laporan kelompok 3 modul 1 skenario 1 bercak merah pada kulit

35
Laporan Kelompok PBL Sistem Imunologi MODUL 1 ”BERCAK MERAH PADA KULIT” Disusun Oleh : KELOMPOK 3 Tutor : dr. WD. Sitti Asfiah Udu, M.Sc PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALUOLEO

Upload: wulan-rahma

Post on 05-Feb-2016

571 views

Category:

Documents


66 download

DESCRIPTION

tutorial

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

Laporan Kelompok PBL

Sistem Imunologi

MODUL 1

”BERCAK MERAH PADA KULIT”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3

Tutor :

dr. WD. Sitti Asfiah Udu, M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2015

Page 2: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

ANGGOTA KELOMPOK 3

1. NUR RAHMA K1A1 12 091

2. YUNITA YUSUF K1A1 12 103

3. WISNA ANDRIANI K1A1 12 117

4. RISKA K1A1 12 118

5. MELAHA RAY K1A1 12 134

6. NURUL ANUGRAH WULANDARI K1A1 12 135

7. AHMAD ARIEF J.B K1A1 13 002

8. A.M AKRAMULLAH DENDI. J K1A1 13 004

9. REFI FARADILAH K1A1 13 049

Page 3: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

KATA PENGANTAR

Assalamualikum wr wb

Alhamdulillah hirobbil’alamin, Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

tuhan pencipta seluruh alam semesta besarta isinya, karena telah memberikan rahmat dan

hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya, tak lupa

salawat dan salam kami junjungkan kepada Rasulullah SAW, yang telah membawa kita

semua dari zaman jahiliyah kepada zaman yang terang benderang.

Dalam rangka melengkapi tugas tutorial I sistem Imunologi kami membuat laporan

ini. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya kami berikan kepada tutor kami yaitu dr. WD.Sitti

Asfiah, M.Sc, yang telah membimbing kami selama tutorial, dan teman-teman kelompok 3

yang telah kompak berusaha untuk menyelesaikan laporan ini. Memang bukanlah hal yang

mudah dalam menyusun laporan ini, namun kami telah berusa semaksimal mungkin dan

bersungguh-sungguh dalam menyelesaikannya.

Kami pun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan laporan ini,

baik dari segi penulisan, isi maupun informasi yang terdapat dalam laporan ini, oleh karena

itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, dan mohon saran, kritik dan masukan dari para

pembaca sekalian sehingga dapat meyempurnakan dalam proses pembuatan laporan

selanjutnya.

Akhir kata, kami sangat berterima kasih kepada para pembaca, teristimewa kepada

mereka yang berkenan memberikan kritik dan sarannya. Harapan kami , semoga laporan ini

bermanfaat untuk kita semua. Amin ya robbal’alamin.

Wassalamualikum wr wb

Kendari, Februari 2015

Penulis

Page 4: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan

hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m² dengan berat kira-kira 15 % berat badan.

Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan

kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim,

umur seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh.

Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang (fair skin), pirang dan

hitam, warma merah muda pada telapa kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan

pada genitalia orang dewasa. Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut tipis dan

tebalnya ; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit

yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat

pada muka, yang lembut pada leher dan badan dan yang berambut kasar terdapat pada kepala.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah selesai mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menyebutkan

reaksi hipersensitif yang menyebabkan bercak merah pada kulit dan menjelaskan tentang

penyebab, petomekanisme reaksi yang bersangkutan, terutama imunopatogenesis terjadinya

reaksi ini, kerusakan jaringan, tanda/gejala yang ditemukan, cara diagnosis penunjang, serta

penatalaksanaan kasus yang bersangkutan.

Page 5: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SKENARIO

Seorang ibu rumah tangga berumur 20 tahun datang ke dokter praktek swata dengan

keluhan bercak kemerahan berbatas tegas di pergelangan tangan. Muncul 4 hari yang lalu.

Bercak tersebut agak hangat pada perabaan, terasa gatal dan tidak ada nyeri pada penekanan.

Kelainan ini sifatnya kambuhan terutama setelah mencuci. Lokasi kelainannya bisa di sela –

sela jari tangan atau di sela jari kaki.

