laporan bgm
TRANSCRIPT
5
I. Pendahuluan
Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak. Akan
tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini
disebabkan pada masa ini anak cenderung susah untuk makan dan hanya suka pada
jajanan yang kandungan zat gizinya tidak baik.
Pada masa balita juga terjadi pertumbuhan dan perkembangan sehingga anak
mudah sakit dan terjadi kekurangan gizi. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar
yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada
masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,
emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikutnya. Perkembangan modal serta dasar-dasar kepribadian juga
dibentuk pada masa ini. Sehingga setiap penyimpangan sekecil apapun apabila tidak
ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak
kemudian hari.
Penilaian status gizi golongan rawan dapat memberikan informasi penting tetang
keadaan gizi suatu masyarakat pada saat sekarang maupun masa lampau. Gizi kurang
pada anak dapat membuat anak menjadi kurus, pertumbuhan terhambat. Hal ini
terjadi karena kurang protein (zat pembangun) dan kurang tenaga yang diperoleh dari
makanan anak. Tenaga anak diperlukan dalam membangun badannya yang tumbuh
secara pesat.
Alasan mengapa mengatasi dan mencegah gizi kurang pada anak merupakan
masalah besar yang perlu diperhatikan adalah gizi kurang pada anak mempengaruhi
pertumbuhan otak anak yang dapat menjadi hambatan dalam proses belajar. Anak
yang terkena kwasiokor kelihatan gemuk tapi kurang sehat, mukanya gemuk seperti
bulan, kaki bengkak karena odema, perut buncit tapi bahu dan lengan atas kurus.
Kulit mudah terkelupas, rambut pucat anak terlihat muram. Sedangkan marasmus
yang berarti kelaparan adalah dimana anak tidak mendapatkan makanan yang cukup
dari jenis pangan manapun, baik protein maupun zat pemberi tenaga. Anak yang
sangat kurus itu sering hanya separuhnya saja dari berat sehat sesuai umur. Anak
memiliki wajah seperti orang tua, kepala tampak besar karena badan kurus dan kecil,
tangan dan kakinya kurus dan tulang rusuk anak terlihat nyata.
Masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor penyebab
langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI, faktor
penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi serta
kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor
5
penyebab tidak langsung merupakan faktor seperti tingkat sosial ekonomi,
pengetahuan ibu tentang kesehatan, ketersediaan pangan di tingkat keluarga, pola
konsumsi, serta akses ke fasilitas pelayanan.
II. Tujuan kegiatan
1. Mengetahui status gizi bayi dan balita di wilayah Besusu Tengah.
2. Mengetahui penyebab terjadinya masalah gizi di wilayah Besusu Tengah
III.Tempat dan tanggal pelaksanaan
1. Posyandu Murni (9 September 2013)
2. Posyandu Ikan Mas (11 September 2013)
3. Posyandu Pratiwi (14 September 2013)
4. Posyandu Aisyifa (14 September 2013)
5. Posyandu Kamboja (16 September 2013)
6. Posyandu Polres (20 September 2013)
Pelaksana kegiatan Posyandu di Kelurahan Besusu Tengah:
- Bidan kelurahan yaitu Bidan Fatimah
- Bidan puskesmas, yaitu: Ibu Dian F, Ibu Dian L, dan Ibu Amila
- Ahli gizi, yaitu Ibu Magrid dan Ibu Ian
- Dokter internship: dr.Karunia
- Kader posyandu setempat
- Mahasiswa keperawatan dan farmasi
IV. Hasil kegiatan
Kegiatan penimbangan bayi dan balita merupakan satu rangkaian dalam
kegiatan posyandu yang dilaksanakan setiap bulan. Kegiatan ini adalah salah satu
bentuk pelayanan gizi di posyandu. Adapun proses teknis dari kegiatan ini dimulai
dari pendaftaran, kemudian dilakukan penimbangan berat badan oleh kader yang
dibantu oleh mahasiswa kebidanan. Setelah itu berat badan bayi dan balita dicatat
dan diplot ke dalam KMS.
Pengisian KMS setiap kali bayi dan balita datang ke posyandu sangat
bermanfaat sebagai alat deteksi dini adanya bayi dan balita yang mengalami
masalah gizi. Jika ditemukan adanya bayi atau balita yang berada di bawah garis
5
merah (BGM), maka akan dilakukan intervensi awal berupa pemberian
multivitamin. Jika dalam pemantauan selanjutnya tidak terjadi kenaikan berat
badan, akan dilakukan penanganan sesuai dengan derajat kekurangan gizinya.
