laporan kasus vsd pada kehamilan
DESCRIPTION
referat obginTRANSCRIPT
STATUS PASIEN OBGYN
FK UNIVERSITAS MALAHAYATI
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 26 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Desa Kertawana, Kalimanggis.
Agama : Islam
Suku : Sunda
Status menikah : Menikah
Pendidikan Terakhir: SMA
Tgl masuk RS : 18 – 12 - 2013
Jam masuk RS : 18.55
GPA : G2P1A0
ANAMNESA
Keluhan Utama : Perut terasa mulas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kuningan dengan keluhan
perut terasa mulas. Pasien merasa mulas sejak pagi dan mulas terasa semakin sering.
Pasien juga mengatakan sejak siang keluar bercak darah dan lendir tetapi belum
merasa ada air yang keluar atau merembes dari vagina. Saat ini pasien sedang hamil
dengan usia kehamilan 9 bulan.
Keluhan tersebut tidak disertai sesak, pusing dan kebiruan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mempunyai riwayat penyakit jantung sejak kecil. Pasien kadang mengeluh
sesak jika terlalu lelah dan tidur dengan satu bantal. Keluhan terseubt jarang
dirasakan pasien. Orang tua pasien mengatakan pada usia 5 tahun pasien pernah
terlihat lemas dan hampir seluruh badan terlihat pucat dengan bibir dan tang terlihat
membiru. Pasien sudah dibawa ke RS Jantung Harapan Kita dengan diagnosis
ventrikel Septal defek dan belum dioperasi sampai saat ini. Pasien rajin kontrol ke
dokter spesialis jantung RSUD 45 Kuningan setiap bulan dan mendapat terapi
digoksin, renafar, dan furosemid.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit seperti pasien.
Riwayat Haid :
Menarche pada usia 14 tahun, menstruasi teratur setiap satu bulan sekali, dengan
lama setiap kali haid ± 7 hari, ganti pembalut 1 kali sehari, kadang disminorea,
HPHT : 10 Maret 2013
HPL : 17 Desember 2014
Usia kehamilan : 36-37 minggu
Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah sebanyak 1 kali
Pernikahan pertama pada tahun 2005 yaitu saat pasien berusia 18 tahun.
Riwayat Seksual :
Pasien pertama kali melakukan hubungan seksual pada usia 18 tahun dengan suami
pasien yang pertama, frekuensi 2-3 kali seminggu, tidak ada nyeri saat berhubungan
Riwayat Obstetri : G2P1A0
NoTempat bersalin
ThnJenis
Kelaminpersalina
npenyakit nifas
Anak
JKBb
lahirKeadaan
Hidup/mati
1 Bidan 2006 Laki-laki Spontan - -Laki-laki
2200 hidup
Riwayat ANC :
Pasien rutin kandungannya ke posyandu dan mendapat suntikan TT sebanyak 2
kali, dan rajin mengkonsumsi tablet dari posyandu.
Riwayat KB :
Pasien menggunakan KB suntik selama 3 tahun terakhir.
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi
Riwayat Pengobatan :
Pasien rutin mengkonsumsi obat dari dokter jantung yaitu furosemid, digoksin, dan
renapar.
Riwayat Habituasi :
Pasien tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK ( 18-18-2013)
Keadaan Umum : Tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD : 100/60 mmHg
RR : 20 x/menit
Nadi: 84 x/menit
Suhu: 36,8°C
Antropometri :BB sebelum hamil : 63 kg
BB sekarang : 75 kg
TB : 163 cm
Status Generalisata
Kepala
Bentuk : Normochepali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Muka / pipi : tidak ada edema
Kulit : dalam batas normal
Mata : Refleks Cahaya (+/+), Conjunctiva tidak anemis, Sclera
tidak ikterikPupil isokor kiri dan kanan
Hidung : Dalam batas normal
Telinga : Kanan – kiri dalam batas normal
Mulut : Mukosa tidak hiperemis, sariawan (-), caries (-),
Leher : Tidak ada pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid,
tidak ada peningkatan JVP
Thorax
Paru
Depan
I : Bentuk dada simetris, retraksi dinding dada (-/-)
P : Vocal fremitus kanan dan kiri simetris
P : Sonor diseluruh lapang paru
A : Vesiculer kiri dan kanan, ronkhi(-/-), wheezing (-/-)
Belakang
I : Bentuk dada simetris, retraksi dinding dada (-/-)
P : Vocal fremitus kanan dan kiri simetris
P : Sonor diseluruh lapang paru
A : Vesiculer kiri dan kanan, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas kanan : ICS II linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS V linea aksilaris sinistra
A : Bunyi jantung I dan II, Gallop (-), Murmur (+)
Mamae : hiperpimentasi aerola.
