laporan kinerja seksi pelayanan kefarmasian 2019 · web viewalhamdulillah dengan memanjatkan puji...
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah S.W.T , yang telah melimpahkan berkah dan rahmatNya, sehingga dapat diselesaikan Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian tahun 2019 sebagai pertanggungjawaban pelaksana Dekonsentrasi Satker 129009 (07) Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
Laporan kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian Tahun 2019menyajikan gambaran atau memberikan informasi mengenai berbagai capaian kinerja sesuai dengan sasaran indikator kinerja yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Program Kefarmasian dan alkes Tahun 2015 – 2019 dan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan Provinsi Lampung program obat dan Perbekalan Kesehatan Tahun 2015 - 2019. Laporan kinerja ini juga merupakan hasil konkrit dalam pelaksanaan berbagai program/kegiatan di Seksi Pelayanan Kefarmasian yang disusun sebagai wujud pertanggungjawaban atas Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2019.
Menyadari bahwa Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian Satker 129009 (07) Dinas Kesehatan provinsi Lampung Tahun 2019 belum seperti yang diharapkan. Pada akhirnya kepada semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian Satker 129009 (07) Dinas Kesehatan provinsi Lampung diucapkan terima kasih.
Disamping itu diharapkan juga bahwa Laporan Kinerja ini dapat menjadi salahsatu acuan penting dalam penyusunan dan pengimplementasian dari Rencana Kerja, Rencana Anggaran dan Rencana Strategis dimasa mendatang. Oleh karena itu sangat diperlukan masukan-masukan positif untuk memacu peningkatan kinerja dalam mencapai sasaran meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi alatkesehatan di masa mendatang.
Bandar Lampung, Januari 2020KEPALA SEKSI PELAYANAN
KEFARMASIAN
DARMAN ZAYADAN, SKM, MKMNIP. 19680101 199203 1 012
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN 5
II. TUJUAN PROGRAM 11
III. KEBIJAKAN PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN 13
IV. STRATEGI PROGRAM OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN 14
V. SASARAN PROGRAM 15
VI. INDIKATOR PROGRAM 16
VII. HASIL PELAKSANAAN PROGRAM TAHUN 2019 17
VIII. PEMBAHASAN HASIL 34
IX. HAMBATAN/MASALAH 46
X. RENCANA TINDAK LANJUT 49
XI. PENUTUP 51
LAMPIRAN
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 2
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 7.1 Anggaran Obat per Kapita Kab./Kota Tahun 2019 (APBD I, II dan
DAK)
22
Gambar 7.2 Anggaran Obat per Kapita Provinsi Lampung tahun 2015-2019 23
Gambar 8.1 Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Obat dan Vaksin Esensial Se-Provinsi Lampung 2019
37
Gambar 8.2 Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Obat dan Vaksin Essensial Tahun 2015 s/d 2019
37
Gambar 8.3 Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas tahun 2019 39
Gambar 8.4 Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tahun 2015 s/d 2019
39
Gambar 8.5 Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota Yang Melakukan manajemen Pengelolaan Obat dan vaksin Sesuai Standar Tahun 2019
41
Gambar 8.6 Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar Tahun 2015-2019
41
Gambar 9.1 Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Menerapkan CDAKB Tahun 2019
43
Gambar 9.2 Trend Persentase sarana Distribusi Alkes yang Menerapkan CDAKB di Provinsi Lampung Tahun 2015 s/d 2019
44
Gambar 9.3 Trend Persentase Produk Alkes yang Memenuhi Syarat Keamanan, Mutu dan Manfaat di Provinsi Lampung Tahun 2016 s/d 2019
45
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 3
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 6.1 Indikator Program Obat dan Perbekalan Kesehatan 16
Tabel 7.1 Anggaran Obat per Kapita Se-Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2019
19
Tabel 7.2 Anggaran Pengadaan Obat Bersumber APBD II Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung Tahun 2019
22
Tabel 8.1 Daftar Obat dan Vaksin Yang Dipantau Pada Indikator Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas
36
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 4
PENDAHULUAN
Sistem Kesehatan Nasional adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan
oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Pembangunan Kesehatan Nasional bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat
kesehatan masyarakat yang optimal dengan terciptanya masyarakat, bangsa, dan
Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk hidup dalam lingkungan dan
perilaku sehat, mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal.
Obat dan Perbekalan Kesehatan merupakan salah satu subsistem dari Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2004 yang bertujuan agar tersedia obat dan
perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat serta terjangkau oleh
masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
Penerapan otonomi daerah mengakibatkan beberapa peran pemerintah pusat
dialihkan kepada pemerintah daerah sebagai urusan wajib dan tugas
pembantuan, salah satunya adalah bidang pelayanan kesehatan. Hal ini
mengakibatkan penyediaan dan atau pengelolaan anggaran untuk pengadaan
obat esensial yang diperlukan masyarakat di sektor publik menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah yang sebelumnya merupakan tanggung jawab
pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan
mendasar yang perlu dicermati agar ketersediaan obat esensial bagi masyarakat
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 5
tetap terjamin. Untuk daerah-daerah terpencil, perbatasan, kepulauan dan
daerah bencana, perlu dikembangkan sistem pengelolaan obat secara khusus.
Sasaran yang harus dicapai dalam upaya pelayanan kesehatan berkaitan dengan
pengadaan obat adalah ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang
cukup, terjamin khasiatnya, terjamin keamanannya, terjamin mutunya, serta
mudah diakses. Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan
dalam pelayanan kesehatan.
Akses terhadap obat terutama obat esensial merupakan salah satu hak asasi
manusia. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, diperkirakan 50-80% dari
masyarakat Indonesia memiliki akses terhadap obat esensial. Akses masyarakat
terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu penggunaan
obat rasional, harga yang terjangkau, pembiayaan yang berkelanjutan dan sistem
pelayanan kesehatan beserta sistem suplai yang dapat menjamin ketersediaan,
pemerataan dan keterjangkauan.
Dari sudut keterjangkauan secara ekonomis, harga obat di Indonesia umumnya
dinilai mahal. Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antara satu
nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obat yang sama berkisar 1 : 2
sampai 1 : 5. Penelitian ini juga membandingkan harga obat nama dagang dan
obat generik menunjukkan bahwa obat generik bukan yang termurah. Tetapi
secara umum obat generik lebih murah dari obat dengan nama dagang
Upaya perlindungan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan makanan telah dilakukan secara komprehensif. Sementara itu
pemerintah telah berusaha untuk menurunkan harga obat, namun masih banyak
kendala yang dihadapi.
Penggunaan obat rasional belum dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan, masih banyak pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan
formularium.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 6
Pelaksanaan pembangunan kesehatan perlu memperhatikan dan
mendayagunakan setiap subsistem yang terdapat dalam Sistem Kesehatan
Nasional. Salah satunya adalah Subsistem Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
Ketersediaan alat kesehatan semakin menjadi tuntutan masyarakat. Tuntutan ini
sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat dan pengaruh
globalisasi. Dengan semakin mudahnya transportasi antar Negara, wilayah dan
antara kota dan desa, menyebabkan hilangnya entry barrier semua komoditas
termasuk alkes, sehingga mengakibatkan jumlah dan jenis alat kesehatan yang
beredar semakin meningkat.
Untuk menjamin keamanan, mutu dan manfaat alat kesehatan yang beredar
maka perlu dilakukan pre-market dan post-market control, mulai dari proses
produksi hingga produk tersebut digunakan oleh masyarakat, yaitu pada tingkat
pengadaan, tingkat distribusi dan tingkat penggunaan.
Disamping alat kesehatan perlu dilakukan juga pengawasan, pembinaan dan
pengendalian terhadap makanan dimana dengan dukungan kemajuan teknologi
transportasi dalam perdagangan internasional maupun nasional, maka produk-
produk pangan dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke berbagai
daerah sehingga konsumsi masyarakat terhadap produk-produk pangan tersebut
cenderung terus meningkat.
Keberadaan Industri pangan di Indonesia menunjang peranan strategis dalam
perekonomian nasional, terutama dalam penyediaan lapangan kerja di dalam
menunjang pertumbuhan sektor perekonomian Indonesia.
Namun industri pangan nasional saat ini menghadapi tantangan pasar bebas
berupa iklim persaingan yang semakin ketat serta membanjirnya produk pangan
impor. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan perkembangan
industri pangan khususnya Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP). Kondisi ini
membuat semakin banyak produk pangan harus dapat bersaing, baik dari segi
kualitas pangan maupun dari segi penampilan. Kualitas pangan yang baik
haruslah memenuhi syarat keamanan pangan.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 7
Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat
memilih makanan secara aman, bergizi sehingga layak dikonsumsi.
Sementara banyak kita temui produk-produk makanan instan, baik yang
diproduksi oleh perusahaan atau yang dibuat oleh rumah tangga atau biasa
dikenal dengan “Pangan Industri Rumah Tangga” (PIRT).
Untuk melindungi kesehatan masyarakat dari produk dan peredaran makanan/
minuman yang tidak aman, pemerintah melalui Kepala BPOM RI menetapkan
Peraturan Badan POM No. HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga dan
HK.03.1.23.12.2206 tentang Cara Produksi Pangan Yang Baik (CPPB) untuk
Industri Rumah Tangga yang meliputi : persiapan bahan baku sampai produk
akhir meliputi : lokasi dan lingkungan produksi, bangunan, peralatan produksi,
suplai air, fasilitas dan kegiatan higienis sanitasi, kesehatan dan higienis
karyawan, penyimpanan, pengendalian proses, pelabelan pangan, pengawasan
oleh penanggung jawab penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi serta
pelatihan pengolahan pangan kepada karyawan.
Dari hasil tinjau lapangan masalah yang sering ditemui masih banyak sarana
produksi pangan rumah tangga yang belum memiliki sertifikat produksi pangan
IRT (SPP-IRT) dan sarana produksi pangan belum memenuhi syarat dalam cara
poduksi pangan yang Baik (CPPB) seperti sarana produksi pangan dengan
fasilitas hygiene sanitasi kurang baik, penggunaan Bahan Tambahan Pangan yang
tidak sesuai dosis dan peruntukan, kondisi penyimpanan bahan pangan dan
produk akhir belum terpisah dan pelabelan pangan yang belum memenuhi
persyaratan.
Masalah keamanan pangan yang disebutkan diatas adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah, produsen dan konsumen. Pemerintah bertanggung
jawab memberi dan mengawasi keamanan pangan yang beredar, produsen
pangan bertanggung jawab untuk menerapkan keamanan pangan yang ada
dilingkungan produksinya dengan menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 8
(CPPB) sedangkan konsumen harus kritis terhadap pangan yang dibutuhkan yang
beredar di pasaran.
Dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat tadisional yang tidak
memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu, maka
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 006
tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional dan Permenkes RI
nomor 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional. Diharapkan dengan
adanya peraturan ini, maka obat tradisional yang beredar dapat lebih tersaring
dari segi mutu dan keamanannya.
