laporan kasus bronkopneumonia

26
BAB I PENDAHULUAN Bronkopneumonia hingga saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat bronkopneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas bronkopneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok). Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang dapat disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya. Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari bronkopneumonia (bakteri atau virus). Bronkopneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan bronkopneumonia 1

Upload: nyzh

Post on 29-Nov-2015

1.573 views

Category:

Documents


301 download

DESCRIPTION

Pediatrics' case report

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Bronkopneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

Bronkopneumonia hingga saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan utama

pada anak di negara berkembang. Bronkopneumonia merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir

seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap

tahun akibat bronkopneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas

bronkopneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah

berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang

adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di

nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).

Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang dapat

disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya. Pada

bronkopneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah

penyebab dari bronkopneumonia (bakteri atau virus). Bronkopneumonia seringkali

dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.

Secara klinis pada anak sulit membedakan bronkopneumonia bakterial dengan

bronkopneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa

bronkopneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, dan

leukositosis.

Pola bakteri penyebab bronkopneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi

umur pasien. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam bronkopneumonia

adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus,

streptokokus grup B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Walaupun

bronkopneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi umumnya sebagian besar

pasien diberi antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.

Di negara berkembang, bronkopneumonia pada anak terutama disebabkan oleh

bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan bronkopneumonia adalah Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus. Bronkopneumonia yang

disebabkan oleh bakteri-bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan dengan

1

Page 2: Laporan Kasus Bronkopneumonia

antibiotik betalaktam. Di lain pihak, terdapat bronkopneumonia yang tidak responsif

dengan antibiotik betalaktam dan dikenal sebagai bronkopneumonia atipik.

Bronkopneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae dan

Chlamydia pneumoniae.

Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga

klasifikasi pneumonia.

Berdasarkan klinis dan epidemiologis:

1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).

2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired bronkopneumonia/nosocomial

pneumonia).

3. Pneumonia aspirasi.

4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

Berdasarkan bakteri penyebab:

1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri

mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella

pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi

influenza. Bronkopneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella,

dan chalamydia.

2. Pneumonia virus.

3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama

pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).

Berdasarkan predileksi infeksi:

1. Pneumonia lobaris, bronkopneumonia yang terjadi pada satu lobus

(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.

2. Bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada

berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau

bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.

3. Pneumonia interstisial

Berikut ini akan dibahas sebuah laporan kasus mengenai pneumonia lobularis atau

yang biasa dikenal dengan Bronkopneumonia.

2

Page 3: Laporan Kasus Bronkopneumonia

penderita

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : GP

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 20 September 2011 (7 bulan)

Lahir di rumah, Partus normal oleh bidan

Berat waktu lahir 2700 gram

Kebangsaan : Indonesia

Suku : Talaud

Agama : Kristen Protestan

Nama ibu : EP Pendidikan terakhir : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga Perkawinan : I

Nama ayah : KP Pendidikan terakhir : SMP

Pekerjaan : Penjual tahu Perkawinan : I

Alamat : Kombos Lingk. V

No. Telp : 081356506906

Pasien MRS tanggal 19 April 2012, jam 15.45 WITA, masuk ke ruangan perawatan

intensif (RPI).

Family Tree

3

Page 4: Laporan Kasus Bronkopneumonia

Keluhan utama: sesak napas sejak 1 hari SMRS.

Sesak napas dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas tidak

disertai kebiruan. Sesak sampai mengganggu tidur, semalam penderita rewel. Batuk

(+), dirasakan sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak. Pilek

beringus (+), dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam (+),

dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam sempat turun dengan

pemberian obat penurun panas, tapi kemudian naik lagi. Muntah (-). Buang air besar

dan buang air kecil normal.

ANAMNESIS ANTE NATAL

Pemeriksaan ante natal di dokter sebanyak ± 7 kali.

Imunisasi TT sebanyak 2 kali.

Selama hamil ibu dalam keadaan sehat.

