laporan kasus (lapkas) vertigo-fariz
DESCRIPTION
lapkas pusing berputarTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. PD
• Usia : 78 tahun
• Alamat : Kp. Pengengerengan No.2, Kel. jatinegara, Ke.c Cakung, Jakarta Timur
• Agama : Islam
• Pekerjaan : Pensiunan
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
• Pusing berputar sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien mengeluh pusing disertai mual sejak 2 minggu SMRS, 1 hari SMRS pasien
merasa keluhannya semakin memburuk, pasien merasa pusing berputar, sulit berdiri
tegak dan mengeluh mudah terjatuh karena merasa seperti berada di perahu, pasien juga
menjadi selalu berpegangan ketika berdiri. Keluhan tersebut juga disertai mual dan
muntah. Mual dan muntah terjadi seusai pasien makan atau meminum sesuatu. Mual
juga dirasa bertambah bila pasien bergerak dan banyak berbicara. Saat ini pasien juga
mengeluh sakit disekitar belakang telinga. Keluhan telinga berdenging (-), rasa lemah di
tubuh (-), bicara pelo (-), kesulitan menelan (-), kesemutan di sekitar mulut, tangan, kaki
(-), gangguan penglihatan (-), kejang (-), pingsan (-), Demam (-), lemas (+)
RPD
• Hipertensi (+), diabetes mellitus (-), penyakit jantung/paru/hati (-), alergi obat (-).
• Riwayat sakit telinga (-), riwayat keluhan sama sebelumnya (-), riwayat benturan di
kepala (-)
• 2 hari sebelum dirawat di RS pasien sudah di bawa ke IGD RSIJ pondok kopi dengan
keluhan mual dan muntah, namun keluhan membaik setelah diberikan obat
RPO
Pasien telah meminumobat pusing yang dibeli dari warung namun keluhan tidak
membaik
Pasien telah berobat ke IGD RSIJ pondok kopi 2 hari sebelum dirawat, dan di izinkan
pulang (inpepsa, lansoprazole,amlodipine, analsik)
RPK
• Riwayat keluhan serupa pasien disangkal, riwayat hipertensi (+) adik pasien, riwayat
diabetes melitus disangkal.
Riwayat psikososial
• Pasien telah berhenti merokok selama +/- 8 tahun terakhir, minum alkohol (-), obat-
obatan terlarang (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
• Kesadaran : Compos mentis
• Keadaan umum: Tampak sakit sedang
• Tekanan darah : 200/90 mmHg
• Frekuensi nadi : 94x/menit
• Frekuensi pernafasan: 20x/menit
• Suhu : 36,8o C
1. Status generalis
• Kepala : deformitas (-), nyeri tekan sinus (-)
• Mata: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
• Telinga: deformitas (-), tanda radang (-), sekret (-), nyeri tekan (-), membran timpani
intak
• Hidung: sekret (-), deformitas (-), deviasi septum (-)
• Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, uvula di tengah, arkus faring simetris
• Gimul : posisi lidah di tengah, saat dijulurkan lidah di tengah
• Leher : KGB tidak teraba
• Dada : simetris saat statis dan dinamis
• Jantung: bunyi jantung I/II normal, murmur (-) gallop (-)
• Paru : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
• Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-), hati-limpa tidak teraba, bising usus (+) normal
• Ekstremitas : akral hangat, perfusi perifer baik, edema -/-
• Kulit : warna sawo matang, turgor cukup, elastisitas baik, ikterus (-)
2. Status neurologic
• GCS : E4M6V5 = 15
• Pupil : bulat, isokor, diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tak langsung +/+
• Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk (-), Laseque >700/>70o, Kernig >135o/>135o,
Brudzinsky I -/-, Brudzinsky II -/-
Saraf cranialis:
Saraf Kranial
N.I (Olfaktorius) :
Hidung Kanan Hidung Kiri
Daya Pembauan Normosmia Normosmia
N.II (Optikus)
Mata kanan Mata kiri
Visus 6/6 6/6
Lapang Pandang Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.III (Okulomotoris)
N. IV (Throklearis)
N.V (Trigeminus)
Mata kanan Mata kiri
Ptosis (-) (-)
Pupil
a. Bentukb. Diameterc. Reflex Cahaya
Direk
Indirek
Bulat
3 mm
(+)
(+)
Bulat
3 mm
(+)
(+)
Gerak bola mata
a. Atasb. Bawahc. Mediald. Medial atas
(+) (+) (+) (+)
(+)(+)(+)(+)
Mata kanan Mata kiri
Posisi bola mata
Stabismus divergen
(-) (-)
Gerakan bola mata
Medial bawah (+) (+)
N. VI (Abdusens)
Kanan Kiri
Motorik
Mengunyah (+)
Sensibilitas
a. Cabang oftalmikus
b. Cabang maksilac. Cabang
mandibula
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Reflex
a. Korneab. Bersin
(+)
Tidak dilakukan
(+)
Tidak dilakukan
Mata kanan Mata kiri
Posisi bola mata
Strabismus
konvergen
(-) (-)
Gerakan bola mata
Lateral (+) (+)
N.VII (Facial)
N.VIII (Vestibulokoklearis)
Kanan Kiri
Motorik
a. Mengangkat alisb. Menyeringaic. Meniup
(+)(-)(+)
(+)(+)(+)
Sensorik
a. Daya kecap lidah 2/3 depan
b. Sekresi air mata
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kesan : Parese N.VII dextra
Kanan Kiri
Pendengaran
a. Test Bisik
b. Tese Rinne
c. Test Weber
d. Test Swabach
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
N.IX (Glosofaringeus) dan N.X (Vagus)
N. XI (Assesorius)
N.XII (Hypoglosus)
Sensorik
Rangsang Kanan Kiri
Nyeri Ekstremitas Atas (+) (+)
Ekstremitas Bawah (+) (+)
Raba Ekstremitas Atas (+) (+)
Ekstremitas Bawah (+) (+)
Suhu Tidak dilakukan
Uvula di tengah
a. Pasifb. Gerakan aktif
SimetrisTerangkat, simetris
Reflex muntah (+) / (+)
Daya kecap lidah 1/3 belakang
Tidak dilakukan
Kanan Kiri
Memalingkan kepala (+) (+)
Mengangkat bahu (+) (+)
Sikap lidah Deviasi ke kanan
Atropi otot lidah (-)
Tremor lidah (+)
Fasikulasi lidah (-)
Parese N.XII dekstra
Ekstrimitas :
• Kekuatan Motorik : 5555 / 5555
5555 / 5555
• Reflex fisiologis:
- biseps +/+,
- triseps +/+,
- patella +/+,
- tendon achiles +/+,
• Refleks patologis:
- Babinski : (-)
- Chaddock :(-)
- Oppenheim : (-)
- Gordon(-)
- Gonda(-)
- Shcaeffer(-)
- Tes Hoffman Trommer (-)
• Sensorik : Hipestesi (-)
• Otonom : Kesan tidak terganggu
• Fungsi luhur : Kesan tidak terganggu
3. Pemeriksaan khusus
• Hallpike Maneuverè tidak dilakukan
• Pem.keseimbangan è tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Tanggal/Jam Pemer. Darah tepi
Hasil Satuan Nilai rujukan
14/02/ 2015 Hemoglobin 13.5 g/dl 13.5-17.5
Hematokrit 40 % 40-50
Trombosit 158 Ribu/dl 150-400
Leukosit 4.9 (L) Ribu/dl 5,00 – 10,00
Natrium 141 mmol/L 132-145
Kalium 3.65 mmol/L 3.50-5.50
Cholride 104 mmol/L 98-110
SGOT 20 U/L 10-35
SGPT 22.8 U/L 10-45
Urea 66 (H) mg/dL 10-50
Kreatinin 1.8(H) mg/dL 0.67-1.17
GDS 93 mg/dL 70-200
15/02/2015 GDP 93 mg/dL
Radiologi
14 Februari 2015
Thorax :
Cor CTR >50% aorta elongation
Mediastinum tidak melebar
Pulmo : hilus tidak melebar
Corakan bronkovaskular kanan dan kiri normal
Parenchym tidak terlihat infiltrate
Sinus, diafragma dan costa normal
Kesan : cardiomegaly configurasi aorta.