Untuk menjamin ketersediaan obat herbal di daerah, Pemerintah melalui
Kementerian Kesehatan telah mendirikan Pusat Pengolahan Pasca Panen
Tanaman Obat (P4TO) di beberapa daerah. Pada tahun 2014 Provinsi Lampung
bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI melaksanakan pembangunan
P4TO di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Sedangkan di tahun 2016 sudah
dilakukan persiapan pembangunan P4TO di Kabupaten Mesuji.
Kosmetika merupakan salah satu sediaan farmasi yang berdasarkan definisinya
adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar
tubuh manusia (epdermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Seiring kemajuan zaman, teknologi di bidang kesehatan dan kecantikan terus
berkembang mengikuti keinginan dari para penggunanya. Dari hari kehari
semakin banyak kosmetika yang beredar yang menawarkan konsumen untuk
dapat berwajah cantik. Tidak semua kosmetika yang beredar di Indonesia aman
digunakan. Karena masih terdapat kosmetika yang belum terdaftar dan
mengandung bahan berbahaya (kosmetika “public warning”). Untuk
mengatasinya perlu dilakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
terhadap peredaran kosmetika.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 9
Di era desentralisasi ini menjadi sangat penting bagaimana pemerintah
kabupaten/kota dapat memobilisasi sumber daya potensial di wilayah kerjanya
untuk membiayai, merencanakan, menyelenggarakan dan menilai akuntabilitas
pembangunan kesehatan, termasuk didalamnya adalah pentingnya perhatian
pemerintah kabupaten/kota terhadap ketersediaan obat untuk pelayanan
kesehatan, Ketersediaan alat kesehatan yang aman, bermutu dan berkualitas,
Menjamin peredaran pangan yang aman, bermutu, higienis dan bergizi,
Melindungi masyarakat dari peredaran kosmetika yang aman, serta peredaran
obat tradisional yang aman dan berkualitas.
Pada tahun 2019 seksi pelayanan kefarmasian memiliki beberapa program yang
harus dilaksanakan antara lain Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
menurut RENSTRA Kementerian Kesehatan RI 2015-2019 adalah persentase
puskesmas dengan ketersediaan obat dan vaksin esensial sebesar 90%,
Persentase penggunaan obat rasional di puskesmas sebesar 70%, Persentase
instalasi farmasi kabupaten/kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat
dan vaksin sesuai standar sebesar 75%. Program Alat Kesehatan, Makanan dan
Minuman adalah Persentase Sarana Distribusi Alkes yang memenuhi CDAKB 70%,
Persentase Produk Alkes dan PKRT beredar yang memenuhi syarat kemanan,
mutu dan manfaat 70%.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 10
I. TUJUAN PROGRAM
A. TUJUAN UMUM
1. Tujuan umum program obat dan perbekalan kesehatan adalah
tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu dan
bermanfaat serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
2. Tujuan umum program alat kesehatan, makanan dan minuman
adalah tersedia dan terjangkaunya alat kesehatan dan perbekalan
kesehatan rumah tangga (PKRT) yang beredar di masyarakat terjamin
keamanannya, bermutu dan bermanfaat.
B. TUJUAN KHUSUS
I. Tujuan khusus program obat dan perbekalan kesehatan adalah
1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan
obat dan perbekalan kesehatan termasuk obat tradisional,
perbekalan kesehatan rumah tangga dan kosmetika
2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan
perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi standar mutu,
kemanfaatan, keamanan dan kerasionalan
3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi
rumah sakit dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif
yang didukung oleh tenaga farmasi yang profesional
4. Terlindunginya masyarakat dari penyalahgunaan dari obat keras,
narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif dan bahan
berbahaya lainnya
5. Terbinanya pernggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang rasional.
6. Tersedianya obat publik serta perbekalan kesehatan dalam jenis
yang lengkap, jumlah yang cukup, harga yang terjangkau, kualitas
yang baik, digunakan secara rasional, serta dapat diperoleh
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 11
setiap saat melalui penerapan prinsip-prinsip Good Distribution
Practice (GDP)
7. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan
keamanan
8. Diterapkannya konsepsi obat esensial nasional sesuai Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN)
9. Berkembang dan diterapkannya kebijakan dan manajemen
penggunaan kosmetika yang aman dan bermutu.
II. Tujuan khusus program alat kesehatan, makanan dan minuman
adalah
1. Terbinanya sarana distribusi alat kesehatan tentang penerapan
Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik ( CDAKB).
2. Terlindungi masyarakat dari produk alkes dan PKRT yang tidak
memenuhi syarat keamanan, mutu dan manfaat.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 12
III. KEBIJAKAN PROGRAM
I. Kebijakan program obat dan perbekalan kesehatan tersirat dalam arah
kebjakan strategis yang mencakup :
1. Peningkatan kualitas sarana pelayanan kefarmasian sampai tingkat
desa
2. Peningkatan kualitas sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi
dan alat kesehatan
3. Peningkatan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya di
sektor publik yang lengkap jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh
setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin
4. Pelaksanaan perizinan dalam rangka perlindungan terhadap
penggunaan obat dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi
standar mutu, keamanan dan kemanfaatan
5. Penyelenggaraan pelayanan farmasi yang berkualitas melalui
penerapan jabatan fungsional apoteker dan asisten apoteker serta
pelaksanaan pendidikan berkelanjutan
6. Penyelenggaraan pembinaan, advokasi dan penggunaan obat rasional
7. Pelaksanaan harmonisasi standar bidang kefarmasian dan alat
kesehatan dengan standar regional maupun internasional
II. Kebijakan program alat kesehatan, makanan dan minuman tersirat dalam
arah kebjakan strategis yang mencakup
1. Pelaksanaan perizinan tentang izin edar produk alkes dan PKRT, izin
sarana produksi serta izin sarana distribusi dalam rangka menjaga
mutu, keamanan dan manfaat alkes dan PKRT,
2. Penyelenggaraan pembinaan dan pengamanan alkes ke sarana
distribusi alkes dan PKRT,
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 13
IV. STRATEGI PROGRAM
I. Strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan program obat dan perbekalan
kesehatan ada lima, yaitu :
1. Melakukan regulasi di bidang obat dan perbekalan kesehatan :
2. Mengoptimalkan industri farmasi berbasis keanekaragaman sumber
daya alam dan keunggulan daya
3. Meningkatkan penerapan standar mutu, kemanfaatan serta
kerasionalan penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
4. Meningkatkan profesionalitas tenaga farmasi
5. Memberdayakan komite farmasi dan terapi serta pelaksanaan
komunikasi, informasi dan edukasi
II. Strategi yang diambil dalam program kegiatan pengawasan/ pembinaan
dan pengendalian kesehatan makanan adalah :
1. Melakukan promosi dan advokasi program kefarmasian dan alat
kesehatan ke masyarakat umumnya dan pemerintah/eksekutif
khususnya,
2. Membangun kemitraan dengan Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Instansi lintas program dan lintas sektor,
3. Melakukan pemantauan produk alkes dan produk pangan baik dari
aspek mutu maupun aspek perundang-undangan,
4. Melakukan pembinaan ke sarana Distribusi Alat Kesehatan tentang
penerapan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB).
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 14
V. SASARAN PROGRAM
Sasaran Program Obat dan Perbekalan Kesehatan mencakup industri farmasi ,
Pedagang Besar Farmasi (PBF), apotek, instalasi farmasi kabupaten/kota, instalasi
farmasi rumah sakit kabupaten/kota serta masyarakat yang memerlukan
pelayanan kefarmasian pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan
swasta, juga golongan yang beresiko tinggi untuk penyalahgunaan NAPZA.
Sasaran program ini sesuai dengan strategi pembangunan kesehatan Provinsi
Lampung yaitu peningkatan upaya penyediaan dan pemanfaatan obat esensial
melalui penyediaan obat generik esensial dan sangat-sangat esensial di unit-unit
pelayanan kesehatan dasar terutama untuk pelayanan kesehatan bagi keluarga
miskin yang terjamin mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan obat, obat
tradisional, kosmetika yang beredar serta mencegah masyarakat dari
penyalahgunaan dan penggunaan yang salah dari obat keras, narkotika,
psikotropika, prekusor, zat adiktif dan bahan berbahaya lainnya.
Sasaran Program Alat Kesehatan dan Makanan, Minuman mencakup Penyalur
Alat Kesehatan (PAK), Toko Alat Kesehatan, Sarana PKRT, Sarana Pangan Industri
Rumah Tangga . Sasaran program ini sesuai dengan strategi pembangunan
kesehatan Provinsi Lampung yaitu menjamin peredaran alat kesehatan yang
bermutu, aman dan berkualitas serta menjamin pangan olahan yang beredar dari
mutunya yang terjamin, bergizi dan berkualitas serta menjamin produk alat
kesehatan rumah tangga yang bermutu dan berkualitas.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 15
VI. INDIKATOR PROGRAM
Target program obat dan perbekalan kesehatan dan program alat kesehatan,
makanan dan minuman sesuai dengan program pembangunan nasional dan
standar pelayanan minimal bidang kefarmasian tergambar dalam indikator
kinerja Provinsi Lampung yang ditetapkan Tahun 2019 meliputi :
Tabel 6.1 Indikator Program Obat dan Perbekalan Kesehatan
No Indikator Target
1. Persentase puskesmas dengan ketersediaan obat dan vaksin
esensial
90 %
2. Persentase instalasi farmasi kabupaten/kota yang melakukan
manajemen pengelolaan obat sesuai standar
75 %
3. Persentase penggunaan obat rasional di puskesmas 70 %
Tabel 6.2 Indikator Program Alat Kesehatan, Makanan dan Minuman
No Indikator Target
1. Persentase produk alkes dan PKRT beredar yang memenuhi
syarat keamanan, mutu, dan manfaat .
70 %
2. Persentase sarana distribusi alkes yang memenuhi syarat Cara
Distribusi Alat Kesehatan yang baik (CDAKB)
70 %
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 16
VII. HASIL PELAKSANAAN PROGRAM TAHUN 2019
Pelaksanaan program kegiatan yang dilaksanakan oleh Seksi Pelayanan
Kefarmasian Tahun 2019 meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Pengadaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai untuk pelayanan kesehatan
dasar di Provinsi Lampung dilaksanakan secara fisik 100 % untuk mendukung
ketersediaan obat di sarana pelayanan kesehatan dasar yang terdapat di 15
kabupaten/kota se-Provinsi Lampung dalam jenis dan jumlah yang tepat
serta memenuhi standar mutu serta memenuhi fungsi Instalasi Farmasi
Provinsi untuk menyediakan buferr stok di Provinsi Lampung. Dukungan
pengadaan obat PKD (Pelayanan Kesehatan Dasar) Sangat-Sangat Esensial
dari APBD I ini dirasakan sangat membantu pemenuhan kebutuhan obat di
sarana pelayanan kesehatan dasar yang tersebar di 15 kabupaten/kota
se-Provinsi Lampung namun tetap disarankan agar pemenuhan obat di
Kabupaten/Kota adalah tanggung jawab Pemerintah daerah tersebut.
