laporan kasus tarash burhanuddin revisi
DESCRIPTION
medicalTRANSCRIPT
LAPORAN KASUSKEHAMILAN DENGAN RIWAYAT
HIPERTIROID
Oleh:
Tarash Burhanuddin
030 10 265
Pembimbing:
dr. Christofel Panggabean, SpOG(K)FM
KEPANITRAAN KLINIK DEPARTEMEN KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1
2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan fungsi tiroid selama periode reproduksi lebih banyak terjadi pada wanita,
sehingga tidak mengejutkan jika banyak gangguan tiroid ditemukan pada wanita
hamil. 1 Pada kehamilan, penyakit tiroid memiliki karakteristik tersendiri dan
penanganannya lebih kompleks pada kondisi tertentu. Kehamilan dapat
mempengaruhi perjalanan gangguan tiroid dan sebaliknya penyakit tiroid dapat pula
mempengaruhi kehamilan.2 Seorang klinisi hendaknya memahami perubahan-
perubahan fisiologis masa kehamilan dan patofisiologi penyakit tiroid, dapat
mengobati secara aman sekaligus menghindari pengobatan yang tidak perlu selama
kehamilan.3
Hormon-hormon tiroid yang terdapat di sirkulasi adalah tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3), hanya bentuk bebasnya yang aktif (fT4 dan fT3). Hormon yang
lebih penting adalah fT3 karena lebih mempengaruhi metabolisme, dibentuk di liver,
ginjal, dan otot dan diubah menjadi fT4 oleh enzim deiodinase. Kebanyakan jaringan
termasuk jantung, otak, dan otot memiliki reseptor spesifi k fT3 yang dapat
mempengaruhi aktivitas metabolik dan seluler. Pada keadaan normal, kelenjar
hipofisis anterior memproduksi TSH sebagai umpan balik negatif yang dikendalikan
oleh konsentrasi fT3. Iodin dari sumber makanan penting dalam proses sintesis
pembentukan hormon tiroid. Dalam beberapa dekade terakhir disebutkan bahwa
kelompok risiko tertinggi kurangnya asupan iodin adalah wanita hamil dan menyusui,
serta anak usia kurang dari 2 tahun yang tidak terimplementasi oleh strategi iodisasi
garam universal. 4,5,6
Sekitar 90% dari hipertiroidisme disebabkan oleh penyakit Grave, struma nodosa
toksik baik soliter maupun multipel dan adenoma toksik. Penyakit Grave pada
umumnya ditemukan pada usia muda yaitu antara 20 sampai 40 tahun, sedang
hipertiroidisme akibat struma nodosa toksik ditemukan pada usia yang lebih tua yaitu
3
antara 40 sampai 60 tahun. Oleh karena penyakit Grave umumnya ditemukan pada
masa subur, maka hampir selalu hipertiroidisme dalam kehamilan adalah
hipertiroidisme Grave, walaupun dapat pula disebabkan karena tumor trofoblas,
molahidatidosa, dan struma ovarii. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia belum
diketahui. Di Eropa berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa.
Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki dengan ratio
5:1. Hipertiroidisme jarang ditemukan pada wanita hamil. Kekerapannya
diperkirakan 2 : 1000 dari semua kehamilan,namun bila tidak terkontrol dapat
menimbulkan krisis tiroid, persalinan prematur, abortus dan kematian janin.
Diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit ditegakkan karena kehamilan itu
sendiri menyebabkan perubahan-perubahan fisiologik yang menyerupai keadaan
hipertiroidisme. Namun deteksi dini untuk mengetahui adanya hipertiroidisme pada
wanita hamil sangatlah penting, karena kehamilan itu sendiri merupakan suatu stres
bagi ibu apalagi bila disertai dengan keadaan hipertiroidisme. Pengelolaan penderita
hipertiroidisme dalam kehamilan memerlukan perhatian khusus, oleh karena baik
keadaan hipertiroidismenya maupun pengobatan yang diberikan dapat memberi
pengaruh buruk terhadap ibu dan janin.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R Y
Umur : 43 tahun.
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Raya KP Sawah no. 09 Jatimurni Pondok Melati
Tanggal masuk RS : 04/08/2015.
Jam : 12.00
Asal Pasien : dari poli kebidanan RSUD Bekasi
Poli Kebidanan
SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama :
OS kontrol dan dipersiapkan untuk operasi SC.
2. Keluhan Tambahan
Perut kencang.
3. Kronologi keluhan/penyakit sekarang
OS datang ke poli kebidanan RSUD Bekasi untuk kontrol kehamilannya dan
akan dilakukan operasi SC, keluhan perut kencang yang dirasakan sejak pagi.
OS sebelumnya datang ke poli kebidanan RSUD Bekasi karena dirujuk RS
Bunda Kampung Sawah karena memiliki riwayat penyakit hipertiroid dan
darah tinggi. OS menderita penyakit hipertiroid, lima tahun sebelum masuk
5
rumah sakit dan menderita penyakit darah tinggi dari 18 tahun sebelum masuk
rumah sakit. Menurut OS hipertiroidnya sudah sembuh.
4. Riwayat Haid
Haid pertama umur : 12 tahun.
Siklus teratur : 28 hari.
Lamanya : 7 hari.
Banyaknya : 2-3 pembalut.
Hari pertama haid terakhir : 13/11/2014.
Taksiran partus : 20/8/2015.
Sakit saat haid : (+).
5. Riwayat Perkawinan
a. Status perkawinan : Menikah 1x
b. Lama perkawinan terakhir : 20 tahun
6. Riwayat Kehamilan, Persalinan
Anak 1, jenis persalinan normal, BBL 2900 gr, jenis kelamin laki-laki,
usia sekarang 20 tahun, ditolong oleh bidan.
Anak 2, jenis persalinan normal, BBL 4000 gr, jenis kelamin laki-
laki,usia sekarang 18 tahun, ditolong oleh bidan.
Hamil ini
7. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama.
Hipertensi (+) dari 18 tahun yang lalu, obat yang diminum Amlodipin teratur
Hipertiroid (+) dari 5 tahun yang lalu, obat yang diminum PTU secara teratur
selama 3 tahun
DM (-), Alergi (-).
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Bapak : Hipertensi (+), DM (-), Alergi (-).
Ibu : Hipertensi (+), DM (+), Alergi (-).
6
9. Riwayat Operasi (-).
10. Metode keluarga berencana KB pil 12 tahun
11. Riwayat Antenatal
Selama hamil periksa di bidan 5 x dan di dokter 2 x, OS rutin memeriksakan
kehamilannya. Dirujuk ke RSUD Bekasi karena ada riwayat penyakit
hipertiroid
OBJEKTIF
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit, regular, kuat, isi cukup, ekual
Pernapasan : 22x/menit, reguler
Suhu : 36,8 oC
Status Generalis
Kepala : normosefali, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+.