Pulmo dalam batas normal.
15 Februari 2015
Cervical 4 posisi
Aligment vertebra cervical lordotik kurang
Struktur tulang terlihat osteofit di corpus VC 4-7
Discus intervertebralis C5-6 menyempit
Foramen intervertebrale C5-6 kanan dan 4-5,5-6,6-7 kiri menyempit.
Soft tissue tenang tidak terlihat kalsifikasi
Kesan : -Spondylo arthrosis vertebra cervical 4-7
-Penyempitan FIV cervical 5-6 kanan dan 4-5,5-6,6-7 kiri
Mastoid bilateral
Canalis acusticus kanan dan kiri menyempit
Anthrum mastoid kanan dan kiri sclerotic
Air cell mastoid kanan dan kiri berkurang
Tidak terlihat lesi destruksi radiolusen/tanda cholesteatoma mastoid kanan dan kiri
Kesan : Tanda mastoiditis bilateral
IV. RESUME
• Pasien laki-laki usai 78 tahun, dengan keluhan pusing disertai mual sejak 2 minggu
SMRS, 1 hari SMRS keluhan semakin memburuk, keluhan saat ini juga disertai pusing
berputar, sulit berdiri tegak, merasa bergoyang seperti berada di perahu, pasien juga
menjadi selalu berpegangan ketika berdiri. Mual dan muntah terjadi seusai pasien makan
atau meminum sesuatu. Mual bertambah bila pasien bergerak dan banyak berbicara.
Pasien juga mengeluh sakit di kepala bagian belakang.
• Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah tinggi, penurunan pendengaran tellinga
kanan, dan gangguan keseimbangan.
V. DIAGNOSIS
• Diagnosis klinis: Vertigo perifer
• Diagnosis topis: kanalis semisirkularis
• Diagnosis patologis: Labirinitis
• Dignosis etiologis: Neuritis vestibularis
VI. PROGNOSIS
• Quo ad vitam: bonam
• Quo ad functionam: bonam
• Quo ad sanactionam: dubia ad bonam
VII. PENATALAKSANAAN
Nonmedikamentosa:
• Edukasi pasien mengenai penyakit dan prognosisnya
• Latihan vestibuler (Manuver Brandt-Daroff), gait exercise
Medikamentosa:
• Betahistine 3 x 8 mg
• Ondancentron 4mg iv 2 x 1 amp.
• Canderin 8mg 1x1
• Mefinal 2x1
• Asering 500cc/ 6 jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Istilah “vertigo” berasal dari bahasa Latin “verto” yang artinya memutar atau gerakan
berputar. Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi berupa ilusi atau halusinansi gerakan
diamana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang terhadap ruangan di sekitarnya
atau ruangan sekitarnya yang bergerak terhadap dirinya. Dizziness adalah gangguan perasaan
kesimbangan tubuh terhadap ruang sekitarnya.
B. EPIDEMIOLOGI
Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang ke dokter.
Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai 30% dari populasi dan mencapai 40% pada
orang yang berumur di atas 40 tahun. Vertigo meningkatkan resiko cedera akibat trauma sampai
25% pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di Amerika, dari data pada tahun 1999
sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2,5% dari diagnosis pasien yang datang ke
ruang gawat darurat.
C. PATOFISIOLOGI
Keseimbangan dan kemampuan menyadari posisi dan kedudukan terhadap ruangan
sekitarnya diatur oleh integrasi berbagai sistem yaitu:
1. Sistem vestibular. Impuls pada labirin yang berfungsi sebagai proprioseptor spasial
spesifik sangat sesitif terhadap perubahan kecepatan pergerakan dan posisi tubuh.
2. Sistem visual, impuls visual yang berasal dari retina dan impuls proprioseptif yang
berasal dari otot bola mata berguna dalam menetapkan jarak suatu objek dari tubuh.
Impuls ini judikoordinasikan dengan impuls dari sistem vestibuler.
3. Sistem proprioseptif. Impuls proprioseptif yang berasal dari otot dan tendon
berhubungan dengan reflek postural dan gerakan yang disadari.
Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya vertigo antara lain:
1. Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses tranduksi yaitu
mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia yang terdiri dari reseptor mekanis di
vestibulum, reseptor cahaya di retina, reseptor mekanik di kulit.
2. Saraf aferen yang berperan dalam proses transmisi menghantarkan impuls ke pusat
keseimbangan di otak. Terdiri dari : Nervus vestibularis, nervus optikus dan
spinovestibuloserebelaris pathway.
3. Pusat keseimbangan yang berperan dalam proses modulasi, komparasi, integrasi /
koordinasi dan presepsi.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler,
visual dan proprioseptif. Dari ketiga reseptor tersebut informasi terbesar masuk melalui reseptor
vestibuler (lebih dari 50%). Arus informasi berlangsung intensif apabila terjadi gerakan atau
perubahan posisi kepala atau tubuh. Gerakan ini akan menyebabkan perpindahan cairan
endolimfe di labirin dan selanjutnya silia dari sel rambut akan menekuk. Tekukan ini akan
menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel yang mengakibatkan depolarisasi sel saraf
yang selanjutnya berjalan sebagai impuls sensorik melalui nervus vestubularis ke pusat
keseimbangan di otak. Impuls tersebut selanjutnya dihantarkan ke serebelum, kortek serebri,
hipothalamus dan pusat otonomik di formasio retikularis. Neurotransmitter yang berperan dalam
impuls aferen vestibuler adalah bersifat eksitator, antara lain glutamate, aspartat, asetilkolin,
histamine dan substansi P. Sedangkan neurotransmiter yang berperan dalam impuls eferen
vestibuler adalah bersifat inhibitor, yaitu GABA, glisin, noradrenalin, dopamine, dan serotonin.
Pengetahuan mengenai neurotransmitter ini berguna dalam prinsip terapi medikamentosa dari
vertigo.
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi
oleh susunan saraf pusat.
D. KLASIFIKASI
Berdasarkan etiologi, vertigo dapat dikategorikan ke dalam empat jenis; otologik, sentral,
medikal dan tak terlokalisir.
