laporan fl imunisasi

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau lima persen pada balita adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi(PD3I), seperti TBC, dipteri, pertusis (penyakit pernafasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Agar target nasional untuk mencapai eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata sampai terdapat tingkat kekebalan masyarakat(population immunity). Kegagalan mempertahankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata, akan berimbas pada Kejadian Luar Biasa PD3I. Bukti keberhasilan imunisasi ialah dibasminya penyakit cacar di Indonesia pada tahun 1974. Program Nasional Imunisasi Anak mentargetkan peningkatan cakupan imunisasi di Indonesia menjadi 95% yang diukur melalui imunisasi DPT(dipteri, pertusis, tetanus) dan campak pada bayi dan anak. Rencananya, target ini akan dicapai dalam kurun waktu 24 bulan sepanjang periode 2007-2009 (Susanto,2007). B. Tujuan Pembelajaran 1

Upload: fitri-ika-suryani

Post on 15-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Fl Imunisasi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangDi Indonesia diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau lima persen pada balita adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi(PD3I), seperti TBC, dipteri, pertusis (penyakit pernafasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Agar target nasional untuk mencapai eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata sampai terdapat tingkat kekebalan masyarakat(population immunity). Kegagalan mempertahankan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata, akan berimbas pada Kejadian Luar Biasa PD3I.Bukti keberhasilan imunisasi ialah dibasminya penyakit cacar di Indonesia pada tahun 1974. Program Nasional Imunisasi Anak mentargetkan peningkatan cakupan imunisasi di Indonesia menjadi 95% yang diukur melalui imunisasi DPT(dipteri, pertusis, tetanus) dan campak pada bayi dan anak. Rencananya, target ini akan dicapai dalam kurun waktu 24 bulan sepanjang periode 2007-2009 (Susanto,2007).B. Tujuan PembelajaranSetelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu melakukan imunisasi. Adapun learning outcome pembelajaran ini adalah:1. Mampu menjelaskan tentang dasar-dasar imunisasi dan imunisasi dasar di Indonesia.2. Mampu melakukan manajemen program dan prosedur imunisasi dasar bayi dan balita, anak sekolah, ibu hamil, dan calon pengantin wanita di Puskesmas mulai perencanaan, cold chain vaksin, pelaksanaan (termasuk penanganan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi/KIPI), pelaporan dan evaluasi.

BAB IIKEGIATAN YANG DILAKUKAN

A. Kegiatan Hari Pertama (12 April 2011)Pada hari Selasa 12 April 2011, kelompok A8 diberikan pengarahan terlebih dahulu oleh Ibu Astuti. Kami diberikan penjelasan mengenai menghitung jumlah sasaran, menentukan target cakupan, menghitung indeks pemakaian vaksin, menghitung kebutuhan vaksin, perencanaan kebutuhan alat suntik dan safety box, dan menghitung kebutuhan peralatan rantai vaksin dan pengelolaannya. 1. Menghitung jumlah sasaran Jumlah sasaran yang ditetapan Puskesmas Polokarto ada empat golongan, yaitu bayi baru lahir sampai bayi umur satu tahun, Wanita Usia Subur (WUS) dengan cakupan umur 15-40 tahun, ibu hamil, dan anak sekolah umur 6-7 tahun. Tidak seperti yang disebutkan dalam buku panduan ketrampilan imunisasi yang kami miliki bahwa sasaran imunisasi dihitung berdasarkan angka jumlah penduduk, angka kelahiran dari hasil sensus penduduk dari BPS. Puskesmas Polokarto memiliki cara sendiri tetapi tampak lebih sesuai dengan medan yang ada. berikut beberapa cara penghitungan sasaran imunisasi.a. Menghitung jumlah sasaran bayi Jumlah sasaran bayi di daerah cakupan Puskesmas Polokarto ditentukan melalui peninjauan ulang jumlah sasaran bayi tahun lalu atau data bayi yang diimunisasi tahun lalu. Jumlah sasaran bayi 2011 adalah 1313 balita.Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan geografi dimana daerah yang dijadikan sasaran imunisasi Puskesmas Polokarto diantaranya merupakan daerah perantuan. Penduduk daerah tersebut cukup mobile. Mengimunisasikan balita mereka ditempat asal mereka sudah menjadi kebiasaan, meskipun sebelumnya bayi mereka telah di data untuk imunisasi oleh Puskesmas Polokarto. Keadaan tersebut enjadi penyebab perhitungan jumlah sasaran bayi berbeda dari rumus dasar.

