laporan kegiatan gerhan 2005

42
RINGKASAN LAPORAN PENGEMBANGAN PEMBUATAN ARANG KOMPOS DALAM RANGKA MENUNJANG GERHAN (GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN) DI PANDEGLANG, PROPINSI BANTEN Oleh : Gusmailina Sri Komarayati Gustan Pari Mad Ali Saepuloh Dadang Setiawan PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN BOGOR, 2005

Upload: gsmlina-r-panyalai

Post on 27-Jun-2015

167 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

RINGKASAN LAPORAN

PENGEMBANGAN PEMBUATAN ARANG KOMPOS DALAM RANGKA MENUNJANG GERHAN

(GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN)

DI PANDEGLANG, PROPINSI BANTEN

Oleh :

GusmailinaSri Komarayati

Gustan PariMad AliSaepuloh

Dadang Setiawan

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI HASIL HUTANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

DEPARTEMEN KEHUTANANBOGOR, 2005

Page 2: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

PENGEMBANGAN PEMBUATAN ARANG KOMPOS SEBAGAI MEDIA PERSEMAIAN DAN PENANAMAN DI LAHAN DALAM RANGKA MENUNJANG GERHAN

(GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN)

Ringkasan

GERHAN merupakan gerakan moral yang melibatkan berbagai instansi pemerintah baik di tingkat pusat dan daerah, TNI, POLRI, swasta, dan masyarakat, yang bertujuan untuk merehabilitasi kawasan hutan dan lahan yang rusak sekaligus membangun kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan. Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan GERHAN adalah: tersedianya bibit yang berkualitas yang mempunyai sifat adaptasi yang tinggi, sehingga dengan mudah dan cepat membangun ekosistem mandiri. Untuk memperoleh bibit yang berkualitas, selain memperhatikan faktor genetis bibit yang digunakan, treatmen pada persemaian dan pembibitan mutlak perlu dilakukan. Pembibitan merupakan salah satu tahapan pekerjaan yang harus ditangani secara serius. Jika tidak, maka bibit yang dihasilkan berkualitas rendah sehingga pencapaian target akan terhambat. Aplikasi arang kompos pada media persemaian dan pembibitan merupakan solusi yang tepat untuk dilakukan. Karena arang kompos sebagai salah satu bahan organik gabungan antara arang dan kompos yang dihasilkan melalui proses pengomposan, merupakan media yang cocok untuk menunjang kegiatan GERHAN, sebab selain dapat memacu pertumbuhan bibit, bibit yang dihasilkan lebih baik mutu dan kualitasnya. Hal ini sudah merupakan hasil penelitian dan uji coba baik di laboratorium, maupun di lapangan. Hal ini juga yang mendorong pemerintah Kabupaten Garut menggunakan arang kompos sebagai sarana penunjang pada program GERHAN 2003-2004. Sifat arang yang alkalis sangat cocok untuk lahan masam yang merupakan lahan target program GERHAN, selain itu arang kompos selain menambah ketersediaan unsur hara, juga dapat meningkatkan nilai KTK tanah, serta memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat arang kompos skala lapangan dalam rangka mendukung kegiatan GERHAN di wilayah Palembang dan Banten, sekaligus diharapkan dapat menjadi percontohan untuk selanjutnya dapat diteruskan oleh berbagai pihak yang berminat, sedangkan sasarannya adalah tersedianya arang kompos untuk media persemaian dan penanaman. Pelaksanaan pembuatan arang kompos berlangsung di tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di masing-masing kota, dengan memanfaatkan sampah organik sebagai bahan baku. Proses berlangsung selama 2 minggu, dibongkar, lalu diangin-anginkan, kemudian digiling, selanjutnya dikemas dalam karung untuk siap digunakan untuk persemaian dan lahan area Gerhan. Kualitas arang kompos yang dihasilkan belum dapat dilaporkan karena pengukuran beberapa parameter yang diuji masih berlangsung di Laboratory services SEAMEO Biotrop. Sebagai perbandingan dan rujukan dapat dikemukakan bahwa kualitas kompos/kandungan unsur hara makro dari sampah kota di TPA Bantar Gebang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBI) dengan menggunakan aktivator yang sama adalah : Nisbah C/N = 9; kandungan hara N total = 1,17 %; kandungan hara P2O5 = 0,97; dan kandungan hara K = < 2 % (Away, 2003). Berdasarkan rujukan tersebut maka diperkirakan kualitas arang kompos yang dihasilkan di Pandeglang maupun Palembang tidak akan jauh berbeda. Lokasi aplikasi arang kompos pada lahan areal gerhan di desa Cibaliung, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, selain itu juga dilakukan pada lahan Lurah Cibaliung yaitu di Cikupa pada tanaman Jati, Mahoni, Pulai, Albizia untuk tanaman kehutanan, Melinjo, Rambutan, Mangga, dan Sukun untuk tanaman serbaguna (MPTS). Penggunaan arang kompos berkisar antara 0,5 kg sampai 1 kg/lobang tanam.

Kata kunci: arang kompos, sampah, media semai, bibit, GERHAN, Sumsel, Banten

2

Page 3: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Kondisi hutan dan lahan Indonesia saat ini telah menjadi keprihatinan nasional, laju

deforestasi hutan setiap tahunnya mencapai 1,5 - 2 juta ha per tahun, sehingga lebih dari

50 juta hektar hutan dan lahan, saat ini dalam keadaan terdegradasi. Kenyataan ini telah

mengakibatkan terjadinya peningkatan bencana alam hidrometeorologi yaitu bencana

banjir, tanah longsor, menurunnya kualitas air, dan kekeringan. Penyebab terjadinya

bencana alam tersebut sebagian besar karena rusaknya lingkungan terutama di daerah

hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan yang juga merupakan daerah tangkapan air

(catchment area). Oleh karenanya upaya penanggulangan yang diperlukan adalah

mengembalikan kondisi daerah hulu kepada fungsinya sebagai daerah yang dapat

menahan limpahan air permukaan (run off) dan memperbaiki lingkungn fisik dengan

cara yang ramah lingkungan, yaitu rehabilitasi hutan dan lahan. Upaya pemulihan dan

peningkatan kualitas lahan dilaksanakan melalui kegiatan konservasi dan rehabilitasi

daerah aliran sungai. Kegiatan tersebut telah dimulai sejak tahun 1970-an, dan pada

tahun 2003 lebih ditingkatkan melalui program nasional: GERHAN (Gerakan Nasional

Rehabilitasi Hutan dan Lahan)

GERHAN merupakan gerakan moral yang melibatkan berbagai instansi pemerintah

baik di tingkat pusat dan daerah, TNI, POLRI, swasta, dan masyarakat, dalam program

pemulihan sumber daya hutan serta lahan yang rusak. Gerakan tersebut diharapkan

dapat merehabilitasi hutan yang rusak sekaligus membangun kesadaran masyarakat

untuk mencintai lingkungan. Melalui gerakan tersebut diharapkan sebanyak tiga juta

hektar lahan yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dapat direhabilitasi dalam

kurun waktu lima tahun. Pada tahun 2003 GERHAN telah melakukan penanaman seluas

300.000 hektar lahan kritis yang tersebar di 15 provinsi, 144 kabupaten dan kota, serta

29 daerah aliran sungai yang rusak. Pada tahun 2004 ini direncanakan seluas 500.000

hektar kawasan hutan rusak dan lahan kritis akan direhabilitasi yang tersebar di 31

provinsi, 373 kabupaten dan kota pada 141 daerah aliran sungai yang jadi prioritas.