2.2 KATA KUNCI

Ibu rumah tangga 20 tahun

Bercak kemerahan

Berbatas tegas di pergelangan tangan

Muncul 4 hari yang lalu

Terasa hangat, gatal dan tidak nyeri bila ditekan

Sifatnya kambuhan terutama setelah mencuci

Lokasi bisa di sela jari tangan dan kaki

2.3 PERTANYAAN

1. Bagaimana anatomi, histologi dan fisiologi kulit?

2. Jelaskan definisi hipersensitivitas dan sebutkan pembagiannya?

3. Difential Diagnosis dan Diagnosi Sementara?

4. Jelaskan mekanisme hipersensitivitas tipe 1?

5. Etiologi dari Diagnosi Sementara?

6. Epidemiologi Diagnosi Sementara?

7. Pemeriksaan penunjang Diagnosi Sementara?

8. Penatalaksanaan Diagnosi Sementara?

9. Komplikasi dan prognosis dari Diagnosi Sementara?

Page 6: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

2.4 JAWABAN PERTANYAAN

1. ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI KULIT

ANATOMI KULIT

Kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:

a. Lapisan epidermis atau kutikel

b. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)

c. Lapisan subkutis (hipodermis)

Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai

dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.

1. Lapisan epidermis terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum,

stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.

Page 7: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar

dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan

protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).

Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum merupakan

lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah

menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas

di telapak tangan

dan kaki.

Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-

sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya.

Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak

mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak

tangan dan kaki.

Stratum spinosum (stratum malpighi) atau disebut pula prickle cell layer

(lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk pollgonal

yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.

Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikoigen, dan inti

terletak di tengah-tengah. Sel sel ini makin dekat ke permukaan makin

gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinoisum terdapat jembatan-

jembatan antar sel (intercelullar bridges) yang terdiri atas protoplasma

dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini

membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di

antaranya sel-sel spinoisum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel Stratum

spinosum mengandung banyak glikogen.

Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang

tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar

(palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.

Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduksi. Lapisan

ini terdiri atas dua jenis sel yaitu:

a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik

inti lonjong dan besar, dihubungkan satudengan yang lain oleh

jembatan antar sel.

Page 8: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan

sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasmabasofilik dan inti gelap,

dan mengandung butir pigmen (melanosomes).

2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal

daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat

dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secaragaris besar dibagi

menjadi dua bagian yakni :

Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah

Pars retikulare, yaitu bagian di bawah yang menonjol ke arah

subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya

serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini

terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondritin sulfat, di bagian

ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas,

membentuk ikatan (bunde) yang mengandung hidroksiprolin dan

hidrosisilin. Kolagen muda bersiat lentur dengan bertambahnya umur

menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen

muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan

mudah mengembang serta lebih elastis.

3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat

longgar beris sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakn sel bulat,

besar,dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-

sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh

trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa,

berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf

tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak

sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3

cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga

merupakan bantalan. Vaskularisasi di kulit duatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus

yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di

subkutis (pleksus profunda). pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan

anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare

juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih

besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening.

Page 9: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

FISIOLOGI KULIT

a. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya

tekanan, gesekan, tarikina, gangguan kimiawi, terutama yang bersifat iritan. Contohnya lisol,

karbon, asam dan alkali kuat lainnya. Gangguan yang bersifat panas misalnya, radiasi,

sengatan sinar ultra violet. Gangguan infeksi luar misalnya kuman, bakteri, maupun jamur.

Hal di atas kemungkinan besar karna ada bantalan lemak,tebalnya lapisan kulit dan serabut

serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung dari gangguan fisis.

b. Fungsi absorspsi

Kulit yang sehat tidak mudah meresap air, larutan dan benda padat.tetapi cairan yg

mudah menguap lebih mudah di serap, begitupun larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap

O2, dan Co2,dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian dalam fungsi respirasi.

Kemampuan absoprbsi kulit di pengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi kelembapan,

metaboloisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara

sel,menembus sel epidermis, atau melalui muara saluran kelenjar. Tetapi lebih banyak yang

melalui sel epidermis dari pada melalui muara kelenjar.

c. Fungsi ekskresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak bergunaisa metabolism dalam

tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh

hormone androgen dari ibunya.memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap

cairan amnion, pada waktu lahir di jumpai sebagai vermix caseosa. Sebum di produksi

melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan evapurasi air

yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.

d. Fungsi persepsi .