b. Menghitung jumlah sasaran ibu hamilJumlah sasaran ibu hamil ditentukan berdasarkan rumus dasar, jumlahnya 10% lebih besar dari jumlah bayi. dengan demikian sasaran ibu hamil dapat ditentukan dengan perhitungan berikut.Jumlah sasaran Ibu hamil = 1,1 x jumlah bayic. Menghitung jumlah sasaran anak sekolah tingkat dasar (SD)Penghitungan dengan sasaran imunisasi anak sekolah dasar merujuk pada data dari Dinas Pendidikan setempat. Sebelum dilakukan imunisasi di sekolah dasar, sudah menjadi ketentuan sendiri bagi Puskesmas Polokarto untuk menghubungi pihak sekolah dasar yang siswanya akan dijadikan objek imunisasi, atau sebaliknya, yaitu dari pihak sekolah yang akan menghubungi puskesmas, tetapi kemungkinan kedua jarang terjadi, kalaupun pihak sekolah yang menghubungi puskesmas, biasanya sebelumnya dari pihak puskesmas sendiri telah memberikan imbauan terlebih dahulu. Hal yang dibicarakan dalam konfirmasi ini antara lain mengenai jumlah siswa dan ruangan yang akan digunakan untuk dilakukan imunisasi supaya imunisasi dapat berjalan secara efektif, efisien, dan aman mengingat objek yang dihadapi seorang anak sekolah dasar serta jumlah vaksin yang harus disiapkan. d. Menghitung jumlah sasaran Wanita Usia Subur (WUS)Puskesmas Polokarto menetapkan usia 15-40 tahun yang termasuk dalam kategori wanita usia subur. Jumlah sasaran WUS dapat dihitung dengan rumus berikut.Jumlah sasaran WUS = 21,9 x jumlah penduduk 2. Menentukan target cakupan Puskesmas Polokarto selalu mempelajari ulang data cakupan tahun lalu. Data tersebut akan dijadikan acuan untuk menentukan target cakupan pada tahun berikutnya. Target cakupan imunisasi yang dilakukan Puskesmas Polokarto ditampilkan dalam tabel di bawah ini dengan target cakupan 100 %.

Target cakupan untuk sasaran - Target Cakupan tahun 2010balita tiap tahun di Puskesmas PolokartoJenis ImunisasiTarget cakupanJenis ImunisasiTarget cakupan

DPT HB 090%DPT HB 098,5%

BCG97%BCG100,8%

Polio I97%Polio I99,2%

DPT HB I97%DPT HB 197,6%

Polio II 95%Polio II98,3%

DPT HB II95%DPT HB II97,1%

Polio III95%Polio III97,2%

DPT HB III95%DPT HB III96,2%

Polio IV95%Polio IV97,5%

Campak97%Campak 92,7%

Untuk WUS tidak hamil- Untuk Ibu HamilJenis ImunisasiTarget cakupanJenis ImunisasiTarget cakupan

TT I6,8 %TT I28,4 %

TT II6,7%TT II25,2%

TT III6,7%TT III21,8%

TT IV5,1%TT IV23,6%

TT V5,4%TT V19,3%

Target cakupan untuk sasaran anak sekolah tingkat dasar (SD) Jenis ImunisasiTarget Cakupan

Campak 95%

DT95%

TT95%

Sumber : Data dari Puskesmas Polokarto Sukoharjo

3. Menghitung indek pemakaian vaksin dan menghitung kebutuhan vaksinSebelum dilakukan kegiatan imunisasi, Puskesmas Polokarto menetapkan rata-rata jumlah dosis yang dapat diberikan untuk setiap ampul/vial vaksin. Penghitungan dilakukan menggunakan rumus berikut.IP vaksin = Tabel berikut menyajikan jumlah vaksin yang digunakan untuk imunisasi pada bulan Februari 2011 oleh Puskesmas Polokarto, Sukoharjo.

