laporan kimia lingkungan ii (standarisasi larutan)

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat, bukannya antara dua zat murni. Suatu bentuk yang paling lazim dari campuran adalah larutan. Di alam sebagian besar reaksi berlangsung dalam larutan air. Sebagai contoh, cairan tubuh baik tumbuhan maupun hewan, merupakan larutan dari berbagai jenis zat. Dalam tanah pun reaksi pada umumnya berlangsung dalam lapisan tipis larutan yang diadsorpsi pada padatan. Reaksi penetralan asam–basa dapat digunakan untuk menentukan kadar (konsentrasi) berbagai jenis larutan, khususnya yang terkait dengan reaksi asam–basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya. Demikian pula sebaliknya, kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dari larutan sekunder dengan menggunakan larutan primer melalui teknik titrasi. Beberapa jenis titrasi adalah titrasi asam–basa dan titrasi redoks. Konsep

Upload: aufar-zaim

Post on 16-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

laporan untuk standarisasi larutan kimia lingkungan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat, bukannya antara dua zat

murni. Suatu bentuk yang paling lazim dari campuran adalah larutan. Di alam sebagian

besar reaksi berlangsung dalam larutan air. Sebagai contoh, cairan tubuh baik tumbuhan

maupun hewan, merupakan larutan dari berbagai jenis zat. Dalam tanah pun reaksi pada

umumnya berlangsung dalam lapisan tipis larutan yang diadsorpsi pada padatan.

Reaksi penetralan asam–basa dapat digunakan untuk menentukan kadar (konsentrasi)

berbagai jenis larutan, khususnya yang terkait dengan reaksi asam–basa. Kadar larutan

asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya.

Demikian pula sebaliknya, kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan

asam yang diketahui kadarnya.

Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dari larutan

sekunder dengan menggunakan larutan primer melalui teknik titrasi. Beberapa jenis

titrasi adalah titrasi asam–basa dan titrasi redoks. Konsep keseimbangan sangat penting

dalam proses standarisasi larutan.

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui perbedaan larutan standar primer dan larutan standar sekunder.

2. Mempelajari cara standarisasi larutan dengan konsentrasi tertentu.

3. Mengetahui reaksi kimia dan proses titrasi.

Page 2: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Titrasi

Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik ialah titrasi, yaitu

penambahan secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang

konsentrasinya diketahui, kepada kedua larutan yang mengandung zat B yang

konsentrasinya tidak diketahui, yang mengakibatkan reaksi antara keduanya secara

kuantitatif. Selesainya reaksi, yaitu pada titik akhir, ditandai dengan semacam

perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang bereaksi (Day, 1983).

Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan

menambahkan zat yang disebut indikator, yang mengubah warna pada titik akhir. Pada

titik akhir, jumlah zat kimia A yang telah ditambahkan secara unik berkaitan dengan

bahan kimia B yang tidak diketahui yang semula ada, berdasarkan persamaan reaksi

titrasi (Oxtoby, 2001).

Titrasi memungkinkan kimiawan menetukan jumlah zat yang ada dalam sampel. Dua

penerapan titrasi yang paling lazim melibatkan reaksi netralisasi asam–basa dan reaksi

oksidasi–reduksi (redoks) (Day, 1983).

2.2 Titrasi Asam Basa

Dalam kebanyakan reaksi asam–basa, tidak ada perubahan warna yang tajam pada titik

akhirnya. Dalam hal ini, perlu ditambahkan sedikit indikator, yaitu zat warna yang

berubah warna bila reaksi selesai (Oxtoby, 2001).

Fenolftalein merupakan salah satu indikator yang mengubah warna menjadi merah

muda bila larutan berubah dari asam ke basa. Konsentrasi asam asetat dalam larutan

berair dapat ditentukan dengan menambahkan beberapa tetes larutan fenolftalein dan

Page 3: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

menitrasinya dengan larutan natrium hidroksida yang konsentrasinya diketahui secara

cermat. Jika warna merah muda tampak permanen, cerat buret ditutup.

