laporan ekonomi dan keuangan mingguan...laporan ekonomi keuangan mingguan / weekly report 3 iii....
TRANSCRIPT
-
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1
DAN
http://www.fiskal.kemenkeu.go.id Minggu I / Juni / 2018
Indikator 1 Juni ‘18 Perubahan (%)
WoW YoY Ytd
T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0,86 0,08 3,23 (2.97) Yen 109,54 (0,12) 0,78 2.80
GBP 0,75 0,37 3,44 (1.20) Real 3,68 (1,52) (12,57) (11.80)
Rubel 52,58 0,02 (6,20) 10.42 Rupiah 13.896,00 1,62 (4,36) (2.52) Rupee 67,06 1,04 (4,07) (4.99) Yuan 6,42 (0,45) 5,72 1.33 KRW 1,074,95 0,27 4,18 (0.71) SGD 1,34 0,18 2,98 (0.27)
Ringgit 3,98 0,06 7,04 1.67 Baht 32,05 (0,34) 5,88 1.61 Peso 52,58 0,02 (6,20) (5.47)
T2 ---- Pasar Modal ----
DJIA 24,635,21 (0,48) 16,51 (0.34) S&P500 2,734,62 0,49 12,53 2.28
FTSE 100 7,701,77 (0,37) 2,09 0.18 Nikkei 12.724,27 (1,65) 0,47 (1.50)
KOSPI 2,438,96 (0,89) 4,02 (1.16) Brazil IBrX 867,56 (0,50) (0,43) (11.65)
MICEX 22.171,35 (1,24) 11,64 (2.61) SENSEX 26.370,98 (1,48) (1,51) (9.79)
JCI 5,983,59 0,13 4,28 (5.85) Hangseng 30.492,91 (0,31) 18,15 1.92 Shanghai 3.075,14 (2,11) (0,89) (7.02)
STI 3.427,51 (2,44) 5,92 0.72 FTSE KLCI 1.756,38 (2,28) (0,38) (2.25)
SET 1.719,82 (1,23) 10,03 (1.93) PSEi 7.630,26 (0,23) (3,75) (10.84)
T3 ----- Surat Berharga Negara ---- Yield 5 th, (FR 63) 6,69 27 n/a 78
Yield 10 th, (FR 64) 6,98 47 n/a 37 Kep, Asing* 38,00 11 n/a (182)
T4 ----- Komoditas ----- Brent Oil 76,79 0,42 48,16 17.92
CPO 2.436,00 (0,69) (11,71) (0.33) Gold 1.293,40 (0,68) 2,17 (0.72) Coal 111,05 5,31 49,06 10.17
Nickel 15.445,00 4,50 74,72 21.04 T5 ----- Rilis Data -----
Consumer confidence
AS Mei : 128 Apr : 125,6
GDP AS Q1 revised: 2,2
Q1 : 2,3
Manufacturing PMI
Tiongkok Mei : 51,9 Apr : 51,6
Jerman Mei : 56,9 Apr : 56,8 Inggris Mei : 54,4 Apr : 53,9 AS Mei : 58,7 Apr : 57,3
Pending home sales
AS Apr : -1,3 Ma r : 0,6
Nonfarm payrolls
AS Mei : 223 ribu
Apr : 159 ribu
Unemployment Rate
AS Mei : 3,8 Apr : 3,9
*) Data kepemilikan asing per 30 Mei 2018
I. Pasar Global
Pasar Saham. Wall Street berfluktuasi dalam sepekan dan pada akhir pekan
indeks Dow Jones mencatatkan pelemahan sebesar 0,48 persen secara
mingguan, sebaliknya indeks S&P 500 mencatatkan kenaikan 0,49 persen.