Telinga: normotia, serumen -/-, darah -/-.
Hidung : normal, deviasi septum (-), discharge (-), pernapasan cuping hidung
(-).
Mulut : kandidiasis oral (-), sianosis (-), pucat (-), lidah tidak ada kelainan,
uvula tidak dapat dinilai, arcus faring tidak dapat dinilai, mukosa faring tidak
dapat dinilai, tonsil tidak dapat dinilai.
Leher : trakea lurus tidak ada deviasi, pembersaran KGB (-), pembesaran
Tiroid (-).
Dinding dada: simetris
7
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordus tidak teraba
Perkusi : Batas kanan ICS IV Linea Sternalis Dextra, batas kiri ICS V,
2 jari medial linea Midclavikularis Sinistra.
Auskultasi : S1 – S2 reguler, murmur (-), gallop (-).
Paru:
Inspeksi : Thoraks simetris kanan dan kiri, gerak nafas simetris kanan
dan kiri.
Palpasi : Vocal fremitus teraba sama kuat di kedua hemithorax.
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Abdomen : Lihat status obstetrik
Ekstremitas :Akral teraba hangat, edema (-)/(-), CRT < 3 detik.
STATUS OBSTETRIK
Inspeksi : Perut tampak buncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+), luka
bekas SC (-)
Palpasi :
Leopold I : TFU 30 cm, teraba satu bagian besar, lunak, bokong
Leopold II : Kanan : teraba bagian keras melebar seperti papan
Kiri : teraba bagian – bagian kecil janin
Leopold III : teraba satu bagian besar,bulat, keras, kepala
Leopold IV : 1/5, Kepala masih floating (belum masuk PAP)
His : (-)
8
Auskultasi : DJJ 152
Kesan : TFU 30 cm tidak sesuai dengan hamil 24 minggu, presentasi kepala, pu-ka,
DJJ (+) 152, Janin intrauterine, tunggal, hidup.
Anogenital
Inspeksi : vulva/ urethra tampak tenang, perdarahan (-)
VT : portio tebal, lunak
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 04/08/2015
Pemeriksaan Hasil Flag Satuan Nilai normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Laju endap Darah
Lekosit
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segment
Limfosit
Monosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
45
8,8
0
0
0
83
13
4
4,12
12,7
37,1
*
*
*
*
*
mm
ribu/ul
%
%
%
%
%
%
juta/ul
g/dl
%
0 - 15
5 - 10
< 1
1 – 3
2 – 6
52 – 70
20 – 40
2 – 8
4 – 5
12 – 14
37 – 47
9
Index Eritosit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
HEMOSTASIS
PT
PT
PT Control
APPT
PTT Control
90,1
30,8
34,2
205
13,4
16,0
35,6
36,5
fL
pg
%
ribu/uL
detik
detik
detik
detik
82 – 92
27 – 32
32 – 37
150 – 400
12 – 18
12.4 – 17.9
20 – 40
27.5 – 39.5
IMUNOSEROLOGI
HBsAgNon Reaktif Non Reaktif
Kimia Klinik
Diabetes
Glukosa Darah sewaktu
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
86
23
0,77
mg/dL
mg/dL
mg/dL
60 – 110
20 – 40
0,5 – 1,5
Urine
Urin Lengkap
Kimia Urine
Warna
Kejernihan
pH
Kuning
Keruh
7.0
*
Kuning
Jernih
5.0 – 8.0
10
Berat Jenis
Albumin Urine
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah Samar
Lekosit Esterase
Nitrit
Mikroskopis Urine
Eritosit
Lekosit
Silinder
Epitel
Kristal
Bakteri
Lain - Lain
1015
Negatif
Negatif
Negatif
0.2
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0 – 2
0 – 5
Negatif
Gepeng 1 (+)
Negatif
Positif 1 (+)
Negatif
*
UE
/ipb
/ipb
1005 – 1030
Neg
Neg
Neg
0.1 - 1
Neg
Neg
Neg
Neg
< 2
< 5
Neg
Gepeng (+)
Neg
Neg
Neg
Pemeriksaan Laboratorium 27/07/2015
Pemeriksaan Hasil Flag Satuan Nilai normal
Imunoserologi
T3 Total
T4 Total
1,49
10,90
nmol/l
ug/dL
0,6 – 1,78
4,65 – 12,5
11
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG (27 Juli 2015)
Normal Sinus Rhythm
Possible Left Atrial Enlargment
Left Ventricular Hypertrophy
USG (4 Agustus 2015)
Janin tunggal presentasi kepala
BPD : 9,0 cm
HC : 33 cm
FL : 7,4 cm
AC : 32 cm
Estimated Fetal Weight: 3030 gram
Plasenta di korpus belakang grade III
Ketuban cukup
Janin laki-laki
Kesan: Hamil aterm 37 minggu
CTG (4 Agustus 2015)
12
13
DIAGNOSIS
Ibu : G3P2A0 Hamil 36-37 minggu dengan riwayat hipertiroid dan hipertensi
Janin : Janin intra uterin, tunggal hidup.
PROGNOSIS
Ibu : Dubia ad Bonam
Janin : Dubia ad Bonam
PENATALAKSANAAN
Amlodipin 1 x 5 mg
Rencana sectio caesarea dan MOW
LAPORAN OPERASI
Nama ahli bedah: dr. Christofel Panggabean Sp.OG(K)FM
Jenis anestesi: spinal anestesi
Jenis operasi: SCTPP
Tanggal operasi: 4 Agustus 2015
Diagnosis pre-operasi: G3P2A0 hamil aterm dengan hipertiroid dan hipertensi
Diagnosis post-operasi: P3A0 hamil aterm post SC atas indikasi hipertiroid
dan hipertensi
1. Posisi terlentang diatas meja operasi dengan anestesi spinal
2. Asepsis dan antisepsis daerah operasi, ditutup doek steril
3. Insisi modifikasi pfanenstiel, insisi diperdalam sampai peritoneum
4. Tampak uterus gravidarum
14
5. Plica vesica uterine disayat semilunar, kandung kemih disisihkan dan
dilebarkan secara tangan berbentuk semilunar
6. Lahir bayi laki-laki, BBL 2900 gr, PBL 51 cm, A/S 7/8, ketuban jernih,
pukul 19.15 WIB
7. Dilakukan eksploras rongga abdomen, dicari tuba
8. Dilakukan tubektomi dengan cara porneroy
9. Setelah diyakini tidak ada perdarahan, dinding abdomen ditutup lapis
demi lapis
10. Luka operasi ditutup dengan kassa betadine
11. Operasi selesai
INSTRUKSI POST OPERASI
Rawat HCU
Observasi TNSP, PPV, diuresis tiap 30 menit selama 7 jam selanjutnya tiap 1
jam selama 24 jam
Cek Hb 6 jam post op, jika Hb <7gr/dl maka transfusi
Terapi injeksi
o Hypobhac 2 x 150
o Cefotaxime 2 x 1
o Ketorolac 3 x 1
Terapi oral
o Nifedipine 4 x 10
15
FOLLOW-UP
05/08/2015 (HCU)
S : Nyeri luka post op, belum buang angin, perut kembung
O :
KU/KES : TSS/Compos Mentis.
