laporan klt aree

24
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS PENETAPAN KADAR PARACETAMOL DENGAN KLT-SPEKTRODENSITOMETRI Oleh : Kelompok 5 LUH PUTU ARIASIH (0808505020) LUH GEDE LISNIAWATI (0808505021) MADE SURYA WEDANA J.S (0808505022) NI PUTU MARTIARI (0808505023) A.A. DEVI PURNAMANINGRAT S. (0808505024) JURUSAN FARMASI

Upload: ocktaviana-giezsaputri

Post on 02-Jul-2015

2.985 views

Category:

Documents


124 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan KLT aree

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

PENETAPAN KADAR PARACETAMOL DENGAN

KLT-SPEKTRODENSITOMETRI

Oleh :

Kelompok 5

LUH PUTU ARIASIH (0808505020)

LUH GEDE LISNIAWATI (0808505021)

MADE SURYA WEDANA J.S (0808505022)

NI PUTU MARTIARI (0808505023)

A.A. DEVI PURNAMANINGRAT S. (0808505024)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2010

Page 2: laporan KLT aree

PENETAPAN KADAR DENGAN KLT-SPEKTRODENSITOMETRI

I. TUJUAN

- Memahami metode penetapan kadar zat aktif pada sediaan paracetamol dengan KLT-

Spektrofotodensitometer

 

II. DASAR TEORI

Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0%

C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Serbuknya hablur atau serbuk

hablur putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit. Kelarutannya larut dalam 70 bagian air,

dalam 7 bagian etanol (95%)P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan

dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida. Paracetamol

memenuhi uji Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan 1 mg per

ml dalam methanol P dan fase gerak diklorometana P- methanol (4:1) (Anonim, 1995).

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik populer dan

digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam.

Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Ia aman dalam

dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja

sering terjadi. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,

parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat

jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut

atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin. Senyawa ini

mempunyai nama kimia N-acetyl-para-aminophenol atau 4’-hidroksiasetanilid, bobot

molekul 151,16 dengan rumus empirisnya C8H9NO2. Struktur molekul dari parasetamol

adalah :

(Anonim A, -)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan suatu metode pemisahan campuran

analit dengan cara mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. KLT

Page 3: laporan KLT aree

termasuk dalam jenis kromatografi adsorbsi, walaupun sebenarnya mekanisme yang terjadi

adalah kombinasi antara kromatografi adsorbsi dan partisi (Widjaja dkk., 2008). Suatu

campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan perbedaan afinitas masing-

masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya. Komponen yang telah terpisah,

besar serapannya dapat diukur dengan spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat

ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya (Widjaja dan Laksmiani,

2010). Misalnya senyawa Flavonoida dan isoflavonoida yang terdapat pada tahu, tempe,

bubuk kedelai dan tauco serta Scoparia dulcis, Lindernia anagalis, dan Torenia violacea

(Aisyah, 2009)

Dalam KLT fase gerak berupa cairan. Pemisahan akan terjadi jika salah satu

komponen dari campuran diadsorpsi lebih kuat jika dibandingkan komponen yang lainnya.

Karena adsorpsi merupakan fenomena permukaan, maka derajat pemisahan dipengaruhi

oleh luas permukaan yang ada atau secara tidak langsung dipengaruhi oleh ukuran partikel

fase diam (adsorben). Walaupun demikian koefisien distribusi/partisi senyawa antara

kedua fase dalam sistem merupakan faktor kunci setiap bentuk kromatogram. Dalam

kromatografi adsorbsi koefisien distribusi dipengaruhi oleh suhu elusi dan konsentrasi

senyawa. Pada suhu tertentu, hubungan antara jumlah senyawa (analit) dalam fase diam

dan fase gerak dinamakan dalam suatu grafik isoterem distribusi. Kondisi untuk

mendapatkan pemisahan yang optimum adalah kondisi di mana harga koefisien distribusi

suatu analit adalah sama dengan satu. Empat parameter yang terpenting dalam KLT adalah

viskositas, temperatur, laju linier dari fase gerak dan ukuran dari fase diam

(Widjaja dkk., 2008).

Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan

diameter partikel antara 10-30μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan

semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal

efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk

selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorpsi.

Kebanyakan penjerap dikontrol keajegan ukuran partikel dan luas permukaannya

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Page 4: laporan KLT aree

Parameter migrasi analitik pada KLT dinyatakan dengan Rf (waktu tambat). Rf

(waktu tambat) adalah waktu yang diperlukan untuk mengelusi maksimum suatu sampel

dihitung dari titik awal penotolan. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1.

Waktu tambat dapat dihitung dengan rumus :

Rf =

Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika

menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana

dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak makan

akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara

otomatis lebih dipilih daripada secara manualnterutama sampel yang akan ditotolkan lebih

dari 15 l. Penotolan sampel yang tidak tepat akan mengakibatkan bercak yang menyebar

dan puncak ganda. Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan

paling sedikit 0,5 l. Jika volume sampel yang akan ditotolkan lebih besar dari 2-10μl

maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar

totolan. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase

diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena

pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending)

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya

dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ).

Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi. Kebanyakan densitometer

mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk memilih panjang gelombang yang

cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder.

Pada sistem serapan dapat dilakukan dengan model pantulan atau transmisi. Pada cara

pantulan, yang diukur adalah sinar yang dipantulkan, yang dapat menggunakan sinar

tampak maupun ultraviolet. Sementara itu, cara transmisi dilakukan dengan menyinari

bercak dari satu sisi dan mengukur sinar yang diteruskan pada sisi lain. Pada kenyataannya,

Page 5: laporan KLT aree

hanya sinar tampak yang dapat digunakan untuk metode ini. Gangguan utama pada sistem

serapan adalah fluktuasi latar belakang (background) yang dapat dikurangi dengan

beberapa cara, misalnya dengan menggunakan alat berkas ganda, sistem transmisi dan

pantulan secara bersamaan, atau dengan sistem 2 panjang gelombang. Kurva baku dibuat

untuk setiap lempeng dan kadar senyawa dihitung seperti pada metode instrumental yang

lain. Presisi penetapan termasuk penotolan cuplikan, pengembangan kromatogram, dan

pengukuran adalah 2-5%. Sistem fluoresensi biasanya lebih disenangi jika senyawa itu

dapat dibuat berfluoresensi. Batas deteksi sistem ini lebih rendah dan kelinieran respon dan

selektifitasnya lebih tinggi. Gangguan fluktuasi latar belakang juga lebih rendah. Bercak

yang diukur dengan sistem fluoresensi, serapan ultraviolet, atau sinar tampak dapat

ditetapkan lebih teliti daripada bercak yang disemprot dengan pereaksi warna. Faktor

keseragaman pada penyemprotan merupakan hal yang sangat menentukan. Semua

pekerjaan KLT jika ditujukan untuk analisis kuantitatif harus dilakukan dengan seksama.

Alat yang digunakan untuk mengambil sampel harus terkalibrasi dengan baik. Pada saat

menotolkan sampel, kapiler harus tegak lurus dengan lempeng dan semua sampel harus

dikeluarkan dari kapiler (Gandjar dan Rohman, 2007).

Suatu ragam densitometri menggunakan kamera video untuk memindahkan

bayangan noda ke lempeng sasaran, yaitu suatu deret dua dimensi dari satuan detektor,

yang dipayar malar oleh sinar elem ktron. Suatu detektor berfungsi sebagai kapasitor dan

alir arus terkait dengan luas noda. Dasar teori terapan densitometri dalam analisis

kuantitatif lempeng lapisan tipis adalah persamaan Kubelka dan Munk. Bentuk persamaan

Kubelka-Munk dapat dinyatakan dengan :

Keterangan :

R = cahaya terpantul pada permukaan lempeng

ε = koefisien serapan terokan

C = kadar terokan dan

Page 6: laporan KLT aree

S = koefisien hambur lempeng

Persamaan ini meramalkan ketidaklurusan yang sering teramati pada pengukuran pantul.