Permintaan dan Pemakaian VaksinPemantauan VaksinBCGDPTPOLIOCAMPAKTT

Sisa vaksin bln lalu117151033

Diterima bln ini40100105350

Jumlah511071204533

Dipakai bln ini3187783814

Sisa bln ini203042719

IP vaksin2,677423,63,82,61,3

Sumber : Data dari Puskesmas Polokarto SukoharjoPendataan vaksin yang telah digunakan dilakukan dengan maksud untuk kegiatan imunisasi berikutnya sudah dapat diperkirakan berapa jumlah vaksin yang harus disiapkan. Pendataan ini juga digunakan sebagai bukti pada pelaporan sehingga permintaan vaksin dapat berjalan lebih efektif dan tidak memerlukan banyak waktu untuk mengecek ulang kebenaran data.

4. Kebutuhan alat suntik, vaksin, dan rantai vaksinKebutuhan alat suntik, vaksin, dan rantai vaksin tersedia secara cukup. Penyimpanan vaksin (rantai vaksin) dilakukan dengan menggunakan 1 buah lemari es yang dapat menyimpan seluruh persediaan vaksin di Puskesmas. Sedangkan alat untuk menyimpan kebutuhan imunisasi ketika terjun ke lapangan, di Puskesmas sendiri telah disediakan freeze tag yang akan menjaga suhu penyimpanan pada 2-8o C di atas nol derajat supaya vaksin tetap terjaga kualitasnya. Cara penyimpanan vaksin juga sangat diperhatikan oleh pihak Puskesmas Polokarto, untuk vaksin yang sensitif terhadap panas (BCG, Campak, Polio) diletakkan dekat evaporator, dan untuk vaksin yang sensitif terhadap dingin (DT, TT, DPT, HB) diletakkan jauh dari evaporator. Selain itu, selama penyimpanan dilakukan pemeriksaan berkala terhadap kualitas dari vaksin dengan melihat parameter VVM (Vaccine Vial Monitor). Apabila warna segi empat bagian dalam lebih terang dari warna gelap sekelilingnya, vaksin masih dapat digunakan. Apabila warna segi empat bagian dalam sudah mulai gelap, tatepi masih lebih terang daripada warna gelap sekelilingnya, vaksin harus segera digunakan, sedangkan bila warna segi empat bagian dalam sudah sama gelap atau bahakan lebih gelap daripada sekelilingnya, vaksin tidak boleh digunakan. Mengenai Imunisasi dinamis, Puskesmas Polokarto memiliki peralatan yang cukup lengkap seperti vaccine carrier, cold pack, cool pack, freeze tag sehingga daya tahan rantai vaksin saat imunisasi dinamis dapat dipastikan kualitasnya, serta tersedianya safety box untuk tempat pembuangan limbah medis tajam. Kebutuhan alat suntik seperti BD Soloshot (0,05ml) untuk BCG, KI OneJect (0,5ml) untuk DPT, DT, TT, Campak, Hepatitis, KI OneJect (5ml) oplos untuk campak dan BCG terpenuhi dengan baik.

B. Kegiatan Hari Kedua (15 April 2011)Pada tanggal 15 April 2011 mahasiswa melaksanakan kunjungan di Posyandu Polokarto. Kegiatan Field Lab hari kedua ini kebetulan bertepatan dengan jadwal imunisasi di Posyandu Polokarto, yaitu setiap hari Jumat minggu ke dua setiap bulannya. Pukul 09.00 WIB instruktur membawa kami ke Posyandu Harapan Mulia V, Dukuh Jengglong, Desa Jatisobo, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo. Vaksin dibawa dengan menggunakan vaccine carrier yang disimpan dalam plastik dan tidak lupa juga membawa safety box.Setelah sampai disana, petugas BPS atau Bidan Praktek Swasta sudah datang. Kemudian mulai berdatangan ibu-ibu yang membawa anaknya ke posyandu. Awalnya ibu-ibu tersebut kebanyakan membawa anaknya untuk melakukan pemeriksaan rutin antropometri. Termasuk instruktur kami pun menangani pemeriksaan antropometri balita-balita disana. Maka, kami pun dipandu oleh ibu BPS yang pada hari itu bertugas melayani imunisasi. Mahasiswa tidak melakukan sendiri imunisasi terhadap bayi dan balita, tetapi hanya mengamati proses pelaksanaan imunisasi yang dilaksanakan oleh ibu bidan. Hal yang pertama dan terpenting apabila ada pasien yang datang dengan tujuan imunisasi adalah mengetahui usia dan jenis imunisasi yang telah diperoleh. Kemudian setelah itu menanyakan kondisi kesehatan bayi atau balita. Apabila bayi dan balita sehat, sehingga sesuai dengan indikasi imunisasi, maka imunisasi dapat segera dilakukan pada bayi dan balita, asalkan sesuai dengan indikasi masing-masing vaksin. Berikut ini data bayi/balita yang mendapat imunisasi :No.Nama inisial L/PUmurVaksin yang diberikan

