laporan kasus (lapkas) vertigo-fariz

49
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. PD Usia : 78 tahun Alamat : Kp. Pengengerengan No.2, Kel. jatinegara, Ke.c Cakung, Jakarta Timur Agama : Islam Pekerjaan : Pensiunan II. ANAMNESIS Keluhan Utama: Pusing berputar sejak 1 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluh pusing disertai mual sejak 2 minggu SMRS, 1 hari SMRS pasien merasa keluhannya semakin memburuk, pasien merasa pusing berputar, sulit berdiri tegak dan mengeluh mudah terjatuh karena merasa seperti berada di perahu, pasien juga menjadi selalu berpegangan ketika berdiri. Keluhan tersebut juga disertai mual dan muntah. Mual dan muntah terjadi seusai pasien makan atau meminum sesuatu. Mual juga dirasa bertambah bila pasien bergerak dan banyak berbicara. Saat ini pasien juga mengeluh sakit disekitar

Upload: farizhilman

Post on 23-Dec-2015

54 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

lapkas pusing berputar

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

• Nama : Tn. PD

• Usia : 78 tahun

• Alamat : Kp. Pengengerengan No.2, Kel. jatinegara, Ke.c Cakung, Jakarta Timur

• Agama : Islam

• Pekerjaan : Pensiunan

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama:

• Pusing berputar sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

• Pasien mengeluh pusing disertai mual sejak 2 minggu SMRS, 1 hari SMRS pasien

merasa keluhannya semakin memburuk, pasien merasa pusing berputar, sulit berdiri

tegak dan mengeluh mudah terjatuh karena merasa seperti berada di perahu, pasien juga

menjadi selalu berpegangan ketika berdiri. Keluhan tersebut juga disertai mual dan

muntah. Mual dan muntah terjadi seusai pasien makan atau meminum sesuatu. Mual

juga dirasa bertambah bila pasien bergerak dan banyak berbicara. Saat ini pasien juga

mengeluh sakit disekitar belakang telinga. Keluhan telinga berdenging (-), rasa lemah di

tubuh (-), bicara pelo (-), kesulitan menelan (-), kesemutan di sekitar mulut, tangan, kaki

(-), gangguan penglihatan (-), kejang (-), pingsan (-), Demam (-), lemas (+)

RPD

• Hipertensi (+), diabetes mellitus (-), penyakit jantung/paru/hati (-), alergi obat (-).

• Riwayat sakit telinga (-), riwayat keluhan sama sebelumnya (-), riwayat benturan di

kepala (-)

• 2 hari sebelum dirawat di RS pasien sudah di bawa ke IGD RSIJ pondok kopi dengan

keluhan mual dan muntah, namun keluhan membaik setelah diberikan obat

Page 2: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

RPO

Pasien telah meminumobat pusing yang dibeli dari warung namun keluhan tidak

membaik

Pasien telah berobat ke IGD RSIJ pondok kopi 2 hari sebelum dirawat, dan di izinkan

pulang (inpepsa, lansoprazole,amlodipine, analsik)

RPK

• Riwayat keluhan serupa pasien disangkal, riwayat hipertensi (+) adik pasien, riwayat

diabetes melitus disangkal.

Riwayat psikososial

• Pasien telah berhenti merokok selama +/- 8 tahun terakhir, minum alkohol (-), obat-

obatan terlarang (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

• Kesadaran : Compos mentis

• Keadaan umum: Tampak sakit sedang

• Tekanan darah : 200/90 mmHg

• Frekuensi nadi : 94x/menit

• Frekuensi pernafasan: 20x/menit

• Suhu : 36,8o C

1. Status generalis

• Kepala : deformitas (-), nyeri tekan sinus (-)

• Mata: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

• Telinga: deformitas (-), tanda radang (-), sekret (-), nyeri tekan (-), membran timpani

intak

• Hidung: sekret (-), deformitas (-), deviasi septum (-)

• Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, uvula di tengah, arkus faring simetris

• Gimul : posisi lidah di tengah, saat dijulurkan lidah di tengah

• Leher : KGB tidak teraba

• Dada : simetris saat statis dan dinamis

Page 3: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

• Jantung: bunyi jantung I/II normal, murmur (-) gallop (-)

• Paru : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

• Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-), hati-limpa tidak teraba, bising usus (+) normal

• Ekstremitas : akral hangat, perfusi perifer baik, edema -/-

• Kulit : warna sawo matang, turgor cukup, elastisitas baik, ikterus (-)

2. Status neurologic

• GCS : E4M6V5 = 15

• Pupil    : bulat, isokor, diameter 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya

tak langsung +/+

• Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk (-), Laseque >700/>70o, Kernig >135o/>135o,

Brudzinsky I -/-, Brudzinsky II -/-

Saraf cranialis:

Saraf Kranial

N.I (Olfaktorius) :

Hidung Kanan Hidung Kiri

Daya Pembauan Normosmia Normosmia

N.II (Optikus)

Mata kanan Mata kiri

Visus 6/6 6/6

Lapang Pandang Normal Normal

Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Page 4: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

N.III (Okulomotoris)

N. IV (Throklearis)

N.V (Trigeminus)

Mata kanan Mata kiri

Ptosis (-) (-)

Pupil

a. Bentukb. Diameterc. Reflex Cahaya

Direk

Indirek

Bulat

3 mm

(+)

(+)

Bulat

3 mm

(+)

(+)

Gerak bola mata

a. Atasb. Bawahc. Mediald. Medial atas

(+) (+) (+) (+)

(+)(+)(+)(+)

Mata kanan Mata kiri

Posisi bola mata

Stabismus divergen

(-) (-)

Gerakan bola mata

Medial bawah (+) (+)

Page 5: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

N. VI (Abdusens)

Kanan Kiri

Motorik

Mengunyah (+)

Sensibilitas

a. Cabang oftalmikus

b. Cabang maksilac. Cabang

mandibula

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+)

Reflex

a. Korneab. Bersin

(+)

Tidak dilakukan

(+)

Tidak dilakukan

Mata kanan Mata kiri

Posisi bola mata

Strabismus

konvergen

(-) (-)

Gerakan bola mata

Lateral (+) (+)

Page 6: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

N.VII (Facial)

N.VIII (Vestibulokoklearis)

Kanan Kiri

Motorik

a. Mengangkat alisb. Menyeringaic. Meniup

(+)(-)(+)

(+)(+)(+)

Sensorik

a. Daya kecap lidah 2/3 depan

b. Sekresi air mata

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kesan : Parese N.VII dextra

Kanan Kiri

Pendengaran

a. Test Bisik

b. Tese Rinne

c. Test Weber

d. Test Swabach

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Page 7: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

N.IX (Glosofaringeus) dan N.X (Vagus)

N. XI (Assesorius)

N.XII (Hypoglosus)

Sensorik

Rangsang Kanan Kiri

Nyeri Ekstremitas Atas (+) (+)

Ekstremitas Bawah (+) (+)

Raba Ekstremitas Atas (+) (+)

Ekstremitas Bawah (+) (+)

Suhu Tidak dilakukan

Uvula di tengah

a. Pasifb. Gerakan aktif

SimetrisTerangkat, simetris

Reflex muntah (+) / (+)

Daya kecap lidah 1/3 belakang

Tidak dilakukan

Kanan Kiri

Memalingkan kepala (+) (+)

Mengangkat bahu (+) (+)

Sikap lidah Deviasi ke kanan

Atropi otot lidah (-)