Tetapi persamaan ini dapat diluruskan dengan pendekatan seperti menggambarkan (luas

puncak)2 versus kadar atau log luas puncak versus log kadar (Munson, 1991).

Dalam penetapan kadar, yang ditetapkan adalah absorpsi maksimum kurva

absorpsi. Jika absorpsi ini untuk penentuan kadar sangat rendah atau senyawa mula-mula

mengabsorpsi di bawah 220 nm, maka seringkali senyawa diubah dulu menjadi suatu zat

warna melalui reaksi kimia, dan absorpsi ditentukan dalam daerah sinar tampak

(kolorimetri) (Roth dan Blaschke, 1985). Berikut ini merupakan contoh penyelesaiannya :

Persamaan Hukum Lambert-Beer

A = ε c b

Keterangan :

A = daya serap

ε = daya serap molar (dalam mole cm-1)

c = kadar (dalam mole liter-1)

b = panjang jalur (dalam cm).

Mengukur daya serap pada panjang gelombang tertentu dan menyubstitusikan A, ε dan d

ke persamaan di atas untuk mendapatkan c merupakan suatu cara sederhana untuk

mengkuantitasi suatu bahan penyerap (Munson, 1991).

Penggunaan Kurva Kalibrasi

Metode ini digunakan jika terlihat adanya penyimpangan terhadap hukum Lambert Beer

atau ketidaklurusan. Bila ε tidak diketahui dan kerokan murni analit tersedia, kurva

kalibrasi dapat dibuat (daya serap terhadap kadar). Lereng kurva tersebut adalah εd dan

bila d diketahui maka ε dapat dihitung. Terokan tunggal yang diketahui kadarnya dapat

digunakan untuk menentukan ε, tetapi hal ini kurang handal daripada penggunaan lereng

kurva kalibrasi. Selain itu kadar terokan yang tak diketahui dapat dibaca langsung dari

kurva kalibrasi dengan mencari daya serap yang tak diketahui pada kurva dan menarik

garis tegak lurus ke bawah pada sumbu kadar (Munson, 1991).

Page 7: laporan KLT aree

III. ALAT DAN BAHAN

A.    Alat :

Pipet kapiler

Chamber

Alat pemanas

Spektrofotodensitometer

Oven

Plat KLT silica GF 254

Penotol nanomat

Lampu UV

B.     Bahan :

Larutan sampel

Larutan baku pembanding (paracetamol 100, 200, 400, 800, 1600 ng)

Fase gerak (metanol)

Fase diam (silika gel)

Page 8: laporan KLT aree

IV. CARA KERJA

1. Disiapkan larutan baku dan sampel (sediaan parasetamol) oleh asisten

2. Ditotolkan dengan volume tertentu larutan sampel dan larutan baku pada plat KLT

3. Plat dielusi menggunakan fase gerak yang coock sampai jarak elusi sekitar 8 cm

di dalam chamber

4. Plat diambil, dikeringkan dan aktivasi pada suhu sekitar 100oC selama 30 menit

5. Serapan masing-masing komponen pada panjang gelombang tertentu ditentukan

dengan spektrofotodensitometer

V. HASIL DAN PERHITUNGAN

VI. PEMBAHASAN

Pada percobaan KLT – spektrodensitometri ini bertujuan untuk memahami

metode penetapan kadar zat aktif pada sediaan paracetamol secara kuantitatif dengan KLT-

spektrofotodensitometer. Prinsipnya adalah memisahkan suatu campuran zat dengan

menggunakan teknik KLT berdasarkan perbedaan afinitas masing-masing komponen

terhadap fase gerak dan fase diamnya. Besar serapan dapat diukur pada komponen yang

telah terpisah dengan menggunakan spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat

ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya (Widjaja dan Laksmiani,

2010). Penentuan kadar paracetamol ini didahului dengan pengukuran absorbansi larutan

paracetamol yang telah diketahui kadarnya pada panjang gelombang yang sama. Jika

absorbansi suatu seri larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang

sama, dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka

suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A= ɛ.b.c. Kemudian, dilakukan

pembacaan hasil pemisahan melalui proses scanning dengan menggunakan CAMAG TLC-

SCANNER.

