laporan belanja perpajakan 2020 daya serap insentif …

1
11 Rabu, 17 Maret 2021 PEMAJAKAN EKONOMI DIGITAL Konsensus Terancam Molor Bisnis, JAKARTA — Konsensus pe- majakan atas ekonomi digital berisiko kembali mundur kendati sejumlah negara utama dalam Organisation for Economic Cooperation and Deve- lopment (OECD), terutama Amerika Serikat (AS), bersikap lebih akomodatif dalam negosiasi. Sekadar informasi, OECD menarget- kan agar konsensus digital tercapai pada pertengahan tahun ini setelah gagal mencapai kesepakatan yang ditargetkan terwujud pada pengujung tahun lalu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Ind- rawati mengatakan mayoritas negara berharap kesepakatan tercapai pada dalam presedensi Italia pada tahun ini, atau pada tahun depan di pre- sedensi Indonesia. “Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam presedensi G20 tahun depan, jadi kami akan mendukung keber- hasilan kesepakatan pajak digital,” kata dia, Selasa (16/3). Menkeu menambahkan, hingga saat ini negara-negara anggota G20 ma- sih belum menemukan kesepakatan bersama terkait dengan pemajakan ekonomi digital. Faktanya, pajak merupakan salah satu isu yang penting dan menarik perhatian seluruh negara seiring de- ngan pesatnya perkembangan ekonomi digital. Sri Mulyani mencatat ada empat alasan pajak digital harus diterapkan. Pertama data transaksi dalam perda- gangan digital akan terekam dengan baik dan akurat. Hal tersebut akan menguntungkan dari sisi pengambilan keputusan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan di bidang perpajakan. Kedua transaksi digital selama ini dianggap berisiko, sehingga da- pat menjadi media penyalahgunaan untuk transaksi ilegal. Pemungutan pajak digital menurut Menkeu perlu diatur agar tidak berpotensi terjadi penghindaran pajak atau pencucian uang. Ketiga untuk menciptakan level persaingan yang sama antara pe- laku usaha digital maupun pela- ku usaha konvensional. Keempat pemungutan pajak digital akan mengurangi potential loss atau potensi pajak yang hilang dalam penerimaan negara. “Bagi kami, ini tantangan yang harus ditangani bagi untuk bisa men- ciptakan level playing fields yang sama,” ujarnya. Tercapainya konsensus global kian mendesak mengingat Indonesia me- rupakan salah satu negara dengan pertumbuhan digital terbesar di Asia Tenggara. Laporan East Ventures Digital Com- petitiveness Index 2021 mencatat, ber- dasarkan data e-Conomy SEA 2020 yang dirilis oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, disebutkan bahwa ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2020 melonjak hingga mencapai US$105 miliar atau sekitar Rp1.470 triliun. Ekonomi digital di Asia Tenggara juga mengalami pertumbuhan sebesar 5% pada tahun lalu dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana pertumbuhan tertinggi terjadi di In- donesia dan Vietnam. “Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi digital hingga dua digit,” tulis laporan East Ventures Digital Competitiveness Index 2021 yang di- kutip Bisnis. (Maria Elena) LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN 2020 DAYA SERAP INSENTIF LOYO Bisnis, JAKARTA — Serapan insentif fiskal yang dikucurkan oleh pemerintah sepanjang tahun lalu terpantau rendah. Hal ini tecermin dalam laporan belanja perpajakan atau tax expenditure 2020 yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tegar Arief [email protected] P adahal, sepanjang ta- hun lalu otoritas fis- kal telah memberikan berbagai kemudahan kepada wajib pajak, baik orang pribadi maupun korporasi, sejalan de- ngan besarnya hantaman pandemi Covid-19 terhadap ekonomi. Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang diperoleh Bisnis, tax expenditure sepanjang tahun lalu hanya Rp228 triliun. Angka tersebut turun sebesar 11,35% dibandingkan dengan capaian pada tahun sebelumnya yang tercatat mencapai Rp257,2 triliun. Adapun, jenis pajak yang men- dapat suntikan dari pemerintah di antaranya pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak penghasilan (PPh), hingga bea masuk dan cukai. Sementara itu, pemerintah berdalih bahwa angka tersebut masih sementara. Dengan kata lain, realisasi riil bisa lebih ting- gi dibandingkan dengan angka sementara. “Belanja perpajakan tahun 2020 merupakan angka sangat sangat sementara,” tulis Kementerian Keuangan dalam laporan yang dikutip Bisnis, Selasa (16/3). Secara terperinci, insentif pajak berupa PPh Pasal 