laporan k3-revisi

Upload: fransiskus-andreas-kevin-sapoetra

Post on 06-Mar-2016

112 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

MAKALAH ANALISIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)STUDI KASUS PENGOLAHAN TEBU MENJADI GULA SIAP JUAL PADA SKALA INDUSTRI

Oleh:Belana Senobaan103134354178549Kevin Sapoetra 103138792932002Maria Stephanie103135182331096Raymond Septian103136323142616Stefanny Trifena103136838229644Yessica 103135587561412

Program Studi Teknik LingkunganFakultas Clean Energy and Climate ChangeSurya UniversityTangerang2015BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTingkat kecelakaan kerja mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Riset yang dilakukan badan dunia ILO (International Labour Organization) menyatakan bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, setara dengan satu orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka (ILO, 2003). Sedangkan di Indonesia pada tahun 2007, Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit dan kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Indonesia mempunyai tingkat kecelakaan paling buruk dan kesehatan tenaga kerja hanya sebesar 2%, masih tergolong rendah di kawasan ASEAN (Rudi Suardi, 2005:2). Kecelakaan dan sakit di tempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Padahal tingginya tingkat kecelakaan kerja menyebabkan banyaknya karyawan yang menderita, absensi yang meningkat, produksi yang menurun dan biaya pengobatan yang semakin besar. Hal itu akan menimbulkan kerugian bagi karyawan maupun perusahaan yang bersangkutan. Misalnya karena mungkin karyawan terpaksa berhenti bekerja akibat mengalami cacat dan perusahaan kehilangan karyawan (Tarwaka, 2008:12).Risiko dari kejadian kecelakaan kerja adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu. Faktor yang mempengaruhi risiko kecelakaan kerja adalah faktor pekerjaan, faktor manusia, dan faktor lingkungan kerja. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang berhubungan dengan aktivitas dan kegiatan dalam pekerjaan (A.M Sugeng Budiono Budiono, 2003:171). Risiko kecelakaan kerja ini dapat terjadi dimana saja termasuk pada sektor Industri Gula. Industri ini sering bermasalah dalam proses produksi terutama disebabkan karena target produksi dan waktu produksi yang hilang akibat terjadinya gangguan operasional. Tahapan produksi yang cukup kompleks menimbulkan adanya potensi risiko operasional yang cukup tinggi. Pentingnya menerapkan manajemen risiko dapat mengidentifikasi risiko, menilai risiko dan mengurangi kemungkinan terjadinya risiko.Untuk menanggulangi terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat pada terganggunya proses produksi dan menyebabkan kerugian perusahaan, maka perlu dilakukannya analisis terhadap Job Safety, manajemen risiko, mencari faktor penyebab hingga upaya meminimalisir kecelakaan kerja tersebut, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah Bagaimana Job Safety Analysis pada Industri Gula? Bagaimana manajemen risiko dan apa saja faktor penyebab kecelakaan kerja pada Industri Gula? Bagaimana upaya meminimalisir kecelakaan kerja pada Industri Gula?

1.3 Tujuan Menganalisis Job Safety pada Industri Gula Menganalisis manajemen risiko dan faktor penyebab kecelakaan kerja pada Industri Gula Menganalisis upaya minimalisir kecelakaan kerja pada Industi Gula