Pada anak yang menderita gizi kurang akan ditangani dengan pemberian
makanan dan pengaturan pola makan di Lagarutu. Sedangkan pada anak yang
menderita gizi buruk akan ditangani secara khusus oleh ahli gizi dari puskesmas
dengan diberikan penyuluhan mengenai pemberian dan pola makan yang benar
dan juga diberikan pemberian makanan tambahan setiap bulannya.
Kegiatan penimbangan badan ini juga ditujukan untuk mengetahui
perkembangan pada anak dengan gizi kurang atau gizi buruk yang telah mendapat
penanganan, apakah sudah terjadi kenaikan berat badan atau belum.
Pada wilayah Besusu Tengah terdapat 2 kasus anak gizi buruk dan 9 kasus
anak dengan gizi kurang. Pada anak dengan gizi buruk dilakukan penanganan
dengan diberikan penyuluhan dan bantuan makanan langsung ke rumah. Makanan
yang diberikan berupa biskuit susu, susu bubuk, telur, dan multivitamin. Selain itu
juga diberikan edukasi kepada sang ibu tentang bagaimana cara mengatur menu
yang bergizi untuk anaknya.
Sedangkan pada anak dengan gizi kurang dilakukan penanganan di CFC
(Community Feeding Center) yang berlokasi di Lagarutu. Di CFC ini anak-anak
akan diberikan makanan bergizi. Sedangkan sang Ibu yang mendampingi akan
diberi edukasi mengenai bagaimana cara memasak dan memberi makan kepada
buah hatinya dengan baik dan benar. Di CFC, orangtua tidak hanya diberikan
penyuluhan tentang apa saja asupan gizi yang baik untuk balita, melainkan juga
untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai pola asuh orang tua kepada
anaknya sehingga diharapkan selepas dari pendampingan, si anak tidak kembali
jatuh ke keadaan gizi buruk. Rata-rata anak yang telah menjalani penanganan di
Lagarutu selama 2 minggu, terjadi peningkatan berat badan sebanyak 5 ons.
Masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
penyebab langsung maupun faktor penyebab tidak langsung. Menurut Depkes RI,
faktor penyebab langsung timbulnya masalah gizi pada balita adalah penyakit infeksi
serta kesesuaian pola konsumsi makanan dengan kebutuhan anak, sedangkan faktor
penyebab tidak langsung merupakan faktor seperti tingkat sosial ekonomi,
pengetahuan ibu tentang kesehatan, ketersediaan pangan di tingkat keluarga, pola
konsumsi, tingkat pendidikan ibu, pola asuh serta akses ke fasilitas pelayanan.
5
Untuk wilayah Besusu Tengah, faktor ekonomi merupakan penyebab
tersering anak mengalami masalah gizi. Penyebab lainnya antara lain: pengetahuan
ibu tentang kesehatan, tingkat pendidikan ibu, dan pola asuh.
V. Kesimpulan
Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak.
Akan tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Pada
masa balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan sehingga anak mudah sakit dan
terjadi kekurangan gizi. Masa ini merupakan masa pertumbuhan dasar yang akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Penilaian status gizi golongan rawan dapat memberikan informasi penting
tetang keadaan gizi suatu masyarakat pada saat sekarang maupun masa lampau.
Kegiatan penimbangan bayi dan balita dan pengisian KMS merupakan
perwujudan dari dilaksanakannya penilaian status gizi di wilayah kerja Puskesmas
Singgani. Kegiatan ini dilakukan dalam kegiatan posyandu yang dilaksanakan
setiap bulan.
Pada wilayah Besusu Tengah terdapat 2 kasus anak gizi buruk dan 9 kasus
anak dengan gizi kurang. Pada anak dengan gizi buruk dilakukan penanganan
dengan diberikan penyuluhan dan bantuan makanan langsung ke rumah.
Sedangkan pada anak dengan gizi kurang dilakukan penanganan di CFC
(Community Feeding Center) yang berlokasi di Lagarutu.
Masalah gizi pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab. Untuk
wilayah Besusu Tengah, faktor ekonomi merupakan penyebab tersering anak
mengalami masalah gizi. Penyebab lainnya antara lain: pengetahuan ibu tentang
kesehatan, tingkat pendidikan ibu, dan pola asuh.
5
LAMPIRAN
5