Aksila : tidak ada pembesaran KGB
Abdomen : Linea Mediana hiperpigmentasi (-), striae gravidarum
(+)Sikatrik (-),
Genitalia : Perineum utuh, perdarahan (-)
Anus : tidak ada hemoroid
Inguinal : tidak ada pembesaran KGB
Ekstremitas
Kulit : akral hangat, CRT < 2 detik
Oedem : (-/-)
varises : (-/-)
Refleks fisiologis : reflek patella (+)/(+)
Refleks patologis : (-)/(-)
Status Obstetri
Leopold I : Tinggi fundus 29 cm, pada fundus teraba masa bulat
lunak dan tidak melenting, kesan bokong.
Leopold II : Teraba massa besar, keras, seperti papan di abdomen
dextra , kesan punggung, dan teraba massa kecil keras
dan tidak melenting di abdomen kanan kesan seperti
ekstremitas
Leopold III :Teraba bagian keras, bulat, dan melenting di bagian
bawah abdomen kesan kepala.
Leopold IV : Bagian terendah belum memasuki pintu atas panggul 5/5
Auskultasi : DJJ: 143x/menit
Pemeriksaan HIS : HIS 45 detik. 3 kali dalam 10 menit
TBBJ : 2635 gram
Pemeriksaan Dalam
Vulva/vagina normal
Portio tebal. lunak
Pembukaan: 4 cm
Ketuban utuh
Presentasi kepala di station 0
Pemeriksaan panggul:
Promontorium tidak teraba
Spina ischiadica tidak menonjol
Arcus pubis >90
Kesan panggul luas
PEMERIKSAAN PENUNJANG : (18-12-2013)
Lab Hb : 11,6 mg/dlLeukosit : 12.300LED : 35Ht : 32,5Trombosit : 242.000BT : 1’ 30”CT : 3’Gol. Darah : ABGDS : 76SGOT : 32SGPT : 12Ureum : 13Kreatinin : 0,5HbSAg : negatifNatrium : 145Kalium : 3,9Kalsium : 114
DIAGNOSA KERJA
G2P1A0 parturient aterm kala 1 fase aktif dengan riwayat ventrikel septal defek.
RENCANA PEMERIKSAAN
Ro Thorax
EKG
PENATALAKSANAAN
Infus RL 20 tpm
Konsul dr. Rika Kartika, Sp.O.G.
Jawaban konsul :
Rencana persalinan spontan menggunakan vakum ekstraksi
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Follow up 18–11-2013
Pukul 20. 10
Pembukaan lengkap, portio tipis
Amniotomi
Persiapan ekstrasi vakum
TD : 120/80 mmHg
HR: 99x/menit
RR: 30x/min
Suhu: 36,2oC
DJJ: 147x/menit
Pukul 20.15
Bayi lahir vakum, segera menangis apgar skor 7/9. Jenis kelamin laki-laki, berat
2400 , panjang badan 48 cm.
Plasenta lahir spontan, perdarahan 200 cc
Dilakukan penekanan pada daerah umbilical abdomen untuk menekan vena cava
inverior.
Rupture perineum grade 1, hecting perineum dan terpasang tampon
Diberikan pitogin drip 2 ampul, pitogin im 1 ampul, dan gastrula 3 tablet perrektal
Tinggi fundus uteri sejajar ubilikal
Observasi perdarahan dan tanda vital.
Berikan cefadroksil 2x1, Paracetamol 3x1, Fe 1x1.
Motivasi MOW
Konsul dr. Arman Sp JP
Terapi lanjut, acc mow.
Follow up 19 – 12 -2013
Anamesa : Mules +, pusing (-), sesak (-), 1x ganti pembalut perdarahan sedikit, ASI
sudah keluar, dan menolak tindakan MOW karena cemas.
Px Fisik :
Tinggi Fundus 3 jari di bawah umbilical
ASI keluar
Luka hecting perineum baik
Perdarahan sedikit
TD : 100/60
HR : 82x/min
RR : 20x/min
Suhu : 36,7oC
Px Lab :
Hb : 9,99
Ro Thorak terdapat kardiomegali
Terapi lanjut.
Motivasi MOW
Follow up 20 – 12 -2013
Anamesa : Pusing (-), sesak (-), 1x ganti pembalut perdarahan sedikit, ASI sudah
keluar, dan acc tindakan MOW.
Px Fisik :
Tinggi Fundus 3 jari di bawah umbilical
ASI keluar
Luka hecting perineum baik
Perdarahan sedikit
TD : 110/70
HR : 84x/min
RR : 22x/min
Suhu : 36,97oC
Terapi lanjut.