1. Vertigo otologik disebabkan oleh disfungsi telinga bagian dalam. Vertigo otologik
merupakan sepertiga dari semua pasien dengan vertigo. Vertigo otologik terdiri dari
komponen substansial:
a.) Benign paroksismal posisional vertigo (BPPV) adalah jenis yang paling umum dari
vertigo otologik, terhitung sekitar 20% dari vertigo dari semua penyebab dan 50% dari
semua kasus otologik. Pada BPPV terjadi serangan singkat vertigo yang dipicu oleh
perubahan orientasi kepala terhadap gravitasi. BPPV disebabkan oleh lepasnya otolith
yang terdiri dari kristak kalsium karbonat dalam kanalis semisirkularis, biasanya kanal
posterior telinga bagian dalam.
b.) Neuritis vestibular, gejalanya vertigo, mual, ataksia, dan nistagmus. Hal ini berhubungan
infeksi virus pada nervus vestibular dengan gejala bersifat akut dan prolong. Jika disertai
berkurangnya pendengaran, berarti melibatkan labirin dan disebut labyrinithis. neuritis
vestibular dan labyrinthitis merupakan 15% dari semua kasus vertigo otologik.
c.) Penyakit Meniere terdiri dari gejala vertigo intermiten yang disertai oleh tinnitus dan
gangguan pendengaran. Penyakit ini diduga disebabkan oleh overdistensi kompartemen
endolimfatik. Penyakit Meniere sekitar 15% kasus vertigo otologik.
d.) Paresis vestibular bilateral ditandai dengan oscilopsia dan ataksia, biasanya disebabkan
oleh hilangnya sel-sel rambut vestibular. Terjadi karena pengobatan selama beberapa
minggu dengan antibiotik ototoksik intravena atau intraperitoneal (gentamisin). Jauh
lebih jarang, paresis vestibular bilateral terjadi karena gangguan autoimun seperti
Sindrom Cogan (disertai dengan gangguan pendengaran bilateral)
e.) Sindrom superior canal dehiscence (SCD) dan fistula Perilimfe (PLF) ditandai dengan
vertigo yang disebabkan oleh suara (fenomena Tullio). Diagnosis SCD telah meningkat
pesat pada tahun terakhir karena temuan alat vestibular evoked myogenic
potensials(VEMP). Pada PLF, terjadi ruptur antara telinga bagian dalam yang berisi
cairan dan telinga tengah yang berisi udara. Barotrauma, seperti pada scuba diving,
adalah penyebab yang sering. Operasi otosklerosis atau cholesteatoma juga merupakan
penyebab PLF yang sering. Sangat jarang PLF yang terjadi secara spontan.
f.) Tumor yang mengkompresi saraf kranial VIII mempunyai gejala gangguan pendengaran
asimetris dikombinasikan dengan ataksia ringan. Tumor jaringan saraf sangat jarang pada
populasi vertigo.
2. Vertigo sentral merupakan vertigo yang disebabkan oleh disfungsi struktur sistem saraf
pusat. Vertigo sentral terdiri dari 2% sampai 23% dari keseluruhan vertigo. Pada sebagian
besar kasus, vertigo sentral disebabkan oleh gangguan pembuluh darah seperti stroke, TIA
dan migrain vertebrobasilar.
a.) Stroke dan TIA melibatkan batang otak atau serebelum menyebabkan sekitar sepertiga
dari seluruh kasus vertigo sentral. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh emboli. Vertigo
murni kadang hanya merupakan gejala tunggal stroke pada fossa posterior sehingga sulit
membedakan TIA yang mengenai nukleus vestibular atau cerebellum dari proses lain
yang berpengaruh terhadap nervus vestibular atau end organ.
b.) Migrain basilar muncul gejala vertigo dan sakit kepala, tetapi juga dapat muncul sebagai
vertigo terisolasi. Migrain menyebabkan sekitar 15% kasus vertigo sentral. Migrain
sering terjadi pada wanita di usia tiga puluhan.
c.) Kejang dengan gejala munculan vertigo dengan gejala motorik atau konfusi. Sekitar 5%
kasus vertigo sentral disebabkan oleh kejang. Dizziness sering merupakan salah satu
gejala pada epilepsi.
d.) Multiple sclerosis (MS) menggabungkan vertigo dengan tanda sentral lainnya, seperti
disfungsi serebelum. MS merupakan penyakit demielinisasi pada saraf pusat. Gejala
penyakit ini bermacam-macam. Sekitar 2 - 5% dari penyakit ini bergejala sebagai vertigo
sentral. Dalam menegakkan diagnosis MS terkait vertigo perlu dipertimbangkan
penyebab perifer umum yang mungkin muncul bersamaan, seperti BPPV.
e.) Vertigo servikal masih tetap menjadi sindrom yang kontroversial. Diagnosis paling sering
ditegakkan setelah cedera whiplash dengan gejala biasannya vertigo, tinitus, dan nyeri
leher. Pemeriksaan biasanya menunjukkan gejala spesifik kompleks termasuk gerakan
leher terbatas oleh nyeri dan vertigo atau mual pada posisi leher tetentu. Secara umum,
tidak ada nistagmus. Tidak ada uji klinis atau laboratorium definitif untuk vertigo
cervikal. MRI vetebre servikal pada pasien ini sering menunjukkan diskus cervikal
menyempit tapi tidak mengompresi saraf cervikal.
3. Vertigo Medikal diduga disebabkan oleh perubahan tekanan darah, gula darah rendah, dan /
atau perubahan metabolik yang terkait dengan pengobatan atau infeksi sistemik. Vertigo
medikal sebagian besar ditemui di ruang darurat dan merupakan sekitar 33% dari semua
kasus vertigo. Vertigo medikal jarang di praktek subspesialisasi (2% sampai 5%).
a.) Hipotensi postural sering muncul dengan keluhan pusing, kepala ringan, atau sinkop.
Pusing terjadi hanya sementara ketika pasien berdiri.
b.) Aritmia jantung bergejala dengan sinkop atau drop attack. Seperti hipotensi postural,
gejala yang khas hanya jika pasien berdiri
c.) Hipoglikemia dan perubahan metabolik terkait dengan diabetes bergejala dengan pusing
atau kepala terasa ringan. Hipoglikemia sering disertai dengan gejala-gejala otonom
seperti jantung berdebar, berkeringat, tremor atau pucat. Kelainan ini mencapai sekitar
5% dari kasus dizziness.
d.) Efek Pengobatan atau penyalahgunaan obat biasanya bergejala dengan kepala terasa
ringan, tetapi juga dapat muncul sebagai vertigo. Diagnosis ini mencapai sekitar 16% dari
pasien dengan vertigo pada unit gawat darurat. Kelainan ini biasanya terkait obat
antihipertensi, terutama alpha bloker seperti terazosin, blocker kanal kalsium seperti
nifedipin dan sedatif. Benzodiazepin, seperti alprazolam dapat menyebabkan dizziness
sebagai bagian dari sindrom putus obat. Intoksikasi alkohol dapat bergejala nystagmus
posisional transien dan gejala serebelar. Obat-obat yang mendepresi system vestibular
seperti meclizine dan scopolamine dapat menyebabkan vertigo karena efek langsung
terhadap jaras vestibular sentral.
e.) Infeksi virus yang tidak melibatkan telinga dilaporkan menyebabkan dizziness pada
sekitar 4% - 40% dari seluruh kasus. Sindrom ini termasuk gastroenteritis, dan influenza.
