F

t1 = Temperatur fluida dingin masuk, 0F

t2 = Temperatur fluida dingin keluar, 0F

2. Perhitungan Log Mean Temperature Different, LMTD

Untuk alat penukar panas aliran counterflow, beda temperatur rata-rata

dihitung dengan beda temperatur rata-rata logaritmik

LMTD =

3. Menghitung Faktor koreksi dengan menghitung R dan S

Suatu koreksi LMTD dinyatakan dengan faktor Koreksi (FT), oleh

sebab itu untuk tujuan tersebut dibutuhkan besaran R dan S.

S menyatakan efisiensi temperatur dan R merupakan pembanding daya

tampung kalor fluida dingin dan fluida panas,

R =

S =

Dengan besaran R dan S tersebut didapat FT menggunakan kurva pada

Fig.18 Kern sehingga didapat :

Δt = FT x LMTD

4. Perhitungan Temperatur Kalorik (Tc dan tc)

30

Page 31: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Temperatur caloric ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang

terlibat dalam pertukaran panas.

Tc = T2 + Fc (T1 – T2)

tc = T1 + Fc (t2 – t1)

Dari Fig.17 Kern, 1965 didapat harga Kc dan Fc dengan perbandingan

5. Perhitungan Flow Area

Flow area merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran

Shell side

as= ID x C” x B / (144 x PT)

Dimana :ID = Inside Diameter (in)

C = Jarak antar tube (in)

B = Jarak baffle (in)

PT = Tube Pitch (in)

Tube side

at = NT x a’t / (144 x n)

Dimana :NT = Jumlah tube

a’t = Internal area (Table 10 Kern)

n = jumlah tube passes

6. Perhitungan Mass Velocity

Kecepatan massa merupakan perbandingan laju alir dengan flow area

Shell side

31

Page 32: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Gs = W / as

Dimana :W = Laju alir fluida panas (lb/hr)

Tube side

Gt = w / at

Dimana :w = Laju alir fluida dingin (lb/hr)

7. Perhitungan Reynold Number

Reynold number menunjukkan tipe aliran fluida di dalam pipa

Shell side

Res = De x Gs / µ

Dimana :De = Equivalent diameter (ft) (Fig.28 Kern)

Gs = Mass velocity (lb/hr ft2)

µ = Viskositas fluida pada suhu Tc

Tube side

Ret = D x Gt / µ

Dimana :D = Inside diameter (ft) (Tabel 10 Kern)

Gt = Mass velocity (lb/hr ft2)

µ = Viskositas fluida pada suhu tc

8. Perhitungan Heat Transfer Factor (JH)

Shell side

Nilai JH untuk sisi shell dapat diketahui dari Fig.28 Kern

Tube side

Nilai JH untuk sisi tube dapat diketahui dari Fig.24 Kern

9. Menentukan Termal Function

32

Page 33: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Pada tiap suhu, yaitu Tc (hot fluid) untuk shell dan tc (cold fluid)

untuk tube diperoleh masing-masing nilai c (fig.4 Kern), μ (viskositas)

dan k (konduktivitas thermal) (fig.1 Kern)

(c x μ / k)1/3

Dimana : c = panas spesifik (Btu/lb 0F)

k = konduktivitas thermal (Btu/hr.ft 0F)

10. Menentukan nilai Outside film Coefficient (ho) dan Inside Film

Coefficient (hi)

Shell side

ho = jH Фs

Tube side

hi = jH Фt

Dimana :ho = Outside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)

hi = Inside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)

11. Menentukan Tube wall Temperature,tw

Temperatur dinding rata-rata tube dapat dihitung dengan

temperature kalorik, jika diketahui nilai koefisien perpindahan panas

fluida shell dan tube pada kondisi operasi sedang berlangsung.

tw = tc +

Dimana : tw = temperatur dinding tube (0F)

33

Page 34: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

12. Perhitungan Corrected coefficient ho dan hio pada tw

Shell side

Фs =

ho =

Tube side

Фs =

hio =

13. Perhitungan Clean Overall Coefficient, Uc

Uc merupakan overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi

fouling/kerak.

UC =

Dimana :

UC = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)

14. Perhitungan Dirty Overall Coefficient, UD

UD merupakan overall heat transfer coefficient jika terjadi

fouling/kerak.