2. Kegiatan monitoring pelaksanaan pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan di kabupaten/kota se-Provinsi Lampung merupakan suatu
kegiatan pengamatan dan bimbingan teknis proses pelaksanaan kegiatan
pengadaan obat di Instalasi Farmasi kabupaten/kota. Kegiatan yang
bersumber dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun
2019 ini bertujuan untuk menjamin terlaksananya pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan sesuai dengan rencana kebutuhan obat dan proses
pengadaannya sesuai dengan ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah di Kabupaten/kota. Informasi yang merupakan hasil dari
kegiatan monitoring pengadaan obat ini bermanfaat untuk perbaikan
pelaksanaan program yang sedang berjalan dan yang akan datang sehingga
tujuan program dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Maret, April dan Mei 2019.
Beberapa hasil dari kegiatan monitoring ini adalah
a) Tim Perencana Obat Terpadu seharusnya sudah terbentuk di 15
kabupaten/kota, namun masih ada kabupaten/kota yang belum
membentuk Tim Perencana Obat Terpadu seperti di Kabupaten
Tulang Bawang Barat, Pringsewu dan Kota Bandar Lampung.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 17
Sedangkan yang sudah membentuk Tim Perencana Obat Terpadu
adalah Kabupaten Metro, Pesawaran, Tanggamus, Lampung Timur,
Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, Lampung Barat,
Tulang Bawang, Mesuji dan Way Kanan.
b) Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan pada APBD I dan DAK tidak
sepenuhnya sesuai dengan Rencana Kebutuhan Obat yang sudah
dibuat oleh Tim Perencana Obat Terpadu kabupaten/kota.
c) Beberapa obat yang dibutuhkan di Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD)
kabupaten/kota belum tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN) atau di FORNAS.
d) Dalam proses pengadaan obat melaui e-katalog masih banyak
Kabupaten/Kota yang tidak mendaptkan kuota obat sesuai pesanan
dari penyedia
e) Kabupaten/Kota kesulitan untuk mengadakan obat jika obat PKD tidak
ada dalam list e-katalog namun dibutuhkan di puskesmas sehingga
mereka melakukan pembelian obat dengan pengadaan cara lain yang
memerlukan acuan harga untuk penentuan HPS
f) Keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten/Kota, sehingga obat-obat dan perbekalan kesehatan yang
dibutuhkan di PKD kabupaten/kota tidak bisa terpenuhi.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 18
Berikut adalah anggaran yang didapatkan oleh kabupaten/kota dalam
pemenuhan kebutuhan obat dan vaksin di sarana PKD kabupaten/kota
(Tabel 7.1).
Tabel 7.1 Anggaran Obat per Kapita se-Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2019NO
.KABUPATEN
/KOTAAPBD 1 APBD 2 DAK TOTAL JUMLAH PDDK ANGGARAN
OBAT PER KAPITA (Rp.)
1 L. BARAT 233.434.088 212.488.979 3.313.791.000 3.759.714.067 302.828 12.4152 TANGGAMUS 365.462.433 0 2.384.400.000 2.749.862.433 598.299 4.5963 L. SELATAN
320.254.028 2.612.697.144 3.835.852.000 6.768.803.172 1.011.286 6.6934 L. TIMUR
471.704.447 200.000.000 3.891.490.000 4.563.194.447 1.044.320 4.3705 L. TENGAH
373.140.644 50.000.000 4.110.755.300 4.533.895.944 1.281.310 3.5386 L. UTARA
339.617.174 0 2.538.928.000 2.878.545.174 616.897 4.6667 WAY KANAN
276.104.321 500.000.000 3.711.847.180 4.487.951.501 450.109 9.9718 T. BAWANG
172.183.793 0 1.703.540.420 1.875.724.213 450.902 4.1609 PESAWARAN
445.852.671 400.000.000 3.229.637.000 4.075.489.671 444.380 9.17110 PRINGSEWU
437.039.721 137.000.000 1.901.526.000 2.475.565.721 400.187 6.18611 MESUJI
320.695.085 0 1.788.263.446 2.108.958.531 200.198 10.53412 TB. BARAT
219.383.640 0 2.975.260.000 3.194.643.640 273.215 11.69313 B. LAMPUNG
336.239.163 0 5.522.815.000 5.859.054.163 1.051.500 5.57214 METRO
130.890.097 21.000.000 1.587.980.720 1.739.870.817 167.411 10.39315 PESISIR BARAT
218.152.113 0 2.859.656.109 3.077.808.222 154.895 19.870
TOTAL4.660.153.418 4.133.186.123
45.355.742.175 54.149.081.716 8.447.737 6.410
3. Kegiatan monitoring pelayanan kefarmasian di Apotek merupakan kegiatan
bersumber dana APBD. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan
pembinaan terkait perizinan apotek, pelaksanaan pelayanan kefarmasian di
Apotek yang sesuai standar. Target wilayah pembinaan adalah di 15
kabupaten kota. Hasil pembinaan sebagai berikut :
Dari beberapa apotek yang disampling untuk dilihat pelayanan
kefarmasiannya ternyata masih belum sesuai standar pelayanan
kefarmasian di apotek (Permenkes No.73 Tahun 2016 ) seperti
pelayanan obat resep bukan oleh tenaga farmasi baik oleh TTK
maupun Apoteker. Ruang apotik belum sesuai standar seperti tidak
punya ruang racik, ruang pelayanan resep, terbatasnya ruang
penyimpanan obat, terbatasnya sarana penunjang seperti pendingin
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 19
ruangan di ruang penyimpanan obat, termometer ruangan, lemari
pendingin (kulkas) khusus obat yang membutuhkan penyimpanan di
suhu dingin. Administrasi di apotek seperti pencatatan obat masuk
dan obat keluar, pelaporan obat NAPZA harus rutin dilakukan melalui
sistem SIPNAP online, pencatatan stok obat melalui updating kartu
stok obat. Pemberian informasi obat ke pasien baik saat
menyerahkan obat resep maupun OWA. Apoteker yang sudah
mencantumkan jam praktek di apotek sebaiknya rutin melakukan
pelayanan kefarmasian seperti konselling dan pelayanan pharmacy
home care untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
meningkatkan kualitas hidup pasien.
4. Kegiatan pembinaan sarana distribusi kosmetik yang dilaksanakan dengan
bersumber dana APBD. Kegiatan ini bertujuan untuk mengawasi dan
melakukan pembinaan kepada distributor kosmetik baik toko kosmetik
ataupun sarana lain yang menjual kosmetik . Pembinaan dilakukan dengan
melihat produk kosmetik yang beredar tidak ada ijin edar BPOM atau tidak
mencantumkan expired date . Penjual maupun konsumen bisa menelusuri
keaslian produk kosmetik tersebut melalui aplikasi cek KLIK BPOM dengan
memasukkan nama produk , nama produsen ataupun nomor ijin edar yang
ada di produk tersebut. Penjual yang menerima barang dari produsen atau
distributor kosmetik harus lebih selektif dan berhati-hati terhadap produk
kosmetik yang akan diedarkan. Jika ditemukan barang tanpa ijin edar dan
barang yang expired maka disarankan untuk diamankan dan dipisahkan agar
tidak dijual ke konsumen.
5. Kegiatan monitoring dalam rangka keamanan pangan “Situasi Khusus”
dilakukan untuk melihat kondisi pangan olahan kemasan yang beredar di
masyarakat apakah sudah berijin PIRT dari Dinas Kesehatan Kab/Kota atau
dari BPOM. Produk pangan olahan kemasan yang beredar harus sudah
terdaftar dan mendapat ijin edar sebagai pangan olahan rumah tangga atau
ijin edar pangan olahan dari BPOM jika pangan tersebut mengandung susu,
daging, air minum dalam kemasan , pangan beku. Produk pangan olahan
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 20
kemasan yang beredar mencantumkan nomor ijin edar, nama produk , nama
produsen , tgl kadaluarsa, alamat produsen, komposisi makanan . Jika
ternyata masih ditemukan produk-produk tanpa kriteria diatas maka
disarankan untuk penjual agar tidak menjual produk tersebut.
6. Kegiatan keamanan pangan untuk RI 1 maupun RI 2 dilakukan untuk
pengamanan VVIP dan dilaksanakan secara insidental sesuai jadwal dari
pusat atau dari kegiatan kunker. Di tahun 2019 telah dilaksananakn food
security untuk RI 1 ketika kunker peresmian jalan tol di Lampung. Food
Security dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Laboratorium Kesehatan
Daerah, Bidokkes Polda Lampung, Denkesyah, dan BPOM Lampung. Uji yang
dilakukan adalah uji organoleptis , uji kimia (kandungan unsur berahaya
seperti arsen ,sianida, timbal dll) harus 0%.
7. Monitoring ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan di
kabupaten/kota terlaksana secara fisik 100%. Kegiatan ini bersumber dana
dekon/APBN. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan obat
publik dan perbekalan kesehatan yang ada di kabupaten/kota sehingga
kelangsungan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan
kesehatan dasar di puskesmas yang ada di kabupaten/kota dapat terjamin.
Ketersediaan obat publik sangat tergantung dari dukungan dana yang ada di
setiap kabupaten/kota. Indikator ketersediaan obat sesuai kebutuhan
merupakan salah satu aspek yang dipantau terhadap terwujud atau tidaknya
arah kebijakan strategis ke-3 dari Kementerian Kesehatan RI yaitu
peningkatan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya di
sektor publik yang lengkap jenis, jumlah cukup dan mudah diperoleh setiap
saat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin.
Berdasarkan monitoring yang dilakukan terhadap alokasi anggaran obat
tahun 2019 yang bersumber dari DAU kabupaten/kota setempat (APBD II),
sebanyak 8 kabupaten/kota mendapat alokasi anggaran dengan jumlah yang
berbeda-beda (tabel 7.2) 7 (Tujuh) kabupaten lainnya yaitu Tanggamus,
Lampung Utara, Tulang Bawang, Mesuji, Tulang Bawang Barat, Bandar
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 21
Lampung dan Pesisir Barat tidak menganggarkan karena keterbatasan
kemampuan daerah dalam pendanaan.
TABEL 7.2 ANGGARAN PENGADAAN OBAT BERSUMBER APBD IIKABUPATEN/KOTA SE-PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019
No. Kabupaten/Kota Anggaran (Rp.)1. Lampung Barat 212.488.9792. Tanggamus 03. Lampung Selatan 2.612.697.1444. Lampung Timur 200.000.0005. Lampung Tengah 50.000.0006. Lampung Utara 07. Way Kanan 500.000.0008. Tulang bawang 09. Pesawaran 400.000.000
10. Pringsewu 137.000.00011. Mesuji 012. Tulangbawang barat 013. Bandar Lampung 014. Metro 21.000.00015. Pesisir Barat 0
Anggaran obat per kapita provinsi Lampung Tahun 2019 adalah Rp. 6.410,- .