Tremor lidah (+)

Fasikulasi lidah (-)

Parese N.XII dekstra

Page 8: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

Ekstrimitas :

• Kekuatan Motorik   : 5555 / 5555

5555 / 5555

• Reflex fisiologis:

- biseps +/+,

- triseps +/+,

- patella +/+,

- tendon achiles +/+,

• Refleks patologis:

- Babinski : (-)

- Chaddock :(-)

- Oppenheim : (-)

- Gordon(-)

- Gonda(-)

- Shcaeffer(-)

- Tes Hoffman Trommer (-)

• Sensorik   : Hipestesi (-)

• Otonom : Kesan tidak terganggu

• Fungsi luhur : Kesan tidak terganggu

3. Pemeriksaan khusus

• Hallpike Maneuverè tidak dilakukan

• Pem.keseimbangan è tidak dilakukan

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Tanggal/Jam Pemer. Darah tepi

Hasil Satuan Nilai rujukan

14/02/ 2015 Hemoglobin 13.5 g/dl 13.5-17.5

Page 9: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

Hematokrit 40 % 40-50

Trombosit 158 Ribu/dl 150-400

Leukosit 4.9 (L) Ribu/dl 5,00 – 10,00

Natrium 141 mmol/L 132-145

Kalium 3.65 mmol/L 3.50-5.50

Cholride 104 mmol/L 98-110

SGOT 20 U/L 10-35

SGPT 22.8 U/L 10-45

Urea 66 (H) mg/dL 10-50

Kreatinin 1.8(H) mg/dL 0.67-1.17

GDS 93 mg/dL 70-200

15/02/2015 GDP 93 mg/dL

Radiologi

14 Februari 2015

Thorax :

Cor CTR >50% aorta elongation

Mediastinum tidak melebar

Pulmo : hilus tidak melebar

Corakan bronkovaskular kanan dan kiri normal

Parenchym tidak terlihat infiltrate

Sinus, diafragma dan costa normal

Kesan : cardiomegaly configurasi aorta.

Pulmo dalam batas normal.

15 Februari 2015

Cervical 4 posisi

Aligment vertebra cervical lordotik kurang

Page 10: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

Struktur tulang terlihat osteofit di corpus VC 4-7

Discus intervertebralis C5-6 menyempit

Foramen intervertebrale C5-6 kanan dan 4-5,5-6,6-7 kiri menyempit.

Soft tissue tenang tidak terlihat kalsifikasi

Kesan : -Spondylo arthrosis vertebra cervical 4-7

-Penyempitan FIV cervical 5-6 kanan dan 4-5,5-6,6-7 kiri

Mastoid bilateral

Canalis acusticus kanan dan kiri menyempit

Anthrum mastoid kanan dan kiri sclerotic

Air cell mastoid kanan dan kiri berkurang

Tidak terlihat lesi destruksi radiolusen/tanda cholesteatoma mastoid kanan dan kiri

Kesan : Tanda mastoiditis bilateral

IV. RESUME

• Pasien laki-laki usai 78 tahun, dengan keluhan pusing disertai mual sejak 2 minggu

SMRS, 1 hari SMRS keluhan semakin memburuk, keluhan saat ini juga disertai pusing

berputar, sulit berdiri tegak, merasa bergoyang seperti berada di perahu, pasien juga

menjadi selalu berpegangan ketika berdiri. Mual dan muntah terjadi seusai pasien makan

atau meminum sesuatu. Mual bertambah bila pasien bergerak dan banyak berbicara.

Pasien juga mengeluh sakit di kepala bagian belakang.

• Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah tinggi, penurunan pendengaran tellinga

kanan, dan gangguan keseimbangan.

V. DIAGNOSIS

Page 11: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

• Diagnosis klinis: Vertigo perifer

• Diagnosis topis: kanalis semisirkularis

• Diagnosis patologis: Labirinitis

• Dignosis etiologis: Neuritis vestibularis

VI. PROGNOSIS

• Quo ad vitam: bonam

• Quo ad functionam: bonam

• Quo ad sanactionam: dubia ad bonam

VII. PENATALAKSANAAN

Nonmedikamentosa:

• Edukasi pasien mengenai penyakit dan prognosisnya

• Latihan vestibuler (Manuver Brandt-Daroff), gait exercise

Medikamentosa:

• Betahistine 3 x 8 mg

• Ondancentron 4mg iv 2 x 1 amp.

• Canderin 8mg 1x1

• Mefinal 2x1

• Asering 500cc/ 6 jam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Istilah “vertigo” berasal dari bahasa Latin “verto” yang artinya memutar atau gerakan

berputar. Vertigo adalah suatu bentuk gangguan orientasi berupa ilusi atau halusinansi gerakan

diamana perasaan dirinya bergerak berputar atau bergelombang terhadap ruangan di sekitarnya

atau ruangan sekitarnya yang bergerak terhadap dirinya. Dizziness adalah gangguan perasaan

kesimbangan tubuh terhadap ruang sekitarnya. 

B. EPIDEMIOLOGI

Page 12: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

Vertigo dan dizziness merupakan salah satu keluhan tersering pasien datang ke dokter.

Insiden vertigo secara umum beragam yaitu 5 sampai 30% dari populasi dan mencapai 40% pada

orang yang berumur di atas 40 tahun. Vertigo meningkatkan resiko cedera akibat trauma sampai

25% pada penderita yang berumur diatas 65 tahun. Di Amerika, dari data pada tahun 1999

sampai 2005 didapatkan bahwa vertigo merupakan 2,5% dari diagnosis pasien yang datang ke

ruang gawat darurat.

C. PATOFISIOLOGI

Keseimbangan dan kemampuan menyadari posisi dan kedudukan terhadap ruangan

sekitarnya diatur oleh integrasi berbagai sistem yaitu:

1. Sistem vestibular. Impuls pada labirin yang berfungsi sebagai proprioseptor spasial

spesifik sangat sesitif terhadap perubahan kecepatan pergerakan dan posisi tubuh.

2. Sistem visual, impuls visual yang berasal dari retina dan impuls proprioseptif yang

berasal dari otot bola mata berguna dalam menetapkan jarak suatu objek dari tubuh.

Impuls ini judikoordinasikan dengan impuls dari sistem vestibuler.

3. Sistem proprioseptif. Impuls proprioseptif yang berasal dari otot dan tendon

berhubungan dengan reflek postural dan gerakan yang disadari.

Jaringan saraf yang terkait dalam proses timbulnya vertigo antara lain:

1. Reseptor alat keseimbangan tubuh yang berperan dalam proses tranduksi yaitu

mengubah rangsangan menjadi bioelektrokimia yang terdiri dari reseptor mekanis di

vestibulum, reseptor cahaya di retina, reseptor mekanik di kulit.

2. Saraf aferen yang berperan dalam proses transmisi menghantarkan impuls ke pusat

keseimbangan di otak. Terdiri dari : Nervus vestibularis, nervus optikus dan

spinovestibuloserebelaris pathway.

3. Pusat keseimbangan yang berperan dalam proses modulasi, komparasi, integrasi /

koordinasi dan presepsi.

Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler,

visual dan proprioseptif. Dari ketiga reseptor tersebut informasi terbesar masuk melalui reseptor

vestibuler (lebih dari 50%). Arus informasi berlangsung intensif apabila terjadi gerakan atau

perubahan posisi kepala atau tubuh. Gerakan ini akan menyebabkan perpindahan cairan

endolimfe di labirin dan selanjutnya silia dari sel rambut akan menekuk. Tekukan ini akan

Page 13: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel yang mengakibatkan depolarisasi sel saraf

yang selanjutnya berjalan sebagai impuls sensorik melalui nervus vestubularis ke pusat

keseimbangan di otak. Impuls tersebut selanjutnya dihantarkan ke serebelum, kortek serebri,

hipothalamus dan pusat otonomik di formasio retikularis. Neurotransmitter yang berperan dalam

impuls aferen vestibuler adalah bersifat eksitator, antara lain glutamate, aspartat, asetilkolin,

histamine dan substansi P. Sedangkan neurotransmiter yang berperan dalam impuls eferen

vestibuler adalah bersifat inhibitor, yaitu GABA, glisin, noradrenalin, dopamine, dan serotonin.

Pengetahuan mengenai neurotransmitter ini berguna dalam prinsip terapi medikamentosa dari

vertigo.

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang

mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi

oleh susunan saraf pusat.

 

  D. KLASIFIKASI

Berdasarkan etiologi, vertigo dapat dikategorikan ke dalam empat jenis; otologik, sentral,

medikal dan tak terlokalisir.

1. Vertigo otologik disebabkan oleh disfungsi telinga bagian dalam. Vertigo otologik

merupakan sepertiga dari semua pasien dengan vertigo. Vertigo otologik terdiri dari

komponen substansial:

Page 14: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

a.) Benign paroksismal posisional vertigo (BPPV) adalah jenis yang paling umum dari

vertigo otologik, terhitung sekitar 20% dari vertigo dari semua penyebab dan 50% dari

semua kasus otologik. Pada BPPV terjadi serangan singkat vertigo yang dipicu oleh

perubahan orientasi kepala terhadap gravitasi. BPPV disebabkan oleh lepasnya otolith

yang terdiri dari kristak kalsium karbonat dalam kanalis semisirkularis, biasanya kanal

posterior telinga bagian dalam.

b.) Neuritis vestibular, gejalanya vertigo, mual, ataksia, dan nistagmus. Hal ini berhubungan

infeksi virus pada nervus vestibular dengan gejala bersifat akut dan prolong. Jika disertai

berkurangnya pendengaran, berarti melibatkan labirin dan disebut labyrinithis. neuritis

vestibular dan labyrinthitis merupakan 15% dari semua kasus vertigo otologik.

c.) Penyakit Meniere terdiri dari gejala vertigo intermiten yang disertai oleh tinnitus dan

gangguan pendengaran. Penyakit ini diduga disebabkan oleh overdistensi kompartemen

endolimfatik. Penyakit Meniere sekitar 15% kasus vertigo otologik.

d.) Paresis vestibular bilateral ditandai dengan oscilopsia dan ataksia, biasanya disebabkan

oleh hilangnya sel-sel rambut vestibular. Terjadi karena pengobatan selama beberapa

minggu dengan antibiotik ototoksik intravena atau intraperitoneal (gentamisin). Jauh

lebih jarang, paresis vestibular bilateral terjadi karena gangguan autoimun seperti

Sindrom Cogan (disertai dengan gangguan pendengaran bilateral) 

e.) Sindrom superior canal dehiscence (SCD) dan fistula Perilimfe (PLF) ditandai dengan

vertigo yang disebabkan oleh suara (fenomena Tullio). Diagnosis SCD telah meningkat

pesat pada tahun terakhir karena temuan alat vestibular evoked myogenic

potensials(VEMP). Pada PLF, terjadi ruptur antara telinga bagian dalam yang berisi

cairan dan telinga tengah yang berisi udara. Barotrauma, seperti pada scuba diving,

adalah penyebab yang sering. Operasi otosklerosis atau cholesteatoma juga merupakan

penyebab PLF yang sering. Sangat jarang PLF yang terjadi secara spontan.

f.) Tumor yang mengkompresi saraf kranial VIII mempunyai gejala gangguan pendengaran

asimetris dikombinasikan dengan ataksia ringan. Tumor jaringan saraf sangat jarang pada

populasi vertigo.

2. Vertigo sentral merupakan vertigo yang disebabkan oleh disfungsi struktur sistem saraf

pusat. Vertigo sentral terdiri dari 2% sampai 23% dari keseluruhan vertigo. Pada sebagian

Page 15: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

besar kasus, vertigo sentral disebabkan oleh gangguan pembuluh darah seperti stroke, TIA

dan migrain vertebrobasilar.

a.) Stroke dan TIA melibatkan batang otak atau serebelum menyebabkan sekitar sepertiga

dari seluruh kasus vertigo sentral. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh emboli. Vertigo

murni kadang hanya merupakan gejala tunggal stroke pada fossa posterior sehingga sulit

membedakan TIA yang mengenai nukleus vestibular atau cerebellum dari proses lain

yang berpengaruh terhadap nervus vestibular atau end organ.

b.) Migrain basilar muncul gejala vertigo dan sakit kepala, tetapi juga dapat muncul sebagai

vertigo terisolasi. Migrain menyebabkan sekitar 15% kasus vertigo sentral. Migrain

sering terjadi pada wanita di usia tiga puluhan.

c.) Kejang dengan gejala munculan vertigo dengan gejala motorik atau konfusi. Sekitar 5%

kasus vertigo sentral disebabkan oleh kejang. Dizziness sering merupakan salah satu

gejala pada epilepsi.

d.) Multiple sclerosis (MS) menggabungkan vertigo dengan tanda sentral lainnya, seperti

disfungsi serebelum. MS merupakan penyakit demielinisasi pada saraf pusat. Gejala

penyakit ini bermacam-macam. Sekitar 2 - 5% dari penyakit ini bergejala sebagai vertigo

sentral. Dalam menegakkan diagnosis MS terkait vertigo perlu dipertimbangkan

penyebab perifer umum yang mungkin muncul bersamaan, seperti BPPV.

e.) Vertigo servikal masih tetap menjadi sindrom yang kontroversial. Diagnosis paling sering

ditegakkan setelah cedera whiplash dengan gejala biasannya vertigo, tinitus, dan nyeri

leher. Pemeriksaan biasanya menunjukkan gejala spesifik kompleks termasuk gerakan

leher terbatas oleh nyeri dan vertigo atau mual pada posisi leher tetentu. Secara umum,

tidak ada nistagmus. Tidak ada uji klinis atau laboratorium definitif untuk vertigo

cervikal. MRI vetebre servikal pada pasien ini sering menunjukkan diskus cervikal

menyempit tapi tidak mengompresi saraf cervikal. 

3. Vertigo Medikal diduga disebabkan oleh perubahan tekanan darah, gula darah rendah, dan /

atau perubahan metabolik yang terkait dengan pengobatan atau infeksi sistemik. Vertigo

medikal sebagian besar ditemui di ruang darurat dan merupakan sekitar 33% dari semua

kasus vertigo. Vertigo medikal jarang di praktek subspesialisasi (2% sampai 5%).

Page 16: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

a.) Hipotensi postural sering muncul dengan keluhan pusing, kepala ringan, atau sinkop.