Tekanan Darah : 147/99 mmHg.
Nadi : 88x/menit.
Pernapasan : 28x/menit.
Suhu : 36,8oC.
Status Generalis
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
Thoraks : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Abdomen : Bising usus (+), hipertimpani, supel, nyeri tekan
seluruh lapang
Genital : Fluor (-) Fluksus (+)
Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (-)/(-), CRT < 3 detik
A : P3A0 hamil aterm post SC atas indikasi hipertiroid dan hipertensi
P :
o Terapi infus
Dextrose : RL : NaCl = 2 : 1 : 1 20 tpm
o Terapi injeksi
Hypobach 2 x 150
Cefotaxime 2 x 1
Ketorolac 3 x 1
Ranitidin 2 x 1
OMZ 2 x 1
o Terapi oral
16
Nifedipine 4 x 10 mg
Mylanta 3 x 1 cth
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Flag Satuan Nilai normal
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Lekosit
Hb
Hematokrit
Trombosit
23,7
12,3
35,0
155
*
*
ribu/uL
g/dL
%
ribu/ul
5 – 10
12 – 14
37 – 47
150 – 400
06/08/2015 (HCU)
S : Nyeri luka post op, perut mules berkurang dan kembung, sudah buang
angin
O :
KU/KES : TSS/Compos Mentis.
Tekanan Darah : 133/95 mmHg.
Nadi : 98x/menit.
Pernapasan : 24x/menit.
Suhu : 36,8oC.
Status Generalis
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
Thoraks : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Abdomen : Bising usus (+), hipertimpani, supel, nyeri tekan (-)
Genital : Fluor (-) Fluksus (+)
Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (-)/(-), CRT < 3 detik
17
A : P3A0 hamil aterm post SC atas indikasi hipertiroid dan hipertensi
P :
o Terapi injeksi
Hypobach 2 x 150
Cefotaxime 2 x 1
Ketorolac 3 x 1
Ranitidin 2 x 1
OMZ 2 x 1
o Terapi oral
Nifedipine 4 x 10 mg
Mylanta 3 x 1 cth
o Terapi Suppositoria
Microlax supp cair
07/08/2015 (HCU)
S : Nyeri luka post op, perut mules berkurang dan kembung, sudah buang
angin
O :
KU/KES : TSS/Compos Mentis.
Tekanan Darah : 130/92 mmHg.
Nadi : 105x/menit.
Pernapasan : 20x/menit.
Suhu : 36,5oC.
Status Generalis
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
Thoraks : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Abdomen : Bising usus (+), timpani, supel, nyeri tekan (-)
Genital : Fluor (-) Fluksus (+)
18
Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (-)/(-), CRT < 3 detik
A : P3A0 hamil aterm post SC atas indikasi hipertiroid dan hipertensi
P :
o Terapi injeksi
Hypobach 2 x 150
Cefotaxime 2 x 1
Ketorolac 3 x 1
Ranitidin 2 x 1
OMZ 2 x 1
o Terapi oral
Nifedipine 4 x 10 mg
Mylanta 3 x 1 cth
Cefadroxil 3 x 500 mg
Metronidazole 3 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
SF 2 x 1
o Terapi Suppositoria
Microlax supp cair
08/08/2015
S : Perut kembung sedikit, sudah buang air besar, nyeri kepala
O :
KU/KES : TSR/Compos Mentis
Tekanan Darah : 150/90 mmHg.
Nadi : 100x/menit.
Pernapasan : 20x/menit.
Suhu : 37,0oC.
Status Generalis
19
Mata : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
Thoraks : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Abdomen : Bising usus (+), timpani, supel, nyeri tekan (-)
Genital : Fluor (-) Fluksus (+)
Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (-)/(-), CRT < 3 detik
A : P3A0 hamil aterm post SC atas indikasi hipertiroid dan hipertensi
P :
o Terapi oral
Nifedipine 3 x 10 mg
Cefadroxil 3 x 500 mg
Metronidazole 3 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
SF 2 x 1
20
BAB III
ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesis, didapatkan bahwa Ny. RY, usia 43 tahun, datang
dengan keluhan mules-mules sejak pagi dan semakin sering, sehubungan dengan
kehamilan OS, mules menandakan adanya kontraksi pada rahim, dimana dapat terjadi
karena berbagai macam rangsangan. Dari riwayat haid, didapatkan bahwa OS dengan
HPHT pada 13 November 2014, diperkirakan taksiran partus pada tanggal 20
Agustus 2015, dengan usia kehamilan diperkirakan sekitar 36-37 minggu.
Pada status obstetrik didapatkan tinggu fundus uteri 30 cm dengan taksiran
kelahiran 20 Agustus 2015, menunjukkan perkiraan usia kehamilan sekitar 36-37
minggu, denyut jantung dalam batas normal.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan bahwa:
Pemeriksaan Hematologi
Darah lengkap
↑ LED : adanya infeksi kronis sehingga pengendapan eritrosit semakin cepat.
Eosipenia adalah penurunan jumlah eosinofil dalam sirkulasi. Eosipenia dapat
terjadi pada saat tubuh merespon stress.
Neutrofilia : Peningkatan jumlah neutrofil berkaitan dengan tingkat keganasan
infeksi, Derajat neutrofilia sebanding dengan jumlah jaringan yang mengalami
inflamasi.
Limfopenia : Sel ini kecil dan bergerak ke daerah inflamasi pada tahap awal
dan tahap akhir proses inflamasi. Merupakan sumber imunoglobulin yang
penting dalam respon imun seluler tubuh.
21
Pemeriksaan Urin
Kimia urin
Kekeruhan pada urin, bakteri (+) 1 : menandakan adanya proses infeksi
pada traktus urinarius.
Mikroskopis
Bakteri : Proses infeksi yang terjadi pada traktus urinarius.
Diagnosis pasien berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, yaitu G3P2A0 Hamil 36-37 minggu, hamil aterm dengan
riwayat hipertiroid dalam pengobatan dan hipertensi dalam kehamilan. Usia
kehamilan sesuai dilihat dari tinggi fundus uteri. Namun pada kehamilan ini tidak
didapatkan tanda-tanda hipertiroid.