Pada titik ini, reaksinya adalah :

CH3COOH (aq) + OH- (aq) CH3COO-

(aq) + H2O (l)

(Oxtoby, 2001)

2.3 Titrasi Redoks

Titrasi redoks memiliki keuntungan khusus karena tajamnya spesies berwarna pada

titik akhir titrasi. Misalnya, MnO4- berwarna ungu tua, sedangkan Mn2+ tidak berwarna.

Jadi, bila MnO4- ditambahkan pada Fe2+ dengan sedikit berlebih, maka warna larutan

berubah menjadi ungu secara permanen (Norman H Nachtrieb, 2001).

Titrasi dimulai dengan membuka cerat buret dan membiarkan sedikit volume larutan

permanganat mengalir ke dalam labu yang mengandung larutan Fe2+. Timbullah

secercah warna ungu larutan yang cepat memudar sewaktu ion permanganat bereaksi

dengan ion Fe2+ menghasilkan produk hampir tak berwarna Mn2+ dan Fe3+ (Day, 1983).

Volume larutan permanganat ditambahkan sedikit demi sedikit sampai Fe2+ hampir

semua terkonversi menjadi Fe3+. Pada tahap ini, penambahan setetes saja KMnO4 akan

memberikan warna ungu pucat pada campuran reaksi dan menandakan selesainya

reaksi. Volume titran larutan KMnO4 dihitung dari selisih pembacaan awal pada

meniskus larutan dalam buret dengan pembacaan volume akhir (Day, 1983).

Titrasi langsung ini merupakan dasar dalam prosedur analitis yang lebih rumit. Banyak

prosedur analitis yang tidak langsung dan melibatkan reaksi awal tambahan, sebelum

titrasi sampel dilakukan. Misalnya, garam kalsium yang larut tidak akan mengambil

bagian dalam reaksi redoks dengan kalium permanganat (Day, 1983).

3

Page 4: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

2.4 Indikator

Seorang analisis mengambil faedah dari perubahan besar dalam pH yang terjadi dalam

titrasi agar dapat menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam

dan basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya menunjukkan

warna yang berbeda. Molekul-molekul demikian dapat digunakan untuk menentukan

kapan cukup titran telah ditambahkan dan disebut indikator visual. Suatu contoh yang

sederhana yaitu para – nitrofenol yang merupakan suatu asam lemah dan berdisosiasi

(Norman H Nachtrieb, 2001).

Bentuk tak berdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi anionnya, yang mempunyai sistem

ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua yang berganti–ganti (suatu sistem

tergonjugasikan), berwarna kuning. Molekul-molekul atau ion-ion yang mempunyai

sistem tergonjugasikan, menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang lebih

panjang dibanding dengan molekul-molekul sebanding tetapi yang tanpa sistem

tergonjugasikan. Cahaya yang diserap sering ada pada bagian spektrum yang tampak

dan dengan demikian molekul atau ionnya berwarna (Day, 1983).

Indikator terkenal fenolftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula

berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian dengan kehilangan

hidrogen kedua, menjadi ion dengan sistem tergonjugasikan, maka dihasilkanlah warna

merah. Metil jingga, indikator lain yang secara luas digunakan, merupakan suatu basa

dan berwarna kuning dalam bentuk molekular. Penambahan ion hidrogen menghasilkan

suatu kation yang berwarna merah muda (Norman H Nachtrieb, 2001).

Ada sedikitnya dua sumber kesalahan dalam penentuan titik akhir suatu titrasi dengan

menggunakan indikator visual. Satu terjadi apabila indikator yang digunakan tidak

berubah warna pada pH yang sesuai. Ini merupakan kesalahan tetap dan dapat

dibetulkan dengan penentuan suatu blangkot indikator. Ini hanyalah volum asam atau

basa yang diperlukan untuk merubah pH dari pH pada titik ekivalen ke pH pada saat

indikator berubah warna. Blangko indikator biasanya ditentukan secara eksperimental

(Day, 1983).

Page 5: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

Kesalahan kedua dalam keadaan asam yang sangat lemah (atau basa) dengan kelandaian

kurva titrasi tidak yang besar dan dengan demikian perubahan warna pada titik ekivalen

tidak tajam. Bahkan kalau indikator yang sesuai digunakan, suatu kesalahan tak tetap

terjadi dan tercermin dalam tiadanya ketepatan dalam memutuskan dengan tepat bila

perubahan warna terjadi. Penggunaan solven bukan air mungkin memperbaiki

ketajaman titik akhir pada keadaan-keadaan demikian (Day, 1983).

