laporan kasus kehamilan multifetus - triplet hq
TRANSCRIPT
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
1/61
LAPORAN KASUS FETOMATERNAL
KEHAMILAN DENGAN MULTIFETUS - TRIPLET
UNIVERSITAS ANDALAS
Oleh :
dr.Hengky Fernando D
Peserta PPDS Obgyn
Pembimbing :
DR. Dr. Hj.Yusrawati,SpOG(K)
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
2015
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
2/61
i
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNAND/RS. DR. M.DJAMIL PADANG
LEMBARAN PENGESAHAN LAPORAN KASUS
Nama : Hengky Fernando D
Semester : 7 (Tujuh) PPDS OBGYN
Telah menyelesaikan laporan kasus Fetomaternal dengan judul
Kehamilan dengan Multifetus (Triplet)
DR.
Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG
(Dr. H. Joserizal Serudji., SpOG-K)
Mengetahui/ menyetujuiPembimbing
(DR. Dr. Hj. Yusrawati., SpOG(K))
Padang, 9 September 2015
Peserta PPDS 0
Obstetri & Ginekologi
( Dr. Hengky Fernando D )
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
3/61
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
4/61
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
5/61
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan multifetus mempunyai arti yang cukup penting dalam
bidang obstetri, karena disamping merupakan fenomena yang menarik,
keadaan ini termasuk dalam kategori resiko tinggi dalam kehamilan dan
persalinannya. Bahaya bagi ibu tidak begitu besar, tetapi wanita dengan
kehamilan kembar memerlukan pengawasan dan perhatian khusus bila
diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan janin (Saifuddin, 2009).
Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata pada kehamilandengan janin lebih dari satu (multifetus). Karena itu, mempertimbangkan
kehamilan kembar (multifetus) sebagai kehamilan dengan komplikasi
bukanlah hal yang berlebihan. (Cunningham, et al., 2014)
Kehamilan multifetus dapat didefinisikan sebagai suatu kehamilan
dimana terdapat dua atau lebih embrio / janin (fetus) sekaligus. Kehamilan
multifetus sebagai suatu kehamilan resiko tinggi berkontribusi pada 12 % dari
semua kematian perinatal. Kehamilan multipel telah menjadi salah satu
kondisi risiko tinggi yang paling umum dihadapi oleh dokter kandungan. Pada
tahun 2003, ada 136.328 kehamilan multipel ditemukan di Amerika Serikat,
jumlah tertinggi yang pernah tercatat. Meskipun hal ini terjadi pada hanya
sebagian kecil dari semua kelahiran hidup, kehamilan multipel bertanggung
jawab secara proporsional dari morbiditas dan mortalitas perinatal. Kehamilan
multipel terjadi pada 17% dari semua kelahiran prematur kurang dari 37
minggu, 23% dari kelahiran prematur kurang dari 32 minggu, dan 24% darisemua kasus berat badan lahir rendah (
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
6/61
2
Mengingat tingginya morbiditas dan mortalitas perinatal dari persalinan
bayi kembar, maka diagnosis dini pada suatu kehamilan multifetus adalah
merupakan suatu hal yang penting, bertujuan untuk mengenali kehamilan
tersebut lebih awal, dan melakukan upaya preventif terhadap penyulit serta
menatalaksana dengan baik berbagai kemungkinan kelainan patologis dan
komplikasi selama kehamilan dan persalinan (Saifuddin, 2009).
Berikut ini dilaporkan kasus seorang pasien wanita dengan usia 28 tahun
dengan diagnosis : G2P1 A0H1 parturient preterm 36-37 minggu Kala II +
kehamilan multiple (triplet) ; Janin Hidup triplet Intra uterin; Anak I letak
kepala, Anak II letak kepala, Anak III letak kepala.
Anak I kemudian dilahirkan secara spontan, lahir seorang anak laki-laki
dengan BB 2600 gram, PB 47 cm dan A/S 8/9. Anak II dilahirkan secara
spontan 10 menit kemudian, lahir seorang anak laki-laki dengan BB 1750 gr,
PB 46 cm, A/S 7/8, dan anak III dilahirkan secara spontan 10 menit
kemudian, lahir seorang anak laki-laki dengan BB 1800 gr, PB 46 cm, A/S
6/7. Anak I mendapat perawatan rawat gabung bersama ibu namun anak II
dan III dirujuk ke RS Swasta untuk mendapat perawatan bayi BBLR. Setelah
empat hari perawatan, ibu dan anak I dipulangkan dalam keadaan baik.
Masalah yang akan didiskusikan pada laporan kasus ini adalah mengenai
diagnosis, kemungkinan korionisitas dan plasentasi serta manajemen
persalinan yang tepat.
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
7/61
3
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 28 tahun
Alamat : Solok Selatan
MR : 92 01 32
Pekerjaan : Guru
Tanggal masuk : 16 Agustus 2015
ANAMNESIS
Seorang pasien, 28 tahun, masuk KB IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 16 Agustus 2015 pukul 13.05 WIB, dikirim dari RSUD
Solok Selatan oleh SpOG dengan diagnosa : G2P1A0H1 gravid 36-37
minggu (kembar tiga).
Pasien merasa kesakitan dan ingin mengedan.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
KU Kes TD Nd RR S
Sdg CMC 130/90 86 20 37°
• Gen : I : tampak kepala crowning
A/G2P1A0H1 parturien preterm 36-37 minggu kala II
janin hidup intra uterin kepala crowning
P/ pimpin persalinan
13.07 WIB lahir bayi I : ♂, BB 2600 gr, PB 47 cm, A/S 8/9
tali pusat diklem dan dipotong
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
8/61
4
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien merasa kesakitan dan ingin mengedan sejak kurang lebih 1 jam
yang lalu
• Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak ± 7 jam sebelum masuk rumah
sakit, nyeri semakin lama semakin terasa kuat
• Keluar lendir campur darah sejak ± 7 jam sebelum masuk rumah sakit
• Keluar air-air yang banyak dari kemaluan (+) sejak 5 menit sebelum
anak pertama lahir
• Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-)
• Tidak haid sejak ± 9 bulan yang lalu
• HPHT: 6 Desember 2014, TP : 13 September 2015
• Gerak anak dirasakan sejak ± 5 bulan yang lalu
• RHM : mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
• ANC : ke bidan 3 kali (2,5, 7 bulan), ke RS 4 kali (3, 5, 7, 8 bulan). Ibu
sudah diketahui kehamilan dengan triplet saat kehamilan 7 bulan oleh
SpOG dan sudah direncanakan SC elektif tanggal 20 Agustus 2015.
• RHT : mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
• Riwayat menstruasi : menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur, 1 x
28 hari, lamanya 5-7 hari, ganti duk 2-3x/hari, nyeri(-)
Riwayat Penyakit Dahulu
• Tidak ada riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, HT serta
alergi
Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada riwayat penyakit keturunan, menular dan kejiwaan
Riwayat Pernikahan: 1x tahun 2009
Riwayat Obstetri : Kehamilan/Abortus/Persalinan :
1. 2010, ♂, 2900 g, cukup bulan, spontan, bidan, hidup
2. Sekarang
Riwayat Kontrasepsi: suntik 3 bulan (2010 -2014)
Riwayat Imunisasi : (-)
Riwayat Pendidikan : S1Riwayat Pekerjaan : guru
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
9/61
5
PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
KU Kes TD Nd RR S
Sdg CMC 130/90 92 22 37°
Abdomen
Inspeksi :
Tampak membuncit seperti usia kehamilan aterm, striae (+), sikatrik (-)
Palpasi :
L1 : FUT teraba 3 jari bawah processus Xyphoideus
teraba massa lunak nodular disamping massa lunak noduler
L2 : teraba tahanan terbesar disebelah kiri dan kanan ibu
L3 : teraba massa keras, terfixir
L4 : divergen
His : 3-4 x/40’/K
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) normal, BJA I: 140-150x/menit, BJA II: 130-140x/menit
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, PPV (-)
VT : Ø lengkap
Ketuban (+) dipecahkan, sisa jernih
Teraba kepala UUK depan H III-IV
Diagnosis :
G2P2A0H2 parturien preterm 36-37 minggu kala II (janin ke-2 – kehamilan
triplet)
Janin hidup gemelli intra uterin letkep-letkep UUK depan H III-IV
Rencana :
Pimpin persalinan
13.17 WIB lahir bayi II : ♂, BB 1750 gr, PB 46 cm, A/S 7/8
tali pusat diklem dan dipotong
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
10/61
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
11/61
7
Diagnosis :
P2A0H4 post partus prematurus spontan dengan janin triplet
Anak dan ibu dalam perawatan
Rencana :
- awasi kala IV
- kontrol KU, VS, PPV
- IVFD RL 20 tpm drip oksitosin : metergin = 1:1 amp
- amoxicillin 3 x 500 mg
- antalgin 3 x 500 mg
- vit C 3 x 50 mg
- SF 1 x 1 tab
- Rawat KR
Laboratorium post partum
Parameter Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12,6 gr/dL 9,5-15
Leucocyte 11.100/mm3 5.900 – 16.000
Hematocrit 37 % 28 – 40
Trombosit 148.000/mm3 146.000 – 429.000
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
12/61
8
Gambar 1. Plasenta
Gambar 2. Bayi 1 (kiri), bayi 2 (tengah), bayi 3 (kanan)
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
13/61
9
A. B.
Gambar 3. A.Grafik klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan berat lahir dan
masa kehamilan
B. Grafik hubungan skor total dan masa kehamilan
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
14/61
10
BAB III
KEHAMILAN MULTIFETUS
Kehamilan multipel telah menjadi salah satu kondisi risiko tinggi yang
paling umum dihadapi oleh dokter kandungan. Pada tahun 2003, ada 136.328
kehamilan multipel ditemukan di Amerika Serikat (meningkat 80%), jumlah
tertinggi yang pernah tercatat. Saat ini kehamilan kembar mencakup 3% dari
semua kelahiran. Meskipun hal ini terjadi pada hanya sebagian kecil dari
semua kelahiran hidup, kehamilan multipel bertanggung jawab secara
disproporsional dari morbiditas dan mortalitas perinatal. (Newman &
Rittenberg, 2008)
Di antara semua kehamilan kembar yang lahir, terdapat peningkatan
risiko jangka panjang kejadian cacat mental dan fisik. Kehamilan kembar
menghasilkan anak dengan cerebral palsy 12 kali lebih sering daripada
kelahiran tunggal. Walaupun banyak kasus cerebral palsy terkait dengan
prematuritas ekstrim, namun tidak semua merupakan akibat dari kelahiran
prematur. Bahkan ketika sesuai dengan usia kehamilan aterm dan lahir
dengan berat > 2.500 g, bayi kembar memiliki risiko hampir tiga kali lipat lebih
besar terkena cerebral palsy daripada kehamilan tunggal. Kehamilan kembar
juga mengalami peningkatan risiko yang signifikan akan kejadian
pertumbuhan janin terhambat / Intrauterine growth restriction (IUGR), yang
dapat memperparah masalah yang terkait dengan prematuritas. Pertumbuhan
janin terhambat, bayi prematur, terlepas dari pluralitas, mengalami morbiditas
dan mortalitas yang lebih besar daripada bayi normal yang tumbuh dengan
usia kehamilan yang sama. Kembar dan kembar tiga dengan pertumbuhan
janin terhambat (IUGR) telah terbukti mengalami kelainan perkembangan
saraf lebih banyak dibandingkan dengan bayi tunggal dengan usia kehamilan
yang sama. Bayi kembar beresiko untuk mengalami berbagai komplikasi lain
yang berkontribusi dalam munculnya luaran yang merugikan (Cunningham, et
al., 2014) (Elliott., 2005).