22
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
I. HORMON TIROID PADA KEHAMILAN
Pada janin iodin disuplai melalui plasenta. Saat awal gestasi, janin bergantung
sepenuhnya pada hormon tiroid (tiroksin) ibu yang melewati plasenta karena fungsi
tiroid janin belum berfungsi sebelum 12-14 minggu kehamilan. Tiroksin dari ibu
terikat pada reseptor sel-sel otak janin, kemudian diubah secara intraseluler menjadi
fT3 yang merupakan proses penting bagi perkembangan otak janin bahkan setelah
produksi hormon tiroid janin, janin masih bergantung pada hormon-hormon tiroid
ibu, asalkan asupan iodin ibu adekuat.3,6 Waktu paruh tiroksin yang terikat globulin
bertambah dari 15 menit menjadi 3 hari dan konsentrasinya menjadi 3 kali lipat saat
usia gestasi 20 minggu akibat glikosilasi estrogen. 2
Hormon hCG dan TSH memiliki reseptor dan subunit alpha yang sama. Pada
trimester pertama, sindrom kelebihan hormon bisa muncul, hCG menstimulasi
reseptor TSH dan memberi gambaran biomekanik hipertiroid. Hal ini sering terjadi
pada kehamilan multipel, penyakit trofoblastik dan hiperemesis gravidarum, dimana
konsentrasi hCG total dan subtipe tirotropik meningkat. 3 Peningkatan laju filtrasi
glomerulus dan peningkatan uptake iodin ke dalam kelenjar tiroid yang dikendalikan
oleh peningkatan konsentrasi tiroksin total dapat menyebabkan atau memperburuk
keadaan defisiensi iodin.4 Tiga hormon deiodinase mengontrol metabolisme T4
menjadi fT3 yang lebih aktif dan pemecahannya menjadi komponen inaktif.
Konsentrasi deiodinase III meningkat di plasenta dengan adanya kehamilan,
melepaskan iodin jika perlu untuk transpor ke janin, dan jika mungkin berperan
dalam penurunan transfer tiroksin.
Menurut Glinoer, kehamilan merupakan suatu keadaan yang unik, dimana faal
kelenjar tiroid dipengaruhi oleh 3 perubahan, yaitu :
23
1. Terjadi perubahan dalam ekonomi tiroid karena meningkatnya kadar TBG
sebagai respons terhadap peningkatan kadar estrogen. Akibat peningkatan
kadar TBG ini akan terjadi kenaikan kadar Protein Binding Iodine mulai
minggu ke 12 yang mencapai 2 kali kadar normal. Juga akan terjadi kenaikan
kadar T4 dan T3 didalam serum.
Peningkatan kadar TBG serum selama kehamilan disebabkan karena
meningkatnya produksi TBG oleh sel-sel hati dan menurunnya degradasi
TBG perifer akibat modifikasi oligosakarida karena pengaruh kadar estrogen
yang tinggi.
2. Terjadi peningkatan sekresi Thyroid Stimulating Factors (TSF) dari
plasenta terutama Human Chorionic Gonadotropin (HCG). HCG menyerupai
TSH, dimana keduanya merupakan glikoprotein yang mempunyai gugus alfa
yang identik. Bukti terbaru menunjukkan bahwa HCG merupakan suatu
Chorionic Thyrotropin dimana aktifitas biologik dari 1 Unit HCG ekivalen
dengan 0,5 uU TSH.
3. Kehamilan disertai dengan penurunan persediaan yodium didalam kelenjar
tiroid karena peningkatan klirens ginjal terhadap yodium dan hilangnya
yodium melalui kompleks feto-plasental pada akhir kehamilan. Hal ini akan
menyebabkan keadaan defisiensi yodium relatif. Bersamaan dengan
meningkatnya laju filtrasi glomerulus selama kehamilan, ekskresi yodium
meningkat dan terjadi penurunan “ iodine pool”.
Respons TSH terhadap TRH juga meningkat selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena pengaruh estrogen, dimana dapat juga terjadi pada wanita tidak
hamil yang menggunakan obat kontrasepsi. Walaupun terjadi perubahan diatas,
namun kecepatan produksi hormon tiroid tidak mengalami perubahan selama
24
kehamilan. Menurut Burrow, pada wanita hamil terjadi beberapa perubahan faal
kelenjar tiroid seperti tersebut dibawah ini :
Meningkat :
A. Laju metabolisme basal
B. Ambilan yodium radioaktif
C. Respons terhadap TRH
D. Thyroxin Binding Globulin (TBG)
E. Tiroksin
F. Triyodotironin
G. Human Chorionic Thyrotropin/ Gonadotropin
H. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)
Tidak berubah :
A. Konsentrasi tiroksin bebas (fT4)
B. Kecepatan produksi tiroksin
Perubahan faal kelenjar tiroid ibu selama kehamilan diikuti pula oleh
perubahan faal kelenjar tiroid janin. Yodium organik tidak ditemukan dalam kelenjar
tiroid janin sebelum usia kehamilan 10 minggu. Pada usia kehamilan 11-12 minggu,
kelenjar tiroid janin baru mulai memproduksi hormon tiroid. TSH dapat dideteksi
dalam serum janin mulai usia kehamilan 10 minggu, tetapi masih dalam kadar yang
rendah sampai usia kehamilan 20 minggu yang mencapai kadar puncak 15 uU per ml
dan kemudian turun sampai 7 uU per ml. Penurunan ini mungkin karena kontrol dari
hipofisis yang mulai terjadi pada usia kehamilan 12 minggu sampai 1 bulan post
natal. Selama usia pertengahan kehamilan, didalam cairan amnion dapat dideteksi
adanya T4 yang mencapai puncaknya pada usia kehamilan 25 sampai 30 minggu.
Kadar T3 didalam cairan amnion selama awal kehamilan masih rendah dan berangsur
akan meningkat.
25
Tetrayodotironin (T4) didalam tubuh janin terutama dimetabolisir dalam
bentuk reverse T3 (rT3) , hal ini mungkin disebabkan karena sistem enzimnya belum
matang.
Reverse T3 meningkat terus dan mencapai kadar puncak pada usia kehamilan 17
sampai 20 minggu. Kadar rT3 didalam cairan amnion dapat dipakai sebagai diagnosis
prenatal terhadap kelainan faal kelenjar tiroid janin. Pada saat lahir terjadi
peningkatan kadar TSH karena sekresinya oleh hipofisis meningkat. Kadar TSH
neonatus meningkat beberapa menit setelah lahir 7,5 uU/ml dan mencapai puncaknya
30 uU/ ml dalam 3 jam. Karena rangsangan TSH akan terjadi kenaikan yang tajam
dari kadar T4 total dan T4 bebas didalam serum. Kadar T3 juga meningkat secara
dramatis, tetapi sebagian tidak tergantung dari TSH. Hal ini mungkin disebabkan
karena meningkatnya aktifitas jaringan dalam memetabolisir T4 menjadi T3. Ambilan
yodium radioaktif neonatus meningkat mulai 10 jam setelah lahir yang mencapai
puncaknya pada hari kedua dan menurun sampai batas normal seperti orang dewasa
pada hari ke 5 setelah lahir.