Target selanjutnya akan terus bertambah sampai tahun 2007, sehingga total luas lahan

yang direhabilitasi mencapai tiga juta hektar (Wibowo dalam Kompas Cyber Media,

2004).

3

Page 4: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan GERHAN adalah:

tersedianya bibit yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup. Untuk tahun 2003

dibutuhkan bibit sebanyak 242.805.500 batang, meliputi jenis MPTS (Multi Purpuse

Tree Species) sebanyak 104.649.130 batang, jenis kayu-kayuan sebanyak 138.156.370

batang. Yang perlu diperhatikan terdapat variasi yang lebar pada jenis tanaman yang

ditanam pada kegiatan GERHAN : antara lain kondisi/kesuburan fisik dan kimia tapak

yang kritis, iklim yang berbeda, menuntut perencanaan yang matang pada pelaksanaan

penanaman Umumnya sasaran lahan yang dicadangkan bagi GERHAN adalah lahan-

lahan yang tingkat kesuburannya sangat rendah, sehingga perlu perlakuan tambahan

agar kegagalan dapat dikurangi. Selain pemilihan jenis dan waktu penanaman yang

tepat, pemberian pupuk/bahan organik pada persemaian, pembibitan, dan saat tanam

sangat diperlukan agar diperoleh bibit yang berkualitas. Selanjutnya, perlu

pemeliharaan yang intensif, karena hal ini juga termasuk faktor penentu keberhasilan

program ini. Sebagai contoh Program GERHAN tahun 2003-2004 yang dilaksanakan di

Kabupaten Cianjur terancam gagal menyusul matinya ribuan pohon yang ditanam dalam

pelaksanaan program tahap I, pertengahan Mei 2004 lalu. Bahkan, pohon jenis sukun

yang ditanam Bupati Cianjur Ir. Wasidi Swastomo, M.Si., saat menutup program

GERHAN di Kab. Cianjur secara seremonial di Desa Sukamulya Kec. Sukaluyu

beberapa waktu lalu, saat ini mati akibat kekeringan. Di duga penyebabnya antara lain:

bibit yang kurang bermutu, dan waktu tanam yang kurang tepat, karena penanaman

dilakukan pada saat menjelang musim kemarau (Pikiran Rakyat Cyber Media 24 Juni

2004).

Keberhasilan GERHAN juga tergantung pada pada persentase tumbuh tanaman,

dan persentase tumbuh tanaman akan sangat bergantung pada awal pertumbuhannya.

Untuk mengurangi kegagalan, treatmen pada awal penanaman menjadi mutlak perlu

dilakukan. Pembibitan merupakan salah satu tahapan pekerjaan yang harus ditangani

secara serius. Jika tidak, maka bibit yang dihasilkan berkualitas rendah sehingga

pencapaian target akan terhambat. Aplikasi arang kompos pada media persemaian dan

pembibitan merupakan solusi yang tepat untuk dilakukan. Karena arang kompos sebagai

salah satu bahan organik gabungan antara arang dan kompos yang dihasilkan melalui

proses pengomposan, merupakan media yang cocok untuk menunjang kegiatan

GERHAN, sebab selain dapat memacu pertumbuhan bibit, juga menjadikan bibit lebih

4

Page 5: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

baik mutu dan kualitasnya. Hal ini sudah merupakan hasil penelitian dan uji coba baik

di laboratorium, maupun di lapangan. Sifat arang yang alkalis sangat cocok untuk lahan

masam yang merupakan lahan target program GERHAN, selain itu arang kompos selain

menambah ketersediaan unsur hara, juga dapat meningkatkan nilai KTK tanah, serta

memperbaiki sifat fisik dan biologis tanah.

Kegiatan ini memfokuskan pada produksi arang kompos skala lapangan,

selanjutnya digunakan sebagai media pada persemaian/pembibitan serta pada lahan areal

dalam rangka menunjang program GERHAN. Bahan baku yang digunakan berasal dari

limbah organik potensial yang terdapat disekitarnya, berupa limbah serbuk gergaji dari

industri pengolahan kayu, berbagai jenis limbah asal pertanian/ perkebunan dan, atau

kehutanan serta limbah organik pasar.

b. Tujuan Dan Sasaran

Tujuan : kegiatan ini bertujuan untuk pembuatan arang kompos skala lapangan dalam

rangka mendukung kegiatan GERHAN di wilayah Palembang (Sumatera

Selatan) dan Pandeglang (Banten)

Sasaran: produksi arang kompos untuk media persemaian dan penanaman di lahan

c. Luaran Kegiatan :

Tersedianya arang kompos untuk media persemaian dan penanaman di lahan dalam

rangka mendukung keberhasilan GERHAN di Kabupaten Pandeglang (Banten) dan

Palembang (Sumatera Selatan).

5

Page 6: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

II. TINJAUAN PUSTAKA

a. Arang sebagai pembangun kesuburan tanah

Beberapa tahun terakhir karena sifatnya arang tidak hanya dikenal sebagai

sumber energi, namun juga digunakan untuk pembangun kesuburan tanah (PKT).

Karena secara morfologis arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan

menyimpan hara tanah dan selanjutnya dilepaskan secara perlahan sesuai dengan

konsumsi dan kebutuhan tanaman (slow release) sehingga hara tanah tidak mudah

tercuci dan lahan akan selalu berada dalam kondisi siap pakai. Keuntungan pemberian

arang pada tanah sebagai soil conditioning (PKT) karena arang mempunyai

kemampuan dalam memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, meningkatkan

pH tanah sehingga dapat merangsang dan memudahkan pertumbuhan dan

perkembangan akar tanaman.

Arang selain dapat digunakan langsung sebagai agent pembangun kesuburan

tanah, juga digunakan sebagai campuran dalam proses pengomposan. Pembuatan

arang kompos merupakan salah satu teknik yang relatif baru dikembangkan oleh

P3THH dengan memanfaatkan arang pada proses pengomposan. Tujuan penambahan

arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos

tersebut, juga diharapkan dengan adanya arang pada pengomposan akan menambah

jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekomposisi

dapat berlangsung lebih cepat.

