laporan kimia farma fix

Upload: evi-ridwan

Post on 11-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

monggo

TRANSCRIPT

70

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan masyarakat yang dapat diwujudkan dalam berbagai upaya kesehatan. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu upaya pembangunan nasional maka perlu diselenggarakan upaya kesehatan melalui pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, persediaan obat-obatan yang memadai, berkualitas, aman, distribusi yang merata, harga yang terjangkau oleh masyarakat luas serta meningkatkan ketepatan dan efisiensi penggunaannya. Upaya kesehatan yang dilakukan perlu didukung pula oleh sarana kesehatan yang memadai, meliputi rumah sakit, apotek dan lain-lain.Dengan kemajuan zaman yang pesat, masyarakat semakin kritis akan masalah kesehatan termasuk didalamnya pelayanan farmasi. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mengharuskan adanya perubahan pelayanan dari drug oriented menuju patient oriented. Dalam konsep ini farmasi dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bertanggung jawab terhadap terapi agar diperoleh hasil yang optimal yaitu meningkatkan kualitas hidup dari masyarakat maupun pasien.Apotek sebagai salah satu sarana kesehatan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan harus mampu melakukan pelayanan kesehatan yang maksimal dalam menghadapi perubahan paradigma tersebut. Sebagai tempat melakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, dengan adanya perubahan paradigma diharapkan apotek tidak berfokus kepada pengadan obat sebagai komoditi tetapi haruslah berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut maka apotek perlu dipimpin oleh seorang profesional dibidangnya yaitu Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang handal baik dari segi fungsi teknis kefarmasian maupun fungsi non-teknis kefarmasian. Seorang APA dituntut mempunyai kemampuan dalam bidang manajemen pengelola apotek sebab didalam usaha bisnis apotek terdapat unsur dagang (bisnis), sosial, dan profesi. Selain itu seorang APA juga di tuntut dapat memahami segala permasalahan yang sering timbul dalam suatu apotek serta mampu mengambil tindakan korektif untuk mengatasi masalah tersebut. Apoteker Pengelola Apotek di tuntut untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien.Untuk dapat mempersiapkan para calon apoteker yang berkualitas dan siap pakai ketika mereka terjun ke masyarakat, disamping dibekali dengan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah juga perlu diadakan pembekalan berupa praktek kerja di apotek langsung. Pembekalan ini sebagai ajang pelatihan calon apoteker untuk menerapkan ilmu yang diperolehnya serta untuk memahami segala kegiatan dan masalah yang timbul dalam pengelolaan suatu apotek. Program PKPA dilaksanakan di Apotek Kimia Farma No. 308 Garut yang bertempat di Jl. Cimanuk Jl. Cimanuk No.166 A Garut, pada tanggal 01 November - 30 November 2013. Melalui pelatihan ini diharapkan para calon apoteker mampu memahami peran serta tanggung jawab apoteker di apotek.1.2 TujuanTujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) adalah :1. Mamahami fungsi dan peran Apoteker Pengelola Apotek (APA) di apotek.

2. Mempelajari dan mengamati secara langsung struktur organisasi dan kegiatan rutin dalam hal pengelolaan manajemen apotek terutama dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien khususnya di Apotek Kimia Farma No.308.3. Untuk dapat meningkatkan kemampuan calon apoteker dalam hal komunikasi yang efektif terhadap tenaga profesi kesehatan dan pasien.

4. Sebagai bekal pengetahuan dan keterampilan bagi calon Apoteker yang akan terjun langsung dalam masyarakat khususnya dalam bidang perapotekan.

5. Agar calon apoteker dapat memperoleh gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan seorang apoteker dalam pelaksanaan layanan kefarmasian berbasis Good Pharmacy Practice yang meliputi aspek pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care).BAB II

TINJAUAN UMUM2.1 Definisi dan Fungsi Apotek

Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009, apotek adalah sebagai sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik Negara yang ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Dinas Kesehatan setempat. Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah:

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.b. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.

c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. 2.2 Personalia ApotekMenurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan / atau tenaga teknis kefarmasian (Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker). Sedangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek disebutkan beberapa tenaga kesehatan dalam sebuah apotek, yaitu :1. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA).

2. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan/atau menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.

3. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama APA tersebut tidak berada di tempat, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola di apotek lain.

4. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan undang-undang yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker

2.2.1 Apoteker Pengelola Apotek (APA)Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi izin oleh menteri Kesehatan RI untuk mengelola apotek di tempat tertentu. Syarat-syarat Apoteker Pengelola Apotek yaitu :1. Warga Negara Indonesia

2. Ijazahnya telah terdaftar di departemen Kesehatan

3. Telah mengucapkan sumpah janji apoteker

4. Memiliki surat penugasan (SP) atau Surat Izin Kerja (SIK) dari menteri kesehatan RI

5. Mendapat persetujuan dari dinas Kesehatan Propinsi bila pindah dari kota/kabupaten lain

6. Memenuhi persyaratan kesehatan fisik dan mental

7. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi

8. Tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain

Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian disebutkan bahwa setiap Apoteker wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Untuk memperoleh STRA, apoteker harus mempunyai persyaratan :

1. Memiliki ijazah Apoteker

2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi

3. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/ janji apoteker

4. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik

5. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi

STRA tersebut di keluarkan oleh Menteri dan berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 tahun.2.2.2 Apoteker PendampingDalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian disebutkan bahwa dalam melakukan pekerjaan kefarmasiaan pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat mengangkat seorang apoteker pendamping yang memiliki SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker).Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja disamping apoteker pengelola apotek, dan menggantikannya dalam jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas mengantikan apoteker pengelola apotek. Apoteker pendamping juga harus memenuhi persyaratan seperti persyaratan untuk apoteker pengelola apotek.Surat persetujuan sebagai apoteker pendamping dapat di cabut apabila :1. Surat izin apoteker pendamping dicabut

2. Apoteker pendamping melakukan tindak pidana dan perbuatan yang melanggar susila kefarmasian

3. Keehatan isik dan mentalnya terganggu

4. Apoteker pendamping melakukan kesalahan teknis yang berbahaya dalam bidang tugas dan pekerjaannya, serta melakukan hal-hal yang membahayakan kepentingan umum

2.2.3 Apoteker PenggantiJika apoteker pengelola apotek dan apoteker pendamping tidak dapat melakukan tugasnya atau tidak ada di tempat maka Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus menunjuk seorang apoteker pengganti. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Apoteker pengganti adalah apoteker yang bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotek (APA) selama APA tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus menerus. Apoteker pengganti harus memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai apoteker pengelola di apotek lain.2.2.4 Asisten ApotekerMenurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek di bawah pengawasan apoteker.Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian disebutkan bahwa setiap Asisten Apoteker wajib memiliki STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian). Untuk memperoleh STRTTK Asisten Apoteker wajib memenuhi persyaratan :1. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya

2. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek

3. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang tela memiliki STRA di tempat Asisten Apoteker bekerja

4. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.

STRTTK tersebut dikeluarkan oleh Menteri dan dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah propinsi. STRTTK tersebut berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka 5 tahun apabila memenuhi syarat.2.3 Persyaratan Perizinan Pendirian ApotekMenurut KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah sebagai berikut: (i) Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.

(ii) Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

(iii) Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian apotek adalah:

(i) Lokasi dan Tempat, Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi apotek, kesehatan lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan kendaraan.

(ii) Bangunan dan Kelengkapan, Bangunan apotek harus mempunyai luas dan memenuhi persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari : ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat dan kamar mandi. Bangunan apotek juga harus dilengkapi dengan : Sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang baik, Alat pemadam kebakaran yang befungsi baik, ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, papan nama yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, nomor telpon apotek. (iii) Perlengkapan Apotek, Apotek harus memiliki perlengkapan, antara lain:

a. Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, gelas ukur, dan lain-lain.b. Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti lemari obat dan lemari pendingin.

c. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastik pengemas.

d. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun.

e. Buku standar Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, DPHO, serta kumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek.

f. Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, salinan resep dan lain-lain.2.4 Kompetensi Apoteker

Kompetensi adalah kemampuan manusia yang merupakan sejumlah karakteristik, baik berupa bakat, motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku yang membuat seorang pegawai berhasil dalam pekerjaanya. Dengan kata lain yang dapat membedakan pegawai yang memiliki kinerja rata-rata dengan pegawai yang memiliki kinerja unggul (kinerja lebih baik) dengan secara efektif membantu dan membedakan kinerja dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Kompetensi Farmasi terdiri dari manajemen praktis kefarmasian, praktek klinik kefarmasian, komunikasi farmasi, GPP (Good Pharmacy Practice), pendidikan dan pelatihan Farmasi.Misi apoteker adalah melaksanakan kepedulian farmasi (Pharmaceutical care). Pharmaceutical care adalah penyediaan pelayanan langsung dan bertanggung jawab yang berkaitan dengan obat, dengan maksud pencapaian hasil yang pasti dan meningkatkan mutu kehidupan pasien. Unsur utama pharmaceutical care adalah berkaitan dengan obat, pelayanan yang langsung dan bertanggung jawab, hasil terapi yang pasti, mutu kehidupan dan tanggung jawab apoteker. Tujuan dari Pharmaceutical care adalah untuk peningkatan kualitas hidup pasien. Pharmaceutical care di Apotek diantaranya yaitu memberi kemudahan dalam komunikasi, menilai kelayakan permintaan obat dan mengevaluasi resep dokter, memberikan pendidikan, konsultasi kepada masyarakat yang berkaitan dengan obat, memberi informasi.2.5 Fungsi dan Peranan Apoteker di Apotek

Apotek merupakan tempat bagi apoteker untuk melaksanakan praktek kefarmasian berdasarkan keilmuan, tanggung jawab dan etika profesi. Terdapat dua fungsi dan peran apoteker yang harus dilakukan di Apotek, yaitu :1. Sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian di apotek sesuai dengan keilmuan tentang pekerjaan kefarmasian, mengawasi pelayanan informasi obat, pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional serta membuat laporan mengenai obat-obat khusus seperti narkotika, psikotropika, dan lain-lain.