Pergerakan bursa saham Wall Street selama sepekan dipengaruhi oleh isu – isu
yang bervariasi. Sentimen negatif muncul dari kekhawatiran atas perang
Dagang setelah AS mengumumkan akan mengenakan tarif impor baja sebesar
25 persen dan tarif impor aluminium sebesar 10 persen dari Eropa, Kanada, dan
Meksiko. Perdana Menteri Kanada kemudian bereaksi dengan mengumumkan
akan mengenakan bea masuk balasan senilai USD12,8 miliar atas impor produk
AS. Uni Eropa dan Meksika diperkirakan juga akan melakukan tindakan balasan
serupa. Dari rilis data, indikator – indikator ekonomi utama AS menunjukkan
perkembangan bervariasi. Rilis awal PDB Q1 2018 menunjukkan pertumbuhan
sebesar 2,2 persen qoq, di bawah ekspektasi sebesar 2,3 persen qoq. Indeks
kepercayaan konsumen bulan Mei, ADP Nonfarm Employment Change bulan
Mei, dan penjualan rumah second bulan April juga menunjukkan capaian di
bawah ekspektasi. Sebaliknya, indikator tingkat pengangguran bulan Mei,
Nonfarm Payrolls bulan Mei, dan ISM Manufacturing bulan Mei menunjukkan
capaian di atas ekspektasi. Angka tingkat pengangguran sebesar 3,8 persen
pada bulan Mei merupakan level terendah dalam 18 tahun terakhir.
Dari kawasan Eropa, bursa saham Eropa ditutup melemah secara mingguan
atau merupakan pelemahan mingguan yang kedua kali sejak bulan Maret lalu.
Pelemahan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, pertama, tensi geopolitik di Italia
yang masih tinggi. Partai populis euroskeptic Italia tidak akan membentuk
pemerintahan koalisi, sehingga meningkatkan kemungkinan pemilihan umum
baru. Namun, kekhawatiran dari Italia sedikit mereda pasca keberhasilan Italia
menjual obligasi pemerintahnya tenor 5 tahun dan 10 tahun. Faktor kedua yang
mempengaruhi pergerakan bursa saham Eropa selama sepekan adalah
pengenaan tarif impor baja dan aluminium oleh AS dan yang ketiga adalah
anjloknya saham perbankan pasca Wall Street Journal melaporkan Deutsche
Bank bermasalah. Dari kawasan Asia, menyusul berbagai sentimen global, bursa
saham Asia sebagian besar ditutup melemah dengan bursa saham Singapura
dan Malaysia mengalami pelemahan paling dalam. Bursa saham Indonesia
menjadi satu – satunya yang mencatatkan penguatan secara mingguan di
kawasan.
Pasar Uang. Indeks dolar AS berada pada level 94,16 pada akhir pekan (01/06)
atau menguat sebesar 0,26 persen dalam sepekan terhadap enam mata uang
utama dunia dari posisi 93,92 pada penutupan akhir pekan sebelumnya. Selama
sepekan, indeks dolar AS bergerak dalam rentang 93,75 – 95,03 dan level 95,03
merupakan level tertinggi baru di 2018. Meskipun yield treasury AS (UST) tenor
10 tahun mengalami penurunan selama sepekan, indeks dolar AS tetap
melanjutkan relinya. Sumber penguatan indeks dolar AS ini berasal dari rilis data
Highlight Minggu Ini
Wall Street volatile pasca pengumuman pengenaan tarif impor baja
dan aluminium pada kelompok negara sekutu.
Indeks dolar AS berada pada level 94,16 pada akhir pekan (01/06),
naik dari pekan dengan ekspektasi pasar akan menguat.
IHSG menguat 0,13 persen secara mingguan ke level 5.983,59 dengan
posisi jual bersih investor non residen.
Kurs Rupiah/USD menguat signifikan 1,65 persen secara mingguan.
Bank Indonesia dalam RDG Tambahan pada Rabu (30/05) kembali
menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps
sebagai langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve.
Gambar 1. Indeks Bursa Saham Global
-
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2
Gambar 2. Harga minyak mentah dan batubara mengalami penguatan mingguan
rilis data tingkat pengangguran, Nonfarm Payrolls, dan ISM Manufacturing
yang menunjukkan capaian melebihi ekspektasi. Optimisme atas pertemuan
AS – Korea Utara yang kembali terjadwal dan meredanya perang dagang
dengan Tiongkok sebelumnya mendorong penguatan dolar AS ke level
tertinggi baru di 2018, tetapi kemudian terkoreksi menyusul pengumuman
pengenaan tarif impor baja dan aluminium.