Aplikasi arang yang menyatu dalam kompos (arang kompos) sangat

bermanfaat untuk memacu perkembangan mikroorganisme (mikoriza) tanah,

meningkatkan pH tanah pada tingkat yang lebih sesuai bagi pertumbuhan tanaman,

sehingga cocok untuk reklamasi lahan yang mempunyai tingkat kesuburan tanah dan

produktivitas yang rendah sehingga dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai

masalah lahan di Indonesia antara lain lahan kritis dengan kadar pH tanah yang rendah,

menurunnya tingkat kesuburan tanah atau produktivitas lahan.

Hasil penelitian yang sudah diperoleh adalah: Pembuatan arang kompos dari

campuran serasah daun tusam selama 3 bulan menghasilkan nisbah C/N 20,10; arang

kompos dari campuran serasah daun tusam, arang kulit kayu tusam dan aktivator

selama 3 bulan menghasilkan nisbah C/N 19,71; sedangkan arang kompos dari

6

Page 7: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

campuran serasah daun tusam, dengan aktivator EM4, arang kulit kayu tusam dan

pupuk kandang selama 3 bulan menghasilkan nisbah C/N 18,89, serta berapa penelitian

yang sudah dilakukan dengan menggunakan dana kerja sama luar antara lain JIFPRO

yang telah memberi percontohan pada masyarakat tentang pemanfaatan limbah industri

kehutanan (utamanya serbuk gergaji) menjadi suatu produk yang bernilai ekonomi

yaitu arang kompos. Keunggulan arang kompos tidak lepas dari peranan arang yang

kualitasnya berbeda dengan arang untuk keperluan energi. Karena arang yang

diperuntukkan untuk perbaikan kondisi lahan atau sebagai bahan arang kompos tidak

membutuhkan nilai kalor yang tinggi, serta tidak harus bersifat keras sehingga cara

pembuatannyapun lebih mudah.

b. Pentingnya arang dan arang kompos sebagai suplai bahan organik tanah

Kenyataan menunjukkan bahwa merosotnya kualitas dan kuantitas sumber daya

akibat pemanfaatan yang melampaui batas mengakibatkan kerusakan sumberdaya

yang tidak dapat dihindari. Kenyataan juga menunjukkan bahwa program rehabilitasi

kerusakan lahan yang masih meninggalkan lahan kritis seluas 7.269.700 ha yang harus

dihijaukan, serta hutan seluas 5.830.200 ha yang masih harus dihutankan kembali. Di

sektor pertanian gejala penurunan produksi padi akibat pemberian pupuk

kimia/anorganik secara intensif telah terbukti. Akibat pemberian pupuk kimia secara

intensif selama 25 musim tanam ternyata diikuti oleh penurunan produksi padi jenis IR

36 (Martodiresi dan Suryanto, 2001). Keadaan ini ternyata diakibatkan oleh

menurunnya kandungan bahan organik tanah dari musim ke musim yang tak bisa

digantikan perannya oleh pupuk kimia NPK misalnya. Akibatnya kemampuan

tanaman membentuk anakan menurun. Inilah yang menjadi penyebab utama

menurunnya produksi padi. Keadaan ini menunjukkan betapa pentingnya

pemeliharaan stabilitas bahan organik tanah bagi kelestarian produktivitas pertanian

dan kehutanan. Sebab bahan organik tanah bukan hanya berfungsi sebagai penyuplai

hara, tetapi juga berguna untuk menjaga kehidupan biologis di dalam tanah.

Kenyataan juga membuktikan bahwa efisiensi pupuk kimia lebih rendah.

Tanaman di lahan kering di daerah tropis kehilangan sampai 40-50 % N yang

diberikan, padi sawah kehilangan N kurang dari 60-70 %. Bila kondisi kurang

mendukung, misalnya tingginya curah hujan, musim kemarau yang panjang, tingginya

7

Page 8: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

erosi tanah, serta rendahnya bahan organik tanah, maka efisiensinya bisa lebih rendah

lagi (FAO, 1990 dalam Reijntjes dkk. 1999).

Kenyataan juga menunjukkan bahwa pupuk kimia ini bisa mengganggu

kehidupan dan keseimbangan tanah, meningkatkan dekomposisi bahan organik, yang

kemudian menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi

terhadap kekeringan, sehingga produktivitas rendah. Aplikasi yang tidak seimbang

dari pupuk mineral N yang menyebabkan pengasaman dan menurunkan pH tanah serta

ketersediaan hara P bagi tanaman. Penggunaan pupuk kimia NPK yang terus menerus

menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro seperti seng, besi, tembaga, mangan,

magnesium, molybdenum, boron, yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan, dan

kesehatan manusia. (Sharma, 1985; Tandon, 1990 dalam Reijntjes dkk. 1999).

Kenyataan lingkungan global menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia di

negara maju dan negara berkembang memberikan andil pada resiko global yang

muncul dari pelepasan Nitrogen oksida (N2O) pada atmosfir dan lapisan di atasnya.

Pada lapisan stratosfir, N2O akan menipiskan lapisan ozon dan dengan menyerap

gelombang sinar infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca)

dan mengganggu kestabilan iklim. Hal ini bisa mengakibatkan perubahan pola, tingkat

dan resiko produksi pertanian. Meningkatnya permukaan air laut akan membawa

konsekuensi besar bagi daerah delta yang rendah dan muara. Mengingat bahaya ini,

larangan penggunaan pupuk kimia di seluruh dunia tak bisa dikesampingkan lagi untuk

masa datang (Conway dan Pretty, 1988, 1988 dalam Reijntjes dkk. 1999)

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu upaya yang lebih besar untuk

mempromosikan penggunaan pupuk organik yang lebih efisien serta ramah

lingkungan. Apalagi akhir-akhir ini meningkatnya kecenderungan masyarakat terhadap

produk-produk yang berasal dari budidaya organik, karena produknya lebih bersih dan

bebas dari bahan-bahan kimia anorganik, sehingga cukup aman dan sehat untuk

dikonsumsi. Penggunaan sumber-sumber pengganti N seperti, limbah biomassa

misalnya : sampah tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, penanaman leguminosa

secara bergantian dan sebagai pohon pelindung, alga biru-hijau dan bakteri pengikat N

pada sawah dan hutan seperti rhizobium dan mikoriza merupakan alternatif. Di sektor

kehutanan limbah biomassa cukup potensial, misalnya limbah pemanenan, serasah

8

Page 9: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

tanaman (dedaunan segar atau kering), serta limbah industri pengolahan kayu

diantaranya serbuk gergaji.

Arang kompos merupakan salah satu produk bahan organik yang lebih

mengutamakan pada kelestarian lingkungan. Karena memanfaatkan limbah serbuk

gergaji, serasah hutan, ranting, cabang/dahan yang tertinggal sewaktu pemanenan.