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu daya upaya sedemikian rupa, sehingga dapat menjamin dan menciptakan kondisi kerja yang aman dan bebas dari risiko kecelakaan (Ishak,2004). Berlandaskan hal ini, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan satu dari sekian banyak aspek perlindungan untuk karyawan yang dilindungi oleh peraturan pemerintah. Peraturan tersebut antara lain,a) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatanb) Perpres No. 12 Tahun 2013 dan PP No. 101 Tahun 2012 tentang Jaminan Keselamatanc) Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan sistem Manajemen K3d) Undang-Undang PP No. 53 Tahun 2012 tentang JamsostekDari seluruh peraturan di atas, dasar dari perancangannya ialah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan bahwa Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Wanodya, 2014). Menurut Yuandi (2011) dalam bidang kepegawaian, istilah keselamatan dan kesehatan dapat dibedakan. Keselamatan kerja ialah kondisi aman dan selamat dari penderitaan, kerusakan, atau kerugian dari tempat kerja. Risiko keselamatan merupakan aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kerugian fisik. Sedangkan kesehatan kerja merujuk pada suatu kondisi dimana bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko kesehatan lebih merujuk pada faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat menyebabkan stres emosi ataupun gangguan fisik lainnya.Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Mangkunegara (2001) ialah:a) Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial maupun psikologis.b) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.c) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannyad) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan gizi pegawaie) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerjaf) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerjaK3 sangat penting dalam penerapannya sebagai modal utama dalam menunjang kepuasan kerja karyawan, terutama pada bidang pekerjaannya pabrikasi. Karyawan yang bekerja di daerah pabrik selalu berinteraksi langsung dengan alat-alat berat yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Hal inilah yang menyebabkan risiko kecelakaan kerja pada karyawan memiliki potensi yang sangat besar. Walau penggunaan teknologi atau alat canggih dalam suatu pabrikasi perusahaan akan menunjang proses produksi secara positif, akan tetapi jika tidak dapat dikendalikan, maka dapat mengakibatkan meningkatnya risiko kecelakaan kerja yang timbul bila penggunaannya tidak sesuai dengan prosedur standar operasi (SOP). Pada umumnya kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia yaitu sifat ceroboh, serta tindakan dari manusia yang sengaja maupun tidak disengaja melanggar peraturan keselamatan kerja. Sedangkan faktor lingkungan adalah tindakan yang tidak aman dari lingkungan kerja antara lain meliputi mesin dan alat-alat kerja. Kurangnya kehati-hatian (ceroboh) atau human error merupakan kesalahan yang disebabkan oleh faktor dari manusia itu sendiri. Cara untuk mencegah kecelakan kerja dari faktor tersebut salah satunya dengan meniadakan hal-hal yang menjadi penyebab kecelakaan dan mengadakan pengawasan yang ketat (Ismail, 2010).Menurut Anies (2005), faktor-faktor yang menjadi sebab penyakit akibat kerja, antara lain ialah,a) Golongan fisik, yaitu:a) Suara/ bunyi yang bisa menyebabkan tuli karena melebihi batas toleransi. Hal ini dapat mempengaruhi produktivitas pekerjab) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramp atau hyperpyrexia, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan frozebitec) Penyinaran lampu (penerangan) yang kurang baik. Hal ini dapat meningkatkan potensi kecelakaan karena dapat menyebabkan kelainan pada indra penglihatan ataupun silauan kejut yang mempermudah terjadinya kecelakaanb) Golongan kimiawi, seperti:a) Debu zat menyebabkan sejumlah penyakit pernapasan akut maupun kronis.b) Uap yang dapat menyebabkan metal framefever, dermatitis atau keracunan gas.c) Golongan psikologis, antara lain:a) Proses kerja yang rutin dan membosankanb) Hubungan Kerja yang selalu bertekanan atau penuh tuntutanc) Suasana kerja yang kurang nyamand) Golongan infeksiDapat berupa infeksi jamur, virus ,maupun parasit.e) Golongan fisiologisa) Kesalahan-kesalahan konstruksi mesin.b) Sikap badan yang kurang baikc) Salah dalam SOP, dllApabila perusahaan menerapkan K3 dan meminimalisir risiko kecelakaan kerja, maka perusahaan itu dapat dikatakan berhasil dalam mengimplementasikan K3. Adanya pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang baik dan benar, yang sesuai dengan SOP yang telah disepakati, maka perusahaan dapat terhidar dari risiko kecelakaan kerja yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan para pekerja. Menurut Ishak (2004) manfaat dari pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan terbagi menjadi dua ,yaitu:a) Manfaat Ekonomisa) Berkurangnya kecelakaan dan sakit karena kerjab) Mencegah hilangnya investasi fisik dan investasi SDMc) Meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja yang nyaman dan aman, selain itu juga karena motivasi kerja yang meningkatb) Manfaat Psikologisa) Meningkatnya kepuasan kerjab) Kepuasan kerja tersebut akan meningkatkan motivasi kerja dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas dan kualitas kerjac) Perusahaan akan merasa bangga bahwa telah ikut dalam melaksanakan program pemerintah dan ikut serta dalam pembangunan nasional.d) Nama perusahaan akan menjadi baik.Ada beberapa teori yang berkembang untuk menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. H.W. Heinrichmerupakan salah satu pencetus teori di K3 yang terkenal dengan teorinya yang Teori Domino Heinrich. Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan:a) Kondisi Kerjab) Kelalaian Manusiac) Tindakan Tidak Amand) Kecelakaane) CederaJika disusun sebagai domino apabila ada satu keping jatuh, maka keping ini akan bersinggungan dengan keping lain hingga semuanya akan roboh pada akhirnya. Ilustrasi ini mirip dengan efek domino yang telah kita kenal sebelumnya, jika satu bangunan roboh, kejadian ini akan memicu peristiwa beruntun yang menyebabkan robohnya keping lain.Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai poin ketiga dari lima faktor penyebab kecelakaan. Menurut penelitian yang dilakukannya, tindakan tidak aman ini menyumbang 98% penyebab kecelakaan.Penjelasannya jika keping nomor 3 tidak ada lagi, seandainya keping nomor 1 dan 2 jatuh, ini tidak akan menyebabkan jatuhnya semua kepingan. Dengan adanya gap/jarak antara keping kedua dengan keping keempat, jika keping kedua terjatuh, ini tidak akan sampai mengganggu keping nomor 4. Akhirnya, kecelakaan (poin 4) dan cedera (poin 5) dapat dicegah (Pusdiklat,2014).Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962, kecelakaan kerja diklasifikasikan sebagai berikut (Sumamur, 1987): a) Berdasarkan jenis pekerjaan:a) Terjatuh b) Tertimpa benda jatuh c) Tertumbuk atau terkena benda-benda d) Terjepit oleh benda e) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan f) Pengaruh suhu tinggi g) Terkena arus listrik h) Kontak bahan berbahaya atau radiasi b) Berdasarkan penyebab:a) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu, dan sebagainya. b) Alat angkut dan angkat, misalnya mesin angkat dan peralatannya, alat angkut darat, udara dan air c) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, bejana bertekanan, tangga, scaffolding dan sebagainya. d) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, debu, gas, zat-zat kimia, dan sebagainya. e) Lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah).c) Berdasarkan sifat luka atau kelainan:a) Patah tulang b) Dislokasi (keseleo) c) Regang otot d) Memar dan luka dalam yang lain e) Amputasi f) Luka di permukaan g) Gegar dan remuk h) Luka bakar i) Keracunan-keracunan mendadak j) Pengaruh radiasi d) Berdasarkan letak kelainan atau luka di tubuh:a) Kepala b) Leher c) Badan d) Anggota atas e) Anggota bawah f) Banyak tempat g) Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut

2.2. Manajemen RisikoManajemen risiko (risk management) ialah suatu pendekatan yang sistematis untuk mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman, yang terdiri dari aktivitas penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengatasi risiko yang timbul, serta pengangguran risiko menggunakan sumber daya yang ada (American National Standard, 2004). Dalam merancang sistem produksi yang stabil, penting menerapkan manajemen risiko di dalamnya. Menurut Stoneburner dan Goguen (2002) manajemen risiko dapat mengidentifikasi, menilai dan mengurangi kemungkinan terjadinya risiko.Tahap awal dalam mengidentifikasi suatu risiko dengan melakukan document review dan wawancara. Risiko yang didapat diolah dan dianalisis penyebabnya. Segala potensi bahaya dapat diminimalisir dengan mengandalkan hirarki pengendalian bahaya K3, yaitu (Makaryaengineering, 2015):a) Pengendalian teknis (Engineering Control)b) Eliminasic) Subtitusid) Isolasie) Perubahan prosesf) Ventilasig) Pengendalian administrasih) Pengurangan waktu kerjai) Rotasi / Mutasij) Alat Pelinduung Diri (APD)Metode Penentuan APD:a) Melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis material yang diguunakanb) Telaah data-data kecelakaan dan penyakitc) Belajar dari pengalaman industri sejenis lainnyad) Bila ada perubahan proses, mesin, dan penggunaan materiale) Peraturan dan Perundang-undanganAnalisis keselamatan pekerjaan merupakan metode pengelompokkan potensi bahaya dalam bentuk tabel, hal ini mempermudah dalam penilaian tingkat potensi bahaya yang ada di unit plastik injeksi. Dengan metode ini, diharapkan dapat memperjelas potensi bahaya apa saja yang ada di unit tersebut, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah penanggulangannya. Prinsip K3 di dalam manajemen risiko yang biasa diterapkan perusahaan secara umum adalah bahwa (Musoffan, 2007):a) Semua operasi dan kondisi berbahaya wajib diidentifikasi,b) Resiko dari bahaya yang diidentifikasi itu dinilai, danc) Tindakan yang relevan diterapkan perusahaan untuk mengontrol bahaya itu.Penerapan ini harus melalui kegiatan yang karyawan laksanakan dengan tujuan agar semua kecelakaan dapat dicegah. Instruksi kerja (work instruction) memuat metode dimana pekerjaan berbahaya atau pekerjaan tidak rutin yang melibatkan pekerjaan baru (new task), atau peralatan baru, dll dapat dianalisis secara sistematis untuk:a) mengidentifikasi risiko yang ada melekat (inherent) di langkah-langkah kerja.b) menilai dan membuat prioritas dalam mengontrol risiko-risiko tersebut;c) menerapkan tindakan-tindakan pengongtrolan (control measures) untuk:a) menghilangkan bahaya (eliminate) atau b) meminimalkan resiko (minimize) ke tingkat ALARP (As Low As Reasonable Practicable).Instruksi Kerja yang dibuat harus diterapkan pada semua tingkatan atas pekerjaan proyek di lapangan (project field operation). Dan manfaat yang optimal dapat diperoleh melalui penerapan proses JSA/JHA ini yang diawali pada saat permulaan atas setiap kegiatan pekerjaan dalam lingkup proyek tersebut. Langkah-langkah analisis keselamatan kerja (JSA) diantaranya:a) Membuat daftar Pekerjaanb) Penentuan jenis pekerjaan yang akan dianalisisc) Menguraikan tugas ke dalam langkah-langkah dasard) Identifikasi faktor potensi bahaya pada setiap langkah dasare) Pelaksanaan

2.3 Pengolahan Tebu PemanenanPemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin. Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, daun dipangkas dan batangnya diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat akan dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut kecil ke tempat penampungan, kemudian diangkut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan pendek-pendek. Mesin-mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan memungkinkan dengan topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini tidak tepat untuk kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin dan hilangnya banyak tenaga kerja.

Pengiriman dan Penimbangan TebuTebu dari kebun dikirim ke pabrik menggunakan angkutan truk melewati jembatan timbang dengan sistem komputerisasi untuk pengambilan data berat kotor, nomor petak, lokasi, jenis tebang, nama pelaksana tebang dan jam ditebang (kesegaran). Selanjutnya, truk dan trailer yang telah dibongkar, meninggalkan pabrik melewati jembatan timbang keluar untuk pengambilan data berat kendaraan kosong.EkstrasiTahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Umumnya pada pabrik, tebu dihancurkan dalam penggiling putar yang berukuran besar yang disusun seri. Cairan tebu dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan untuk mesin pemanas (boiler). Diffuserdigunakan seperti yang digambarkan pada pengolahan gula. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.

Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu yang dinamakanbagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu kecil dari lahan. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 tonbagasseuntuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.

Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)Jus dibersihkan dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan kotoran. Proses ini dinamakanliming. Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukanliminguntuk mengoptimalkan proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan tertentu dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melaluiclarifierdengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih.

Penguapan (Evaporasi)Setelah mengalami prosesliming, jus dikentalkan lagi menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas dan langkah ini diulangi berulang sampai cukup bersih. Lalu menuju ke tahap pembuatan kristal. Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula, tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam evaporator majemuk' (multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengansteammerupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).

Pendidihan Primer/ KristalisasiPada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan utama (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa analogikan seperti pada proses pengeringan berputar pada mesin cuci. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.

Keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa dapat menghambat kristalisasi. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, kemudian sampai pada suatu tahap dimana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga proses pendidihan. Pertama akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan. Pendidihan Kedua membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk.. Pendidihan Ketiga membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada pendidihan Kedua dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidihan Kedua dan sisanya dicairkan lagi.Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis yaitu molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrikrumdi Karibia selalu dekat dengan pabrik gula tebu.

PenyimpananGula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu, gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.

Afinasi (Affination)Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan afinasi. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil disentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup, sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya.Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel halus,gumdan resin serta substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses.

KarbonatasiTahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/lime[kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi denganlimemembentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar, maka substansi-substansi non-gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain karbonatasi, teknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelahlimingseperti yang sudah dijelaskan di atas.

Penghilangan warnaAda dua metode umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular activated carbon,GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat bone char, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian. Oleh karena itu, cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.

Pendidihan SekunderSejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat dianalogikan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.