Agar mempertajam perubahan warna yang ditunjukkan oleh beberapa indikator,

campuran dari dua indikator atau dari suatu indikator dari suatu indikator dan suatu zat

warna indiferon, kadang-kadang digunakan “metil jingga yang diubah” yang terkenal

bagi titrasi karbonat merupakan campuran metil jingga dan zat warna ksilen sianole FF.

Pewarna ini menyerap beberapa dari panjang gelombang dari cahaya yang dipancarkan

oleh kedua bentuk berwarna, sehingga mengurangi ketumpang tindihan kedua warna.

Pada pH yang pertengahan, metil jingga menerima sebuah warna yang hampir

komplementer terhadap zat warna ksilen sianole FF dan larutannya tampak abu-abu.

Perubahan warna ini lebih mudah dideteksi dari pada perubahan yang berangsur-angsur

dari metil jingga dari kuning menjadi merah melalui beberapa corak jingga. Banyak

campuran dari dua indikator telah dianjurkan untuk perubahan warna yang akan

diperbaiki (Polling dan Harsono, 1992).

2.5 Larutan Standar

Dalam pratikum di laboratorium adalah biasa untuk membuat larutan-larutan suatu

asam dan suatu basa dengan konsentrasi yang berdekatan dengan yang dikehendaki dan

kemudian melakukan standarisasi larutan-larutan tersebut terhadap satu standar primer.

Adalah mungkin untuk membuat suatu larutan standar asam klorida dengan menimbang

langsung sebagian HCl yang bertitik didih tetap dengan densitas yang diketahui, yang

diikuti oleh pengenceran di dalam suatu botol pengukur. Akan tetapi larutan asam ini

lebih sering distandarisasi dengan cara biasa terhadap suatu standar primer (Polling dan

Harsono, 1992).

5

Page 6: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

Reaksi antara zat yang dipilih sebagai standar primer dan asam atau basa jelas harus

memenuhi persyaratan bagi analisa titrimetrik. Tambahan pula standar primer harus

mempunyai sifat – sifat berikut :

1. Harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian yang

diketahui.

2. Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh demikian higroskopik sehingga

menarik air sewaktu ditimbang.

3. Standar primer sepatutnya mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk dapat

mengurangi akibat kesalahan dalam penimbangannya.

4. Asam atau basanya, sebiknya yang kuat yaitu terdisosiasi tinggi.

5. Larut dalam pelarut yang diinginkan, misalnya dalam air.

6. Bersifat stabil (tidak mudah terurai atau berubah menjadi zat lain).

7. Sebaiknya relatif murah, tidak beracun dan aman bagi lingkungan.

Dalam titrasi asam basa, zat yang digunakan sebagi larutan standar adalah kalium

hidrogenptalat. Zat ini adalah suatu asam bervalensi satu (Polling dan Harsono, 1992).

Pada setiap kasus, kesetimbangan reaksi kimia akan terganggu dan berubah dengan

adanya pengaruh beberapa faktor dari luar sistem reaksi. Suatu contoh sederhana,

larutan gula yang jenuh , jika ditambahkan lagi gula maka dengan pengadukan yang

lamapun tidak akan melarut, kecuali jika terjadi transfer energi. Namun kristal gula

(dalam larutan jenuhnya) akan segera larut jika sistem larutan dinaikkan suhunya –

sistem pelarutan seperti ini akan menghasilkan larutan lewat jenuh/super jenuh setelah

didinginkan kembali.

Page 7: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1.1 Perlakuan dan Pengamatan

No Perlakuan Pengamatan

Pembuatan Larutan Standar H2C2O4

1.Digunakan sarung tangan dan masker Tangan steril dan tidak

terkontaminasi dengan bahan kimia

2.Disiapkan aluminium foil berbentuk

kotak (wadah)

Sebagai wadah H2C2O4

3. Disiapkan H2C2O4 H2C2O4 titrat

4.