Pasar Obligasi. Yield treasury AS (UST) tenor 10 tahun berada pada level 2,917
persen pada akhir pekan (01/06), turun dibanding posisi pekan lalu yang
sebesar 2,931 persen. Penurunan UST ini merefleksikan stance kebijakan the
Fed yang lebih moderat. Salah satu indikator utama pasar tenaga kerja AS yang
dipantau the Fed, yaitu rata – rata upah per jam. Agar inflasi mencapai target
the Fed, rata – rata upah per jam ini diharapkan bisa secara konsisten tumbuh
sebesar 0,3 persen sebulan. Pada kenyataannya, rilis bulan Mei menunjukkan
angka persis 0,3 persen. The Fed masih menunggu perkembangan selanjutnya
untuk mengonfirmasi angka ini dan sejauh ini kenaikan suku bunga the Fed
diperkirakan akan terjadi sebanyak 3 kali di 2018.
Pasar Komoditas. Di awal pekan, harga minyak mentah global menguat
tipis dibandingkan posisi Jumat (25/5), Brent menguat 0,42 persen ke level
USD76,42 per barel. Penguatan harga minyak didorong oleh penurunan
jumlah cadangan minyak mentah mingguan AS. Pergerakan harga minyak
mentah di sepanjang pekan juga diwarnai oleh pandangan pelaku pasar yang
meragukan komitmen OPEC untuk melakukan pemangkasan produksi di 2018
ini.
Harga acuan batubara ICE Newcastle menguat 5,31 persen ke level 111,05,
merupakan posisi tertinggi sejak Februari 2018. Penguatan tersebut didorong
oleh mengetatnya pasokan batubara global di tengah kebutuhan untuk
menyuplai pembangkit listrik di Tiongkok.
Harga komoditas CPO mengalami pelemahan di tengah ekspektasi
kenaikan ekspor dari Malaysia dan Indonesia. Dari sisi permintaan, di bulan
Ramadhan terjadi kenaikan permintaan dari negara-negara yang mayoritas
berpenduduk muslim. Namun, untuk negara-negara seperti Tiongkok, India,
Uni Eropa, dan AS mencatatkan adanya penurunan permintaan. Secara total,
tingkat permintaan global atas CPO mengalami penurunan.
II. Pasar Keuangan Domestik
Pada penutupan pekan, IHSG kembali menguat 0,13 persen secara
mingguan ke level 5.983,59 di tengah posisi jual bersih investor non
residen, imbal hasil SBN seri benchmark turun antara 31 hingga 58 bps
dengan posisi kepemilikan investor non residen yang mengalami
penurunan mingguan secara nominal namun meningkat secara
persentase, dan nilai tukar Rupiah terapresiasi 1,65 persen ke level
Rp13.895 per USD.
IHSG tercatat menguat 0,13 persen secara mingguan ke level 5.983,59 dan
diperdagangkan di kisaran 5.934,80 – 6.095,83 pada pekan ini. Investor
nonresiden membukukan jual bersih sebesar Rp165,44 miliar pada pekan ini
dan tercatat jual bersih Rp40,33 triliun secara ytd. Nilai rata-rata transaksi
perdagangan harian selama sepekan naik ke level Rp12,28 triliun dari pekan
sebelumnya yang sebesar Rp8,29 triliun.
Dari pasar SBN, yield SUN seri benchmark bergerak turun antara 31 s.d.
58 bps dalam sepekan. Berdasarkan data setelmen BI per 30 Mei 2018,
kepemilikan nonresiden atas SBN tercatat sebesar Rp830,49 T, turun
dibandingkan pekan sebelumnya yang mencapai Rp832,08. Namun demikian,
secara persentase kepemilikan non residen meningkat dari 37,99 persen
terhadap total outstanding ke level 38,00 persen secara mingguan.
Nilai tukar Rupiah menguat signifikan sebesar 1,65 persen secara
mingguan namun secara ytd masih mengalami pelemahan 3,13 persen,
berada di level Rp13.896 per USD. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah relatif
terjaga pada pekan ini, sebagaimana tercermin dari perkembangan spread
harian antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan yang stabil. Pekan
ini Rupiah diperdagangkan di kisaran 13.875 – 14.095 per USD.