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
15/61
11
A. Epidemiologi dan zigositas.
Sejak 1980 hingga 2009 angka kelahiran kembar ganda telah
mengalami peningkatan 76% dari 18,9 menjadi 32,1 per 1000 kelahiran
hidup di Amerika serikat. Peningkatan ini terjadi akibat terapi kesuburan
dan penerapan teknik reproduksi berbantu (TRB) serta meningkatnya
jumlah wanita yang melahirkan pada usia lebih dari 35 tahun (Decherney &
Nathan, 2007).
Di Inggris dan Wales, kejadian kelahiran kembar ganda antara tahun
1971 – 1975 adalah 9,9 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2001 – 2002
meningkat menjadi 14,6. Di Singapura, kelahiran kembar ganda meningkat
dari 5,82 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1980 menjadi 9,46 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 2001. Di Taiwan, kejadian kehamilan kembar
tiga (triplet) meningkat dari 47 per sejuta kelahiran (1975) menjadi 453 per
sejuta kelahiran (1990). Di Amerika serikat, kejadian kelahiran kembar
triplet mencapai angka 143,4 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan
angka kelahiran kembar empat (kuadriplet) atau lebih adalah 9,89 per
100.000 kelahiran hidup (Krisnadi, et al., 2010).
Teknologi reproduksi berbantu terbukti berkontribusi besar terhadap
kejadian kehamilan multifetus. Laporan dari Society of Assisted
Reproductive Technologies (SART) tahun 2002 menunjukkan bahwa pada
kehamilan yang menggunakan teknologi reproduksi berbantu di Amerika
Serikat, didapatkan 50.9% adalah kehamilan tunggal, 37.8% adalah
kembar dan 6.9% adalah triplet atau lebih, dan 4.4% tidak diketahui
(Newman & Rittenberg, 2008). Sebanyak 18% dari kehamilan multifetus di Amerika Serikat terjadi karena teknologi reproduksi berbantu yang lebih
sering digunakan oleh populasi wanita Kaukasia dengan usia lebih tua,
lebih sejahtera, dan berpendidikan lebih tinggi. Sebanyak 43% kehamilan
triplet terjadi sebagai hasil dari prosedur teknologi reproduksi berbantu, dan
38% terjadi dari induksi ovulasi, sehingga hanya 19% yang dihasilkan dari
konsepsi spontan. Sebagai perbandingan, di Taiwan, selama kurun waktu
tahun 1983 – 1995, hanya 12% dari 34 kehamilan triplet yang merupakan
hasil konsepsi alami, sedangkan 88% sisanya merupakan hasil induksi
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
16/61
12
ovulasi (termasuk fertilasi in vitro). Di Jepang sekitar 73,2% kehamilan
multifetus lebih dari dua fetus dihasilkan oleh fertilisasi in vitro, 22,1% oleh
induksi ovulasi, dan hanya 4,3% oleh kehamilan spontan. Di Indonesia,
dari sekitar 140 kasus teknologi reproduksi berbantu yang ditangani di
Bandung, sebanyak 30% menghasilkan kehamilan multifetus (Krisnadi, et
al., 2010).
1. Kembar monozigot / monozygotic (MZ)
Kembar monozigot / monozygotic (MZ) adalah kehamilan di mana
kedua janin berasal dari ovum tunggal yang dibuahi dan secara genetik
identik. Kembar MZ adalah sebuah peristiwa acak, tidak dipengaruhi
oleh faktor seperti usia, ras, paritas, atau faktor keturunan. Insidensi bayi
kembar MZ adalah sebesar 3-4 per 1.000 kelahiran hidup pada hampir
semua populasi. Kembar monozigotik merupakan hasil dari pembelahan
ovum yang telah dibuahi pada bermacam-macam fase pertumbuhan.
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi mungkin disebabkan
karena kurangnya oksigen dan nutrisi sehingga akan terjadi
terlambatnya implantasi. Kematian dan kesakitan perinatal hamil kembar
monozigotik tergantung dari variasi plasentasinya yang terjadi pada saat
pembelahan ovum yang telah dibuahi. (Syamsuri, 2004)
Gambar 1. Kemungkinan luaran pada kembar monozigot (Cunningham, et
al., 2014).
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
17/61
13
2. Kembar dizigot / dizygotic (DZ)
Insidensi kembar dizigotik / dizygotic (DZ), di sisi lain, sangat
bervariasi dan merupakan sebagian besar kejadian dari kehamilan
multipel. DZ, atau kembar fraternal, merupakan hasil dari beberapa
ovulasi dengan pembuahan oleh sperma yang terpisah. Kembar dizigotik
bisa berjenis kelamin sama atau berbeda. Sekitar 75 % kembar dizigotik
berjenis kelamin sama, 45% berjenis kelamin sama laki-laki dan 30%
berjenis kelamin sama wanita (Decherney & Nathan, 2007).
Prinsip utama terjadinya kehamilan multifetus dizigotik adalah
tersedianya dua buah ovum yang dibuahi. Kejadian ini terjadi bila
terdapat lebih dari satu ovulasi dalam satu siklus menstruasi. Hal ini
dapat berlangsung secara alamiah atau artifisial. Kembar dizigotik terjadi
karena adanya ovulasi berulang akibat rangsangan FSH dan LH “surge”.
Gonadotropin eksogen, klomifen sitrat, dan obat-obat serupa yang
dipakai untuk pengobatan infertilitas akan merangsang pengeluaran
FSH, sehingga akan terjadi ovulasi berulang yang berakibat terjadinya
kehamilan kembar. Wanita dengan hamil kembar mempunyai kadar FSH
dan LH yang lebih tinggi daripada wanita dengan hamil tunggal.
(Krisnadi, et al., 2010)
Beberapa faktor lain yang diketahui mempengaruhi kejadian
kembar DZ, termasuk riwayat keturunan kembar baik pribadi atau
keluarga. Jika seorang wanita telah pernah mengalami satu kehamilan
kembar DZ, kesempatannya mengalami kehamilan kembar DZ kedua
meningkat dua kali lipat, dan kerabat tingkat pertama dengan hamil
kembar juga akan memiliki peningkatan kesempatan juga (Newman &
Rittenberg, 2008). Sebagian besar dari peningkatan kejadian kembar DZ
adalah akibar dari penggunaan terapi induksi ovulasi dan tehnologi
reproduksi berbantu. Wanita yang menggunakan tehnik ini harus
diberikan penjelasan mengenai kemungkinan hamil kembar dan segala
resiko/komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan tersebut.
Jumlah paritas yang tinggi, index massa tubuh yang besar dan
penggunaan kontrasepsi hormonal yang terputus tiba-tiba juga
dihubungkan dengan peningkatan kejadian kehamilan kembar DZ(Newman & Rittenberg, 2008).
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
18/61
14
B. Plasentasi, Zigositas, Korionisitas dan Amniositas
Penentuan plasentasi, zigositas, korionitas dan amniositas
merupakan hal yang penting untuk manajemen kehamilan multifetus.
Penentuan zigositas membantu untuk memprediksi resiko perinatal,
khususnya twin to twin transfusion syndrome. Kehamilan monokorionik-
amnionik mempunyai angka kematian tertinggi yakni 50% diikuti
monokorionik-diamnionik 26% dan dikarionik diamnionik 9%. Peningkatan
mortalitas fetus pada monokorionik terutama disebabkan hubungan
vaskuler pada plasenta yang menyebabkan twin to twin transfusion
syndrome (Taylor & Fisk, 2004). Kehamilan monoamnionik meningkatkan
risiko prematuritas, kematian janin, dan kerusakan neurologis sekunder
terhadap twin to twin tranfusion syndrome. Selain korionisitas dan
amniositas, zigositas juga penting, makin banyak jumlah fetus makin tinggi
risiko morbiditas dan mortalitas. (Krisnadi, et al., 2010)
Plasentasi dari kembar DZ selalu diamniotik dikorionik. Terbentuk 2
unit plasenta yang masing-masing memiliki amnion dan korion. Akibatnya
membran yang memisahkan bayi kembar DZ selalu terdiri dari 4 lapisan
yang terbentuk dari amnion dan korion dari masing-masing bayi. Plasenta
itu sendiri dapat terpisah ataupun bersatu antara kedua bayi tersebut
namun selaput yang melapisi selalu terdiri dari 4 lapisan.
Pada bayi kembar MZ, plasentasi ditentukan pada saat pembelahan
kedua janin terjadi. Jika pembelahan zigot terjadi dalam 3 hari pertama,
akan terbentuk 2 plasenta yang lengkap dan selaput ketuban terdiri dari 2
lapisan amnion dan 2 lapisan korion, seperti yang terdapat pada bayi
kembar DZ. Jika pembelahan embrio terjadi antara hari ke 4 dan 8, maka
plasentasi dapat terdiri dari 1 lapis korion dan 2 lapis amnion. Sebagai
akibatnya maka selaput akan tipis dan rapuh karena hanya terdiri dari 2
lapisan selaput amnion tanpa penyatuan selaput korion. Plasentasi ini
dikenal sebagai diamnionik monokorionik. Amnion mulai berdiferensiasi
sejak hari ke 8, dan jika pembelahan embrio terjadi pada hari ke 8 hingga
13, kedua janin akan berbagi 1 buah amnion dan 1 buah korion yang
disebut plasentasi monokorion monoamnion. Kondisi ini, dimana tidak
terdapat membran yang membatasi kedua janin, memungkinkan terjadinyalilitan tali pusat yang letal. Pembelahan embrio yang terjadi setelah hari ke
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
19/61
15
13 juga akan menghasilkan plasentasi monokorion monoamnion namun
dengan kemungkinan perlengketan antara kedua tubuh bayi yang akan
mengakibatkan terjadinya kembar siam (conjoint twin) (Newman &
Rittenberg, 2008) .
Gambar 2. Mekanisme kembar monozigot.
A. Pada hari 0 – 4 hari paska fertilisasi, hasil konsepsi membelah menjadi
dua menghasilkan 2 lapis amnion dan 2 lapis korion (dikorionik
diamnionik). Plasenta dapat terpisah atau bersatu.
B. Pembelahan antara hari 4 – 8 menghasilkan blastokis dengan 2 embrio
yang terpisah. Tiap embrio memiliki lapisan amnion sendiri dengan
lapisan khorion bersama (monochorionic, diamnionic).
C. Pembelahan antara hari 8 – 12 menghasilkan 2 embrio dengan amnion
dan khorion bersama (monochorionic, monoamnionic).