Pusing terjadi hanya sementara ketika pasien berdiri.

b.) Aritmia jantung bergejala dengan sinkop atau drop attack. Seperti hipotensi postural,

gejala yang khas hanya jika pasien berdiri

c.) Hipoglikemia dan perubahan metabolik terkait dengan diabetes bergejala dengan pusing

atau kepala terasa ringan. Hipoglikemia sering disertai dengan gejala-gejala otonom

seperti jantung berdebar, berkeringat, tremor atau pucat. Kelainan ini mencapai sekitar

5% dari kasus dizziness.

d.) Efek Pengobatan atau penyalahgunaan obat biasanya bergejala dengan kepala terasa

ringan, tetapi juga dapat muncul sebagai vertigo. Diagnosis ini mencapai sekitar 16% dari

pasien dengan vertigo pada unit gawat darurat. Kelainan ini biasanya terkait obat

antihipertensi, terutama alpha bloker seperti terazosin, blocker kanal kalsium seperti

nifedipin dan sedatif. Benzodiazepin, seperti alprazolam dapat menyebabkan dizziness

sebagai bagian dari sindrom putus obat. Intoksikasi alkohol dapat bergejala nystagmus

posisional transien dan gejala serebelar. Obat-obat yang mendepresi system vestibular

seperti meclizine dan scopolamine dapat menyebabkan vertigo karena efek langsung

terhadap jaras vestibular sentral.

e.) Infeksi virus yang tidak melibatkan telinga dilaporkan menyebabkan dizziness pada

sekitar 4% - 40% dari seluruh kasus. Sindrom ini termasuk gastroenteritis, dan influenza.

4. Vertigo yang tidak terlokalisir. Yang termasuk ke dalamnya adalah pasien dengan gejala

yang berhubungan dengan gangguan psikiatri, dimana gejalanya berhubungan dengan

kejadian tanpa makna lanjut (seperti trauma kepala), dan vertigo dengan penyebab yang tidak

jelas. Tipe tersering dari vertigo yang tidak terlokalisasi termasuk vertigo psikogenik,

sindrom hiperventilasi, vertigo post trauma, dan rasa pusing yang tidak spesifik. Antara 15%

dan 50% dari seluruh pasien dengan keluhan dizziness atau vertigo berada pada kategori ini.

a.) Unknown (dizziness yang tidak spesifik).Prosedur diagnostik tidak sensitif, dan pada

evaluasi pusing, sering tidak ditemukan kelainan dengan pemeriksaan klinis dan

laboratorium.

Page 17: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

b.) Psikogenik. Pasien dengan gangguan cemas, gangguan panik, dan stress pasca trauma

dapat mengeluhkan rasa pusing, ataksia, gejala autonomik. Pada gangguan somatik gejala

dapat muncul tanpa kecemasan.

c.) Vertigo post trauma. Pasien mengeluh vertigo setelah mengalami trauma kepala tetapi

sering tidak ditemukan apapun pada pemeriksaan atau tes vestibular. BPPV disingkirkan

oleh hasil maneuver Dix-Hallpike yang negatif. Vertigo paska trauma sering ditemukan.

d.) Sindroma hiperventilasi. Pasien ini mengalami vertigo setelah hiperventilasi, tanpa ada

temuan klinis atau nistagmus. Gejala yang diinduksi hiperventilasi sering ditemukan pada

kelainan struktural seperti neuroma akustik.

e.) Ketidakseimbangan multisensoris pada usia lanjut. Sebagian besar orang lanjut usia

memiliki kelainan multisensoris yang terkait usia. Seperti diagnosis psikogenik vertigo,

diagnosis ini sering digunakan pada situasi dimana hasil pemeriksaan dalam batas

normal.

f.) Malingering. Karena vertigo muncul intermiten, sering mengikuti trauma kepala, vertigo

dapat dituntut dalam usaha untuk mendapatkan kompensasi. 

5. Pendekatan klasifikasi vertigo berdasarkan waktu. Kategori ini memudahkan untuk

diagnosa dan dapat di gunakan ketika pasien tidak masuk kepada beberapa kategori di atas.

a.) Serangan singkat (1-3 detik). Vertigo sebagai gejala tunggal. Sebaiknya diperiksa EEG

dan BAER.

1.) Iritasi nervus vestibular seperti kaitannya dengan sindrom mikrovaskuler atau

residual dari neuritis vestibular. Frekuensi serangan yang ekstrim. Hiperventilasi

dapat menginduksi nistagmus. Jika EEG normal, respon bagus terhadap

oxcarbamazepin mendukung diagnosis.

2.) Variasi penyakit meniere. Pasien mengeluhkan sensasi shock atau seperti terasa

gempa. Frekuensi serangan sering berulang. Pendengaran sering berpengaruh dalam

diagnosis.

3.) Varian BPPV. Frekuensi serangan tidak lebih dari satu hari. Debris otokonial

biasanya mengalir dan kembali mengendap ke dinding kanal. Diagnosis ditegakkan

dengan tes Dix hallpike.

Page 18: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

4.) Epilepsi. Frekuensi serangan sering(20 kali/hari) dan sering mempunyai riwayat

trauma kepala.

b.) Kurang dari 1 menit. Ini merupakan vertigo postural

1.) BPPV klasik. Diagnosa didukung dengan manuver Dix-Halpike.

2.) Aritmia kardiak. Serangan vertigo biasanya tampak di saat berdiri dan rasa kepala

ringan adalah gejala yang utama.

3.) Varian penyakit meniere.

c.) Menit-jam

1.) TIA, dapat berupa vertigo selama 2-30 menit. Pada pasien dengan faktor risiko

vaskular yang signifikan didiagnosa sebagai vertebrobasiler. MRA pada sirkulasi

vertebrobasiler merupakan tes yang paling berguna.

2.) Penyakit meniere. Serangan meniere tipikal berlangsung 2 jam. Kadang-kadang

istilah penyakit meniere vestibular digunakan untuk menandakan vertigo episodik.

3.) Serangan panik, ansietas situasional dan hiperventilasi dapat menyebabkan gejala

vertigo. Pasien ini biasanya tidak bergejala selama pemeriksaan. Anamnesa yang

tajam sangat berguna dalam menegakkan diagnosis. Jika hiperventilasi menunjukkan

gejala seperti ini tanpa adanya gejala lain, maka diagnosisnya adalah sindroma

hiperventilasi. Jika hiperventilasi juga disertai dengan nistagmus, maka dianjurkan

MRI

4.) Aritmia jantung dan ortostatik

d.) Jam sampai hari

1.) Penyakit Meniere

2.) Migrain basilar. Migrain sangat sering terjadi pada populasi umum dengan variasi

yang beragam seperti aura vertigo. Diagnosis tergantung umur, jenis kelamin, riwayat

familial dan serangan yang diprovokasi oleh pencetus migrain.

e.) Dua minggu atau lebih

1.) Neuritis vestibular. Diagnostik ditegakkan dengan ditemukannya nistagmus spontan

dalam jangka waktu lama atau hasil ENG abnormal. Pada ENG bisa tampak

nistagmus atau paresis vestibular. Vertigo selama 2 bulan yang mirip vertigo sentral

dianjurkan untuk dilakukan MRI. Pada labirinitis, diagnosis ditegakkan dengan

Page 19: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

adanya neuritis vestibular dengan gangguan pendengaran. Dianjurkan pemeriksaan

audiometri, FTA-ABS serum, laju sedimentasi eritrosit dan gula darah puasa.

2.) Vertigo sentral dengan lesi struktural SSP. Diagnosis harus dikaji lebih dalam jika

ditemukan defisit neurologis fokal yang menyertai vertigo. Diagnosis vertigo sentral

ditegakkan terakhir. Sebagai contoh, gabungan gejala vestibular perifer dan lesi

serebelar dapat muncul setelah operasi neuroma akustik. Meskipun demikian, gejala

neuroma akustik merupakan penyebab vertigo perifer atau sentral yang jarang

dibandingkan BPPV. MRI merupakan pemeriksaan anjuran yang paling penting

untuk vertigo sentral. Sukar untuk membedakan vertigo perifer dengan vertigo sentral

dengan gejala sentral yang minimal.