4. Vertigo yang tidak terlokalisir. Yang termasuk ke dalamnya adalah pasien dengan gejala
yang berhubungan dengan gangguan psikiatri, dimana gejalanya berhubungan dengan
kejadian tanpa makna lanjut (seperti trauma kepala), dan vertigo dengan penyebab yang tidak
jelas. Tipe tersering dari vertigo yang tidak terlokalisasi termasuk vertigo psikogenik,
sindrom hiperventilasi, vertigo post trauma, dan rasa pusing yang tidak spesifik. Antara 15%
dan 50% dari seluruh pasien dengan keluhan dizziness atau vertigo berada pada kategori ini.
a.) Unknown (dizziness yang tidak spesifik).Prosedur diagnostik tidak sensitif, dan pada
evaluasi pusing, sering tidak ditemukan kelainan dengan pemeriksaan klinis dan
laboratorium.
b.) Psikogenik. Pasien dengan gangguan cemas, gangguan panik, dan stress pasca trauma
dapat mengeluhkan rasa pusing, ataksia, gejala autonomik. Pada gangguan somatik gejala
dapat muncul tanpa kecemasan.
c.) Vertigo post trauma. Pasien mengeluh vertigo setelah mengalami trauma kepala tetapi
sering tidak ditemukan apapun pada pemeriksaan atau tes vestibular. BPPV disingkirkan
oleh hasil maneuver Dix-Hallpike yang negatif. Vertigo paska trauma sering ditemukan.
d.) Sindroma hiperventilasi. Pasien ini mengalami vertigo setelah hiperventilasi, tanpa ada
temuan klinis atau nistagmus. Gejala yang diinduksi hiperventilasi sering ditemukan pada
kelainan struktural seperti neuroma akustik.
e.) Ketidakseimbangan multisensoris pada usia lanjut. Sebagian besar orang lanjut usia
memiliki kelainan multisensoris yang terkait usia. Seperti diagnosis psikogenik vertigo,
diagnosis ini sering digunakan pada situasi dimana hasil pemeriksaan dalam batas
normal.
f.) Malingering. Karena vertigo muncul intermiten, sering mengikuti trauma kepala, vertigo
dapat dituntut dalam usaha untuk mendapatkan kompensasi.
5. Pendekatan klasifikasi vertigo berdasarkan waktu. Kategori ini memudahkan untuk
diagnosa dan dapat di gunakan ketika pasien tidak masuk kepada beberapa kategori di atas.
a.) Serangan singkat (1-3 detik). Vertigo sebagai gejala tunggal. Sebaiknya diperiksa EEG
dan BAER.
1.) Iritasi nervus vestibular seperti kaitannya dengan sindrom mikrovaskuler atau
residual dari neuritis vestibular. Frekuensi serangan yang ekstrim. Hiperventilasi
dapat menginduksi nistagmus. Jika EEG normal, respon bagus terhadap
oxcarbamazepin mendukung diagnosis.
2.) Variasi penyakit meniere. Pasien mengeluhkan sensasi shock atau seperti terasa
gempa. Frekuensi serangan sering berulang. Pendengaran sering berpengaruh dalam
diagnosis.
3.) Varian BPPV. Frekuensi serangan tidak lebih dari satu hari. Debris otokonial
biasanya mengalir dan kembali mengendap ke dinding kanal. Diagnosis ditegakkan
dengan tes Dix hallpike.
4.) Epilepsi. Frekuensi serangan sering(20 kali/hari) dan sering mempunyai riwayat
trauma kepala.
b.) Kurang dari 1 menit. Ini merupakan vertigo postural
1.) BPPV klasik. Diagnosa didukung dengan manuver Dix-Halpike.
2.) Aritmia kardiak. Serangan vertigo biasanya tampak di saat berdiri dan rasa kepala
ringan adalah gejala yang utama.
3.) Varian penyakit meniere.
c.) Menit-jam
1.) TIA, dapat berupa vertigo selama 2-30 menit. Pada pasien dengan faktor risiko
vaskular yang signifikan didiagnosa sebagai vertebrobasiler. MRA pada sirkulasi
vertebrobasiler merupakan tes yang paling berguna.
2.) Penyakit meniere. Serangan meniere tipikal berlangsung 2 jam. Kadang-kadang
istilah penyakit meniere vestibular digunakan untuk menandakan vertigo episodik.
3.) Serangan panik, ansietas situasional dan hiperventilasi dapat menyebabkan gejala
vertigo. Pasien ini biasanya tidak bergejala selama pemeriksaan. Anamnesa yang
tajam sangat berguna dalam menegakkan diagnosis. Jika hiperventilasi menunjukkan
gejala seperti ini tanpa adanya gejala lain, maka diagnosisnya adalah sindroma
hiperventilasi. Jika hiperventilasi juga disertai dengan nistagmus, maka dianjurkan
MRI
4.) Aritmia jantung dan ortostatik
d.) Jam sampai hari
1.) Penyakit Meniere
2.) Migrain basilar. Migrain sangat sering terjadi pada populasi umum dengan variasi
yang beragam seperti aura vertigo. Diagnosis tergantung umur, jenis kelamin, riwayat
familial dan serangan yang diprovokasi oleh pencetus migrain.
e.) Dua minggu atau lebih
1.) Neuritis vestibular. Diagnostik ditegakkan dengan ditemukannya nistagmus spontan
dalam jangka waktu lama atau hasil ENG abnormal. Pada ENG bisa tampak
nistagmus atau paresis vestibular. Vertigo selama 2 bulan yang mirip vertigo sentral
dianjurkan untuk dilakukan MRI. Pada labirinitis, diagnosis ditegakkan dengan
adanya neuritis vestibular dengan gangguan pendengaran. Dianjurkan pemeriksaan
audiometri, FTA-ABS serum, laju sedimentasi eritrosit dan gula darah puasa.
2.) Vertigo sentral dengan lesi struktural SSP. Diagnosis harus dikaji lebih dalam jika
ditemukan defisit neurologis fokal yang menyertai vertigo. Diagnosis vertigo sentral
ditegakkan terakhir. Sebagai contoh, gabungan gejala vestibular perifer dan lesi
serebelar dapat muncul setelah operasi neuroma akustik. Meskipun demikian, gejala
neuroma akustik merupakan penyebab vertigo perifer atau sentral yang jarang
dibandingkan BPPV. MRI merupakan pemeriksaan anjuran yang paling penting
untuk vertigo sentral. Sukar untuk membedakan vertigo perifer dengan vertigo sentral
dengan gejala sentral yang minimal.
3.) Ansietas. Biasanya pasien mengeluhkan vertigo dengan durasi gejala selama 2
minggu atau lebih. Jika pasien mengeluhkan vertigo, tapi tidak ditemukan nistagmus
dan dapat disimpulkan sebagai vertigo fungsional. Menariknya, mengingat hampir
semua pasien dengan ganguan telinga melaporkan keluhan psikologis memperberat
gejala yang diderita dan banyak pasien ansietas mengeluhkan stress mencetuskan
vertigo. Respon positif dari trial tentang benzodiazepine mendukung hal ini namun
masih belum pasti karena beberapa gangguan vestibular organik juga berespon
terhadap obat ini.