Dengan sedikit input teknologi maka limbah-limbah tersebut dapat dibuat menjadi

bahan organik yang banyak manfaatnya. Dampak yang akan diperoleh meningkatnya

produksi dan produktivitas tanah, menambah pendapatan keluarga, dan akhirnya akan

meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.

c. Aplikasi arang dan arang kompos dalam menunjang program CDM forestry

CDM (Clean Development Mechanism) adalah salah satu mekanisme di bawah

Kyoto Protocol sebagai bagian dari UNFCCC (United Nations Framework Convention

on Climate Change/Konvensi Perubahan Iklim) yang maksudnya untuk membantu

negara berkembang menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusinya terhadap

pencapaian tujuan konvensi perubahan iklim, serta membantu negara maju/industri

memenuhi kewajibannya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Salah satu butir

dari hasil rumusan lokakarya LULUCF November tahun 2000, adalah aspek saintifik

yang berkaitan dengan CDM perlu dikembangkan dan ditindak lanjuti (Anonimus,

2000).

Kaitan pembuatan dan aplikasi arang kompos dalam menunjang program CDM

adalah, karena : (1) dengan memanfaatkan arang sebagai sumber karbon, artinya dapat

mencegah peningkatan pelepasan jumlah karbon ke atmosfir atau karbon akan

tersimpan dalam batas waktu tertentu dalam arang di dalam tanah; (2) arang sebagai

sumber karbon di dalam tanah dapat merangsang perkembangan mikroorganisme

tanah, sehingga dapat membangun kondisi biologis tanah, meningkatkan pH tanah,

memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah, sehingga meningkatkan produktivitas

tanah dan tanaman. Meningkatnya pertumbuhan tanaman hutan memperbesar jumlah

sink atau rosot CO2 dan selanjutnya akan dicapai net-source penyerapan > dari emisi.

9

Page 10: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

III. METODOLOGI

a. Lokasi :

1. PANDEGLANG

Pembuatan arang dan arang kompos bertempat di TPSA (Tempat

Penampungan Sampah Akhir) Bangkonol, Pandeglang, dengan pertimbangan

dekat dengan bahan baku, sehingga mudah untuk memperolehnya. Dalam

operasional pelaksanaan di lapangan, dibantu oleh Koordinator lapangan TPSA

Bangkonol, Pandeglang dan Paguyuban Kelompok Tani Hutan Alam Lestari,

Pandeglang;

Lokasi aplikasi arang kompos sebahagian pada lahan areal Gerhan bertempat di

Desa Cibaliung, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, serta pada lahan

milik Pa Lurah Cibaliung, yaitu di Cikupa seluas kurang lebih 2 Ha sebagai Show

window.

2. PALEMBANG

Untuk sementara pembuatan arang dilakukan di komplek kehutanan Taman Sari,

Palembang, sedangkan pembuatan arang kompos dilakukan di TPA 1, kelurahan

Suka Jaya, kota Palembang. Dalam operasional pelaksanaan dibantu oleh Dinas

Kebersihan dan Keindahan Kota Palembang, dan Balittaman, Palembang.

Gambar 1 : Lokasi TPA 1 Kota Palembang, sekaligus lokasi produksi arang kompos skala lapangan

10

Page 11: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

b. Bahan dan alat:

1. Bahan utama Pembuat Kompos :

a. Limbah organik yang potensial tersedia, diantaranya berupa : serbuk

gergaji dan limbah organik pasar. Pertimbangan menggunakan limbah

organik pasar sebagai bahan baku arang kompos adalah karena potensi

ketersidaannya, serta belum dimanfaatkan. Selain itu limbah organik pasar

yang sebagian besar terdiri dari limbah sayuran, dan buah-buahan,

membutuhkan waktu proses yang lebih singkat dari limbah kehutanan dan

perkebunan.

b. Unit pengomposan berupa karung plastik jumbo, terbuat dari bahan terpal

berukuran besar dengan kapasitas 0,5 ton;

c. Aktivator, merupakan bahan yang digunakan untuk mempercepat proses

pengomposan. Aktivator yang dipilih antara lain mengandung 2 jenis

mikroorganisme antara lain : Trichoderma pseudokoningii, dan Cytophaga sp;

11

Gambar : 2

Unit pengomposan berupa karung plastik

jumbo dengan kapasitas masing-masing

0,5 ton;

Page 12: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

Gambar 3 : Aktivator pengomposan dengan bahan aktif 2 jenis mikroorganisme: Trichoderma pseudokoningii, dan Cytophaga sp;

d. Probiotik, yaitu bahan untuk memperkaya aktivator, berguna untuk

merangsang, mengaktifkan serta mempercepat kerja aktivator;

Gambar 4 : Probiotik, bahan untuk memperkaya aktivator, dibuat dan diperbanyak di laboratorium Fermentasi P3THH, Bogor

12

Page 13: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

2. Penunjang : Karung, plastik terpal, sekop, garpu, tali plastik, thermometer,

hygrometer, semen, bata, pasir, pH meter, meteran, dll;

3. Peralatan :

a. Tungku Semi Kontinyu, tipe P3THH untuk membuat arang serbuk gergaji;

Untuk lokasi Pandeglang, tungku semi kontinyu ditempatkan di TPA

Bangkonol, Pandeglang. Sebagian besar bahan baku yang digunakan adalah

sekam padi, karena potensinya yang cukup banyak dan terletak di sekitar lokasi

TPA, sehingga jika operasional dilanjutkan oleh kelompok tani, tidak akan

menambah banyak biaya.

Gambar 5 : Tungku semi kontinyu tipe P3THH, untuk membuat arang serbuk gergaji atau arang sekam padi

13

Page 14: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

b. Chopper (alat pencacah sekaligus alat giling kompos)

Gambar 6 : Chopper (alat pencacah sekaligus alat giling kompos) Kapasitas 500-1500 kg/jam

c. Prosedur Kerja:

(1). Pembuatan arang serbuk gergaji dengan menggunakan tungku semi kontinyu

(Gusmailina, Gustan Pari, dan S. Komarayati, 2002);

Langkah-langkah membuat arang dengan tungku semi kontinyu:

$ Masukkan serpihan kayu sebanyak 5-10 kg sebagai umpan bakar di bahagian

pengarangan kemudian biarkan terbakar sampai panas dan membara;

$ Masukkan serbuk gergaji atau sekam padi ke bagian pembakaran sebanyak 3

karung (sekitar 35-40 kg) melalui pintu bagian belakang tungku;

$ Biarkan sampai membara sambil sesekali diaduk, sehingga serbuk yang terbakar

akan jatuh ke bagian tempat pengarangan;

$ Biarkan terbakar sampai warna menjadi hitam, lalu ditarik ke bagian

penampungan yang berisi air. Jika masih terlihat warna serbuk yang coklat, aduk

sampai semua berubah menjadi arang;

$ Setiap 30 menit lakukan penambahan bahan baku sebanyak 1 karung (10-15 kg);

$ Proses selanjutnya sama, dilakukan berulang-ulang secara kontinyu sampai

didapatkan arang sesuai dengan kebutuhan;

$ Biarkan arang terendam sesaat di dalam bak penampungan, kemudian

dikeringkan. Setelah kering arang siap untuk dikemas atau digunakan.