Diletakkan H2C2O4 ke dalam

alumunium foil dan ditimbang 3,015

gr

Ditimbang dengan akurat

menggunakan neraca analitik

5.Dipindahkan ke labu takar dan

dicampur dengan 50ml akuades

Larutan tercampur dengan

homogeny

6. Dihomogenkan larutan Larutan sampel tercampur merata

Standarisasi Larutan NaOH dengan larutan standar H2C2O4

1.Dipindahkan larutan H2C2O4 10ml ke

dalam gelas ukur

Larutan H2C2O4 digunakan sebagai

titrat

2.Ditetes 2 tetes indikator pp dengan

pipet tetes

Ditambahkan pp sebagai indikator

3.

Diletakkan gelas ukur dibawah buret

dan dihomogenkan sambil ditetes

NaOH

Diletakkan gelas ukur untuk proses

titrasi dengan NaOH sebagai titran

4.Dihomogenkan sampai berwarna

merah muda

Warna merah muda sebagai

perubahan larutan menjadi basa

5. Dihitung volume pada buret Dapat mengetahui konsentrasi

7

Page 8: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

larutan NaOH

Standarisasi Larutan HCl dengan larutan standar NaOH

1.Diambil 10ml HCl dipindahkan ke

gelas ukur

Larutan HCl digunakan sebagai

titrat

2.Ditetes 2 tetes indikator pp dengan

pipet tetes

Ditambahkan pp sebagai indikator

3.

Diletakkan gelas ukur dibawah buret

dan dihomogenkan sambil ditetes

NaOH

Diletakkan gelas ukur untuk proses

titrasi dengan NaOH sebagai titran

4.Dihomogenkan sampai berwarna

merah muda

Warna merah muda sebagai

perubahan larutan menjadi basa

5. Dihitung volume pada buretDapat mengetahui konsentrasi

larutan HCl

Tabel 4.1.2 Pembuatan Larutan H2C2O4

No g H2C2O4 ml larutan Konsentrasi (N)

1. 0,315 gr 50 ml 0,1 N

Tabel 4.1.3 Standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4

No Volume H2C2O4 (ml) Volume NaOH (ml) Konsentrasi NaOH (N)

1. 10ml 10ml 0,1 N

Tabel 4.1.4 Standarisasi larutan HCl dengan larutan NaOH

No Volume HCl (ml) Volume NaOH (ml) Konsentrasi HCl (N)

1. 10ml 14ml 0,14 N

4.2 Perhitungan

4.2.1 Pembuatan Larutan Standar H2C2O4

Diketahui : Ar = H = 1

Page 9: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

C = 12

O = 16

eV H2C2O4 = 2

M H2C2O4 = 0,1 N

V H2C2O4 = 50 ml = 0,05 L

Ditanya : gr H2C2O4 …..?

Jawab :

Mr = H2C2O4 2H2O

= (1×2) + (12×2) + (4×16) + (2(2 + 16))

= 2 + 24 + 64 + 36

= 126

BM = Mr eV

= 126 2

= 63

gr = M × BM × V

= 0,1 N × 63 × 0,05 L

= 0,315 gr

4.2.2 Standarisasi larutan NaOH dengan larutan standar H2C2O4

Diketahui : V1 = V NaOH = 10 ml

V2 = V H2C2O4 = 10 ml

N2 = N H2C2O4 = 0,1 N

Ditanya : N1 HCl …..?

Jawab :

V1 . N1 = V2 . N2

10 ml . N1 = 10 ml . 0,1 N

N1 = 0,1 N

Jadi konsentrasi NaOH adalah 0,1 N

9

Page 10: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

4.2.3 Standarisasi larutan HCl dengan larutan Standar NaOH

Diketahui: V1 = V HCl = 10 ml

V2 = V NaOH = 6,7 ml

N2 = N NaOH = 0,1 N

Ditanya: N1 ……?