4.) Malingering. Pasien malingering tetap mengeluhkan gejala vertigo sesuai dengan
keinginannya. Tes posturografi dan neuropsikologi biasanya abnormal. Tes fungsi
vestibular objektif seperti VEMP dan ENG biasanya normal.
5.) Parese vestibuler bilateral. Pasien ini secara umum mengalami gannguan pada tes
membaca E dan tes Romberg dengan mata tertutup. Ataksia memburuk dalam
ruangan gelap. Pada pemeriksaan audiometri, hanya pendengaran frekuensi tinggi
yang berpengaruh. Tes VEMP dan kursi barany adalah tes konfirmasi yang terbaik
untuk diagnosis penyakit ini.
6.) Disequilibrium multisensorik pada orang tua secara esensial merupakan gejala vertigo
tak terlokalisir. Gangguan ini biasanya bersifat permanen.
7.) Intoksikasi obat. Diagnosis tergantung riwayat penggunaan obat.
6. Berdasarkan letak pusat keseimbangan, vertigo dibedakan menjadi vertigo sentral dan
perifer. Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan
tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskular, atau autoimun.
Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibular (pusat dan perifer)
serta non vestibular (visual [retina, otot bola mata], dan somatokinetik [kulit, sendi, otot]).
Sistem vestibular sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya,
sistem vestibular perifer meliputi labirin dan saraf vestibular. Labirin tersusun dari 3 kanalis
semisirkularis dan otolit (sakulus dan utrikulus) yang berperan sebagai reseptor sensori
keseimbangan, serta koklea sebagai reseptor sensori pendengaran. Sementara itu, krista pada
kanalis semisirkularis mengatur akselerasi angular, seperti gerakan berputar, sedangkan
makula pada otolit mengatur akselerasi linear.
Segala input yang diterima oleh sistem vestibular akan diolah. Kemudian, diteruskan ke
sistem visual dan somatokinetik untuk merespon informasi tersebut. Gejala yang timbul
akibat gangguan pada komponen sistem keseimbangan tubuh itu berbeda-beda.
Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular
Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Non Vestibular
Sifat vertigo
Serangan
Mual/muntah
Gangguan pendengaran
Gerakan pencetus
Situasi pencetus
rasa berputar
episodik
+
+/-
gerakan kepala
-
melayang, hilang
keseimbangan
kontinu
-
-
gerakan obyek visual
keramaian, lalu lintas
Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral
Gejala Vertigo Vestibular Perifer Vertigo Vestibular Sentral
Bangkitan vertigo
Derajat vertigo
Pengaruh gerakan kepala
Gejala otonom (mual,
muntah, keringat)
lebih mendadak
berat
++
++
lebih lambat
ringan
+/-
+
Gangguan pendengaran
(tinitus, tuli)
Tanda fokal otak
+
-
-
+
Berdasarkan awitan serangan, vertigo dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu paroksismal,
kronik, dan akut. Serangan pada vertigo paroksismal terjadi mendadak, berlangsung beberapa
menit atau hari, lalu menghilang sempurna. Suatu saat serangan itu dapat muncul lagi. Namun
diantara serangan, pasien sama sekali tidak merasakan gejala. Lain halnya dengan vertigo kronis.
Dikatakan kronis karena serangannya menetap lama dan intensitasnya konstan. Pada vertigo
akut, serangannya mendadak, intensitasnya perlahan berkurang namun pasien tidak pernah
mengalami periode bebas sempurna dari keluhan. Demikian papar Abdulbar.
Jenis Vertigo
Berdasarkan Awitan
Serangan
Disertai Keluhan
Telinga
Tidak Disertai
Keluhan Telinga
Timbul Karena
Perubahan Posisi
Vertigo paroksismal Penyakit Meniere,
tumor fossa cranii
posterior, transient
ischemic attack
(TIA) arteri
vertebralis
TIA arteri vertebro-
basilaris, epilepsi,
vertigo akibat lesi
lambung
Benign paroxysmal
positional vertigo
(BPPV)
Vertigo kronis Otitis media kronis,
meningitis
tuberkulosa, tumor
serebelo-pontine,
lesi labirin akibat
zat ototoksik
Kontusio serebri,
sindroma paska
komosio, multiple
sklerosis,
intoksikasi obat-
obatan
Hipotensi ortostatik,
vertigo servikalis
Vertigo akut Trauma labirin,
herpes zoster otikus,
Neuronitis
vestibularis,
-
labirinitis akuta,
perdarahan labirin
ensefalitis
vestibularis,
multipel sklerosis
E. DIAGNOSIS
1. Gejala
a.) Gejala primer.
Gejala primer yang merupakan akibat utama dari gangguan sensorik.
(1.) Sensasi berputar baik dirinya sendiri maupun lingkungannya. Vertigo dapat horizontal,
vertikal atau melingkar.
(2.) Sensasi pergerakan, biasanya digambarkan sebagai perasaan didorong atau miring yang
singkat. Perasaan ini menunjukkan adanya disfungsi dari apparatus otolith di telinga
dalam atau proses sentral yang merangsang otolith.
(3.) Osilopsia adalah ilusi pergerakan lingkungan sekitar yang dipicu oleh pergerakan
kepala. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral tidak dapat melihat apabila
kepalanya sedang bergerak karena osilopsia. Pasien dengan gangguan vestibuler
unilateral selalu mengeluhkan “lingkungan sekitar berputar” apabila mereka memutar
kepalanya berlawanan dengan telinga yang sakit.
(4.) Ataksia, cara berjalan yang tidak stabil, hampir secara universal terdapat pada pasien
dengan vertigo sentral atau perifer.
(5.) Gangguan pendengaran. Vertigo sering diikuti oleh tinnitus, reduksi atau distorsi
pendengaran, dan aura.
b.) Gejala sekunder, termasuk mual, gejala otonom, lelah, sakit kepala, dan penglihatan yang
sensitif.
(1.)Perasaan kepala terasa ringan seperti hampir pingsan. Biasanya disebabkan oleh
kelainan yang berhubungan dengan gangguan kardiovaskuler.
(2.)Pusing dan perasaan ringan yang tidak spesifik. Istilah ini tidak memiliki arti yang tepat
dalam penggunaan umum. Sering ditemukan pada pasien dengan ganguan psikologis.
2. Anamnesa.
Berikut ini gambaran anamnesa yang menyeluruh:
a.) Definisi. Apakah pasien mengeluhkan vertigo (rasa berputar), gejala sekunder (seperti
mual), gejala non spesifik (pusing atau kepala terasa ringan).
b.) Pengaruh terhadap perubahan posisi.
c.) Waktu. Apakah gejala menetap atau episodik. Apabila episodik, berapa lama baru
berakhirnya.
d.) Pencetus atau faktor eksaserbasi.
e.) Riawayat gangguan pendengaran
f.) Riwayat menderita penyakit lainnya.
g.) Riwayat pengobatan. Banyak obat yang dapat menginduksi vertigo, termasuk obat
ototoksik, obat antiepilepsi, antihipertensi, dan sedatif dan paparan zat ototoksik.
h.) Riwayat penyakit keluarga.