D. Terdapat beberapa teori mengenai kembar siam (conjoint twin) antara
lain kembar siam adalah pembelahan yang tidak sempurna dari 1
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
20/61
16
embrio menjadi 2. Teori lain mengatakan hal ini karena adanya
persatuan 2 embrio monozigot satu sama lain. (Cunningham, et al.,
2014)
Gambar 3.Janin kembar dikorionik diamnionik pada usia kehamikan 6
minggu. Panah kuning menunjukkan pembagian korion yang tebal. Panah
biru menunjukkan yolc sac (Cunningham, et al., 2014)
Gambar 4. Janin kembar monokorionik diamnionik pada usia kehamikan 8
minggu. Panah biru menunjukkan selaput tipis amnion mengelilingi tiap
embrio (Cunningham, et al., 2014)
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
21/61
17
Diantara kembar MZ, 18% - 36% adalah diamniotik dikorionik, 60% -
70% adalah diamnionik monokorionik dan hanya sekitar 1% merupakan
monokorion monoamnion. Kembar diamniotik dikorionik biasanya
merupakan kembar DZ jika memiliki jenis kelamin yang berbeda. Jika
selaput tersebut terdiri dari satu lapisan amnion dan satu korion maka ini
merupakan kembar MZ. Jika selaput tersebut terdiri dari 2 amnion dan 2
korion dan kedua bayi memiliki jenis kelamin yang sama maka ini dapat
merupakan kembar DZ ataupun MZ. Dokter obstetri masih dapat
menentukan zigositas di kamar bersalin pada kurang lebih 50% kasus
dengan memperhatikan jenis kelamin bayi dan dengan mengamati
plasenta secara seksama. Pada kasus dimana hal ini masih sulit untuk
ditentukan maka diagnosis dapat dibuat dengan pemeriksaan darah atau
antigen HLA ataupun analisis DNA. (Newman & Rittenberg, 2008)
Plasenta tunggal secara umum merupakan karakteristik dari
kehamilan monozigotik monokorionik. Apabila ditemukan plasenta tunggal
pada kehamilan dikorionik, maka plasenta tersebut berasal dari penyatuan
dua lempeng plasenta. Bila terdapat dua plasenta, sebagian besar berasal
dari kehamilan kembar dizigotik, tetapi ada juga yang berasal darikehamilan monozigotik yang mengalami pembelahan sangat awal sebelum
proses implantasi. Pemeriksaan jumlah dan struktur membran serta
lempeng plasenta sangat diperlukan untuk menentukan zigositas secara
akurat. Hal ini juga berlaku untuk triplet dan jumlah plasenta yang lebih
banyak. Pada triplet atau lebih, penyatuan masa plasenta lebih sering
terjadi, terlepas dari zigositas, karena terbatasnya ruang di dalam uterus.
Keunikan plasentasi pada kehamilan multifetus adalah tingginya prevalensi
insersi marginal dan velamentosa dari satu atau lebih tali pusat. Kejadian
ini berkaitan dengan kelahiran prematur dan BBLR. Sebagian besar
plasenta monokorionik menunjukkan anastomosis antara arteri dan vena
pada sisi fetus. Anastomosis ini dapat terjadi berupa arteri-arteri, arteri-
vena, vena-vena. Anastomosis arteri-arteri dan vena-vena jarang terjadi
pada plasentasi dikorionik. Ketidakseimbangan hemodinamik terjadi bila
terdapat aliran darah satu arah dari satu fetus ke fetus yang lain. (Krisnadi,
et al., 2010)
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
22/61
18
Pada pemeriksaan klinik plasenta saat persalinan terdapat beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu (Decherney & Nathan, 2007):
1. Struktur membrana fetus
2. Kesatuan atau pemisahan masa plasenta3. Tempat insersi tali pusat
4. Anastomosis pembuluh pada plasenta monokorionik
Secara klinis, tipe korion memegang peranan paling penting. Diikuti
oleh anastomosis vaskuler pada plasenta monokorionik, pemeriksaan
mikroskopik plasenta dan tempat insersi tali pusat. Pemeriksaan rutin
plasenta harus dilakukan karena (Norwitz, et al., 2005):
1. Korionisitas tidak selalu dapat dibedakan secara tepat melalui
pemeriksaan USG prenatal. Hal ini berkaitan dengan kelainan yang
muncul pada kehamilan.
2. Bila plasentasi terbukti monokorionik dengan pemeriksaan patologi,
maka bayi kembar tersebut ialah monozigotik.
3. Penjelasan untuk perbedaan pertumbuhan, kematian fetus, cedera
neurologis, kejadian inflamasi fetus / korioamnionitis tergantung pada
korionitas.
C. Faktor resiko
Banyak faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya kehamilan
kembar, diantaranya :
1. Ras
Frekuensi kelahiran janin multipel bervariasi secara bermakna
pada berbagai kelompok etnik dan ras. Dibeberapa tempat di Afrika,
frekuensi kehamilan kembar sangat tinggi. Knox dan Morley (1960),
dalam sebuah survei disalah satu komunitas pedesaan Nigeria,
mendapatkan bahwa kehamilan kembar terjadi pada satu di antara
setiap 20 kelahiran. Perbedaan yang mencolok dalam kehamilan
kembar ini mungkin disebabkan oleh variasi rasial kadar follicle
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
23/61
19
stimulating hormone yang menyebabkan ovulasi multiple (Cunningham,
et al., 2014).
Tabel 1. Angka kehamilan kembar per 1000 kelahiran berdasarkan
zigositas (Cunningham, et al., 2014)
2. Keturunan
Faktor keturunan dari ibu secara demografi lebih bermakna
daripada ayah. Pada kasus kembar dizigotik, dilaporkan peran faktor
keturunan dari pihak ibu sebesar 1 : 58 kelahiran, sedangkan dari pihakayah sebesar 1 : 116 kelahiran. Penelitian mengenai peran genetika
belum banyak dilakukan, sehingga sampai saat ini dugaan ke arah
faktor keturunan karena peran genetika belum jelas (Cunningham, et al.,
2014).
3. Usia ibu dan paritas
Kejadian kehamilan multifetus meningkat sesuai dengan
peningkatan usia ibu dan mencapai puncaknya pada usia 37 tahun,
kemudian menurun secara tajam. Hal ini diduga berkaitan dengan faktor
hormonal, yaitu kadar follicel stimulating hormone (FSH) berkurang
karena terjadi deplesi folikel. Penelitian di Swedia dan Nigeria,
melaporkan bahwa semakin tinggi paritas akan semakin tinggi
kemungkinan kehamilan multifetus. Di Swedia, kehamilan multifetus
ganda pada kehamilan anak pertama terjadi 1,3 % dan pada anak
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
24/61
20
keempat 2,7%. Di Nigeria, 1:50 pada kehamilan pertama, meningkat
menjadi 1 : 15 pada kehamilan ke-6 (Cunningham, et al., 2014).
4. Nutrisi
Adanya gradien tertentu dalam angka kehamilan kembar yang
berkaitan dengan status gizi seperti tercermin oleh ukuran tubuh ibu.
Wanita yang lebih tinggi dan lebih berat memiliki angka kehamilan
kembar 25 sampai 30 persen lebih tinggi daripada wanita bertubuh
pendek yang kurang gizi. Kembar dizigotik lebih sering dijumpai pada
wanita tinggi besar daripada wanita bertubuh kecil. Dalam sebuah uji
klinik acak tentang suplementasi asam folat perikonsepsi, mendapatkan
bahwa wanita yang mendapatkan suplementasi asam folat mengalami
peningkatan insiden kehamilan multifetus (Cunningham, et al., 2014).
5. Pengobatan infertilitas
Induksi ovulasi dengan FSH dan korionik gonadotropin atau
klomifen sitrat dapat meningkatkan kejadian multifetus. Schenker
melaporkan bahwa peningkatan fertiltas akibat teknologi reproduksi
berbantu 16 – 40 % dan 75 % di antaranya merupakan kehamilan
multifetus (Cunningham, et al., 2014).
6. Gonadotropin Hipofisis
Faktor umum yang mengaitkan ras, usia, berat, dan kesuburan
dengan gestasi multipel mungkin adalah kadar follicle stimulating
hormone. Teori ini didukung oleh kenyataan bahwa terjadinya
peningkatan fekundasi dan angka kehamilan kembar dizigotik pada
wanita yang hamil dalam 1 bulan setelah penghentian kontrasepsi oral,
tetapi tidak dalam bulan – bulan berikutnya. Hal ini mungkin disebabkan
oleh pelepasan mendadak gonadotropin hipofisis dalam jumlah yang
lebih besar daripada biasanya selama daur spontan pertama setelahpenghentian kontrasepsi (Cunningham, et al., 2014).
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
25/61
21
D. Diagnosis.
Diagnosis dini kehamilan multifetus dapat mengurangi komplikasi
yang menyertainya sehingga menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
perinatal. Perkembangan alat penunjang diganostik terutama ultrasonografi
memungkinkan deteksi zigositas, korionisitas, amnionisitas, plasentasi,
presentasi fetus serta komplikasi kehamilan multifetus diketahui sejak dini.
1. Anamnesis
Petunjuk awal anamnesis untuk mencari kehamilan multifetus ialah
riwayat kembar dalam keluarga, usia ibu, paritas, besarnya kehamilan
dan riwayat kehamilan kembar sebelumnya. Perlu diketahui konsumsiobat-obatan yang dapat merangsang ovulasi seperti klomifen sitrat atau
gonadotropin serta kehamilan yang dihasilkan melalui teknologi
reproduksi berbantu (Saifuddin, 2009).
2. Pemeriksaan klinis
Tinggi fundus uteri kehamilan multifetus pada trimester dua
kehamilan lebih tinggi dari ukuran normal pada hamil tunggal pada usia
kehamilan yang sama. Pada usia kehamilan antara 20-30 minggu
fundus uteri dapat lebih 5 cm dibanding kehamilan tunggal pada usia
yang sama. Hal ini yang perlu dipikirkan jika tinggi fundus uteri lebih
tinggi dari usia gestasinya adalah elevasi uterus akibat peregangan
kandung kencing, riwayat menstruasi yang tidak akurat, polihidramnion,
mola hidatidosa, mioma uteri, masa adnekas, makrosomia dan kelainan
fetus (Cunningham, et al., 2014). Pada palpasi uterus kemungkinan
kehamilan kembar dapat ditemukan jika teraba lebih dari dua bagian
besar fetus dan teraba 2 ballotemen atau lebih. Sebelum trimester tiga
pemeriksaan ini sulit dilakukan, bahkan hingga kehamilan lanjut pun
mungkin masih terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi kehamilan
multifetus terutama bila salah satu fetus berada diatas yang lain,
obesitas ibu dan polihidramnion (Krisnadi, et al., 2010). Denyut jantung
fetus dapat dideteksi dengan menggunakan doppler, pada akhir
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
26/61
22
trisemester pertama. Pada kehamilan multifetus dapat diidentifikasi dua
denyut jantung fetus yang frekuensinya perbedaan 10 atau lebih.
Pemeriksaan yang sama dapat dilakukan dengan fetoskop (laenec)
pada usia kehamilan 18-20 minggu (Saifuddin, 2009).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ultrasonografi jumlah kantung gestasi
dapat ditentukan sejak dini. Pada pemeriksaan, masing – masing
kepala fetus harus dilihat pada dua bidang tegak lurus sehingga tidak
salah mengenali potongan melintang tubuh fetus sebagai kepala fetuskedua. Sebaliknya, dua kepala fetus atau dua abdomen dapat dilihat
pada bidang yang sama. Pemeriksaan ultrasonografi harus dapat
mendiagnosa kehamilan multifetus, walaupun penentuan jumlah dan
posisi kehamilan tiga atau lebih fetus lebih sulit (Cunningham, et al.,
2014). Penentuan dini korionitas dan amnionitas pada kehamilan
multifetus menjadi parameter dasar pemeriksaan perinatal modern.