14

Page 15: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

(2). Pembuatan arang kompos sesuai dengan Pedoman Teknis Pembuatan Arang

Kompos (Gusmailina, dkk., 2002); proses komposting berlangsung selama 2

minggu; Volume produksi arang kompos yang dibuat sebanyak 12 ton untuk

lokasi Pandeglang dan 11 ton untuk lokasi Palembang.

Langkah-langkah pengomposan:

Sebelum dicampur dengan aktivator, semua bahan ditimbang terlebih dahulu.

Jumlah aktivator yang digunakan sebanyak 2 % dari total bahan baku sampah

yang akan dikomposkan;

Aduk campuran hingga rata, karena bahan baku yang digunakan adalah sampah,

maka tidak perlu penambahan air, karena kondisi campuran sudah cukup basah;

Masukkan ke dalam bak-bak pengomposan yang dipilih sesuai dengan keinginan,

lalu ditutup dengan plastik hitam ;

Proses berjalan dengan sempurna apabila pada minggu pertama dan ke dua suhu

meningkat hingga mencapai 55 o C - 60 oC, lalu menurun pada minggu-minggu

berikutnya. Apabila kondisi suhu sudah stabil berarti proses pengomposan sudah

selesai dan kompos dapat dibongkar;

Proses pengomposan berlangsung selama 2 minggu, tanpa dibalik;

Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos digiling hingga halus

kemudian tambahkan arang serbuk sebanyak 10 - 20 % dari volume bahan,

kemudian diaduk lagi hingga homogen. Hal ini dilakukan karena sebelum proses

pengomposan arang serbuk gergaji atau arang sekam belum cukup tersedia, maka

penambahan arang dilakukan pada saat proses komposting dianggap selesai (2

minggu), kemudian dikemas lalu disimpan ditempat yang kering dan teduh,

Arang kompos siap digunakan atau dipasarkan.

(3). Parameter yang diamati: pH arang serbuk gergaji, pH dan kadar air bahan baku,

suhu, kelembaban, dan pH saat proses pengomposan berlangsung, penyusutan

volume (parameter standar proses pengomposan) (Gusmailina, dkk., 2002);

d. Analisis : Untuk mengetahui kualitas arang kompos yang dihasilkan, dilakukan

analisis unsur hara lengkap meliputi : kadar N, P, K, Ca, Mg, dan

unsur mikro lainnya. Analisis dilakukan di laboratorium servis

SEAMEO Biotrop, Bogor.

15

Page 16: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil

1. PANDEGLANG

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, proses pengomposan berlangsung

sempurna. Hal ini ditandai dengan peningkatan suhu mulai hari ke dua sampai hari ke

tujuh. Peningkatan suhu mencapai 50 oC. Pada hari ke delapan suhu konstan 50 oC

hingga proses hari ke sembilan, dan mulai menurun pada hari berikutnya. Pada hari

ke 12 suhu kembali normal, kondisi ini dibiarkan selama 3 hari, kemudian di bongkar.

Pada saat kompos dibongkar sekaligus dilakukan penambahan arang sekam padi,

karena arang belum tersedia pada awal proses pengomposan. pH arang sekam berkisar

antara 8 – 9. Setelah diaduk rata dengan arang sekam, dibiarkan beberapa hari sambil

diangin-anginkan, bertujuan untuk mengurangi kadar air kompos agar mudah untuk

digiling. Sebab kadar air bahan yang baru selesai pengomposan sangat tinggi, berkisar

antara 60 – 80 %, sehingga sulit untuk langsung digiling.

Penggilingan kompos bertujuan untuk memperkecil ukuran, karena sebelum

proses pengomposan bahan tidak digiling (karena keterbatasan waktu). Selain untuk

memperbaiki penampilan arang kompos agar menarik, ukuran arang kompos yang

lebih halus akan memudahkan bagi tanaman untuk mengkonsumsinya/menyerap.

Sehingga respon dan manfaat pemberian arang kompos dapat segera dilihat.

Volume penyusutan mencapai 50 %. Hal ini disebabkan karena sebagian besar

bahan yang digunakan terdiri dari limbah sayuran dan buah, sehingga volume akhir

menjadi 6 ton. Selanjutnya arang kompos dikemas dalam karung sebanyak 110

karung, bobot masing-masing karung berkisar antara 50 – 55 kg.

Pada pertengahan Januari 2005, arang kompos telah diaplikasikan pada lokasi

areal penanam Gerhan di wilayah Kabupaten Pandeglang, yaitu di Cibaliung,

Kecamatan Cimanggu. Selain pada lahan areal Gerhan, aplikasi arang kompos juga

dilakukan pada lahan milik Lurah Cibaliung, yaitu di Cikupa. Jenis tanaman yang

ditanam baik pada lahan areal Gerhan maupun lahan Lurah Cibaliung adalah : Jati,

Mahoni, Pulai, Albizia untuk tanaman kehutanan, Melinjo, Rambutan, Mangga, dan

Sukun untuk tanaman serbaguna (MPTS). Penggunaan arang kompos berkisar antara

0,5 kg sampai 1 kg/lobang tanam. Jarak tanam pada lahan areral Gerhan 8 x 8 m,

16

Page 17: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

sedangkan pada lahan Lurah Cibaliung 5 x 5 m. Kondisi pH lahan berkisar antara 5 –

5,2, sehingga cocok untuk aplikasi arang kompos, karena sifatnya dapatkan menaikkan

pH tanah.

Gambar 7 : Beberapa aktivitas pada awal pembuatan arang kompos di Pandeglang (atas), aktivitas pada saat pembongkaran pengomposan (kiri bawah) dan arang kompos yang siap untuk diaplikasikan (kanan bawah)

Hingga laporan ini disusun analisis kualitas arang kompos yang dihasilkan belum

dapat dilaporkan karena pengukuran beberapa parameter yang diuji masih berlangsung

di Laboratory services SEAMEO Biotrop. Namun sebagai perbandingan dan rujukan

dapat dikemukakan bahwa kualitas kompos/kandungan unsur hara makro dari sampah

kota dengan komposisi yang sama, yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi

17

Page 18: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

Perkebunan Indonesia (BPBI) di TPA Bantar Gebang pada tahun 2003 dengan

menggunakan aktivator yang sama adalah : Nisbah C/N = 9; kandungan hara N total =

1,17 %; kandungan hara P2O5 = 0,97; dan kandungan hara K = < 2 % (Away, 2003).

Berdasarkan rujukan tersebut maka diperkirakan kualitas arang kompos yang

dihasilkan di Pandeglang maupun Palembang tidak akan jauh berbeda.

Gambar 8. Lokasi aplikasi arang kompos pada lahan Lurah Cibaliung, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang

2. PALEMBANG

Oleh karena bahan baku yang digunakan sama-sama limbah organik pasar dari

TPA, maka proses dan pengamatan yang diperolehpun tidak berbeda. Analisis kualitas

arang kompos yang dihasilkan juga belum diperoleh. Namun diperkirakan tidak akan

jauh berbeda dengan kualitas arang kompos yang dihasilkan dari Pandeglang.

