laporan kasus omsk
DESCRIPTION
laporan akasus Otitis media supuratif kronis, menjabarkan tentang OMSK secara umumTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli membuat pembagian dan klasifikasi
otitis media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitismedia supuratif dan otitis media non
supuratif (=otitis media serosa, otitis mediasekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi /
OME).
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi
penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita
kurang pendengaran yang signifikan.3 Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8%
dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah
sakit di Indonesia.1
Otitis media supuratif kronis dianggap sebagai salah satu penyebab tuli yangterpenting,
terutama di negara-negara berkembang, dengan prevalensi antara 1 -46%. Di Indonesia antara
2,10 - 5,20%, di Korea 3,33%, di Madras India 2,25%.Prevalensi tertinggi didapat pada
penduduk Aborigin di Australia dan Bangsa Indian di Amerika Utara.
Secara khusus, berdasarkan surevi Kesehatan Indera (1996), NTB merupakan salah satu
provinsi yang di data memeiliki angka morbiditas OMSK yang tinggi. Berdasarkan data rekam
medis RSUP NTB tahun 2006, didapatkan sebanyak 362 (8%) kasus OMSK dari jumlah
keseluruhan 4936 pasien pada tahun itu. Dari 362 kasus yang ada, rentang usia tertinggi
mengenai usia 0–10 tahun (32,87%) dan terendah mengenai usia > 50 tahun (6,90%).4
Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe sekunder,
OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe ganas). OMSK tipe
ganas ini dapat menimbulkan komplikasi ke dalam tulang temporal dan ke intrakranial yang
dapat berakibat fatal.5 Perbedaan tipe klinik penyakit ini dibuat berdasarkan apakah penyakit
1
melibatkan pars tensa atau pars plasida membran timpani sehingga perbedaan anatomi inilah
yang selanjutnya menimbulkan istilah “tubotimpanal” dan “atikoantral”.2
\
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga Tengah
2
Gambar 1. Anatomi Telinga
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ keseimbangan. Telinga
terdiri atas 3 bagian, yaitu: (1) Telinga luar, (2) Telinga tengah, dan (3) Telinga dalam.7
Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang terletak di
bagian petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah berbentuk kubus. Batas-batas telinga
tengah:
- Batas luar: membran timpani
- Batas depan: Tuba Eustachius
- Batas bawah: Vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas: tegmen timpani (meningen/ otak)
- Batas dalam: Berturut- turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.
1. Membran Timpani
3
Gambar 3. Struktur Membran Timpani
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran
Sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propria). Pars flaksida
hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian
dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran pernafasan. Pars tensa
memiliki satu lapisan lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit
serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.8
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai
umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah, yaitu pada
pukul 5 untuk membran timpani kanan, sementara membran timpani kiri pada arah jam 7.
Refleks cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di
membran timpani terdapat dua serabut yaitu sirkuler dan radier sehingga menyebabkan
timbulnya refleks cahaya.8
4
Membran timpani dibagi menjadi 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian/kuadran:
- Atas-depan
- Atas-belakang
- Bawah depan
- Bawah belakang
Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya merupakan
epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada pada celah tuba
auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia. Lamina propria tipis dan
menyatu dengan periosteum.7
2. Tulang Pendengaran
Yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak
tanpa rongga sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang
maleus dan inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar
stapes melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam.7
3. Otot
Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot-otot ini
berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.
a. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonnya berjalan
mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil
untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam
gagang maleus.
b. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding
posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes.
4. Dua Buah Tingkap
Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes, memisahkan
rongga timpani dari perilimfe dalam skala vestibuli koklea. Oleh karenanya getaran-getaran
membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-tulang pendengaran ke perilimf telinga
dalam. Untuk menjaga keseimbangan tekanan di rongga-rongga perilimf terdapat suatu
5
katup pengaman yang terletak dalam dinding medial rongga timpani di bawah dan belakang
tingkap oval dan diliputi oleh suatu membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat
(fenestra rotundum). Membran ini memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala
timpani koklea.7
5. Tuba Auditiva (Eustachius)
Menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring, lumennya gepeng, dengan dinding
medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen.
Epitelnya bervariasi dari epitel bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat
farings. Dengan menelan dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara
dapat masuk ke rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi
membran timpani menjadi seimbang.7
2.2 Otitis Media Supuratif Kronis
Otitis media supuratif kronis (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan
perforasi membrane timpani dan secret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang
timbul. Sekret dapat berbentuk encer atau kental, bening atau berupa nanah.8
Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan
bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di
belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab
utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM).6
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan
membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang
belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak danposisi tuba yang
datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah
menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.2,7 Pada
6
anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius
ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah.
Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga
tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel
lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah
permeabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah.9 Selain itu,
adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah
karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga
tengah.10
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan,
epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak
lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang
bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai
dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.11
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal
atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba
Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.2,7
Klasifikasi
OMSK dibagi atas 2 tipe, yaitu:
1. Tipe tubotimpanal
Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang
letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi tuba yang
menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena
proses peradangannya biasanya hanya pada mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe
aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.5
7
Gambar 4. Perforasi Sentral
2. Tipe atikoantral
Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena penyakit
menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai chronic supurative
otitis media with cholesteatoma.5
Perforasi membran timpani yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal
dan atik. Perforasi marginal ialah perforasi yang dihasilkan dari suatu kantong retraksi dan
muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang menyebabkan tidak ada sisa pinggir
membran timpani (anulus timpanikus). Oleh sebab itu dinding bagian tulang dari liang
telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi sehingga
tipe ini disebut ‘penyakit atikoantral’.5
Gambar 5. Perforasi Marginal
8
Gambar 6. Perforasi Atik
Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi yang dibatasi
oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang muncul dalam ruang yang
berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma mempunyai kemampuan untuk tumbuh,
mendestruksi tulang, dan menyebabkan infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik
dengan kolesteatoma sering dikatakan sebagai ‘penyakit yang tidak aman’ dan secara umum
memerlukan penatalaksanaan bedah.5
Gejala Klinis
Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga
yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak
berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau
busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar
dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau
telinga keluar darah.
Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:5,8
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Pada anamnesis ini digali keluhan
utama dan keluhan penyerta.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat
dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
9
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang
dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk
menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception
threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk menilai
kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan
anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.
Penatalaksanaan Medis
Prinsip mendasar penatalaksanaan medis pada OMSK adalah:9
1. Aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret.
Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari.
2. Terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal.
Antibiotik (minimal selama 7 hari) : golongan penicilin (lini pertama). Jika alergi pensilin,
beri eritromisin.
Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah secara operasi mastoidektomi, yang terdiri
dari:9,10
1. Mastoidektomi sederhana
Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga mastoid.
2. Mastoidektomi radikal
10
Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana
rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan
sehingga drainase mudah.
3. Timpanoplasti
Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran.
Komplikasi
Komplikasi OMSK dapat dibagi atas:8,9
1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) terdiri dari parese n. fasial dan labirinitis.
2. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses
subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, hidrosefalus otitis. Pada OMSK
ini walaupun telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila
didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah
terjadi komplikasi ke intracranial.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : ny. “h”
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : labu api
Waktu Pemeriksaan : 14 Januari 2012
No RM :000014
11
ANAMNESIS
Keluhan utama: keluar cairan bening dari telinga kiri
Riwayat penyakit sekarang: pasien datang ke poli THT RSUP NTB dengan keluhan keluar
cairan bening dari telinga sejak 3 minggu yang lalu disertai dengan nyeri dan penurunan
pendengaran pada telinga yang sama, cairan tidak berbau, jika di beri obat cairan berhenti
keluar. Pasien juga mengeluh sering pilek tapi secret atau ingus tidak bisa
keluar.demam(-),batuk(-), pernah keluar cairan yang sama 5 tahun yang lalu.
Riwayat penyakit dahulu: -
Riwayat penyakit keluarga: –
Riwayat sosial:
Pasien merupakan ibu rumah tangga
Riwayat pengobatan: pernah 2x operasi
Riwayat alergi: –
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah meler dan bersin-
bersin saat terkena debu atau dingin.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
12
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,4ºC
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
No. Pemeriksaan
Telinga
Telinga kanan Telinga kiri
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-)
Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-),
otorhea (-)
Serumen
Serumen (+) minimal,
hiperemis (-), furunkel (-),
edema (-), otorhea (-)
4. Membran
timpani
Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), sentral postero-
inferior), cone of light (+),
gambaran pulsasi (-)
Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-),
perforasi sentral (+), cone of
light (-)
13
Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri
Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi
(), nyeri tekan (-),
deformitas (-)
Bentuk (normal), hiperemi
(-), nyeri tekan (-),
deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa
pucat (-), hiperemia (-)
Bentuk (normal), mukosa
pucat (-), hiperemia (+)
Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-),
massa berwara putih
mengkilat (-).
Mukosa normal, sekret (-),
massa berwara putih
mengkilat (-).