1.DHP9 bulanCampak

2.AAL4 bulanDPT 2 disuntikkan dipaha kiri dan Polio 3 secara oral (tetes)

3.BGL3,5 bulanDPT 2 disuntikkan dipaha kiri dan Polio 3 secara oral (tetes)

4.AGL4 bulanDPT 2 disuntikkan dipaha kiri dan Polio 3 secara oral (tetes)

5.LSP9 bulanCampak

6.LAP9 bulanCampak

Uraian mengenai kegiatan pengamatan imunisasi adalah sebagai berikut. Pertama datang seorang ibu dengan bayinya yang berusia 9 bulan, ibu tersebut meminta BPS untuk memberikan imunisasi campak kepada anaknya. Mula-mula BPS (melakukan langkah pengenceran vaksin campak). Kemudian Bidan (melakukan penyuntikan imunisasi campak secara subkutan disepertiga lengan atas/pertengahan muskulus deltoideus). Lalu kepada ibu tersebut diberikan parasetamol tablet oleh Bidan.Ada ibu yang membawa bayi berumur satu bulan. Tadinya anak tersebut ingin diimunisasi BCG namun saat penimbangan didapati BB bayi belum mencapai 2,5 kg. Sehingga oleh Bidan tidak diizinkan untuk diimunisasi. Ada juga bayi yang berumur 11 hari yang ingin diimunisasi BCG, berat badannya sudah memenuhi syarat namun pada hari itu bayi yang ingin diimunisasi BCG hanya satu orang. Padahal satu vial bisa untuk beberapa bayi. Sedangkan setelah 3 jam vial dibuka, vaksin sudah tidak boleh digunakan. Maka, agar tidak membuang-buang vaksin, BPS menyarankan agar bayi tersebut diimunisasi bersama dengan bayi lain yang akan diimunisasi BCG di puskesmas.Ada juga bayi yang umurnya sudah 7 bulan seharusnya sudah mendapat imunisasi DPT-TT yang ketiga, namun karena sebelumnya bayi selalu demam di hari yang sama dengan jadwal imunisasi, maka bayi tersebut tetap disuruh imunisasi DPT-TT yang kedua setelah demamnya turun baik di Puskesmas maupun di praktek Bidan swasta.Selain itu ada juga bayi yang saat akan diimunisasi dalam keadaan sedang tidur. Maka, bayi tersebut dibangunkan terlebih dahulu sebelum dilakukan penyuntikan. Hal ini dilakukan untuk menghindari syok bayi karena dikhawatirkan akan kaget dengan rasa sakit yang ditimbulkan oleh penyuntikan.Dari hasil wawancara Bidan, biarpun ada kondisi-kondisi tertentu yang membolehkan bayi tetap diimunisasi (bukan kontra indikasi) namun biasanya petugas tidak berani mengambil resiko, maka sebaiknya bayi yang diimunisasi adalah bayi yang benar-benar dalam keadaan sehat total. Sedangkan yang agak demam maupun kurang sehat dirujuk ke dokter terlebih dahulu. KMS yang sekarang sudah sangat berkembang dan di dalamnya sudah tersedia keterangan tentang imunisasi dan jadwal imunisasi, sehingga ibu-ibu di desa tersebut sendiri yang datang ke posyandu untuk meminta imunisasi bayinya. Bidan juga mengatakan bahwa semua anak yang diimunisasi pasti diberikan parasetamol untuk antisipasi jika terjadi demam pada anak. Seharusnya parasetamol yang diberikan adalah yang sirup, namun karena kurangnya dana dari pemerintah, maka diberikannya yang tablet. Ibu-ibu disana sudah diberi arahan penggunaannya, yaitu satu tablet dibagi menjadi 6 bagian, dan bisa diminum untuk 2 hari. Jadi, setelah imunisasi parasetamol segera diminum jika bayi diimunisasi DPT-TT. Namun jika imunisasi campak, maka diberi parasetamol jika bayi menunjukan demam. Biasanya demam pada bayi maupun balita yang telah dilakukan imunisasi hanya terjadi maksimal selama 2 hari. Ibu-ibu hamil yang datang disana tidak ada yang diimunisasi, hanya pemeriksaan rutin saja.

