laporan diuretikum 8 mei 2012

16
Penanggung Jawab : drh. Aulia andi M MSi Waktu : 15.00 -18.00 Tanggal : Senin, 30 Mei 2012 DIURETIKUM KELOMPOK 3 1. Haddi Wisnu Yudha B04090131 2. Mayang Suci Septiawaty B04090137 3. Muhammad Adib Mustofa B04090144 4. Feby Yolanda W. B04090160 5. Putu Candranoviani S. B04090167 BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FISIOLOGI

Upload: adib-mustofa

Post on 05-Dec-2014

98 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

Penanggung Jawab : drh. Aulia andi M MSi Waktu : 15.00 -18.00

Tanggal : Senin, 30 Mei 2012

DIURETIKUM

KELOMPOK 3

1. Haddi Wisnu Yudha B04090131

2. Mayang Suci Septiawaty B04090137

3. Muhammad Adib Mustofa B04090144

4. Feby Yolanda W. B04090160

5. Putu Candranoviani S. B04090167

BAGIAN FARMAKOLOGI DAN FISIOLOGI

DEPARTEMEN ANATOMI FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

A. PENDAHULUAN

Tujuan

Tujuan diadakannya praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui mekanisme

kerja obat-obat diuretikum.

Latar Belakang

Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut

Diuretik. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan eudema, yang berarti

mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali

menjadi normal.Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan

reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak

dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk

mempertahankan keseimbangan osmotic.Perubahan osmotik dimana dalam tubulus menjadi

menjadi meningkat karena natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak

didalam tubulus ginjal dan produksi urine menjadi lebih banyak.Dengan demikian diuretic

meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine

dan darah. Ada beberapa jenis Diuretik, yang sudah dikenal dan sering digunakan dalam

pengobatan klien dengan masalah gangguan cairan dan elektrolit. Jenis-jenis tersebut adalah

Penghambat Karbonik Anhidrase, Diuretik Kuat (loop Diuretik), Diuretik Tiazid, Diuretik

Hemat Kalium, Antagonis ADH dan Diuretik Osmotik.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Diuretikum adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah

diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin

yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.

Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan odem yang berarti mengubah

keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal.

Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan

kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja

sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat

Page 3: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah,

yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan

ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat

penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini

dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna

seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap

kembali. Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul (ductus

coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali.

Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urine yang lebih banyak.

Jika pada peningkatan ekskresi air, terjadi juga peningkatan ekskresi garam-garam, maka

diuretika ini dinamakan saluretika atau natriuretika (diuretika dalam arti sempit). Walaupun

kerjanya pada ginjal, diuretika bukan ‘obat ginjal’, artinya senyawa ini tidak dapat memperbaiki

atau menyembuhkan penyakit ginjal, demikian juga pada pasien insufisiensi ginjal jika

diperlukan dialisis, tidak akan dapat ditangguhkan dengan penggunaan senyawa ini. Beberapa

diuretika pada awal pengobatan justru memperkecil ekskresi zat-zat penting urine (dengan

mengurangi laju filtrasi glomerulus) sehingga akan memperburuk insufisiensi ginjal.

Dengan demikian yang dapat digunakan secara terapeutik hanyalah kemampuannya

untuk mempengaruhi gerakan air dan elektrolit dalam organisme. Pengaruhnya terhadap proses

transport hanya seakan-akan saja khas terhadap ginjal. Karena konsentrasi diuretika pada saat

melewati nefron meningkat dengan hebat, maka efeknya pada ginjal (efek diuretik) dibandingkan

dengan efek pada organ lain, dominan.

Pengembangan baru saluretika berkhasiat tinggi menyebabkan preparat lama umumnya

sudah kadaluarsa. Ini terutama berlaku untuk preparat yang mengandung simplisia dengan

minyak atsiri, senyawa raksa atau turunan xantin. Juga osmodiuretika dan inhibitor

karbonanhidratase sudah jarang digunakan kecuali untuk indikasi khusus tertentu.

Ada beberapa jenis diuretik yang sudah dikenal dan sering digunakan dalam pengobatan

pasien dengan masalah gangguan cairan dan elektrolit. Jenis-jenis tersebut adalah:

Page 4: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

1. Diuretik osmotik

diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi

oleh ginjal.  

Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isosorbid.

Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat :

1.      Difiltasi secara bebas oleh glomerulus

2.      Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal

3.      Secara farmakologis merupakan zat yang inert

4.      Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.

Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti manitol (satu gula).

Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk menurunkan edema serebri atau peningkatan

tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah overdosis obat. Diuresis

terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula yang lembam (yang difiltrasi oleh ginjal, tetapi

tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi

Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :

·         Tubuli proksimal

Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat

reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.

·         Ansa henle

Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi

natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.

·         Duktus Koligentes

Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara

Page 5: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out,

kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.

2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalis raksi CO2 + H2O menjadi H2CO3.

Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa lambung, mata,

eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma. Inhibitor karbonik anhidrase adalah obat

yang digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada glaukoma dengan membatasi

produksi humor aqueus, bukan sebagai diuretik (misalnya, asetazolamid). Obat ini bekerja pada

tubulus proksimal (nefron) dengan mencegah reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat),

natrium, kalium, dan air semua zat ini meningkatkan produksi urine. Yang termasuk golongan

diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.

3. Diuretik golongan tiazid

Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya klouretik maksimal yang

sebanding.Merupakan Obat diuretik yang paling banyak digunakan. Diuretik tiazid, seperti

bendroflumetiazid, bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat ini menurunkan

reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi air, natrium, dan klorida. Selain itu,

kalium hilang dan kalsium ditahan. Obat ini digunakan dalam pengobatan hipertensi, gagal

jantung ringan, edema, dan pada diabetes insipidus nefrogenik.

Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid,

hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon,

kuinetazon, dan indapamid.

4. Diuretik hemat kalium

Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah

korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan

antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida).

Page 6: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

5. Diuretik kuat

Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel

tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Yang termasuk

diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.

Mekanisme Kerja Diuretika

Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga

pengeluarannya lewat kemih (dan demikian juga dari air) diperbanyak. Obat-obat ini bekerja

khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yakni:

1. Tubuli proksimal. Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini

direabsorpsi secara aktif untuk kurang lebih 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula

glukosa dan ureum. Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsional, maka susunan

filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol,

sorbitol) bekerja di sini dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium.

2. Lengkungan Henle. Di bagian menaik dari Henle’s loop ini kurang lebih 25% dari

semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi

pasif dari Na+ dan K+ tetapi tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika

lengkungan seperti furosemida, bumetanida dan etakrinat, bekerja terutama di sini dengan

merintangi transport Cl- dan demikian reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga

diperbanyak.

3. Tubuli distal. Di bagian pertama segmen ini, Na+direabsorpsi secara aktif pula tanpa air

hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon

bekerja di tempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5 – 10 %. Di

bagian kedua segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+; proses ini

dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron (spironolakton)

dan zat-zat penghemat kalium (amilorida, triamteren) bertitik kerja di sini dengan

mengakibatkan ekskresi Na+ (kurang dari 5%) dan retensi K+.

Page 7: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

4. Saluran pengumpul. Hormon antidiuretik ADH (vasopresin) dari hipofisis bertitik kerja

di sini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.

Efek Samping

Efek-efek samping utama yang dapat diakibatkan diuretika adalah:

a. Hipokaliemia b. Hiperurikemia

c. Hiperglikemia d. Hiperlipidemia

e. Hiponatriemia f. Lain-lain:

Gangguan lambung usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala, pusing dan

jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetamida

dalam dosis tinggi.

C. METODOLOGI

Tikus dipuasakan selama 12-16 jam. Tikus dicekok aquades 5 mL ke dalam lambung

dengan sonde lambung sebelum percobaan. Tikus disuntik lasyx secara subkutan sebanyak 0,5

mL. Tikus ditempatkan dalam kandang metabolism dan urine yang keluar pada 20 menit pertama

dibuang. Pengamatan volume urine dilakukan pada menit ke 60 dan menit ke 120. Prosedur yang

sama dilakukan pada tikus yang lain dengan sediaan NaCl fisiologis secara subkutan 0,5 mL,

pituitrin 0,1 % secara subkutan 0,25 mL, thiazide secara peroral 1 mL, caffeine 1% secara

subkutan 0,5mL, dan salyrgan secara peroral 0,13 g/mL.