Rencana tindakan MOW
Pukul 15.00
Dilakukan tindakan mow oleh dr. Rika Kartika Sp.OG
TD : 107/67 mmHg
HR : 78x/min
RR : 21x/min
Suhu : 36,7oC
Saturasi oksigen : 99%
Pukul 15.30
Tindakan selesai, observasi di RR
Sesak (-), pusing (+), mengantuk, nyeri di sekitar umbilical
TD : 106/65 mmHg
HR : 82x/min
RR : 20x/min
Suhu : 35,7oC
Saturasi oksigen : 100%
Diberikan ketorolac 1 ampul iv
Follow up 21 – 12 -2013
Anamesa : Pusing (-), sesak (-), 1x ganti pembalut perdarahan sedikit, ASI sudah
keluar, nyeri pada luka operasi, makan dan minum baik, BAK dan BAB normal.
Px Fisik :
Tinggi Fundus 3 jari di bawah umbilical
ASI keluar
Luka hecting perineum baik
Perdarahan sedikit
TD : 110/70
HR : 82x/min
RR : 20x/min
Suhu : 35,7oC
Terapi lanjut.
PEMBAHASAN
Hemodinamik menggambarkan hubungan antara tekanan darah, curah jantung
dan resistensi vaskuler. Sebagian besar perubahan hemodinamik dimulai pada
trimester pertama, puncak pada trimester kedua, dan plateau selama trimester ketiga
7.
Volume darah meningkat 40% sampai 50% selama kehamilan normal.
Peningkatan volume darah lebih besar dari peningkatan massa sel darah merah,
berkontribusi terhadap penurunan konsentrasi hemoglobin (yaitu, "anemia
kehamilan"). Demikian pula, cardiac output naik 30% sampai 50% di atas dasar,
memuncak pada akhir trimester kedua dan mencapai dataran tinggi pada pelepasan.
Peningkatan curah jantung dicapai oleh tiga faktor 7:
(1) peningkatan preload karena volume darah yang lebih besar,
(2) afterload berkurang karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik, dan
(3) peningkatan denyut jantung ibu sebesar 10 sampai 15 denyut / menit.
Peningkatan volume darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah
pertukaran gas pernafasan, nutrien dan metabolit ibu dan janin dan kedua
mengurangi akibat kehilangan darah yang banyak saat kelahiran 7.
Pada awal kehamilan terjadi ekspansi aliran darah ginjal dan peningkatan laju
filtrasi glomerulus. Natrium yang difiltrasi meningkat hampir 50%. Meskipun
perubahan-perubahan fisiologis ini akan meningkatkan pengeluaran natrium dan air
terjadi pula peningkatan volume darah sebesar 40-50%. Sistem renin angiotensin
akan diaktifkan dan konsentrasi aldosteron dalam plasma akan meningkat 1,4.
Penambahan volume plasma akan menyebabkan penurunan hematokrit dan
merangsang hematopoesis. Massa sel-sel darah merah akan bertambah dari 18 %
menjadi 25% tergantung pada cadangan besi tiap individu. Keadaan “anemia
fisiologis” ini biasanya tidak menyebabkan komplikasi pada jantung ibu, namun
anemia yang lebih berat akan meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan
terjadinya takikardia. Mikrositosis akibat defisiensi besi dapat memperburuk perfusi
pada sistem mikrosirkulasi penderita polisitemia yang berhubungan dengan penyakit
jantung sianotik sebab sel-sel darah merah yang mikrositik sedikit yang dirubah.
Keadaan ini membutuhkan suplai besi dan asam folat 1,3.
Sesaat setelah melahirkan terjadi perubahan hemodinamik karena segera setelah
melahirkan dan pelepasan plasenta akan terjadi peningkatan afterload dan preload
karena terjadi autotransfusi, yaitu darah yang tadinya menuju plasenta akan
mengalir ke sirkulasi ibu/sistemik. Hal tersebut merupakan mekanisme kompensasi
yang melindungi ibu dari efek hemodinamik yang terjadi akibat perdarahan post
partum.
Pada kasus ini pasien mempunyai riwayat penyakit jantung kongenital yaitu
ventrikel septal defek. Pasien telah didiagnosis penyakit tersebut sejak pasien masih
balita dan sudah diperiksakan ke Rumah Sakit Jantung Harapan Kita di Jakarta.
Ventrikel septal defek merupakan penyakit jantung kongenital dimana terdapat
defek diantara ventrikel kiri dan ventrikel kanan yang seharusnya menutup pada saat
bayi.
Keadaan tersebut dapat membuat darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri
masuk ke ventrikel kanan, sehingga terjadi peningkatan volume darah di ventrikel
kanan akan meningkat yang menyebabkan darah yang mengalir ke paru-paru
mengalami peningkatan volume. Keadaan tersebut akan dikompensasi dengan
meningkatkan resistensi vascular paru sehingga akan terjadi dilatasi ventrikel kanan
dan kemudian atrium kanan. Biasanya bila hal tersebut terjadi pasien tidak akan
menunjukan gejala sianotik.