Beberapa kabupaten/kota yang sudah mencapai anggaran per kapita diatas
1 USD adalah kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesisir Barat.
Gambar 7.1 Anggaran Obat Per kapita Kab/Kota Tahun 2019 (APBD I, APBD II dan DAK)
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 22
Lampung B
arat
Tangga
mus
Lampung S
elatan
Lampung T
imur
Lampung T
enga
h
Lampung U
tara
Way Kan
an
Tulan
g Baw
ang
Pesawara
n
Pringse
wuMesu
ji
Tulan
g Baw
ang B
arat
Bandar
Lampung
Metro
Pesisir
Barat
02000400060008000
100001200014000160001800020000
12415
45966693
4370 35384666
9971
4160
9171
6186
1053411693
5572
10393
19870
18,00018,00018,00018,00018,00018,00018,00018,00018,00018,00018,00018,00018,00018,000 18,000
ANGGARAN OBAT PER KAPITA TAHUN 2019
Anggaran Obat per kapita kab/kota Target Anggaran Obat per Kapita Provinsi
Sedangkan untuk trend anggaran obat perkapita dari tahun 2015 – 2019
adalah sebagai berikut :
Gambar 7.2 Tren Anggaran Obat Per Kapita Provinsi Lampung Tahun 2015-2019
Dari gambar 7.2 diagram batang diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi
anggaran obat perkapita kita secara provinsi reratanya masih dibawah 1 USD
dikarenakan masih ada beberapa kabupaten/kota yang tidak
menganggarkan untuk penyediaan obat . Padahal tanggung jawab
penyediaan obat dan bmhp adalah tanggung jawab dari pemerintah daerah
dalam hal ini adalah kabupaten/kota . Sedangkan untuk provinsi hanya
bertugas sebagai buffer stok / cadangan jika ada kekurangan obat dalam
kondisi tertentu seperti kondisi kejadian luar biasa atau kondisi terjadinya
bencana. Selama 5 tahun kami program farmasi provinsi sudah
menyampaikan ke kabupaten/kota melalui bimtek maupun pertemuan
terkait pentingnya proporsi penganggaran obat di kabupaten/kota, namun
kembali kepada kondisi keuangan setiap daerah untuk menerapkannya. Hasil
evaluasi tersebut untuk penyediaan obat kabupaten/kota masih
mengandalkan Dana Alokasi Khusus sub bidang pelayanan kefarmasian yang
diberikan oleh pemerintah pusat setiap tahunnya. Sedangkan pemanfaatan
dana kapitasi JKN di puskesmas yang dialokasikan untuk penyediaan obat
juga belum dilakukan karena kurang pahamnya kabupaten/kota tentang
juknis JKN dan belum ada perangkat pengadaan ditingkat puskesmas untuk
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 23
2015 2016 2017 2018 2019 -
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000
4,450
6,594 8,133
6,814 6,410
Trend Anggaran per Kapita Provinsi Lampung Tahun 2015 s/d 2019
Target Anggaran Obat per Kapita
mengakomodir kegiatan pengadaan obat. Diharapkan untuk kedepannya
pemerintah daerah mampu menganggarkan untuk penyediaan obat dan
memaksimalkan dana kapitasi JKN yang diperuntukkan untuk penyediaan
obat di koordinir dan dipantau oleh penanggung jawab program
kefarmasian Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
8. Kegiatan Distribusi Obat dan Vaksin dilaksanakan pada bulan November
tahun 2019 dengan menggunakan anggaran APBN. Kegiatan ini bertujuan
mendistribusikan obat program ke 15 kabupaten/kota. Untuk obat-obat
program yang dikirim franko Instalasi Farmasi Provinsi seperti obat program
TB, Malaria, Kesehatan Ibu dan Anak, Gizi, Keswa, Kecacingan dll setiap
tahunnya harus di distribusikan ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Kegiatan ini melibatkan pihak ketiga sebagai ekspedisi ke Kabupaten/Kota.
9. Kegiatan bersumber dana dekon/APBN untuk program kefarmasian dan
alkes yaitu pertemuan pemutakhiran data kefarmasian, serta perencanaan
dan evaluasi dana alokasi khusus (DAK) sub bidang pelayanan kefarmasian
yang bertujuan :
a. Sosialisasi kebijakan perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan
DAK untuk mencapai target RENSTRA Kemenkes RI 2015-2019
program kefarmasian dan alat kesehatan
b. Sinkronisasi kebijakan dengan perencanaan DAK 2020
c. Evaluasi pelaksanaan kegiatan bersumber DAK tahun 2019 untuk
kab/kota
d. Evaluasi SIMADA untuk pemutakhiran data bidang kefarmasian
dan alkes
Kegiatan ini dilaksanakan di bulan April tahun 2019 dengan sasaran
pengelola data program kefarmasian Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan
penanggung jawab kegiatan yang bersumber Dana Alokasi Khusus su bidang
Pelayanan Kefarmasian dengan Hasil kegiatan sebagai berikut :
a. Data Kefarmasian seperti data sarana pelayanan kefarmasian
(Apotek, Toko Obat, Toko Alkes, IRTP, UKOT dan UMOT), data
sarana distribusi (PBF, PAK), data Instalasi Farmasi
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 24
kabupaten/kota, Data tenaga Farmasi di Sarana Pelayanan
Kesehatan Pemerintah nantinya harus di update di Sistem
Manajemen Data (SIMADA) oleh penanggung jawab data Dinas
Kesehatan kab/kota.
b. Data progres pelaksanaan kegiatan yang bersumber DAK untuk
kab/kota juga wajib dilaporkan per tri wulan melalui aplikasi
SIMADA oleh petugas data kab/kota.
c. Perencanaan DAK kab/kota selain untuk pemenuhan ketersediaan
obat dan vaksin juga bisa dialokasikan untuk pemenuhan standar
Instalasi Farmasi baik sarana maupun prasarana seperti (perluasan
gedung/rehab gedung Instalasi Farmasi, penyediaan alat-alat
pendukung pengelolaan obat di IF, penyediaan kendaraan
operasional gudang dll).
d. Kendala pemanfaatan dana DAK untuk pembelian obat dan BMHP
serta pemenuhan sarana dan prasarana farmasi di Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota diantaranya sistem pencairan dana DAK
yang bertahap dan melalui APBD mengakibatkan terjadi
kekosongan dana di kas daerah dan berakibat pembelian obat
tidak bisa dibayarkan di akhir tahun.
10. Kegiatan pertemuan Workshop Peningkatan Penggunaan Alat Kesehatan
Dalam Negeri Dalam Implementasi Instruksi Presiden. Kegiatan ini
bersumber dana dekonsentrasi/APBN. Pertemuan ini dilaksanakan pada
bulan Juni 2019, dimana tujuan pertemuan ini adalah untuk meningkatkan
implementasi Instruksi Presiden tentang percepatan pengembangan industri
alat kesehatan melalui peningkatan kerjasama dan kontribusi positif
fasyankes dan masyarakat serta stakeholder terkait agar dapat mewujudkan
kemandirian dan meningkatkan daya saing industri alat kesehatan dalam
negeri. Kegiatan ini diikuti oleh Penanggung Jawa Program Alkes Dinas
Kesehatan Kabupten / Kota dan perwakilan dari Gabungan Pengusaha Alkes
Lampung (GAKESLAB). Hasil dari kegiatan ini adalah diharapkan untuk sarana
produksi dan distribusi dapat meningkatkan produksi maupun distribusi
alkes dalam negeri baik kualitas maupun kuantitas.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 25
11. Kegiatan pertemuan Workshop e-monev Katalog Obat dalam mendukung
Perencanaan Kebutuhan Obat (RKO) dan SIPNAP untuk unit layanan.
Kegiatan ini bersumber dana dekonsentrasi. Kegiatan ini bertujuan untuk :
a. Melakukan standarisasi informasi Rencana Kebutuhan Obat (RKO)
kab/kota melalui sistem online Monev Katalog Obat.
b. Melakukan Monitoring dan Evaluasi ketersediaan obat publik di
pasaran.
c. Review dan evaluasi pelaporan Narkotika dan Psikotropika untuk
unit layanan (Apotik, IFRS, IF Kab/Kota).
d. Melakukan bimtek mekanisme purchasing sarana swasta Apotek ,
Klinik dan Rumah Sakit yang bekerja sama dengan BPJS dan
melakukan pembelian obat e-katalog.
Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari di bulan April dengan sasaran
pengelola data program kefarmasian Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Se-
Provinsi Lampung serta beberapa unit layanan seperti Apotek dan Rumah
Sakit. Hasil kegiatan ini adalah sebagai berikut :
a. Pengiriman RKO dilakukan setiap awal tahun untuk memenuhi
penyediaan obat tahun selanjutnya
b. Unit layanan yang tidak mengrimkan RKO tidak akan dilayani oleh
distributor farmasi
c. Unit Layanan swasta baik Apotik rujuk balik dan rumah sakit
swasta yang bekerja sama dengan BPJS wajib membuat RKO dan
dilaporkan melalui sistem e-monev RKO.
d. Pelaporan Narkotika dan PSikotropika oleh Unit Layanan (Apotik,
Rumah Sakit dan Klinik) harus selalu dilakukan setiap bulan karena
reportnya akan digunakan oleh Kemenkes untuk evaluasi dan
pemenuhan rencana kebutuhan bahan baku produksi narkotika
maupun psikotropika oleh produsen obat tersebut dan untuk
memonitor peredaran Narkotika dan Psikotropika di wilayah
Provinsi Lampung.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 26
e. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melakukan review
pelaporan SIPNAP unit layanan di wilayahnya dan mendorong
kepatuhan pelaporan SIPNAP unit layanan setiap bulannya
f. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib mendorong unit layanan
aru untuk mendaftar SIPNAP dan melaporkan ketersediaan
Narkotik/Psikotropika setiap bulannya dan dapat memberikan
sangsi jika unit layanan tidak melapor tiga bulan berturut-turut.
12. Kegiatan Pertemuan Meningkatkan Kapasitas SDM dalam pengelolaan vaksin
dan penerapan e-logistik di Instalasi Farmasi Provinsi/Kab/Kota. Kegiatan ini
bersumber dana dekon / APBN. Kegiatan ini bertujuan untuk mereview
kegiatan pelaporan e-logistik serta pengembangan sistem informasi
e-logistik diharapkan user dapat memperoleh informasi terkini yang
mencakup tingkat kecukupan, ketersediaan dan kondisi obat di
Kabupaten/Kota dan Provinsi serta informasi untuk perencanaan obat dan
perbekalan kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional.