Alat dan Bahan

Tikus putih Spuid 1 mL Sonde lambung Kandang metabolism NaCl fisiologis Pituitrin 0,1%

Page 8: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

Thiazide Lasyx Caffein 1%

D. HASIL dan PEMBAHASAN

Hasil

No. Sediaan Volume Urine Menit ke-

30 (ml)

Volume Urine Menit ke-

60 (ml)

1. Lasyx 5.2 3

2. NaCl Fisiologis 2.2 2

3. Thiazide 2.2 0.5

4. Pituitrin 0.1% 1.6 0.95

5. Caffein 2.9 2.9

Pembahasan

Percobaan kali ini yaitu tentang sediaan diuretikum. Adapun sediaan yang digunakan

yaitu NaCl fisiologis 0,5 ml, Lasyx 0,5ml, Pituitrin 0,1% 0,25 ml, Caffein 0,5 ml dan thiazide 0.5

ml yang masing–masing diberikan secara subkutan dan peroral untuk thiazide pada tikus.

Diuretik merupakan sediaan yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Fungsi utama

diuretik adalah untuk memobilisasi cairan edema, yang berarti mengubah keseimbangan cairan

sehingga cairan ekstrasel menjadi normal.

Page 9: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

Pada tikus yang diberi sediaan lasyx secara subkutan akan menghasilkan urin yang

banyak pada menit ke-30, kemudian menurun pada menit ke-60. Lasyx merupakan obat yang

termasuk ke dalam tipe furosemide, golongan Loop Diuretic yang bekerja pada lengkung Henle.

Golongan obat-obat ini memiliki efektivitas yang tertinggi dalam memobilisasi Na+ dan Cl- dari

tubuh. Loop Diuretic menghambat kotranspor Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars

ascendens ansa Henle sehingga reabsorpsi Na+, K+, dan Cl- menurun. Loop Diuretic merupakan

obat diuretik yang paling efektif , karena pars ascendens bertanggung jawab untuk reabsorpsi 25-

30% NaCl yang disaring dan di bagian distalnya tidak mampu mengkompensasi kenaikan Na+

sehingga urin yang keluar jumlahnya banyak.

NaCl fisiologis memiliki fungsi yang bervariasi tergantung konsentrasi, rute pemberian

dan kondisi tubuh hewan. Jika isotonis (NaCl 0.9%), cairan ini sama halnya dengan cairan tubuh

normal, sehingga tidak ada atau sedikit urin yang dihasilkan. NaCl hipotonis (NaCl 0.45%)

umumnya digunakan untuk me Rehidrasi cairan tubuh, mengatasi hilang cairan tanpa elektrolit,

mengatasi diabetes insipidus (poliuria) dan hipertermia dengan cara memobilisasi cairan dari

intraseluler ke ekstraseluler. Sebaliknya pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu NaCl hipertonik

(NaCl 7%), akan menyebabkan mobilisasi cairan dari ekstraseluler ke intraseluler. NaCl

hipertonik diindikasikan sebagai diuresis osmotik untuk penanganan oedema terutama di otak

(kranioserebral). Agar dapat berfungsi sebagai diuresis tersebut, NaCl harus diberikan rute

intravena agar konsentrasi di intravaskuler lebih tinggi dari pada interstitial. Sehingga air dari

interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah dan diekskresikan melalui urin (diuresis).

Apabila diberikan rute subcutan konsentrasi NaCl hendaknya rendah, sebab jika konsentrasi

yang diberikan tinggi akan menyebabkan mobilisasi cairan ke interstitial semakin tinggi dan

oedema semakin parah.

Pada tikus yang diberikan sediaan thiazide, volume urin yang didapat tidak terlalu

banyak. Thiazide bekerja terutama pada tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi Na+ dengan

menghambat kontransporter Na+/Cl- pada membran lumen. Obat-obat ini memiliki sedikit efek

pada tubulus proksimal. Akibatnya, obat-obat ini dapat meningkatkan konsentrasi Na+ dan Cl-

pada cairan tubulus. Selain itu, thiazide juga dapat menurunkan kandungan Ca+ di dalam urin

dengan meningkatkan reabsorpsi Ca+. hal ini berlawanan dengan Loop diuretic yang dapat

meningkatkan konsentrasi Ca+ di dalam urin.