21 diberikan dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat. Adapun insentif untuk jenis pajak PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25 orang pribadi, dan restitusi PPN diberikan untuk memban- tu likuiditas dan kelangsungan dunia usaha. Sementara itu, wajib pajak yang paling banyak memanfaatkan in- sentif selama pandemi Covid-19 adalah sektor perdagangan yang sebesar 47%, industri pengolah- an 19%, dan sektor konstruksi sebesar 7%. Pada tahun ini, otoritas fiskal akan melanjutkan pemberian insentif kepada pelaku usaha dengan lebih selektif dan terukur serta memenu- hi prinsip timely, targeted, and temporary. Akan tetapi, pemerintah seja- uh ini masih belum memapar- kan secara terperinci perkiraan belanja perpajakan, baik untuk 2021 maupun penghitungan pasti realisasi 2020. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Ne- ilmaldrin Noor mengatakan rea- lisasi belanja perpajakan tengah difinalisasi oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Santoso me- ngatakan realisasi tax expenditure pada tahun lalu yang lebih rendah itu mengindikasikan bahwa daya serap wajib pajak sangat terbatas. Hal ini menurutnya disebabkan karena dua hal. Pertama keterba- tasan anggaran sehingga insentif tidak terserap, dan kedua banyak wajib pajak penerima insentif tidak menyampaikan laporan. “Bisa juga insentif terserap, akan tetapi wajib pajak yang memanfa- atkan insentif itu belum menyusun laporan realisasi. Sehingga angka yang dipaparkan lebih rendah,” kata dia. Menurut Prianto, tidak seluruh insentif yang disediakan oleh pe- merintah bisa terserap dengan maksimal. SYARAT & KETENTUAN Hal ini biasanya disebabkan karena minimnya pengetahuan wajib pajak mengenai syarat dan ketentuan untuk mengakses fasi- litas tersebut. “Wajib pajak tidak ambil insentif karena tidak update peraturan tentang insentif karena ada jang- ka waktu yang ditetapkan, atau melihat prosedur pelaporan rea- lisasi yang disyaratkan itu tidak simpel,” ujarnya. Pengamat Pajak Center for In- donesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan besaran belanja perpajakan tergantung pada kondisi pandemi di Tanah Air dan efektivitas penanganan oleh pemerintah. Dia menekankan, membeng- kaknya tax expenditure berisiko pada defisit anggaran yang kian melebar. Akan tetapi, menurutnya pe- merintah tidak perlu mengkha- watirkan hal tersebut mengingat kondisi ini juga dialami oleh banyak negara. Hal yang terpenting adalah defisit anggaran masih dalam kontrol pemerintah. Dengan kata lain, Anggaran Pendapatan dan Be- lanja Negara (APBN) 2021 wajib diprioritaskan untuk mengungkit perekonomian nasional. “Lalu setelah ekonomi kita take off dengan baik baru memikirkan optimalisasi penerimaan pajak un- tuk mengatasi defisit anggaran sebelumnya,” kata dia. PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN Wajib pajak tidak ambil insentif karena tidak update peraturan tentang insentif karena ada jangka waktu yang ditetapkan. Bisnis/Petricia Cahya Pratiwi Turun Dalam Kendati ekonomi diterpa pandemi Covid-19, belanja pajak pada tahun lalu tercatat turun cukup dalam dibandingkan dengan 2019. Hal ini mengindikasikan bahwa insentif fiskal yang telah diberikan oleh pemerintah hampir sepanjang tahun lalu tidak terserap dengan maksimal. Jenis Pajak 2016 2017 2018 2019 2020* PPN & PPnBM 116,3 132,8 142,8 166,9 145,5 PPh 67,7 54,4 70,1 79,2 71,5 Bea Masuk dan Cukai 8,5 9,5 12,2 11,0 10,8 PBB Sektor P3 0,01 0,1 0,1 0,1 0,06 Bea Materai 0 0 0 0 0 Total 192,6 196,8 225,2 257,2 228,0 % terhadap PDB 1,55% 1,45% 1,52% 1,62% 1,45% Catatan: 2020 angka sementara Pemanfaatan Insentif Pajak Tahun 2020 Laporan Belanja Perpajakan (Rp Triliun) Sumber: Kementerian Keuangan PPh Pasal 21 Rp3,49 triliun 131.889 Pemberi Kerja PPh Pasal 22 Impor Rp13,56 triliun 14.941 Wajib Pajak PPh Pasal 25 Rp20,56 triliun 66.682 Wajib Pajak Restitusi PPN Rp5,05 triliun 2.529 Wajib Pajak PPh Pasal 25 Badan Rp12,68 triliun Seluruh Wajib Pajak Badan PPh Final Rp0,77 triliun 248.275 UMKM Jenis Pajak Penerima Petani mengguna- kan mesin panen padi modern atau combine harvester di Desa Sidomukti, Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (16/3). Pemerintah menargetkan pertum- buhan produk domestik bruto (PDB) pertanian pada 2021 mencapai 3,3%-4,27% lebih tinggi daripada realisasi PDB pertanian pada 2020 yang mencapai 1,75%. Antara/Harviyan Perdana Putra MAKROEKONOMI