3.) Ansietas. Biasanya pasien mengeluhkan vertigo dengan durasi gejala selama 2

minggu atau lebih. Jika pasien mengeluhkan vertigo, tapi tidak ditemukan nistagmus

dan dapat disimpulkan sebagai vertigo fungsional. Menariknya, mengingat hampir

semua pasien dengan ganguan telinga melaporkan keluhan psikologis memperberat

gejala yang diderita dan banyak pasien ansietas mengeluhkan stress mencetuskan

vertigo. Respon positif dari trial tentang benzodiazepine mendukung hal ini namun

masih belum pasti karena beberapa gangguan vestibular organik juga berespon

terhadap obat ini.

4.) Malingering. Pasien malingering tetap mengeluhkan gejala vertigo sesuai dengan

keinginannya. Tes posturografi dan neuropsikologi biasanya abnormal. Tes fungsi

vestibular objektif seperti VEMP dan ENG biasanya normal.

5.) Parese vestibuler bilateral. Pasien ini secara umum mengalami gannguan pada tes

membaca E dan tes Romberg dengan mata tertutup. Ataksia memburuk dalam

ruangan gelap. Pada pemeriksaan audiometri, hanya pendengaran frekuensi tinggi

yang berpengaruh. Tes VEMP dan kursi barany adalah tes konfirmasi yang terbaik

untuk diagnosis penyakit ini.

6.) Disequilibrium multisensorik pada orang tua secara esensial merupakan gejala vertigo

tak terlokalisir. Gangguan ini biasanya bersifat permanen.

7.) Intoksikasi obat. Diagnosis tergantung riwayat penggunaan obat.

Page 20: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

6. Berdasarkan letak pusat keseimbangan, vertigo dibedakan menjadi vertigo sentral dan

perifer. Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan

tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolik, toksik, vaskular, atau autoimun.

Sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibular (pusat dan perifer)

serta non vestibular (visual [retina, otot bola mata], dan somatokinetik [kulit, sendi, otot]).

Sistem vestibular sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya,

sistem vestibular perifer meliputi labirin dan saraf vestibular. Labirin tersusun dari 3 kanalis

semisirkularis dan otolit (sakulus dan utrikulus) yang berperan sebagai reseptor sensori

keseimbangan, serta koklea sebagai reseptor sensori pendengaran. Sementara itu, krista pada

kanalis semisirkularis mengatur akselerasi angular, seperti gerakan berputar, sedangkan

makula pada otolit mengatur akselerasi linear.

Segala input yang diterima oleh sistem vestibular akan diolah. Kemudian, diteruskan ke

sistem visual dan somatokinetik untuk merespon informasi tersebut. Gejala yang timbul

akibat gangguan pada komponen sistem keseimbangan tubuh itu berbeda-beda.

Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular

Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Non Vestibular

Sifat vertigo

Serangan

Mual/muntah

Gangguan pendengaran

Gerakan pencetus

Situasi pencetus

rasa berputar

episodik

+

+/-

gerakan kepala

-

melayang, hilang

keseimbangan

kontinu

-

-

gerakan obyek visual

keramaian, lalu lintas

 

Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral

Gejala Vertigo Vestibular Perifer Vertigo Vestibular Sentral

Bangkitan vertigo

Derajat vertigo

Pengaruh gerakan kepala

Gejala otonom (mual,

muntah, keringat)

lebih mendadak

berat

++

++

lebih lambat

ringan

+/-

+

Page 21: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

Gangguan pendengaran

(tinitus, tuli)

Tanda fokal otak

+

-

-

+

 

Berdasarkan awitan serangan, vertigo dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu paroksismal,

kronik, dan akut. Serangan pada vertigo paroksismal terjadi mendadak, berlangsung beberapa

menit atau hari, lalu menghilang sempurna. Suatu saat serangan itu dapat muncul lagi. Namun

diantara serangan, pasien sama sekali tidak merasakan gejala. Lain halnya dengan vertigo kronis.

Dikatakan kronis karena serangannya menetap lama dan intensitasnya konstan. Pada vertigo

akut, serangannya mendadak, intensitasnya perlahan berkurang namun pasien tidak pernah

mengalami periode bebas sempurna dari keluhan. Demikian papar Abdulbar.

 

Jenis Vertigo

Berdasarkan Awitan

Serangan

Disertai Keluhan

Telinga

Tidak Disertai

Keluhan Telinga

Timbul Karena

Perubahan Posisi

Vertigo paroksismal Penyakit Meniere,

tumor fossa cranii

posterior, transient

ischemic attack

(TIA) arteri

vertebralis

TIA arteri vertebro-

basilaris, epilepsi,

vertigo akibat lesi

lambung

Benign paroxysmal

positional vertigo

(BPPV)

Vertigo kronis Otitis media kronis,

meningitis

tuberkulosa, tumor

serebelo-pontine,

lesi labirin akibat

zat ototoksik

Kontusio serebri,

sindroma paska

komosio, multiple

sklerosis,

intoksikasi obat-

obatan

Hipotensi ortostatik,

vertigo servikalis

Vertigo akut Trauma labirin,

herpes zoster otikus,

Neuronitis

vestibularis,

-

Page 22: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

labirinitis akuta,

perdarahan labirin

ensefalitis

vestibularis,

multipel sklerosis

E. DIAGNOSIS

1. Gejala

a.) Gejala primer.

Gejala primer yang merupakan akibat utama dari gangguan sensorik.

(1.) Sensasi berputar baik dirinya sendiri maupun lingkungannya. Vertigo dapat horizontal,

vertikal atau melingkar.

(2.) Sensasi pergerakan, biasanya digambarkan sebagai perasaan didorong atau miring yang

singkat. Perasaan ini menunjukkan adanya disfungsi dari apparatus otolith di telinga

dalam atau proses sentral yang merangsang otolith.

(3.) Osilopsia adalah ilusi pergerakan lingkungan sekitar yang dipicu oleh pergerakan

kepala. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral tidak dapat melihat apabila

kepalanya sedang bergerak karena osilopsia. Pasien dengan gangguan vestibuler

unilateral selalu mengeluhkan “lingkungan sekitar berputar” apabila mereka memutar

kepalanya berlawanan dengan telinga yang sakit.

(4.) Ataksia, cara berjalan yang tidak stabil, hampir secara universal terdapat pada pasien

dengan vertigo sentral atau perifer.

(5.) Gangguan pendengaran. Vertigo sering diikuti oleh tinnitus, reduksi atau distorsi

pendengaran, dan aura.

b.) Gejala sekunder, termasuk mual, gejala otonom, lelah, sakit kepala, dan penglihatan yang

sensitif.

(1.)Perasaan kepala terasa ringan seperti hampir pingsan. Biasanya disebabkan oleh

kelainan yang berhubungan dengan gangguan kardiovaskuler.

(2.)Pusing dan perasaan ringan yang tidak spesifik. Istilah ini tidak memiliki arti yang tepat

dalam penggunaan umum. Sering ditemukan pada pasien dengan ganguan psikologis.