Page 10: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

Tikus yang diberikan sediaan pituitrin 1% secara subkutan, volume urin yang didapat

sedikit. Hal ini disebabkan karena sediaan ini merupakan sediaan antidiuretik hormon atau yang

dikenal dengan vasopressin. Vasopressin ini merupakan suatu oktapeptid yang diproduksi oleh

sel saraf dalam nukleus supraoptikus dan paraventrikularis di hipothalamus. Mekanisme yang

terjadi adalah mekanisme endokrin. Saat kadar antidiuretik hormon tinggi maka urin yang

dihasilkan rendah dan sebaliknya. Efek ADH bermacam-macam, namun yang paling menonjol

adalah di bagian duktus koligentes. Karena bagian ini memiliki peranan penting dalam koservasi

air dalam tubuh.pada saat cairan dalam tubuli mencapai daerah segmen kortikal duktus

koligentes, cairan ini cenderung hipotonik akibat efek pompa Cl- di daerah ansa henle ascendens

yang tebal. Dalam keadaan dehidrasi atau adanya depresi volume cairan tubuh, kadar ADH akan

meningkat, akibatnya sel-sel duktus koligentes baik segmen kortikal maupun segmen medular

menjadi permeabel terhadap air. Air akan bergerak secara pasif sepanjang daerah yang berbeda

osmotiknya dan akan direabsorbsi dari tubuli, dan hal ini akan menyebabkan osmolaritas urin

makin meningkat. Hasil pemberian pituitrin ada yang menunukkan ekskresi urin, padahal

seharusnya tidak ada ekskresi. Hal tersebut disebabkan perlakuan pemberian air minum yang

seharusnya tidak diberikan menyebabkan daya kerja obat tidak terlihat.

Pada tikus yang diberikan sediaan caffein, volume urin yang didapat jumlahnya tidak

terlalu banyak. Caffein termasuk ke dalam golongan obat diuretik osmotik dan dapat

menyebabkan berbagai derajat diuresis. Hal ini terjadi karena kemampuan zat-zat ini untuk

mengangkut air bersama ke dalam cairan tubulus. Bila zat-zat yang disaring berikutnya

mengalami sedikit atau tidak diabsorpsi sama sekali, kemudian zat yang disaring akan

menyebabkan peningkatan pengeluaran urin. Hanya dalam jumlah kecil dari garam-garam yang

ditambahkan dapat juga diekskresikan.

E. KESIMPULAN

Diuretik merupakan sediaan yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin,dari

beberapa sediaan yang diberikan didapatkan data bahwa lasyx yang diberikan secara sub-cutan

menghasilkan urin yang banyak hal ini dikarenakan lasyx bekerja langsung pada lengkung

henle,pada pemberian sediaan pituitrin 1% didapatkan urin yang paling sedikit hal ini

dikarenakan pituitrin 1% adalah golongan obat vasopresin yang bekerja dengan cara

menghambat sekresi obat antidiuretikhormon

Page 11: Laporan Diuretikum 8 Mei 2012

F. SARAN

Akan lebih baik lagi jika pada data volume urin disertai dengan volume

.

G. DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram G. 2004. Basic and Clinical Pharmacology.Prentice Hall.

Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. ITB. Bandung.

Mycek, Mary J. 2001. Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology. Limppincott.

Mycek. J. M. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi kedua. Penerjemah Azwar Agoes. Editor Huriawati Hartanto. 23:226-236. Jakarta. Widya Medika.

Sunaryo. 1995. Diuretik dan Antidiuretik. Dalam Farmakologi dan Terapi edisi

keempat, editor Sulistia G.G. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.

Tanzil, S. 1992. Catatan Kuliah Farmakologi I. EGC. Jakarta

Tjay, Tan Hoan. 2007. Obat-obat Penting. Gramedia. Jakarta.