Tanpa mengetahui parameter dasar tersebut akan sulit melakukan
penatalaksanaan kehamilan multifetus yang baik.
Langkah-langkah pemeriksaan ultrasonografi yang harus dilakukan
pada trisemseter pertama untuk menentukan korionisitas dan
amniositas adalah (Morin & Lim, 2011):
1) Menghitung jumlah kantong korionik
Kantong korionik terlihat menempel pada satu sisi garis tengah
rongga dalam dua lapisan desidua tebal. Kantung terlihat sebagai
struktur sonolusen bulat dibatasi oleh cincin ekogenik yang
menunjukkan korion. Ukurannya bervariasi dengan diameter 2-5
mm, dan dapat dideteksi sejak usia kehamilan 4-5 minggu. Dengan
melihat jumlah kantung korionik, dapat ditentukan apakah
kehamilan tersebut dikorionik, trikorionik atau lebih.
2) Menghitung jumlah embrio dan jumlah jantung yang berdenyut.
Sekitar minggu ke 5-6 kehamilan, kantung korionik telah cukup
besar, embrio dan yolk sac sudah dapat terlihat. Menetapkan
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
27/61
23
jumlah fetus berdasarkan jumlah kantong korionik dan yolk sac
dapat mengakibatkan kerancuan sehingga lebih baik menunggu
hingga denyut jantung fetus dapat teridentifikasi (setelah minggu
ke-6).
3) Penilaian kantung korionik dan amnionik.
Untuk menentukan secara tepat jumlah amnion pada kehamilan
monokorionik sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulrasonografi pada
usia kehamilan 8 minggu. Pada saat tersebut, amnion dan rongga
amnionik telah jelas terpisah dari badan fetus. Keadaan dikorionik-
diamnionik, akan terlihat satu fetus pada masing-masing kantung.
Korion yang berdekatan dan terdapat sel desidua diantaranya akan
membentuk struktur seperti baji yang disebut sebagai lamda sign,
delta sign atau twin-peak sign.
Gambar 5a dan 5b (atas) Gambaran USG ‘T sign monokorionik
diamnionik pada usia kehamilan 30 minggu (Cunningham, et al.,
2014).
Gambar 6a dan 6b (bawah) Gambaran USG ‘’Peak Sign’’ atau
‘’Lamda Sign’’ pada dikorionik-diamnionik pada usia kehamilan 24minggu (Cunningham, et al., 2014).
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
28/61
24
b. Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi pada abdomen ibu dapat dilakukan jika
jumlah fetus pada kehamilan tidak dapat dipastikan, akan tetapi hasil
pemeriksaan radiografi tidak akurat pada keadaan berikut
(Cunningham, et al., 2014):
1) Sebelum usia kehamilan 18 minggu ketika rangka fetus belum
terlihat radioopak secara memadai
2) Kualitas film yang buruk atau posisi ibu yang salah
3) Obesitas
4) Polihidramnion
5) Fetus bergerak saat pengambilan gambar.
c. Tes Biokimia
Pada saat ini tidak ada tes biokimia yang akurat untuk
mendiagnosa kehamilan multifetus. Jumlah hormon korionik
gonadotropin pada plasma dan urin biasanya lebih tinggi
dibandingkan dengan kehamilan tunggal tetapi tidak signifikan
sebagai diagnosis pasti kehamilan multifetus. Kehamilan kembar
sering terdiagnosis sewaktu dilakukan pemeriksaan peningkatan
kadar alfa-fetoprotein serum ibu, walaupun pemeriksaan ini saja tidak
bersifat diagnostik. Saat ini belum ada uji biokimiawi yang dalam
setiap kasus dapat secara handal membedakan antara adanya satu
dan lebih dari satu janin (Krisnadi, et al., 2010).
E. Adaptasi ibu pada kehamilan.
Secara umum, derajat perubahan fisiologis ibu lebih besar pada
kehamilan dengan janin multifetus dibandingkan dengan janin tunggal.
Sejak trimester pertama, wanita dengan gestasi multifetus sering
mengalami mual dan muntah yang jauh melebihi yang biasa terjadi pada
kehamilan tunggal, atas alasan – alasan belum jelas. Peningkatan normal
volume darah ibu lebih besar pada kehamilan kembar. Sementara rata-
rata peningkatan pada akhir kehamilan adalah sekitar 40 % sampai 50 %
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
29/61
25
pada janin tunggal, pada kembar terjadi peningkatan sekitar 50 % - 60 %
yang setara dengan penambahan jumlah darah ibu sebesar sekitar 500 ml.
Masa sel darah merah juga meningkat, tetapi secara propersional lebih
kecil pada kehamilan kembar daripada pada kehamilan tunggal sehingga
terjadi anemia fisiologis yang lebih berat. Wanita dengan janin kembar
memperlihatkan rata-rata kosentrasi hemoglobin 10 gram/dl sejak usia
kehamilan 20 minggu. Sangat meningkatnya volume darah ibu dan
meningkatnya kebutuhan akan zat besi dan asam folat yang ditimbulkan
oleh janin kedua meningkatkan risiko terjadinya anemia ibu hamil
(Cunningham, et al., 2014).
Pada kehamilan multifetus terjadi peningkatan curah jantung
dibandingkan dengan kehamilan tunggal, tetapi ukuran – ukuran ventrikel
diastol akhir tetap. Selama trisemester ketiga, curah jantung meningkat
akibat meningkatnya frekuensi denyut jantung dan bertambahnya isi
sekuncup, sehingga meningkatkan kontraksi jantung. Wanita yang
mengandung janin kembar memperlihatkan pola perubahan tekanan darah
arteri yang khas dibandingkan dengan wanita yang mengandung janin
tunggal, tekanan darah diastolik mereka lebih rendah pada gestasi 20minggu dan 74 % memiliki tekanan diastol kurang dari 80 mmHg
dibandingkan dengan 66 % pada janin tunggal. Keadaan ini diikuit oleh
peningkatan tekanan diastol yang lebih besar antara pertengahan
kehamilan sampai pelahiran, dan 95 % wanita dengan janin kembar
mengalami peningkatan 15 mmHg atau lebih dibandingkan dengan 54 %
wanita dengan janin tunggal (Cunningham, et al., 2014).
Pada kehamilan multifetus yang dipersulit oleh hidramnion, fungsi
ginjal ibu dapat sangat terganggu. Quigley dan Cruikshank (1977)
melaporkan dua kehamilan dengan janin kembar plus hidramnio akut berat
yang menyebabkan terjadinya Azotemia. Keluaran urin dan kadar kreatinin
plasma ibu segera kembali normal setelah melahirkan. Apabila terjadi
hidramnion berat, dapat dilakukan amniosintesis terapeutik untuk
mengurangi penderitaan ibu dan diharapkan memungkinkan dilanjutkannya
kehamilan. Berbagai stress kehamilan dan kemungkinan penyulit serius
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
30/61
26
pada ibu hampir selalu lebih besar pada janin multifetus daripada janin
tunggal. Hal ini perlu diperhitungkanm terutama saat memberi penyuluhan
kepada wanita yang kesehatannya terganggu atau pada kehamilan
multifetus yang diketahui sejak dini (Cunningham, et al., 2014).
F. Komplikasi maternal.
Wanita dengan kehamilan kembar lebih banyak memerlukan
perawatan selama antenatal karena meningkatnya frekwensi dan derajat
keparahan komplikasi terkait kehamilannya.
1. Resiko Kardiovaskular.
Salah satu perubahan mayor yang berhubungan dengan
kehamilan kembar adalah meningkatnya jumlah volume plasma darah
dan cardiac output yang lebih banyak jika dibandingkan dengan
kehamilan tunggal. Peningkatan volume plasma diakibatkan adaptasi ibu
dalam memenuhi pasokan darah pada bayi kembar.
2. Abnormalitas hematologi.
Peningkatan volume sel darah merah tidak dapat mengimbangi
peningkatan volume plasma darah baik pada kehamiln tunggal maupun
kembar. Hal ini mengakibatkan terjadinya hemodilusi fisiologis. Kadar
hemoglobin rata-rata pada wanita hamil adalah 10g/dL pada usia
kehamilan 20 minggu. Hemoglobin dan hematokrit menurun pada
kehamilan trimester satu , mencapai titik terendah pada trimester kedua
dan perlahan meningkat pada trimester ketiga. Kadar hemoglobin
dibawah 11g/dL pada kehamilan trimester satu dan tiga dengan disertai
kadar feritin serum dibawah 12 mg/dL menunjukkan adanya anemia
defisiensi zat besi yang mana terjadi pada 21 -36% kehamilan kembar.
Angka ini meningkat dua hingga 3 kali lipat daripada kehamilan tunggal.
Hal ini harus diatasi dengan konsumsi protein hewani yang kaya zat besi
dan suplementasi 60 mg elemen besi dan 1 mg asam folat setiap hari
jika ibu mengandung kekurangan zat ini (Norwitz, et al., 2005).
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
31/61
27
3. Kelainan metabolik.
Wanita dengan kehamilan kembar memiliki kadar glukosa puasa
dan postprandial yang lebih rendah, respon insulin yang lebih tinggi
pada saat makan dan kadar B-hydroxybutyrate yang lebih tinggi
dibandingkan kehamilan tunggal. Kehamilan kembar memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk terjadinya diabetes melitus akibat peningkatan
hormon plasenta karena massa plasenta yang lebih besar (Norwitz, et
al., 2005).
4. Hipertensi yang diinduksi kehamilan atau preeklampsia.
Hipertensi yang diinduksi atau preeklampsia lebih sering terjadi
pada kehamilan kembar. Peningkatan frekwensi dilaporkan terjadi dari
7% pada kehamilan tunggal menjadi 14% pada kehamilan kembar
ganda, 21% pada triplet dan 40% pada kuadruplet. Hipertensi yang
diinduksi kehamilan atau preeklampsia biasanya timbul lebih awal, lebih
berat dan lebih sering pada kehamilan kembar (Newman & Rittenberg,
2008).
5. Solusio plasenta / Placental Abruption.
Resiko kejadian perdarahan antepartum juga meningkat pada
kehamilan kembar dimana meningkat sebesar kurang lebih 3 kali lipat
walaupun dengan tekanan darah ibu yang terkontrol. Placental abruption
lebih sering terjadi pada kehamilan trimester tiga dan juga meningkat
pada persalinan normal setelah kelahiran anak pertama. (Newman &
Rittenberg, 2008)
6. Hidramnion.
Hidramnion terjadi pada 2-5% kehamilan kembar ganda dan
sekitar 8-10% kehamilan ganda terjadi pada semua kasus hidramnion.
Hidaramnion dapat berkembang sebagai konsekuensi dari TTTS dengan
salah satu bayi yang mengalami restriksi pertumbuhan dan
oligohidramnion. (Newman & Rittenberg, 2008)
7. Infeksi saluran kemih.
Wanita dengan kehamilan kembar mengalami peningkatan resiko
terjadinya infeksi saluran kemih sebesar 1,4 kali lipat selama kehamilan.