Jika resistensi vascular paru lebih besar dari resistensi vascular sistemik maka
akan terjadi perpindahan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan ke
ventrikel kiri jantung. Keadaan ini akan menimbulkan gejala sianosis atau kebiruan
karena darah yang miskin oksigen dipompakan kembali ke seluruh tubuh. Hal ini
akan menyebabkan peningkatan kadar haemoglobin yang dapat menyebabkan
kematian janin, prematuritas dan berat badan lahir rendah. Pada pasien ini tidak
ditemukan gejala sianosis ataupun sesak, dan pasien masih dapat beraktifitas seperti
biasa.
Pasien bekerja sebagai pedagang dan tidak mengalami kelelahan yang nyata saat
melakukan aktivitas sehari-hari. Berdasarkan klasifikasi New York Heart
Association (NYHA) pasien masuk dalam kategori kelas 1 dan berdasarkan resiko
kematian ibu dalam kehamilan akibat penyakit jantung pasien masuk kedalam grup
1 dengan angka mortalitas kurang dari 1%.
Persalinan yang dipilih pada pasien tersebut melalui metode pervaginam. Karena
pada persalinan pervaginam darah yang keluar lebih sedikit dibandingkan dengan
operasi seksio sesaria.
Pertambahan volume plasma total akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekana vena jugularis dan edema tungkai bawah pada lebih dari 80%
perempuan dengan kehamilan normal. Perkembangan ukuran uterus sesuai
bertambahnya masa kehamilan akan mengakibatkan pergerakan diafragma lebih ke
atas sehingga menurunkan volume paru. Elevasi difragma dan volume darah yang
bertambah juga menyebabkan bergesernya letak impuls ventrikel ke arah lateral
pada inspeksi dan palpasi prekordium. Peningkatan stroke volume
menyebabkan mengerasnya suara saat penutupan katup di aorta dan pulmonal,
sehingga akan terdengar murmur early sistolik yang fungsional di daerah
pulmonal.3,4
Persalianan pervaginam dibantu oleh ekstrasi vakum atas indikasi mempercepat
persalinan. Indikasi pasien dilakukan vakum ekstrasi yaitu pasien mempunyai
riwayat jantung atau paru, kala 2 memanjang, dan gawat janin. Pada saat persalinan
dengan ekstrasi vakum yang bertujuan untuk mempercepat persalinan. Setelah
plasenta dipotong dilakukan penekanan pada daerah umbilical untuk menekan vena
cava inferior. Diharapkan dengan penekanan vena cava inferior tidak terjadi beban
beban jantung yang berlebihan dan tiba-tiba dikarenakan aliran balik darah plasenta.
Hal ini dilakukan pada pasien karena pasien memiliki riwayat penyakit jantung
sejak kecil.
Evaluasi status kardiovaskular pada wanita hamil lebih baik hanya dengan
anemnesis dan pemeriksaan fisik. Diperlukan pula pemeriksaan penunjang
lainnya yang harus dilakukan dengan mempertimbangan risiko terhadap wanita
hamil dan janin yang dikandungnya. Pemeriksaan oleh orang yang berpengalaman
sangat diperlukan untuk menghindarkan kesalahan dalam diagnosis yang dapat
menimbulkan kecemasan, ketakutan, dan biaya yang tidak diperlukan. Adapun
pemeriksaan penunjang yang umumnya digunakan untuk menunjang diagnosis
yaitu:
1. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab pertanyaan
yang sangat spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari variasi
gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasa. Depresi segmen ST
inferior, gelombang Q kecil, dan inversi gelombang P pada lead III
(menghilang saat inspirasi) sering didapati pada wanita hamil normal.
Pergeseran aksis QRS ke kiri, sering dijumpai, tetapi deviasi aksis ke kiri
yang nyata (-30o) menyatakan adanya kelainan jantung.1,2,4
2. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi termasuk dopler lebih banyak digunakan untuk
mendiagnosis penyakit jantung dalam kehamilan karena bersifat noninvasif
(tanpa risiko terhadap ibu dan janin) dan aman. Dengan kemampuan M
Mode, 2D dan dopler (pulse, continous wave and colour flow) dapat
ditentukan kelainan struktural termasuk ukuran jantung, tekanan arteri
pulmonal, kontraktilitas ventrikel, adanya trombus, fungsi katup maupun
iskemia miokard. Berdasarkan rekomendasi I-C, ekokardiografi dilakukan
pada semua pasien hamil dengan tanda-tanda atau gejala-gejala
kardiovaskular yang baru ataupun yang belum jelas. Pemeriksaan
ekokardiografi transesofageal dapat bermanfaat pada beberapa kasus tertentu
seperti endokarditis, diseksi aorta, atau pada keadaan kesulitan dilakukan
ekokardiografi trantorakal.