Tabel 1 menunjukkan faal kelenjar tiroid ibu dan neonates
TBG
(mg/dl)
T4
(ug/dl)
T3
(ng/dl)
rT3
(ng/dl)
Wanita tidak hamil
Wanita hamil aterm
Neonatus
4,3
8,7
5,4
7,6
14,3
11,0
111
173
50
40
54
136
26
Tabel 2 menunjukkan tes faal tiroid dari darah ibu dan darah tali pusat bayi pada saat
baru lahir
T e s Darah ibu Darah tali pusat
T4 serum (ug/100 ml)
fT4 (ng/100 ml)
T3 serum (ng/100 ml)
rT3 (ng/100 ml)
resin T3 uptake
TBG (mg/L)
TSH serum (uU/ml)
10 – 16
2,5 – 3,5
150 – 250
36 – 65
22
30 – 50
0 - 6
6 – 13
1,5 – 3,0
40 – 60
80 – 360
25 – 35
12 – 30
0 – 20
II. HIPERTIROID PADA KEHAMILAN
Prevalensi hipertiroid di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1%. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave, yang 5-10 kali lebih sering dialami wanita dengan
puncaknya pada usia reproduktif. Prevalensi hipertiroid dalam kehamilan 0,1-0,4%,
85% dalam bentuk penyakit Grave. Sama halnya seperti penyakit autoimun lain,
tingkat aktivitas penyakit Grave dapat berfluktuasi saat trimester pertama dan
membaik perlahan setelahnya; dapat mengalami eksaserbasi tidak lama setelah
melahirkan. Walaupun jarang, persalinan, seksio sesarea, dan infeksi dapat memicu
hipertiroid atau bahkan badai tiroid (thyroid storm).2,8 Kehamilan, begitu juga
hipertiroid adalah kondisi peningkatan laju metabolisme. Fakta ini menyulitkan
mengenali tanda dan gejala tipikal tirotoksikosis yang biasanya mudah dikenali pada
pasien tidak hamil.
Misalnya, gejala seperti amenorea, lemas, labilitas emosi, intoleransi terhadap
panas, mual dan muntah dapat terlihat baik pada pasien hamil dan juga hipertiroid.
27
Begitu juga tanda-tanda seperti kulit terasa hangat, takikardia, peningkatan tekanan
darah, dan bahkan struma kecil tidak bersifat pasti. Namun, ada menifestasi yang
harus lebih diperhatikan seperti kenaikan berat badan yang rendah selama hamil
dengan nafsu makan baik, adanya tremor, dan manuver Valsava tanpa akselerasi laju
jantung. Mengingat kebanyakan kasus disebabkan oleh penyakit Grave, dicari
tandatanda oftalmopati Grave (tatapan melotot, kelopak tertinggal saat menutup mata,
eksoftalmos) dan bengkak tungkai bawah (pretibial myxedema).10 Rendahnya spesifi
sitas tanda dan gejala membuat tes laboratorium merupakan alat diagnosis yang
paling baik untuk penyakit tiroid pada ibu hamil. Mual dan muntah setelah kehamilan
20 minggu jarang ditemukan. Kondisi muntah harus dibedakan dari kondisi lain yang
juga dapat menyebabkan muntah persisten, seperti hiperemesis gravidarum, gangguan
gastrointestinal (appendisitis, hepatitis, pankreatitis, dan gangguan saluran empedu),
pielonephritis, dan gangguan metabolik lain.
Pemeriksaan laboratorium mencakup kadar keton urin, BUN, kreatinin, alanin
aminotransferase, aspartat aminotransferase, elektrolit, dan tirotropin (termasuk
tiroksin T4 bebas jika tirotropin rendah). Biasanya tirotropin tertekan pada pasien-
pasien hamil karena hCG bereaksi silang dengan tirotropin dan menstimulasi kelenjar
tiroid. Kondisi hipertiroid ini biasanya hilang spontan dan tidak membutuhkan
pengobatan. Kadar T4 dan tirotroponin pada hiperemesis dapat mirip dengan pasien
Grave, akan tetapi pasien hiperemesis tidak memiliki gejala penyakit Grave ataupun
antibodi tiroid. Jika kadar fT4 meningkat tanpa tanda dan gejala penyakit Grave,
pemeriksaan sebaiknya diulang setelah usia kehamilan 20 minggu. Pemeriksaan USG
sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi kehamilan multipel atau mola hidatodosa.11
Tirotoksikosis ibu yang tidak diobati secara adekuat meningkatkan risiko kelahiran
prematur, IUGR, berat badan lahir rendah, preeklamsia, gagal jantung kongestif, dan
IUFD.
Pada sebuah penelitian retrospektif, rata-rata komplikasi berat pada pasien
yang diobati dibandingkan dengan yang tidak adalah: preeklamsia - 7% banding 14-
28
22%, gagal jantung kongestif - 3% banding 60%, thyroid storm - 2% banding 21%.
Sebaliknya pengobatan thionamide berlebih dapat menyebabkan hipotiroid iatrogenik
pada janin.2,10 Pasien dengan kecurigaan hipertiroid membutuhkan pengukuran
kadar TSH, T4, T3, dan antibodi reseptor tiroid. Interpretasi fungsi tiroid harus
memperhatikan hubungan dengan hormon HCG yang dapat menurunkan kadar TSH
dan meningkatkan kadar TBG selama kehamilan; kadar serum TSH di bawah normal
tidak boleh dijadikan interpretasi diagnostik hipertiroid dalam kehamilan. Interpretasi
terbaik adalah dengan kadar T3 karena kadar fT4 juga meningkat pada separuh
wanita hiperemesis gravidarum tanpa hipertiroid.2 Hipertiroid subklinis (kadar TSH
di bawah normal, kadar fT4 dan T4 dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda
hipertiroid) dapat ditemukan pada hiperemesis gravidarum. Pengobatan kondisi ini
tidak berhubungan dengan perbaikan hasil kehamilan dan dapat memberikan risiko
paparan obat anti tiroid yang tidak perlu terhadap janin.2
Pengaruh hipertiroidisme terhadap kehamilan
Hipertiroidisme akan menimbulkan berbagai komplikasi baik terhadap ibu maupun
janin dan bayi yang akan dilahirkan. Komplikasi-komplikasi tersebut antara lain :
Komplikasi terhadap ibu :
A. Payah Jantung
Keadaan hipertiroidisme dalam kehamilan dapat meningkatkan morbiditas ibu yang
serius, terutama payah jantung. Mekanisme yang pasti tentang terjadinya perubahan
hemodinamika pada hipertiroidisme masih simpang siur. Terdapat banyak bukti
bahwa pengaruh jangka panjang dari peningkatan kadar hormon tiroid dapat
menimbulkan kerusakan miokard, kardiomegali dan disfungsi ventrikel. Hormon
tiroid dapat mempengaruhi miokard baik secara langsung maupun tidak langsung.