Infeksi ini biasanya terjadi pada saluran kemih bagian bawah karenakejadian pyelonefritis tidak meningkat signifikan. Komplikasi ini mungkin
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
32/61
28
disebabkan oleh peningkatan urine yang statis akibat besarnya uterus
yang sedang hamil. (Newman & Rittenberg, 2008)
8. Perdarahan paska salin.
Peregangan yang berlebih dari rahim akibat kehamilan kembar
dapat menjadi predisposisi terjadinya perdarahan paska salin akibat
atonia uteri. Dan wanita dengan kehamilan kembar juga memiliki
peningkatan resiko terjadinya retensi jaringan plasenta, trauma mekanis
pada saluran genital, dan peningkatan resiko terjadinya efek samping
dari medikasi seperti magnesium sulfat yang biasa digunakan untuk
mengatasi preekampsia dan ancaman persalinan prematur. (Newman &
Rittenberg, 2008)
G.Komplikasi fetus.
1. Abortus.
Abortus spontan lebih sering terjadi, pada kembar monokorionik lebih
sering dibandingkan kembar dikorionik yakni 18 banding 1, sehingga
monozigotik merupakan salah satu penyumbang terjadinya abortus
spontan. Kelainan kromosom (karena pembagian selama pembelahan
yang tidak setara) seperti pada kejadian abortus spontan umumnya
merupakan faktor pendukung terjadinya abortus spontan (Cunningham,
et al., 2014).
2. Prematuritas.
Resiko persalinan prematur meningkat dengan banyaknya jumlah
bayi dalam rahim dan merupakan ancaman terbesar bagi kesehatan
bayi baru lahir. Persalinan prematur dan PPROM berhubungan denganlebih dari 70% kasus persalinan prematur. Dibandingkan dengan
kehamilan tunggal, resiko kematian dalam 1 tahun pertama adalah 5 kali
lipat lebih besar pada kehamilan kembar dan 14 kali lipat pada triplet.
(Norwitz, et al., 2005)
3. Pertumbuhan janin terhambat (PJT).
PJT umum dijumpai pada kehamilan kembar. Pada trimenster
ketiga, rata-rata perkembangan bayi kembar mulai berbeda
dibandingkan pada kehamilan tunggal. PJT pada kehamilan kembar
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
33/61
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
34/61
30
H. Komplikasi unik pada kehamilan kembar.
1. Vanishing Twin Syndrome.
Hilangnya satu atau lebih janin dapat terjadi pada kehamilan
kembar setiap saat pada kehamilan trimester satu. Kemajuan teknologi
ultrasonografi memungkinkan pemantauan fetus secara visual sejak
awal kehamilan. Dengan kemajuan teknologi ultrasonografi, angka
kejadian vanishing twin didapatkan sekitar 71% dari kehamilan
multifetus yang terdeteksi secara USG sebelum usia kehamilan 10
minggu. Bila kehamilan multifetus terdeteksi antara usia kehamilan 10-
15 minggu maka didapatkan angka kejadian vanishing twin sekitar 63%.
Menurut Dickey, dari 709 kehamilan multifetus yang mengalami
vanishing twin, didapatkan dari kehamilan ganda sebesar 36 %, dari
triplet sebesar 53%, dan dari kuadriplet sebesar 65%. Pada kasus
vanishing twin, kehamilan kembar yang terdeteksi pada trisemseter awal
kehamilan, akan berakhir dengan kehamilan tunggal. Umumnya,
kejadian hilangnya fetus terjadi sebelum trisemester kedua. Vanishing
twin juga sering muncul pada teknologi reproduksi berbantu. (Newman
& Rittenberg, 2008)
2. Kematian janin dalam rahim.
Pada kehamilan multifetus sering terjadi kematian satu fetus saat
usia kehamilan belum aterm atau fetus layak hidup, sehingga kehamilan
harus terus berlangsung dengan fetus mati. Penyebab tersering adalah
discordance twin dan twin to twin syndrome. Setelah kematian salah
satu fetus, risiko kematian fetus lainnya enam kali lebih sering. Setelah
trimester pertama, kematian fetus terjadi 2-5% dari kehamilan kembar
dan sebanyak 10-15% pada kehamilan triplet. Resiko kematian fetus
dalam rahim meningkat 3-4 kali lipat pada kembar monokorion (Newman
& Rittenberg, 2008). Pada saat lahir, fetus yang meninggal beserta
plasenta dan selaput ketubannya mungkin teridentifikasi tetapi mungkin
juga mengalami kompresi berat sehingga terbentuk fetus paperiseus.
Resiko ibu dan prognosis fetus yang masih hidup tergantung pada usia
kehamilan saat kematian salah satu fetus terjadi, dan lamanya waktuantara kematian tersebut dengan persalinan. Kematian dini seperti pada
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
35/61
31
vanishing twin tampaknya tidak meningkatkan risiko kematian fetus yang
masih hidup secara bermakna. Pada usia kehamilan lanjut, kematian
salah satu fetus akan memicu gangguan koagulasi pada sirkulasi ibu.
Pada kondisi ini terjadi penurunan fibrinogen ibu dan terjadi peningkatan
produksi degradasi fibrin, hal ini mungkin berfungsi menghambat
lepasnya tromboplastin dari fetus dan plasenta yang mati ke dalam
sirkulasi ibu sehingga mencegah terjadinya koagulasi intravaskuler
diseminata (Cunningham, et al., 2014).
Jika terjadi kematian fetus, kelanjutan manajemen kehamilan
tergantung pada usia kehamilan, korionisitas, dan keadaan ibu dan
janin. Sebagian besar kasus kehamilan kembar dengan salah satu fetus
meninggal adalah monokorionik. Penelitian pada kasus kematian satu
fetus monokorionik memperlihatkan bahwa terjadi penurunan tekanan
aliran darah yang mendadak pada salah satu fetus hidup setelah
kematian fetus kembarnya. Proses koagulopati setelah meninggalnya
salah satu fetus berlangsung > 5 minggu sejak mulainya kematian.
Kematian janin tunggal pada kembar monokorion adalah indikasi untuk
persalinan segera jika kehamilan telah mendekati atau telah cukup
bulan. Jika ini merupakan kehamilan dikorionik, maka tidak diperlukan
intervensi kecuali jika kehamilan telah cukup bulan atau terdapat indikasi
ibu ataupun bayi untuk dilahirkan. (Newman & Rittenberg, 2008)
3. Kembar monoamnionik.
Kembar monoamnionik adalah bila kedua fetus menempati satu
kantung amnion yang sama. Jenis monoamnionik relatif jarang terjadi
pada monozigotik dibandingkan diamnionik, tetapi bila terjadi akan
meningkatkan resiko komplikasi. Kembar monoamnionik adalah kejadian
yang langkah, hanya mencakup kurang dari 1% dari kembar MZ. Namun
kembar ini menyebabkan 40% angka kematian bayi yang terutama
disebabkan oleh lilitan antar tali pusat dan oklusi. Kembar
monoamnionik juga berada pada faktor resiko seperti kejadian anomali
kongenital, termasuk kembar siam dan TTTS. Operasi sectio caesaria
biasanya direkomendasikan karena kemungkinan terjadinya fetasdistress intra partum akibat lilitan tali pusat. Jika direncanakan akan
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
36/61
32
menjalani persalinan spontan, monitoring janin secara kontinyu
dianjurkan sekaligus mempersiapkan kemungkinan dilakukannya sectio
caesaria darurat. (Newman & Rittenberg, 2008)
4. Pertumbuhan kembar diskordan.
Penyebab utama dari diskordan antara lain adalah faktor genetik.
Penyebab lainnya dapat karena faktor plasentasi. Kehamilan multifetus
terutama monozigotik ditandai oleh berat lahir rendah yang disebabkan
pertumbuhan janin terhambat dan persalinan prematur. Secara umum,
semakin banyak jumlah fetus semakin tinggi resiko pertumbuhan janin
terhambat dan persalinan prematur. Pertumbuhan janin terhambat pada
kasus dizigotik dapat terjadi karena perbedaan suplai darah kedua
plasenta. Plasenta satu lebih baik vaskularisasinya dibanding plasenta
lainnya, terutama karena faktor vaskular pada uterus. Pada kedua tipe
kembar (monizogotik atau dizigotik) faktor plasenta, kelainan tali pusat,
dan kelainan insersi plasenta juga berpengaruh terhadap pertumbuhan
fetus. Pada kehamilan monokorionik, kejadian diskordan lebih sering,
sering kali lebih berat dan dapat berhubungan dengan TTTS (Krisnadi,
et al., 2010).
Kembar yang tidak setara atau discordance twin mungkin
merupakan tanda pertumbuhan janin terhambat pada salah satu fetus,
dan fetus yang lebih besar dijadikan acuan. Semakin berat perbedaan
semakin buruk prognosisnya. Pertumbuhan janin terhambat sering
terjadi pada akhir trisemester dua atau awal trisemester tiga, dan
bersifat asimetris.
Ultrasonografi sangat bermanfaat dalam mendeteksi pertumbuhan
janin diskordan yang merupakan hal yang unik pada kehamilan kembar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada bayi yang lebih kecil
akan memiliki resiko mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi terutama
jika perbedaan berat badan sangat mencolok (>20% - 25%) (Norwitz, et
al., 2005).
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
37/61
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
38/61
34
mengalami kelebihan cairan (overload ) dan gagal jantung. Polisitemia
meningkatkan risiko hiperbilirubinemia berat sampai kern ikterus
Pada sindrom transfusi antar bayi kembar kronis, arteri dari kembar
donor dapat tumbuh terhambat, anemis, hipotensif, dan oligohidramnion.
Jika terdapat sedikit atau tidak ada cairan amnion yang mengelilingi
janin yang lebih kecil, selaput amnion dapat menempel pada janin dan
juga terestriksi oleh dinding uterus. Hal ini dikenal sebagai ” stuck twin”.
stuck twin terkadang dapat mengalami salah identifikasi sebagai
monokorion. Arteri kembar donor juga dapat menyebabkan iskhemia
organ yang melibatkan otak, ginjal dan saluran pencernaan. Vena donor
resipien dapat menjadi hipervolemik, hiperviskositas, hipertensif dan
polihidramnionik akibat peningkatan aliran darah pada ginjal.
Polihidramnion, yang mana umum terjadi pada vena resipien juga
berkontribusi terhadap tingginya kejadian persalinan prematur ataupun
PPROM. (Norwitz, et al., 2005).
Gambar 7. Hubungan anastomosis arteri–arteri pada Twin to Twin
Transfusion Syndrome (Cunningham, et al., 2014).
Diagnosis sindrom transfusi antar bayi kembar kronis dapat
menjadi kontroversial. Kriteria diagnosis yang lama terfokus pada
pengukuran neonatal (seperti perbedaan kadar hemoglobin darah
sebesar 5 g/dL ataupun selisih berat badan bayi sebesar 20%).
Parameter ini telah mulai ditinggalkan karena dinilai tidak efisien lagi.Saat ini sindrom transfusi antar bayi kembar kronis didiagnosis
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
39/61
35
menggunakan ultrasonografi dengan kriteria meliputi (Cunningham, et
al., 2014):
a. Monokorion
b. Jenis kelamin yang sama
c. Polihidramnio yang didefinisikan sebagai adanya ukuran kantong
vertikal terbesar > 8 cm pada salah satu bayi kembar dan
oligohidramnion yang didefinisikan sebagai adanya ukuran kantong
vertikal < 2 cm pada kembar yang lain
d. Diskrepansi ukuran tali pusat
e. Disfungsi kardiak pada kembar resipien dengan polihidramnion
f. Ukuran pembuluh darah umbilikus atau velosimetri dopler duktus
venosus yang abnormal.
g. Pertumbuhan diskordan yang signifikan.