Pengolahan sisa (Recovery)Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping:molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol.(sumber: SKIL; PT Gunung Madu Plantation; Wegeningen University)

BAB III METODOLOGI3.1 Gambaran Umum Proses Produksi GulaProses produksi gula secara umum terdiri dari beberapa stasiun, yaitu stasiun penerimaan tebu, stasiun penimbangan tebu, stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun pengkristalan, stasiun puteran dan stasiun pembungkusan. Pada stasiun penerimaan tebu, terjadi proses pencucian tebu bertujuan untuk mengurangi bahaya-bahaya, khususnya bahaya fisik seperti akar, pucuk, tanah, dan lain-lain. Bahaya fisik tersebut dapat menurunkan kapasitas giling dan akan menyulitkan proses pemurnian bila terdapat koloid tanah (Al, Si, Fe). Pada Stasiun penggilingan, Proses Pemberian Desinfektan dirancang untuk mengurangi bahaya bakteri Leukonostok yang sering timbul pada nira mentah. Tentunya kadar atau kadar penggunaan desinfektan ini harus sangat diperhatikan oleh operator, karena apabila penggunaan kadar desinfektan tidak sesuai dapat membahayakan nira mentah itu sendiri. Proses penambahan asam phospat pada Stasiun Pemurnian proses yang bertujuan untuk menyerap zat koloid, zat warna, dan zat lilin yang ada pada nira. Proses Penambahan Susu kapur pada Stasiun Pemurnian merupakan proses ini bertujuan untuk memurnikan nira mentah yang masih terdapat banyak kotoran. Dengan penambahan susu kapur terjadi proses penggumpalan kotoran yang akan memurnikan nira mentah. Proses pelepasan gas-gas hasil reaksi yang berbahaya di flash tank pada stasiun pemurnian bertujuan untuk membersihkan nira dari hasil reaksi zat-zat berbahaya, yaitu kapur dan gas SO2. Proses Penambahan Flocculant pada Stasiun Pemurnian bertujuan untuk mengurangi bahaya, khususnya bahaya fisik seperti kotoran bukan nira atau flok-flok kecil yang dapat mengurangi kualitas keamanan nira. Proses Pemberian fondan pada Stasiun Pengkristalan merupakan proses yang menggunakan zat berbahaya. Fondan merupakan larutan yang mengandung spirtus metanol. Oleh karena itu, operator harus sangat disiplin dan teliti dalam pemberian larutan fondan tersebut.

3.2 Jenis dan Sumber DataJenis penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Jenis data yang digunakan ialah data sekunder, data yang diperoleh dari pihak lain maupun sumber lainnya yang berkaitan seperti studi literature. Sumber data digunakan berasal dari hasil jurnal penelitian yang berkaitan dengan studi kasus kecelakaan kerja pada industri gula.

3.3 Diagram Alir ProsesAlur penelitian dapat dilihat pada diagram alir Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Diagram Alir Proses PenelitianBAB IVPEMBAHASAN4.1 Analisis Job Safety Analysis Jenis Pekerjaan: Pemanenan tebuTAHAPAN PEKERJAANPOTENSI BAHAYA YANG MUNGKIN TIMBULTINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

1Memotong tebu dengan tangan/alat1Terpotongnya bagian tubuh1Jarak antara pekerja dan alat pemotong harus sesuai

Lakukan pemotongan sesuai prosedur kerja

2Memangkas daun tebu2Terbesetnya bagian tubuh2Jarak antara pekerja dan alat pemangkas harus sesuai

Lakukan pemangkasan sesuai prosedur kerja

Pastikan tebu tidak mengandung akar, tanah, pucuk, pasir, dan kerikil

3Mengikat tebu menjadi satu3Tidak ada potensi bahaya yang menonjol3Lakukan pengikatan sesuai prosedur kerja

4Memindahkan potongan tebu ke tempat penampungan4Kecelakaan dalam perjalanan distributor4Pengemudi memiliki SIO

Pengangkutan barang tidak berbenturan dengan barang lainnya

Pastikan tidak ada bagian yang kontak dengan mesin

5Memindahkan potongan tebu ke tempat penggilingan5Kecelakaan dalam perjalanan distributor5Pengemudi memiliki SIO

Pengangkutan barang tidak berbenturan dengan barang lainnya

Pastikan tidak ada bagian yang kontak dengan mesin

Jenis Pekerjaan: Penerimaan dan Penimbangan TebuTAHAPAN PEKERJAANPOTENSI BAHAYA YANG MUNGKIN TIMBULTINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

1Menempatkan tebu untuk dianalisa1Terjepit di antara tebu1Lakukan analisa sesuai prosedur kerja

2Menganalisis %Brix (kandungan gula) pada tebu2Tidak ada potensi bahaya yang menonjol2Lakukan analisa sesuai prosedur kerja

3Mencuci tebu3Tersiram air, terpeleset3Pekerja menggunakan sepatu anti licin

Sumber air tidak muncrat

Tebu dibersihkan dulu oleh petani sebelum masuk ke pabrik

Lakukan pencucian sesuai prosedur kerja

4Menimbang tebu4Terjepit di antara tebu4Lakukan penimbangan sesuai prosedur kerja

5Memindahkan tebu menuju stasiun gilingan5Terjepit di antara kontainer/truck5Pengangkutan barang tidak berbenturan dengan barang lainnya

Lakukan pemindahan sesuai dengan prosedur kerja

Jenis Pekerjaan: Penggilingan Tebu (Ekstraksi)TAHAPAN PEKERJAANPOTENSI BAHAYA YANG MUNGKIN TIMBULTINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

1Memotong tebu1Terpotongnya bagian tubuh1Jarak antara pekerja dan alat pemotong harus sesuai

Lakukan pemotongan sesuai prosedur kerja

2Mencacah/menumbuk tebu2Terpotongnya bagian tubuh2Jarak antara pekerja dan alat pencacah harus sesuai

Lakukan pencacahan sesuai prosedur kerja

3Menggiling tebu3Tergilingnya bagian tubuh3Jarak antara pekerja dan alat penggiling harus sesuai

Lakukan penggilingan sesuai prosedur kerja

4Menyaring nira mentah4Tidak ada potensi bahaya yang menonjol4Lakukan penyaringan sesuai prosedur kerja