Namun, pemeriksaan tersebut pada wanita hamil tidak terlalu dianjurkan
karena risiko anestesi selama prosedur pemeriksaan radiografi.1,2,4
Semua pemeriksaan radiografi harus dihindari terutama pada awal
kehamilan. Pemeriksaan radiografi mempunyai risiko terhadap
organogenesis abnormal pada janin, atau malignansi pada masa kanak-
kanak terutama leukemia. Jika pemeriksaan sangat diperlukan, sebaiknya
dilakukan pada kehamilan lanjut, dengan dosis radiasi seminimal mungkin,
dan perlindungan terhadap janin seoptimal mungkin.1,2,4
3. Pemeriksaan eksersional
Pemeriksaan eksersional (testing exercise) berguna untuk menilai secara
objektif dari kapasitas fungsional, kronotropik, dan respon tekanan
darah. Pemeriksaan ini menjadi bagian penting pada pasien dengan penyakit
jantung bawaan dan penyakit katup asimptomatis. Pada pasien dengan
kelainan jantung yang telah diketahui, diperlukan pemeriksaan sejak
sebelum kehamilan untuk menilai risiko komplikasi akibat kehamilan. 4
Pada kasus ini untuk mendiagnosis penyakit jantung hanya didasarkan dari
anamesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiografi, rontgen, dan hasil
konsul dari dokter spesialis jantung dan pembuluh darah. Pemeriksaan tersebut
belum cukup untuk menilai kelainan struktural pada jantung. Seharusnya
dilakukan pemeriksaan echocardiografi untuk menentukan kelainan structural pada
jantung. Dari data yang didapat pada pasien sudah cukup untuk mendiagnosa pasien
dengan kelainan jantung bawaan. Data tersbut dapat digunakan pada
penatalaksanaan persalinan.
Pada kasus ini manajemen melibatkan pendekatan tim ahli jantung dengan
anestesiologist dan dokter kandungan karena perubahan kardiovaskular yang
terjadi pada wanita hamil sulit diprediksi. Sebaiknya pasien dengan kelainan
jantung jika ingin hamil perlu memperhatikan beberapa hal untuk mengurangi
komplikasi yang timbul. Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam penatalaksanaan
umum adalah sebagai berikut.
a. Prekonsepsi
Pada semua wanita yang menunjukkan gejala dan tanda adanya
penyakit jantung sebaiknya dilakukan evaluasi menyeluruh tentang status
kardiologiny sebelum kehamilan. Evaluasi itu antara lain:
1. Riwayat penyakit jantung yang diderita beserta penanganannya
2. Pemeriksaan fisik umum
3. Pemeriksaan foto thoraks dan EKG 12 lead
4. Pemeriksaan pulse oxymetri
5. Pemeriksaan trans toraks ekokardiografi (untuk mencari lesi spesifik
maupun menentukkan fraksi ejeksi.
6. Evaluasi status fungsional jantung (menurut NYHA atau ACC/AHA)
7. Pengelompokkan penyakit jantung berdasarkan kelompok risiko
8. Bila perlu dilakukan pemeriksaan MSCT scan jantung
Selain itu, dibutuhkan konseling individual oleh spesialis kandungan ataupun
kardiologi.
Kebanyakan wanita dengan penyakit jantung mengalami kehamilan yang
sukses, tetapi kepuasan dalam diagnosis dan manajemen pasien hamil
dapat memiliki konsekuensi yang berat bagi ibu dan janin. Oleh karena
itu penting untuk mengevaluasi setiap wanita hamil dengan penyakit jantung
untuk risiko yang merugikan selama kehamilan, persalinan, dan pasca
persalinan. Secara umum, semua perempuan tersebut harus dirujuk ke pusat
spesialis yang mana perawatannya dilaksanakan bersama oleh dokter
kandungan, ahli jantung, ahli genetika klinis, dan neonatologist.
Idealnya, pasien dengan penyakit jantung harus berkonsultasi dengan dokter
mereka sebelum mereka hamil.
Evaluasi dari pasien hamil dengan riwayat gagal jantung mencakup
pengkajian status fungsional (NYHA) dan optimalisasi pengobatan.
Pemeriksaan penunjangyang dapat dilakukan adalahelektrokardiogram, dan
echocardiography Doppler.2
Tujuan dari evaluasi medis adalah untuk mengoptimalkan hemodinamik
selama trimester pertama. Hal ini dapat dicapai dengan terapi rutin pada
kongesti paru, penurunan afterload jika diindikasikan, pengendalian
hipertensi, dan kateterisasi jantung kanan jika terdapat tanda-tanda fisik yang
buruk. Dua tujuan dapat dicapai dengan menggunakan rejimen yang sama
dengan pasien CHF yang tidak hamil seperti: digoksin, diuretik, restriksi
natrium, dan vasodilator.2
b. Antepartum
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama pasien melakukan kunjungan
antenatal antara lain:4
1. Pendekatan multidisiplin
2. Konfirmasi usia kehamilan berdasarkan HPHT maupun USG
3. Pemeriksaan ekokardiografi janin dapat dilakukan pada usia kehamilan
20-24 minggu khususnya pada ibu dengan penyakit jantung kongenital
4. Pemeriksaan kesejahteraan janin dilakukan untuk menilai pertumbuhan
janin baik dengan biometri janin, doppler velocimetry, maupun NST
dimulai saat usia kehamilan 30-34 minggu
5. Deteksi dini kelainan yang menyertai misalnya preeklampsia,
anemia, hipertiroid, maupun infeksi.