Aplikasi arang kompos belum dilakukan, karena secara fisik arang kompos belum

siap untuk digunakan (belum digiling), demikian juga dengan lokasi aplikasi secara

tepat belum bisa di laporkan.

18

Page 19: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

Gambar 9. Beberapa aktivitas pada awal pembuatan arang kompos di Palembang, aktivitas pada saat pembongkaran pengomposan, dan arang kompos yang siap untuk diaplikasikan.

b. Pembahasan

Karakteristik bahan organik yang dikomposkan

Karakteristik umum dari inventarisasi bahan organik atau limbah padat organik

yang akan dikomposkan merupakan bahan organik alami yang tingkat degradability

dari masing-masing jenis limbah tersebut cukup bervariasi, C/N ratio sangat bervariasi,

tergantung jenis limbahnya. Limbah organik sampah yang diolah di TPA umumnya

19

Page 20: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

berasal dari taman, kebun, pasar, kota, dan rumah tangga. Keseragamannya relatif

rendah, sehingga jika dibiarkan tidak dapat segera terjadi proses dekomposisi dengan

sendirinya tanpa adanya bantuan starter / inoculum / ragi / bioaktivator. Untuk itu

dibutuhkan aktivator dalam jumlah tertentu untuk proses start-up. Aktivator selain

berfungsi sebagai starter, pada kondisi optimal dapat memepercepat proses

dekomposisi, sehingga waktu yang dibutuhkan lebih singkat. Aktivator yang

digunakan adalah hasil pengembangan dari Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan

Indonesia (BPBPI) Bogor, yang khusus diperuntukkan bagi limbah lignoselulosa.

Aktivator ini berbahan aktif mikroorganisme perombak yaitu fungi Trichoderma

pseudokoningii dan bakteri Cytophaga sp. Kelebihan dari aktivator ini bekerja pada

suhu thermofilik, yaitu suhu 50 oC sampai 60 oC atau bahkan lebih. Kondisi suhu tinggi

yang tercipta ini dapat membunuh organisme patogen serta mematikan bibit-bibit

gulma yang terdapat pada bahan baku yang akan dikomposkan, sehingga kompos yang

dihasilkan boleh dikatakan higienis. Selain itu kompos yang dibuat dengan aktivator

ini, kelak bila digunakan pada tanaman, mikroorganisme yang tadinya berfungsi

sebagai perombak bahan lignoselulosa, di dalam tanah akan berfungsi sebagai

fungisida alami, karena dapat melindungi akar tanaman serta mencegah penyakit busuk

akar.

Komposisi sampah

Secara fisik sampah pasar yang diolah baik di Palembang maupun di Pandeglang

umumnya terdiri dari 70% sampah sayur, buah-buahan dan dedaunan segar dari

pangkasan taman kota, bumbu-bumbuan 20%, limbah pengemasan (daun pisang,

ilalang) 7%, plastik 2%, dan sampah lain 1% seperti pemotongan rumput.

Karakteristik yang paling menonjol pada jenis limbah ini adalah tingginya kandungan

air bahan. Hal tersebut merupakan salah satu permasalahan dalam proses

pengomposan. Tingginya kadar air bahan baku pada proses pengomposan akan

menyebabkan timbulnya bau yang kurang sedap, karena terbentuknya amoniak yang

tinggi. Selain itu waktu pengomposan yang dibutuhkanpun menjadi lebih lama. Untuk

mengatasi hal tersebut, maka pada bahagian bawah setiap kantong plastik

pengomposan, dilobangi, agar air yang berlebihan dapat keluar melalui lobang

tersebut.

20

Page 21: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

Kendala di lapangan

Sampah organik kota apabila dikelola dengan baik, tidak hanya berpotensi

mengurangi sumber polutan, namun juga akan meningkatkan nilai guna sampah.

Diantaranya adalah sebagai arang kompos yang selanjutnya dapat ditingkatkan

menjadi pupuk organik yang mampu menggantikan sebagian besar kebutuhan pupuk

kimia di Indonesia. Kegiatan ini merupakan upaya percontohan sekaligus penerapan

teknologi  inovatif yang mudah dipahami oleh masyarakat tanpa pendidikan khusus.

Pengomposan sampah kota yang dilakukan secara langsung di areal tempat

penampungan/pemusnahan sampah akhir (TPA) merupakan pilihan yang tepat, karena

akan menekan biaya transportasi angkutan bahan baku jika dilakukan di luar areal

TPA. Dalam pelaksanaan, kendati segala perizinan diperoleh dengan mudah dan

lancar, namun belum ada upaya bagi instansi-instansi yang berkepentingan untuk

terlibat langsung di lapangan untuk menyaksikan operasional percontohan pembuatan

arang kompos ini. Artinya kegiatan ini belum ditanggapi dengan positif dan proaktif,

terutama bagi instansi-instansi pemerintah daerah, sehingga dikhawatirkan kegiatan ini

kecil kemungkinan untuk dapat berlanjut, terutama untuk wilayah Palembang. Oleh

sebab itu segala sesuatunya ditampung dan dibantu oleh Balittaman. Dinas Kebersihan

dan Keindahan Kota Palembang hanya memberi izin untuk menggunakan lokasi TPA

1 selama kurang lebih 1 bulan untuk melaksanakan kegiatan ini. Karena pihak Dinas

Kebersihan dan Keindahan Kota Palembang, khawatir jika kegiatan ini akan

mengganggu MOU yang telah disepakati dengan investor yang akan mengelola

sampah di TPA 1. Pada awal operasional diharapkan akan dihadiri oleh beberapa

kelompok-kelompok masyarakat yang bergerak di bidang pertanian/perkebunan

maupun kehutanan, namun hingga pelaksanaan selesai tidak ada satupun kelompok

yang dapat hadir untuk menyaksikan. Hal ini mungkin disebabkan karena beberapa

hal dan kesibukan masing-masing kelompok, serta sulitnya koordinasi untuk

mengumpulkan anggota kelompok, serta bertepatan juga dengan kegiatan penanaman

Gerhan, sehingga banyak anggota yang posisinya tersebar dan sulit dihubungi

(komunikasi langsung dengan personil staf B.DAS, Dishut, Palembang).

Di Pandeglang, pelaksanaan pembuatan arang kompos skala lapangan berjalan

dengan lancar. Dalam operasional yang memakan waktu kurang lebih satu bulan

21

Page 22: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

dibantu secara penuh oleh Paguyuban KTH Alam Lestari dan Koordinator lapangan

TPA dari Dinas Kebersihan, Pandeglang. Paguyuban KTH Alam Lestari ini

merupakan kelompok tani sekaligus LSM yang beranggotakan 150 orang, merupakan

binaan dan mitra kerja lapangan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pandeglang.