2. Anamnesa.

Berikut ini gambaran anamnesa yang menyeluruh:

Page 23: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

a.) Definisi. Apakah pasien mengeluhkan vertigo (rasa berputar), gejala sekunder (seperti

mual), gejala non spesifik (pusing atau kepala terasa ringan).

b.) Pengaruh terhadap perubahan posisi.

c.) Waktu. Apakah gejala menetap atau episodik. Apabila episodik, berapa lama baru

berakhirnya.

d.) Pencetus atau faktor eksaserbasi.

e.) Riawayat gangguan pendengaran

f.) Riwayat menderita penyakit lainnya.

g.) Riwayat pengobatan. Banyak obat yang dapat menginduksi vertigo, termasuk obat

ototoksik, obat antiepilepsi, antihipertensi, dan sedatif dan paparan zat ototoksik.

h.) Riwayat penyakit keluarga.

3. Pemeriksaan fisik

Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah

akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks

serebri, serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain itu

harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan

vertigo tersebut. Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk

vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal

yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.

a.) Pemeriksaan umum. Ukur tekanan darah dan nadi dengan posisi pasien berdiri. Apabila

tekanan darah saat berdiri rendah, periksa tekanan darah dengan posisi berbaring dan

duduk. Auskultasi arteri karotis dan subklavia Faktor sistemik yang juga harus

dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung

kongestif, anemi, hipoglikemi, infeksi dan trauma kepala.

b.) Pemeriksaan neurologis

(1.)Tes menulis vertikal :

Pasien duduk di depan meja, tubuh tidak menyentuh meja dan tangan yang satu

berada diatas lutut, penderita disuruh menulis selajur huruf dari atas ke bawah, mula-

mula dengan mata terbuka lalu tertutup. Pada kelainan labirin satu sisi akan terjadi

deviasi dari tulisan dari atas kebawah sebesar 10 derajad atau lebih. Sedangkan

Page 24: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

Penderita kelainan serebelum maka tulisannya menjadi semakin besar (macrographia)

atau tulisan menjadi kacau.

(2.)Tes Romberg

Pasien berdiri tegak kedua kaki sejajar bersentuhan dan mata lalu dipejamkan.

Apabila gangguan vestibuler pasien tidak dapat mempertahankan posisinya, ia akan

bergoyang menjauhi garis tengah dan akan kembali ke posisi duduk dan berdiri

seketika, jika ada lesi pasien akan jatuh ke sisi lesi. Test Romberg sangat berguna.

Kemampuan normal minimal dengan mata tertutup selama sekitar 6 detik. Dewasa

muda seharusnya dapat melakukannya sekitar 30 detik, dan kemampuan menurun

seiring usia. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral secara moderat mengalami

ataksia menjadi sangat tergantung terhadap penglihatan dan merasa tidak seimbang

apabila mata tertutup. Tidak ada pasien dengan gangguan bilateral yang dapat berdiri

dengan mata tertutup pada test Romberg selama 6 detik.

(3.)Tes Tandem Gait

Pasien kaki saling menyilang dan tangan menyilang didada. Pasien di suruh

berjalan lurus, pada saat melangkah tumit kaki kiri djiletakkan pada ujung jari kaki

kanan dan seterusnya. Adanya gangguan vestibuler akan menyebabkan arah jalanannya

menyimpang.

(4.)Stepping test

Berjalan di tempat dengan mata terbuka dan lalu tertutup sebanyak 50 langkah.

Test dianggap abnormal ada kelainan vestibuler jika pasien berjalan beranjak

miring sejauh 1 meter atau badan berputar lebih 30 derajat. Jika penderita stabil test

diulang dengan tangan terentang. Juga berjalan diatas kasur. Penderita dengan

kelainan vestibular bilateral yang di sebabkan intoksikasi obat – obatan dapat

berjalan dengan mata terbuka akan tetapi sulit dengan mata tertutup

(5.)Past pointing test

Dengan mata terbuka pasien di minta untuk mengangkat lengannya lurus keatas

dengan telunjuk ekstensi. Kemudian lengan tersebut di turunkan sampai menyentuh

telunjuk pemeriksa. Selanjutnya dengan mata tertutup pasien di minta untuk

mengulang gerakan tersebut. Adanya gangguan vestibuler menyebabkan

Page 25: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

penyimpangan tangan pasien sebhingga telunjuknya tidak dapat menyentuh

telunjuk pemeriksa.

(6.)Pemeriksaan Quik

Pasien berdiri di depan pemeriksa. Kedua lengan direntangkan ke depan setinggi

bahu, dan kedua jari telunjuk menunjukkan ke telunjuk pemeriksa. Selanjutnya

pasien disuruh menutup mata. Perhatikan timbulnya penyimpangan arah pada

kedua tangan pasien.

(7.)Finger to finger test

Bila kelainan labirin satu / dua sisi maka kelainan test ini selalu pada kedua jari kiri

dan kanan, bila sumber kelainannya dari serebelum satu sisi maka jari yang

menunjukkan kelainan hanya pada sisi yang sesuai dengan sisi kelainan serebelum.

c.) Pemeriksaan mata untuk menilai nistagmus.

Nistagmus menunjukkan gangguan telinga bagian dalam, otak, dan otot okuler.

Evaluasi nistagmus yang optimal memerlukan kacamata Frenzel, dimana kacamata ini

dipakai oleh pasien dan mngaburkan penglihatan pasien, namun memeperjelas

munculan nistagmus. Dari dua jenis kacamata Frenzel yang ada, optikal dan video,

kacamata frenzel video jauh lebih unggul.

(1.)Nistagmus Spontan. Dengan kacamata frenzel mata diamati untuk nistagmus

spontan selama 10 detik. Nistagmus tipikal yang dihasilkan oleh disfungsi telinga

dalam adalah nistagmus posisi primer, mata secara perlahan deviasi dari tengah

dengan kemudian terdapat sentakan cepat yang membawa bola mata kembali ke

posisi tengah. Banyak nistagmus dengan pola–pola lain (seperti sinusoidal, gaze

evoked dan saccadic) bersumber dari sentral.

Bila kacamata frenzel tidak tersedia, tanda- tanda serupa tentang nistagmus

spontan biasanya didapat dari pemeriksaan optalmoskop yaitu dengan memonitor

gerakan balik bola mata seperti bola mata belakang bergerak ke depan, untuk

gerakan horizontal dan vertikal. Seseorang harus mengingatkan untuk membalikkan

arah nistagmus ketika membuat catatan. Fiksasi dapat dihilangkan dengan menutup

mata sebelahnya. Nistagmus yang berasal dari telinga dalam meningkat dengan

menghilangkan fiksasi.

Page 26: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

(2.)Tes Posisi Dix Hallpike. Pasien diposisikan di meja pemeriksaan yang datar, kepala

diekstensikan melalui ujung meja. Jika kacamata Frenzel tersedia, gunakan, tapi

biasanya tidak digunakan. Pasien kemudian digerakkan dengan cepat dengan posisi

kepala tergantung. Jika pasien tidak pusing atau nistagmus yang terjadi setelah 20

detik, pasien didudukkan. Kepala kemudian diposisikan 45o ke kanan dan pasien

ditidurkan dengan posisi supinasi dengan kepala ke kanan. Setelah 20 detik, pasien

duduk kembali dan prosedur diulang ke kiri ( posisi kepala ke kiri). Serangan

nistagmus dapat diprovokasi dengan posisi kepala ke kanan dan ke kiri. Nistagmus

tipe BPPV (kanal posterior) bergerak ke atas dan mempunyai komponen berputar,

gerakan bola mata ke bawah ketika pasien duduk. Ada beberapa jenis BPPV dengan

arah berbeda. Jenis BPPV kanal lateral dikaitkan dengan nistagmus horizontal yang

kuat yang berubah arah kepala kiri dan kanan. Jenis kanal anterior dihubungkan

dengan nistagmus ke bawah degan Dix Hallpike. Selanjutnya tes nistagmus

membutuhkan kacamata frenzel video.