6. Perencanaan kapan terminasi kehamilan dan metode persalinannya.4
c. Intrapartum
Induksi persalinan, penanganan persalinan, dan pasca persalinan
memerlukan perhatian dan keahlian khusus serta manajemen kolaboratif
oleh dokter ahli kandungan, ahli jantung, dan ahli anestesia, dengan
pengalaman yang tinggi terhadap unit dan obat maternal fetal.4
d. Waktu kelahiran
Pada pasien dengan penyakit jantung lebih disarankan untuk melakukan
induksi persalinan. Waktu yang tepat sangatlah individual tergantung pada
status jantung gravida, skor bishop, kesejahteraan janin dan maturitas paru
janin.4
e. Induksi persalinan
Oksitosin dan amniotomi diindikasikan jika skor bishop >5. Waktu induksi
yang memanjang perlu dihindari jika serviks belum matang. Metode-
metode mekanik seperti penggunaan kateter foley lebih baik jika
dibandingkan dengan agen farmakologis, khususnya pada pasien dengan
sianosis dimana adanya penurunan tahanan vaskular sistemik atau tekanan
darah akan sangat merugikan.4
f. Monitor hemodinamik
Pulse Oxymetri dan pengawasan EKG digunakan sesuai kebutuhan. Tekanan
arteri sistemik dan denyut jantung ibu perlu dipantau ketat dikarenakan
anestesia lumbal epidural dapat menyebabkan hipotensi. 4
g. Anestesia dan Analgesia
Penanganan untukrasa sakit dan ketakutan juga berperan penting. Meskipun
analgesik intravena memberikan penatalaksanaan nyeri yang memuaskan
bagi beberapa wanita, namun analgesia epidural terus menerus tidak
direkomendasikan dalam banyak kasus. Masalah utama dengan analgesia
konduksi adalah hipotensi ibu. Hal ini sangat berbahaya pada wanita dengan
shunts intracardiac di antaranya aliran dapat dibalik. Darah dapat mengalir
dari kanan ke kiri jantung atau aorta dan dengan demikian dapat melewati
paru-paru. Hipotensi juga bisa mengancam jiwa dengan hipertensi paru atau
stenosis aorta karena output ventrikel tergantung pada preload memadai.
Pada wanita dengan kondisi ini, konduksi analgesia narkotik atau
anestesi umum mungkin lebih baik.5
Untuk persalinan pervaginam pada wanita dengan gangguan jantung ringan,
analgesia epidural sering diberikan dengan sedasi intravena. Hal ini
telah dibuktikan dapat meminimalkan fluktuasi curah jantung intrapartum
dan memungkinkan penggunaan forsep atau vakum yangdapat membantu
persalinan.
Blokade subarachnoid umumnya tidak dianjurkan pada wanita dengan
penyakit jantung yang signifikan. Untuk kelahiran sesar, epidural analgesia
lebih disukai oleh kebanyakan dokter dengan peringatan bila digunakan
pada pasien dengan hipertensi paru. Anestesi umum dengan thiopental
endotrakeal, succinylcholine, nitrous oxide, dan sedikitnya oksigen 30-
persen juga telah terbukti memuaskan.5
h. Persalinan Pervaginam atau Perabdominam
Cara persalinan secara umum yang dipilih adalah pervaginam. Rencana
persalinan harus dilakukan perindividu, dan hal yang perlu diinformasikan
adalah waktu persalinan, metode persalinan, induksi persalinan, anastesia
analgesia/regional, dan monitoring yang diperlukan. Persalinan harus
dilakukan di pusat kesehatan tersier dengan tim perawatan multidisiplin.
Secara umum persalinan sesar dilakukan bila ada indikasi obstetrik.4
Adapun indikasi obstetrik persalinan sesar adalah sebagai berikut:4
1. Stenosis aorta berat (AS)
2. Bentuk hipertensi pulmonal berat (termasuk sindrom Eisenmenger)
3. Gagal jantung akut
4. Dipertimbangkan pada pasien dengan prostesis katup jantung mekanik
untuk mencegah masalah dengan persalinan pervaginam yang terencana.