2. Sebagai pemimpin atau manager di apotek yang harus dapat mengelola apotek. Apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen yang meliputi:

a. Kepemimpinan; apoteker harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan, menggerakkan karyawan untuk bekerja dengan rela sesuai dengan apa yang diinginkan dalam mencapai tujuan.

b. Perencanaan; apoteker sebagai pengelola apotek harus mampu menyusun perencanaan dari suatu pekerjaan, cara dan waktu pengerjaan, serta siapa yang mengerjakan agar tujuan apotek tercapai.

c. Pengorganisasian; apoteker harus mampu mengatur dan menentukan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh karyawan dengan efektif dan efisien sesuai dengan pendidikan dan pengalaman.

d. Pelaksanaan; apoteker harus dapat menjadi pemimpin yang menjadi panutan karyawan yaitu mengenai permasalahan, dapat menunjukkan jalan keluar masalah dan turut berperan aktif dalam kegiatan.

e. Pengawasan; apoteker harus selalu melakukan evaluasi setiap kegiatan dan mengambil tindakan demi perbaikan dan peningkatan kualitas. Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari sasaran yang telah ditetapkan dan memperbaikinya apabila penyimpangan sudah terjadi.2.6 Pengelolaan Sumber Daya Apotek2.6.1 Sumber Daya Manusia

Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.2.6.2 Sarana dan Prasarana

Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.

Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pests. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki:a) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

b) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.

c) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien

d) Ruang racikan.e) Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.

Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.2.6.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem first in first out (FIFO) dan first expire first out (FEFO).A. PerencanaanDalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan: pola penyakit, kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat.B. Pengadaan

Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.

C. Penyimpanan

a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harusditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.b. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.

2.6.4 Administrasi

Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi :a. Administrasi Umum : pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.b. Administrasi Pelayanan : Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.2.7 Pengelolaan Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 26/ Menkes/ Per/ I/ 1981, yang dimaksud dengan pengelolaan apotek adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh seorang apoteker pengelola apotek dalam rangka memenuhi tugas dan fungsi apotek yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian. Pengelolaan apotek ini menjadi tugas dan tanggung jawab seorang apoteker dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengelolaan apotek secara umum antara lain:1. Bidang Pelayanan Kefarmasian

Bidang ini meliputi :

a. Pembelian, pengelohan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

2. Bidang Material

Bidang ini meliputi pengelolaan bangunan dan berkewajiban untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin.

3. Bidang Administrasi dan Keuangan

Bidang ini merupakan salah satu bagian penting dalam pengelolaan apotek karena sangat menentukan perkembangan dan kelangsungan hidup suatu apotek. Pengelolaan bidang administrasi yang biasa dilakukan apotek meliputi:

a. Administrasi pengadaan barang, antara lain administrasi pembelian dan penerimaan perbekalan farmasi, surat pesanan, faktur pembelian dan faktur pajak.

b. Administrasi penyimpanan, antara lain buku penerimaan barang, kartu stok dan pencatatan persediaan dalam data komputer maupun buku defekta.

c. Administrasi penjualan, meliputi administrasi peracikan dan penyerahan, penomoran resep, salinan resep, nota dan faktur penjualan, kuitansi serta pembayaran secara tunai atau kredit.

d. Administrasi pemusnahan, meliputi pemusnahan resep, perbekalan farmasi yang telah lewat batas kadaluwarsa ataupun rusak dan pemusnahan piutang.

e. Administrasi personalia, meliputi data kepegawaian, daftar hadir karyawan, gaji dan pendapatan lainnya dari para karyawan.

f. Administrasi keuangan, mencakup pencatatan utang, piutang, aliran kas, dan pembuatan laporan keuangan.

4. Bidang Ketenagakerjaan

Setiap tenaga kerja mempunyai wewenang dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan pembagian tugasnya. Masing-masing bagian tidak dapat bekerja secara sendiri-sendiri namun memerlukan kerjasama antara satu dengan lainnya dalam mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, apoteker berperan penting dalam menyusun sistem kerja dan mengorganisir setiap tenaga kerja agar dapat memberikan hasil yang optimal. Secara garis besar, tenaga kerja yang terlibat di apotek dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Tenaga kerja farmasi yaitu apoteker dan asisten apoteker yang bertugas melakukan pekerjaan kefarmasian.

b. Tenaga kerja non-farmasi yaitu tenaga kerja yang membantu pelaksanaan pengelolaan apotek, misalnya administrasi umum, administrasi keuangan kasir, juru resep dan pekerja lainnya.

5. Bidang Pelayanan Informasi

Bidang ini bertujuan memberikan pengertian mengenai penggunaan obat yang aman dan efektif serta memberikan informasi yang objektif kepada berbagai pihak dan harus didasarkan kepada kepentingan masyarakat. Pelayanan informasi ini meliputi:

a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.

b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya.

2.8 Bentuk Pelayanan Apotek2.8.1 Pelayanan Obat Resep

Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/2004 meliputi: 1. Pelayanan resep

a. Skrining resep, Apoteker melakukan skrining resep meliputi:1) Persyaratan administratif, seperti nama, SIK, dan alamat dokter, tanggal penulisan resep, nama, alamat umur, jenis kelamin, berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, informasi lainnya.

2) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, informasi lainnya.

3) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.b. Penyiapan obat

1) Peracikan : merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

2) Etiket : Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

3) Kemasan obat yang diserahkan : obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

4) Penyerahan Obat : sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

5) Informasi Obat : Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.6) Konseling : Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.7) Monitoring Penggunaan Obat : Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes , TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.2. Promosi dan Edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu menyampaikan informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.3. Pelayanan Residensial (Home Care)Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medical record).2.8.2 Pelayanan Obat Non Resep

Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi. Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal.

Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan yang penting di apotek sehubungan dengan perkembangan pelayanan farmasi komunitas yang berorientasi pada asuhan kefarmasian. Pasien mengemukakan keluhan atau gejala penyakit, apoteker hendaknya mampu menginterpretasikan penyakitnya kemudian memilihkan alternatif obat atau merujuk ke pelayanan kesehatan lain. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri dan untuk mengatasi masalah kesehatan perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional. sarana penunjang berupa obat yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri dan peningkatan peran apoteker di apotek dalam pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi. Apoteker dalam melayani obat wajib apotek (OWA) diwajibkan memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang tercantum dalam daftar OWA 1 dan OWA 2 serta wajib pula membuat catatan pasien serta obat yang diserahkan. Apoteker hendaknya memberikan informasi penting tentang dosis, cara pakai, kontra indikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.2.9 Obat Golongan NarkotikaNarkotika menurut UU No 35 tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Berdasarkan UU No.35 tahun 2009 tentang narkotika, narkotika dibedakan dalam 3 golongan: (i) Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi serta mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Terdiri dari 66 zat antara lain : kokain, heroin, tanaman ganja, MDMA, Lisergid, Psilosibin, Tenamfetamin, Amfetamin, Fensiklidin, Metamfetamin, Metakualon, Metilfenidat.(ii) Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi/untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Terdiri dari 87 zat antara lain : metadon,Morfin, Fentanil, Petidin.

(iii) Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuanTerdiri dari 14 zat antara lain : Etilmorfin, Dihidrokodein, Kodein, Propiram

Narkotika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat. Secara garis besar pengelolaan narkotika antara lain meliputi: (i) Pemesanan Narkotika

Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang ditanda tangani oleh apoteker pengelola apotek dengan dilengkapi nama jelas, nomor SIK, SIA, dan stempel apotek, dimana untuk 1 lembar SP hanya untuk 1 macam narkotika saja.