Uji Romberg Uji Unterberger

Past Pointing Test

Page 27: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

Uji Dix-Hallpike

 

Page 28: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

1.      Tes Gelengan Kepala. Tes ini dilakukan jika tidak ada nistagmus spontan atau nistagmus posisi.

Dengan kacamata Frenzel, kepala pasien diputar oleh pemeriksa dengan arah horizontal dan

seterusnya sebanyak 20 x putaran. Dilakukan dengan deviasi kepal 45o ke sisi lain untuk 2 x

putaran per detik. Nistagmus berlangsung 5 detik atau lebih adalah indikasi adanya gangguan

organik telinga atau sistem saraf pusat dan membantu pemeriksaan lebih lanjut.

2.      Tes Arteri Vertebre untuk Vertigo servikal. Dengan posisi pasien tegak lurus dan memakai

kacamata. Kepala diputar maksimal ke satu sisi dan biarkan selama 10 detik. Mata tetap di

tengah. Tes positif bila nistagmus terjadi dengan posisi kepala sejajar tubuh.

3.      Tes Valsava. Dilakukan jika ada gejala tekanan sensitif kompleks dalam riwayat penyakit.

Ketika memakai kacamata frenzel, pasien diminta bernafas dalam dan menahan nafas selama 10

detik sambil diamati nistagmus dengan kacamata frenzel. Tes positif bila nistagmus pada saat

onset berkurang.

4.      Tes Hiperventilasi. Dilakukan jika pemeriksaan semuanya normal. Pasien diminta bernafas

dalam selama 30 x. Segera setelah hiperventilasi, mata dilihat apakah ada nistagmus dengan

menggunakan kacamata dan pasien ditanya bila tes menimbulkan gejala. Tes positif tanpa

nistagmus menunjukkan gejala hiperventilasi. Nistagmus yang dipicu oleh hiperventilasi dapat

berupa tumor nervus cranial VIII atau medulla spinalis.

5.      Tes fungsi pendengaran. Biasanya dengan menggunakan garpu tala. Tes ini digunakan untuk

membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. 

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes Audiologik, tidak dibutuhkan untuk untuk setiap pasien dengan keluhan pusing, tapi

mungkin lebih tepat jika ada masalah pendengaran.

a.) Audiogram, menilai pendengaran. Abnormalitas memberikan kesan vertigo otologik.

Sering cukup untuk penegakkan diagnosis. Upaya untuk memisahkan otologik dari

sumber vertigo lain.

b.) Brainstem Auditory Evoked Potensial (BAEP). Test nurofisiologi ini dipergunakan bila

diduga adanya carebello pontine tumor, terutama neuroma akus tikus atau multiple

sklerosis. Kombinasi pemeriksaan BERA dan CT Scan dapat menunjukkan konfirmasi

diagnostik tumor.

Page 29: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

c.) Otoacoustic Emission (OAE) menilai suara oleh telinga pasien sendiri. Cara ini cepat

dan sederhana. OAE berguna dalam mendeteksi malingering, gangguan pendengaran

sentral dan orang- orang dengan neuropati auditorik. Dalam situasi ini, OAE dapat

dilakukan bahkan bila pendengaran subjektif berkurang. Ketika ada potensi malingering,

sering audiologist melakukan beberapa tes untuk uji pendengaran objektif, tes dapat

mendeteksi kehilangan pendengaran psikogenik. OAE biasanya tidak membantu padang

orang- orang usia > 60 tahun karena OAE menurun dengan usia.

d.) Electrocochleografi (ECOG) adalah sebuah potensi bangkitan yang menggunakan

electrode perekam yang diposisikan dalam gendang telinga. ECOG membutuhkan

frekuensi pendengaran yang tinggi. ECOG yang abnormal memberi kesan penyakit

Meniere. ECOG itu sulit dan interpretasi dari hasil harus memnuhi penilaian bentuk

gelombang.

2. Tes Vestibular tidak dibutuhkan untuk setiap pasien dengan keluhan pusing. Penelitian

primer- Tes Elektronystagmography (ENG), membantu bila diagnosis masih belum jelas

setelah anamnesis dan pemeriksaan. ENG secara bertahap digantikan dengan tes VEMP.

a.) ENG merupakan prosedur beruntun yang dapat mengidentifikasi vestibular asimetris

(seperti yang disebabkan oleh neuritis vestibular) dan membuktikan nistagmus spontan

dan posisi (seperti yang disebabkan oleh BPPV). ENG adalah tes yang panjang dan sulit.

Jika ada hasil yang abnormal dan tidak sesuai dengan gejala klinis sebaiknya

dikonfirmasi denga tes kursi putar dan dikombinasi dengan tes VEMP.

b.) VEMP merupakan tes vestibular dasar karena ini memberikan keseimbangan yang baik

untuk keperluan diagnostic dan toleransi pasien. Tes ini sensitif terhadap sindrom

dehiscence kanal superior. Kehilangan vestibular bilateral dan neuroma kaustik. VEMP

secara umum normal pada neuritis dan penyakit Menier.

c.) Posturografi adalah sebuah instrument dari tes Romberg. Ini sangat berguna untuk

malingering dan juga mempunyai kegunaan melihat perkembangan orang- orang yang

menjalani pengobatan.

3. Pemeriksaan labor darah, dilakukan bila ada gejala spesifik kompleks dan tidak ada

pemeriksaan rutin untuk pasien denga keluhan pusing. Dalam faktanya pemeriksaan kimia,

hitung jenis , tes toleransi glukosa, tes alergi tidak secara rutin diperiksa.

Page 30: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

4. Pemeriksaan Radiologi, foto tengkorak, foto vertebrae servikal, CT scan kepala dan sinus

tidak direkomendasikan secara rutin dalam evaluasi vertigo.

a.) MRI kepala, mengevaluasi kesatuan struktural batang otak, serebelum, periventrikuler

substansia putih, dan kompleks nervus VIII. MRI tidak secara rutin dibutuhkan untuk

evaluasi vertigo tanpa penemuan neurologis yang lain berkaitan.

b.) CT Scan tulang temporal memberikan resolusi tinggi dari struktur telinga daripada MRI

dan juga lebih baik untuk evaluasi lesi yang melibatkan tulang. CT tulang temporal

mutlak dibutuhkan untuk diagnosis dehiscence canal superior. Jenis koronal langsung

resolusi tinggi adalah yang terbaik untuk diagnosis ini. CT Scan tulang temporal banyak

memancarkan radiasi dan untuk alasan ini, tes VEMP direkomendasikan sebagai tes

awal untuk dehiscence canal superior.

5. EEG digunakan untuk diagnosis kejang. Hasilnya sangat rendah untuk pasien dengan

keluhan pusing.

6. Ambulatory Monitor atau Holter Monitoring digunakan untuk mendeteksi aritmia atau sinus

arrest. 

G. TERAPI

Tujuan umum penatalaksanaan vertigo adalah untuk mengeliminasi gejala vertigo,

meningkatkan kompensasi sistem vestibuler dan mengontrol gejala neurovegetatif dan

psikoafektif yang menyertai vertigo.