5Memindahkan ke tanki penampungan nira mentah5Terjepit di antara kontainer/truck5Pengangkutan barang tidak berbenturan dengan barang lainnya

Lakukan pemindahan sesuai dengan prosedur kerja

Jenis Pekerjaan: Pemurnian Nira MentahTAHAPAN PEKERJAANPOTENSI BAHAYA YANG MUNGKIN TIMBULTINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

1Menambahkan asam fosfat ke nira mentah1Tidak ada potensi bahaya yang menonjol1Peraturan yang ketatterhadap operator untukmemahami kadar pemberian H3PO4

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

2Memanaskan di heater 12Terkena tekanan panas dari boiler2Operator harus jeli danrutin dalam memeriksakondisi mesin, apakahbaik atau tidak

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

3Mencampur dengan Sakarat (Nira kental + CaO) 3Tidak ada potensi bahaya yang menonjol3Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

4Memberikan gas SO24Tidak ada potensi bahaya yang menonjol4Operator harus jeli danrutin dalam memeriksakondisi mesin, apakahbaik atau tidak

Suhu harus dipertahankan pada 100C

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

5Memanaskan di heater 2 (melepaskan gas-gas sisa reaksi)5Terkena tekanan panas dari boiler5Operator harus jeli danrutin dalam memeriksakondisi mesin, apakahbaik atau tidak

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

6Memisahkan nira jernih dan nira kotor6Tidak ada potensi bahaya yang menonjol6Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

7Menyaring nira jernih7Tidak ada potensi bahaya yang menonjol7Lakukan penyaringan sesuai prosedur kerja

8Memanaskan di heater 3 (menghasilkan nira jernih)8Terkena tekanan panas dari boiler8Operator harus jeli danrutin dalam memeriksakondisi mesin, apakahbaik atau tidak

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

Jenis Pekerjaan: Penguapan Nira JernihTAHAPAN PEKERJAANPOTENSI BAHAYA YANG MUNGKIN TIMBULTINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

1Menguapkan nira jernih sampai beberapa kali dengan uap panas1Terkena tekanan panas dari boiler1Operator harus jeli danrutin dalam memeriksakondisi mesin, apakahbaik atau tidak

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

2Memberikan SO2 untuk pemutihan (menghasilkan nira kental)2Tidak ada potensi bahaya yang menonjol2Operator harus jeli dalam memberikan takaran SO2

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

Jenis Pekerjaan: Pendidihan/Kristalisasi Nira KentalTAHAPAN PEKERJAANPOTENSI BAHAYA YANG MUNGKIN TIMBULTINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

1Menempatkan nira kental ke dalam panci yang sangat besar1Terpeleset masuk ke dalam panci1Operator harus jeli danrutin dalam memeriksakondisi mesin, apakahbaik atau tidak

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

2Mendidihkan nira kental2Terkena tekanan panas dari boiler2Operator harus jeli danrutin dalam memeriksakondisi mesin, apakahbaik atau tidak

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

3Mencampurkan kristal ke dalam nira kental 3Tidak ada potensi bahaya yang menonjol3Operator harus jeli dalam memberikan takaran nira kental

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

4Mensentrifugasi campuran nira kental dan kristal (menghasilkan gula)4Tidak ada potensi bahaya yang menonjol4Operator harus jeli danrutin dalam memeriksakondisi mesin, apakahbaik atau tidak

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

Jenis Pekerjaan: Pengemasan dan Penyimpanan GulaTAHAPAN PEKERJAANPOTENSI BAHAYA YANG MUNGKIN TIMBULTINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN

1Mengeringkan gula1Tidak ada potensi bahaya yang menonjol1Operator harus jeli danrutin dalam memeriksakondisi mesin, apakahbaik atau tidak

Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

2Membungkus gula2Terjepit di antara plastik, kontak dengan barang2Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

3Menyimpan gula3Tidak ada potensi bahaya yang menonjol3Lakukan pekerjaan sesuai prosedur kerja

4.2 Analisis Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Kecelakaan Pada Pabrik Gula:Secara umum, faktor risiko penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi menjadi 2, yaitu:1. Faktor Lingkungan Kerja, dimana pada pabrik gula meliputi hal-hal berikut: Kegagalan Sistem, dapat terjadi karena pemeliharaan peralatan kerja pada pabrik gula belum dilakukan dengan baik, sehingga dapat terjadi kecelakaan kerja. Kebanyakan pabrik-pabrik gula di Indonesia mempunyai mesin-mesin produksi yang sudah cukup tua, sehingga sangat diperlukan adanya pemeliharaan yang dilakukan secara benar dan berkala, terutama pada bagian peralatan dengan faktor risiko yang tinggi, seperti mesin-mesin yang menggunakan suhu dan tekanan yang tinggi. Apabila terjadi kebocoran misalnya, maka risiko kecelakaan dapat langsung dirasakan. Tingkat Kebisingan Pada Lokasi Kerja, dapat menyebabkan menurunnya konsentrasi para pekerja, serta terganggunya komunikasi para pekerja saat diberikan perintah atau saat ada tanda bahaya. Hal itu menjadi salah satu faktor yang mendorong peningkatan terjadinya kecelakaan kerja di pabrik gula. Bising pada pabrik gula biasanya berasal dari mesin yang menggunakan temperatur yang sangat tinggi sehingga menimbulkan bunyi yang memekakkan telinga. Suhu Lingkungan Kerja yang tidak Nyaman, hal ini dapat meningkatkan risiko kecelakaan yang terjadi di pabrik gula karena saat pekerja bekerja dengan suhu yang kurang nyaman, maka akan mempengaruhi kondisi fisik pekerja itu sendiri. Misalnya berkurangnya kelincahan pekerja, menurunnya potensi kerja pekerja, memperpanjang waktu reaksi dan memperlambat waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan terangsangnya emosi para pekerja sehingga cenderung meningkatkan kecelakaan kerja.2. Faktor Manusia, dimana pada pabrik gula meliputi hal-hal berikut: Kegagalan Pengawasan, dapat terjadi pada pabrik gula karena pengawasan yang dilakukan dalam operasional alat-alat kurang baik. Contohnya kelalaian saat mengontrol dan mengawasi suhu serta tekanan yang digunakan dalam proses-proses pemurnian gula, dan proses lainnya yang memerlukan suhu atan tekanan yang tinggi. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya ledakan mesin dan timbulnya beberapa faktor lainnya yang dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja, seperti misalnya tingkat kebisingan yang tinggi, tekanan panas yang tinggi, dan lain sebagainya. Kegagalan Sistem Emergency Response, hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong semakin banyak terjadinya kecelakaan kerja. Berikut ini merupakan gambar kecelakaan kerja di pabrik gula yang terjadi akibat kegagalan sistem emergency response yang dilakukan para pekerja di pabrik gula:

Gambar 2. Kegagalan Sistem Emergency Response

Pada Gambar 2 ditunjukkan gambar kecelakaan kerja yang terjadi di Pabrik Gula Kebon Agung. Jadi ada satu pekerja yang mengalami kecelakaan kerja yang terjadi akibat unsafe act yang dilakukan oleh pekerja tersebut, sehingga pekerja tersebut menghirup gas dari endapan gula yang ada di dalam tendon gula dan pingsan. Beberapa orang pekerja lain yang berusaha melakukan tindakan penyelamatan terhadap rekannya, namun karena tidak menggunakan alat pelindung pernapasan, maka pekerja yang berniat menolong rekannya tersebut juga ikut pingsan karena menghirup gas dari endapan gula tersebut. Pekerja lain yang melihat hal tersebut tidak berani menolong dan menunggu kedatangan petugas, akibatnya pekerja yang mengalami kecelakaan kerja tersebut meninggal. Kejadian tersebut memperlihatkan bahwa kegagalan sistem emergency response dapat menyebabkan lebih banyak pekerja yang mengalami kecelakaan kerja. Pada contoh kejadian tersebut kesalahan emergency response yang dilakukan para pekerja yang berusaha melakukan pertolongan dengan tidak digunakannya APD membuat semakin banyak korban yang mengalami kecelakaan kerja. Faktor Usia, mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap risiko kecelakaan kerja di pabrik gula. Hal tersebut dikarenakan semakin bertambahnya usia pekerja, maka kemampuan fisik yang dimiliki pekerja juga semakin menurun. Pada para pekerja pabrik gula, kecenderungan penurunan kemampuan fisik yang paling berpengaruh adalah daya penglihatan. Penurunan daya penglihatan pekerja menyebabkan faktor risiko terjadinya kecelakaan meningkat, biasanya untuk para pekerja yang berusia > 30 tahun. Berdasarkan data hasil penelitian Afini (2012), dapat dilihat bahwa dari 8 subyek yang diteliti, 6 orang yang mengalami kecelakaan kerja adalah pekerja yang berusia di atas 30 tahun. Berikut ini merupakan tabel yang menunjukkan data penelitian kecelakaan kerja terkait dengan usia:Tabel 1. Hubungan Kecelakaan Kerja dan Faktor Usia PekerjaJumlah Pekerja(orang)Usia(tahun)Pengalaman Kecelakaan Kerja

230Tidak Pernah

1>30Pernah

5>50Pernah

Total Jumlah Pekerja Sampel8 orang

Berdasarkan data hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa semua pekerja dengan usia lebih dari 30 tahun (6 orang dari total sampel 8 orang) pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan pekerja dengan usia 30 tahun ke bawah (2 orang dari total sampel 8 orang) biasanya belum pernah mengalami kecelakaan kerja. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa usia merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya kecelakaan kerja, dimana meningkatnya usia pekerja berbanding lurus dengan meningkatnya kecelakaan kerja yang terjadi pada perusahaan tebu. Hal itu juga ditunjang oleh teori dari Sumamur P.K. (1996:305) yang menyatakan bahwa pada umumnya kapasitas fisik manusia seperti penglihatan dan kecepatan reaksi manusia akan menurun pada usia 30 tahun atau lebih, sehingga untuk golongan umur tersebut biasanya banyak mengalami kecelakaan kerja yang sifatnya berat bahkan meninggal. Sedangkan untuk golongan umur yang lebih tinggi/tua mempunyai kecenderungan lebih tinggi dalam mengalami kejadian kecelakaan kerja dibandingkan golongan umur muda yang mempunyai kecepatan reaksi dan gaya refleks, serta kelincahan dalam menghindari bahaya yang lebih tinggi. Faktor Pendidikan, mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap risiko kecelakaan kerja di pabrik gula. Para pekerja pabrik gula dengan latar belakang pendidikan tinggi cenderung lebih dapat menghindari risiko kecelakaan kerja dan pada beberapa studi kasus yang terjadi di pabrik gula pekerja yang sering mengalami kecelakaan biasanya pekerja dengan pendidikan yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Afini (2012), didapatkan sampel pekerja sebagai berikut:Tabel 2. Hubungan Kecelakaan Kerja dan Faktor Pendidikan PekerjaJumlah Pekerja(orang)Tingkat PendidikanPengalaman Kecelakaan Kerja

5SMPSemua Pernah

3STMBeberapa Pernah

Total Jumlah Pekerja Sampel8 orang

Keterangan: SMP (Sekolah Menengah Pertama); STM (Sekolah Teknik Menengah)