3. Pemeriksaan fisik
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah
akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks
serebri, serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu
harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan
vertigo tersebut. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk
vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal
yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
a.) Pemeriksaan umum. Ukur tekanan darah dan nadi dengan posisi pasien berdiri. Apabila
tekanan darah saat berdiri rendah, periksa tekanan darah dengan posisi berbaring dan
duduk. Auskultasi arteri karotis dan subklavia Faktor sistemik yang juga harus
dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung
kongestif, anemi, hipoglikemi, infeksi dan trauma kepala.
b.) Pemeriksaan neurologis
(1.)Tes menulis vertikal :
Pasien duduk di depan meja, tubuh tidak menyentuh meja dan tangan yang satu
berada diatas lutut, penderita disuruh menulis selajur huruf dari atas ke bawah, mula-
mula dengan mata terbuka lalu tertutup. Pada kelainan labirin satu sisi akan terjadi
deviasi dari tulisan dari atas kebawah sebesar 10 derajad atau lebih. Sedangkan
Penderita kelainan serebelum maka tulisannya menjadi semakin besar (macrographia)
atau tulisan menjadi kacau.
(2.)Tes Romberg
Pasien berdiri tegak kedua kaki sejajar bersentuhan dan mata lalu dipejamkan.
Apabila gangguan vestibuler pasien tidak dapat mempertahankan posisinya, ia akan
bergoyang menjauhi garis tengah dan akan kembali ke posisi duduk dan berdiri
seketika, jika ada lesi pasien akan jatuh ke sisi lesi. Test Romberg sangat berguna.
Kemampuan normal minimal dengan mata tertutup selama sekitar 6 detik. Dewasa
muda seharusnya dapat melakukannya sekitar 30 detik, dan kemampuan menurun
seiring usia. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral secara moderat mengalami
ataksia menjadi sangat tergantung terhadap penglihatan dan merasa tidak seimbang
apabila mata tertutup. Tidak ada pasien dengan gangguan bilateral yang dapat berdiri
dengan mata tertutup pada test Romberg selama 6 detik.
(3.)Tes Tandem Gait
Pasien kaki saling menyilang dan tangan menyilang didada. Pasien di suruh
berjalan lurus, pada saat melangkah tumit kaki kiri djiletakkan pada ujung jari kaki
kanan dan seterusnya. Adanya gangguan vestibuler akan menyebabkan arah jalanannya
menyimpang.
(4.)Stepping test
Berjalan di tempat dengan mata terbuka dan lalu tertutup sebanyak 50 langkah.
Test dianggap abnormal ada kelainan vestibuler jika pasien berjalan beranjak
miring sejauh 1 meter atau badan berputar lebih 30 derajat. Jika penderita stabil test
diulang dengan tangan terentang. Juga berjalan diatas kasur. Penderita dengan
kelainan vestibular bilateral yang di sebabkan intoksikasi obat – obatan dapat
berjalan dengan mata terbuka akan tetapi sulit dengan mata tertutup
(5.)Past pointing test
Dengan mata terbuka pasien di minta untuk mengangkat lengannya lurus keatas
dengan telunjuk ekstensi. Kemudian lengan tersebut di turunkan sampai menyentuh
telunjuk pemeriksa. Selanjutnya dengan mata tertutup pasien di minta untuk
mengulang gerakan tersebut. Adanya gangguan vestibuler menyebabkan
penyimpangan tangan pasien sebhingga telunjuknya tidak dapat menyentuh
telunjuk pemeriksa.
(6.)Pemeriksaan Quik
Pasien berdiri di depan pemeriksa. Kedua lengan direntangkan ke depan setinggi
bahu, dan kedua jari telunjuk menunjukkan ke telunjuk pemeriksa. Selanjutnya
pasien disuruh menutup mata. Perhatikan timbulnya penyimpangan arah pada
kedua tangan pasien.
(7.)Finger to finger test
Bila kelainan labirin satu / dua sisi maka kelainan test ini selalu pada kedua jari kiri
dan kanan, bila sumber kelainannya dari serebelum satu sisi maka jari yang
menunjukkan kelainan hanya pada sisi yang sesuai dengan sisi kelainan serebelum.
c.) Pemeriksaan mata untuk menilai nistagmus.
Nistagmus menunjukkan gangguan telinga bagian dalam, otak, dan otot okuler.
Evaluasi nistagmus yang optimal memerlukan kacamata Frenzel, dimana kacamata ini
dipakai oleh pasien dan mngaburkan penglihatan pasien, namun memeperjelas
munculan nistagmus. Dari dua jenis kacamata Frenzel yang ada, optikal dan video,
kacamata frenzel video jauh lebih unggul.
(1.)Nistagmus Spontan. Dengan kacamata frenzel mata diamati untuk nistagmus
spontan selama 10 detik. Nistagmus tipikal yang dihasilkan oleh disfungsi telinga
dalam adalah nistagmus posisi primer, mata secara perlahan deviasi dari tengah
dengan kemudian terdapat sentakan cepat yang membawa bola mata kembali ke
posisi tengah. Banyak nistagmus dengan pola–pola lain (seperti sinusoidal, gaze
evoked dan saccadic) bersumber dari sentral.
Bila kacamata frenzel tidak tersedia, tanda- tanda serupa tentang nistagmus
spontan biasanya didapat dari pemeriksaan optalmoskop yaitu dengan memonitor
gerakan balik bola mata seperti bola mata belakang bergerak ke depan, untuk
gerakan horizontal dan vertikal. Seseorang harus mengingatkan untuk membalikkan
arah nistagmus ketika membuat catatan. Fiksasi dapat dihilangkan dengan menutup
mata sebelahnya. Nistagmus yang berasal dari telinga dalam meningkat dengan
menghilangkan fiksasi.
(2.)Tes Posisi Dix Hallpike. Pasien diposisikan di meja pemeriksaan yang datar, kepala
diekstensikan melalui ujung meja. Jika kacamata Frenzel tersedia, gunakan, tapi
biasanya tidak digunakan. Pasien kemudian digerakkan dengan cepat dengan posisi
kepala tergantung. Jika pasien tidak pusing atau nistagmus yang terjadi setelah 20
detik, pasien didudukkan. Kepala kemudian diposisikan 45o ke kanan dan pasien
ditidurkan dengan posisi supinasi dengan kepala ke kanan. Setelah 20 detik, pasien
duduk kembali dan prosedur diulang ke kiri ( posisi kepala ke kiri). Serangan
nistagmus dapat diprovokasi dengan posisi kepala ke kanan dan ke kiri. Nistagmus
tipe BPPV (kanal posterior) bergerak ke atas dan mempunyai komponen berputar,
gerakan bola mata ke bawah ketika pasien duduk. Ada beberapa jenis BPPV dengan
arah berbeda. Jenis BPPV kanal lateral dikaitkan dengan nistagmus horizontal yang
kuat yang berubah arah kepala kiri dan kanan. Jenis kanal anterior dihubungkan
dengan nistagmus ke bawah degan Dix Hallpike. Selanjutnya tes nistagmus
membutuhkan kacamata frenzel video.