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensoris di dermis subkulit. Terhadap ransangan

panas di perankan oleh badan Ruffini di dermis dan sub kutis. Terhadap dingin di perankan

oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil meisner terletak di papilla

dermis berperan terhadap perabaan, demikian pula pada badan merkel renvier, yang terletak

di epidermis.

e. Fungsi pengaturan suhu tubuh

Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan

otot pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit

mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskuler di pengaruhi oleh saraf simpatis . pada

Page 10: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

bayi biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna sehingga terjadi ekstra

vasasi cairan karna itu kulit bayi tampak lebih edematosa karna lebih banyak mengandung air

dan Na.

f. Fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen , terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigil saraf.

Pembandingan jumlah sel basal melanosit adalah 10 : 1. Jumlah menositdan jumlah serta

besarnya butiran pigmen.

g. Fungsi keratinasi

Lapisan kulit orang dewasa mempunya 3 jenis lapisan sel utama yaitu keratinosit, sel

langerhans, melanosit. Keratinosit di mulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel

basal yang lain akan berpindak ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum, makin ke

atas sel makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang ,

dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amoft, proses ini berlansung terus menerus

seumur hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya di ketahui.

h. Fungsi pembentukan vitamin D

Dengan mengubah 7 dehidruksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari, tetapi

kebutuhan tubuh akan vitamin D akan cukup tidak cukup hanya dari hal tersebut sehingga

pemberian vitamin D sistemik masih sangat di perlukan.

2. Hipersensitivitas

1. Reaksi tipe I Reaksi cepat

Disebut juga reaksi cepat, reaksi anfilaksis atau reaksi alergi dikenal sebagai reaksi

yang segera timbul sesudah alewrgen masuk ke dalam tubuh. Istilah alergi yang pertama kali

digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagai reaksi pejamu yang berubah bila

terjadi kontak dengan bahan yang sama untuk kedua kali atau lebih.

Antigen yang masuk dalam tubuh akan ditangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu

dipresentasekan ke sel Th 2. Sel yang akhirnya melepas sitokin yang merangsang sel B untuk

membentuk Ig E. Ig E akan diikat oleh sel yang memiliki reseptor untuk Ig E seperti sel mast,

basofil dan eusinofil. Bila tubuh terpajang ulang dengan alergen yang sama, alergen yang

masuk di dalam tubuh bakan diikat oleh Ig M pada permukaan sel mast yang menimbulkan

degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan mediator antara lain histamin yang

Page 11: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

didapat di dalam granul-granul sel dan minim,bulkan gejala pada reaksi hipersensitivitas tipe

I.

Penyakit-penyakit yang timbul segera sesudah tubuh terpajang dengan alergen adalah

asma brongkhial, rhinitis, urtikaria dan dermatitis atopik. Disamping histamin, mediator lain

seperti prostaglandin dan leukotrin (SRS-A) yang dihasilkan metabolisme asam arakhidonat,

berperan pada fase lambat dari reaksi tipe I yang sering timbul beberapa jam sesudah kontak

dengan alergen

2. Reaksi tipe II Reaksi sititoksik

Reaksi tipe II disebut juga reaksi sitotoksik, terjadi oleh karena dibentuk antibodi

jenis Ig G atau Ig M terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu. Ikatan antibodi

dengan antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu tersebut dapat mengaktifkan

komplement dan menimbulkan lisis. Lisis sel dapat pula terjadi melalui sensitasi sel NK

sebagai efektor antibodi dependentt sel sitotoksisiti. Contoh reaksi tipe II adalah dekstruksi

sel darah merah akibat reaksi transfusi dan penyakit anemia hemolitik pada bayi yang b aru

dilahirkan dan dewasa. Sebagioan kerusakan jaringan pada penyakit auto imun seperti

miastenia gravis dan tirotoksikosis juga ditimbulkan melalui mekanisme reaksi tipe II.

Anemia hemolitik dapat ditimbulkan oleh obat seperti penisilin, kinin dan sulfonamid.

3. Reaksi tipe III atau reaksi kompleks imun

Reaksi tipe III atau reaksi kompleks imun terjadi akibat endapan kompleks antigen

antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibodi disini biasanya jenis Ig G atau Ig M.

Kompleks tersebut mengaktifkan komplement yang kemudian melepas berbagai mediator

terutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut akan

merusak jaringan sekitar tempat tersebut. Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen

yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis

ekstrinsik alergi) atau jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi tersebut disertai dengan

antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tidak disertai dengan respon antibodi efektif.

Antigen (Ag) dan antibodi (Ab) bersatu membentuk kompleks imun. Selanjutnya

kompleks imun mengaktikan C yang melepas C 3a dan C 5a dan merangsang basofil dan

trombosit melepas berbagai mediator antara lain histamin yang mengikat permeabilitas

vaskular.

Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear

terutama dalam hati, limfa dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut,

Page 12: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

ukuran kompleks imun merupakan faktor penting. Pada umumnya kompleks yang besar,

mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati. Kompleks yang larut terjadi bila antigen

ditemukan jauh lebih banyak dari pada antibodi yang sulit untuk dimusnahkan dan oleh

karena itu dapat lebih lama ada dalam sirkulasi. Komplek imun yang ada daalm sirkulasi

meskipun dalam waktu yang lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila

kompleks imun menembus didnding pembuluh darah dan mengendap di jaringan. Gangguan

fungsi fagosit didiga dapat merupakan sebab mengapa kompleks imun sulit dimusnahkan.

4. Reaksi Tipe IV Reaksi hipersensitivitas lambat

Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitivitas lambat, timbul dari 24 jam

setelah tubuh terpajang dengan antigen. Dewasa ini, reaksi tipe IV dibagi dalam delayed tipe

hiper-sensitiviti yang terjadi melalui CD 4 dan T cell mediated sitolisis yang terjadi melalui sel

CD 8.

Pada Delayed Type Hypersensitivity sel CD 4 yang mengaktiofkan makrofag berperan

sebagai sel efektor. CD 4 Th 1 melepas sitokin (IFN γ ) yang mengaktifkan makrofag dan

menginduksi inflamasi. Contoh-contoh reaksi DTH adalah sebagai berikut:

1) Reaksi tuberkulinyaitu reaksi dermal yang berbeda dengan reaksi dermatitis kontak yang

terjadi 20 jam setelah terpajang dengan antigen. Reaksi terdiri atas infiltrasi sel mononuklear

(50%) adalah limfosit dan sisanya mosnosit.

2) Dermatitis kontak. Reaksi DTH dapat terjadi sebagai respon terhadap bahan yang tidak

berbahaya dalam lingkungan seperti nikel yang menimbulkan dermatitis kontak sel

langerhans sebagai antigen presenting sel atau APC, sel Th 1 dan makrofag memegang

peranan pada reaksi tersebut.

3) Reaksi granuloma pada keadaan yang paling menguntungkan DTH berakhir dengan

hancurnya mikroorganisme oleh enzim lisosom dan produk makrofag lainnya seperti teroksit

radikal dan superoksid.

T Cell Medeiated Cytolisis. Dalam kerusakan terjadi melalui CD 8 / sitotoksis T lympocite

(CTL/Tc) yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakih hipersensitivitas selular disuga merupakan

sebab auto imunitas. Oleh karena itu, penyakit yang ditimbulkan hypersensitivitas selular cenderung

terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus

sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respon CTL terhadap hepatosit yang

terinfeksi.

Sel CD 8 spesifik untuk antigen atau sel autologus dapat membunuh sel dengan langsung.

Pada banyak penyakit autoimun yang terjasi melalui mekanisme selular, biasanya ditemukan baik sel

CD 4 maupun CD 8 spesifik self antigen dan kedua jenis sel tersebut dapat menimbulkan kerusakan.

Page 13: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

3. DIFENTIAL DIAGNOSIS

No Gejala klinis DKA DKI URTIKARIA 1 Wanita 20 tahun + + + 2 Bercak merah berbatas tegas

di pergelangan tangan+ + -

3 Hangat pada perabaan + + - 4 Gatal + + + 5 Tidak ada nyeri penekanan + + - 6 Kambuhan setelah mencuci +/- + +/- 7 Lokasi disela2 jari tangan

dan kaki + + -

4. DERMATITIS KONTAK ALERGI

EPIDEMIOLOGI

Bila dibandingkan dengan DKI,jumlah penderita DKA lebih sedikit karena hanya

mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hypersensityvity).diramalkan bahwa

jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk

yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat.namun informasi mengenai

prevalensi dan insiden DKA di masyarakat sangat sedikit,sehingga berapa angka yang

mendekati kebenaran belum didapat.

Dahulu diperkirakan bahwa kejadiaan DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA

20%,tetap8i data baru dari inggris dan AS menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat kerja

karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60%.Sedangkan satu

penelitian menemukan frekuensi DKA bukan diakibatkan kerja 3 hari lebih sering daripada

DKA akibat kerja.