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa semua pekerja dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah (SMP) semuanya pernah mengalami kecelakaan kerja, sedangkan pekerja dengan tingkat pendidikan lebih tinggi (STM) hanya sedikit yang pernah mengalami kecelakaan kerja (1 orang dari 3 orang). Hal tersebut memperlihatkan bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mampu lebih baik dalam menghidari terjadinya kecelakaan kerja. Namun, tingkat pendidikan juga tidak sepenuhnya menjamin seseorang terhindar dari terjadinya kecelakaan, diduga hal ini karena pendidikan yang mereka peroleh tidak berkaitan dengan keselamatan kerja yang seharusnya mereka terapkan. Selain itu, faktor pendidikan juga sangat terkait erat dengan masa kerja pekerja. Jadi tidak menutup kemungkinan bahwa pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi dapat mengalami kecelakaan kerja, dimana salah satunya dapat disebabkan karena pekerja tersebut mempunyai masa kerja yang baru dan belum terbiasa dengan pekerjaannya. Begitu pula sebaliknya, pekerja dengan tingkat pendidikan rendah namun mempunyai masa kerja yang lama belum tentu lebih mudah mengalami kecelakaan kerja karena masa kerja dapat membuat orang lebih mengenal dan terbiasa dengan pekerjaan yang dilakukan sehingga dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja walaupun orang tersebut mempunyai tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi. Pekerjaan yang Monoton, merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang sering terjadi dalam pabrik gula. Hal tersebut biasanya disebabkan karena berkurangnya tingkat kewaspadaan para pekerja yang memiliki pekerjaan yang monoton. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pekerja di pabrik gula, menurunnya tingkat kewasapadaan para pekerja tersebut dikarenakan sikap negatif dan apatis pada pekerjaannya akibat mengantuk dan bosan pada pekerjaannya yang terlalu monoton. Tidak Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), hal ini merupakan salah satu penyebab sangat banyaknya para pekerja yang mengalami kecelakaan kerja di pabrik gula. Banyak literatur pabrik gula yang memperlihatkan kecelakaan kerja yang disebabkan karena para pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri. Kecelakaan para pekerja pabrik gula akibat hal ini cenderung banyak terjadi pada proses pencampuran bahan baku dan bahan kimia yang menggunakan suhu yang panas. Saat diaduk terkadang bahan terkena ke kulit dan menyebabkan kulit melepuh. Hal itu dapat terjadi karena para pekerja pada bagian pengadukan tidak menggunakan sarung tangan. Contoh lainnya adalah pekerja pengecek tungku pada proses pemurnian gula dengan bertekanan dan bersuhu tinggi yang sering tidak menggunakan baju tahan api dan APD lainnya, sehingga dapat mengalami luka bakar atau terjadinya kebakaran. Karakteristik Kepribadian Para Pekerja yang Kurang Baik, hal ini dapat mendorong semakin banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi di pabrik gula. Contoh kepribadian pekerja yang kurang baik adalah sikap suka bermain-main saat bekerja, tergesa-gesa atau gugup saat terjadi kecelakaan, belum dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab dengan baik, serta kebiasaan pekerja dalam melanggar peraturan yang telah dibuat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Afini (2012), didapat data hasil karakteristik kepribadian responden dari sampel pekerja pabrik gula sebagai berikut:Tabel 3. Karakteristik Kepribadian Responden

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa dari beberapa sampel yang diambil pada pabrik gula (8 orang), semua memiliki karakteristik kepribadian yang kurang baik, seperti bermain-main saat bekerja, tergesa-gesa saat kecelakaan, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja yang terjadi di pabrik gula, serta dapat mempengaruhi faktor lainnya. Pelatihan K3 yang tidak rutin diadakan, berdasarkan beberapa literatur, hal ini menyebabkan para pekerja di pabrik gula kurang memiliki kebiasaan dan tingkah laku yang aman dalam bekerja. Pelatihan K3 yang dilakukan secara rutin diperkirakan akan membuat para pekerja lebih terbiasa bekerja secara aman dan berbudaya K3.

4.3 Analisis Upaya Pengendalian Risiko Pada Prabrik GulaProses produksi yang terjadi pada pabrik gula tidak selamanya berada pada kondisi aman. Hal itu dikarenakan pada setiap proses yang terjadi pada produksi gula pasti mempunyai faktor potensi bahaya yang dapat menimbulkan terjadinya risiko. Pada pabrik gula, banyak proses dan operasional yang berkaitan dengan tekanan dan suhu yang tinggi, mekanis, fisik, dan proses-proses berisiko lainnya. Oleh karena itu, penerapan K3 sangat penting pada setiap proses yang berlangsung di pabrik gula. Salah satu penerapan K3 adalah harus adanya upaya-upaya yang dilakukan untuk pengendaliaan risiko pada pabrik gula. Berikut ini merupakan hal-hal yang dapat dilakukan dalam upaya pengendalian risiko pada pabrik gula, antara lain: Safety Briefing, kegiatan ini dapat berupa sosialisasi mengenai K3 seperti sosialisasi penggunaan APD, cara penggunaan APD, tindakan pertama saat terjadi kecelakaan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan K3. Alat Pengaman Peralatan Kerja, yaitu sudah terpasangnya alat pengaman pada peralatan kerja seperti handrail pada tangga, railguard pada platform yang berada pada ketinggian, safety guard untuk membatasi area kerja dengan mesin mekanik, serta terdapatnya tombol emergency stop pada kontrol panel untuk menghentikan mesin ketika terjadi kecelakaan. Pemasangan Warning Signs, contohnya pemasangan poster peringatan area yang berbahaya dan harus menggunakan APD. Penyediaan APD, perusahaan telah menyediakan APD yang nyaman dikenakan para pekerja seperti helm, masker, safety shoes, sarung tangan, seragam kerja lengan panjang untuk pekerja tetap, serta baju anti api. Kenyamanan APD tersebut dapat dilihat dengan kualitas APD yang disediakan, ukuran APD yang sesuai dengan ukuran para pekerjanya, dan lain-lain. Penyediaan Alat Penanggulangan Kecelakaan, seperti alat pemadam kebakaran, kotak P3K, peralatan pernapasan (untuk digunakan saat ada bahan kimia berupa gas yang berbahaya) dan lain sebagainya. Melakukan pengawasan dan perawatan mesin, agar tidak terjadi kegagalan sistem pada saat operaional mesin-mesin pada pabrik gula.BAB VPENUTUP5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari makalah ini adalah:1. Analisis Job Safety pada industri gula terbagi menjadi beberapa bagian berdasarkan jenis pekerjaannya yaitu:a) Pemanenan Tebu;b) Penerimaan dan Penimbangan Tebu;c) Penggilingan Tebu (Ekstraksi);d) Pemurnian Nira Mentah;e) Penguapan Nira Jernih;f) Pendidihan/Kristalisasi Nira Kental, dang) Pengemasan dan Penyimpanan Gula.2. Analisis manajemen resiko dan faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja pada pabrik gula adalah sebagai berikut:a) Faktor Lingkungan Kerja, yang meliputi Kegagalan Sistem; Tingkat Kebisingan Lokasi Kerja; dan Suhu Lingkungan Kerja yang Tidak Nyaman.b) Fator Manusia, yang meliputi Kegagalan Pengawasan; Kegagalan Sistem Emergency Response; Faktor Usia; Faktor Pendidikan; Pekerjaan yang Monoton; Tidak Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD); Karakteristik Kepribadian Pekerja yang Kurang Baik; dan Pelatihan K3 yang Tidak Rutin.3. Analisis upaya minimalisir kecelakaan kerja pada industri gula adalah sebagai berikut:a) Safety Briefing;b) Penggunaan Alat Pengaman Peralatan Kerja;c) Pemasangan Warning Signs;d) Penyediaan APD;e) Penyediaan Alat Penanggulangan Kecelakaan, danf) Pengawasan dan Perawatan Mesin.