Uji Romberg Uji Unterberger
Past Pointing Test
Uji Dix-Hallpike
1. Tes Gelengan Kepala. Tes ini dilakukan jika tidak ada nistagmus spontan atau nistagmus posisi.
Dengan kacamata Frenzel, kepala pasien diputar oleh pemeriksa dengan arah horizontal dan
seterusnya sebanyak 20 x putaran. Dilakukan dengan deviasi kepal 45o ke sisi lain untuk 2 x
putaran per detik. Nistagmus berlangsung 5 detik atau lebih adalah indikasi adanya gangguan
organik telinga atau sistem saraf pusat dan membantu pemeriksaan lebih lanjut.
2. Tes Arteri Vertebre untuk Vertigo servikal. Dengan posisi pasien tegak lurus dan memakai
kacamata. Kepala diputar maksimal ke satu sisi dan biarkan selama 10 detik. Mata tetap di
tengah. Tes positif bila nistagmus terjadi dengan posisi kepala sejajar tubuh.
3. Tes Valsava. Dilakukan jika ada gejala tekanan sensitif kompleks dalam riwayat penyakit.
Ketika memakai kacamata frenzel, pasien diminta bernafas dalam dan menahan nafas selama 10
detik sambil diamati nistagmus dengan kacamata frenzel. Tes positif bila nistagmus pada saat
onset berkurang.
4. Tes Hiperventilasi. Dilakukan jika pemeriksaan semuanya normal. Pasien diminta bernafas
dalam selama 30 x. Segera setelah hiperventilasi, mata dilihat apakah ada nistagmus dengan
menggunakan kacamata dan pasien ditanya bila tes menimbulkan gejala. Tes positif tanpa
nistagmus menunjukkan gejala hiperventilasi. Nistagmus yang dipicu oleh hiperventilasi dapat
berupa tumor nervus cranial VIII atau medulla spinalis.
5. Tes fungsi pendengaran. Biasanya dengan menggunakan garpu tala. Tes ini digunakan untuk
membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Audiologik, tidak dibutuhkan untuk untuk setiap pasien dengan keluhan pusing, tapi
mungkin lebih tepat jika ada masalah pendengaran.
a.) Audiogram, menilai pendengaran. Abnormalitas memberikan kesan vertigo otologik.
Sering cukup untuk penegakkan diagnosis. Upaya untuk memisahkan otologik dari
sumber vertigo lain.
b.) Brainstem Auditory Evoked Potensial (BAEP). Test nurofisiologi ini dipergunakan bila
diduga adanya carebello pontine tumor, terutama neuroma akus tikus atau multiple
sklerosis. Kombinasi pemeriksaan BERA dan CT Scan dapat menunjukkan konfirmasi
diagnostik tumor.
c.) Otoacoustic Emission (OAE) menilai suara oleh telinga pasien sendiri. Cara ini cepat
dan sederhana. OAE berguna dalam mendeteksi malingering, gangguan pendengaran
sentral dan orang- orang dengan neuropati auditorik. Dalam situasi ini, OAE dapat
dilakukan bahkan bila pendengaran subjektif berkurang. Ketika ada potensi malingering,
sering audiologist melakukan beberapa tes untuk uji pendengaran objektif, tes dapat
mendeteksi kehilangan pendengaran psikogenik. OAE biasanya tidak membantu padang
orang- orang usia > 60 tahun karena OAE menurun dengan usia.
d.) Electrocochleografi (ECOG) adalah sebuah potensi bangkitan yang menggunakan
electrode perekam yang diposisikan dalam gendang telinga. ECOG membutuhkan
frekuensi pendengaran yang tinggi. ECOG yang abnormal memberi kesan penyakit
Meniere. ECOG itu sulit dan interpretasi dari hasil harus memnuhi penilaian bentuk
gelombang.
2. Tes Vestibular tidak dibutuhkan untuk setiap pasien dengan keluhan pusing. Penelitian
primer- Tes Elektronystagmography (ENG), membantu bila diagnosis masih belum jelas
setelah anamnesis dan pemeriksaan. ENG secara bertahap digantikan dengan tes VEMP.
a.) ENG merupakan prosedur beruntun yang dapat mengidentifikasi vestibular asimetris
(seperti yang disebabkan oleh neuritis vestibular) dan membuktikan nistagmus spontan
dan posisi (seperti yang disebabkan oleh BPPV). ENG adalah tes yang panjang dan sulit.
Jika ada hasil yang abnormal dan tidak sesuai dengan gejala klinis sebaiknya
dikonfirmasi denga tes kursi putar dan dikombinasi dengan tes VEMP.
b.) VEMP merupakan tes vestibular dasar karena ini memberikan keseimbangan yang baik
untuk keperluan diagnostic dan toleransi pasien. Tes ini sensitif terhadap sindrom
dehiscence kanal superior. Kehilangan vestibular bilateral dan neuroma kaustik. VEMP
secara umum normal pada neuritis dan penyakit Menier.
c.) Posturografi adalah sebuah instrument dari tes Romberg. Ini sangat berguna untuk
malingering dan juga mempunyai kegunaan melihat perkembangan orang- orang yang
menjalani pengobatan.
3. Pemeriksaan labor darah, dilakukan bila ada gejala spesifik kompleks dan tidak ada
pemeriksaan rutin untuk pasien denga keluhan pusing. Dalam faktanya pemeriksaan kimia,
hitung jenis , tes toleransi glukosa, tes alergi tidak secara rutin diperiksa.
4. Pemeriksaan Radiologi, foto tengkorak, foto vertebrae servikal, CT scan kepala dan sinus
tidak direkomendasikan secara rutin dalam evaluasi vertigo.
a.) MRI kepala, mengevaluasi kesatuan struktural batang otak, serebelum, periventrikuler
substansia putih, dan kompleks nervus VIII. MRI tidak secara rutin dibutuhkan untuk
evaluasi vertigo tanpa penemuan neurologis yang lain berkaitan.
b.) CT Scan tulang temporal memberikan resolusi tinggi dari struktur telinga daripada MRI
dan juga lebih baik untuk evaluasi lesi yang melibatkan tulang. CT tulang temporal
mutlak dibutuhkan untuk diagnosis dehiscence canal superior. Jenis koronal langsung
resolusi tinggi adalah yang terbaik untuk diagnosis ini. CT Scan tulang temporal banyak
memancarkan radiasi dan untuk alasan ini, tes VEMP direkomendasikan sebagai tes
awal untuk dehiscence canal superior.
5. EEG digunakan untuk diagnosis kejang. Hasilnya sangat rendah untuk pasien dengan
keluhan pusing.
6. Ambulatory Monitor atau Holter Monitoring digunakan untuk mendeteksi aritmia atau sinus
arrest.
G. TERAPI
Tujuan umum penatalaksanaan vertigo adalah untuk mengeliminasi gejala vertigo,
meningkatkan kompensasi sistem vestibuler dan mengontrol gejala neurovegetatif dan
psikoafektif yang menyertai vertigo.