A = NT x a” x L

Dimana : A = Heat transfer surface (ft2)

NT = Jumlah tube

a” = luas area (ft2/lin ft), Tabel 10 Kern

34

Page 35: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

L = Panjang tube

Maka :

UD =

Dimana : UD = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)

15. Perhitungan Dirt Factor, Rd

Rd =

Dimana : Rd = Fouling Factor (hr.ft2.oF/ Btu)

16. Perhitungan Pressure Drop

Shell side

ΔPs =

Dimana : ΔPs = Total Pressure drop pada shell (psi)

f = Friction factor shell (ft2/in2) (Fig.29,Kern)

Gs = Mass velocity (lb/hr.ft2)

s = Spec.Gravity

N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle

Tube side

ΔPt =

35

Page 36: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Dimana : ΔPt = Pressure drop pada tube (psi)

f = Friction factor tube (ft2/in2) (Fig.26, Kern)

Gt = Mass velocity (lb/hr.ft2)

s = Spec.Gravity

D = Inside diameter (ft)

n = jumlah pass tube

ΔPr =

Dimana : ΔPr = Return Pressure drop pada tube (psi)

= Velocity head (psi)

s = Spec.Gravity

Maka :

ΔPT = ΔPt + ΔPr

Dimana : ΔPT = Total Pressure Drop pada tube (psi)

Perhitungan Effisiensi

η =

36

Page 37: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Dimana : η = Effisiensi kerja HE (%)

4.2 PERHITUNGAN HEAT EXCHANGER FC-E-1

Data pada tanggal 1 maret 2012

Diketahui:

Pada shell = VGO Cold Feed

37

Page 38: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

t 1 = 76oC = 168oF t 2 = 115oC = 239oF t 2 – t 1 = 71oF W = 300 T/D =27562,5 lb/hr Spgr 60/60 = 0,89 O API = 27,488

Pada tube = MPA

T1 = 216oC = 420,8oF T2 = 190oC = 374oF T1 – T2 = 46,8oF W = 2350T/D = 215.906,25lb/hr Spgr 60/60 = 0,85 O API = 34,97

1. NERACA PANAS (Heat Balance), QQ = W. C (T1 – T2) = w. c (t1 – t2)

a. Pada shell

Diketahui:

TAV =

c = 0,51 BTU/lb.oF

maka, Q1 = w × c (t1 – t2)

= 27562,5 lb/hr × 0,51BTU/lb.oF × 71oF= 998.038,125 BTU/hr

= 998.038,125 ×

= 249.509,5313 Kcal/hr

b. Pada Tube :

38

Page 39: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Diketahui :

TAV =

C = 0,69 BTU/hr

Maka;

Q1 = W × C (T1 – T2)= 215.906,25 lb/hr × 0,69 BTU/hr × 46oF= 6852864,375 BTU/hr

2. LMTD dan Δt

Hot fluida Cold Fluida Differences

T1 420,8oF Higher temp t2 239oF 181,8oF Δt2

T2 374oF Lower Temp t1 168oF 206oF Δt1

46,8oF Differences 72oF -24,2 Δt2 – Δt1

(T1 –T2) (t2 – t1)

LMTD =

R =

S =

39

Page 40: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Berdasarkan data Desain HE FC-E-1 yang merupakan HE dengan 3 Shell dan 6pass, dengan jumlah 1 Exchanger, maka didapat factor koreksi FT = 0,97

(Grafik2/Fig.21 kern)

Sehingga,∆t = LMTD × FT

= 195°F × 0,98 = 189,15 °F

3. TEMPERATUR KALORI (Tc dan tc)

Diketahui :

T1 – T2 =

=

Maka didapat :

Kc = 0,22

Fc = 0,475

tc (shell) = t1 + Fc × (t2 – t1)

=

=

Tc (Tube) = T2 + Fc × (T1-T2)

=

=

4. LUAS ALIRAN (FLOW Area), as dan at

a. Pada shell Diketahui :ID = 635mm = 25inPT = 32mm = 1,25inB = 14

40

Page 41: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

C’’ = 3/8 = 0,375in

= 0,729166 ft

2

b. Pada Tube

Diketahui:

NT = 220

n = 6

OD = 1 in

BWG = 12

Maka a’t = 0,479 in

2

5. Kecepatan Massa (mass vel), Gs dan Gt

a. Pada Shell

Diketahui:

ws = 27562,5 lb/hr

41

Page 42: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

as = 0,729166 ft

2

Maka:

Gs =

b. Pada TubeDiketahui:

wt = 215.906,25 lb/hrat = 0,1219675ft2

maka:

Gt =

6. Bilangan reynold (Re)a. Pada Shell

Diketahui:Tc =

SG = 0,84

µcst = 1,32 × 0,84 = 1,1088 Cp

= 2,683 lb/ft.hr

Maka:

42

Page 43: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

= 1.162,319363

b. Pada Tube

Diketahui:

Tc = 395°f

Sg = 0,73

µcst = 0,61 × 0,73 = 0,1241Cp

Maka Dt = 0,782 in

= 10694,7887

7. Faktor Perpindahan pana JHa. Pada Shell

Diketahui: Res = 947.5276JH = 16

b. Pada TubeDiketahui:

Ret = 10694,7887

L = 4,877m = 16 ft

D = 0,782in = 0,0651ft

43

Page 44: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

L/D = 245,775

Maka grafik yang didapat

JH = 60

8. koefisien Perpindahan panas

a. Pada shell

Diketahui:

Tc = 201,725°f

C = 0,518 Btu/lb °f

K = 0,071 (Btu/hr.ft

2

) (°f/ft)

Maka:

= 2,695032631

b. Pada Tube

Diketahui;

Tc = 395,85°f

C = 0,65 Btu/hr.ft

2

) (°f/ft)

K = 0,07 Btu/hr.ft

2

) (°f/ft)

44

Page 45: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

Maka:

= 2,154886001

9. ho dan hio

a. pada Shell

Diketahui:

jH = 16

K/D = 0,071/0,825 = 0,86060606

Maka:

= 37,10978265

b. pada TubeDiketahui:

JH =60K/D = 0.07 / 0,0651 = 1,075268817

Maka:

1.

45

Page 46: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

= 139,0249033

2.

= 108,7174744

10. Tube Wall Temp

Tw =

=

=

11. ɸs dan ɸta. Pada Shell

diketahui:tw = Sg = 0,790µcst = 0,521 × 0,790 = 0,41159 Cp

µw =

= 0,9960478

Maka:

ɸs =

b. Pada Tube

46

Page 47: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

tw =

Sg = 0,77µcst = 0,32 × 0,790 = 0,2528 Cp

µw =

= 0,61177

Maka:

ɸs =

12. ho dan hio

a. Pada Shell

ho =

= 37,10978265 × 1,148808576

= 42,63203374f

b. Pada Tube

hio =

= 139,0249033 ×1,152036627

=160,1617807

13. CLEAN OVERALL COEFFICIENT, Uc

14. DESIGN OVERALL COEFFICIENT, Ud

Diketahui;

47

Page 48: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

OD = 1in

BWG = 12

a” = 0,2618 ft

2

/in.ft

L = 4,572 m = 15ft

Nt = 220

Maka:

A = a” × L × Nt

= 0,2618 Ft

2

/in.ft × 15Ft × 220

= 2039,4 Ft

2

Sehingga;

15. FAKTOR PENGOTOR, Rd

16. PRESSURE DROP

a. Pada Shell

1. Untuk Res

= 1162,319363

Maka;

F = 0,0032ft

2

/in

48

Page 49: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

S = 0,790

2. No.of crosses,

3. Pressure drop (∆Ps

)

= 0,032087481 Psi

b. Pada Tube

Untuk Ret

= 10694,7887

Maka:

F = 0,00021

S = 0,77

1. Pressure drop (∆Pt

)

49

Page 50: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

2. Gt

= 1770303,788

Maka;

3. ∆PT

= ∆Pt

+ ∆Pr

= 0,112051998 Psi + 0,155844155

= 0,018762689 kg/cm

2

17. EFFISIENSI KERJA HE

= 67,43%

50

Page 51: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

4.3 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan HE FC-E-1 dengan menggunakan metode

kern, maka diperoleh beberapa nilai yang berkaitan dengan kinerja Heat

Exchanger FC-E-1 seperti Overall Heat Coefficient (UD), Fouling Factor

(RD), Pressure Drop serta Effisiensi kerja heat exchanger.

HE FC-E-1 yang memanaskan Cold Feed yang diambil dari tangki

191 dan 192 dan yang menjadi media pemanas yang berada di tube adalah

MPA atau Hot Long Residu dari CD II/III/IV/V dengan suhu 150-160°C.