5. Sindrom Marfan
6. Diseksi aorta kronik atau akut.
Prinsip umum manajemen intrapartum adalah meminimalkan stress
kardiovaskular. Pada sebagian besar kasus, prinsip ini akan dicapai
dengan penggunaan anestesia epidural inkremental awal lambat dan dibantu
persalinan pervaginam.4
Saat persalinan, hindari posisi supinasi dan pasien berada dalam posisi lateral
dekubitus serta pemberian oksigen untuk meminimalisir dampak
hemodinamik dari kontraksi uterus. Kontraksi uterus harus dapat
menurunkan kepala janin hingga ke perineum tanpa adanya dorongan
mengejan, untuk menghindari efek samping dari manuver valsava.4
Persalinan sebaiknya dibantu dengan forsep rendah atau ekstraksi vakum,
dan disarankan untuk melakukan monitoring denyut jantung janin secara
terus menerus. Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan selama
persalinan:4
1. Monitoring ketat
2. Posisi left lateral decubitus
3. Balans cairan
4. Bila memungkinkan pengukuran saturasi O2 dengan pulse oxymetri
5. Pada kasus risiko tinggi pertimbangkan monitoring invasive
6. Pertimbangkan penggunaan intrapartum analgesia
7. Mempercepat kala II
8. Pasien yang menggunakan warfarin harus dihentikan minimal 2
minggu sebelum persalinan dan diganti dengan heparin.
i. Pasca persalinan
Infus oksitosin intra vena lambat deberikan setelah pengeluaran plasenta.
Metilergonovine dikontraindikasikan karena adanya risiko vasokontriksi dan
hipertensi melebihi 10%. Bantuan berupa pemasangan stolking elastik pada
tungkai bawah, dan ambulasi dini sangat penting untuk mengurangi
risiko tromboemboli.4
Pemantauan hemodinamik harus dilanjutkan selama minimal 24 jam setelah
melahirkan. Wanita yang telah menunjukkan bukti sedikit atau tidak ada
tekanan jantung selama kehamilan atau persalinan mungkin masih dapat
mengalami dekompensasi postpartum. Oleh karena itu, penting dilakukan
perawatan seteliti mungkin hingga ke masa nifas. Perdarahan
postpartum, anemia, infeksi, dan tromboemboli merupakan komplikasi
yang lebih serius pada wanita dengan penyakit jantung. Dalam banyak
misalnya, sepsis dan preeklamsia berat disebabkan oleh edema paru
atau diperburuk oleh edema permeabilitas yang dihasilkan dari aktivasi
endotel dan kebocoran kapiler-alveolar.4,5
j. Laktasi
Laktasi dapat berhubungan dengan risiko rendah terjadinya bacteremia
sekunder akibat mastitis. Pada pasien gangguan jantung berat atau
simptomatis, perlu dipertimbangkan untuk menyusui menggunakan botol.4
k. Sterilisasi dan Kontrasepsi
Jika sterilisasi tuba yang ingin dilakukan setelah persalinan pervaginam,
yang terbaik adalah untuk menunda prosedur ini sampai hemodinamik ibu telah
mendekati normal, dan ketika ibu tidak demam, tidak anemia, dan ambulates
normal.5
Pada kasus ini, penatalaksanaan yang perlu dilakukan terlebih dahulu yaitu
evaluasi kardiovaskular selama kehamilan. Pasien dengan pirau yang kecil atau
sedang (L-R shunt) tanpa hipertensi pulmonal atau regurgitasi katup mitral pada
umumnya akan mendapatkan keuntungan dari menurunnya resistensi
vascular sistemik yang terjadi selama kehamilan. Pada kasus ini usia kehamilah
sudah aterm, tidak ditemukan tanda klinis yang berat dan keadaan hemodinamik
dalam batas normal sehingga terminasi kehamilan dilakukan pervaginam dengan
ekstrasi vakum. Hal ini bertujuan agar keadaan hemodinamik dapat dijaga
tetap stabil dan menjaga beban jantung tidak terlalu besar. Pertimbangan
lainya yaitu akan terjadi aliran darah balik seperti autotransfusi sewaktu his
sebanyak 300-400 cc/kontraksi, kejadian ini akan memperberat kerja jantung
Pada wanita dengan gangguan jantung, dimana kehamilan dapat memberikan
gambaran klinis yang signifikan atau risiko medis sebaiknya dilakukan sterilisasi
berupa tubektomi. Tubektomi merupakan jenis kontrasepsi mantap pada
wanita yang bersifat ireversibel dan efektivitas hampir 100%, tidak
mempengaruhi libido seksualitas.
Pada kasus ini, akan dilakukan tubektomi sehari setalah persalinan karena dinilai
hemodinamik ibu dalam batas normal dan tidak ditemukan komplikasi yang
berat setelah persalinan. Hal yang perlu diperhatikan pada operasi yaitu teknik
anestesi pasien. Pada pasien ini dilakukan narkose tanpa analgetik opioid serta
tanpa muskulus relaksan. Analgetik pada pasien ini hanya dilakukan infiltrasi
lidokain pada daerah sayatan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi efek samping
dari obat-obatan anestesi yang akan berefek pada jantung. Contohnya efek
samping penggunaan analgetik opioid seperti petidin dapat menyababkan
takikardi, dan gangguan irama jantung sedangkan efek ssamping anestesi lumbal
adalah hipotensi.