PENYAKIT YANG SUDAH PERNAH DIALAMI

Morbili (-)

Varicella (-)

Pertussis (-)

Diarrhea (-)

Cacing (-)

Batuk/pilek (+)

Lain-lain (-)

KEPANDAIAN/KEMAJUAN BAYI

Pertama kali membalik 3 bulan

tengkurap 4 bulan

duduk 6 bulan

merangkak - bulan

4

Page 5: Laporan Kasus Bronkopneumonia

berdiri - bulan

berjalan - bulan

tertawa 4 bulan

berceloteh 6 bulan

memanggil mama 6 bulan

memanggil papa 6 bulan

ANAMNESIS MAKANAN TERPERINCI SEJAK BAYI SAMPAI SEKARANG

ASI 0 – 5 bulan

PASI 6 bulan – sekarang

Bubur susu 4 bulan – sekarang

Bubur saring (-)

Nasi (-)

IMUNISASI

DASAR ULANGAN

I II III I II III

BCG +

POLIO + + + +

DTP + + +

CAMPAK

HEPATITIS + + +

RIWAYAT KELUARGA

Hanya penderita yang sakit seperti ini di dalam keluarga.

5

Page 6: Laporan Kasus Bronkopneumonia

KEADAAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIASAAN DAN LINGKUNGAN

Penderita tinggal di dalam sebuah rumah beratap seng, dinding beton, lantai tehel,

yang mempunyai 5 kamar, dihuni oleh 11 orang, terdiri dari 7 orang dewasa dan 4

orang anak.

WC/kamar mandi di dalam rumah.

Sumber penerangan listrik PLN.

Sumber air minum PDAM.

Penanganan sampah, dibuang.

6

Page 7: Laporan Kasus Bronkopneumonia

PEMERIKSAAN FISIK

Umur: 7 bulan Berat Badan: 6,5 kg Panjang Badan: 67 cm

Keadaan Umum: Tampak Sakit

Gizi baik Suhu 39oC Respirasi : 66x/menit

Sianosis (-) Keadaan mental CM Nadi: 136x/menit

Anemia (-) Ikterus (-) Tensi: -

Kejang (-)

Kulit

Warna : Sawo matang Turgor : kulit kembali cepat

- Efloresensi: (-) Tonus : normal

- Pigmentasi (-) Oedema: tidak ada

- Jaringan parut (-)

- Lapisan lemak cukup

- Lain-lain (-)

Kepala

Bentuk : mesocephal ubun-ubun besar : datar

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata

- exophthalmus/enophthalmus : -/-

- tekanan bola mata : normal pada perabaan

Conjungtiva : anemis (-)

Sclera : icteric (-)

Corneal refleks : normal

Pupil : bulat, isokor, RC +/+, ǿ 3mm/3mm

Lensa : jernih

Fundus : tidak dievaluasi

Visus : tidak dievaluasi

7

Page 8: Laporan Kasus Bronkopneumonia

Gerakan : normal

Telinga : sekret -/-

Hidung : sekret -/-, PCH (+)

Mulut

Bibir : sianosis (-) Selaput mulut : basah

Lidah : beslag (-) Gusi : perdarahan (-)

Gigi : caries (-) Bau Pernapasan : normal

Tenggorokan : Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)

Pharynx : hiperemis (-)

Leher : Trachea : letak di tengah

Kelenjar : pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk : (-)

Dan lain-lain : (-)

Thorax

Bentuk : normal

Rachitis Rosary : (-)

Ruang intercostal : normal

Precordial bulging : (-)

Xiphosternum : (-)

Harrison’s groove : (-)

Pernapasan paradoxal : (-)

Retraksi : (+) SC, IC, SS, xyphoid

Lain-lain : (-)

Paru-paru

Inspeksi : Simetris, retraksi (+) SC, IC, SS, xyphoid

Palpasi : Stem fremitus paru kiri=kanan

Perkusi : Sonor paru kiri=kanan

Auskultasi : Sp. Bronkovesikuler kasar, Ronkhi +/+ basah halus, Wheezing -/-

8

Page 9: Laporan Kasus Bronkopneumonia

Jantung

Detak jantung : 136x/menit

Iktus cordis : tidak tampak

Batas kiri : linea midclavicularis sinistra

Batas kanan : linea parasternalis dextra

Batas atas : ICS II

Bunyi jantung apex : M1 > M2

Bunyi jantung apex aorta : A1 > A2

Bunyi jantung pulm : P1 < P2

Bising : (-)

Abdomen :

Bentuk : datar, lemas, BU (+) N

Lain-lain : (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Genitalia : laki-laki, normal