29
Pengaruh langsung :
Hormon tiroid dapat mengakibatkan efek inotropik positip dan kronotropik positip
pada miokard melalui beberapa cara :
1. Komponen metabolisme :
a. Meningkatkan jumlah mitokondria
b. Meningkatkan sintesis protein terutama sintesis miosin yang menyebabkan aktifitas
ATPase miosin meningkat
c. Meningkatkan aktifitas pompa natrium pada sel-sel miokard
d. Meningkatkan ion kalsium miokard yang akan mempengaruhi interaksi aktin-
miosin dan menghasilkan eksitasi kontraksi miokard
e. Menyebabkan perubahan aktifitas adenilsiklase sehingga meningkatkan kepekaan
miokard terhadap katekolamin.
2. Komponen simpul sinoatrial :
Terjadi pemendekan waktu repolarisasi dan waktu refrakter jaringan atrium, sehingga
depolarisasi menjadi lebih cepat. Hal ini menyebabkan takikardia sinus dan fibrilasi
atrium.
3. Komponen adrenoreseptor :
Pada hipertiroidisme, densitas adrenoreseptor pada jantung bertambah. Hal ini
dikarenakan pengaruh hormon tiroid terhadap interkonversi reseptor alfa dan beta.
Hipertiroidisme menyebabkan penambahan reseptor beta dan pengurangan reseptor
alfa.
Pengaruh tidak langsung :
1. Peningkatan metabolisme tubuh :
Hormon tiroid menyebabkan metabolisme tubuh meningkat dimana terjadi
vasodilatasi perifer, aliran darah yang cepat (hiperdinamik), denyut jantung
meningkat sehingga curah jantung bertambah.
30
2. Sistem simpato-adrenal :
Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan peningkatan aktifitas sistem simpato-
adrenal melalui cara :
a) Peningkatan kadar katekolamin
b) Meningkatnya kepekaan miokard terhadap katekolamin
Secara klinis akan terjadi peningkatan fraksi ejeksi pada waktu istirahat,
dimana hal ini dapat pula disebabkan oleh kehamilan itu sendiri. Disfungsi ventrikel
akan bertambah berat bila disertai dengan anemia, preeklamsia atau infeksi. Faktor-
faktor risiko ini sering terjadi bersamaan pada wanita hamil. Davis,LE dan kawan-
kawan menyebutkan bahwa payah jantung lebih sering terjadi pada wanita hamil
hipertiroidisme yang tidak terkontrol terutama pada trimester terakhir.
Krisis tiroid
Salah satu komplikasi gawat yang dapat terjadi pada wanita hamil dengan
hipertiroidisme adalah krisis tiroid. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor-faktor
pencetus antara lain persalinan, tindakan operatif termasuk bedah Caesar, trauma dan
infeksi. Selain itu krisis tiroid dapat pula terjadi pada pasien-pasien hipertiroidisme
hamil yang tidak terdiagnosis atau mendapat pengobatan yang tidak adekuat. Menurut
laporan Davis LE dan kawan-kawan, dari 342 penderita hipertiroidisme hamil, krisis
tiroid terjadi pada 5 pasien yang telah mendapat pengobatan anti tiroid, 1 pasien yang
mendapat terapi operatif , 7 pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak mendapat
pengobatan. Krisis tiroid ditandai dengan manifestasi hipertiroidisme yang berat dan
hiperpireksia. Suhu tubuh dapat meningkat sampai 41oC disertai dengan kegelisahan,
agitasi, takikardia, payah jantung, mual muntah, diare,delirium, psikosis, ikterus dan
dehidrasi.
31
Komplikasi terhadap janin dan neonatus :
Untuk memahami patogenesis terjadinya komplikasi hipertiroidisme pada
kehamilan terhadap janin dan neonatus, perlu kita ketahui mekanisme hubungan ibu
janin pada hipertiroidisme. Sejak awal kehamilan terjadi perubahan-perubahan faal
kelenjar tiroid sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sedangkan kelenjar tiroid janin
baru mulai berfungsi pada umur kehamilan minggu ke 12-16. Hubungan ibu janin
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
TSH tidak dapat melewati plasenta, sehingga baik TSH ibu maupun TSH
janin tidak saling mempengaruhi. Hormon tiroid baik T3 maupun T4 hanya dalam
jumlah sedikit yang dapat melewati plasenta. TSI atau TSAb dapat melewati plasenta
dengan mudah. Oleh karena itu bila kadar TSI pada ibu tinggi, maka ada
kemungkinan terjadi hipertiroidisme pada janin dan neonatus. Obat-obat anti tiroid
seperti PTU dan Neo Mercazole, zat-zat yodium radioaktif dan yodida, juga
propranolol dapat dengan mudah melewati plasenta. Pemakaian obat-obat ini dapat
mempengaruhi kehidupan dan perkembangan janin. Pemakaian zat yodium radioaktif
merupakan kontra indikasi pada wanita hamil karena dapat menyebabkan
hipotiroidisme permanen pada janin.
32
Hipertiroidisme janin dan neonatus :
Hipertiroidisme janin dapat terjadi karena transfer TSI melalui plasenta
terutama bila ibu hamil hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan anti tiroid.
Hipertiroidisme janin dapat pula terjadi pada ibu hamil yang mendapat pengobatan
hormon tiroid setelah mengalami operasi tiroidektomi, sedangkan didalam serumnya
kadar TSI masih tinggi. Diagnosis ditegakkan dengan adanya peningkatan kadar TSI
ibu dan bunyi jantung janin yang tetap diatas 160 x per menit. Kurang lebih 1%
wanita hamil dengan riwayat penyakit Grave akan melahirkan bayi dengan
hipertiroidisme. Hipertiroidisme neonatus kadang-kadang tersembunyi, biasanya
berlangsung selama 2 sampai 3 bulan.
Hipertiroidisme neonatus disertai dengan mortalitas yang tinggi. Komplikasi
jangka panjang pada bayi yang bertahan hidup akan mengakibatkan terjadinya
kraniosinostosis prematur yang menimbulkan gangguan perkembangan otak.
Kematian biasanya terjadi akibat kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan
penyakit jantung kongestif. Diagnosis hipertiroidisme neonatus ditegakkan atas dasar
gambaran klinis dan laboratorium. Adanya struma, eksoftalmos dan takikardia pada
bayi yang hiperaktif dengan kadar tiroksin serum yang meningkat sudah cukup untuk
dipakai sebagai pegangan diagnosis. Namun dapat pula terjadi gambaran klinis yang
lain seperti payah jantung, hepatosplenomegali, ikterus dan trombositopenia.