Saat teridentifikasi, TTTS biasanya dikategorikan kepada sistem
Quintero staging (Quintero and colleagues, 1999), yaitu (Cunningham, et
al., 2014):
a. Stage I:
Adanya diskordan pada cairan amnion seperti dikemukakan diatas
namun masih terlihat urine didalam vesika urinaria donor secara
sonografi.
b. Stage II :
Adanya kriteria dari stage I, namun tidak terlihat urine didalam
vesika urinaria donor secara sonografi.
c. Stage III:
Adanya kriteria dari stage II dan adanya abnormalitas arteri
umbilikal, duktus venosus, dan vena umbilikalis pada pemeriksaan
Doppler.
d. Stage IV:
Adanya ascites atau hidrops pada bayi salah satu atau kedua bayi
kembar
e. Stage V:
Adanya kematian dari salah satu atau kedua fetus.
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
40/61
36
Tatalaksana sindrom transfusi antar bayi kembar kronis sesuai
dengan kondisi tiap individu dan tergantung kepada stadium ”Quintero
staging ” dan usia kehamilan pada saat terdeteksi.
Gambar 8. Twin to Twin Tranfusion Syndrome (Cunningham, et al., 2014)
Pilihan persalinan tergantung pada maturitas janin dan potensi
morbiditas yang akan dihadapi. Pada usia awal kehamilan, dekompresi
dengan amniosentesis serial dan terapi tokolitik terbukti bermanfaat
dalam memperpanjang usia kehamilan. Dengan perkembangan
fetoskopi, oklusi dengan laser secara langsung pada vaskularisasi
plasenta yang abnormal dapat menjadi pilihan. Pada pasien yang belum
akan bersalin, kesejahteraan janin harus dievaluasi secara rutin dengan
profil biofisik dan monitoring detak jantung janin. Pada semua pilihan
manajemen, reduksi cairan dalam jumlah banyak dengan amniosentesis
adalah efektif dan terapi yang minimal invasif yang mungkin merupakan
pilihan terapi setelah mempertimbangkan viabilitas janin. Untuk pasien
yang belum viabel, prognosisnya sangat buruk dan diperlukan
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
41/61
37
pertimbangan untuk dilakukan ablasi laser intrauterin pada anastomosis
perdarahan di permukaan plasenta, penjepitan tali pusat dengan
fetoskopi ataupun terminasi kehamilan. (Newman & Rittenberg, 2008)
6. Kembar siam.
Insidensi terjadi pada 1 per 60.000 persalinan. Kembar siam sering
terjadi pada penyatuan bagian-bagian tubuh janin (Cunningham, et al.,
2014) :
a. Ventral
1. Rostral : Omfalofagus, torkofagus, sefalofagus.
2. Kaudal : Isiofagus
3. Lateral : Parafagus diprosopus, parafagus disefalus
b. Dorsal
1. Kraniofagus
2. Rakifagus
3. Pigofagus
Gambar 7. Jenis –jenis Kembar Siam (Cunningham, et al., 2014).
Apabila tubuh fetus mengalami duplikasi sebagian, perlekatan
biasanya terletak lateral. Pemisahan inkomplit lempeng embrionik dapat
dimulai pada salah satu atau kedua kutub dan menghasilkan dua kepala
dengan dua, tiga atau empat ekstremitas, kombinasinya tergantung
gangguan pembelahan yang terjadi. Diagnosis dapat ditegakkan sejak
trisemester pertama dengan USG. (Cunningham, et al., 2014)
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
42/61
38
7. Kembar akardiak.
Kembar akardiak terjadi karena adanya perfusi balik arteri pada
kembar (TRAP = twin reverse arterial perfusion). Pada kejadian ini
terdapat satu fetus yang memperlihatkan gejala gagal jantung dan satu
lagi mengalami pertumbuhan yang tidak sempurna karena tanpa jantung
(akardiak). Pada akardiak terdapat hubungan antar arteri yang sering
diiringi antar vena pada plasenta. Tekanan perfusi pada salah satu
kembar mengalahkan yang lain sehingga aliran balik darah berbalik.
Darah arteri yang telah dipakai oleh fetus yang lain mengalir ke daerah
inferior memperdarahi tubuh bagian bawah sehingga terjadi
kemerosotan pertumbuhan tubuh bagian atas. Gangguan pertumbuhan
kepala dikenal sebagai akardiak sefalus, kepala yang tumbuh parsial
dengan sebagian ektramitas disebut akardia mielosefalus, dan
kegagalan semua struktur disebut akardiak amorfosa. Tanpa terapi, 50-
75 % fetus yang lain akan meninggal (Cunningham, et al., 2014).
I. Manajemen kehamilan.
Untuk kepentingan ibu dan janin, perlu diadakan pencegahan
terhadap pre-eklampsi dan eklampsia, partus prematurus, dan anemia.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dibuat diagnosa dini kehamilan.
Pemeriksaan antenatal perlu diadakan lebih sering. Sebaiknya wanita
dengan kehamilan multifetus melakukan antenatal care ke dokter yang
berpengalaman dibidangnya untuk mencegah peningkatan persalinan
operatif pervaginam maupun perabdominam, wanita dengan kehamilan
multifetus diberi konseling tentang resiko – resiko yang mungkin terjadi
karena kehamilan multifetus merupakan kehamilan yang beresiko tinggi
baik bagi ibu maupun bagi janin. Mulai kehamilan 24 minggu pemeriksaan
dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu dilakukan tiap
minggu, sehingga tanda – tanda pre-eklampsia dapat diketahui dini dan
penanganan dapat dikerjakan segera. Penanganan selama kehamilan
secara intensif berfungsi untuk (James & Arnold, 2001):
• Memperpanjang kehamilan.
• Meningkatkan berat kelahiran.
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
43/61
39
• Mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.
• Pengurangan insiden komplikasi ibu
Beberapa penulis menyatakan bahwa tirah baring merupakan
tindakan yang dianjurkan lebih banyak karena merupakan tindakan yang
menguntungkan bagi janin kembar. Tindakan ini menyebabkan aliran darah
ke plasenta meningkat, sehingga pertumbuhan janin lebih baik, juga terjadi
melalui peningkatan perfusi darah serta penurunan gaya kekuatan fisik
yang dapat bekerja merugikan pada serviks untuk mempercepat proses
penipisan dan dilatasi serviks. Kehamilan multifetus dapat mengakibatkan
terbukanya serviks dan dilatasi secara dini. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa istirahat di tempat tidur juga memperpanjang
kehamilan dan menurunkan mortalitas perinatal, sementara yang lainnya
tidak berhasil menunjukkan keuntungan tambahan ini. Penelitian di Swedia
telah melaporkan suatu angka kematian perinatal yang sama dengan
kehamilan tunggal (0,6 persen). Pasien dianjurkan untuk beristirahat di
tempat tidur di rumah hingga trimester ketiga (James & Arnold, 2001).
Kebutuhan akan kalori, protein, mineral, vitamin dan asam lemak
esensial mengalami peningkatan pada wanita dengan multifetus.
Kecukupan gizi yang di anjurkan bagi kehamilan tanpa komplikasi bukan
saja harus dipenuhi, tetapi pada banyak keadaan perlu jumlah yang lebih.
Karena itu konsumsi energi harus ditingkatkan sebesar 300 kalori lagi per
hari per jumlah fetus (Fortner, et al., 2007). Pada kehamilan multifetus ini,
suatu keadaan yang sering terjadi adalah dimana terjadi kegagalan ibu
untuk bertambah berat yang jumlahnya paling tidak harus sama dengan
berat produk kehamilannya (Cunningham, et al., 2014). Ibu dengan
kehamilan multifetus sebaiknya mendapatkan kalori dari protein 20 %,
karbohidrat 40 % dan lemak 40 %. Berdasarkan penelitian, komposisi diet
tersebut mampu meningkatkan kontrol glikemik. Diet hendaknya mencapai
target kalori sebanyak 3000 – 4000 kkal/hari. Pada trisemester pertama
sebaiknya berat badan meningkat 2-3 kg, ibu disarankan untuk
mengkonsumsi asam folat 1 mg/hari dan zat besi 60-100 mg/hari, karena
pada trimester ketiga volume darah maternal akan meningkat 50 -60 %.
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
44/61
40
Pertumbuhan fetus triplet akan lebih baik bila ibu naik berat bedannya >
0,75 kg/minggu sejak usia kehamilan 24 minggu (Krisnadi, et al., 2010).
Pertumbuhan janin berlangsung lebih lambat pada kehamilan
multifetus daripada kehamilan janin tunggal. Aspek penting penilaian
pertumbuhan janin dengan USG adalah untuk mengenali ketidaksesuaian
pertumbuhan antara janin dalam kehamilan multifetus. USG rutin dilakukan
mulai kehamilan 24 minggu, untuk menilai pertumbuhan janin, karena anak
kembar cendrung menderita keterbelakangan pertumbuhan dalam rahim
(IUGR = intrauterine growth retardation ) (James & Arnold, 2001).
J. Reduksi kehamilan multifetus.
Usia kehamilan dan berat badan lahir pada saat persalinan adalah 2
hal yang paling penting yang menentukan morbiditas dan mortalitas
perinatal, dam keduanya berhubungan terbalik dengan jumlah janin yang
dikandung. Reduksi kehamilan multifetus adalah sebuah prosedur untuk
meningkatkan kemungkinan bertahan hidup dan kesehatan pada
kehamilan multifetus. Tehnik yang dianjurkan adalah secara
perabdominam, dengan injeksi potassium chloride intracardiac yang
dipandu dengan ultrasonografi. Reduksi hingga menjadi menjadi kehamilan
tunggal juga dapat dipertimbangkan pada pasien dengan insufisiensi
servikal, riwayat persalinan prematur spontan ataupun stres psikososial.
Awalnya, dipercaya bahwa wanita dengan kuadruplet atau lebih adalah
kandidat yang ideal untuk dilakukan reduksi. Adalah penting untuk
mempertimbangkan aspek psikososial ibu sebelum dilakukan tindakan ini.