ETIOLOGI

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya

rendah (>1000 dalton),merupan alergen yang belum diproses,disebut hapten,bersifat

lipofilik,sangat reaktif,dapat menembus stratu korneum sehingga mencapai sel epidermis di

bawahnya (sel hidup).Berbagai faktor pengaruh dalam timbulnya DKA,misalnya,potensi

sensitisasi alergen,dosis per unit area, luas daerah yang terkena ,lama pajanan, koklusi, suhu

dan kelembaban lingkungan,sehikulum,dan pH.Juga faktor individu,misalnya keadaan kulit

pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,ketebalan epidermis),status immunologi

(misalnya sedang menderita sakit,terpajan sinar matahari).

Page 14: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

PATOMEKANISME

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun yang

diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat.

Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang

mengalami sensitasi dapat menderita DKA.

a. Fase Sensitisasi

Hapten yang mask kedalam epidermis melewati stratum korneum akan di tangkap

oleh sel langerhans dengan cara pinositosis, atau diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom

atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Pada

awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag

dangan sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Tetapi, setelah kreatinosit terpajan oleh

hapten juga mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin yang akan mengaktifkan sel

langerhans sehingga mampu menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel

langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu serta ekspresi molekul permukaan sel

termasuk MHC kelas 1 dan 2, ICAM-1, LFA-3, dan B7. Sitokin pro inflamasi lain yang

dilepaskan oleh keratinosit yaitu TNF α, yang dapat mengaktifasi sel T , makrofag dan

granulosit , menginduksi perubahan molekul adhesi sel dan pelepasan sitokin juga

meningkatakan MHC kelas 1 dan 2.

TNFα Menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel Langerhans pada epidermis,

juga menginduksi aktivitas Gelatinolisis sehingga memperlancar sel langerhans lewati

mebran Basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui saluran limfe. Didalam

kelenjar Limfe sel langerhans mempersentasekan kompleks HLA-DR antigen kepada sel T

penolong spesifik, yaitu yang mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel

langerhans , dan kompleks reseptor sel T CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses.

Ada atau tidak adanya sel T spesifik ditentukan secara Genetik.

Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi untuk menseksresi IL-2 , Dan

mengespreseikan reseptor IL-2, Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi sel T Spesifik,

senhingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel T memori akan meninggalkan

kelenjar getah bening dan beredar keseluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi

tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.

Page 15: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

Menurut konsep ‘danger’ signal bahwa signal antigenic murni suatu hapten

cenderung menyebabkan toleransi , sedangkan sinyal iritannya menimbulkan sensitisasi.

Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak bergantung pada adanya sinyal iritan yang

dapat berasal dari allergen kontak sendiri, dari ambang rangsang yang rendah terhadap respon

iritan , dari bahan kimia infamasi pada kulita yang meradang atau kombinasi dari ketiganya.

b. Fase Elisitasi

Fase kedua adalah elisitasi Hipersensitivitas tipe lambat erjadi pada pajanan ulang

allergen seperti pada fase sensitisasi , hapten akan ditangkap oleh sel langerhans dan diproes

secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian diekpresikan dipermukaan

sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR antigen akan dipresentasekan kepada sel T yang telah

tersensitisassi baik dikulit maupun dikelenjar limfe, sehingga terjadi proses aktivasi. Dikulit

proses aktivasi lebih kompleks dengan hadirnya sel-sel lain. Sel langerhans mensekresi IL-1

yang menstimulasi sel T untuk memproduksi IL-2, dan mengeskspresi IL-2R, yang akan

menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi sel T dikulit. Sel T teraktivasi juga

mengeluarka IFN-y yang akan mengaktifkan keratinosit mengekspresi ICAM-1 Dan HLA-

DR adanya ICAM-1 Memungkinkan keratinosit untuk berinteraksi dengan sel T, dan

Leukosit yang lain yang mengekspresi molekul LFA-1 . sedangkan HLA-DR memungkinkan

keratinosit untuk berinteraksi langsung dengan sel T CD4 , dan juga memungkinkan

presentase antigen kepada sel tersebut. HLA-DR Juga dapat merupakan target sel T sitotoksik

pada keratinosit. Keratinosit menghasilka sejumlah sitokin antara IL-1 , IL-6, TNF α, dan

GMCSF, semuanya dapat mengaktivasi sel T . IL-1 dapat menstimulasi keratinosit

menghasilkan eikosanoid. sitokin dan eikosaniod akan mengaktifkan sell mass dan makrofag.