(ii) Penyimpanan Narkotika

PerMenKes No.28/MenKes/Per/1978 tentang penyimpanan narkotika pasal 5 dan 6 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi persyaratan yaitu:

a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.

b. Harus mempunyai kunci ganda yang berlainan.

c. Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian 1 digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.

d. Lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran 40x80x100 cm3, jika ukurannya lebih atau kurang dari yang telah ditentukan maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau lantai.

e. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh MenKes.

f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa.

g. Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum.

(iii) Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika

Menurut UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa:

a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan.

b. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.

c. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter. Selain itu berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :

a. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek lain yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.

b. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.

c. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika.

(iv) Pelaporan NarkotikaUndang-undang No 35 tahun 2009 pasal 14 ayat (2) menyatakan bahwa Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya setiap bulannya. Laporan ini dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Pusat secara Online yang sebelumnya telah melakukan registrasi ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat serta Dinas Kesehatan Provinsi sebagai arsip. (v) Pemusnahan Narkotika

Pada pasal 9 PerMenKes RI No.28/MenKes/Per/1978 disebutkan bahwa apoteker pengelola apotek dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan bagi pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan. APA atau dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika yang memuat:

a. Tempat dan waktu (jam, hari, bulan dan tahun).

b. Nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika.

c. Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.

d. Cara memusnahkan.

e. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada :

a. Kepala Dinas Kesehatan RI

b. Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan (POM) setempat. c. Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II / Kodya / Propinsi 2.10 Obat Golongan PsikotropikaPsikotropika menurut UU No.5 tahun 1997 merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetik bukan narkotika yang berkhasiat, psikoaktif melalui pengaruh selektif menurut susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Merujuk UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika bahwa ada 2 golongan obat psikotropika yang menjadi narkotika golongan 1 maka Psikotropika digolongkan sebagai berikut: (i) Golongan I adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan yang dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan terdiri dari 9 zat, antara lain: Buprenorfin, Nitrazepam, Pentazosin, Pentobarbital, Siklobarbital.(ii) Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan mencakup 60 zat, antara lain: Alprazolam, Bromazepam, Diazepam, Estazolam Mazindol, Phenobarbital.

Secara garis besar pengelolaan psikotropika antara lain meliputi:

(i) Pemesanan Psikotropika

Obat-obat psikotropika dapat dipesan apotek dari pedagang besar farmasi (PBF) dengan menggunakan surat pemesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA, kemudian diajukan ke PBF atau supplier yang memiliki izin mendistribusikan Psikotropika. Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obat psikotropika belum diatur dengan suatu perundang-undangan. Namun karena obat-obat psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan maka disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu stok psikotropika.

(ii) Pelaporan Psikotropika

Apotek wajib membuat dan meminta catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika secara berkala sesuai dengan UU No.5 tahun 1997 pasal 33 ayat (1) dan pasal 34 tentang psikotropika. Laporan ini dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan ke Balai Besar POM Provinsi setempat, Dinas Kesehatan Propinsi dan sebagai arsip.

(iii) Pemusnahan Psikotropika

Menurut pasal 53 UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila:

a. Kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Berkaitan dengan tindak pidana.

Sehubungan dengan pemusnahan psikotropika, apoteker wajib membuat Berita Acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam 7 hari setelah mendapat kepastian.

BAB IIITINJAUAN UMUM APOTEK KIMIA FARMA 308 GARUT3.1 PT. Kimia Farma Tbk.3.1.1 Sejarah PT. Kimia Farma Tbk.

Kimia Farma merupakan pelopor dalam industri farmasi Indonesia yang merupakan perwujudan dari NV Chemicalien Handle Rantcamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi Perusahaan Negara Farmasi Bhineka Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi Kimia Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT. Kimia Farma (Persero).

Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi di ASEAN yang mengakibatkan APBN mengalami defisit anggaran dan hutang Negara semakin besar. Untuk mengurangi beban hutang, Pemerintah mengeluarkan kebijakan privatisasi BUMN. Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM.BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT. Kimia Farma diprivatisasi. Untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang dengan cepat, maka Direksi PT. Kimia Farma (Persero) mendirikan 2 (dua) anak perusahaan pada tanggal 4 Januari 2002, yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading & Distribution. Pada tanggal 4 Juli 2002, PT. Kimia Farma resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) sebagai perusahaan publik dan mengalami perubahan nama menjadi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.3.1.2 Visi dan Misi PT. Kimia Farma Tbk.

Visi PT. Kimia farma Tbk. adalah Menjadikan PT Kimia Farma Tbk. Sebagai perusahaan farmasi utama di Indonesia dan berdaya saing di pasar global, sedangkan misinya adalah:1. Menyediakan, mengadakan dan menyalurkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan jasa kesehatan lainnya yang berkualitas dan bernilai tambah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Mengembangkan bisnis farmasi dan jasa kesehatan lainnya untuk meningkatkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan, tanpa meninggalkan prinsip Good Cooperate Governance.

3. Mengembangkan SDM perusahaan untuk meningkatkan kompetisi dan komitmen guna pengembangan perusahaan serta dapat berperan aktif dalam pengembangan industri farmasi nasional.

Strategi dari PT Kimia FarmaTbk. adalah:

1. Meningkatkan sinergi antar unit usaha dengan menggunakan salah satu unit usaha yang kuat untuk menarik unit usaha yang lain.

2. Meningkatkan efektivitas pemasaran dengan penyusunan program pemasaran yang lebih fokus dan perluasan cakupan daerah pemasaran yang ada.

3. Memperkuat struktur bisnis distribusi dengan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi kegiatan distribusi.

4. Melakukan diversifikasi dan pengembangan produk baik yang berasal dari pengembangan sendiri maupun kerjasama dengan pihak luar.

5. Melakukan pengembangan usaha yang terkait dengan pelayanan kesehatan dengan dilakukan sendiri, kerjasama dengan pihak luar maupun melalui akuisisi atau aliansi.

6. Mengembangkan SDM untuk memperoleh SDM yang mempunyai kompetensi dan komitmen yang tinggi, melalui pelatihan dan pendidikan yang terencana dan berkesinambungan.

7. Mengembangkan sistem dan prosedur operasi ditunjang dengan sistem IT yang memadai untuk peningkatan efisiensi dan menuju operational excellence.

Budaya PT Kimia Farma Tbk. adalah kita mengembangkan dan mewujudkan pikiran, ucapan serta tindakan untuk membangun budaya kerja berlandaskan pada 3 sendi, yaitu profesionalisme, integritas, dan kerjasama yang disingkat dengan PRIMA, yaitu :

1. Profesionalisme

1. Bekerja secara cerdik (smart and creative) dan giat (hard).2. Berkemampuan memadai untuk melakukan tugas, dengan bekal pengetahuan, keterampilan, dan semangat.

2. Integritas

a. Dilandasi iman dan takwa.

b. Jujur, setia dan rela berkorban.

c. Menunjukkan pengabdian.

d. Tertib dan disiplin.

e. Tegar dan bertanggungjawab.

f. Lapang hati dan bijaksana.

3. Kerjasama

a. Menghormati dan menghargai pendapat orang lain.

b. Memupuk saling pengertian dengan orang lain.

c. Memahami dan menghayati dirinya sebagai bagian dari sistem.

3.1.3 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Tbk.

PT. Kimia Farma (Persero), Tbk., dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi empat Direktorat, yaitu Direktorat Pemasaran, Direktorat Produksi, Direktorat Keuangan dan Direktorat Umum dan Personalia. Dalam upaya perluasan, penyebaran, pemerataan dan pendekatan pelayanan kefarmasian pada masyarakat, PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. telah membentuk suatu jaringan distribusi yang terorganisir. PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. mempunyai 2 (dua) anak perusahaan, yaitu PT. Kimia Farma Trading & Distribution dan PT. Kimia Farma Apotek yang masing-masing berperan dalam penyaluran sediaan farmasi, baik distribusi melalui PBF maupun pelayanan kefarmasian melalui Apotek.

PT. Kimia Farma Trading & Distribution (T&D) membawahi PBF-PBF yang tersebar di seluruh Indonesia. Wilayah usaha PT. Kimia Farma T&D dibagi menjadi 2 (dua) wilayah yang keseluruhannya membawahi 45 PBF di seluruh Indonesia. PBF mendistribusikan produk-produk baik yang berasal dari PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. maupun dari produsen-produsen yang lain ke Apotek-Apotek, toko obat dan institusi pemerintahan maupun swasta.