5.2 SaranSaran untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja pada industri gula adalah sebagai berikut:1. Melakukan Semua Proses Kerja Menurut Prosedur Kerja yang Berlaku,2. Melakukan Tes Kesehatan dan Psikologis Secara Rutin,3. Melakukan Pelatihan K3 Secara Rutin,4. Melakukan Perawatan dan Pengawasan Mesin Secara Rutin, 5. Memasang Warning Signs, dan6. Menggunakan Alat Pelindung Diri.

DAFTAR PUSTAKAAmerican National Standard. 2004. A Guide to the Project Managment Body of Knowledge. (3rd edition). Newtown Square: Project Management Institute.Afini, Prilia Nor, Herry Koesyanto, dan Irwan Budiono. 2012. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja di Unit Instalasi Pabrik Gula. Unnes Journal of Public Health 1: 45-50.Budiono, A.M. Sugeng. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kesehatan Kerja. Semarang : Badan Penerbit UNDIP.Fakhmi, Aminuddin, Arif Rahman, dan Lely Riawati. 2014. Desain Sistem Keamanan Pangan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) Pada Proses Produksi Gula PG. Kebon Agung Malang. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri 2: 1168-1179.Hamid, Djamhur, Reza Maulana A., dan Mochamaad Djudi Mukzam. 2015. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan: Studi Pada Karyawan Bagian Pabrikasi Pabrik Gula Kebon Agung Malang. Jurnal Administrasi Bisnis 20: 1-10.International Labour Organization. 2003. 2003 Labour Overview Latin AMERICA AND CARIBBEAN. Lima ILO Catalogue.Ishak, Arep dan Tanjung, Hendri. 2004. Manajemen Motivasi. Jakarta : PT Gramedia Widisarana Indonesia.Ishak, A dan Tanjung H. 2004. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Universitas Trisakti.Ismail, I. 2010. Manajemen Sumber daya Manusia Malang: Lembaga Pendidikan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.Kristyanto, Raka, Sugiono, dan Rahmi Yuniarti. 2015. Analisis Risiko Operasional Pada Proses Produksi Gula dengan Menggunakan Metode Multi-Attribute Failure Mode Analysis (MAFMA) Studi Kasus: PG. Kebon Agung Malang. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri 3: 592-601.Makarya Engineering. 2014. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Konstruksi. [online]. http://makaryaengineering.co.id/KESEHATAN-DAN-KESELAMATAN-KERJA/.Mangkunegara, Anwar P. 2001. Manajemen Sumber Daya Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rasdakarya.Musoffan, Wildan. 2007. [skripsi]. Analisa Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Upaya Identifikasi Potensi Bahaya di Unit Plastic Injection PT Astra Honda Motor. Jakarta: niversitas Gunadarma.PT Gunung Madu Plantation. 2009. Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula. [online] http://www.gunungmadu.co.id/index.php?modul=artikel&id=utama&kodebrt=pabrik&colvis=false.PusdiklatK3. 2014. Teori Domino Heinrich: Teori Ilmiah Pertama tentang Penyebab Kecelakaan Kerja. [online]. http://www.pusdiklatk3.com/2014/04/teori-domino-heinrich-teori-ilmiah.html.Rudi Suardi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit PPM.Santoso, Haryo, Rani Rumita, dan Hutami Nuke Ardani. 2014. Kajian Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Mill Boiler di Pabrik Gula Pakis Baru Pati. 1st Annual Conference in Industrial and System Engineering. Semarang: Universitas Diponegoro.SKIL (Sugar Knowledge International. Ltd). 2015. How Cane Sugar is Made- the Basic Story. [online]. http://www.sucrose.com/.Sumamur, PK. 1987. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, cetakan pertama. Jakarta: CV. Haji Mas Ahung.Sumamur PK. 1996. Higene Perusahaan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung.Tarwaka. 2008. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Surakarta: Harapan Press.Wanodya, CW. et al. 2014. Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Motivasi Kerja Karyawan. Jurnal Administrasi Bisnis 9: 1-8.Wegeningen University. 2014. Pembuatan Gula Tebu. [online]. http://www.food-info.net/id/products/sugar/prodcane.htm.Yuandi , Andi. 2011. [skripsi]. Analisis Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company, Tbk.. Bandung: Universitas Widyatama.Yuliawati, Eva. 2013. Analisis Risiko K3 Pada Proses Produksi Gula dengan Pendekatan FMEA. Jurnal ITATS Publikasi Dosen.