Pengertian dari Kromatografi Lapis tipis adalah suatu metode pemisahan campuran

analit dengan cara mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga

(Widjaja dkk., 2008). Fase diam yang digunakan pada percobaan kali ini adalah silica gel

GF 254 nm berukuran 10 x 10 cm, sedangkan fase geraknya berupa metanol. KLT

Page 9: laporan KLT aree

termasuk dalam jenis kromatografi adsorbsi, walaupun sebenarnya mekanisme yang terjadi

adalah kombinasi antara kromatografi adsorbsi dan partisi (Widjaja dkk., 2008).

Penggunaan methanol sebagai fase gerak karena metano bersifat semipolar sehingga dapat

digunakan untuk pemisahan senyawa yang menggunakan silika gel (fase diam) yang

bersifat polar.

Terdapat dua cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama,

bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan

teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar

senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan

dengan metode spektrofotometri. Sedangkan pada praktikum kali ini yang dikerjakan

adalah pengukuran langsung menggunakan spektrofotodensitometer (Gandjar dan

Rohman, 2007).

Penentuan kadar paracetamol dilakukan setelah memisahkan dahulu senyawa

paracetamol dari senyawa pengotornya dengan menggunakan KLT. Pertama-tama, plat

KLT harus dicuci terlebih dahulu dangan cara dielusi dengan methanol. Pada ujung plat

KLT diletakkan kertas tissue yang berfungsi untuk memperpanjang elusi dalam artian

kotoran yang telah larut dalam metanol akan terus terelusi pada kertas saring dan tidak

berhenti pada ujung plat dan agar mencegah terjadinya elusi balik. Setelah proses elusi

selesai, plat KLT diaktivasi dengan cara dikeringkan menggunakan oven dengan suhu

1200C selama 30 menit. Tujuan dilakukannya aktivasi ini adalah untuk menghilangkan

sisa-sisa air yang terdapat fase diam dan untuk memindahkan pengotor agar berada pada

ujung plat KLT, sehingga tidak mengganggu proses pemisahan (Kusmardiyani dan

Nawawi, 1992). Setelah mengaktivasi plat KLT, dilakukan penjenuhan chamber. Tujuan

dari penjenuhan chamber ini adalah untuk mengoptimalkan proses pengembangan fase

gerak. Penjenuhan chamber ini dilakukan dengan menambahkan 2 ml metanol ke dalam

chamber dan meletakkan kertas saring pada chamber, agar penguapan yang terjadi dalam

chamber merata sehingga udara di dalam chamber tetap jenuh pelarut (Kusmardiyani dan

Nawawi, 1992). Selama proses penjenuhan, chamber dalam keadaan tertutup rapat, dan

didiamkan selama 30 menit serta dijaga agar chamber tidak bergeser sehingga dapat

mencegah terjadinya ketidak jenuhan pelarut. Kondisi jenuh dalam chamber dengan uap

Page 10: laporan KLT aree

pelarut mencegah penguapan pelarut (Clark, 2007). Plat KLT kemudian dielusikan dalam

chamber sampai mencapai jarak rambat 9 cm. Setelah itu dilakukan penotolan sampel pada

plat KLT sebanyak 2 µm dengan penotol linomat pada dua titik di plat KLT yang berjarak

1 cm. Sampel yang ditotolkan harus memiliki ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin

karena jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Penotolan

sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke puncak ganda.