Jawab:

V1 . N1 = V2 . N2

10 ml . N1 = 6,7 ml . 0,1 N

N1 = 0,15 N

Jadi konsentrasi HCl adalah 0,15 N

4.3 Reaksi Kimia

4.3.1 Reaksi kimia H2C2O4 dan NaOH

H2C2O4 + 2NaOH NaC2O4 + 2H2O

4.3.2 Reaksi kimia HCl dan NaOH

HCl + NaOH NaCl + H2O

4.4 Pembahasan

Prinsip percobaan tersebut didasarkan pada penentuan konsentrasi suatu zat yang telah

diketahui konsentrasinya untuk tepat bereaksi secara sempurna dengan larutan cuplikan.

Indikator asam-basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah kecil

ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai dengan

kondisi pH larutan tersebut. Pada temperatur 25 °C, nilai pH untuk larutan netral adalah

7,0. Di bawah nilai tersebut larutan dikatakan asam, dan di atas nilai tersebut larutan

Page 11: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

dikatakan basa. Di bawah ini tabel indikator pada rentang pH dan perubahan warna

yang terjadi.

Tabel 4.4.1 Indikator pada rentang pH dan perubahan warna

Indikator Rentang

pH

Kuantitas penggunaan

per 10 ml

Asam Basa

Timol biru 8,0-9,6 1-5 tetes 0,1% larutan kuning Biru

Fenolftalein (pp) 8,0-10,0 1-5 tetes 0,1% larutan

dlm 70% alcohol

tak

berwarna

Merah

α-Naftolbenzein 9,0-11,0 1-5 tetes 0,1% larutan

dlm 90% alcohol

kuning Biru

Timolftalein 9,4-10,6 1 tetes 0,1% larutan dlm

90% alcohol

tak

berwarna

Biru

Nile biru 10,1-11,1 1 tetes 0,1% larutan Biru Merah

Alizarin kuning 10,0-12,0 1 tetes 0,1% larutan Kuning Lilac

Salisil kuning 10,0-12,0 1-5 tetes 0,1% larutan

dlm 90% alcohol

Kuning orange-

coklat

Diazo ungu 10,1-12,0 1 tetes 0,1% larutan Kuning Ungu

Tropeolin O 11,0-13,0 1 tetes 0,1% larutan Kuning orange-

coklat

Nitramin 11,0-13,0 1-2 tetes 0,1% larutan

dlm 70% alcohol

tak

berwarna

orange-

coklat

Poirrier's biru 11,0-13,0 1 tetes 0,1% larutan Biru ungu-pink

Asam

trinitrobenzoat

12,0-13,4 1 tetes 0,1% larutan tak

berwarna

orange-

merah

Jadi diketahui dari tabel diatas bahwa pada indikator fenolftalien rentang pHnya yaitu 8

- 10 dengan perubahan warna pada keadaan asam tak berwarna (bening) sedangkan

pada keadaan basa berwarna merah. Proses titrasi dilakukan sampai muncul perubahan

warna dari yang tidak berwarna menjadi berwarna merah jambu, warna merah jambu

adalah pengaruh dari PP. Fenolftalein mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH

8 – 10). Struktur PP akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena proton

dipindahkan dari struktur fenol dari PP sehingga pH-nya meningkat akibat akan terjadi

11

Page 12: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

perubahan warna. PP sendiri bersifat asam lemah, karena syarat suatu indikator adalah

asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk

tidak terionisasinya.

Titrasi merupakan salah satu cara analisa yang dilakukan dalam analisa kuantitatif

larutan. Larutan yang telah diketahui normalitasnya adalah larutan standar. Larutan

standar tersebut tebagi menjadi dua, yakni larutan standar primer dan larutan standar

sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang secara langsung dapat diketahui

konsentrasinya karena didapatkan dari hasil penimbangan, umumnya konsentrasinya

dinyatakan dalam normalitas atau moralitas. Larutan standar primer yang digunakan

dalam standarisasi larutan ini adalah larutan oksalat. Larutan standar sekunder

merupakan larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan. Larutan

standar sekunder yang digunakan pada standarisasi larutan adalah larutan NaOH dan

larutan HCl.