Sel mass yang berada di dekat pembuluh darah dermis akan melepaskan antara lain

histamine, berbagai jenis factor kemotaktik, PGE2 dan PGD2, dan leukotrin B4. Eikosanoid

baik yang berasal dari sel mas maupun dari keratinosit atau leukosit menyebabkan dilatasi

vascular dan meningkatkan permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan

kinin mudah berdifusi ke dalam dermis dan epidermis. Selain itu factor kemotaktik dan

eikosanoid akan menarik neutrofil, monosit dan sel darah lain dari dalam pembuluh darah

masuk kdalam dermis. Rentetan kejadian tersebut akan menimbulkan respons klinik DKA.

Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.

GEJALA KLINIS

Page 16: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan

dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimuai dengan bercak eritematosa yang

nberbatas jelas kemudian diikuti edema, papulo vesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula

dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi. DKA akut di tempat tertentu misalnya kelopak

mata, penis, skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang ktonis

terlihat kulit kering berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak

jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan Dermatitis kontak iritan kronis yang mungkin

penyebabnya juga campuran. DKA Dapat meluas ketempat lain, misalnya dengan cara

autosensitisasi skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap DKA.

DIAGNOSIS

Diagnosis di dasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang

teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang

ditemukan.misalnya,ada kelainan kulit yang berukuran nummular di sekitar umbilicus berupa

hiperpigmentasi,likenivikasi,dengan papul dan erosi,maka perlu ditanyakan apakah penderita

memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam(nikel).data yang

berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan,hobi,obat topical yang pernah

digunakan,obat sistemik,kosmetika,bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi,penyakit

kulit yang pernah dialami,riwayat atopi,baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.

Pemeriksaan fisis sangat penting,karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering

kali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya,misalnya,diketiak oleh

deodorant,dipergelangan tangan,oleh jam tangan,dikedua kaki oleh sepatu atau

sandal.pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang,pada seluruh kulit

untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karna sebab-sebab endogen.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk memastika diagnosis maka diperlukan pemeriksaan penunjang, salah satu

pemeriksaan yang dilakukan yaitu Uji Tempel.

Untuk melakukan uji temple diperlukan antigen,biasanya antigen standar buatan

pabrik,misalnya finn chamber system kit dan.T.R.U.E.bahan yang digunakan untuk uji

temple misalnya kosmetik pelembab,produk yang diketahui bersifat iritan misalnya

Page 17: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

deterjen,hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi perlu di ingat bahwa hasil positif

dengan allergen bukan standar perlu control (5-10 orang),untuk menyingkirkan kemungkinan

karna iritasi.

Uji tempel biasa dilakukan selama 48 jam setelah itu uji tempeldilepas.pembacaan

pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang di uji telah

menghilang atau minimal.hasilnya sebagai berikut:

1 = reaksi lemah (non vesicular): eritema,infiltrate,papul (+)

2 = reaksi kuat:edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan:hanya macula eritematosa

5 = iritasi: seperti terbakar,pustule atau purpura (ir)

6 = reaksi negative (-)

7 = excited skin

8 = tidak di tes (NT=not tested)

untuk menginterpretasi hasil uji temple tidak mudah.respon alergi biasanya menjadi

lebih jelas antara pembacaan ke satu dan kedua,berawal dari +/- ke + atau ++bahkan ke +++

sedangkan respon iritan cenderung menurun.

Reaksi positif palsu dapat terjadi bila konsentrasi terlalu tinggi,atau bahan tersebut

bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup ini disebabkan karena efek tekan,terjadi bila

menggunakan bahan padat.

Reaksi negative palsu dapat terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah,vehikulum

tidak tepat,bahan uji tempel tidak melekat dengan baik,atau longgar akibat pergerakan,kurang

cukup waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topical poten yang lama

dipakai pada area uji temple dilakukan.

PENATALAKSANAAN (Pencegahan dan Pengobatan)

Hal yang perlu di perhatikan pada pengobatan dermatitis kontak kembali dengan

allergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul. Kortikosteroid dapat diberikan

dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA akut yang di tandai dengan

eritema,edema,vesikel atau bula,serta eksidatif (madidans),misalnya prednisone

30mg/hari.umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari.sedangkan kelainan

kulitnya cukup di kompres dengan larutan garam faal atau larutan air salisil 1:1000.

PROGNOSIS

Page 18: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

Prognosis DKA umumnya baik,sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.prognosis

kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh factor endogen

(dermatitis atopic,dermatitis numularis,atau psoriasis),atau terpajan oleh allergen yang tidak

mungkin dihindari,misalnya berhubungan denga pekerjaan tertentu atau yang terdapat

lingkungan penderita.