BAB IIIPEMBAHASAN

Pelayanan imunisasi berlangsung pada hari Jumat, 15 April 2011, di Posyandu Harapan Mulia V, DK. Jengglong, DS. Jatisobo, Kec Polokarto-Sukoharjo dengan lancar. Secara keseluruhan tidak ditemukan kendala yang signifikan dalam pelaksanaan imunisasi di Posyandu Harapan Mulia V. Bidan desa, kader-kader, dan staff Puskesmas Polokarto pun turut dalam pelayanan imunisasi ini. Balita dan ibu hamil yang datang ke posyandu tidak semuanya diimunisasi, ada yang datang hanya untuk kontrol perkembangan balita serta ada juga yang kontrol kesehatan janin & kehamilannya. Oleh karena itu, diwajibkan untuk membawa KMS balita dan KMS ibu hamil supaya dapat diketahui perkembangan kesehatan sebelumnya. Akan tetapi, masih ditemukannya beberapa balita yang datang ke posyandu tanpa KMS, beberapa alasannya adalah hilang, dan ada yang dirobek oleh anaknya. Keadaan ini tidak lantas dibiarkan begitu saja, penyuluhan tentang pentingnya penyimpanan KMS dengan baik pun dilakukan oleh beberapa kader kepada ibu-ibu di tempat secara langsung. Pada saat imunisasi, KMS menjadi acuan penting memastikan terlebih dahulu kondisi bayi dalam keadaan sehat (tidak demam). Bayi harus dipastikan dalam kondisi sehat. Meskipun dari pemerintah disarankan untuk tetap dilakukan imunisasi pada bayi yang demam atau alergi. Kader puskesmas tidak mengambil tindakan tersebut. Bayi yang diketahui memiliki demam atau suhu badan di atas normal tidak lantas dilakukan imunisasi. Imunisasi akan dilakukan bila kondisi kesehatan bayi benar-benar optimal sehingga untuk kasus tersebut orang tua dianjurkan untuk merujuk bayinya ke puskesmas, klinik, atau tempat praktek dokter ataupun bidan untuk memastikan kesehatan bayinya.Selain memastikan kesehatan bayi, sebelum dilakukan imunisasi pada bayi, hendaklah diperhatikan kesadaran bayi. Bayi harus dalam keadaan sadar (tidak tertidur) agar bayi tidak mengalami syok/ kaget. Kemudian penting sekali untuk memperhatikan VVM (walaupun saat persiapan sudah dilakukan) sehingga kualitas vaksin benar-benar terjamin. Setelah penyuntikan dilakukan, jarum dibuang ke safety box sesegera mungkin dengan tujuan supaya penularan penyakit dapat diminimalkan. Oleh karena kesehatan bayi sangat penting ketika diakukan imunisasi, pada pelaksanaan imunisasi di posyandu ini ada seorang bayi, A, yang imunisasinya mengalami penundaan pada bulan lalu dan baru diimunisasi pada bulan ini. Pada bulan yang lalu ketika umurnya sudah harus mendapatkan imunisasi, anak tersebut demam, sehingga harus ditunda pemberian vaksinnya sampai bulan depan. hal ini dilakukan dengan memperhitungkan keselamatan bayi. Bagaimanapun juga, kondisi kesehatan bayi dijadikan syarat utama dilakukannya imunisasi. sebenarnya imunisasi pada bayi A dapat saja dilakukan di puskesmas atau tempat praktek swasta, tetapi kemungkinan solusi ini tidak dapat diterapkan mengingan kebanyakan orang tua bayi golongan ekonomi menengah ke bawah. Selain harus secara benar-benar mempertimbangkan aspek kesehatan bayi. Kebutuhan vaksin pun harus tetap diperhatikan. Berikut salah satu penundaan imunisasi menyangkut kebutuhan vaksin. Bayi yang seharusnya mendapatkan imunisasi BCG pada bulan lalu harus ditunda karena hanya seorang bayi, sedangkan bayi yang lain tidak hadir. Hal itu dilakukan karena vaksin BCG harus dioplos, hanya bertahan maksimal 3 jam dan dapat digunakan untuk beberapa bayi. oleh karena itu penundaan imunisasi merupakan jalan keluar yang cukup adil, dilain pihak agar vaksin tidak terbuang percuma nantinya. hal ini penting, mengingat permintaan administrasi kepada pemerintah cukup panjang prosesnya. Ada empat jenis imunisasi minimum yang harus diberikan pada bayi, yaitu, BCG, Campak, DPT, dan Polio. Keempat imunisasi ini menjadi dasar UCI Desa (Universal Child Imunisasi). Mengenai imunisasi BCG, rentang pemberian imunisasi BCG sendiri sejak dari lahir sampai maksimal berumur satu bulan. Imunisasi BCG diberikan secara intrakutan. Tepatnya pada sepertiga bagian lengan kanan atas. Perlu mendapat perhatian bahwa vaksin BCG merupakan salah satu vaksin kering sehingga sebelumnya harus dilarutkan menggunakan diluents khusus BCG dan menggunakan alat suntik oplos. Jarum spuit dimasukkan dalam kulit pada posisi sejajar dengan lengan anak. setelah melakukan penginjeksian, bekas suntikan dibersihkan dengan apas yang telah dibasahi air bersih, bukan alkohol karena alkohol termasuk desinfektan yang justru dapat merusak vaksin BCG. Efek nyata