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN 2020 DAYA SERAP INSENTIF …

11Rabu, 17 Maret 2021

PEMAJAKAN EKONOMI DIGITAL

Konsensus Terancam MolorBisnis, JAKARTA — Konsensus pe-

majakan atas ekonomi digital berisiko kembali mundur kendati sejumlah negara utama dalam Organisation for Economic Cooperation and Deve-lopment (OECD), terutama Amerika Serikat (AS), bersikap lebih akomodatif dalam negosiasi.

Sekadar informasi, OECD menarget-kan agar konsensus digital tercapai pada pertengahan tahun ini setelah gagal mencapai kesepakatan yang ditargetkan terwujud pada pengujung tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Ind-rawati mengatakan mayoritas negara berharap kesepakatan tercapai pada dalam presedensi Italia pada tahun ini, atau pada tahun depan di pre-sedensi Indonesia.

“Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam presedensi G20 tahun depan, jadi kami akan mendukung keber-hasilan kesepakatan pajak digital,” kata dia, Selasa (16/3).

Menkeu menambahkan, hingga saat ini negara-negara anggota G20 ma-sih belum menemukan kesepakatan bersama terkait dengan pemajakan ekonomi digital.

Faktanya, pajak merupakan salah satu isu yang penting dan menarik perhatian seluruh negara seiring de-ngan pesatnya perkembangan ekonomi digital.

Sri Mulyani mencatat ada empat alasan pajak digital harus diterapkan. Pertama data transaksi dalam perda-gangan digital akan terekam dengan baik dan akurat.

Hal tersebut akan menguntungkan dari sisi pengambilan keputusan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan di bidang perpajakan.

Kedua transaksi digital selama ini dianggap berisiko, sehingga da-pat menjadi media penyalahgunaan untuk transaksi ilegal. Pemungutan pajak digital menurut Menkeu perlu diatur agar tidak berpotensi terjadi penghindaran pajak atau pencucian uang.

Ketiga untuk menciptakan level persaingan yang sama antara pe-laku usaha digital maupun pela-ku usaha konvensional. Keempat pemungutan pajak digital akan mengurangi potential loss atau potensi pajak yang hilang dalam pe ne rimaan negara.

“Bagi kami, ini tantangan yang harus ditangani bagi untuk bisa men-ciptakan level playing fields yang sama,” ujarnya.

Tercapainya konsensus global kian mendesak mengingat Indonesia me-rupakan salah satu negara dengan pertumbuhan digital terbesar di Asia Tenggara.

Laporan East Ventures Digital Com-petitiveness Index 2021 mencatat, ber-dasarkan data e-Conomy SEA 2020 yang dirilis oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, disebutkan bahwa ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2020 melonjak hingga mencapai US$105 miliar atau sekitar Rp1.470 triliun.

Ekonomi digital di Asia Tenggara juga mengalami pertumbuhan sebesar 5% pada tahun lalu dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana pertumbuhan tertinggi terjadi di In-donesia dan Vietnam.

“Indonesia dan Vietnam menjadi negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi digital hingga dua digit,” tulis laporan East Ventures Digital Competitiveness Index 2021 yang di-kutip Bisnis. (Maria Elena)

LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN 2020

DAYA SERAP INSENTIF LOYOBisnis, JAKARTA — Serapan insentif fi skal yang dikucurkan oleh pemerintah sepanjang tahun lalu terpantau rendah. Hal ini tecermin dalam laporan belanja perpajakan atau tax expenditure 2020 yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.Tegar Arief

[email protected]

Padahal, sepanjang ta-hun lalu otoritas fi s-kal telah memberikan berbagai kemudahan kepada wajib pajak, baik orang pribadi

maupun korporasi, sejalan de-ngan besarnya hantaman pandemi Covid-19 terhadap ekonomi.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang diperoleh Bisnis, tax expenditure sepanjang tahun lalu hanya Rp228 triliun.

Angka tersebut turun sebesar 11,35% dibandingkan dengan capaian pada tahun sebelumnya yang tercatat mencapai Rp257,2 triliun.

Adapun, jenis pajak yang men-dapat suntikan dari pemerintah di antaranya pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak

penghasilan (PPh), hingga bea masuk dan cukai.