Di dalam titrasi kita mengenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik

ekuivalen adalah suatu keadaan dimana asam dan basa tepat habis bereaksi. Titik

ekuivalen dapat terlihat dari perubahan secara visual, yakni warna, endapan dan

kekeruhan. Titik akhir titrasi adalah suatu keadaan dimana titrasi harus dihentikan tepat

pada saat indikator menunjukkan perubahan warna. Pada titik akhir titrasi ini kondisi

indikator dan titrasi sudah sesuai atau paling tidak sedikit perbedaan yang terjadi. Tetapi

sangat sulit mencari indikator yang mempunyai pH interval mendekati pH ekuivalen.

Maka pada percobaan ini digunakan fenolftalein (pp) sebagai indikatornya. Indikator

jenis ini yang sering digunakan karena tergolong asam yang sangat lemah yaitu diprotik

dan tidak berwarna. PP (fenolftalein) berdisosiasi menjadi suatu bentuk tidak berwarna

dan kemudian dengan kehilangan hidrogen kedua menjadi ion dengan sistem

tergonjugasikan, maka dihasilkan warna merah (pada kondisi basa) dan tidak berwarna

(pada kondisi asam).

Pada standarisasi larutan NaOH dilakukan dengan cara larutan H2C2O4 dititrasi dengan

larutan NaOH. Dalam proses ini digunakan fenolftalein sebagai indikator. Saat

melakukan proses titrasi harus dilakukan dengan teliti sehingga pada titik akhir titrasi

Page 13: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

larutan H2C2O4 yang telah ditetesi indikator pp menunjukkan perubahan warna yaitu

dari warna yang sebelumnya bening menjadi warna merah muda. Setelah mengetahui

volume NaOH yang terpakai, maka konsentrasi larutan H2C2O4 dapat dicari.

Larutan NaOH dititrasi dengan larutan HCl. Dalam melakukan standarisasi HCl ini,

digunakan pp sebagai indikator, sehingga pada saat titik akhir titrasi warna HCl yang

semula berwarna being menjadi merah muda. Setelah mengetahui volume NaOH yang

digunakan atau yang telah terpakai, maka konsentrasi HCl dapat dicari. Adapun hasil

reaksi yang terjadi antara larutan NaOH dengan indikator pp maupun maupun larutan

HCl dengan indikator pp.

Reaksi pp dengan NaOH :

OH OH ONa O

C + 2NaOH C + 2H2O

O

C C ONa

O O

13

Page 14: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Larutan standar primer adalah larutan yang secara langsung dapat diketahui

konsentrasinya karena didapatkan dari hasil penimbangan. Dalam percobaan ini

yang menjadi larutan standar primer adalah larutan NaOH. Larutan standar

sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diketahui setelah dititrasi dengan

larutan standar primer. Dalam percobaan ini yang menjadi larutan sekunder

adalah H2C2O4 dan HCl.

2. Standarisasi larutan dilakukan dengan menambahkan suatu indikator. Dalam

percobaan ini yang menjadi indikator adalah fenolftalein.

3. Hasil yang diperoleh dari praktikum ini : konsentrasi NaOH adalah 0,1 N, dan

konsentrasi HCl adalah 0,14 N.Adapun reaksi kimia H2C2O4 dan NaOH yang

terbentuk sebagai berikut

H2C2O4 + 2NaOH NaC2O4 + 2H2O

dan reaksi kimia HCl dan NaOH yang terbentuk sebagai berikut

HCl + NaOH NaCl + H2O.

5.2 Saran

Pada saat melakukan titrasi sebaiknya dengan teliti dan hati–hati karena akan

mempengaruhi perhitungan. Pada saat proses titran dihaarpkan praktikan membuka

keran buret secara perlahan hingga menetes bukannya membuka keran buret secara

langsung. Praktikan seharusnya mengetahui cara kerja secara benar dan pasti agar saat

melakukan titran larutan tidak terjadi kesalahan.

Page 15: Laporan Kimia Lingkungan II (Standarisasi Larutan)

DAFTAR PUSTAKA

1. Day, Jr R A . 1983 . Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat . Erlangga : Jakarta

2. Oxtoby, David W, H P Gillis dan Norman H Nachtrieb . 2001 . Prinsip – prinsip

Kimia Modern . Erlangga : Jakarta

3. Polling dan Harsono . 1992 . Ilmu Kimia Edisi Ketiga . Erlangga : Jakarta

15