Kelenjar : Pembesaran KGB (-)

Anggota gerak : akral hangat, CRT <2”

Tulang-belulang : deformitas (-)

Otot-otot : eutoni

Refleks-refleks : refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

9

Page 10: Laporan Kasus Bronkopneumonia

RESUME

Laki-laki, 7 bulan, BB: 6,5 kg, TB: 67 cm. MRS pada tanggal 19 April 2012, Jam: 11.45

WITA dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS + batuk sejak 3 minggu SMRS +

demam sejak 2 hari SMRS. KU: tampak sakit, Kes: CM. N: 136x/menit, R: 66x/menit, Sb:

39oC. Pernapasan cuping hidung (+), retraksi (+) SC IC SS xyphoid, suara pernapasan

bronkovesikuler kasar, ronkhi +/+ basah halus.

Diagnosis: Bronkopneumonia berat

Perawatan/Pengobatan/Makanan:

O2 2l/menit

IVFD Kaen 1B (HS) + 2oC -> 34 ml/jam

Inj. Ampisilin 4x175 mg

Inj. Kloramphenicol 4x175 mg

Inj. Dexametason 3x1 mg

Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv/NGT

Paracetamol 3x100 mg pulv/NGT

Oral aff sementara

Anjuran : DL, DDR, diff count, ureum, creatinin, X foto AP

HASIL LAB 19/4/2012

Malaria: (-)

Hematokrit: 33,5

Hb: 10,2

Leukosit: 15.800

Trombosit: 499.000

Creatinin: 0,5

10

Page 11: Laporan Kasus Bronkopneumonia

FOLLOW UP

20 April 2012

S: sesak «, demam (-), batuk (+)

O: KU: tampak sakit, kes: CM

N: 112x/m R: 56x/m Sb: 36,8oC

SSP : pupil bulat isokor ǿ 3mm/3mm

RC +/+, RF +/+, RP -/-

Spastik (-), klonus (-)

CV : bising (-), sianosis (-)

Akral hangat, CRT <2”

RT : Thorax simetris, retraksi (+) SC IC, PCH (+)

Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+ basah halus, Wh -/-

GIT : datar, lemas, BU (+) N

H/L ttb

Hemato: conj an -/-, scl ict -/-

Diagnosa: bronkopneumonia berat

Terapi:

- O2 2l/menit

- IVFD Kaen 1B (HS-S) 7-8 gtt/m (makro)

- Inj. Ampisilin 4x175 mg IV (2)

- Inj. Kloramphenicol 4x175 mg IV (2)

- Inj. Dexametason 3x1 mg IV (2)

- Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv/NGT

- Paracetamol 3x100 mg pulv/NGT

- Susu 8x10cc

Pro:

- DL, diff count, blood smear, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT

- Urinalisis, feses lengkap

- Pindah RPI intermediate

11

Page 12: Laporan Kasus Bronkopneumonia

21 April 2012

S: sesak «, demam (-), batuk (+)

O: KU: tampak sakit, kes: CM

N: 136x/m R: 54x/m Sb: 36,6oC

SSP : pupil bulat isokor ǿ 3mm/3mm

RC +/+, RF +/+, RP -/-

Spastik (-), klonus (-)

CV : bising (-), sianosis (-)

Akral hangat, CRT <2”

RT : Thorax simetris, retraksi (+) SC IC, PCH (-)

Sp. Bronkovesikuler kasar, Rh +/+ basah halus, Wh -/-

GIT : datar, lemas, BU (+) N

H/L ttb

Hemato: conj an -/-, scl ict -/-

Diagnosa: bronkopneumonia

Terapi:

- O2 2l/menit

- IVFD Kaen 1B (HS-S) 7-8 gtt/m

- Inj. Ampisilin 4x175 mg IV

- Inj. Kloramphenicol 4x175 mg IV

- Inj. Dexametason 3x1 mg IV

- Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv

- Paracetamol 3x100 mg pulv k/p

- Susu 8x15-20cc

Pro:

- Pindah ruangan

22 April 2012

S: sesak (-), demam (-), batuk (+)

O: KU: tampak sakit, kes: CM

12

Page 13: Laporan Kasus Bronkopneumonia

N: 132x/m R: 36x/m Sb: 36,5oC

SSP : pupil bulat isokor ǿ 3mm/3mm

RC +/+, RF +/+, RP -/-

Spastik (-), klonus (-)