Pada wanita hamil dengan gangguan jantung dapat terjadi berbagai
komplikasi seperti gagal jantung kongestif, edema paru, kematian, dan abortus.
Siu dkk memperluas klasifikasi NYHA dan mengembangkan sistem penilaian
untuk memprediksi komplikasi jantung selama kehamilan. Sistem ini didasarkan
pada analisis prospektif terhadap 562 wanita hamil dengan penyakit jantung
dalam617 kehamilan di 13 rumah sakit pendidikan Kanada. 4,5
Tabel Prediktor Risiko Maternal untuk Komplikasi Jantung4-6
KRITERIA CONTOH KASUS POIN
Riwayat sakit
jantung
sebelumnya
Riwayat gagal jantung, serangan iskemik
transien, aritmia, atau stroke sebelum
kehamilan.
1
Wanita dengan
NYHA kelas III
atau IV atau
sianosis
Obstruksi jantung kiri katup mitral <2 cm2,
katup aorta <1,5 cm2, atau gradien puncak arus
keluar ventrikel kiri >30 mmHg dengan
echocardiography
1
Obstruksi sisi kiri
ditandai dengan
LVEF < 40%, kardiomiopati restriktif, atau
kardiomiopati hipertropik.
1
Persentase risiko komplikasi maternal.5
Jumlah prediktor Risiko kejadian gangguan jantung dalam kehamilan
0 5%
1 27%
>1 75%
Faktor risiko obstetri yang sering termasuk yaitu umur ibu (risiko meningkat
pada umur < 20 dan > 35 tahun) , riwayat dilatasi prematur, ruptur membran,
serviks inkompeten, gestasi multipel dan riwayat operasi sesar.5
Faktor ibu yang bisa meningkatkan faktor risiko janin termasuk NYHA kelas III
dan IV dan sianosis, obstruksi jantung kiri, gestasi multipel, atau pemakaian
antikoagulasi oral saat hamil. Faktor risiko bukan jantung termasuk merokok. 4,5
Selain dari permasalahan yang bisa timbul pada ibu, seorang dokter juga harus
memperhitungkan risiko yang mungkin terjadi kepada janin yang dikandung.
Adapun pengaruh penyakit jantung terhadap janin yaitu dapat menyebabkan
prematuritas, dismaturitas atau pertumbuhan janin terhambat, lahir dengan skor
apgar rendah, dan kematian janin dalam rahim. 5,7
Prognosis
Pada banyak wanita dengan penyakit jantung, prognosis umumnya baik. Wanita
dengan penyakit jantung kongenital asianotik memiliki prognosis yang lebih baik
dibanding dengan penyakit jantung kongenital sianotik. Banyak ahli yang
mengatakan bahwa seorang wanita dengan penyakit jantung risiko tinggi harus
mencegah kehamilan oleh karena tingginya risiko kematian ibu. Keadaan ini
meliputi hipertensi pulmonal dengan atau tanpa septal defek, obstruksi aliran
traktus ventrikel kiri yang hebat, penyakit jantung sianotik, dan marfan syndrome
dengan keterlibatan aortic root.5
Pada penderita VSD, kehamilan umumnya masih dapat ditoleransi. Namun,
kadang-kadang dapat disertai gagal jantung kongestif atau aritmia selama masa
kehamilan dan perlu diterapi. Jika VSD tidak disertai hipertensi pulmonal, maka
tidak akan mempengaruhi mortilitas maternal. Pada ibu yang lesinya tidak
dikoreksi, mortilitas janin dapat mencapai 20%. Kemungkinan janin mempunyai
penyakit jantung bawaan sekitar 5-10 %, dan nilai ini tidak berubah walaupun telah
dilakukan tindakan bedah koreksi sebelumnya.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar, TB. Wanita Kehamilan dan Penyakit Jantung. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara: Usu Repository; 2004. hal. 1-33.
2. DeCherney, AH., et al. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill; 2003. p. 22.1-9.
3. Nasution, SA. Kehamilan Pada Penyakit Jantung. Dalam Sudoyo AW, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. Hal.1669-1672.
4. Karkata, MK., dkk. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri.
Jakarta:Komisi Pengabdian Masyarakat Himpunanan Kedokteran Feto
Maternal POGI; 2012. hal. 50-75.
5. Cunningham FG., et al. William’s Obstetrics, 23rd edition. New York. The
McGraw-Hill. 2007. p. 44.1-36.
6. Sedyawan, JH. Penyakit Jantung Katup. Dalam Saifuddin, AB., dkk. Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2008. Hal 766-69.
7. Mochtar, R., Lutan Delfi. Sinopsis Obstetri, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1998. hal 137-41.