Secara umum prinsip penatalaksaan vertigo terdiri dari:
1. Terapi kausal
Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya. Walaupun demikian jika
penyebabnya ditemukan, maka terapi kausal merupakan pilihan utama. Terapi kausal
disesuaikan dengan penyebab yang bersangkutan
2. Terapi medikamentosA
Penggunaan obat-obatan pada vertigo bersifat simptomatik. Prinsip utama pengobatan
pada vertigo mengacu kepada peran neurotransmitter pada vestibular pathway. Ada
beberapa neurotransmitter utama yang berperan dalam proses ini. Glutamate merupakan
neurotransmitter eksitator primer pada sel-sel rambut, sinap nervus vestibuler dan nucleus
vestibuler. Reseptor muskarinik asetilkolin merupakan selain memiliki peranan secara
perifer, tapi juga memiliki pengaruh untuk terjadinya vertigo pada tingkat pons, medulla
oblongata dan kompleks nucleus vestibuler. Gamma aminobutyric acid(GABA) dan glisin
merupakan neurotransmitter inhibitor utama yang ditemukan pada jalur koneksi system
okulomotor dengan sistem vestibuler. Histamin secara umum ditemukan pada stuktur
vestibuler sentral. Norepinefrin berfungsi memodulasireaksi stimulasi vestibuler secara
sentral dan dopamine mempengaruhi kompensasi vestibuler, sedangkan serotonin berkaitan
dengan gejala nausea.
Vestibular supresan dan antiemetic memainkan peranan penting dalam terapi medikamentosa
vertigo.
1. Antikolinergik bekerja mempengaruhi reseptor muskarinik dan memiliki efek
kompensasi. Peranan obat antikolinergik sentral menjadi penting karena tidak semua obat
dapat menembus sawar darah otak. Pemberian obat antihistamin lebih efektif jika
diberikan lebih awal. Contoh obat ini adalah scopolamine dan atropin. Semua obat
antikolinergik memiliki efek samping mulut kering, dilatasi pupil dan sedasi.
2. Antihistamin memiliki efek sentral dalam mengurangi severitas gejala vertigo. Secara
umum, antihistamin juga memiliki efek antikolinergik dan blok kanal kalsium. Dalam
hubungannya dengan vertigo, obat antihistamin bekerja pada reseptor H2.
3. Benzodiazepin adalah modulator GABA yang secara sentral bekerja mensupresi respon
vestibuler. Zobat ini memiliki efek terapi pada dosis kecil dan masa kerja singkat.
4. Antiemetik bekerja mempercepat pengosongan lambung. Jika gejala mual dan muntah
menonjol, dapat diberikan secara supositoria atau injeksi. Contoh antiemetik adalah
metoklorpramid 10 mg oral atau IM dan ondansetron 4-8 mg oral.
5. Calcium channel blocker seperti flunarizin dan sinarizin adalah terapi yang pada saat ini
sering digunakan di eropa untuk vertigo akut. Sinarizin juga memiliki efek antihistamin,
antinorefinefrin, antinikotindan anti angiotensin. Obat ini memiliki efek samping sedasi,
menigkatkan berat badan, depresi dan parkinsonism.
6. Agonis histamine juga memiliki efek antivertigo. Mekanismenya diduga dengan
menigkatkan volume vena dn arteriol dan sebagai regulator mikrosirkulasi.
7. Steroid dianjurkan pada pengobatan vertigo yang didasari kelainan autoimun seperti
penyakit meniere dan neuritis vestibular.
8. Asetil-leusin. Obat ini juga termasuk vestibular supresan dan cukup banyak digunakan di
prancis.
9. Gingko biloba. Meskipun sudah banyak digunakan, namun efektifitas obat ini belum
terbukti secara klinis dan mekanisme kerjanya belum jelas.
Terapi Obat Antivertigo
Golongan Dosis oral Antiemetik Sedasi Mukosa
Kering
Ekstrapiramidal
Flunarisin
Sinarizin
Prometasin
Difenhidrinat
Skopolamin
Atropin
Amfetamin
Efedrin
Proklorperasin
Klorpromasin
Diazepam
Haloperidol
Betahistin
1x5-10 mg
3x25 mg
3x25-50 mg
3x50 mg
3x0,6 mg
3x0,4 mg
3x5-10 mg
3x25 mg
3x3 mg
3x25 mg
3x2-5 mg
3x0,5-2 mg
3x8 mg
+
+
+
+
+
+
+
+
+++
++
+
++
+
+
+
++
+
+
-
-
-
+
+++
+++
+++
+
-
-
++
+
+++
+++
+
+
+
+
-
+
-
+
+
-
-
-
-
+
-
++
+++
-
++
+
Carvedilol
Karbamazepin
Dilantin
Sedang
diteliti
3x200 mg
3x100 mg
-
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
Terapi rehalibitatif
Terapi rehalibitasi vestibular merupakan terapi fisik yang menggunakan latihan khusus dengan
tujuan untuk meningkatkan kompensasi organ vestibular terhadap gangguan keseimbangan.
Seperti terapi metode Brandt-Daroff, gait exercise, dan latihan visual-vestibular.
Mekanisme kerja terapi ini adalah:
a. Adaptasi terhadap sistem visual dan somatosensori terhadap fungsi vestibular yang terganggu.
b. Kompensasi dengan mengaktifkan kendali tonus pada inti vestibular di serebelum, system visual
dan somatosensori.
c. Habituasi terhadap posisi yang merangsang munculnya vertigo secara bertahap akan mengurangi
beratnya gejala.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
2. Soepardi, Arsyad Efiaty, Iskandar Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.
3. Anon.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/3/jtptunimus-gdl-s1-2007-ardhiyanto-117-2-bab2.pdf#page=3&zoom=auto,-107,489
4. Departemen THT-KL FK-USU/RSUP H. Adam Malik. “Labirinitis”.Medan 2006.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20692/1/mkn-sep2006-%20sup%20%2818%29.pdf
5. Stanford care clinincs team. http://sim.stanford.edu/resources/smg_patient_info/VERTIGO03-10.pdf
6. RANDY SWARTZ, M.D, et.all.”Trreatment of Vertigo”.2005. http://www.aafp.org/afp/2005/0315/p1115.pdf
7. Anon.https://www.activator.com/wp-content/uploads/Home%20Epley%20Handouts.pdf8. Yan Edward SpTHT-KL, Yelvita Roza. “Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign
Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal”.http://repository.unand.ac.id/17573/1/Diagnosis_dan_Penatalaksanaan_Benign_Paroxysmal_Positional_Vertigo_Kanalis_Horizontal.pdf
9. Neil Bhattacharyya, MD, et. All. “Clinical practice guideline: Benign paroxysmal positional vertigo 2008. http://www.aafp.org/dam/AAFP/documents/patient_care/clinical_recommendations/RecToBOD-020810-Attachment1BPPV-Jan2010Cluster.pdf
10. Wiranita, Hardiyanti Ari.2010.http://eprints.uns.ac.id/3459/1/174730501201111381.pdf11. Nurdjaman, Nurimba, Penatalaksanaan Vertigo.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/04/penatalaksanaan_vertigo.pdf