PT. Kimia Farma Apotek membawahi Apotek Kimia Farma (KF) yang wilayah usahanya terbagi menjadi 34 wilayah Unit Bisnis yang menaungi sejumlah 412 Apotek di seluruh Indonesia. Tiap-tiap unit bisnis (Bussiness Manager) membawahi sejumlah Apotek pelayanan yang berada di wilayah usahanya3.2 PT. Kimia Farma Apotek

Melalui anak perusahaannya yaitu PT Kimia Farma Apotek, Perseroan menjadi pemimpin di pasar ritel farmasi dengan jumlah apotek sebanyak 412 apotek. Penambahan outlet apotek menjadi salah satu strategi KFA untuk meningkatkan penetrasi pasar, diantaranya melalui program franchise. Di tahun 2012, KFA berhasil membuka 29 apotek baru, di mana 5 apotek diantaranya merupakan apotek franchise.3.2.1 Visi dan Misi

a. Visi

Visi dari PT. Kimia Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan layanan kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat di Indonesia.

b. Misi

Misi dari PT. Kimia Farma Apotek adalah menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan melalui :

1) Jaringan Jaringan layanan kesehatan yg terintegrasi meliputi jaringan apotek, kilinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.2) Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal 3) Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (fee-based income)

3.2.2 Struktur Organisasi

PT. Kimia Farma Apotek dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi Direktorat Operasional serta Direktur Pengembangan yang masing-masing membawahi fungsi departemen. Direktorat Operasional membawahi Manager Operasional, Manager Layanan dan Logistik, serta Manager Bisnis, sedangkan Direktur Pengembangan membawahi Manager Pengembangan Pasar. Selain itu, terdapat juga Manager SDM dan Umum, Manager Keuangan dan Akuntansi serta Manager Informasi dan Teknologi yang langsung berada di bawah Direktur Utama.

Terdapat 2 (dua) jenis Apotek Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang sekarang disebut Business Manager (BM) dan Apotek Pelayanan. Business Manager membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. Business Manager bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi Apotek pelayanan yang berada di bawahnya. Dengan adanya konsep BM, diharapkan pengelolaan asset dan keuangan dari Apotek dalam 1 (satu) area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah.

3.3 Apotek Kimia Farma Garut No. 3083.3.1 Sejarah Apotek Kimia Farma 308

Apotek Kimia Farma Garut merupakan cikal bakal berdirinya Apotek-Apotek Swalayan di kota dodol tersebut, karena Apotek Kimia Farma Garut merupakan Apotek Swalayan yang pertama kali berdiri di kota tersebut.3.3.2 Lokasi Apotek Kimia Farma 308

Kimia Farma 308 berlokasi di Jl. Cimanuk No.166 A dimana lokasi tersebut dekat dengan pusat ekonomi kota Garut sehingga dapat mempercepat laju perkembangan dari Apotek ini, ditambah lagi jarak dari pusat perkantoran dan pertokoan juga tidak terlalu jauh pula. Selain itu posisi Apotek ini juga dapat menarik konsumen yang hendak melanjutkan perjalanan ke daerah Bandung, Samarang, Civanas, karena kendaraan umum dan pribadi juga lewat. 3.3.3 Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 308

Apotek Kimia Farma 308 Garut dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertanggung jawab kepada Kepala Unit Bisnis Manager Bandung. Apoteker Pengelola Apotek dalam menjalankan tugas kefarmasiannya dibantu oleh asisten apoteker dan juru resep. Di Apotek Kimia Farma 308 terdapat 1 orang Apoteker Penanggung Jawab, 4 orang asisten apoteker merangkap tata usaha, koordinator pembelian dan penanggung jawab lemari, 2 orang tenaga non asisten apoteker. Asisten apoteker bertanggung jawab dalam hal pengadaan barang, kredit serta pengelolaan narkotika dan psikotropika. Selain itu asisten apoteker bertugas memberikan pelayanan kefarmasian meliputi pelayanan resep tunai dan kredit, penjualan obat bebas, menyerahkan obat disertai informasi yang diperlukan, menyusun laporan mutasi perbekalan narkotika dan psikotropika serta mengawasi pengelolaan perbekalan farmasi lainnya. Struktur organisasi Apotek Kimia Farma 308 Garut dapat dilihat pada Lampiran 2.3.3.4 Sarana Apotek Kimia Farma 308

Apotek Kimia Farma 308 merupakan bangunan berlantai satu dengan berbagai macam sarana diantaranya : Tempat parkir

Ruang tunggu

Etalase / Gondola

Lemari pendingin tempat penyimpanan obat khusus

Lemari penyimpanan obat berdasarkan efek farmakologinya

Lemari penyimpanan alat kesehatan

Lemari penyimpanan arsip dan perlengkapan apotek

Gudang penyimpanan obat

Kasir

Ruang peracikan obat Tempat penyerahan obat

Mushola

Toilet

3.3.5 Perlengkapan Apotek Kimia Farma 308

Perlengkapan yang disediakan oleh Apotek Kimia Farma 308 diantaranya:1. Alat peracikan pengolahan obat, misalnya : mortir stamper, drugs blender, gelas ukur, timbangan, batang pengaduk, cawan, corong kaca, dll.

2. Tempat penyimpanan obat narkotik, obat keras terbatas (OKT), obat generik, obat bebas, alat kesehatan, dan perbekalan farmasi lainnya.

3. Tempat penyimpanan khusus untuk obat dalam bentuk khusus seperti salep, sirup, tetes mata, obat drop, suppositoria, injeksi, dll

4. Perlengkapan administrasi seperti: blangko salinan resep, kwitansi, surat pemesanan psikotropik, kartu stock barang, nota pembayaran, faktur, alat tulis, dll.

5. Buku-buku yang diperlukan berhubungan dengan pekerjaan kefarmasian, misalnya buku besar/jurnal, defecta (memuat catatan tentang barang yang habis atau yang hampir habis), buku-buku yang memuat merek dagang obat seperti MIMS dan ISO, dll

6. Perlengkapan wadah dan pengemasan untuk penyerahan obat serta etiket putih untuk obat dalam dan etiket biru untuk obat luar.

7. Sarana lainnya seperti : computer, cash, telepon, fax, dll.

3.3.6 Waktu Kerja

Apotek Kimia Farma 308 dalam menjalankan tugas dan fungsinya dimulai dari pukul 07.00 24.00 WIB. Dengan waktu kerja yang begitu panjang maka ada pembagian kerja menjadi dua shift, yaitu :1. Shif pagi : 07.00 15.00 WIB 2. Shif siang : 15.00 23.00 WIB Program kerja praktek PKPA di Apotek Kimia Farma Garut 308 ini dilakukan mulai, tanggal 1 November sampai dengan 30 November 2013 dengan jam kerja dari pukul 08.00 sampai pukul 15.00 untuk shift pagi dan dari pukul 15.00 sampai pukul 22.00 untuk shift siang. 3.3.7 Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma 308 Garut

Kegiatan yang dilaksanakan selama PKPA di Apotek Kimia Farma 308 Garut, terdiri dari:

1. Pengamatan terhadap lokasi dan Fasilitas Apotek Kimia Farma 308 Garut.

2. Pengamatan terhadap struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 308 Garut.3. Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan lainnya : mempelajari dan mengamati kegiatan pemesanan, pembelian, penerimaan barang, penyimpanan, pendistribusian, dan penjualan.

4. Pelayanan obat dan perbekalan kesehatan lainnya : mempelajari, mengamati, dan mencari pengalaman terbatas pada kegiatan menghadapi pelanggan, menyiapkan harga, menyiapkan barang, meracik, mencatat label atau etiket, alamat pelanggan, dan sebagainya serta menyerahkan obat bebas.

5. Pelayanan konsultasi, informasi, dan edukasi : mempelajari dan mengamati kegiatan pencarian informasi, pemberian informasi dan edukasi. Pelayanan konsultasi, informasi, dan edukasi dilakukan baik secara tatap muka dengan konsumen maupun melalui pesawat telepon.

6. Pencatatan dan Pelaporan : mempelajari dan mengamati kegiatan pencatatan rekap resep, kartu stok, defekta dan dokumen laporan harian.

7. Pengelolaan Obat Narkotika dan Psikotropika : mempelajari, mengamati pada kegiatan pemesanan, penyimpanan, penyerahan, pelaporan dan pemusnahan Narkotika dan Psikotropika.3.3.8 Hasil Pelaksanaan Kegiatan di Apotek Kimia Farma 308 Garut3.3.8.1 Pengamatan Lokasi dan Fasilitas Apotek Kimia Farma 308 Garut berlokasi di Jl. Cimanuk No.11A dimana lokasi tersebut dekat dengan pusat ekonomi kota Garut sehingga dapat mempercepat laju perkembangan dari apotek ini, ditambah lagi jarak dari dua rumah sakit daerah tidak terlalu jauh pula. Selain itu posisi apotek ini juga dapat menarik konsumen yang hendak melanjutkan perjalanan ke daerah Bandung, Samarang dan Civanas. Apotek Kimia Farma 308 Garut merupakan bangunan berlantai dua dengan berbagai macam sarana.3.3.8.2 Pengamatan Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 308GarutApotek Kimia Farma 308 Garut dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek yang membawahi satu orang Apoteker Pendamping dan lima orang Asisten Apoteker. Adapun tugas dan tanggung jawab dari setiap bagian adalah :a. Apoteker Pengelola Apotek

Pimpinan Apotek KF 308 adalah seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau yang disebut juga Manajer Administrasi Pelayanan (MAP) yang bertindak sebagai manajer apotek pelayanan yang memiliki kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengawasi jalannya kegiatan operasional apotek, bertanggung jawab terhadap kinerja apotek secara keseluruhan.

b. Apoteker pendamping/Apoteker Pelayanan Informasi Obat (Apoteker PIO)

Apoteker pendamping di Apotek KF 308 bertugas untuk membantu kelancaran pelayanan kefarmasian di apotek. Apoteker pendamping yang bekerja di apotek di samping APA dan atau menggantikannya di jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Tugas Apoteker PIO sesuai dengan yang tertera pada Kepmenkes RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek antara lain :

Melakukan skrining resep meliputi persyaratan administratif seperti nama, SIP, alamat dokter, tanggal penulisan resep, dan sebagainya dan kesesuaian farmasetik serta pertimbangan klinis.