Pelebaran bercak dapat mengganggu proses scanning dengan spektrodensitometri karena

memungkinkan terjadinya himpitan puncak (Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Selain itu,

apabila konsentrasi senyawa pada plat sangat tinggi adalah maka ketika discanning dengan

TLC-CAMAG SCANNER sinar yang mengenai sampel akan diabsorbsi oleh lapisan

pertama larutan dan hanya sedikit radiasi yang diserap oleh bagian lain sampel pada jarak

yang lebih jauh sehingga fluoresensi sampel yang berkonsentrasi tinggi ini tidak seragam

dan tidak proporsional dengan konsentrasi senyawa (Gandjar dan Rohman, 2007).

Setelah penotolan sampel, plat kemudian dielusikan pada chamber yang

sebelumnya telah dijenuhkan. Selanjutnya plat dikeringkan pada oven dengan suhu 1200C

selama 10 menit, yang bertujuan untuk menguapkan sisa pelarut yang masih terdapat pada

plat sehingga tidak mengganggu proses scanning dengan spektrofotodensitometer.

Spektrofotodensitometer merupakan suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas

radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau

lampu sinar tampak. Senyawa-senyawa yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai

puncak (peak) dan pencatat (recorder). Sebelum menentukan puncak, harus dilakukan

pengukuran pada spektrum dengan rentang tertentu sampai diperoleh puncak dari larutan

baku paracetamol. Puncak diperoleh dengan mengukur spektrum pada gelombang 200-800

nm karena paracetamol memiliki kemampuan menyerap secara kuat di daerah 200-800 nm

pada radiasi elektromagnetik. Pada literatur, dalam larutan asam paracetamol menunjukkan

absorbansi maksimum pada λ 245 nm (Rusdiana dkk., -). Setelah praktikum dilakukan,

diperoleh data bahwa paracetamol menunjukkan absorbansi maksimum pada λ 248 nm.

Paracetamol mampu berabsorbansi karena terdiri dari inti cincin benzena, satu grup

hidroksil, dan atom nitrogen dari grup amida pada posisi para. Hal ini menyebabkan

konjugasi yang luas pada gugus-gugus yang terdapat pada paracetamol (Rusdiana dkk., -).

Intensitas absorbansi berbanding langsung dengan absorpsivitas molar, oleh karena itu

Page 11: laporan KLT aree

pada analisis fluorometri disarankan penggunaan panjang gelombang yang memberikan

absorpsi maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007). Berikut ini merupakan gambar dari

spektrum parasetamol yang diukur pada panjang gelombang 200-800 nm :

Kurva absorbansi larutan baku paracetamol

Setelah dilakukan praktikum, didapat hasil yang berbeda antara panjang

gelombang maksimum menurut literatur dengan panjang gelombang maksimum pada

percobaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kondisi di laboratorium saat

dilakukannya praktikum dengan kondisi laboratorium pada saat penetapan panjang

gelombang maksimum seperti yang tertera pada literatur. Selain itu penyimpanan larutan

paracetamol juga berpengaruh pada hasil percobaan yang diperoleh. Setelah didapat kurva

baku paracetamol, kemudian dilakukan pengukuran absorbansi sampel paracetamol.

248nm

Page 12: laporan KLT aree

Berikut ini merupakan spektrum absorbansi dari sampel paracetamol:

Sampel 1

Sampel 2

Untuk dapat memastikan senyawa yang didapat adalah memang benar-benar

paracetamol, maka harus dilakukan perbandingan antara kurva baku paracetamol dengan

kurva sampel paracetamol yang diperoleh. Dari perbandingan dua kurva di atas terlihat

bahwa kurva yang terbentuk hampir sama dengan kurva baku paracetamol sehingga dapat

dipastikan bahwa senyawa yang dibaca absorbansinya adalah memang benar paracetamol.

Kurva baku yang telah dihasilkan tersebut kemudian dibandingkan dengan membaca

Page 13: laporan KLT aree

absorbansi paracetamol pada berbagai konsentrasi. Setelah itu kurva absorbansi dicari

persamaan garisnya dengan menggunakan regresi linier. Dari hasil perhitungan didapatkan

persamaan regresi adalah sebagai berikut:

y merupakan nilai AUC (absorbansi) dan x nilai C (konsentrasi paracetamol).