Penatalaksanaan
Oleh karena yodium radioaktif merupakan kontra indikasi terhadap wanita
hamil, maka pengobatan hipertiroidisme dalam kehamilan terletak pada pilihan antara
penggunaan obat-obat anti tiroid dan tindakan pembedahan. Namun obat-obat anti
tiroid hendaklah dipertimbangkan sebagai pilihan pertama.
33
Obat-obat anti tiroid
Obat-obat anti tiroid yang banyak digunakan adalah golongan tionamida yang
kerjanya menghambat sintesis hormon tiroid melalui blokade proses yodinasi molekul
tirosin. Obat-obat anti tiroid juga bersifat imunosupresif dengan menekan produksi
TSAb melalui kerjanya mempengaruhi aktifitas sel T limfosit kelenjar tiroid. Oleh
karena obat ini tidak mempengaruhi pelepasan hormon tiroid, maka respons klinis
baru terjadi setelah hormon tiroid yang tersimpan dalam koloid habis terpakai.
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan eutiroid tergantung dari
jumlah koloid yang terdapat didalam kelenjar tiroid. Pada umumnya perbaikan klinis
sudah dapat terlihat pada minggu pertama dan keadaan eutiroid baru tercapai setelah
4-6 minggu pengobatan. Propylthiouracil (PTU) dan metimazol telah banyak
digunakan pada wanita hamil hipertiroidisme. Namun PTU mempunyai banyak
kelebihan dibandingkan metimazol antara lain:
a) PTU dapat menghambat perubahan T4 menjadi T3 disamping menghambat sintesis
hormon tiroid.
b) PTU lebih sedikit melewati plasenta dibandingkan metimazol karena PTU
mempunyai ikatan protein yang kuat dan sukar larut dalam air.
Selain itu terdapat bukti bahwa metimazol dapat menimbulkan aplasia cutis
pada bayi. Oleh karena itu, PTU merupakan obat pilihan pada pengobatan
hipertiroidisme dalam kehamilan. Pada awal kehamilan sebelum terbentuknya
plasenta, dosis PTU dapat diberikan seperti pada keadaan tidak hamil, dimulai dari
dosis 100 sampai 150 mg setiap 8 jam. Setelah keadaan terkontrol yang ditunjukkan
dengan perbaikan klinis dan penurunan kadar T4 serum, dosis hendaknya diturunkan
sampai 50 mg 4 kali sehari. Bila sudah tercapai keadaan eutiroid, dosis PTU
diberikan 150 mg per hari dan setelah 3 minggu diberikan 50 mg 2 kali sehari.
Pemeriksaan kadar T4 serum hendaknya dilakukan setiap bulan untuk memantau
perjalanan penyakit dan respons pengobatan. Pada trimester kedua dan ketiga, dosis
PTU sebaiknya diturunkan serendah mungkin. Dosis PTU dibawah 300 mg per hari
diyakini tidak menimbulkan gangguan faal tiroid neonatus. Bahkan hasil penelitian
34
Cheron menunjukkan bahwa dari 11 neonatus hanya 1 yang mengalami
hipotiroidisme setelah pemberian 400 mg PTU perhari pada ibu hamil
hipertiroidisme.
Namun keadaan hipertiroidisme maternal ringan masih dapat ditolerir oleh
janin daripada keadaan hipotiroidisme. Oleh karena itu kadar T4 dan T3 serum
hendaknya dipertahankan pada batas normal tertinggi. Selama trimester ketiga dapat
terjadi penurunan kadar TSAb secara spontan, sehingga penurunan dosis PTU tidak
menyebabkan eksaserbasi hipertiroidisme. Bahkan pada kebanyakan pasien dapat
terjadi remisi selama trimester ketiga, sehingga kadang-kadang tidak diperlukan
pemberian obat-obat anti tiroid. Namun Zakarija dan McKenzie menyatakan bahwa
walaupun terjadi penurunan kadar TSAb selama trimester ketiga, hal ini masih dapat
menimbulkan hipertiroidisme pada janin dan neonatus.
Oleh karena itu dianjurkan untuk tetap meneruskan pemberian PTU dosis
rendah (100-200 mg perhari). Dengan dosis ini diharapkan dapat memberikan
perlindungan terhadap neonatus dari keadaan hipertiroidisme. Biasanya janin
mengalami hipertiroidisme selama kehidupan intra uterin karena ibu hamil yang
hipertiroidisme tidak mendapat pengobatan atau mendapat pengobatan anti tiroid
yang tidak adekuat. Bila keadaan hipertiroidisme masih belum dapat dikontrol dengan
panduan pengobatan diatas, dosis PTU dapat dinaikkan sampai 600 mg perhari dan
diberikan lebih sering, misalnya setiap 4 – 6 jam. Alasan mengapa PTU masih dapat
diberikan dengan dosis tinggi ini berdasarkan hasil penelitian Gardner dan kawan-
kawan bahwa kadar PTU didalam serum pada trimester terakhir masih lebih rendah
dibandingkan kadarnya post partum. Namun dosis diatas 600 mg perhari tidak
dianjurkan.
Pemberian obat-obat anti tiroid pada masa menyusui dapat pula
mempengaruhi faal kelenjar tiroid neonatus. Metimazol dapat dengan mudah
melewati ASI sedangkan PTU lebih sukar. Oleh karena itu metimazol tidak
dianjurkan pada wanita yang sedang menyusui. Setelah pemberian 40 mg metimazol,
sebanyak 70 ug melewati ASI dan sudah dapat mempengaruhi faal tiroid neonatus.
35
Sebaliknya hanya 100 ug PTU yang melewati ASI setelah pemberian dosis 400 mg
dan dengan dosis ini tidak menyebabkan gangguan faal tiroid neonatus. Menurut
Lamberg dan kawan-kawan, PTU masih dapat diberikan pada masa menyusui asalkan
dosisnya tidak melebihi 150 mg perhari. Selain itu perlu dilakukan pengawasan yang
ketat terhadap faal tiroid neonatus.
Beta bloker
Gladstone melaporkan bahwa penggunaan propranolol dapat menyebabkan
plasenta yang kecil, hambatan pertumbuhan janin, gangguan respons terhadap
anoksia, bradikardia postnatal dan hipoglikemia pada neonatus. Oleh karena itu
propranolol tidak dianjurkan sebagai obat pilihan pertama jangka panjang terhadap
hipertiroidisme pada wanita hamil. Walaupun demikian cukup banyak peneliti yang
melaporkan bahwa pemberian beta bloker pada wanita hamil cukup aman. Beta
bloker dapat mempercepat pengendalian tirotoksikosis bila dikombinasi dengan
yodida. Kombinasi propranolol 40 mg tiap 6 jam dengan yodida biasanya
menghasilkan perbaikan klinis dalam 2 sampai 7 hari.