Gambar 3. Pasar keuangan Indonesia menguat secara
mingguan seiring kembali masuknya investor non residen
Gambar 4. Tekanan terhadap Rupiah relatif mereda dalam
sepekan terakhir pasca kenaikan suku bunga kebijakan moneter
-
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3
III. Perekonomian Internasional
Dari AS, Conference Board (CB) Consumer Confidence AS pada bulan Mei
2018 tercatat sebesar 128, lebih tinggi dari posisi April sebesar 125,6 namun
lebih rendah dari konsensus analis yang memperkirakan level 128,2. Hal ini
mengindikasikan bahwa optimisme konsumen masih tinggi sehingga belanja
konsumen AS diperkirakan masih akan tinggi ke depan. Nonfarm payrolls AS
untuk bulan Mei 2018 tercatat mengalami kenaikan menjadi sebesar 223 ribu,
lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar
159 ribu. Selain itu, tingkat pengangguran juga mengalami penurunan menjadi
sebesar 3,8 persen, atau yang terendah yang sejak April 2000. Hal ini
menunjukkan terjadinya penguatan pada pasar tenaga kerja di AS.
Dari kawasan Eropa, Inflasi Eropa pada bulan Mei 2018 sebesar 1,9 persen
yoy. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan bulan April yang
sebesar 1,2 persen dan lebih tingi dibandingkan dengan prediksi analis sebesar
1,6 persen. Kenaikan ini didorong oleh kenaikan inflasi yang terjadi di Jerman
dan Prancis.
Dari kawasan Asia Pasifik, Manufacturing PMI Tiongkok untuk bulan Mei
2018 yang tercatat sebesar 51,9, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya
yang sebesar 51,4. Kenaikan tersebut dipicu oleh kenaikan produksi
kendaraan. Hal ini menunjukkan adanya penguatan sektor manufaktur negara
tersebut. Ekonomi India untuk Q1 tumbuh sebesar 7,7 persen, lebih tinggi dari
kuartal sebelumnya yang sebesar 7,0 persen. Pertumbuhan tersebut
merupakan yang tercepat dalam 7 kuartal terakhir. Kenaikan ini terjadi dipicu
oleh performa sektor pertanian, maunfaktur dan jasa.
IV. Perekonomian Domestik
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Tambahan Bank Indonesia pada tanggal 30 Mei
2018 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25
bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility (DF) sebesar 25 bps menjadi
4,00%, dan suku bunga Lending Facility (LF) 25 bps menjadi 5,50%, berlaku
efektif tanggal 31 Mei 2018. Kebijakan ini sebagai langkah pre-emptive, front-
loading, dan ahead of the curve Bank Indonesia untuk memperkuat stabilitas
khususnya stabilitas nilai tukar terhadap perkiraan kenaikan suku bunga AS
yang lebih tinggi dan meningkatnya risiko di pasar keuangan global. Bank
Indonesia meyakini kondisi ekonomi Indonesia secara keseluruhan cukup baik
dan kuat. Tekanan terhadap stabilitas sejak awal Februari lebih karena tren
kenaikan suku bunga AS dan meningkatnya ketidakpastian global akibat
perubahan kebijakan AS dan sejumlah risiko geopolitik. Ke depan, Bank
Indonesia akan terus mengkalibrasi perkembangan baik domestik maupun
global untuk memanfaatkan masih adanya ruang untuk kenaikan suku bunga
secara terukur.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberi keleluasaan untuk profesi analis
dengan tidak lagi membatasi coverage emiten atau jumlah emiten yang
ditangani oleh para analis. Dalam rumusan sebelumnya, OJK membatasi
bahwa satu analis harus menangani 12 emiten. Saat mewacanakan satu analis
12 emiten, otoritas beralasan bahwa laporan keuangan perusahaan selalu
dirilis setiap tiga bulan atau 12 minggu sekali. Dengan kata lain, satu emiten
akan dikerjakan oleh analis dalam waktu 1 minggu. Terdapat kelebihan dan
kekurangan dari rencana kebijakan tersebut. Kelebihannya adalah analis bisa
leluasa melakukan analisis karena tidak dibatasi oleh regulasi. Adapun
kekurangannya adalah sekuritas akan menuntut analis untuk kerja lebih keras
sehingga ada kemungkinan analis tidak memahami sektor tertentu karena
besarnya tuntutan dari perusahaan sekuritas.