Bersamaan dengan operasional Pengembangan Pembuatan Arang Kompos Sebagai

Media Persemaian Dalam Rangka Menunjang Gerhan yang didanai dari SKO-R tahun

2004 ini, KTH Alam Lestari bekerjasama dengan personil Dinas Kebersihan sekaligus

yang bertugas sebagai koordinator lapangan, juga membuat arang kompos dengan

bahan baku sampah organik dan limbah industri teh Sosro di lokasi yang sama, dengan

menggunakan sekam padi sebagai bahan baku arang. Produksi arang kompos yang

telah dihasilkan oleh Kelompok ini sebanyak 40 ton, pada akhir Desember 2004 telah

diaplikasikan pada lahan areal Gerhan di Cibaliung, Kab. Pandeglang. Artinya

Kelompok ini telah menjual produk arang kompos kepada Proyek Gerhan Kabupaten

Pandeglang.

Kondisi pengomposan konvensional Indonesia

Proses pengomposan tradisional di Indonesia umumnya banyak dilakukan dalam

skala kecil (individual) terhadap sampah organik atau sampah kebun dengan cara

anaerobik, atau menimbun dalam lubang di dalam tanah kemudian menutupnya, ada

yang kadang menambahkan urea sebagai tambahan sumber Nitrogen. Proses tersebut

dilakukan dengan cara gali lubang tutup lubang. Pengomposan cara lain, juga dalam

skala kecil terjadi secara alami terhadap pupuk kandang yang terus menumpuk di lantai

kandang ternak penduduk dan baru dibongkar setelah menumpuk sampai ketebalan

tertentu. Akibatnya kualitas pupuk kandang tersebut masih kurang sempurna dari segi

keseragaman, kestabilan, bau, tekstur,kadar air, serta keberadaan bijian rumput yang

belum membusuk. Hal ini dapat atasi dengan menggunakan activator dan teknologi

yang cocok. Skala produksi yang relatif lebih besar dan komersial juga telah banyak

dilakukan dengan pencampuran dari serbuk gergaji, sekam dan kulit padi, daun bambu

dan bahan lainnya dengan kotoran dari pupuk kandang menjadi pupuk kompos yang

banyak dipasarkan di tempat pembibitan tanaman hias dan hobbies. Beberapa kawasan

real-estate juga ada yang melakukan sebagian swa-kelola dari sampah organiknya,

yang terutama berasal dari pertamanan umum, menjadi produk kompos. Beberapa

22

Page 23: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

industri perkebunan, misalnya kelapa sawit, juga mulai serius menangani cara

pengomposan untuk mengatasi masalah limbah dari tandan kosong.

Secara umum, gambaran pengomposan yang berlangsung selama ini di

Indonesia masih bertumpu pada pemusnahan sampah/ bahan organik, dan masih belum

tersosialisasi untuk diambil secara optimum azas manfaat dari proses pengomposan

tersebut. Sebelum era pembangunan masa orde baru, proses pengomposan di daerah

pedesaan, terutama dari sampah pertanian, masih cukup populer. Popularitas tersebut

semakin memudar sejalan dengan perkembangan industri pertanian yang relatif pesat,

terutama dalam penggunaan pupuk kimia yang disubsidi. Generasi pelaku utama

pengelola lingkungan, yaitu manusianya, cenderung telah berubah pola berpikir dan

perilakunya, terutama dalam menjaga kesetimbangan lingkungan. Sekarang ini

berbagai bentuk subsidi, salah satunya pupuk, mulai dihapus, pupuk kimia makin

langka dan harganya makin tidak terjangkau. Gerakan dari para pecinta lingkungan,

terutama juga pengaruh globalisasi mulai berperan dan ikut campur dalam

mengembalikan pola pikir yang telah berubah. Penggunaan produk yang lebih berbasis

kembali ke alam (back to nature) mulai lebih mendapat perhatian dan makin diminati,

meski pada awalnya masalah utama dalam kondisi ekonomi yang terpuruk saat ini

adalah faktor ekonomi, atau harga yang lebih bersaing.

TPA sebagai emitter GRK, salah satu pemicu pemanasan global

Untuk mengaitkan sampah dengan Gas Rumah Kaca (GRK), maka perlu

dijelaskan bahwa pemanasan global adalah gejala naiknya suhu permukaan Bumi

akibat meningkatnya konsentrasi GRK. Enam jenis GRK utama adalah gas karbon

dioksida (CO2), Methana (CH4), Nitrat oksida (N2O). Dalam laporan yang disusun

oleh International Panel on Climate Change (IPCC) 1988, dilaporkan bahwa rata-rata

temperatur global telah meningkat 0,6.% serta dilaporkan bahwa tahun 1990-an adalah

dekade terpanas. Meningkatnya suhu bumi diperkirakan akan mengakibatkan

terjadinya perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Menyadari besarnya

ancaman pemanasan global, disepakati Kyoto Protocol 1997. Negara-negara industri-

penyumbang GRK terbesar-berkomitmen menguranginya. Salah satu GRK yang

berpengaruh adalah CH4 (methana). Kekuatannya dalam efek pemanasan global 23 kali

lebih tinggi dari CO2. Untuk mengejar target pengurangan emisi GRK, produksi gas

23

Page 24: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

methana perlu dikendalikan. Berbagai sumber gas methana antara lain adalah rawa,

TPA, penambangan gas alam, pembakaran biomassa. Dalam hubungannya dengan

persampahan, TPA menjadi sumber gas methana karena adanya proses penguraian

sampah oleh jasad renik.

Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 450 TPA sebagai sumber emisi gas methana.

Sebagai contoh, sampah sebanyak 1000 ton, dengan kandungan sampah organik 56

persen akan menghasilkan gas methana 21.000 ton setiap tahunnya atau setara dengan

CO2 486.500 ton. Masyarakat Eropa sepakat tahun 2005 tidak membuang sampah

organiknya langsung ke TPA. Sampah organik diolah terlebih dahulu agar gas tidak

diproduksi dalam jumlah besar. Pengolahan dapat berupa insinerasi, pengomposan, dan

produksi biogas. Pengomposan adalah proses yang dipilih oleh Global Environment

Facility yang dianggap sesuai untuk diterapkan di Indonesia untuk mereduksi produksi

GRK sekaligus untuk membantu perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia.

Modifikasi dasar untuk aplikasi di Indonesia

Dari segi aplikasi, masalah pengomposan adalah bertumpu pada teknologi

pengomposan limbah organik pasar yang mengandung kadar air tinggi apabila

menggunakan teknologi proses anaerobik. Kondisi ini dapat diupayakan dengan cara

mencampur dengan berbagai limbah organik keras lainnya seperti: sebuk gergaji atau

jerami. Sebagian serbuk gergaji atau sekam padi dijadikan arang terlebih dahulu sebagai

substitusi peningkatan kualitas kompos yang dihasilkan. Arang serbuk gergaji atau

arang sekam padi dicampur pada awal proses pengomposan dengan tujuan sebagai

pengendali kelebihan air akibat proses yang menggunakan bahan baku berkadar air

tinggi, selain menekan timbulnya bau. Kelebihan air dapat diserap oleh arang yang

kemudian tersimpan di dalam pori-pori arang. Pada saat tertentu, ketika proses

kekurangan air, maka otomatis air yang tersimpan di dalam pori arang dapat ditarik

kembali oleh bahan melalui proses diffusi, sehingga proses tidak kekurangan air dan

berjalan dengan sempurna.