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi
(-)
Edema (-), mukosa
hiperemi (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-),
ulkus (-)
Deviasi (-), perdarahan (-),
ulkus (-)
Pemeriksaan Tenggorokan
14
perforasi
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),
sekret (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
- -
Fossa Tonsillaris
dan Arkus Faringeus
hiperemi (-) hiperemi (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan rontgen mastoid terdapat mastoiditis bilateral kiri tipe sclerotic.
Pada pemeriksaan rontgen thorak terdapat thorak dalam batas normal
Pemeriksaan audiometry
Pada pemeriksaan audiometric terdapat pada aurikula sinistra CHL ringan dan
pada aurikula dekstra pendengaran normal.
Kultur sekret telinga
Pada pemeriksaan kultur terdapat obat-obat yang sensitive yaitu:15
Ofloxacin
Norfloxasin
Pefloxasin
Ciprofloxasin
Levofloxasin
Meropenem
cefoperazon
DIAGNOSIS
Otitis Media Supuratif Kronis Tipe aman aktif aurikula sinistra
DIAGNOSIS BANDING
-
TERAPI
Tympanoplasty Dextra
KIE
Pasien dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek
liang telinga.
Untuk sementara, telinga kanan jangan dulu terkena air. Bila mandi telinga kanan ditutup
dengan kapas.
Memberitahukan prosedur operasi secara umum dan prognosis dari tindakan operasi.
Temuan intra operasi:
Didapat granulasi pada liang telinga 1/3 dalam
Atresia liang telinga 1/3 dalam (terisi jaringan fibrous)
Jaringan granulasi melekat pada membran timpani
Mukosa liang telinga baik
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis Otitis Media Supuratif Kronis didapatkan melalui hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik telinga yang dilakukan. Pada anamnesis, tergambar jelas mengenai etiologi
dan perjalanan penyakit pasien. Anamnesis adanya keluhan penurunan pendengaran dan adanya
riwayat keluar cairan pada telinga kiri yang sering dan berulang sejak ± 5 tahun yang lalu
menunjukkan tanda-tanda terjadinya proses infeksi dan peradangan telah berlangsung kronis.
Pemeriksaan fisik telinga mengonfirmasi adanya proses inflamasi akibat infeksi pada
telinga tengah. Tampak adanya perforasi sentral membran timpani pada postero-inferior pars
tensa.
Pada dasarnya, prinsip terapi OMSK tipe mukosa (tipe aman) ialah konservatif atau
medikamentosa dan dievaluasi selama 2 bulan. Namun pada pasien ini, karena sekret pada liang
telinga masih aktif dan perforasi masih ada setelah diobserbvasi selama 2 bulan, maka terapi
yang ideal yang dilakukan ialah timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi 17
secara permanen, memperbaiki membrane timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.8
Kontrol setelah dilakukannya operasi tetap diperlukan untuk menilai adekuatnya hasil
tindakan operasi, khususnya kualitas pendengaran pasien dan gambaran membran timpani.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi otologi PERHATI–KL. Panduan Penatalaksanaan Baku Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) di Indonesia. Jakarta, Mei, 2002.
2. Browning G.G. Aetiopathology of Inflammatory Conditions of the External and Middle Ear.
In: Scott-Brown’s Otolaryngology. 6 edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997; 3/3/15.
3. World Health Organization. Chronic suppurative otitis media: Burden of Illness and
Management Options. Geneva, Switzerland, 2004.
4. Kadriyan, Hamsu. Seminar Otology Otitis Media Supurative Kronik (OMSK) di NTB.
Mataram, 2012.
5. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Dalam: Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Balai
Penerbit FK-UI, Jakarta, 2005; 55 – 7.
6. Murakami Y. Surgical Anatomy and Pathology for Reconstructive Middle Ear Surgery. In:
Suzuki JI et al. Reconstructive Surgery of the Middle Ear. Elsevier, Amsterdam, 1999, 116–8.
18
7. Seeley, Stephens, Tate. 2004. Anatomy and Physiology, Ch 15 The Special Senses 6th Ed. The
McGraw−Hill Companies, New York
8. Soepardi EA, Iskandar HN, editor. 2001, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FKUI
9. Ballenger J.J. Penyakit Telinga Kronis. Dalam: Ballenger J.J. Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid dua. Binarupa Aksara, Jakarta, 1997; 392.
10.Frootko N.J. Reconstruction of the Middle Ear. In: Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th
edition. Vol. 3. Butterworth-Heinemann, 1997;3/11/1-2.
11.Johnson G.D. Simple Mastoid Operation. In: Glasscock-Shambough Surgery of the Ear. 5th
edition. BC. Decker, Hamilton, Ontario, 2003;487.
19