Bank Dunia memberikan pinjaman sebesar USD300 juta ke Indonesia untuk
meningkatkan prasarana dan pelayanan dasar yang relevan dengan pariwisata,
memperkuat hubungan eknomi lokal dengan kepariwisataan dan menarik
investasi swasta ke Indonesia. Tiga lokasi yang akan memanfaatkan pinjaman
Bank Dunia, yakni Lombok di Nusa Tenggara Barat, segitiga Borobudur-
Yogyakarta-Prambanan di Jawa Tengah, dan Danau Toba di Sumatra Utara.
Gambar 5 Kinerja ekonomi AS selama Q1 2018 diperkirakan akan
menahan kenaikan suku bunga the Fed tidak terlalu agresif
Gambar 7. Kinerja sektor manufaktur Tiongkok bulan Mei
melebihi ekspektasi
Gambar 6. Inflasi di Kawasan Eropa bulan Mei mendekati
target Bank Sentral Eropa sebesar 2 persen
Gambar 8. Kenaikan suku bunga kebijakan BI untuk
mendukung Rupiah
-
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4
Pesan yang disampaikan oleh Bank Indonesia pun berbeda untuk
masing-masing kenaikan. Dalam kenaikan 25 bps pertama, Bank
Indonesia menyiratkan pesan bahwa kebijakan tersebut
merupakan respons yang diperlukan atas perkembangan dan
faktor eksternal. Sebagai langkah stabilisasi jangka pendek,
kenaikan suku bunga acuan ditujukan untuk menjaga besarnya
interest rate differential setelah the Fed menaikkan suku bunga
acuan sebesar 25 bps pada bulan Maret yang selanjutnya diikuti
kenaikan suku bunga di banyak negara. Terjaganya nilai tukar
Rupiah dan interest rate differential diharapkan mampu membawa
masuk kembali modal asing ke pasar keuangan domestik atau
setidaknya menahan arus modal keluar dari pasar keuangan
Indonesia.
Dalam kenaikan 25 bps yang kedua pada 30 Mei 2018, pesan
utama yang disampaikan Bank Indonesia adalah kebijakan
preventif dalam horizon yang lebih panjang dengan tujuan
memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah. Dengan kata lain, Bank
Indonesia lebih mengambil posisi preventif atau preemptive atas
perkiraan kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat yang
kemungkinan naik hingga empat kali pada tahun ini sekaligus
potensi peningkatan risiko di pasar keuangan. Dengan demikian,
interest rate differential yang terjaga antara 7-DRRR dengan Fed
Fund Rate meskipun nantinya the Fed mengambil kebijakan
penaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada FOMC Meeting
pada 12-13 Juni 2018 akan membuat aset-aset keuangan domestik
tetap menarik dan menguntungkan bagi investor asing. Posisi Bank
Indonesia yang bersifat antisipatif juga menunjukkan komitmen
Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan
fundamental perekonomian domestik secara keseluruhan seiring
arah perekonomian global menuju keseimbangan baru.
Pengakuan atas fundamental perekonomian Indonesia yang kuat
sekaligus bauran kebijakan yang kredibel berasal dari lembaga
rating Standard and Poor’s (S&P) yang
mempertahankan sovereign credit rating Indonesia di BBB-
(investment grade) dengan outlook stabil pada Kamis (31/5).
Sebelumnya, S&P mengerek rating utang Indonesia ke
level investment grade pada 19 Mei 2017. Dalam pernyataannya,
S&P melihat kinerja fiskal Pemerintah terus membaik dengan
beban utang Pemerintah yang stabil. Dari sisi eksternal, current
Perekonomian Dunia Menuju New Normal, Bank Indonesia Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan
Hingga akhir Mei 2018, Rupiah telah melemah 2,52 persen point-to-point, IHSG tercatat melemah 5,85 persen, dan imbal hasil
SBN seri benchmark tenor 10 tahun tercatat naik 73 bps.
Bank Indonesia dalam RDG Tambahan pada Rabu (30/05) kembali menaikkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate
sebesar 25 bps sebagai langkah pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve.
Standard and Poor’s (S&P) yang mempertahankan sovereign credit rating Indonesia di BBB- (investment grade)
dengan outlook stabil.