Seleksi terminasi fetus dilakukan jika teridentifikasi adanya malformalitasataupun abnormalitas yang berat dan mengancam salah satu janin yang
ada. Indikasi tersering dari seleksi terminasi ini adalah diskordan kembar
DZ dengan adanya abnormalitas kromosom janin, malformasi struktur janin
yang serius, ataupun gangguan gen pada salah satu janin. (Newman &
Rittenberg, 2008)
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
45/61
41
K. Waktu persalinan
Insiden dari kematian bayi lahir mati ataupun kematian bayi setelah
lahir cenderung menurun hingga usia kehamilan 37-38 minggu untuk
kehamilan kembar. Insidensi terendah dari kematian perinatal pada
kehamilan kembar adalah pada usia kehamilan 38 minggu. Sebagian besar
bayi yang meninggal pada kehamilan kembar memiliki berat badan lahir
kurang dari persentil 10. Pemanjangan usia kehamilan memerlukan bukti
ultrasonografi yang terpercaya mengenai pertumbuhan janin yang adekuat,
volume cairan amnion, dan pemeriksaan kesejahteraan janin serta kondisi
ibu yang stabil. Timbulnya PJT, diskordan yang signifikan, oligohidramnion,
preeklampsia pada ibu ataupun komplikasi lainnya pada ibu setelah usia
kehamilan 36 minggu dengan kehamilan kembar ganda dan setelah usia
kehamilan 34 minggu dengan kehamilan triplet menjadi indikasi spesifik
untuk persalinan. (Newman & Rittenberg, 2008)
L. Rute persalinan.
Pasien datang ke rumah sakit jika ditemukan tanda-tanda inpartu,
pecah ketuban atau jika ada perdarahan yang signifikan (Decherney &
Nathan, 2007). Faktor –faktor yang mempengaruhi keberhasilan persalinan
multifetus adalah terdiagnosanya multifetus saat kehamilan sehingga
perencanaan persalinan akan lebih baik. Perlu ditentukan lokasi
melahirkan dan penolong yang kompeten untuk mengatasi komplikasi yang
mungkin terjadi. Diagnosa dini dapat dilakukan dengan ultrasonografi pada
kehamilan muda sehingga korionitas, amnionitas dan zigositas dapat
diketahui dengan baik yang akan mempengaruhi cara persalinan. Adanya
faktor resiko antenatal yang lain seperti plasenta previa, preeklampsia, PJT
dan lainnya juga mempengaruhi cara persalinan, demikian juga letak dan
presentasi fetus I dan II, terutama untuk fetus II saat bayi I sudah dilahirkan
(Krisnadi, et al., 2010).
Pemilihan rute persalinan untuk kahamilan kembar ditentukan oleh
presentasi janin dimana biasanya dikategorikan kedalam 3 kelompok :
1. Kembar A (I) Vertex / Kembar B (II) Vertex.
Kurang lebih 40% kehamilan kembar akan berada pada posisivertex pada kedua bayi dan lebih dari 80% bayi kembar dengan
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
46/61
42
presentasi ini akan dapat lahir pervaginam (Fortner, et al., 2007). Bila
presentasi fetus I adalah kepala, bagian terendah sudah masuk pintu
panggul dan ibu merasa ingin meneran, pimpinan persalinan
pervaginam segera dilakukan. Bila kontraksi uterus tidak baik, dapat
dilakukan augmentasi oksitosin. Pemberian infus oksitosin (terutama
setelah kelahiran bayi pertama) dapat diberikan dengan dosis 10 IU
didalam 1 liter NaCl 0,9% dengan kecepatan 1-2 mIU/menit, dinaikan
dosisnya setiap 15-30 menit untuk mengembalikan kontraksi uterus
yang adekuat (Norwitz, et al., 2007).
Pada fetus II, kepala dilahirkan dengan cara yang sama. Apabila
presentasi fetus II berubah, prosedur persalinan sesuai dengan fetus I
kepala , fetus II bukan kepala. Indikasi persalinan berbantu (ekstraksi
vakum, forceps atau seksio sesarea) sama dengan indikasi pada
persalinan tunggal (Gabbe, et al., 2007). Presentasi bayi kedua harus
diperiksa ulang setelah bayi pertama lahir mengingat dapat terjadi
perubahan pada 10-20% kasus. Ibu tetap harus diberitahu adanya
kemungkinan seksio sesarea pada fetus II, karena setelah fetus I lahir,
pada sekitar 20% kasus dapat terjadi perubahan posisi/presentasi fetus
II yang tergantung dari usia gestasi. Semakin muda usia gestasi
semakin besar kemungkinan perubahan presentasi fetus II (Krisnadi, et
al., 2010).
Hogle dan rekan menelaah penelitian dalam skala luas dan
menyimpulkan bahwa sectio caesaria terencana tidak meningkatkan
outcome perinatal jika kedua bayi kembar berada pada letak kepala-
kepala (Cunningham, et al., 2014). Tidak ada bukti yang mendukung
persalinan dengan sectio caesaria dengan pertimbangan diskordan
ukuran pada kedua bayi. Bahkan jika bayi kedua (II) lebih besar
daripada bayi pertama (I), persalinan pervaginam yang aman dan
sukses adalah mungkin terjadi jika bayi kedua berada pada presentasi
kepala. (Newman & Rittenberg, 2008)
2. Kembar A(I) Vertex / Kembar B(II) non Vertex.
Terdapat perbedaan opini mengenai cara persalinan yang optimalpada kondisi kembar A (I) vertex / kembar B (II) non vertex dimana
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
47/61
43
terjadi pada sebanyak 40% dari persalinan kembar. Pilihan yang ada
meliputi sectio caesaria untuk kedua bayi, ekstraksi bokong pada bayi
kedua, persalinan per vaginam dengan eksternal / internal cephalic
version intrapartus pada bayi kedua ataupun persalinan pervaginam
untuk bayi pertama dan sectio caesaria untuk bayi kedua akibat
komplikasi intrapartum seperti prolaps tali pusat atau fetal distress.
Diperlukan observasi dan keterampilan yang baik untuk memprediksi
dan memutuskan persalinan fetus kedua (Cunningham, et al., 2014).
Setelah bayi I lahir, lakukan evaluasi presentasi fetus II. Apabila
fetus II presentasi bokong dengan taksiran berat badan > 2000 gram,
lakukan persalinan sungsang pervaginam atau ekstraksi kaki.
Kemungkinan lainnya adalah melakukan versi luar untuk menjadikan
fetus II presentasi kepala. Kadang-kadang bagian terendah fetus II tidak
turun yang biasanya disebabkan oleh inersia uteri, maka harus
dilakukan augmentasi oksitosin (Krisnadi, et al., 2010).
Usia kehamilan menjadi pertimbangan penting, pada persalinan
dengan usia kehamilan < 32 minggu, dianjurkan seksio sesarea elektif
karena janin rentan terhadap trauma. Berat badan fetus juga menjadibahan pertimbangan cara persalinan, bila fetus II bukan kepala dengan
berat badan > 2000 gram, fetus dilahirkan pervaginam. Bila taksiran
berat fetus II < 2000 gram dipertimbangkan untuk persalinan dengan
seksio sesarea mengingat partus pervaginam bagi bayi yang ekstrim
prematur kematian perinatalnya lebih tinggi (Krisnadi, et al., 2010). Jika
berat badan bayi kedua diperkirakan melebihi 20% dari bayi pertama,
maka juga dianjurkan untuk menjalani sectio caesaria (Cunningham, et
al., 2014).
3. Kembar A (I) non Vertex
Pada kurang lebih 20% kasus, bayi pertama berada pada
presentasi non vertex. Persalinan pervaginam pada kembar dengan bayi
pertama (A) pada presentasi non vertex merupakan hal yang
problematik, hanya terdapat sedikit data mengenai keamanannya.
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
48/61
44
Beberapa penelitian mengatakan bahwa terjadi peningkatan resiko
kematian perinatal jika bayi A lahir dengan presentasi bokong, namun
beberapa data lain menyatakan tidak ada perbedaan luaran perinatal
yang signifikan.
Apabila fetus I dalam presentasi bokong dan bokong sudah masuk
pintu atas panggul, versi luar tidak dilakukan, dan persalinan dapat
dilakukan sesuai dengan protokol presentasi bokong pada persalinan
dengan janin tunggal. Bila taksiran berat fetus > 3500 gram, maka
seperti protokol sungsang untuk persalinan fetus tunggal, lakukan seksio
sesarea. Bila fetus II juga sungsang dengan taksiran berat badan > 20%
dari fetus I yang ditaksir dengan pemeriksaan ultrasonografi, maka
persalinan pervaginam merupakan kontraindikasi relatif (Krisnadi, et al.,
2010).
Pada bayi dengan presentasi bokong/vertex terdapat resiko
interlocking . Walaupun kejadian ini jarang namun bersifat fatal.
Pertimbangan lainnya adalah leher dari bayi A dapat mengalami
hiperekstensi akibat ruangan yang tercipta antara bayi A dengan bayi B
dan ini mengakibatkan trauma pada saraf servikal. Jika bayi A dalam
presentasi bokong, tindakan yang paling umum adalah dilakukan sectio
caesarea (Gabbe, et al., 2007).
4. Kembar triplet atau lebih.
Sectio caesarea adalah langkah yang direkomendasikan pada
kasus triplet atau lebih. Berdasarkan dari data yang dihimpun secara
luas pada periode 1985-1988 menunjukkan bahwa pada kehamilan
triplet, 94% lahir dengan sectio caesaria, 4,5% dengan persalinan
pervaginal, dan 1,5% dengan kombinasi persalinan vaginal/abdominal
(Newman & Rittenberg, 2008). Rata-rata lama gestasi pada triplet
adalah 33 minggu dan hanya 29 minggu pada kuadruplet dengan rata-
rata berat badan bayi 1818 gram dan 1395 gram pada kelompok usia
gestasi tersebut (Moore, 2007). Kehamilan triplet atau lebih berada pada
resiko tinggi akan kejadian prematuritas, hambatan pertumbuhan janin,dan malpresentasi. Mayoritas dokter kandungan memilih metode
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
49/61
45
terminasi dengan sectio caesaria namun persalinan pervaginam yang
sukses juga dilaporkan pada beberapa kasus dengan luaran perinatal
yang baik. Jika direncanakan terminasi secara pervaginam, diperlukan
tim obstetris yang baik dan siap, antisipasi kejadian malpresentasi dan
persiapan sectio caesaria darurat jika diperlukan. Persalianan
pervaginam akan menjadi pilihan yang optimal jika diperkirakan berat
masing-masing bayi tidak lebih dari 1500 gr dan presentasi bayi pertama
dan kedua berada pada presentasi vertex (Newman & Rittenberg, 2008).
Dengan persalinan pervaginam, bayi pertama biasanya lahir
dengan sedikit ataupun tanpa manipulasi. Persalinan untuk fetus
berikutnya disesuaikan dengan presentasi fetus. Seringkali dibutuhkan
manuver obstetri seperti ekstraksi bokong total dengan ataupun tanpa
versi podalik interna. Kejadian yang dapat timbul mengikuti persalinan
multifetus ini antara lain prolaps tali pusat dan penurunan perfusi
plasenta akibat perdarahan dari pelepasan plasenta. Dengan alasan ini,
banyak klinisi menyimpulkan bahwa sebaiknya dilakukan sectio caesaria
pada persalinan dengan triplet atau lebih.
M.Interval antara persalinan
Data-data menunjukkan bahwa waktu interval antara persalinan bayi
kembar yang melebihi 30 menit berhubungan dengan luaran yang masih
dapat diterima. Penundaan lebih dari 1 jam juga belum tentu menghasilkan
luaran perinatal yang buruk selama dilakukan pemantauan denyut jantung
janin yang seksama. Pada beberapa kasus, terjadi perburukan kondisi
janin kedua setelah kelahiran bayi pertama. Pelepasan plasenta dan prolap
tali pusat adalah komplikasi yang umum terjadi setelah kelahiran bayi
pertama. Distress bayi kedua biasanya diatasi dengan sectio caesaria
segera. Versi podalik internal dan ekstraksi bokong dapat dipertimbangkan
hanya jika diperlukan persalinan yang cepat dan darurat, dan jika tindakan
sectio caesaria segera tidak dapat dilakukan. Seringkali terjadi periode
hipokontraktilitas setelah kelahiran bayi pertama. Jika persalinan tidak
segera terjadi setelah kelahiran bayi kedua, pemberian oksitosin infus
dapat segera dimulai dan dosis disesuaikan hingga tercapainya kontraksiyang adekuat. Setelah kontraksi yang adekuat tercapai, ibu dipimpin untuk
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
50/61
46
mengedan. Setelah bagian terbawah kepala mencapai pintu bawah
panggul, dapat dilakukan tindakan amniotomi pada saat kontraksi dengan
disertai penekanan ringan pada fundus uteri untuk membantu fiksasi
kepala didalam panggul. (Newman & Rittenberg, 2008)
N. Tatalaksana paska salin
Tambahan kalori untuk dikonsumsi oleh ibu sebanyak 500-600 kcal
per bayi per hari untuk kelancaran laktasi dengan komposisi 20% protein,
40% karbohidrat dan 40% lemak. Ibu diedukasi untuk cukup
mengkonsumsi cairan dan juga posisi menyusui yang baik (Karkata &
Kristanto, 2012).