Yodida secara cepat menghambat ikatan yodida dalam molekul tiroglobulin
(efek Wolff-Chaikoff) dan memblokir sekresi hormon tiroid. Namun pengobatan
yodida jangka panjang dapat berakibat buruk karena menyebabkan struma dan
hipotiroidisme pada janin. Sebagai pengganti dapat diberikan larutan Lugol 5 tetes 2
kali sehari, tapi tidak boleh lebih dari 1 minggu.
Tindakan operatif
Tiroidektomi subtotal pada wanita hamil sebaiknya ditunda sampai akhir
trimester pertama karena dikawatirkan akan meningkatkan risiko abortus spontan.
Lagipula tindakan operatif menimbulkan masalah tersendiri, antara lain :
a) Mempunyai risiko yang tinggi karena dapat terjadi komplikasi fatal akibat
pengaruh obat-obat anestesi baik terhadap ibu maupun janin.
b) Dapat terjadi komplikasi pembedahan berupa paralisis nervus laryngeus,
hipoparatiroidisme dan hipotiroidisme yang sukar diatasi.
36
c) Tindakan operatif dapat mencetuskan terjadinya krisis tiroid.
Pembedahan hanya dilakukan terhadap mereka yang hipersensitif terhadap
obat-obat anti tiroid atau bila obat-obat tersebut tidak efektif dalam mengontrol
keadaan hipertiroidisme serta apabila terjadi gangguan mekanik akibat penekanan
struma. Sebelum dilakukan tindakan operatif, keadaan hipertiroisme harus
dikendalikan terlebih dahulu dengan obat-obat anti tiroid untuk menghindari
terjadinya krisis tiroid. Setelah operasi, pasien hendaknya diawasi secara ketat
terhadap kemungkinan terjadinya hipotiroidisme. Bila ditemukan tanda-tanda
hipotiroidisme, dianjurkan untuk diberikan suplementasi hormon tiroid.
III. DIAGNOSIS
Gambaran klinis
Secara klinis diagnosis hipertiroidisme dalam kehamilan sulit ditegakkan,
karena kehamilan itu sendiri dapat memberikan gambaran yang mirip dengan
hipertiroidisme. Pada kehamilan normal dapat ditemukan pula manifestasi
hiperdinamik dan hipermetabolik seperti pada keadaan hipertiroidisme. Disamping itu
penambahan berat badan yang terjadi pada kehamilan dapat menutupi gejala
penurunan berat badan yang terjadi pada hipertiroidisme. Oleh karena itu pegangan
klinis untuk diagnosis sebaiknya jangan dipakai. Walaupun demikian pada seorang
penderita hipertiroidisme Grave yang sudah dikenal, gambaran klinis yang klasik
dapat dipakai sebagai pegangan diagnosis.
Tanda klinis yang dapat digunakan sebagai pegangan diagnosis adalah adanya
tremor, kelainan mata yang non infiltratif atau yang infiltratif, berat badan menurun
tanpa diketahui sebabnya, miksedema lokal, miopati dan onikolisis. Semua keadaan
ini tidak pernah terjadi pada kehamilan normal. Bila nadi istirahat lebih dari 100 kali
37
permenit dan tidak melambat dengan perasat Valsalva, hal ini memberi kemungkinan
kuat adanya hipertiropidisme.
Pasien-pasien dengan hipertiroidisme hamil dapat mengalami hiperemesis
gravidarum yang hanya dapat diatasi dengan obat-obat anti tiroid.
Laboratorium :
1. Kadar T4 dan T3 total
Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan kadar
TBG oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190
nmol/liter (15 ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroidisme.
2. Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)
Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak
dipengaruhi oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar
fT4 dan fT3 sedikit menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja
mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroidisme.
3. Indeks T4 bebas (fT4I)
Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas tiroid yang
tidak dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari segi
biaya, pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang harus
dilakukan yaitu kadar fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi dari
segi diagnostik, pemeriksaan inilah yang paling baik pada saat ini.
4. Tes TRH
Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme hamil
dengan gejala samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan waktu
dan penderita harus disuntik TRH dulu.
38
5. TSH basal sensitif
Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes
skrining penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme,
tetapi juga untuk hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan tes
ini, maka tes TRH mulai banyak ditinggalkan.
6. Thyroid Stimulating Immunoglobulin (TSI)
Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita hipertiroidisme Grave
hamil. Kadar yang tetap tinggi mempunyai 2 arti penting yaitu :
a. Menunjukkan bahwa apabila obat anti tiroid dihentikan, kemungkinan besar
penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan proses
otoimun.
b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati
plasenta dengan mudah.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Krassas GE, Poppe K, Glinoer D. Thyroid Function and Human Reproductive
Health. Endocrine Rev. 2010;31:702-755.
2. Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al.
Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and Postpartum. J.
Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47
3. Girling J. Thyroid Disease in Pregnancy. Royal College of Obstetrician and
Gynecologist. 2008;10:237-243.
4. Haldiman M, Alt A, Blanc A, Blondeau K. Iodine Content of Food
Groups:descriptive statistics and analysis variance. Swiss Federal Offi ce of Pubic
Health. 2004.
5. WHO/UNICEF. Reaching Optimal Iodine Nutrition in Pregnant and Lactating
Women and Young Children. WHO/UNICEF Joint Statement. New York, 2007.
6. Henrichs J, Bongers-Schokking JJ, Schenk JJ, Ghassabian A, Schmidt HG, Visser
TJ, et al. Maternal Thyroid Function during Early Pregnancy and Cognituve
Functioning in Early Childhood. J. Endocrinol. Metabolism. 2010;95(9):4227-4234.
7. Colborn T. Neurodevelopmental and Endocrine Disruption. Environmental Health
Perspective. 2004;112:944-949
8. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD,
eds. Williams Obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hill; 2010. p.1126-1135.
9. Levine RJ, Vatten LJ, Horowitz GL, Qian C, Romundstad PR, Yu KF, et al. Pre-
eclampsia, soluble fms-like tyrosine kinase 1, and the risk of reduced thyroid
function: nested case-control and population based study. BMJ. 2009;339:b4336
10. Meczekalski B, Czyzyk A. Hyperthyroidism in Pregnancy: Diagnosis and
Management. Arch. Perinatal Med. 2009;15(3):127-135.
40
11. Niebyl JR. Nausea and Vomiting in Pregnancy: Clinical Practice. N Engl J Med.
2010;363:1544-1550.
12. Cooper DS. Antithyroid Drugs. Review Article. N Engl J Med. 2005;352:905-
917.
13. Rosenthal T, Oparil S. The Eff ect of Antihypertensive Drugs On the Fetus. J.
Hum. Hypertens. 2002;16:293–298.
14. Bahn RS, Burch HB, Cooper DS, Garber JR, Greenlee MC, Klein I, et al.
Hyperthyroidism and Other Cause of Thyrotoxicosis: Management Guidelines of the
American Thyroid Association and American Association of Clinical
Endocrinologists. 2011;21(6):593-646.
41