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan April dan dengan sasaran pengelola
data kefarmasian Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Hasil kegiatan ini adalah
a. Pengelolaan obat dan vaksin dengan konsep One Gate Policy
(OGP) akan memudahkan mengontrol ketersediaan obat dan
vaksin dan difasilitasi dengan software e-logistik system dan wajib
dilakukan oleh Instalasi Farmasi kab/kota/provinsi.
b. Entri data ketersediaan obat dan vaksin melalui system
e-logistik secara offline di masing-masing kab/kota nantinya akan
diharapkan bisa terintegrasi ke tingkat Provinsi dan Pusat.
c. Data ketersediaan obat dan vaksin yang terintegrasi akan
memudahkan kontrol dan pemenuhan ketersediaan obat jika
suatu daerah terjadi kekosongan obat dan akan segera di suplai
oleh daerah lain.
d. Dari hasil evaluasi di Provinsi Lampung tahun 2018 ada
4 kabupaten yang sudah melakukan integrasi yaitu Kabupaten
Lampung Utara, Kabupaten Pringsewu, Kota Bandar Lampung ,
Kabupaten Pesisir Barat dan Instalasi Farmasi Provinsi Lampung
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 27
sedangkan pada tahun 2019 dari bulan Januari sampai dengan
April 2019 hanya dua Kabupaten yang telah melaksanakan proses
integrasi yaitu Kabupaten Lampung Timur dan Pesisir Barat.
Kendala yang dihadapi petugas Kabupaten/Kota adalah pada
proses entri data yang terlalu banyak, kekurangan SDM serta
dukungan teknis instalasi software, Kurangnya infrastruktur sistem
infomrasi yaitu sarana/lomputer tidak memadai dan Jaringan
internet tidak tersedia, Kurang nya pemahaman petugas
Kabupaten/Kota akan pentingnya laporan persediaan yang diinput
ke dalam sistem e- logistik yang nantinya akan diintegrasikan ke
pusat.
e. Sistem e-logistik di Instalasi Farmasi kab/kota akan lebih efektif
jika terhubung dengan puskesmas di wilayahnya.
13. Kegiatan Pertemuan Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan
Obat (GEMA CERMAT) dan Optimalisasi AoC di kab/kota. Kegiatan ini
ersumber dana dekon/APBN dan dilaksanakan pada bulan Juni di Kabupaten
Tulang Bawang. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk jejaring kerja
lintas sektor dengan asosiasi profesi di Provinsi/Kab/Kota tentang
Penggunaan Obat Rasional dalam rangka Gerakan Masyarakat Cerdas
Menggunakan Obat (GEMA CERMAT) dimaksudkan juga untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat dan stakeholders tentang GeMA CerMat dan
penggunaan obat secara benar dan rasional. Kegiatan ini dilaksanakan
selama tiga hari di bulan Juni dengan sasaran sebanyak 100 orang
masyarakat dan 20 orang Apoteker agent of Change yang terdiri dari
Apoteker Penanggung Jawab pelayanan kefarmasian di Puskesmas, Apotek,
RS di wilayah Kabupaten Tulang Bawang dan peserta stake holder seperti
BAPEDDA Kabupaten Pringsewu, Dinas Pendidikan Kabupaten Pringsewu,
Kemenag Kabupaten Pringsewu, Organisasi Profesi (IDI, PPNI, IBI,
PDGI,IAKMI), Organisasi Kemasyarakatan (PKK,KOWANI), Kelompok
Pengajian dan Kader Kesehatan. Kegiatan dilaksanakan dengan metode
sosialisai dan edukasi dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) yang
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 28
dipandu oleh Apoteker sebagi Agent of Change (AOC). Hasil kegiatan ini
diantaranya :
a. Stake holder terkait seperti Dinas Pendidikan, Kemenag dan
BAPEDDA akan aktif mendukung kegiatan ini di lingkungannya
masing-masing seperti penyuluhan / sosialisasi GEMA CERMAT di
sekolah, Sosialisasi di kelompok pengajian dll.
b. Apoteker sebagai agen perubahan juga secara aktif akan membuat
berbagai kegiatan sosialisasi dan edukasi tentang penggunaan
obat di masyarakat sekitar wilayah kerjanya.
c. Report / hasil pelaksanaan kegiatan dapat di sampaikan melalui
grup AoC Kabupaten dan di pantau oleh penanggung jawab
program farmasi Kabupaten.
d. Untuk kegiatan GEMA CERMAT di Puskesmas bisa didukung
dengan menggunakan dana BOK Puskesmas.
e. Apotekr AoC bisa dibuatkan surat tugas maupun SK Kepala Dinas
Kesehatan.
Pada bulan November dilakukan pertemuan Evaluasi Pelaksanaan Gema
Cermat di Provinsi Lampung dari tahun 2016 sampai 2018. Peserta yang
hadir adalah Kabupaten/kotayang telah mendapatkan
pembekalan/sosialisasi tahun sebelumnya yaitu Kota Metro tahun 2016 ,
Kota Bandar Lampung tahun 2017, Kabupaten Pringsewu tahun 2018.
Pertemuan ini dilaksanakan paparan evaluasi kegaitan GeMA CerMat dari
Penanggungjawab Program Dinas Kesehatan dan Perwakilan dari IAI masing-
masing Kabupaten. Pada evaluasi tersebut dapat disimpulkan bahwa peran
IAI dapat sangat membantu Apoteker AoC untuk melakukan sosialisasi dan
edukasi dengan memberikan ruang dan waktu untuk kegiatan GeMa
CerMat. Dukungan untuk diberikannya SKP kegiatan pengabdian bagi
Apoteker yang aktif melakukan sosialisasi dan edukasi akan membantu
memberikan motivasi bagi Apoteker Aoc tersebut. Evaluasi kegiatan GeMa
CerMat ini juga dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dengan adanya
program pemilihan Master AoC untuk setiap Provinsi dimana kriteria
pemilihan Master AoC ini diantaranya adalah aktif melakukan sosialisasi /
edukasi baik secara berkelompok maupun secara mandiri dan aktif
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 29
melakukan kegiatan melalui metode yang inovatif. Di tahun 2018 sudah
dikukuhkan empat orang MAoC dari Kota Metro dan Kota Bandar Lampung ,
sedangkan tahun 2019 dikukuhkan 3 orang MAoC dari Kota Bandar
Lampung, Kabupaten Pringsewu dan Kota Metro masing-masing adalah dari
Apoteker pengelola obat puskesmas dan Apoteker di sarana Apotek.
14. Kegiatan Pertemuan Meningkatkan Kemampuan SDM Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota Dalam Melakukan Pembinaan dan Monitoring Perizinan
Sarana Produksi dan Distribusi Kefarmasian dilaksanakan pada bulan Juni
selama tiga hari. Kegiatan ini bersumber dana dekon/ APBN. Kegiatan ini
bertujuan meningkatkan kompetensi petugas dalam melaksanakan
pembinaan dan pengawasan sarana produksi dan distribusi kefarmasain di
Kabupaten/Kota, khususnya kegiatan inspeksi sarana , surveilance produk
maupun pengendalian perizinan. Hasil kegiatan ini adalah :
a. Sesuai PMK NO.26 Tahun 2018, dalam perizinan sarana produksi
dan distribusi kefarmasain baik Industri Farmasi, Distributor
Farmasi maupun Apotek sesuai dengan wewenang masing-masing
daerahnya.
b. Memberikan sosialisasi tentang perizinan sarana produksi dan
distribusi farmasi melalui OSS (Online Single Submission).
c. Dinkes Kab/Kota diharapkan dapat melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi kefarmasian
yang ada di wilayahnya masing-masing dan laporan hasil
pembinaan/pengawasan ditembuskan ke Dinkes Provinsi.
d. Memberikan pembinaan terkait standar pelaksanaan produksi dan
distribusi kefarmasin sesusai CPOB dan CDOB serta untuk Apotek
pelayanan kefarmasiannya harus sesuai standar pelayanan
kefarmasian di Apotek.
15. Kegiatan monitoring Perizinan dan Pembinaan Sarana Produksi dan
Distribusi Kefarmasain dilakukan di wilayah kota bandar lampung dan kota
metro terhadap sarana Distribusi Kefarmasian (PBF) terkait perizinan nya,
standar pelayanan sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang Baik yang
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 30
ditetapkan Badan POM. Kemudian sarana produksi obat tradisonal (UKOT /
UMOT) di wilayah Lampung Selatan dan lampung Tengah. Kegiatan ini
dilaksanakan di bulan Agustus dan Oktober. Kegiatan ini ersumber dana
dekon/APBN. Kegiatan ini dilaksanakan bertujuan memberikan bimbingan
terhadap sarana Prodis Kefarmasian dan mencari solusi permasalahan
perizinan. Hasil kegiatan ini ditemukan untuk 4 sarana UKOT/ UMOT hanya 1
yang masih bertahan yaitu sarana UKOT Karyatama di kabupaten Lampung
Tengah dimana sarana tersebut memproduski kapsul temu putih tang no
registrasinya sedang di daftarkan di Badan POM sedangkan sertifikat CPOTB
sudah jadi dari Badan POM namun terkendala di ijin sarana nya di mana
belum diperbarui melalui Online Single Submission (OSS) dan terkendala
Penanggung Jawabnya resign. Kita menyarankan agar ijin sarana nya
diperbarui jika tidak mendapatkan penanggung jawab Apoteker maka
produksi nya dialihkan menjadi produksi obat tradisonal yang kategorinya
bukan produk kapsul dan cairan obat dalam, dimana penanggung jawab
sarananya bisa Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK). Untuk monitoring ke
sarana distribusi kefarmasian (PBF) ditemukan bahwa masih ada beberapa
PBF lokal maupun cabang yang belum memenuhi CDOB dimana sarana
penyimpanan produk farmasinya tidak sesuai standar . Kami menyarankan
agar PBF tersebut segera memperbaiki sarana dan prasarananya dan
mengurus pemenuhan CDOB nya ke Badan POM. Ditargetkan pada tahun
2019 semua PBF pusat maupun cabang di Provinsi Lampung sudah
memenuhi sertifikasi CDOB.
16. Kegiatan selanjutnya adalah sampling produk alkes dan PKRT yang
dilaksanakan pada bulan September s/d November 2019 di 4 (empat)
Kabupaten/Kota Kabupaten yaitu Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang
Bawang Barat, Kabupaten Pringsewu dan Kabupaten Lampung Utara.
Kegiatan ini bersumber dana dekon/APBN . Sampling dilakukan di beberapa
toko alat kesehatan dan Apotek dan toko yang menjual PKRT. Dari 8
(delapan) produk alat kesehatan dan PKRT yang diuji diperoleh data
sebanyak 87,5% produk Memenuhi Syarat (MS) dan 12,5% Tidak Memenuhi
Syarat (TMS) dengan rincian sebagai berikut :
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 31
- Sebanyak 4 (empat) produk alat kesehatan (80%) hasilnya Memenuhi Syarat (MS).
- Sebanyak 3 (tiga) produk PKRT hasilnya Memenuhi Syarat (MS).- Sebanyak 1 (satu) produk Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
(PKRT) hasilnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
17. Kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian Sarana Produksi dan
Distribusi Alkes dan PKRT dilaksanakan dengan mengunjungi dan melakukan
inspeksi serta pembinaan terhadap sarana produksi dan distribusi Alat
Kesehatan & PKRT. Kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian
Sarana Produksi dan Distribusi Alkes dan PKRT Tahun Anggaran 2019
dilaksanakan pada bulan Agustus 2019 di wilayah kota Bandar Lampung.