Penyerahan Obat: sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

Informasi Obat: apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah di mengerti, akurat, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

Konseling: apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.

Monitoring Penggunaan Obat: setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.

c. Asisten Apoteker (AA)

Asisten apoteker di Apotek KF 308 bertugas sebagai bagian administrasi, juru resep, bagian pengadaan, bagian gudang dan kasir yang bertanggung jawab langsung kepada Apoteker Pengelola Apotek.

Fungsi Administrasi: bertugas menghitung dan mencatat semua hasil penjualan tunai setiap hari pada laporan penjualan harian (LIPH/ Laporan Ikhtisar Penjualan Harian) yang kemudian akan disetorkan kepada Unit Bisnis. Fungsi Juru Racik: asisten melakukan tugasnya dalam hal menyiapkan dan meracik obat, mengumpulkan, menyusun, dan menyimpan semua resep-resep yang masuk, memberikan pelayanan penghantaran obat apabila obat tidak dapat diserahkan pada waktunya. Fungsi Pengadaan: bertugas untuk mendata kebutuhan barang yang dibutuhkan berdasarkan defekta dan merekapitulasi barang-barang yang akan dipesan dalam Buku Permintaan Barang Apotek (BPBA). Asisten Apoteker bertanggung jawab terhadap kelengkapan barang. Fungsi Gudang: menerima barang, baik dari PBF, BM maupun barang dropping dan mencatatnya ke kartu stok manual dan mendata ke komputer, mengeluarkan berdasarkan fisik barang, menata, merawat dan menjaga keamanan barang, serta melakukan stok opname barang apotek setiap akhir bulan yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. Asisten Apoteker di Apotek Kimia Farma 308 bertanggung jawab terhadap resiko barang hilang dan rusak di tempat transit obat.

Fungsi Pelayanan: melakukan penjualan dengan harga yang telah ditetapkan, menjaga kenyamanan ruang tunggu, melayani konsumen dengan ramah dan santun, memberikan informasi dan solusi kepada konsumen, dan membina hubungan baik dengan pelanggan. Asisten Apoteker bertanggung jawab menjaga dan memelihara kebersihan dan keamanan barang yang terdapat di fungsi penjualan, dan berwenang untuk memberikan diskon dan insentif untuk karyawan sesuai dengan matriks wewenangnya.

3.3.8.3 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

Pengelolaan perbekalan farmasi meliputi perencanaan, pengadaan, pembayaran, penerimaan barang, penyimpanan, penyaluran dan pengendalian perbekalan farmasi serta pengelolaan obat narkotika dan psikotropika. Perbekalan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, alat kesehatan dan kosmetik. Tujuan pengelolaan perbekalan farmasi adalah menjamin tersedianya perbekalan farmasi yang bermutu serta jumlah, jenis dan waktu yang tepat.i. Perencanaan

Perencanaan adalah merencanakan obat atau barang yang akan dipesan oleh apotek. Perencanaan perbekalan farmasi di Apotek Kimia Farma Garut 308 meliputi narkotika dan psikotropika, obat keras, obat bebas, obat bebas terbatas, obat generik, dan alat kesehatan. Perencanaan dimulai dengan pemeriksaan obat-obat yang tersedia dengan cara melihat pada kartu stok, sistem informasi apotek, buku defekta atau dapat melihat langsung pada persediaan barangnya.ii. Pengadaan barangPengadaan perbekalan farmasi dimaksudkan untuk menjamin tersedianya perbekalan farmasi di apotek. Pengadaan perbekalan farmasi mencakup obat, bahan obat, dan alat kesehatan. Apotek Kimia Farma 308 melakukan perencanaan dan pengadaan barang berdasarkan buku defekta dan analisis pareto. Buku defekta : adalah buku yang berisi nama obat-obat yang stoknya telah mencapai jumlah minimal atau sama sekali telah kosong. Buku defekta menjadi salah satu acuan bagi petugas di bagian pemesanan saat akan melakukan pemesanan barang. Analisis pareto : merupakan salah satu cara perencanaan dan pengadaan barang di apotek, yaitu dengan melihat jumlah penjualan sebelumnya (pada periode waktu tertentu). Hasil analisis pareto berupa daftar seluruh obat yang disusun berdasarkan omsetnya, mulai dari obat yang menghasilkan omset terbesar bagi apotek hingga obat yang menghasilkan omset terkecil bagi apotek. Dengan begitu, akan diketahui obat-obat apa saja yang penjualannya besar, sedang, dan kecil, sehingga perencanaan dan pemesanan barang dapat lebih dioptimalkan pada obat-obat yang berkontribusi besar terhadap omset apotek. Pengelompokan barang menggunakan analisis pareto dikenal juga sebagai Klasifikasi ABC, dimana: Klasifikasi A, 15-20 % dari jumlah jenis barang bernilai 80 % dari nilai persediaan. Klasifikasi B, 20-25% dari jumlah jenis barang bernilai 15 % dari nilai persediaan. Klasifikasi C, 50-60 % dari jumlah jenis barang bernilai 5 % dari nilai persediaan.Keuntungan dengan menggunakan analisis pareto adalah perputaran lebih cepat sehingga modal dan keuntungan tidak terlalu lama berwujud barang, namun dapat segera berwujud uang, mengurangi resiko penumpukan barang, mencegah terjadinya kekosongan barang yang bersifat fast moving dan meminimalisasikan penolakan resep.

Prosedur pengadaan barang di Apotek Kimia Farma 308, yaitu:

Asisten melakukan analisis kebutuhan barang dan membuat rencana pembelian untuk menentukan jenis dan jumlah barang yang akan dipesan menurut catatan pada buku defekta.

Pemesanan barang yang dilakukan Apotek Kimia Farma 308 kepada Bisnis Manajer (BM) hanya dilakukan 2 kali dalam seminggu yaitu Senin dan Kamis dengan mengirimkan BPBA (Bon Pembelian Barang Apotek) melalui program Kimia Farma Information System (KIS) secara online ke BM. Kemudian Surat pesanan akan dikeluarkan oleh BM. BM akan merekap BPBA dari setiap Apotek Pelayanan menjadi surat pesanan (SP) gabungan. BM mengirim SP gabungan dan rincian apoteknya ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan kemudian akan mengirim barang-barang yang dipesan ke setiap apotek pelayanan beserta fakturnya sebagai bukti pembelian barang.

Pengadaan barang antar kimia farma.Selain melalui pembelian barang ke PBF, pengadaan barang juga dilakukan antar apotek Kimia Farma, misalnya APP 1 membutuhkan obat A dan meminta barang ke APP 2, maka APP 1 akan membuat BPBA untuk APP 2. Kemudian APP 2 akan menyerahkan barang beserta dropping yang berisi pengalihan barang dari APP 2 ke APP 1. Proses ini tetap dilaporkan ke BM, dimana jumlah pembelian APP 2 akan berkurang dan jumlah pembelian APP 1 akan bertambah.

Intinya jika persediaan obat yang bersangkutan telah habis atau jika ada resep yang tidak dapat dipenuhi karena tidak adanya persediaan barang. Untuk mengatasi ketidaktersediaan obat yang diminta pada resep, maka Apotek Kimia Farma 308 akan melakukan pembelian mendesak ke Apotek Kimia Farma lainnya dengan menggunakan BPBA. Sebelumnya, Apotek Kimia Farma 308 akan menanyakan via telepon ke Apotek Kimia Farma lain perihal ketersediaan obat yang diinginkan. Jika obat tersedia, maka petugas akan menuliskan nama dan jumlah obat yang ingin dipesan ke dalam BPBA, kemudian diserahkan ke Apotek Kimia Farma yang dituju. Apotek Kimia Farma tersebut akan memberikan lembar dropping dan menyerahkan obat yang dipesan. Dengan adanya bukti dropping, maka jumlah pembelian di Apotek Kimia Farma 308 akan bertambah senilai harga obat yang dibeli. Sedangkan jumlah pembelian di Apotek Kimia Farma lain (Apotek Kimia Farma yang melakukan dropping ke Apotek Kimia Farma 308) akan berkurang senilai harga obat yang dijual tersebut. Jika Apotek Kimia Farma lain tidak memiliki obat yang diinginkan, maka Apotek Kimia Farma 308 dapat melakukan pembelian ke apotek lain selain Apotek Kimia Farma maka pembeliannya berupa pembelian secara tunai. Kemudian, bon pembelian dilaporkan ke BM. Pengadaan barang dengan cara konsinyasiBentuk kerjasama konsinyasi dilakukan dengan cara menitipkan produk dari suatu perusahaan untuk dijual di apotek, misalnya untuk obat-obat baru. Kemudian maksimal tiga bulan dilakukan pengecekan dari pihak perusahaan untuk mengetahui jumlah produk yang terjual. Jika dalam jangka waktu tertentu produk yang dititipkan tidak laku maka apotek dapat mengembalikan.