5. DERMATITIS KONTAK IRIRTAN

EPIDEMIOLOGI

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,ras dan

jenis kelamin. Jumlah pendenderita DKI deperkirakan cukup banyak,terutama yang berhubungan

dengan pekerjaan (DKI akibat kerja) namun angkanya secara tepat sulit diketahui,hal ini disebabkan

antara lain oleh banyak penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat atau bahkan tidak

datang mengeluh.

ETIOLOGI

Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan

pelarut, detergen, minyak pelumas, asam alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain

ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut dan vehikulum juga

dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu: lama kontak, kekerapan (terus menerus atau

berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeable, demikian pula gesekan dan trauma

fisis. Suhu dan kelembaban juga ikut berperan. Faktor individu juga ikut berpengaruh pada DKI,

misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas, usia

(anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan dibanding

kulit putih), jenis kelamin ( insiden DKI lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau

sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun), misalnya dermatitis atopik.

PATOMEKANISME

Kelainan kulit akibat kerusakan sel yang di sebabkan karena bahan iritan melalui

kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,

menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan

Page 19: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

iritan atau toksin merusak membrane lemak keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus

membrane sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membrane

mengaktifkan fosfolifase dan melepaskan asam arakidonat, diasilgliserida, platelet activating

factor dan inositida. AA di rubah menjadi prostaglandin dan leukotrin. PG dan LT

menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempemudah

transsudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat

untuk limpsit dan neutrofil, serta mengakifasi sel mas melepaskan histamine LT dan PG Lain,

dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vascular. DAG dan second messenger lain

menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 dan granulocyte

machrophage colony stimulatunsf factor. IL 1 mengaktifkan sel T penolong mengeluarkan IL

2 dan mengekspresi reseptor IL 2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel

tersebut. Kreatinosit membuat molekul permukaan HLA-DR dan adhesi intra sel 1. Pada

kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF α, suatu sitokin proinflamasi yang

dapat mengakifkan sel T, makrofag dan granulosit menginduksi ekspresi molekul adhesi sel

dan pelepasan sitokin.

GEJALA KLINIS

Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi

gejala akut sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak faktor yang

mempengaruihi sebagai mana yang telah di sebutakan yaitu faktor individu (misalnya ras, usia, lokasi,

atopi, penyakit kulit lain), faktor lingkungan (misalnya suhu dan kelembaban udara, oklusi).

Berdasrkan penyebab dan pengaruh faktor-faktor tersebut ada yang mengklisifikasi DKI

menjadi 10 macam yaitu : DKI akut, lambat akut (akut delayed ICD), reaksi iritan, kumulatif, trauma

teratif, eksikasi ekzeamatik, push tuler dan agneformis, noneritematosa dan subyektif. Ada pula yang

membagi 2 kategori yaitu kategori mayoor terdiri atas DKI akut termasuk luka bakar kimiawi, dan

DKI kumulatif. Kategori lain terdiri atas : DKI lambat akut, reaksi iritasi, DKI traumatik DKI

eriteatosa, dan DKI subyektif.

c. DKI akut

Luka bakar oleh bahan kima juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.

Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam hidroklorida

atau basa kuat, misalnya natrium dan kaliumhidrosksida. Bisanya terjadi akibat kecelakaan

dan reaksi segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamnya kontak

dengan iritan terbatas pada kontak tempat kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan

Page 20: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

yang terlihat berupa eritema edema, bulla, munkin juga bisa nekrosis. Pinggir kelainan kulit

berbatas tegas dan pada umumnya asimetris

d. DKI akut lambat

Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut tetapi, baru mucul 8-24 jam atau

setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan iritan dan dapat menyebabkan DKI

akut lambat, misalnya pedofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium klorida asam

hidro flurat.contohnya adalah dermatitis yang di sebabkan oleh bulu serangga yang terbang

pada malam hari ( dermatitis venenata) penderita baru merasa pedih esok harinya, pada

awalnya terlihat eritema, dan soe harinya sudah menjadi vesukel atau bahan nekrosis.