Berdasarkan konsep modifikasi dasar tersebut, maka salah satu cara untuk

mengeliminasi/pemusnahan sampah organik di Indonesia, yang telah menjadi masalah

nasional Indonesia, dasar teknologi pengomposan yang mernghasilkan produk arang

24

Page 25: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

kompos dapat berlaku umum sebagai alternativ pemecahannya, sehingga akan diperoleh

manfaat dari produk akhir yang mempunyai nilai lebih. Atau dengan kata lain, teknologi

arang kompos membalik titik berat permasalahan dengan solusi penyelesaian untuk

tujuan akhir yang bermanfaat, yang mendukung berbagai program dan aktivitas seperti

Gerhan, Go Organik 2010, serta laju pertumbuhan pertamanan dan tanaman hutan

kota/jalur hijau kota, serta yang lebih utama adalah menekan pelepasan gas methan CH4

ke atmosfir sebagai salah satu GRK potensial penyebab pemanasan global.

Prospek masa depan pengomposan di Indonesia seperti umumnya peluang bisnis di

Indonesia, baik usaha skala kecil, menengah maupun skala usaha besar jika memang

memungkinkan apapun bisa dilakukan. Sebenarnya peluang pemanfaatan bahan organik

untuk produk kompos di Indonesia cukup terbuka lebar. Berbagai penelitian dan risetpun

sebenarnya telah banyak dilakukan oleh berbagai instansi resmi, lembaga tertentu atau

institusi akademisi/ universitas. Namun sayangnya belum dapat terkoordinasi dan

teraplikasi untuk mencapai sasaran yang tepat. Tanpa adanya suatu jaringan dan

keterbukaan dalam pengelolaan limbah untuk dapat dipakai sebagai produk yang

bermanfaat, misalnya melalui waste exchange atau bursa limbah, maka pengelolaan

tersebut akan selalu menjadi cost center, bukan suatu profit center. Indikasi

permasalahan saat ini adalah peluang agar supaya teknologi ini dapat teraplikasi meski

dengan dasar bisnis kerakyatan tetapi dasar kelestarian, kepedulian, dan manfaat

merupakan hal yang perlu lebih dikemukakan serta ditonjolkan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pengembangan Pembuatan Arang Kompos Sebagai Media Persemaian Dalam

Rangka Menunjang Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan) sumber

dana SKO-R 2004 telah dilaksanakan di dua kota yaitu, Pandeglang dan Palembang,

masing-masing kegiatan berlangsung selama kurang lebih satu bulan bertempat di

penampungan/pemusnahan sampah akhir (TPA), dengan memanfaatkan sampah organik

sebagai bahan baku pengomposan dan serbuk gergaji serta sekam padi sebagai bahan

baku arang.

25

Page 26: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

Pelaksanaan di Pandeglang dibantu secara penuh oleh Paguyuban KTH Alam

Lestari dan Koordinator lapangan TPA dari Dinas Kebersihan, Pandeglang, merupakan

kelompok tani sekaligus LSM yang beranggotakan 150 orang, binaan dan mitra kerja

lapangan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pandeglang. Sementara di Palembang,

pelaksanaan hanya dibantu oleh Balittaman Palembang, serta izin menggunakan TPA

selama 1 bulan oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Palembang.

Hingga laporan ini disusun analisis kualitas arang kompos yang dihasilkan belum

dapat dilaporkan karena pengukuran beberapa parameter yang diuji masih berlangsung

di Laboratory services SEAMEO Biotrop. Namun sebagai perbandingan dan rujukan

dapat dikemukakan bahwa kualitas kompos/kandungan unsur hara makro dari sampah

kota dengan komposisi yang sama, yang dilakukan oleh Balai Penelitian Bioteknologi

Perkebunan Indonesia (BPBI) di TPA Bantar Gebang pada tahun 2003 dengan

menggunakan aktivator yang sama adalah : Nisbah C/N = 9; kandungan hara N total =

1,17 %; kandungan hara P2O5 = 0,97; dan kandungan hara K = < 2 % (Away, 2003).

Berdasarkan rujukan tersebut maka diperkirakan kualitas arang kompos yang dihasilkan

di Pandeglang maupun Palembang tidak akan jauh berbeda.

Prospek masa depan aplikasi teknologi arang kompos di Indonesia merupakan salah

satu peluang bisnis di Indonesia, baik usaha skala kecil, menengah maupun skala usaha

besar. Banyak peluang yang mungkin diisi oleh produk ini seperti di sektor kehutanan,

kegiatan Gerhan yang akan berlangsung sampai tahun 2009, Go Organik 2010 oleh

Deptan, serta meningkatnya trend gaya hidup masyarakat yang lebih memilih produk-

produk organik yang aman dan sehat, menuntut penyediaan bahan/pupuk organik

berkualitas.

Sebagai saran yang perlu dipertimbangkan adalah, sebagai lokasi show window perlu

waktu dan biaya untuk pemeliharaan selanjutnya, terutama lahan di luar areal Gerhan.

26

Page 27: LAPORAN KEGIATAN GERHAN 2005

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Departemen kehutanan siap laksanakan GN RHL. Siaran Pers No. 1428/II/PIK-1/2003. www. dephut.go.id

Anonim. 2004. Gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan gagalribuan jenis pohon mati akibat kekeringan. Cianjur. Pikiran Rakyat Cyber Media Online 24 Juni 2004.

Anonim. 2004. Partisipasi masyarakat dalam GNRHL 15 %. Kolom lingkungan. Media Indonesia Online. 7 Juni 2004

Away, Yufnal, 2003. Uji coba penggunaan bioaktivator “orgadec plus” pada sampah kota di TPA Bantar Gebang. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor

Gusmailina; G. Pari, and S. Komarayati. 1999. The utilization technology of charcoal and activated charcoal as a soil conditioning on plants. Project Report. Forest products Research Centre. Bogor.

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Teknik penggunaan arang sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan hasil penelitian (tidak diterbitkan)

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Implementation study of compost and charcoal compost production. Laporan kerjasama Puslitbang Teknologi Hasil Hutan dengan JIFPRO - Jepang (Tidak diterbitkan)

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Pedoman pembuatan arang kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Bogor.

Sri Komarayati, Gusmailina dan G. Pari. 2002. Pembuatan kompos dan arang kompos dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 20 No. 3. Halaman 231 – 242. Bogor

Reintjes, C., Haverkort, B., Bayer. W., 1999. Pertanian masa depan. Pengantar untuk pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Penerbit Kanisius. Jakarta

Rao dkk., 1998 dalam Saad A., 2002. Pembangkitan criteria kesesuaian lahan untuk tanaman duku spesifik lokasi Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi. Unpublished.

27