Tingkat pengangguran di AS turun menjadi 3,8 persen atau sama dengan posisi bulan April 2000. Memasuki bulan terakhir Q2 2018, kondisi pasar keuangan
domestik masih diliputi tekanan yang bersumber dari dinamika
perekonomian dunia yang tengah menuju arah keseimbangan
baru atau a new normal. Pemulihan perekonomian Amerika Serikat
yang diikuti oleh peningkatan inflasi mendorong the Fed untuk
melanjutkan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan
suku bunga acuannya yang diperkirakan hingga 4 kali dalam tahun
2018. Hal ini memicu penguatan dolar AS terhadap hampir seluruh
mata uang dunia. Selain itu, kebijakan fiskal Pemerintah AS yang
ekspansif yang disertai pemotongan pajak pribadi dan korporasi
telah menyebabkan kenaikan imbal hasil US Treasury seiring
dengan perkiraan pelebaran defisit fiskal AS. Selain dari
perkembangan kebijakan AS, dinamika perekonomian global juga
banyak dipengaruhi oleh potensi perang dagang antara AS dan
Tiongkok, eskalasi geopolitik Timur Tengah dan perkembangan
ketegangan semenanjung Korea. Kombinasi hal-hal tersebut
menciptakan tekanan bagi pasar keuangan negara berkembang
yang ditandai dengan pelemahan mata uang dan arus modal
keluar (capital outflow).
Hingga akhir bulan Mei 2018, tercatat Rupiah telah melemah 2,52
persen point-to-point dibandingkan posisi akhir tahun 2017 atau
secara rata-rata, Rupiah terdepresiasi 2,53 persen year-to-date.
Dari pasar saham, IHSG tercatat melemah 5,85 persen year-to-date
dengan capital outflow mencapai Rp40,33 triliun. Sementara dari
pasar SBN, imbal hasil SBN seri benchmark tenor 10 tahun tercatat
naik 73 bps dalam periode Januari-Mei 2018 dengan total Rp5,66
triliun keluar dari pasar SBN. Kondisi ini menunjukkan kuatnya
tekanan eksternal terhadap pasar keuangan domestik mengingat
dalam periode yang sama di tahun 2017, pasar keuangan domestik
ditandai dengan besarnya capital inflow, terutama ke pasar SBN.
Tercatat dalam periode Januari hingga Mei 2017, capital inflow di
pasar saham dan pasar SBN masing-masing mencapai Rp21,69
triliun dan Rp90,34 triliun dengan IHSG tercatat naik sebesar 8,33
persen, yield SBN tenor 10 tahun turun 101 bps dan Rupiah
menguat 1,11 persen point-to-point.
Merespon kuatnya tekanan eksternal terutama dampaknya ke
volatilitas nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia mengambil kebijakan
penaikan suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps
masing-masing 25 bps pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 16-17
Mei 2018 dan 25 bps dalam RDG Tambahan pada 30 Mei 2018.
-
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 5
Gambar 10. Ekspor, Impor, CAD & Rupiah
account deficit Indonesia diproyeksikan akan menyempit dalam
beberapa tahun ke depan, yang mencerminkan permintaan global
yang stabil dan harga komoditas yang lebih tinggi. Selain itu,
perumusan kebijakan Indonesia telah efektif dalam mendukung
keuangan pemerintah yang berkesinambungan dan pertumbuhan
ekonomi yang berimbang. Afirmasi dari S&P ini dapat menjadi
tambahan tenaga bagi pasar keuangan domestik dengan
memperkuat keyakinan investor terhadap prospek ekonomi
Indonesia di tengah ketidakpastian global yang terus berlanjut.
Dari pasar keuangan global, pasar ekuitas global utama
membukukan keuntungan yang solid pada minggu terakhir Mei
2018, sementara dolar AS dan imbal hasil obligasi US Treasury
cukup tinggi karena pertumbuhan lapangan kerja Amerika Serikat
(AS) terbukti lebih kuat di bulan Mei daripada yang diperkirakan
pasar. Indeks S&P500 ditutup naik naik 1,1 persen setelah
sebelumnya melemah 1,6 persen pada awal pekan yang berakhir
pada 1 Juni 2018, di tengah kekhawatiran tentang dampak global
dari perkembangan politik Eropa dan berakhir naik 0,5 persen
untuk minggu ini. Pasar ekuitas Eropa juga ditutup lebih tinggi
dengan Euro Stoxx 600 naik 1 persen pada penutupan pekan untuk
mengurangi kerugian dalam seminggu menjadi 1,1 persen dari
sebanyak -2,3 persen hingga Kamis (31/05).