Secara umum prinsip penatalaksaan vertigo terdiri dari:

1. Terapi kausal

Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya. Walaupun demikian jika

penyebabnya ditemukan, maka terapi kausal merupakan pilihan utama. Terapi kausal

disesuaikan dengan penyebab yang bersangkutan

2. Terapi medikamentosA

Penggunaan obat-obatan pada vertigo bersifat simptomatik. Prinsip utama pengobatan

pada vertigo mengacu kepada peran neurotransmitter pada vestibular pathway. Ada

beberapa neurotransmitter utama yang berperan dalam proses ini. Glutamate merupakan

neurotransmitter eksitator primer pada sel-sel rambut, sinap nervus vestibuler dan nucleus

vestibuler. Reseptor muskarinik asetilkolin merupakan selain memiliki peranan secara

Page 31: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

perifer, tapi juga memiliki pengaruh untuk terjadinya vertigo pada tingkat pons, medulla

oblongata dan kompleks nucleus vestibuler. Gamma aminobutyric acid(GABA) dan glisin

merupakan neurotransmitter inhibitor utama yang ditemukan pada jalur koneksi system

okulomotor dengan sistem vestibuler. Histamin secara umum ditemukan pada stuktur

vestibuler sentral. Norepinefrin berfungsi memodulasireaksi stimulasi vestibuler secara

sentral dan dopamine mempengaruhi kompensasi vestibuler, sedangkan serotonin berkaitan

dengan gejala nausea.

Vestibular supresan dan antiemetic memainkan peranan penting dalam terapi medikamentosa

vertigo.

1. Antikolinergik bekerja mempengaruhi reseptor muskarinik dan memiliki efek

kompensasi. Peranan obat antikolinergik sentral menjadi penting karena tidak semua obat

dapat menembus sawar darah otak. Pemberian obat antihistamin lebih efektif jika

diberikan lebih awal. Contoh obat ini adalah scopolamine dan atropin. Semua obat

antikolinergik memiliki efek samping mulut kering, dilatasi pupil dan sedasi.

2. Antihistamin memiliki efek sentral dalam mengurangi severitas gejala vertigo. Secara

umum, antihistamin juga memiliki efek antikolinergik dan blok kanal kalsium. Dalam

hubungannya dengan vertigo, obat antihistamin bekerja pada reseptor H2.

3. Benzodiazepin adalah modulator GABA yang secara sentral bekerja mensupresi respon

vestibuler. Zobat ini memiliki efek terapi pada dosis kecil dan masa kerja singkat.

4. Antiemetik bekerja mempercepat pengosongan lambung. Jika gejala mual dan muntah

menonjol, dapat diberikan secara supositoria atau injeksi. Contoh antiemetik adalah

metoklorpramid 10 mg oral atau IM dan ondansetron 4-8 mg oral.

5. Calcium channel blocker seperti flunarizin dan sinarizin adalah terapi yang pada saat ini

sering digunakan di eropa untuk vertigo akut. Sinarizin juga memiliki efek antihistamin,

antinorefinefrin, antinikotindan anti angiotensin. Obat ini memiliki efek samping sedasi,

menigkatkan berat badan, depresi dan parkinsonism.

6. Agonis histamine juga memiliki efek antivertigo. Mekanismenya diduga dengan

menigkatkan volume vena dn arteriol dan sebagai regulator mikrosirkulasi.

7. Steroid dianjurkan pada pengobatan vertigo yang didasari kelainan autoimun seperti

penyakit meniere dan neuritis vestibular.

Page 32: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

8. Asetil-leusin. Obat ini juga termasuk vestibular supresan dan cukup banyak digunakan di

prancis.

9. Gingko biloba. Meskipun sudah banyak digunakan, namun efektifitas obat ini belum

terbukti secara klinis dan mekanisme kerjanya belum jelas.

Terapi Obat Antivertigo

Golongan Dosis oral Antiemetik Sedasi Mukosa

Kering

Ekstrapiramidal

Flunarisin

Sinarizin

Prometasin

Difenhidrinat

Skopolamin

Atropin

Amfetamin

Efedrin

Proklorperasin

Klorpromasin

Diazepam

Haloperidol

Betahistin

1x5-10 mg

3x25 mg

3x25-50 mg

3x50 mg

3x0,6 mg

3x0,4 mg

3x5-10 mg

3x25 mg

3x3 mg

3x25 mg

3x2-5 mg

3x0,5-2 mg

3x8 mg

+

+

+

+

+

+

+

+

+++

++

+

++

+

+

+

++

+

+

-

-

-

+

+++

+++

+++

+

-

-

++

+

+++

+++

+

+

+

+

-

+

-

+

+

-

-

-

-

+

-

++

+++

-

++

+

Page 33: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

Carvedilol

Karbamazepin

Dilantin

Sedang

diteliti

3x200 mg

3x100 mg

-

-

-

-

+

-

-

-

-

-

-

-

Terapi rehalibitatif

Terapi rehalibitasi vestibular merupakan terapi fisik yang menggunakan latihan khusus dengan

tujuan untuk meningkatkan kompensasi organ vestibular terhadap gangguan keseimbangan.

Seperti terapi metode Brandt-Daroff, gait exercise, dan latihan visual-vestibular.

Mekanisme kerja terapi ini adalah:

a.       Adaptasi terhadap sistem visual dan somatosensori terhadap fungsi vestibular yang terganggu.

b.      Kompensasi dengan mengaktifkan kendali tonus pada inti vestibular di serebelum, system visual

dan somatosensori.

c.       Habituasi terhadap posisi yang merangsang munculnya vertigo secara bertahap akan mengurangi

beratnya gejala.

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

2. Soepardi, Arsyad Efiaty, Iskandar Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.  

3. Anon.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/3/jtptunimus-gdl-s1-2007-ardhiyanto-117-2-bab2.pdf#page=3&zoom=auto,-107,489

4. Departemen THT-KL FK-USU/RSUP H. Adam Malik. “Labirinitis”.Medan 2006.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20692/1/mkn-sep2006-%20sup%20%2818%29.pdf

5. Stanford care clinincs team. http://sim.stanford.edu/resources/smg_patient_info/VERTIGO03-10.pdf

6. RANDY SWARTZ, M.D, et.all.”Trreatment of Vertigo”.2005. http://www.aafp.org/afp/2005/0315/p1115.pdf

7. Anon.https://www.activator.com/wp-content/uploads/Home%20Epley%20Handouts.pdf8. Yan Edward SpTHT-KL, Yelvita Roza. “Diagnosis dan Penatalaksanaan Benign

Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal”.http://repository.unand.ac.id/17573/1/Diagnosis_dan_Penatalaksanaan_Benign_Paroxysmal_Positional_Vertigo_Kanalis_Horizontal.pdf

Page 34: Laporan Kasus (Lapkas) Vertigo-fariz

9. Neil Bhattacharyya, MD, et. All. “Clinical practice guideline: Benign paroxysmal positional vertigo 2008. http://www.aafp.org/dam/AAFP/documents/patient_care/clinical_recommendations/RecToBOD-020810-Attachment1BPPV-Jan2010Cluster.pdf

10. Wiranita, Hardiyanti Ari.2010.http://eprints.uns.ac.id/3459/1/174730501201111381.pdf11. Nurdjaman, Nurimba, Penatalaksanaan Vertigo.

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/04/penatalaksanaan_vertigo.pdf