yang timbul adalah adanya indurasi yang berwarna pucat dan bening pada bagian atas tempat penyuntikan. akan tetapi pada pelaksanaan imunisasi di Puskesmas Polokarto tidak terjadi efek indural tersebut. kalaupun ada, segera dilakukan penyuluhan secara langsung bagaimana cara penangannya. Indurasi ini masih dalam batas wajar dan akan menghilang dalam beberapa jam saja. Imunisasi campak diberikan mulai umur sembian bulan. imunisasi ini merupakan imunisasi dasar yang dilakukan paling akhir. hal ini dilakukan sebab sebenarnya sang anak sudah memiliki imunitas terhadapa penyakit campak yang diperoleh dari ibunya. akan tetapi, imunitas ini akan mulai menurun pada umur 9 bulan dan benar-benar hilang pada umur 15 bulan setelah dilahirkan. Selain itu, diperkirakan bayi baru dapat membuat imunitas pada umur 9 bulan terhadap campak mengingat campak termasuk pathogen ganas. Seperti BCG, vaksin campak juga merupakan sediaan kering sehingga sebelumnya harus dilarutkan terlebih dahulu. Vaksin campak diberikan secara subkutan pada sepertiga bagian lengan atas. Namun, suntikan vaksin campak ini tidak menimbulkan indurasi seperi pada BCG. Kemudian mengenai vaksin hepatitis dapat diberikan secara combo dengan vaksin DPT. vaksin combo ini disebut vaksin DPT-HB. bayi yang mendapat imunisasi DPT-HB seara kombo memiliki jadwal yang berbeda dengan bayi yang imunisasi hepatitis dan DPT-nya dilakukan secara terpisah. Vaksin DPT-HB diberikan secara intramuskular pada bagian pertengahan pada bagian anterolateral (paha bagian luar). Vaksin DPT-HB ini diberikan sebanyak 3 kali dengan interval waktu 1 bulan pada bayi berusia 2 9 bulan. Sediaan vaksin DPT Combo adalah sediaan cair dengan satu kemasan vial 5 ml kira-kira untuk 8 10 suntikan vaksin. Khusus untuk vaksin hepatitis, HB0 memiliki alat khusus yang hanya dapat dipakai untuk sekali pakai.Imunisasi dasar yang terakhir yang harus dilakukan pada bayi adalah imunisasi polio. Vaksin polio diberikan secara peroral atau Oral Polio Vaccine (OPV). vaksin ini diberikan sebanyak empat kali dan dilengkapi sebelum umur satu tahun. Satu kemasan vial OPV yang dilengkapi pipet tetes berisi 1 ml vaksin cair atau kurang lebih 20 tetes. Dosis OPV per anak adalah 2 tetes sehingga dapat diperkirakan satu vial OPV cukup untuk sekitar 10 anak.Vaksin diberikan pada umur-umur tertentu sebab saat janin dan neonatus belum mempunyai kelenjar getah bening yang berkembang kecuali timus. Janin dapat membentuk IgM pada gestasi 6 bulan. Kemudian kadar IgM meningkat secara perlahan waktu lahir. Sedangkan IgG didapatkan dalam janin sekitar gestasi bulan ke-2 berasal dari ibu yang ditransfer melalui plasenta, bersifat antitoksik, antivirus, dan antibakterial. Kadar IgG meningkat dan mencapai puncaknya sekitar gestasi bulan ke-4. Namun setelah lahir, kadar IgG menurun perlahan bila bayi mulai membuat antibodinya sendiri. Di samping memberi perlindungan kepada bayi terhadap infeksi atau toksin, antibodi Ibu dapat pula mengurangi respons terhadap antigen (vaksin). Oleh karena itu pemberian berbagai imunisasi dengan vaksin yang berbeda-berbeda pula pada saat janin berusia tertentuUntuk menanggulangi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) setelah melakukan vaksinasi, pada imunisasi yang dilakukan Puskesmas Polokarto itu diberikan 1 tablet parasetamol. Satu tablet tersebut kemudian digerus dan dibagi menjadi 6, selanjutnya diberikan 3 kali untuk satu hari selama 2 hari. Pemberian parasetamol 10 mg harus segera diberikan kepada bayi setelah imunisasi DPT-TT karena setelah dilakukan imunisasi ini bayi akan menjadi rewel karena bayi merasa kondisinya terganggu mengingat terdapat tiga jenis bakteri pathogen yang dimasukkan tubuh. Lain halnya dengan imunisasi campak, pada imunisasi campak, parasetamol diberikan apabila bayi menunjukan demam. Mengenai tata cara pemberian paracetamol ini, telah dilakukan secara langsung setelah dilakukan imunisasi pada bayi sehingga masing-masing ibu sudah dapat melakukan aksi preventif terhadap KIPI. Bidan memilih paracetamol sebagai solusi KIPI karena paracetamol termasuk jenis antipiretik sebagai penurun demam dan analgesik sebagai pereda nyeri termasuk pereda sakit kepala. Paracetamol juga merupakan komponen utama untuk meredakan flu dan demam. Selain itu, pada kenyataannya selama pelaksanaan imunisasi yang dilakukan Puskesmas Polokarto belum terdapat keluhan KIPI yang berat, sebagian besar hanya berupa demam yang dapat disembuhkan.