Khusus untuk pengadaan Narkotika dan Psikotropika, surat pesanan (SP) harus dibuat langsung oleh apotek yang bersangkutan (tidak melalui BM). Pemesanan obat golongan Narkotika, digunakan SP khusus model N.9 yang harus ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan mencantumkan nama, nomor Surat Izin Apotek (SIA) dan stempel apotek. Untuk satu SP Narkotika hanya berlaku untuk satu jenis obat Narkotika saja. Selain itu, pembeliannya hanya boleh ke distributor atau PBF tunggal yang ditunjuk pemerintah yaitu PBF Kimia Farma. Untuk pemesanan obat golongan Psikotropika digunakan SP khusus yang harus ditandatangani APA dengan mencantumkan nama, nomor SIA, alamat apoteker dan stempel apotek. Untuk satu SP Psikotropika dapat berlaku untuk beberapa jenis obat Psikotropika dan pemesanannya dapat dilakukan ke PBF yang menyediakan obat tersebut.

3.3.8.4 PenerimaanSetiap barang pesanan yang datang ke Apotek Kimia Farma 308 akan diterima oleh petugas penerimaan barang untuk diperiksa kesesuaian barang dan yang tertera pada faktur. Jika barang yang datang sesuai dengan yang tertera pada faktur (alamat pengiriman barang, nama barang, dosis, kemasan, expired date dan jumlah barang), maka petugas akan membubuhkan stempel Kimia Farma disertai paraf dan nomor urut permintaan faktur. Selain itu barang tersebut harus diperiksa tanggal kadaluarsanya. Tetapi jika barang yang diterima tidak sesuai pesanan atau terdapat kerusakan fisik maka bagian pembelian atau membuat nota pengembalian barang retur dan mengembalikan barang tersebut ke distributor yang bersangkutan untuk kemudian ditukar dengan barang yang sesuai.Faktur asli selanjutnya dikembalikan ke PBF, dua lembar salinannya diambil oleh Apotek Kimia Farma. Satu lembar dikirimkan ke BM sebagai bukti pembelian dan satu lembar lainnya disimpan sebagai arsip apotek. 3.3.8.5 Penyimpanan

Perbekalan farmasi yang telah diterima kemudian disimpan dalam rak-rak yang tersedia. Pada saat melakukan penambahan jumlah obat ke wadah penyimpanan di tulis jumlah obat yang di tambah, nomor faktur, dan jumlah sisa obat setelah di tambah. Jika ternyata obat yang ada pada wadah masih banyak, maka sebagian obat disimpan pada laci bagian bawah lemari tempat wadah obat berukuran sedang tempat transit obat. Apotek Kimia Farma 308 menggunakan laci sebagai tempat menyimpan sebagian obat dan perbekalan kesehatan milik apotek karena Apotek Kimia Farma 308 tidak memiliki gudang khusus tempat penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan. Barang yang dipesan oleh Apotek tidak terlalu banyak karena pemesanan dilakukan rutin seminggu dua kali. Pemesanan di apotek Kimia Farma 308 dilakukan setiap hari senin dan kamis. Sistem penyimpanan obat di Apotek Kimia Farma 308 berdasarkan :1) Aktivitas farmakologi yang disusun secara alfabetis diantaranya yaitu obat antibiotik, antivirus, ginjal, antimikotik, uper respiratori, analgetik/antipiretik, antihistamin, uricemia, hiperlipidemia, kardiovaskular, gastrointestinal, antidiabetik, osteo, antioksidan, hepatonik, pregnan, immunostimulan, eyetonik, hormon, dan psikis.

2) Berdasarkan bentuk sediaan seperti penyimpanan salep/krim, ovula, suppositoria, tetes mata, tetes telinga, dan obat-obat untuk pemakaian luar lainnya yang kemudian disusun lagi secara alfabetis.3) Kestabilan obat, dimana obat-obat yang termolabil disimpan di dalam lemari es dengan suhu tertentu.4) Untuk obat-obat bebas dan alat-alat kesehatan disimpan berdasarkan kegunaannya di tempat penjualan (swalayan farmasi) yang berada di dekat kasir, dan ditata secara rapi serta menarik.5) Obat-obat loz, yaitu obat-obat yang langsung diambil dari wadah atau kemasan aslinya. Biasanya wadah atau kemasan obat-obat loz berupa wadah plastik besar dimana tablet atau kapsulnya tidak dikemas lagi menggunakan blister atau strip, melainkan langsung digabung seluruhnya.

6) Obat narkotika dan psikotropika, disimpan pada lemari khusus yang terkunci dimana lemarinya ditempel pada dinding.

Pendistribusian produk menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out). Sistem First In First Out yaitu produk yang diterima merupakan produk yang pertama dijual, sedangkan sistem First Expired First Out adalah produk dengan tanggal kadaluarsa yang lebih cepat merupakan produk yang pertama dijual. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya produk yang kadaluarsa belum terjual. Penjualan produk dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Seperti halnya pembelian, penjualan juga harus dicatat. Pencatatan dapat dilakukan secara manual melalui kartu stok dan secara komputerisasi.3.3.8.6 Pelayanan Obat dan Perbekalan KesehatanA. Penjualan resep tunaiPenjualan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap pelanggan yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan dibayar secara tunai. Alur pelayanan resep tunai adalah sebagai berikut :1. Penerimaan resep

a. Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep meliputi: nama, alamat nomor SIP dan paraf/tanda tangan dokter penulis resep ; nama obat, dosis, jumlah dan aturan pakai ; nama pasien, umur, alamat, nomor telepon.b. Pemberian nomor resep, penetapan harga, serta pemeriksaan ketersediaan obat.

2. Perjanjian dan pembayaran, meliputi : pengambilan obat semua atau sebagian, ada atau tidaknya penggantian obat atas persetujuan dokter/pasien, pembayaran, pembuatan kuitansi dan salinan resep (apabila diminta).3. Penyiapan obat/peracikan, meliputi :

a. Penyiapan etiket atau penandaan obat dan kemasan.

b. Peracikan obat (hitung dosis/penimbangan, pencampuran, pengemasan).

c. Penyajian hasil akhir peracikan atau penyiapan obat.

4. Pemeriksaan akhir, meliputi :

a. Kesesuaian hasil penyajian atau peracikan dengan resep (nama obat, jenis, dosis, jumlah, aturan pakai, nama pasien, umur, alamat dan nomor telepon).

b. Kesesuaian antara salinan resep dengan resep asli.

c. Kebenaran kuitansi.

5. Penyerahan obat dan pemberian informasi, mengenai : nama obat, kegunaan obat, dosis jumlah dan aturan pakai ; cara penyimpanan; efek samping yang mungkin timbul dan cara mengatasinya.

B. Penjualan resep kreditAlur pelayanan yang dilakukan hampir sama dengan pelayanan obat dengan resep tunai, perbedaanya adalah pada pelayanan ini tidak terdapat perincian harga obat dan penyerahan uang tunai dari pasien kepada Apotek Kimia Farma 308. Oleh karena itu, pencatatan terhadap pelayanan obat dengan resep dokter secara kredit ini dipisahkan dengan pelayanan obat dengan resep dokter secara tunai. Struk resep kredit diserahkan ke Apotek Kimia Farma BM, yang selanjutnya dilakukan penagihan kepada perusahaan atau instansi yang bersangkutan. Pelayanan resep kredit ini hanya diberikan kepada pasien yang merupakan karyawan atau anggota instansi yang membuat kesepakatan kerja sama dengan PT Apotek Kimia Farma Unit Bandung. Pelayanan resep kredit dilaksanakan sebagai berikut :1. Asisten menerima resep dari pasien.

2. Resep yang diterima diberi slip berwarna kuning yang berisi nomor urut resep kredit, kolom paraf untuk harga, etiket, isi, kemas, periksa dan penyerahan.

3. Resep dikerjakan oleh asisten untuk penyiapan obatnya.

4. Asisten Apoteker memeriksa kembali kesesuaian hasil penyiapan atau peracikan obat dengan resep (nama obat, bentuk, jenis, dosis, jumlah, aturan pakai, nama pasien), kemudian dibuatkan bon rangkap tiga untuk arsip, penagihan dan pasien.

