gilig.files.wordpress.com  · web viewalhamdulillah, masjid as-salam hiroshima ini dibeli dari...

4
KETIKA SHOLAT TIDAK SEMUDAH DI SINI Alhamdulillah, saya mendapat tantangan untuk mencoba belajar di Jepang untuk yang ke-2 kalinya setelah 5 tahun lalu di Kobe. Tiba di Hiroshima pada musim gugur ternyata tidak sehangat yang diharapkan. Perhitungan saya mengira semakin ke selatan akan semakin hangat, namun rupanya Universitas Hiroshima terletak di daerah pinggir kota dan dikelilingi oleh hutan dan bukit-bukit. Semacam Antirogo atau Jelbuk. Suhu yang hangat hanya berlangsung 2 minggu saja, setelah itu perlahan-lahan mulai jatuh di bawah 10 derajat. Di malam hari, suhu seperti kulkas terbuka 6 derajat, dan kalau dini hari…. Lantai kamar saja terasa seperti es. Itu sebabnya rumah Jepang menggunakan lantai kayu, atau paling tidak sintetis. Masalah Malam pertama yang dibingungkan jelas adalah makanan, sebab selain sulit mencari yang halal, sulit juga yang betah di lidah. Paling tidak semua pendatang merasa beruntung berbekal mi instan dan abon, strategi dasar pertahanan hidup, bab satu. Yang menjadi masalah kedua adalah selimut. Tidak terbayang kalau itu akan jadi masalah. Tetangga kamar yang berasal dari Cina sampai tidak tega kalau harus mendengar kabar duka besok harinya hanya karena beku kedinginan, sehingga dia meminjami futon, selimut tebal. Kiblat Urusan administratif dan tetek bengek sudah selesai, akhirnya tiba saatnya sholat. Eh, atau malah sudah lewat waktunya kah? Waktu di Jepang 2 jam lebih awal dari Indonesia. Belum lagi fenomena bahwa di musim dingin siang hari berjalan pendek, lumayan menguntungkan bagi 1 Futon (bukan foto di kamar

Upload: duonghuong

Post on 18-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KETIKA SHOLAT TIDAK SEMUDAH DI SINI

Alhamdulillah, saya mendapat tantangan untuk mencoba belajar di Jepang untuk yang ke-2 kalinya setelah 5 tahun lalu di Kobe. Tiba di Hiroshima pada musim gugur ternyata tidak sehangat yang diharapkan. Perhitungan saya mengira semakin ke selatan akan semakin hangat, namun rupanya Universitas Hiroshima terletak di daerah pinggir kota dan dikelilingi oleh hutan dan bukit-bukit. Semacam Antirogo atau Jelbuk.

Suhu yang hangat hanya berlangsung 2 minggu saja, setelah itu perlahan-lahan mulai jatuh di bawah 10 derajat. Di malam hari, suhu seperti kulkas terbuka 6 derajat, dan kalau dini hari. Lantai kamar saja terasa seperti es. Itu sebabnya rumah Jepang menggunakan lantai kayu, atau paling tidak sintetis.

Masalah

Malam pertama yang dibingungkan jelas adalah makanan, sebab selain sulit mencari yang halal, sulit juga yang betah di lidah. Paling tidak semua pendatang merasa beruntung berbekal mi instan dan abon, strategi dasar pertahanan hidup, bab satu. Yang menjadi masalah kedua adalah selimut. Tidak terbayang kalau itu akan jadi masalah. Tetangga kamar yang berasal dari Cina sampai tidak tega kalau harus mendengar kabar duka besok harinya hanya karena beku kedinginan, sehingga dia meminjami futon, selimut tebal.

Kiblat

1 Futon (bukan foto di kamar saya)

Urusan administratif dan tetek bengek sudah selesai, akhirnya tiba saatnya sholat. Eh, atau malah sudah lewat waktunya kah? Waktu di Jepang 2 jam lebih awal dari Indonesia. Belum lagi fenomena bahwa di musim dingin siang hari berjalan pendek, lumayan menguntungkan bagi yang mau berpuasa sunnah. Subuhnya jam 5 Maghribnya jam 5.20 WJB (Waktu Jepang Bo!).

Menyesuaikan diri dengan jadwal baru agak butuh waktu karena masih terbiasa bangun pagi, saya berangkat ke kampus jam 7 dan berbengong ria selama 2 jam di pagi hari, karena siklus bekerja disini dimulai jam 9 dan pulang jam 3 sampai jam 5. Rata-rata orang bangun jam 7 siang.

Masjid adalah sebuah anugerah, yang sengaja saya cari sebelum memutuskan memilih Hiroshima. Tidak semua kota memiliki masjid, dan ketika saya dulu di Hyogo, untuk bisa Jumatan harus naik bis selama 2 jam dan tarifnya 2500 yen (Kursnya 1 yen = sekitar Rp 112) sekali jalan. Di Kobe, terdapat masjid tertua di Jepang, dimana orang rela berjauh-jauh dari Osaka untuk sekedar Jumatan karena di kota mereka juga tidak ada. Alhamdulillah, masjid As-Salam Hiroshima ini dibeli dari sebuah apartemen yang dananya digalang salah satunya oleh teman-teman Indonesia, dengan menyebar ke masjid di berbagai penjuru Jepang.

Berapa? 4000 Man En atau 4.000.0000, Saya tidak salah tulis, satuan Man artinya puluh ribu. Jadi 1 Man sama dengan 10000. Sebentar kalau dijumlah berarti 4000 man dikali 112 adalah Rp 4.480.000.000? Silakan, tidak apa-apa, saya beri waktu sebentar untuk membelalak dan menghela nafas. (Tapi kayaknya di Indonesia banyak yang lebih fantastis dari angka itu ya?)

2 Brosur Penggalangan Dana

Di bawah ini adalah foto masjid.

3 Tidak seperti masjid ya?

Berhubung masjidnya 4 km dari kampus, pasti adzannya nggak terdengar. Jangan begitu, dari luar bangunan saja tidak terdengar apa-apa. Jadi beruntung bagi yang punya HP smartphone, mereka bisa menginstall aplikasi adzan dan segera sholat, juga ada aplikasi arah kiblat atau sedikitnya kompas untuk menentukan arah. Bagi saya yang jam tangan saja tidak punya, mencoba mengamati matahari sebagai patokan. Sekalinya bisa ngakses internet, langsung pakai google earth untuk mencari arah kiblat di tiap titik. Misalnya, di sini, di basement fakultas pendidikan, kami memasang mushola untuk sholat Dhuhur atau Ashar.

4 Sholat di basemen

Sedangkan waktu lainnya, harus berani sholat dimana pun berada. Jadi harus sedia sajadah di dalam tas dan memberanikan diri karena seringkali rasa malu kepada manusia membuat kita tidak bisa melakukan sholat karena Allah.

Sholat di taman bermain

Sholat subuh di masjid

Berjamaah subuh adalah hal yang langka, namun tidak boleh terlewatkan. Beberapa teman berkomitmen untuk istiqomah sholat Subuh berjamaah, padahal dinginnya luar biasa. Beruntunglah masjid membeli mobil yang bisa dipakai untuk antar-jemput jamaah. (Lihat di gambar, imam sholat, sekaligus sopir mobil, sekaligus koordinator harian, harus berjaket tebal saat sholat. Semoga Allah memberokahinya)

Demikian secuplik cerita ini untuk membangkitkan semangat menegakkan perintah Allah di bumi manapun yang kalian pijak!

Oleh: Gilig Pradhana (Alumni LDK)