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan1. Vaksinasi atau imunisasi perlu dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan pada bayi, anak, dan WUS serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari PD3I.2. Perencanaan dan persiapan merupakan bagian yang penting dalam imunisasi, karena bila tahap persiapan baik, tahap selanjutnya akan baik pula.3. Pelaksanaan imunisasi oleh pihak Puskesmas Polokarto, khusunya Posyandu Harapan Mulia V, Dukuh Jengglong, Desa Jatisobo, Polokarto, sudah berjalan baik sesuai SOP (standar operasional prosedur).4. KIPI yang terjadi di Posyandu Harapan Mulia V, Dukuh Jengglong, Desa Jatisobo, Polokarto, umumnya hanya berupa reaksi dari vaksin dan sudah ditangani dengan baik oleh para petugas imunisasi.

B. Saran1. Program imunisasi perlu dilakukan dengan serius dan membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, petugas imunisasi, hingga masyarakat.2. Cakupan imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata sampai ke tingkat kekebalan masyarakat sehingga dapat memaksimalkan tujuan dari imunisasi.3. Penyimpanan dan pemantauan vaksin adalah hal yang perlu perhatian khusus dari petugas imunisasi Puskesmas karena kualitas vaksin adalah hal yang penting dalam imunisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, Karnen G. 2010. Imunologi Dasar Edisi Ke Sembilan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI.Hassan, Rusepno. Alatas, Husein. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.Tim Fieldlab FK UNS dan UPTD Puskesmas Sibela Surakarta. 2011. Manual Fieldlab Ketrampilan Imunisasi. Surakarta: Fieldlab FK UNS.

6