Karena adanya resiko atonia uteri dan persarahan postpartum, ibu
harus dipantau ketat beberapa jam setelah persalinan. Pemberian oksitosin
intravena harus diberikan dan fundus uteri harus sering diperiksa untuk
memastikan kontraksi uterus yang baik tercapai. Konsultasi laktasi dapat
diberikan agar ibu dapat menyusui bayi kembarnya dengan baik terutama
pada kasus persalinan prematur. Follow up dan dukungan bagi ibu pada
minggu-minggu awal persalinan adalah penting untuk diberikan terutama
pada kasus bayi memerlukan perawatan yang intensif. Depresi paska salin
terkadang dapat dijumpai pada ibu dengan persalinan kembar. (Newman &
Rittenberg, 2008)
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
51/61
47
Gambar 8. Alur penatalaksanaan kehamilan multifetus (Karkata & Kristanto,
2012).
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
52/61
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
53/61
49
BAB IV
DISKUSI
Pada kasus ini dilaporkan seorang pasien usia 28 tahun yang masuk KB
IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 16 Agustus 2015 pukul 13.05
WIB, dikirim dari RSUD Solok Selatan oleh SpOG dengan diagnosa
G2P2A0H2 parturien preterm 36-37 minggu kala II (kehamilan triplet), janin
hidup triplet intra uterin letkep UUK depan H III-IV. Sebagai panduan diskusi
akademik berikut adalah hal yang akan didiskusikan :
1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?2. Apakah tata laksana pasien ini sudah tepat?
3. Apakah kemungkinan korionisitas dan plasentasi pada kehamilan ini?
1. Diagnosis pasien ini :
Dari anamnesis awal diketahui pasien adalah multipara dengan
kehamilan kembar tiga (triplet) pada saat ini, dikirim dari RSUD Solok
Selatan oleh SpOG dengan diagnosis : G2P1A0H1 gravid 36-37 minggu
(kembar tiga). Pada saat datang pasien sudah mengeluhkan tanda-tanda
kala II yang sebelumnya telah terdapat tanda-tanda inpartu. Berdasarkan
pemeriksaan fisik didapatkan : tanda-tanda vital pasien dalam batas
normal, pada inspeksi abdomen tampak perut membuncit seperti hamil
aterm, pada inspeksi genital tampak kepala bayi sudah crowning. Pada
saat ini dibuat diagnosis : G2P1A0H1 parturien preterm 36-37 minggu kala
II, janin hidup intra uterin kepala crowning. Pasien lalu dipimpin untuk
mengedan dan diikuti dengan persalinan anak pertama 2 menit kemudian.
Lahir bayi I berjenis kelamin laki-laki, BB 2600 gr, PB 47 cm, A/S 8/9, tali
pusat lalu diklem dan dipotong dibagian distal, klem dibiarkan terpasang.
Setelah itu dilakukan anamnesis lanjutan dan didapatkan bahwa
pasien telah mengalami tanda-tanda inpartu (nyeri pinggang yang menjalar
ke ari-ari yang semakin lama semakin sering dan bertambah kuat serta
terdapat keluar lendir campur darah dari kemaluan) sejak ± 7 jam sebelum
masuk RSMD, terdapat keluar air-air yang banyak dari kemaluan sejak 5
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
54/61
50
menit sebelum anak pertama lahir. Pasien tidak haid sejak kurang lebih 9
bulan lalu, dengan hari pertama haid terakhir pada 6 Desember 2014 dan
tafsiran persalinan pada 13 September 2015, siklus haid teratur, 1 x 28
hari. Berdasarkan HPHT dapat dikalkulasikan bahwa saat ini pasien
memasuki usia kehamilan 36-37 minggu.
Dari pemeriksaan fisik lanjutan didapatkan abdomen tampak
membesar seperti kehamilan aterm, sikatriks (-), fundus uteri teraba 3 jari
dibawah processus xyphoideus. Dari pemeriksaan Leopold didapatkan
kesan bayi kedua letak kepala dengan bayi ketiga juga berada pada letak
kepala, punggung bayi pada sisi kiri dan kanan ibu dan kepala bayi kedua
sudah masuk pintu atas panggul. Terdengar 2 lokasi bunyi jantung janin
pada tempat yang terpisah dengan DJJ 1 : 140-150x/menit dan DJJ 2 :
130-140x/menit. Pemeriksaan USG tidak dilakukan. Didapatkan kesan
pasien ini mengalami kehamilan kembar dengan bayi II berada pada letak
kepala dan bayi III juga berada pada letak kepala. Perkiraan berat badan
bayi berdasarkan tinggi fundus uteri tidak dapat dilakukan karena pasien ini
dengan kehamilan kembar.
Dari pemeriksaan dalam pada genital didapatkan pembukaan sudah
lengkap, ketuban (+) dan teraba kepala UUK depan HIII-IV. Didapatkan
kesimpulan bahwa pasien sudah berada pada kala II persalinan. Ketuban
lalu dipecahkan dan pasien dipimpin mengedan, lahir bayi kedua (laki-laki )
10 menit kemudian dengan BB 1750 gr, PB 46 cm, A/S 7/8. Tali pusat lalu
diklem dan dipotong dibagian distal, klem dibiarkan terpasang.
Dilakukan pemeriksaan fisik lanjutan dan didapatkan abdomen
tampak membesar seperti kehamilan aterm, sikatriks (-), fundus uteri
teraba 4 jari dibawah processus xyphoideus. Dari pemeriksaan Leopold
didapatkan kesan bayi ketiga berada pada letak kepala dengan punggung
bayi pada sisi kiri ibu dan kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul. His
baik dengan intensitas 3-4 x/40’/K. Terdengar bunyi jantung janin dengan
DJJ : 140-150x/menit. Dari pemeriksaan dalam pada genital didapatkan
pembukaan sudah lengkap, ketuban (+) dan teraba kepala UUK depan
HIII-IV. Didapatkan kesimpulan bahwa pasien sudah berada pada kala II
persalinan. Ketuban lalu dipecahkan dan pasien dipimpin mengedan, lahir bayi ketiga (laki-laki) 5 menit kemudian dengan BB 1800 gr, PB 46 cm, A/S
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
55/61
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
56/61
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
57/61
53
monozigotik yang mengalami pembelahan sangat awal sebelum proses
implantasi. Hal ini juga berlaku untuk triplet dan jumlah plasenta yang lebih
banyak. Pada triplet atau lebih, penyatuan masa plasenta lebih sering
terjadi, terlepas dari zigositas, karena terbatasnya ruang di dalam uterus.
Sehingga kemungkinan pada pasien ini merupakan kehamilan
monozigot. Namun untuk mengetahui secara pasti apakah termasuk
kehamilan monozigot dengan monokorion diamnion atau dikorion diamnion
dapat dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
58/61
54
BAB V
SIMPULAN
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat.
2. Penanganan pasien ini dalam proses persalinannya sudah tepat.
3. Kehamilan pasien ini kemungkinan tergolong kehamilan monozigot.
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
59/61
55
Daftar Pustaka
Cunningham, F. et al., 2014. Multifetal pregnancy. Em: Williams Obstetrics
24th edition. New York: McGraw-Hill, p. Chapter 45.
Decherney, A. & Nathan, L., 2007. Multiple Pregnancy. Em: Current diagnosis
and treatment obstetrics and Gynecology, 10th edition. New York:
McGraw-Hill.
Elliott., J. P., 2005. Preterm Labor in Twins and High-Order Multiples. Obstet
Gynecol Clin N Am, Volume 32, p. 429– 439.
Fortner, K. B., Althaus, J. E. & Gurewitsc, E. D., 2007. Gestational
Complications - Multiple Gestation. Em: K. B. Fortner, L. M. Szymanski,
H. E. Fox & E. E. Wallach, eds. Johns Hopkins Manual of Gynecology
and Obstetrics, The, 3rd Edition. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins,
p. Chapter 8.
Gabbe, S. G., Niebyl, J. R. & Simpson, J. L., 2007. Multiple gestations. Em:
Obstetrics : Normal and Problem Pregnancies. Philadelphia: Churchill
Livingstone of Elsevier, p. Chapter 28.
James, R. & Arnold, L., 2001. Kehamilan Ganda. Em: Esensial Obstetri dan
ginekologi edisi 2, Alih bahasa Nugroho E. Jakarta: Hipokrates.
Karkata, M. K. & Kristanto, H., 2012. Penatalaksaan kehamilan multifetus.
Em: Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri. s.l.:Himpunan
Kedokteran Feto Maternal, pp. 104-114.
Krisnadi, R., Anwar, A. & Irianto, S., 2010. Kehamilan multifetus. Bandung:
Divisi Fetomaternal obstetri dan ginekologi Fakultas kedokteran
Universitas Padjajaran.
Moore, T. R., 2007. Multifetal gestation and malpresentation. Em: Essentials
of Obstetrics and Gynecology 4E. Philadelphia: Elsevier Inc, p. Chapter
14.
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
60/61
56
Morin, L. & Lim, K., 2011. Ultrasound in twin pregnancies. Em: SOGC Clinical
Practice Guidline. s.l.:s.n.
Newman, R. B. & Rittenberg, C., 2008. Multiple Gestation. Em: Danforth’s
Obstetrics and Gynecology, 10th Edition Copyright. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, p. Chapter 14.
Norwitz, E. R., Arulkumaran, S., Symonds, I. M. & Fowlie, A., 2007.
Pregnancy complication - Multiple pregnancies. Em: Oxford American
Handbook of Obstetrics and Gynecology, 1st Edition. New York: Oxford
University Press, pp. 78-84.
Norwitz, E. R., Edusa, V. & Park, J. S., 2005. Maternal Physiology andComplications of Multiple Pregnancy. Seminars in Perinatology, Volume
29, pp. 338-348.
Saifuddin, A. B., 2009. Kehamilan Ganda. Em: Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi Satu Cetakan Kelima. Jakarta:
JNPKKR – POGI - Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp.
145-152.
Syamsuri, K. A., 2004. Kehamilan kembar. Em: R. Hariadi, ed. Ilmu
Kedokteran Fetomaternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran
Fetomaternal, pp. 426-443.
Taylor, J. & Fisk, N., 2004. Prenatal diagnosis in multiple pregnancy. Em:
Baillieres Clinical obstetrics and gynaecology. London: s.n.
-
8/16/2019 Laporan Kasus Kehamilan Multifetus - Triplet HQ
61/61