Dari hasil perhitungan juga terlihat bahwa nilai fouling factor pada

HE FC-E-1 perbedaanya cukup besar dengan design 0,356810Btu/hr. ft2 °F

sedangkan data design sebesar 0,0005 Btu/hr.ft2 °F. ini menunjukan bahwa

kotoran yang terakumulasi pada alat Heat Exchanger dan kotoran ini

berasal dari fluida yang mengalir didalam Heat Exchanger. Fouling factor

ini sangat mempengaruhi effisiensi dari Heat Exchanger khususnya pada

HE FC-E-1, karena kinerja pertukaran panas yang terjadi didalam HE akan

51

Page 52: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

mengalami gangguan dan kotoran yang terbawa oleh fluida akan

menempel dan melapisi dinding dalam dan luar tube sehingga panas yang

diserap terhalang oleh adanya kotoran yang menempel .

Berdasarkan hasil perhitungan beberapa data yang diambil terlihat

bahwa besarnya Heat Duty pada sisi shell dan tube sedikit berbeda. Hal ini

terjadi karena adanya heat loss yang ada pada bagian dinding shell cukup

besar. Kemungkinan heat loss ini bias dikarenakan beberapa factor dan

slah satunya yaitu kurang baiknya system isolasi pada HE pada FC-E-1 itu

sendiri, sehingga menyebabkan perbedaan Q (heat Duty) yang cukup

besar.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data design dan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa:

a. Fungsi dari Heat Exchanger FC-E-1 adalah menaikankan

temperature dan memanaskan Cold feed VGO untuk proses yang

selanjutnya

b. Fouling factor sngat berpengaruh terhadap perpindahan panas

dan kinerja HE, karna pergerakannya terhambat oleh kotoran

52

Page 53: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

yang terbawa oleh fluida yang menempel pada shell dan tube

HE. Dari hasil perhitungan sebelum di cleaning dapat dilihat

perbedaan atara design yaitu sbesar 0,0005 Btu/hr.ft2 °F dari

design sebesar 0,35681 yang menunjukan bahwa hambatan

panas yang disebabkan oleh kotoran yang menempel didalam

maupun luar tube, sehingga proses perpindahan panas terjadi

tidak sempurna, sehingga mngalami kerugian pada pabrik.

c. Effisiensi kinerja Heat Exchanger yang didapat dari perhitungan

yaitu 67,43%. Factor-faktor yang mempengaruhi effisiensi

kinerja Heat Exchanger anatar lain Overall heat Coefficient

(UD), fouling factor (RD), dan Pressure Drop.

d. Besarnya Q, nilai UD dan RD yang fluktuasi (tidak stabil/naik

turun) disebabkan karena unit RFCC mengalami kendala pada

alat heat exchanger FC-E-1 sehingga kondisi alat tidak

effisiensi/kurang baik.

V.2Saran

Setelah dianalaisa dari hasil perhitungan dan permasalahan yang terjadi pada

Heat Exchanger FC-E-1, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:

53

Page 54: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

a. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan yang lebih besar dari

nilai fouling factor design maka perpindahan panas yang terjadi

didalam alat tidak memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus

segera dibersihkan atau pencucian. Maka itu nilai fouling factor

harus dijaga agar tidak melebih dari data design supaya alat HE

dapat mentrasfer panas dengan baik.

b. Kondisi Heat exchanger FC-E-1 perlu dijaga dari kebocoran pada

pipa saluran fluida yang kan masuk atau keluar HE. Sebab jika

terjadi tetesan minyak panas keluar HE kemudian kontak dengan

udara panas melalui kebocoran saluran tersebut maka akan terajdi

dan bisa mengakibatkan kebakaran.

c. System isolasi yang ada pada Heat Exchanger FC-E-1 masih

kurang baik, karena adanya permukaan shell yang belun terisolasi

secara sempurna. Hal ini bisa mengakibatkan cukup banyak heat

loss yang terjadi pada bagian shell.

54

Page 55: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

DAFTAR PUSTAKA

___________ . 1964. Technical Data Book.

Kern, D.Q. 1950. Process Heat Transfer. Associates and professorial

Leacturer in

Chemical Engineering Case Institute of Technology. McGraw-Hill

Book

Company. New York.

Subagjo. 1991. Heat Exchanger. Jakarta.

55

Page 56: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

56

Page 57: Laporan KP Pertamina Yunita Sari

57