e. DKI kumulatif

Jenis dermatitis kontak ini paling sering terjadi, nama lain ialah DKI kronis

penyebnya adalah kontak berulan-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis, misalnya gesekan,

trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan misanlmnya detergen,

sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kumulatif mungin terjadi karena kerja sama

berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan

dermatitis iritan, tetapi baru mampu bergabung dengan faktor lain. Kelainan baru nyata

setelah kontak berminggu-minggu atau bulan atau bisa bertahun-tahun kemudian, sehingga

waktu rentetan kontak merupakan faktor penting

Gejala klasik berupa kulit kering,eritema,skuama lambat laun kulit tebal

(hyperkereatosis)dan Likenifikasi,difus.bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat

retak (visur),misalnya pada klit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus-menerus

dengan detergen,dengan detergen.keluhan –penderita umunya rasa gatal atau nyeri karena

kulit retak (visur),ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa

eritema,senhingga diabaikan oleh penderita.setelah dirasakan mengganggu,baru mendapat

perhatian.

DKI komulatif sering berhubungan dengan pekerjaan,oleh karena itu banyak

ditemukan ditangan di bandingkan di bagian lain tubuh.contoh pekerjaan yang berisiko tinggi

untuk DKI komulatif yaitu : tukang cuci,kuli bangunan,montir di bengkel,juru masak,tukang

kebun,penata rambut.

DIAGNOSIS

Page 21: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

Diagnosis DKI berdasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran

klinis.DKI akut lebih mudah di ketahua karna munculnya lebih cepat sehingga penderita pada

umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.sebaliknya,DKI kronis timbulnya

lambat serta mempunya variasi gambaran klinis yang luas,sehingga ada kalanya sulit

dibedakan dengan dermatitis kontak alergi.untuk ini diperlukan uji temple dengan bahan yang

di curigai.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk memastika diagnosis maka diperlukan pemeriksaan penunjang, salah satu

pemeriksaan yang dilakukan yaitu Uji Tempel.

Untuk melakukan uji temple diperlukan antigen,biasanya antigen standar buatan

pabrik,misalnya finn chamber system kit dan.T.R.U.E.bahan yang digunakan untuk uji

temple misalnya kosmetik pelembab,produk yang diketahui bersifat iritan misalnya

deterjen,hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi perlu di ingat bahwa hasil positif

dengan allergen bukan standar perlu control (5-10 orang),untuk menyingkirkan kemungkinan

karna iritasi.

Uji tempel biasa dilakukan selama 48 jam setelah itu uji tempeldilepas.pembacaan

pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang di uji telah

menghilang atau minimal.hasilnya sebagai berikut:

1 = reaksi lemah (non vesicular): eritema,infiltrate,papul (+)

2 = reaksi kuat:edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan:hanya macula eritematosa

5 = iritasi: seperti terbakar,pustule atau purpura (ir)

6 = reaksi negative (-)

7 = excited skin

8 = tidak di tes (NT=not tested)

untuk menginterpretasi hasil uji temple tidak mudah.respon alergi biasanya menjadi

lebih jelas antara pembacaan ke satu dan kedua,berawal dari +/- ke + atau ++bahkan ke +++

sedangkan respon iritan cenderung menurun.

Page 22: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

Reaksi positif palsu dapat terjadi bila konsentrasi terlalu tinggi,atau bahan tersebut

bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup ini disebabkan karena efek tekan,terjadi bila

menggunakan bahan padat.

Reaksi negative palsu dapat terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah,vehikulum

tidak tepat,bahan uji tempel tidak melekat dengan baik,atau longgar akibat pergerakan,kurang

cukup waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topical poten yang lama

dipakai pada area uji temple dilakukan.

PENATALAKSANAAN (Pencegahan dan Pengobatan)

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari perjalanan bahan

iritan,baik yang bersifat mekanik,fisis maupun kimiawi,serta menyingkirkan factor yang

memperberat.bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna dan tidak terjadi

komplikasi,maka DKI tersebut akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan

topikal,mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. Apabila

diperlukan,untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topical,misalnya

hidrocortison,atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih

kuat. Pemakain alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan

bahan iritan,sebagai salah satu upaya pencegahan

PROGNOSIS

Bila bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat di singkirkan dengan

sempurna,maka prognosisnya kurang baik,keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang

penyebabnya multi factor,juga pada penderita atopi

DAFTAR PUSTAKA

Adhi Juanda, 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI

Page 23: Laporan Kelompok 3 Modul 1 Skenario 1 Bercak Merah Pada Kulit

Karnen, 2009. IMMUNOLOGI DASAR. FK UI

Sherwood, Lauralee. 2012 . Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem

Jakarta : EGC