5. Asisten Apoteker menyerahkan obat kepada pasien dengan memberikan informasi mengenai dosis, cara pakai obat dan informasi lain yang diperlukan.

Resep diproses pemberian harga, pemisahan per debitur serta koreksi lain yang diperlukan. Hasil penjualan resep-resep kredit dicatat pada Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH) kredit dan diserahkan ke bagain administrasi untuk proses lebih lanjut.C. Penjualan Bebas dan Pelayanan Swalayan FarmasiPenjualan bebas dan pelayanan swalayan farmasi meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas, perlengkapan bayi, kosmetik, alat kesehatan, suplemen, vitamin, susu, perawatan kulit, perawatan rambut, herbal health care, alat kontrasepsi dan perbekalan farmasi lainnya yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Prosedur penjualan bebas adalah sebagai berikut :a. Petugas penjualan bebas menanyakan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diperlukan oleh pelanggan.

b. Memeriksa ketersediaan barang dan menginformasikan harganya kepada pembeli. Bila pembeli setuju maka pembeli langsung membayar dan petugas akan memasukkan data pembelian ke dalam komputer dan mencetak struk pembayaran untuk diserahkan kepada pembeli dan untuk arsip.

c. Setiap penjualan barang dicatat dalam kartu stok dengan menuliskan nomor bon pembelian.

D. Pelayanan UPDS Pelayanan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) merupakan pelayanan obat tanpa resep dokter dilakukan atas permintaan langsung dari pasien. Obat-obat yang dapat dilayani tanpa resep dokter meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras yang termasuk Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA), obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan. SOP pelayanan Usaha Pengobatan Diri Sendiri (UPDS) yang ada di apotek Kimia Farma adalah :1. Menggunakan metode WWHAM

Who, siapa pengguna obat ?

What, gejala apa yang dirasakan?

How long, berapa lama gejala telah dirasakan pasien ?

Action, tindakan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut?

Medicine, obat apa yang telah dikonsumsi untuk mengatasi gejala tersebut?

2. Memilihkan dan menginformasikan obat yang dibutuhkan sesuai dengan keluhan pasien, dengan memperhatikan peraturan kefarmasian yang berlaku.

3. Apabila pasien telah setuju tuliskan obat yang dibutuhkan dan mintakan tanda tangan, nama, alamat pasien serta apoteker memberikan paraf persetujuan pada formulir swamedikasi (UPDS).

4. Apabila gejala sudah berlangsung selama tiga hari, anjurkan untuk menghubungi dokter. 3.3.8.7 Pelayanan Konsultasi, Informasi, dan EdukasiPelayanan informasi obat di Apotek Kimia Farma 308 umumnya mengenai aturan pakai dan cara penggunaan obat yang tertera dalam resep pada saat penyerahan obat kepada pasien. Hal ini biasanya dilakukan oleh asisten Apoteker, sedangkan informasi yang diberikan oleh Apoteker meliputi informasi yang lebih mendalam dan terperinci misalnya mengenai dosis, efek samping, kontraindikasi, dan sebagainya. Pelayanan informasi obat yang diberikan sekaligus sebagai jawaban atas pertanyaan pasien tentang segala hal yang berkaitan dengan obat atau perbekalan farmasi lainnya, terutama pasien yang melakukan pengobatan sendiri misalnya dengan memberikan alternatif pilihan obat yang sesuai dengan penyakit yang dikeluhkan oleh pasien.3.3.8.8 Pencatatan dan Pelaporana) Pencatatan defekta

Defekta berisi keperluan barang yang atau habis selama pelayanan atau barang-barang yang stoknya dianggap kurang karena barang tersebut diperkirakan akan cepat terjual (fast moving), sehingga harus segera dipesan agar dapat tersedia secepatnya sebelum stok habis.

b) Pencatatan stok barang

Mencatat jumlah barang yang masuk dari pembelian barang dan jumlah barang yang keluar dari hasil penjualan, serta jumlah barang yang masih tersedia di apotek. Pencatatan ini penting untuk mempermudah pengawasan terhadap persediaan obat dan kebutuhan masing-masing obat serta mengawasi arus barang agar penyalurannya mengikuti kaidah FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out) sehingga mengurangi resiko obat-obat kadaluarsa.

c) Pencatatan permintaan barang

Permintaan barang dicatat dalam BPBA (Bon Pemintaan Barang Apotek) berupa kebutuhan barang apotek, yang kemudian diajukan atau dikirimkan ke unit BM Bandung.d) Pencatatan penerimaan barang

Mencatat barang yang diterima berdasarkan surat pesanan dan faktur pembelian barang sebagai bukti penerimaan barang apotek. Pencatatan dilakukan setiap barang didatangkan dari PBF ke apotek yang disertai faktur pembelian. Bukti penerimaan barang apotek beserta faktur dilaporkan ke unit BM Bandung setiap bulannya sebagai bukti bahwa apotek Kimia Farma 308 telah menerima barang sesuai surat pesanan atau BPBA yang telah diajukan.

e) Pencatatan rekap resep

Perekapan resep dilakukan setiap hari dimana resep dikumpulkan dan dipisahkan berdasarkan tanggal dibuat atau dikeluarkannya resep. Resep asli beserta struk harga obat disimpan sebagai arsip. Resep yang sudah direkap berdasarkan tanggal resep, kemudian dicatat dan dientry ke komputer. Pencatatan meliputi: nama dokter penulis resep, nama obat yang diresepkan, jumlah obat yang diresepkan dan total harga.

Untuk resep yang mengandung obat-obat golongan narkotika dan psikotropika direkap secara terpisah dan diberi tanda yang akan digunakan untuk keperluan pembuatan laporan penggunaan narkotika dan psikotropika.

f) Laporan keuangan

Pada apotek pelayanan seperti Apotek Kimia Farma 308 Garut, laporan yang berhubungan dengan keuangan hanya berupa Buku Setoran Kas Apotek dan Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH)

1.Buku Setoran Kas Apotek

Berisi jumlah penerimaan uang yang berasal dari penjualan obat dengan resep dokter dan tanpa resep dokter, penjualan alat kesehatan dan dari bagian swalayan. Juga jumlah uang yang dikeluarkan untuk kepentingan operasional. Hasil penjualan dikurangi pengeluaran adalah jumlah uang yang disetorkan ke bagian administrasi keuangan untuk dimasukan ke bank yang ditunjuk, disertai dengan buku setoran kasir apotek. Penyetoran uang dilakukan pada saat pergantian waktu kerja (dua kali sehari).

2. Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH)

LIPH berisi rincian penerimaan uang atas penjualan tunai di apotek yang berasal dari pernjualan obat dan perbekalan kesehatan lainnya baik melalui resep atau non resep (UPDS) dan data penjualan resep kredit yang selanjutnya dilaporkan ke Bisnis Manajer Bandung. g) Laporan stok opname

Stok opname adalah pemeriksaan jumlah dan kondisi fisik barang yang dilakukan setiap akhir bulan. Pemeriksaan dilakukan untuk mengecek apakah jumlah fisik barang sesuai dengan data dalam kartu stok atau data di komputer. Stok fisik yang dihitung adalah sisa fisik barang saat berakhirnya periode stock opname. Tujuan dari Stock Opname adalah:

a. Mengetahui modal dalam bentuk barang.

b. Mengetahui HPP (Harga Pokok Penjualan).

c. Mengetahui adanya barang yang hilang, rusak atau kadaluarsa.

d. Menginventarisasi barang-barang yang kurang laku atau tidak laku.

3.3.8.9 Pengelolaan Obat Narkotika dan PsikotropikaPengelolaan obat narkotika dan psikotropika di Apotek Kimia Farma 308 sebagai berikut:a. Pemesanan obat golongan narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma sebagai satu-satunya distributor resmi obat golongan Narkotika yang ditunjuk oleh pemerintah. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat pesanan narkotika model N.9 yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama, nomor SIA dan stempel apotek. Setiap satu surat pesanan berlaku untuk satu jenis obat. Sedangkan untuk pemesanan obat golongan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama, nomor SIA dan stempel apotek. Setiap satu surat pesanan psikotropikadapat berlaku untuk lebih dari satu jenis obat. b. Obat narkotika dan psikotropika yang telah dikirim, kemudian disimpan masing-masing dalam lemari khusus yang dilengkapi dengan kunci dan bukti penerimaannya harus ditandatangani oleh APA.

c. Penyerahan obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan berdasarkan resep dokter. Resep yang mengandung obat golongan narkotika diberi tanda garis merah dibawah nama obatnya dan dicatat nomor resep, tanggal penyerahan, nama dan alamat pasien, nama dan alamat dokter serta jumlah obat yang diminta dalam laporan pemakaian narkotika. Apotek tidak boleh mengulang penyerahan obat Narkotika atas dasar salinan resep dari apotek lain, salinan resep harus diambil di apotek yang menyimpan resep aslinya.

d. Pelaporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulan. Pencatatan dan pelaporan penggunaan obat golongan narkotika dan psikotropika dilakukan setiap bulan. Untuk obat narkotika, laporannya meliputi laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, dan laporan penggunaan morfin dan petidin. Laporan harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan SIK, SIA, nama terang, alamat apoteker, dan stempel apotek. Kemudian ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat I, Balai Besar POM Bandung, dan Penaggung Jawab Narkotika PT. Kimia Farma, Tbk.e. Pemusnahan narkotika dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dihadiri oleh petugas Dinas Kesehatan tingkat II, APA, dan salah satu karyawan apotek. Setelah dilakukan pemusnahan, dibuat berita acara pemusnahan narkotika yang ditujukan kepada Badan POM, Dinas Kesehatan tingkat I Propinsi Jawa Barat dan Kepala Kantor Pusat PT. Kimia Farma. Berita acara pemusnahan narkotika mencakup hari, tanggal, waktu pemusnahan, nama APA, nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari apotek, nama dan jumlah Narkotika yang dimusnahkan, cara pemusnahan dan tanda tangan penanggung jawab apotek. Untuk obat golongan psikotropika, laporan penggunaannya juga diserahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat I.BAB IV

TUGAS KHUSUS

PELAYANAN INFORMASI OBAT YANG EFEKTIF, BERKUALITAS, DAN KOSNSISTEN

4.1 Latar Belakang

Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, sudah tentu mutlak diperlukan suatu pelayanan yang bersifat terpadu komprehensiv dan profesional dari para profesi kesehatan.

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian intregral dari sistem pelayanan kesehatan yang tidak terpisahkan, salah satu aspek pelayanan kefarmasian yaitu Pelayanan Informasi Obat yang diberikan oleh apoteker kepada pasien dan pihak-pihak terkait lainnya. Informasi obat adalah suatu bantuan bagi dokter dalam pengambilan keputusan tentang pilihan terapi obat yang paling tepat bagi seorang pasien. Pelayanan informasi obat yang diberikan tersebut tentulah harus lengkap, obyektif, berkelanjutan dan selalu baru up to date. Dengan pelaksanaan pelayanan informasi obat ini, pada akhirnya diharapkan akan mendukung upaya penggunaan obat yang rasional di sarana pelayanan kesehatan.

4.2 Tujuan

4.2.1 Tujuan Umum

Mengenal dan mampu melaksanakan pelayanan informasi obat kepada pasien yang efektif, berkualitas dan konsisten.

4.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui makna dan tujuan PIO.

Dapat mendesain pelayanan informasi obat yang efektif, berkualitas dan konsisten.

Diharapkan mampu menerapkan PIO di tempat bekerja.

4.2.3 Rumusan Masalah

1. Apakah makna dan tujuan dari PIO?

2. Apa saja unsur/komponen dalam PIO?

3. Bagaimana mendesain pelayanan informasi obat yang efektif, berkualitas dan konsisten?

4. Dimana PIO bisa disajikan?

5. Mengapa PIO begitu penting?

6. Kapan PIO bisa disajikan?

4.3 Makna Dan Tujuan PIO

4.3.1 Definisi

Menurut keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

4.3.2. Tujuan

1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit.

2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite

3. Farmasi dan Terapi.

4. Meningkatkan profesionalisme apoteker.Menunjang terapi obat yang rasional (Anonim, 2004)

4.4 Sasaran Informasi Obat

1. Pasien atau keluarga pasien

2. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain-lain

3. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain (Anonim, 2006)

4.5 Kegiatan PIO

Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberika informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima (Anonim, 2006).

Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi dari yang sederhana sampai yang bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluai secara seksama .

4.6 Prosedur penanganan pertanyaan

1) Menerima pertanyaan

2) Identifikasi penanya

3) Identifikasi masalah

4) Menerima permintaan informasi

5) Informasi latar belakang penanya

6) Tujuan permintaan informasi

7) Penelusuran pustaka dan memformulasikan jawaban

8) Menyampaikan informasi kepada pihak lain

9) Manfaatkan informasi

10) Publikasi

11) Mendukung Panitia Komite Farmasi dan Terapi (Anonim, 2006).

4.7 Sumber informasi obat

1) Sumber daya, meliputi :

a) Tenaga kesehatan

Dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan lain.

b) Pustaka

Terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian

dan Farmakope.c) Sarana

Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.

d) Prasarana

Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi

farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain-lain).

2) Pustaka sebagai sumber informasi obat, digolongkan dalam 3 (tiga)

kategori :

a) Pustaka primer

Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.

Contoh pustaka primer :

(1). Laporan hasil penelitian

(2). Laporan kasus

(3). Studi evaluatif

(4). Laporan deskriptif

b) Pustaka sekunder

Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base, contoh : medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat, InternationalPharmaceutikal Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.

c) Pustaka tersier

Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami (Anonim,2006). Menurut undang-undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 53 ayat 2 menyatakan bahwa Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran, dan hak atas pendapat kedua.

4.8 Unsur Dan Komponen PIO

Unsur dan komponen dalam PIO antara lain:

1. Pemberi Informasi (Apoteker)

2. Penerima Informasi (pasien, apoteker, dokter, tenaga kesehatan lain)

3. Informasi Yang Diberikan dan Sumber Data

4. Media (Langsung, Tulisan, Elektronik)

5. Metode (Verbal, non Verbal)

4.9 Desain Pelayanan Informasi Obat Yang Efektif, Berkualitas Dan

Konsisten

Dalam melaksanakan PIO harus dibuat agar PIO yang diberikan dapat efektif, berkualitas dan konsisten. Sehingga perlu mendesain bagaimana PIO tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.

Hal-hal yang diperlukan dalam PIO antara lain:

Sumber Daya Manusia

Sarana dan Prasarana

Dokumentasi

Langkah-langkah Standard Operating Procedure (SOP)

Evaluasi

4.9.1 Sumber Daya Manusia

Persyaratan Apoteker sebagai Tenaga Spesialis Informasi Obat

1. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti pendidikan pelatihan yang berkelanjutan.

2. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran, penyeleksian, dan evaluasi sumber informasi.

3. Mempunyai pengetahuan yang baik tentang terapi obat.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang mumpuni, baik secara lisan maupun tulisan.

Pada umumnya, ada dua metode utama untuk menjawab pertanyaan informasi obat, yaitu komunikasi lisan dan tertulis. apoteker yang memutuskan mana diantara dua metode tersebut yang paling tepat digunakan. dalam beberapa situasi klinik, jawaban lisan biasanya diikuti dengan materi tertulis.

Dalam menjawab pertanyaan informasi obat, apoteker menerapkan :

1. Komunikasi secara primer, yaitu menggunakan bahasa yang baik, yang dapat dimengerti penanya.

2. Komunikasi verbal, yaitu lisan atau tertulis.

3. Komunikasi secara sirkular dalam komunikasi tatap muka baik antarpribadi apoteker dan pribadi penanya, maupun dalam kelompok kecil, misalnya dalam kunjungan tim medis ke ruang pasien, atau dalam konferensi medis.

4. Komunikasi secara sekunder, yaitu menggunakan pesawat telepon, faksimili, email, surat berita, buletin, monografi, dsb.

Apabila komunikasi antara pasien dan Apoteker tidak baik, akan menyebabkan kekecewaan kedua belah pihak dan mengurangi kepatuhan pasien. Namun, jika terdapat hubungan yang efektif, kemungkinan pasien akan kembali untuk mencari nasihat selanjutnya tentang pengobatan sendiri (swamedikasi) dan untuk menebus obat-obat resep yang diperolehnya dari dokter.

Hubungan apoteker dengan pasien yang efektif akan terbentuk, jika apoteker merupakan sumber informasi yang baik dan memiliki empati terhadap pasien. Sikap dasar apoteker terhadap pasien akan mempengaruhi mutu komunikasi. Apoteker yang baik, wajib menghilangkan hambatan dengan meniadakan prasangka (bias) terhadap tingkat pendidikan, sosioekonomi, latar belakang budaya, minat atau sikap seorang pasien. Selain itu, pasien harus dibuat yakin bahwa setiap informasi yang didiskusikan dengan pasien akan sangat dirahasiakan.

Salah satu cara untuk memastikan suatu komunikasi yang baik adalah aktif mendengarkan. Mendengarkan adalah suatu komponen penting komunikasi. Ini berarti bahwa pasien dapat bebas mennyatakan masalahnya secara keseluruhan dan menerima perhatian apoteker sepenuhnya. Apoteker wajib terfokus kepada pasien dan meniadakan unsur pengganggu seperti suara telepon, dsb. Apoteker harus sering menjernihkan rincian masalah pasien dan harus mau menerima jawaban pasien terhadap pertanyaannya. Apoteker sebaiknya menjawab dengan empati, bisa jadi dengan menguraikan kata-kata pasien atau dengan merefleksikan pada apa yang