CV : bising (-), sianosis (-)

Akral hangat, CRT <2”

RT : Thorax simetris, retraksi (-), PCH (-)

Sp. Bronkovesikuler, Rh +/+ basah halus, Wh -/-

GIT : datar, lemas, BU (+) N

H/L ttb

Hemato: conj an -/-, scl ict -/-

Diagnosa: bronkopneumonia

Terapi:

- IVFD Kaen 1B (HS-S) 7-8 gtt/m

- Inj. Ampisilin 4x175 mg IV

- Inj. Kloramphenicol 4x175 mg IV

- Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv/NGT

- Paracetamol 3x100 mg pulv/NGT k/p

- Susu 8x15-20cc

23 April 2012

S: sesak (-), demam (-), batuk (+)

O: KU: tampak sakit, kes: CM

N: 120x/m R: 36x/m Sb: 36,8oC

SSP : pupil bulat isokor ǿ 3mm/3mm

RC +/+, RF +/+, RP -/-

Spastik (-), klonus (-)

CV : bising (-), sianosis (-)

Akral hangat, CRT <2”

RT : Thorax simetris, retraksi (-), PCH (-)

Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

13

Page 14: Laporan Kasus Bronkopneumonia

GIT : datar, lemas, BU (+) N

H/L ttb

Hemato: conj an -/-, scl ict -/-

Diagnosa: bronkopneumonia

Terapi:

- IVFD Kaen 1B (HS-S) 7-8 gtt/m -> AFF

- Inj. Ampisilin 4x175 mg IV -> STOP

- Inj. Kloramphenicol 4x175 mg IV -> STOP

- Amoxicillin syrup 3x½ cth

- Ambroxol 3,5 mg + trifed 1/8 tab -> 3x1 pulv

- Paracetamol 3x100 mg pulv k/p

- Susu on demand

Pro: rawat jalan.

14

Page 15: Laporan Kasus Bronkopneumonia

BAB III

PEMBAHASAN

Bronkopneumonia atau pneumonia lobularis merupakan bagian dari pneumonia,

yang merupakan suatu infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang mengenai parenkim

paru, yang dapat disebabkan baik oleh bakteri, virus, jamur maupun benda asing lainnya.

Pada umumnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri, yaitu Streptococcus

pneumoniae dan Haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil dapat ditemukan

Staphylococcus aureus sebagai penyebab bronkopneumonia yang berat, serius dan sangat

progresif dengan mortalitas yang tinggi. Pada neonatus penyebab bronkopneumonia

tersering adalah Streptococcus grup B, batang gram negatif dan Chlamidia. Namun selain

bakteri, bronkopneumonia yang paling sering dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun,

biasanya juga disebabkan oleh virus, antara lain adenovirus, virus parainfluenza virus

influenza, dan enterovirus.

Agen-agen mikroba yang menyebabkan Bronkopneumonia memiliki 3 bentuk

transisi primer :

1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada

orofaring

2. Inhalasi aerosol yang infeksius

3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal

Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang

menyebabkan bronkopneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang

terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme

pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek

penelitian akhir-akhir ini.

Pada saluran nafas, organisme penyebab dapat mengakibatkan terjadinya reaksi

jaringan yang berupa edema, hal ini akan mempermudah terjadinya proliferasi dan

penyebaran organisme penyebab. Selanjutnya bagian paru yang terkena akan mengalami

konsolidasi, yaitu terjadinya serbukan sel PMN (polimorfonuklear), fibrin, eritrosit, cairan

edema, dan kuman di alveoli.

Selanjutnya proses peradangan yang terjadi pada paru – paru mengikuti empat

stadium berikut ini:

15

Page 16: Laporan Kasus Bronkopneumonia

a). Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung

pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan

permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.

Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast

juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan

prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang

interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh

oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling

berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b). Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,

eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi

peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,

eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,

pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c). Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi

daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah

yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi

fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.

d). Stadium IV (7 – 12 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula.

16

Page 17: Laporan Kasus Bronkopneumonia

Sebagian besar gambaran klinis bronkopneumonia pada anak berkisar antara ringan

hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,

mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan

di RS.