Tingkat pengangguran di AS turun menjadi 3,8 persen atau sama
dengan kondisi bulan April 2000, yang merupakan level terendah
sejak Desember 1969. Pertumbuhan lapangan pekerjaan baru di AS
tercatat 223.000 pada bulan Mei atau lebih kuat dari ekspektasi
pasar yang sebesar 190.000. Meskipun tingkat pengangguran
turun menyamai posisi terendah multi-dekade dan lebih jauh di
bawah proyeksi median komite kebijakan the Fed (FOMC) untuk
tingkat 'long run' di 4,5 persen, pertumbuhan pendapatan hanya
tumbuh rata-rata per jam 0,3 persen dalam sebulan dan 2,7 persen
sepanjang tahun di mana walau keduanya lebih tinggi daripada
yang diantisipasi pasar tetapi masih berada di bawah level tertinggi
baru-baru ini sebesar 2,8 persen.
Sektor jasa swasta kembali berkontribusi pada sebagian besar
pertumbuhan pekerjaan (171.000), meskipun masih ada
peningkatan dalam sektor-sektor penghasil barang termasuk
konstruksi (25.000) dan manufaktur (18.000). Secara keseluruhan,
pertumbuhan lapangan kerja berlanjut pada 1,6 persen sepanjang
tahun - sebagian besar sejalan dengan laju tahunan baru-baru ini
setelah melambat secara umum selama beberapa tahun terakhir
dari tingginya baru-baru ini 2,3 persen hingga tahun 2015 hingga
Februari 2015.
Indeks manufaktur ISM AS - indikator aktivitas PMI ayang
mendasari berbagai indeks serupa secara global tercatat naik pada
bulan Mei atau kembali mendekati level tertinggi dalam 14 tahun
pada bulan Februari 2018 dan berada pada salah satu tingkat yang
paling ekspansif (di atas 50) dalam 20 tahun terakhir. Hal ini
didukung oleh penguatan dari sub-indeks utama, termasuk
produksi dan new orders. Kenaikan indikator new orders
mencerminkan kekuatan domestik sementara sub-indeks pesanan
ekspor baru turun lebih lanjut pada bulan Mei meskipun masih
menunjukkan tingkat ekspansi yang solid.
Indikator ‘tekanan’ dalam indeks ISM manufaktur terus meningkat.
Khususnya, sebagai indikator tekanan inflasi, indikator harga yang
dibayarkan telah mencapai level tertinggi sejak April 2011. Tekanan
pada kapasitas juga terjadi seiring indikator backlog yang
menunjukkan kenaikan tertinggi sejak April 2004, sementara
indikator waktu pengiriman kembali naik setelah sempat melambat
tahun lalu setelah gangguan aktivitas terjadi ketika bencana angin
topan menghantam AS bagian selatan.
Pasar terus mencatat kekhawatiran tentang tarif yang mendasari
harga untuk produk-produk baja. Produsen kini mencari sumber-
sumber alternatif pasokan di luar negara-negara yang
kemungkinan akan dikenakan tarif (dengan survei yang dilakukan
sebelum pengumuman pekan lalu bahwa tarif baja dan aluminium
akan diimplementasikan pada UE, Kanada dan Meksiko).
Sejalan dengan kenaikan imbal hasil obligasi US Treasury,
ekspektasi pasar atas prospek tingkat kebijakan Fed telah pulih
setelah sempat turun tajam awal pekan lalu di tengah kekhawatiran
Gambar 9. Indeks ISM Manufaktur AS Gambar 10. Ekspektasi Pasar terhadap Fed Fund Rate
Sumber: Reuters
Sumber: Reuters
-
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 6
Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Kindy Rinaldy Syahrir, Ronald Yusuf, Alfan Mansur, Munafsin Al Arif, Nurul Fatimah, Pipin Prasetyono- didukung oleh Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Sumber Data: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News,
Bisnis Indonesia, Vibiznews Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
bahwa perkembangan politik Eropa dapat menyebabkan gejolak
krisis Euro dengan konsekuensi global. Pasar kini kembali ke
priced-in terhadap ekspektasi tiga kenaikan suku bunga Fed tahun
ini, termasuk kenaikan pertama pada bulan Maret sebagaimana
tersirat oleh median proyeksi FOMC dan masih ada peluang
kenaikan keempat. Pasar sepenuhnya priced-in untuk kenaikan
suku bunga berikutnya yang akan disampaikan pada pengumuman
kebijakan Fed yang akan datang pada 14 Juni 2018.