Inspeksi sarana berdasarkan hal-hal terkait pemenuhan CDAKB (Cara
Distribusi Alkes yang Baik) sebagai berikut :
a. Sistem Manajemen Mutu (Organisasi, administrasi, pelaporan)
b. Pengelolaan Sumber Daya (Personalia dan Pelatihan;
Bangunan dan Fasilitas; Kebersihan; Bengkel/Workshop)
c. Penyimpanan dan Penanganan Persediaan (Penerimaan;
Penyimpanan; Pengiriman dan Penyerahan)
d. FSCA, retur, pemusnahan produk, dan penanganan keluhan
e. Audit internal dan tinjauan manajemen
f. Aktivitas pihak ketiga (Outsourcing Activity)
Dari 3 (tiga) sarana produksi PKRT yang dikunjungi hasilnya sbb :- Sebanyak 2 (66,6%) sarana yang Memenuhi Syarat (MS).- Sebanyak 1 (33,3%) sarana yang Tidak Memenuhi Syarat
(TMS) Mayor. Dari 53 (lima puluh tiga) sarana penyalur alat kesehatan (PAK) terdiri
dari PAK pusat sebanyak 32 sarana penyalur alkes dan 21 sarana cabang
penyalur alat kesehatan (Cabang PAK) yang dikunjungi hasilnya sbb :
1. Dari 32 (tiga puluh dua) sarana Penyalur Alat Kesehatan yang
dikunjungi hasilnya sbb :
- Sebanyak 18 sarana (56,3%) yang Memenuhi Sayrat
(MS)
- Sebanyak 7 sarana (21,8%) yang Tidak Memenuhi
Syarat (TMS Minor).
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 32
- Sebanyak 7 sarana (21,8%) yang Tidak Memenuhi Syarat
(TMS Mayor).
2. Dari 21 (dua puluh satu) sarana Cabang Penyalur Alat
Kesehatan (PAK) yang dikunjungi hasilnya sebagai berikut :
- Sebanyak 14 sarana (66,7%) yang memenuhi syarat (MS)
- Seanyak 7 sarana (33,3%) yang Tidak Memenuhi Sayrat
(TMS ) Minor
18. Kegiatan konsultasi pusat tentang program kefarmasian dan alat kesehatan,
dengan mengikuti kegiatan perencanaan Program Kefarmasian dan Alkes
bersumber dana Dekonsentrasi Direktorat Kefarmasian dan Alat Kesehatan
melalui sistem e-planning dan e-renggar di Jakarta. Sistem perencanaan
kegiatan bersumber dana Dekonsentrasi dengan melalui usulan dari daerah
yang berhubungan dengan program Kefarmasian dan Alkes. Sistem
perencanaan bottom up., kemudian usulan akan diproses dan disusun
template kegiatan yang akan dijadikan menu utama maupun tambahan di
sistem RKAKL (Rencana Kerja dan Anggaran kementerian/Lembaga).
19. Kegiatan administrasi kegiatan merupakan kegiatan untuk menunjang dan
mendukung pelaksanaan program obat dan perbekalan kesehatan guna
meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Provinsi Lampung.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 33
VIII. PEMBAHASAN HASIL
Berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada
Program Obat dan Perbekalan Kesehatan, baik yang dananya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2019 telah terlaksana sesuai dengan target
yang telah ditetapkan meskipun tidak terserap 100% anggaran namun secara
fisik dapat terlaksana semua kegiatan.
Indikator ketersediaan obat sesuai kebutuhan merupakan salah satu bahan
pemantauan terhadap terwujud atau tidaknya strategi pembangunan kesehatan
2015-2019 yang ke-6 dari Kementerian Kesehatan RI yaitu meningkatkan
ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan dan kualitas farmasi dan alat
kesehatan. Saat ini sumber dana pengadaan obat untuk pelayanan kesehatan
dasar adalah dari dana APBD II, APBD I dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang bersumber dari DAK
merupakan kebijakan Kementerian Kesehatan RI dalam rangka menjamin
ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan di
seluruh kabupaten / kota di Indonesia. Pengadaan obat untuk pelayanan
kesehatan dasar dihitung berdasarkan jumlah penduduk per kapita dan
disesuaikan dengan pagu anggaran yang disediakan oleh pemerintah provinsi
maupun pemerintah kabupaten / kota. Kementerian Kesehatan RI melalui
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah menetapkan
sasaran program obat dan perbekalan kesehatan yang salah satu sasarannya
adalah besarnya anggaran obat esensial generik di sektor publik Rp. 28.000,-
(setara dengan US $ 2,00) per kapita per tahun sesuai dengan rekomedasi WHO
untuk semua kebutuhan obat-obatan (all drugs).
a. Anggaran Obat per Kapita Tahun 2019
Anggaran obat per kapita tahun 2019 dihitung berdasarkan 3 sumber dana yaitu
APBD I, APBD II dan DAK, sebesar Rp. 6.410 ,-. Terjadi penurunan anggaran obat
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 34
per kapita dibandingkan tahun 2018 yaitu Rp.6.814 dan pada tahun 2017
(Rp. 8.133 ,-). Terjadi penurunan anggaran obat per kapita tahun 2019 karena
kemungkinan Kabupaten/Kota tidak menganggarkan APBD II untuk membeli obat
dan hanya mengandalkan pemenuhan alokasi dana DAK bidang kefarmasian
namun nilainya masih belum mencukupi kebutuhan penyediaan obat. Beberapa
Kabupaten/Kota yang tidak menganggarkan dana daerah untuk belanja obat
seperti pada Kabupaten Tanggamus, Lampung Utara, Tulang Bawang, Mesuji,
Tulang Bawang Barat, Bandar Lampung dan Pesisir Barat.
Besarnya anggaran per kapita obat di Provinsi Lampung tidak berbanding lurus
dengan terpenuhinya seluruh jenis obat yang direncanakan oleh Tim Perencana
Obat Terpadu kabupaten / kota, karena ada beberapa jenis obat yang
dibutuhkan di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) tidak tercantum dalam
Daftar Obat Esensial Nasional, Daftar Obat Pelayanan Kesehatan Dasar maupun
di Formularium Nasional ataupun ada beberapa obat yang dipesan namun tidak
tersedia oleh penyedia / gagal lelang . Untuk solusi kebutuhan obat yang
ternyata tidak tersedia melalui e-purchasing bisa dilakukan pengadaan dengan
cara lain sesuai Perpres no.16 tahun 2018.
b. Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin di Puskesmas di Provinsi
Lampung
Sesuai sasaran program kefarmasian dan alat kesehatan yaitu meningkatnya
akses dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan maka salah satu kegiatan
yang dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut adalah peningkatan
ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, sasaran kegiatan ini adalah
tersedianya obat, vaksin dan perbekalan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau di pelayanan kesehatan pemerintah dan salah satu indikator
pencapaian sasaran tersebut adalah Persentase ketersediaan obat dan vaksin
di puskesmas. Indikator tersebut dengan mengumpulkan data ketersediaan obat
dan vaksin tertentu (ada 20 item obat dan vaksin yang dipantau) dan setiap
kabupaten/kota semua puskesmas yang disampling untuk menghitung indikator
ketersediaan obat dan vaksin tersebut.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 35
Target persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas di Provinsi
Lampung sebesar 90% tahun 2019 sedangkan target yang ditetapkan menurut
RENSTRA Kementerian Kesehatan 2015-2019 yaitu 95%. Capaian Persentase
ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas di Provinsi Lampung pada tahun 2019
adalah 96%. Pencapaian ketersediaan obat dan vaksin tahun 2019 sudah diatas
target persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas di Provinsi
Lampung dan target Renstra Nasional namun jika dipantau per bulan ternyata
ketersediaan tersebut terpenuhi pada triwulan terakhir .Hal ini bisa disebabkan
obat pada awal sampai pertengahan masih sisa tahun sebelumnya sedangkan
untuk pengadaan tahun berjalan akan dikirim pada triwulan akhir.
Tabel 8.1 Daftar Obat dan Vaksin yang Dipantau Pada Indikator Ketersediaan Obat dan vaksin di Puskesmas
OBAT INDIKATORNO NAMA OBAT1 Garam Oralit2 Obat Anti Tuberculosis Anak3 Obat Anti Tuberculosis Dewasa4 Glibenklamid5 Magnesium Sulfat injeksi 20%6 Tablet Tambah Darah7 Vaksin BCG8 Vaksin TT9 Amoxicillin 500 mg tab
10 Amoxicillin syrup kering11 Parasetamol 500 mg tab12 Albendazol tab13 Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1% (sebagai HCl)14 Oksitosin Injeksi15 Metilergometrin Maletainj 0,200mg-1ml16 Diazepam Ijeksi 5 mg/ml17 Furosemid tab 40 mg18 Fitomenadion (Vit K) Injeksi19 Kaptopril20 Deksametason tab
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 36
Gambar 8.1 Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Obat dan vaksin Essensial
Se-Provinsi Lampung Tahun 2019
0102030405060708090
100 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 9092 100 100 100 96 100 100 100 98
72
97 93
82
99 10095.2666666666667
Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Obat dan Vaksin Esensial Provinsi Lampung Tahun 2019
Target Capaian
Gambar 8.2 Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Obat dan vaksin Essensial
Tahun 2015 s/d 2019
Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
77 80 83 86 9078 78 85 87 95
PERSENTASE PUSKESMAS DENGAN KETERSEDIAAN OBAT & VAKSIN ESSENSIAL TAHUN 2015 S/D 2019
Target Capaian
c. Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas
Kebijakan penggunaan obat rasional merupakan salah satu upaya untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat. Penggunaan
Obat Rasional merupakan salah satu tujuan dari Kebijakan Obat Nasional
(KONAS). Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan, efektifitas serta
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 37
harga yang terjangkau dari obat yang disediakan dan digunakan di puskesmas,
maupun dalam pengobatan sendiri (swamedikasi/self-medication)
oleh masyarakat. Dalam mendukung pelaksanaan jaminan Kesehatn Nasional
(JKN) yang dimulai pada tanggal 1 januari 2014, pada tahun 2013 telah
ditetapkan Formularium Nasional (FORNAS) melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 328/Menkes/IX/2013 yang merupakan daftar obat terpilih
yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan, sebagai
acuan dalam pelaksanaan JKN, khususnya pelayanan obat di setiap tingkat
pelayanan kesehtan baik primer, sekunder maupun tersier. Dengan adanya
FORNAS ini diharapkan dapat mendorong penggunaan obat rasional sesuai
standar, sehingga pelayanan kesehatan lebih bermutu dengan belanja obat
terkendali (cost effective); mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang efektif
dan efisien kepada masyarakat; serta memudahkan perencanaan dan
penyediaan obat di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan.