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis bronkopneumonia pada anak

adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala

klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan

prosedur diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering, dan faktor

patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang

menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam

tatalaksana bronkopneumonia.

Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesa riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya terutama pemeriksaan darah,

pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan cairan pleura dan mikrobiologi jika

memungkinkan.

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi

subkosta untuk mengklasifikasikan bronkopneumonia di negara berkembang:

Bayi kurang dari 2 bulan

Bronkopneumonia berat: napas cepat atau retraksi yang berat

Bronkopneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,

demam atau hipotermia, bradipnea, atau pernapasan ireguler.

Anak umur 2 bulan – 5 tahun

Bronkopneumonia ringan: napas cepat

Bronkopneumonia berat: retraksi

Bronkopneumonia sangat berat: tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,

malnutrisi.

Untuk kriteria rawat inap adalah sebagai berikut:

Bayi

Saturasi oksigen ≤92%, sianosis

Frekuensi napas >60x/menit

Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting

Tidak mau minum/menetek

17

Page 18: Laporan Kasus Bronkopneumonia

Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak

Saturasi oksigen ≤92%, sianosis

Frekuensi napas >50x/menit

Distres pernapasan

Grunting

Terdapat tanda dehidrasi

Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Pada pasien ini, ditemukan gejala-gejala klinis yang mengarah ke diagnosis

Bronkopneumonia berat. Pada anamnesis, ditemukan 3 keluhan yang merupakan trias dari

bronkopneumonia yaitu demam, batuk, dan sesak. Temuan pada anamnesis ini juga

didukung dengan hasil pemeriksaan fisik dimana pada vital sign ditemukan napas cepat,

adanya pernapasan cuping hidung, retraksi dinding dada (SC, IC, SS), dan pada auskultasi

paru dapat didengar ronkhi basah halus.

Berdasarkan klasifikasi WHO yang sudah dijelaskan diatas, pasien ini termasuk

dalam klasifikasi bronkopneumonia berat, karena selain terdapat napas cepat, dapat

ditemukan adanya retraksi dinding dada.

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tadi juga didukung dengan hasil

pemeriksaan penunjang (laboratorium) dimana ditemukan peningkatan leukosit yang juga

menunjang diagnosis bronkopneumonia.

Pada gambaran foto toraks, ditemukan adanya bercak-bercak infiltrat dengan batas

yang tidak tegas, yang juga merupakan gambaran yang menunjang diagnosis

bronkopneumonia.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan

antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian

cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa,

elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.

Pada pasien ini, diberikan penatalaksanaan awal yaitu O2 2l/menit, IVFD Kaen 1B, Inj.

Ampisilin, Inj. Kloramphenicol, Inj. Dexametason, Ambroxol + trifed, dan Paracetamol.

Prognosis pasien ini baik karena pengobatan yang diberikan adekuat sehingga

terjadi perbaikan dan tidak terjadi komplikasi.

18

Page 19: Laporan Kasus Bronkopneumonia

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, editors. Buku ajar respirologi anak. ed 1.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.

2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editors. Kapita selekta

kedokteran jilid 2. Ed 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2000.

3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.

Pedoman pelayanan medis jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.

4. Symptoms of bronchial pneumonia. Diakses dari:

http://www.ehow.com/about_5079434_symptoms-bronchial-pneumonia.html

5. Symptoms of bronchial pneumonia. Diakses dari:

http://www.livestrong.com/article/16061-symptoms-bronchial-pneumonia/

6. Kartasasmita CB, Duddy HM, Sudigdo S, Agustian D, Setiowati I, Ahmad TH, et

al. Nasopharyngeal bacterial carriage and antimicrobial resistance in under five

children with community acquired pneumonia. Paediatr Indones 2001; 41:292-5.

7. Bronchial pneumonia. Diakses dari:

http://www.pneumoniasymptoms.org/bronchial-pneumonia/bronchial-

pneumonia.html

8. Bronchopneumonia. Diakses dari: http://en.wikipedia.org/wiki/Bronchopneumonia

9. Bronchopneumonia. Diakses dari: www.bronchopneumonia.org

10. Abdoerachman MH. Open Comparison Study between Augmentin and Ampicillin

– Chloramphenicol in the Treatment of Bronchopneumonia in Children. Paediatr

Indones 2001; 35: 222 – 226.

19