Bertentangan dengan ekspektasi pasar, penurunan tingkat
pengangguran AS menjadi 3,8 persen jauh di bawah tingkat laju
inflasi non pengangguran atau nonaccelerating inflation rate of
unemployment (NAIRU) seperti yang diperkirakan oleh OECD
(bahkan diberikan beberapa revisi ke bawah baru-baru ini ke
perkiraan mereka) seperti yang ditunjukkan oleh gambar 11 di
bawah ini dan di bawah tingkat 'jangka panjang' sebesar 4,5 persen
sesuai dengan estimasi median peserta komite kebijakan FOMC
Federal Reserve AS pada pembaruan proyeksi terakhir mereka
pada bulan Maret. Dalam keadaan seperti itu The Fed biasanya
lebih suka menaikkan suku bunga kebijakannya setidaknya
mendekati tingkat 'jangka panjang' untuk mencegah kenaikan
inflasi yang berlebihan.
Tingkat suku bunga kebijakan Fed saat ini dalam kisaran 1,5 persen
hingga 1,75 persen jauh di bawah perkiraan FOMC tentang tingkat
jangka panjang di 2,875 persen (yang secara umum telah
berkurang dalam beberapa tahun terakhir dari perkiraan hingga
awal 2014 sebesar 4 persen). Namun ketidakpastian yang terus
berlanjut di antara pembuat kebijakan Fed mengenai NAIRU
menggambarkan tekanan inflasi melambat untuk merespon
penguatan yang sedang berlangsung di pasar tenaga kerja.
Perkiraan The Fed tentang tingkat pengangguran jangka panjang
juga semakin berkurang dari kisaran 5,2-5,8 persen pada Desember
2013 ke central tendency 4,3-4,7 persen seperti pada pembaruan
proyeksi terakhir mereka di bulan Maret.
Proyeksi median FOMC pada Maret untuk tingkat pengangguran di
bawah tingkat 'jangka panjang' pada tingkat 3,8 persen pada 2018
saat ini sudah tercapai dan diperkirakan 3,6 persen pada 2019 dan
2020. Tingkat pengangguran saat ini sama dengan tingkat
pengangguran pada bulan April 2000, yang merupakan terendah
sejak Desember 1969 (ketika itu 3,5 persen, tepat di atas terendah 3,4
persen selama tahun 1960-an). Tingkat 'setengah pengangguran'
(termasuk mereka yang bekerja paruh waktu yang ingin bekerja lebih
banyak jam) juga turun menjadi 7,6 persen di bawah pra-GFC pada
level 7,9 persen pada bulan Desember 2006 atau yang terendah sejak
Mei 2001 dan juga di bawah GFC tertinggi di atas 17 persen.
Saat ini pertumbuhan penghasilan per jam rata-rata mengalami
penguatan sebesar 2,7 persen sepanjang tahun dan tampaknya
memiliki dampak inflasi terbatas mengingat bahwa kondisi tersebut
berada di bawah level tertinggi baru-baru ini sebesar 2,8 persen dan
masih di bawah tingkat pra-GFC.
Hal ini mengingat bahwa rata-rata penghasilan per jam dapat
dipengaruhi oleh perubahan komposisi pekerjaan antara pekerjaan
membayar lebih tinggi dan lebih rendah. Indeks biaya tenaga kerja
pada kuartal I 2018, yang belum menghitung perubahan komposisi
dan merupakan ukuran upah yang disukai the Fed, tercatat
pertumbuhan tahunan yang diperkirakan sebesar 2,7 persen
sepanjang tahun. Hal ini merupakan pertumbuhan tercepat
sepanjang tahun sejak kuartal III 2008. Namun hal ini terlalu singkat
dari tingkat umumnya sebelum GFC yang melebihi 3 persen.
Gambar 11. Tingkat Pengangguran AS dan NAIRU Gambar 12. Tingkat Pertumbuhan Tenaga Kerja dan PDB AS
Sumber: Reuters Sumber: Reuters