Keberhasilan program penggunaan obat rasional di Indonesia diukur dengan
menggunakan indikator Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas. Indikator
penggunaan obat rasional di puskesmas adalah persentase penggunaan
antibiotik pada penatalaksanaan kasus ISPA non-pneumonia, penggunaan
antibiotik pada penatalaksanaan kasus diare non-spesifik, penggunaan injeksi
pada penatalaksanaan kasus myalgia dan rerata jumlah item obat per lembar
resep di puskesmas. Sesuai dengan Indikator Rencana Strategis kementerian
Kesehatan tahun 2015-2019. Pada tahun 2019 target persentase Penggunaan
Obat Rasional (POR) di puskesmas mempunyai target 70 % sedangkan capaian
penggunaan obat rasional di puskesmas di kabupaten/kota se-provinsi Lampung
adalah 91 %. Target dan capaian persentase penggunaan obat rasional di
puskesmas pada tahun 2019 di kabupaten/kota se-provinsi Lampung dapat
dilihat pada gambar 8.3
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 38
Gambar 8.3 Persentase Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tahun 2019
Bandar
Lampung
Metro
Pesawara
n
Pringse
wu
Tangga
mus
Tulan
g Baw
ang
Tulan
g Baw
ang B
arat
Lampung U
tara
Lampung T
imur
Lampung S
elatan
Lampung B
arat
Lampung T
enga
h
Pesisir
Barat
Way Kan
anMesu
ji0
102030405060708090
100
70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 70 7081
9098 97
7870
97 96
77
60
77 7265
87
60
PERSENTASE PENGGUNAN OBAT RASIONAL DI PUSKESMAS KAB/KOTA PROVINSI LAMPUNG-
TAHUN 2019
TARGET CAPAIAN
Gambar 8.4 Persentase Penggunaan Obat Rasional Di Puskesmas Tahun 2015 - 2019
TAHUN 2015 TAHUN 2016 TAHUN 2017 TAHUN 2018 TAHUN 20190
102030405060708090
100
62 64 66 68 7078 80
87 89 91
PERSENTASE PENGGUNAAN OBAT RASIONAL DI PUSKESMAS
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015 S/D 2019
Dari hasil capaian pada gambar diatas terlihat angka dibawah 70 % masih terlihat
di beberapa kabupaten/kota seperti Mesuji, Lampung Selatan dan Pesisir Barat
masih tingginya angka penggunaan antibiotik pada kasus ISPA non penumonia
dan kasus diare non spesifik sedangkan kasus penggunaan injeksi pada diagnosa
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 39
myalgia sudah nol dan rerata resep juga sudah mencapai angka 3 – 4 item per
resep dengan adanya BPJS.
d. Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Yang Melakukan
manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar
Kebijakan Obat Nasional (KONAS) Tahun 2006 menyebutkan bahwa keberadaan
gudang farmasi kabupaten/kota diubah namanya menjadi Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota (IFK). Kebijakan tersebut bersinergi dan mendukung langsung
peningkatan kapasitas institusi pengelola obat kabupaten/kota. Pencapaian
kinerja bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan tahun 2010-
2014 diukur dengan indikator persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
sesuai standar dimana penilaian mencakup unsur Sumber daya Manusia (porsi
40%), Sarana dan Prasarana (porsi 40%), dan Anggaran Operasional (porsi 20%)
yang dioperasionalkan menjadi subkomponen dan pembobotan. Sedangkan di
renstra 2015-2019 dimana sasaran program kefarmasian dan alat kesehatan dan
untuk mendukung kegiatan peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekkes
maka indikator pencapaian sasaran tersebut salah satunya adalah persentase
Instalasi Farmasi Kab/Kota yang melakukan manajemen pengelolaan obat dan
vaksin sesuai standar. Penilaian pengelolaan obat di kabupaten/kota meliputi
komponen :
1. Sumber daya, meliputi :
Struktur Organisasi IFK (PP No.41 tahun 2007 tentang
organisasi perangkat daerah UPTD)
Penanggung jawab IF (Apoteker pengelola IFK)
Jumlah Sumber Daya Manusia
Biaya Operasional
Sarana dan prasarana
2. Pengelolaan Obat
Tujuan : Memelihara mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak
bertanggungjawa, menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan
pencarian dan pengawasan.
Meliputi : Perncanaan, Penerimaan, Penyimpanan, distribusi,
Pencatatan, Supervisi, Pemusnahan dan Pengembangan kompetensi.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 40
Penilaian / skoring terhadap dua aspek diatas meliputi unsur sumer daya (60)
dan Pengelolaan (40). Pengertian IFK yang sesuai standar adalah IFK yang
memenuhi syarat dan memiliki skoring ≥ 70
Bandar
Lampung
Metro
Pesawara
n
Pringse
wu
Tangga
mus
Tulan
g Baw
ang
Tulan
g Baw
ang B
arat
Lampung U
tara
Lampung T
imur
Lampung S
elatan
Lampung B
arat
Lampung T
enga
h
Pesisir
Barat
Way Kan
anMesu
ji
Provin
si0
102030405060708090
100
75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75
76.7 77.4 84.83 91.65 83.03 95.05 87.7891.65
76.8286.4 84.25 77.43 67.881 76.82 78.8
SKORING INSTALASI FARMASI KAB/KOTA YANG MELAKUKAN MANA-JEMEN PENGELOLAAN OBAT & VAKSIN SESUAI STANDAR
TAHUN 2019
TARGET CAPAIAN
Gambar 8.6 Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat Dan Vaksin Sesuai Standar
Tahun 2015 -2019
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 41
Gambar 8.5 Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Yang Melakukan Manajemen Pengelolaan Obat dan Vaksin Sesuai Standar Tahun 2015-2019
TAHUN 2015 TAHUN 2016 TAHUN 2017 TAHUN 2018 TAHUN 20190
20
40
60
80
100
55 60 65 70 7567 73 80 87 93
INSTALASI FARMASI KAB/KOTA SESUAI STANDAR PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015
S/D 2019
TAGRGET CAPAIAN Series3
Dari hasil skoring penilaian dua unsur yaitu Sumber Daya dan Pengelolaan
Obat maka dapat terlihat masih ada kabupaten/kota yang dibawah standar yaitu
Kabupaten Pesisir Barat. Dari Kabupaten tersebut masih kurang dalam aspek
pengelolaan obat ataupun dalam aspek sumber daya seperti kurang nya sarana
pengeloaan obat (rak obat, palet, forklift , troley obat dll) ataupun kurangnya
sumber daya manusia yang berbasis tenaga farmasi ataupun masih kurangnya
fasilitas pendukung seperti di gudang Pesisir Barat yang masih belum ada
listriknya sehingga sangat kurang untuk pengelolaan obat yang sesuai standar.
Berdasarkan evaluasi terhadap kegiatan- kegiatan yang telah dilaksanakan
pada Program Alat Kesehatan dan Makanan , baik yang dana bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2019. Indikator kegiatan yang ada di Program
Alat Kesehatan dan Makanan sbb:
a. Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Memenuhi Syarat CDAKB
Sesuai sasaran program Alat Kesehatan dan Makanan adalah memastikan
alkes yang beredar memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan manfaat.
Sasarannya adalah sarana distribusi alkes ( PAK, Cab. PAK , Apotek, Toko Alkes).
Target Indikator kegiatan ini tahun 2019 adalah sebesar 70 %. Dari 38
sarana Distribusi Alkes yang dilakukan inspeksi didapat data 24 sarana (63,2%)
memenuhi syarat (MS), sebanyak 4 sarana (10,5%) sarana yang tidak memenuhi
syarat (TMS Minor), Sebanyak 10 sarana (26,3%) sarana Tidak Memenuhi Syarat
(TMS Mayor). Capaian tahun 2018 sebesar 63,2 % dimana capaian masih
dibawah target indikator dimana masih ada sarana yang belum ada izin
penyaluran, ,menyalurkan alkes tanpa izin edar, menyalurkan produk alkes
kadaluarsa, menyalurkan produk alkes yang tidak sesuai peruntukannya,
menyalurkan produk invasif secara bebas tanpa menggunakan resep dokter,
membeli produk alkes ilegal, masih ada penyalur alkes yang memiliki bangunan/
tempat yang tidak layak. Hal ini tidak sesuai dengan Permenkes nomor
1191/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Penyalur Alkes dan Permenkes No. 4 Tahun
2010 tentang cara distribusi alkes yang baik.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 42
Diharapkan sarana distribusi alkes dapat mendistribusikan alkes sesuai dengan
permenkes diatas sehingga masyarakat dapat menggunakan alkes yang bermutu,
aman dan bermanfaat.
Gambar 9.1
Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Menerapkan CDAKBTahun 2019 di Provinsi Lampung
Grafik 9.2
Persentase Sarana Distribusi Alkes yang Menerapkan CDAKBTahun 2015 - 2019 di Provinsi Lampung
Dari grafik diatas terlihat dari kabupaten yang di sampling ternyata masih belum
memenuhi target , hal ini menunjukkan bahwa masih banyak sarana Distribusi Alat
Kesehatan (PAK, Cab PAK) yang belum memenuhi syarat Cara Distribusi Alat Kesehatan
yang Baik (CDAKB) seperti diantaranya Ditemukan produk alat kesehatan yang
kadaluarsa, menjual alkes tanpa memeiliki izin edar, sumber pembelian alkes yang tidak
dapat ditelusuri/ tidak jelas.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 43
Sardis alkes yang tidak menerapkan
CDAKB; 40%
Sardis Alkes yang Menerapkan CDAKB; 60%
Gambar 9.2
Trend Persentase Sarana Ditribusi Alkes yang Menerapkan CDAKB di Provinsi Lampung Tahun 2015 – 2019
Trend grafik terlihat bahwa persentase sarana distribusi alkes yang menerapkan Cara
Distribusi Alkes yang Baik ( CDAKB ) 5 Tahun terkahir terlihat di tahun 2015 dan 2019
menunjukkan nilai yang fluktuatif naum memang masih di bawah standar. Dari hasil ini
dapat diamati bahwa adanya kesadaran pemilik sarana / penanggung jawab sarana
dapat mendistribusikan Alat Kesehatan melalui Cara Distribusi Alkes yang Baik
diharapkan meningkat dan nantinya alkes yang beredar akan bermutu, aman, dan
bermanfaat sehingga masyarakat akan sangat diuntungkan dalam hal pemakaian alkes.
b. Persentase Produk Alkes dan PKRT beredar yang Memenuhi Syarat Keamanan,
Mutu, dan Manfaat
Jaminan mutu (quality) dan jaminan keselamatan (safety) merupakan suatu
persyaratan yang sangat mendasar untuk dipenuhi agar suatu produk dapat bersaing
dengan produk dari luar dan aman oleh masyarakat pengguna.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 44
2015 2016 2017 2018 20190
1020304050607080
58
69
40
62 60.4
RealisasiTarget
Gambar 9.3
Trend Persentase Produk Alkes yang Memenuhi Syarat Keamanan, Mutu dan Manfaat di Provinsi Lampung Tahun 2016 – 2019
2016 2017 2018 20190
20
40
60
80
100
120
100
75 78
88
RealisasiTarget
Target Indikator Renstra ini merupakan salah satu bentuk pengamanan alkes dan PKRT
yang beredar di masyarakat yaitu Persentase Produk
Alkes dan PKRT yang memenuhi syarat keamanan, mutu dan manfaat.