Persamaan ini didapat melalui perhitungan dengan menggunakan microsoft excel. Kadar

dari sampel paracetamol ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya.

Dari hasil perhitungan diperoleh kadar paracetamol sampel 1 adalah ng dan kadar

paracetamol sampel 2 yaitu ng.

VII. KESIMPULAN

1. Sampel paracetamol kadarnya dapat ditentukan melalui

spektrofotodensitometri menggunakan kurva kalibrasi yang diperoleh dari

nilai AUC (absorbansi) dan nilai C (konsentrasi).

2. Persamaan garis regresi linier larutan paracetamol yaitu :

3. Kadar sampel 1 yaitu ng.

4. Kadar sampel 2 yaitu ng.

y = 8.512x + 194.3

Page 14: laporan KLT aree

LAMPIRAN TUGAS

1. Buat spektrum (puncak absorbsi) dari masing-masing komponen sampel dan baku!

2. Tentukan serapan (luas area di bawah puncak) tiap spektrum!

3. Hitung kadar tiap komponen sampel!

JAWAB:

1. Spektrum (puncak absorpsi) sampel:

Sampel 1

Sampel 2

Page 15: laporan KLT aree

Spektrum (puncak absorpsi) larutan baku:

2. Serapan (luas area di bawah puncak) tiap spektrum:

AUC larutan baku 1 ( AUC1 ) = 1137

AUC larutan baku 2 ( AUC2 ) = 2196,1

AUC larutan baku 3 ( AUC3 ) = 3779,8

AUC larutan baku 4 ( AUC4 ) = 6037,9

AUC larutan baku 5 ( AUC5 ) = 14208,8

Larutan sampel

AUC larutan sampel 1 ( AUCs1 ) = 21316,6

AUC larutan sampel 2 ( AUCs2 ) = 21973,4

3. Kadar tiap komponen sampel:

Persamaan regresi linear larutan baku parasetamol yaitu = 10.82x + 203.4 dengan R² =

0.998.

Konsentrasi sample

Sampel 1

y = 10,82x + 203,4

AUCs1 = 10,82Cs1 + 203,4

19032,7 = 10,82Cs1 + 203,4

248nm

Page 16: laporan KLT aree

19032,7-203,4 = 10,82Cs1

10,82Cs1 = 18829,3

Cs1 = 1740,23 ng

Sampel 2

y = 10,82x + 203,4

AUCs2 = 10,82Cs2 + 203,4

19776,3 = 10,82Cs2 + 203,4

19776,3-203,4 = 10,82Cs2

10,82Cs2 = 19572,9

Cs2 = 1808,95 ng

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Anonim A, -, Parasetamol

Opened at : May 16th, 2010

Available at : http://id.wikipedia.org/wiki/Parasetamol

Aisyah, 2009, Kromatografi Lapis Tipis

Opened at : May 16th, 2010

Available at : http://rgmaisyah.wordpress.com/2009/10/10/kromatografi-lapis-tipis-thin-layer-chromatography/

Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Kusmardiyani, S. dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Universitas Bidang

Ilmu Hayati.

Page 17: laporan KLT aree

Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Surabaya: Airlangga University

Press.

Roth, H. J. dan G. Blaschke. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM Press.

Rusdiana T., F. Sjuib, dan S. Asyarie, -, Interaksi Paracetamol

Opened at : May 16th, 2010

Available at : http://www.chem-is-try.org/paracetamol.pdf

Widjaja, I N.K., K.W. Astuti, N.M.P. Susanti, dan I M.A.G. Wirasuta. 2008. Buku Ajar

Analisis Farmasi Fisiko Kimia. Jimbaran: Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.

Widjaja, I N.K. dan N.P.L. Laksmiani. 2010. Petunjuk Praktikum Analisis Fisiko Kimia.

Jimbaran: Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.