Tahun 2019 target indikator 70 % dengan capaian88 % alkes dan PKRT yang beredar
memenuhi syarat keamanan, mutu dan manfaat.
Tahun 2017 capaian indikator 75 % tahun 2016 capaian indikator 100%, dan ternyata
terjadi penurunan capaian setiap tahun dan artinya perlu peningkatan pembinaan dan
pengawasan terhadap produsen dan distributor alat kesehatan dan PKRT agar lebih
selektif dalam memproduksi dan mendistribusikn produk alkes dan PKRT serta selalu
memperhatikan kaidah CPAKB dan CDAKB.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 45
IX. HAMBATAN/MASALAH
Hambatan/masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan program obat dan
perbekalan kesehatan di Provinsi Lampung tahun 2019 adalah :
1. Hambatan Sumber Daya Manusia
Latar belakang petugas pengelola program obat dan perbekalan
kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang berbeda
menyebabkan kesulitan dalam penyamaan persepsi tentang definisi
operasional suatu kegiatan. Hal ini menyebabkan hambatan
pengumpulan data program dari kabupaten / kota ke Provinsi Lampung.
Bahkan persepsi yang tidak sama ini juga dapat berpengaruh pada
validitas data yang didapatkan.
Masalah tenaga farmasi yang jumlahnya kurang memadai di sarana
pelayanan kesehatan dasar juga merupakan masalah utama di puskesmas
yang berada di kabupaten / kota. Beban kerja tenaga farmasi yang ada
pada jam operasional sudah cukup banyak, sehingga untuk melakukan
kompilasi data-data yang dibutuhkan tidak memungkinkan serta untuk
melaksanakan tugas lain selain pengelolaan logistik obat seperti untuk
pelaksanaan pemberian infomrasi obat dan konseling obat juga tidak
dimungkinkan dengan jumlah tenaga farmasi yang terbatas.
Mutasi petugas pengelola program obat dan perbekalan kesehatan di
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota menyebabkan terputusnya alur
informasi dan data tentang program itu sendiri sehingga menyulitkan
pengumpulan data di tingkat Provinsi.
2. Hambatan Dana
Dana yang ada baik yang bersumber dari APBD maupun APBN belum bisa
meng’cover’ seluruh kegiatan yang ada pada program obat dan
perbekalan kesehatan. Banyak kegiatan yang memiliki indikator pada
RENSTRA Kementerian Kesehatan RI Tahun 2015-2019 yang belum bisa
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 46
dilaksanakan karena keterbatasan dana, contohnya adalah Program
Pembinaan Pelayanan Kefarmasian, seperti Penggunaan Obat Rasional
dan Pharmaceutical Care pada Sarana Farmasi Komunitas dan Klinik,
Program pemerdayaan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan
tentang Obat pada masyarakat.
3. Hambatan dalam Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu alat kontrol kegiatan
suatu sarana distribusi pemerintah maupun non pemerintah yang sangat
penting. Beberapa sarana yang diwajibkan dalam pelaporan adalah
Ketersediaan obat dan mutasi obat yang dilakukan oleh Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota yang sudah diakomodir oleh pihak
kemenkes RI melalui aplikasi e-logistic obat namun sampai saat ini
belum bisa maksimal terlaksana karena keterbatasan Sumber Daya
Manusia pengelola data di tingkat kabupaten/kota.
Kompilasi Peresepan Penggunaan Obat Rasional dan Pelaporan
Penggunaan Obat Generik di Fasyankes yang merupakan laporan
yang berasal dari Puskesmas/RSUD dan kemudian di kompilasi oleh
kabupaten/kota per tri wulan, sulit sekali untuk dilaksanakan karena
minimnya jumlah dan kemampuan (pemahaman) Sumber Daya
Manusia petugas pengelola laporan ini.
Dinamika Obat yang seharusnya dilaporkan oleh PBF cabang dan
pusat ke Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan RI
secara elektronik belum sepenuhnya dilaksanakan oleh sarana
distribusi obat karena petugas administrasi PBF banyak yang belum
paham dalam pengoperasian software (e-report PBF).
Sistem Pelaporan Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika dan
Psikotropika Nasional (SIPNAP) merupakan sistem pelaporan
narkotika dan psikotropika terpusat dalam bentuk electronic report
sulit untuk dilakukan karena data penyaluran narkotika dan
psikotropika yang berasal dari sarana distribusi seperti apotek, rumah
sakit dan PBF belum dikirimkan secara rutin.
4. Hambatan dalam pengadaan obat dan vaksin
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 47
Proses pengadaan obat dan vaksin yang sebelumnya melalui penunjukan
langsung sejak Maret Tahun 2013 harus memalui e-purchasing
berdasarkan e-katalog sesuai Permenkes Nomor 48 Tahun 2013. Sejalan
dengan berjalannya waktu dengan sistem e-catalog obat dan alkes yang
diharapkan bisa mmepermudah proses pengadan obat dan alkes serta
lebih aman dilakukan maka muncul berbagai kendala dilapangan seperti :
1. Kuota Obat di PBF yang terbatas sehingga Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota banyak yang tidak mendapatkan stok obat yang
dibutuhkan.
2. Seiring dengan diberlakukannya BPJS yang menyediakan dana kapitasi
bagi sarana pelayanan kesehatan primer termasuk didalamnya adalah
kapitasi untuk pembelian obat ternyata masih banyak kabupaten/kota
yang belum memanfaatkan dana kapitasi tersebut secara maksimal
karena keraguan proses pengadaan menggunakan dana kapitasi
tersebut yang belum memiliki juknis/juklak secara jelas dari
kementerian kesehatan.
5. Hambatan dalam pembinaan dan pengawasan sarana produksi, distribusi
farmasi dan alat kesehatan karena luasnya wilayah dan terbatasnya
sumber daya manusia serta anggaran yang digunakan serta komunikasi
lintas sektor.
6. Terbatasnya SDM yang menangani program pembinaan, pengawasan dan
pengendalian makanan minuman baik di Dinkes Provinsi maupun di
Dinkes Kabupaten/Kota.
7. Tidak adanya keseragaman program dan target yang harus dicapai oleh
Dinas Kesehatan Provinsi dengan program dan target yang harus dicapai
Dinas Kesehatan Kab/Kota sebagai perpanjangan tangan Provinsi
8. Masih kurangnya advokasi ke eksekutif tentang pentingnya pengamanan
alkes dan keamanan pangan.
9. Belum optimalnya pelaksanaan fungsi pengawasan pada post market
surveillance terhadap produk alat kesehatan dan PKRT dan terhadap
sarana distribusi alkes.
10. Masih kurangnya petugas penyuluh dan petugas pengawas keamanan
pangan dan pengamanan alkes.
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 48
X. RENCANA TINDAK LANJUT
Rencana tindak lanjut berdasarkan permasalahan yang ada pada pelaksanaan
program obat dan perbekalan kesehatan tahun 2019, adalah sebagai berikut :
1. Advokasi kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota bekerjasama dengan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk menambah formasi tenaga
kefarmasian terutama apoteker / tenaga teknis kefarmasian dan juga
pemerataan sebarannya ke seluruh puskesmas di seluruh kabupaten / kota
terlebih karena kebutuhan Apoteker di Puskesmas menjadi salah satu syarat
untuk penilaian akreditasi Puskesmas.
2. Meningkatkan pembinaan kepada sarana distribusi farmasi (PBF dan apotek)
se-Provinsi Lampung berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota agar sarana distribusi farmasi melakukan distribusi obat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan secara rutin mengirimkan
laporan kegiatan distribusinya ke Dinas Kabupaten/Kota dan Provinsi.
3. Melaksanakan pembinaan yang rutin kepada petugas pengelola obat Dinas
Kesehatan/ Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota dalam hal pengelolaan obat
yang baik dan pelaporan rutin IFK dan pelaporan penggunaan obat
narkotika, psikotropika dan generik di sarana distribusi obat yang berada di
wilayah kerjanya.
4. Melakukan pembinaan kepada Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota terkait
pelaksanaan One Gate Policy pengelolaan obat dan vaksin yang telah
disosialisasikan oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alkes.
5. Melakukan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terkait
Implementasi Peraturan menteri Kesehatan No.31 Tahun 2016 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan No.889 Tahun 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Implementasi
Permenkes No. 31 ini terkait pemberian izin praktek farmasis serta petunjuk
pelaksanaannnya yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan
No. HK.02.02-Menkes-24-2017.
6. Memberikan motivasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota khususnya
Tim Pengelola Obat Terpadu agar dapat melakukan advokasi kepada
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 49
pemerintah daerahnya untuk meningkatkan alokasi anggaran pengadaan
obat sehingga dapat memenuhi kebutuhan obat di kabupaten / kotanya
masing-masing.
7. Meningkatkan koordinasi dengan Tim Pengelola Obat Terpadu di
Kabupaten / Kota sehingga obat yang direncanakan untuk diadakan efektif
dan efisien. Sehingga besarnya angka yang tercantum pada Rencana
Kebutuhan Obat (RKO) dari masing-masing kabupaten/kota bisa
mencerminkan kebutuhan sesungguhnya dan pihak parikan dapat
menyediakan obat sesaui kuota yang dibutuhkan.
8. Aktif melakukan promosi penggunaan obat rasional bekerjasama dengan
lintas sektor dan stake holder terkait terutama mensukseskan program
Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat.
9. Melakukan pembinaan terkait peredaran alat kesehatan dan PKRT yang
terstandar di wilayah Provinsi Lampung .
10. Melakukan pembinaan terkait peredaran kosmetika dan obat tradisonal
yang aman dikonsumsi oleh masyarakat berkerjasama dengan lintas sektor
terkait.
11. Meningkatkan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kab/Kota sebagai institusi
yang terlibat langsung untuk lebih meningkatkan pengawasan, pembinaan
dan pengendalian ke sarana produksi dan Distribusi alkes dan PKRT di
Kabupaten /Kota, dan ke sarana distribusi alkes ( apotek ,toko alkes, PAK ).
XI. PENUTUP
Demikian laporan Evaluasi Program Obat dan Perbekalan Kesehatan Tahun
2019 yang dilaksanakan oleh Seksi Pelayanan Kefarmasian, Bidang Pelayanan
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 50
Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. Semoga dapat memberikan
kontribusi yang cukup berarti bagi kemajuan bidang kesehatan di Provinsi
Lampung dan sebagai acuan untuk pelaksanaan Program Obat dan
Perbekalan Kesehatan dan Program Alat Kesehatan, Makanan dan Minuman
di tahun selanjutnya.
Bandar Lampung, Januari 2020
Kepala Seksi Pelayanan Kefarmasian,
Darman Zayadan, SKM.,MKMNIP. 19680101 199203 1 012
Laporan Kinerja Seksi Pelayanan Kefarmasian 2019 51