Sementara itu, pemerintah berdalih bahwa angka tersebut masih sementara. Dengan kata lain, realisasi riil bisa lebih ting-gi dibandingkan dengan angka sementara.

“Belanja perpajakan tahun 2020 merupakan angka sangat sangat sementara,” tulis Kementerian Keuangan dalam laporan yang dikutip Bisnis, Selasa (16/3).

Secara terperinci, insentif pajak berupa PPh Pasal 21 diberikan dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat.

Adapun insentif untuk jenis pajak PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25 orang pribadi, dan restitusi PPN diberikan untuk memban-tu likuiditas dan kelangsungan dunia usaha.

Sementara itu, wajib pajak yang paling banyak memanfaatkan in-sentif selama pandemi Covid-19 adalah sektor perdagangan yang sebesar 47%, industri pengolah-an 19%, dan sektor konstruksi sebesar 7%.

Pada tahun ini, otoritas fi skal akan melanjutkan pemberian

insentif kepada pelaku usaha dengan lebih selektif dan terukur serta memenu-

hi prinsip timely, targeted, and temporary.

Akan tetapi, pemerintah seja-uh ini masih belum memapar-kan secara terperinci perkiraan belanja perpajakan, baik untuk 2021 maupun penghitungan pasti realisasi 2020.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Ne-ilmaldrin Noor mengatakan rea-lisasi belanja perpajakan tengah difi nalisasi oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Santoso me-ngatakan realisasi tax expenditure pada tahun lalu yang lebih rendah itu mengindikasikan bahwa daya serap wajib pajak sangat terbatas.

Hal ini menurutnya disebabkan karena dua hal. Pertama keterba-tasan anggaran sehingga insentif tidak terserap, dan kedua banyak wajib pajak penerima insentif tidak menyampaikan laporan.

“Bisa juga insentif terserap, akan tetapi wajib pajak yang memanfa-atkan insentif itu belum menyusun laporan realisasi. Sehingga angka yang dipaparkan lebih rendah,” kata dia.

Menurut Prianto, tidak seluruh

insentif yang disediakan oleh pe-merintah bisa terserap dengan maksimal.

SYARAT & KETENTUANHal ini biasanya disebabkan

karena minimnya pengetahuan wajib pajak mengenai syarat dan ketentuan untuk mengakses fasi-litas tersebut.

“Wajib pajak tidak ambil insentif karena tidak update peraturan tentang insentif karena ada jang-ka waktu yang ditetapkan, atau melihat prosedur pelaporan rea-lisasi yang disyaratkan itu tidak simpel,” ujarnya.

Pengamat Pajak Center for In-donesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan besaran belanja perpajakan tergantung pada kondisi pandemi di Tanah Air dan efektivitas penanganan oleh pemerintah.

Dia menekankan, membeng-kaknya tax expenditure berisiko pada defi sit anggaran yang kian melebar.

Akan tetapi, menurutnya pe-merintah tidak perlu mengkha-watirkan hal tersebut mengingat kondisi ini juga dialami oleh banyak negara.

Hal yang terpenting adalah defi sit anggaran masih dalam kontrol pemerintah. Dengan kata lain, Anggaran Pendapatan dan Be-lanja Negara (APBN) 2021 wajib diprioritaskan untuk mengungkit perekonomian nasional.

“Lalu setelah ekonomi kita take off dengan baik baru memikirkan optimalisasi penerimaan pajak un-tuk mengatasi defi sit anggaran sebelumnya,” kata dia.

��PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN

“Wajib pajak tidak ambil insentif karena tidak update peraturan tentang insentif karena ada jangka waktu yang ditetapkan.

Bisnis/Petricia Cahya Pratiwi

Turun DalamKendati ekonomi diterpa pandemi Covid-19, belanja pajak pada tahun lalu tercatat turun cukup dalam dibandingkan dengan 2019.Hal ini mengindikasikan bahwa insentif fiskal yang telah diberikan oleh pemerintah hampir sepanjang tahun lalu tidak terserap dengan maksimal.

Jenis Pajak 2016 2017 2018 2019 2020*

PPN & PPnBM 116,3 132,8 142,8 166,9 145,5

PPh 67,7 54,4 70,1 79,2 71,5

Bea Masuk dan Cukai 8,5 9,5 12,2 11,0 10,8

PBB Sektor P3 0,01 0,1 0,1 0,1 0,06

Bea Materai 0 0 0 0 0

Total 192,6 196,8 225,2 257,2 228,0

% terhadap PDB 1,55% 1,45% 1,52% 1,62% 1,45%Catatan: 2020 angka sementara

Pemanfaatan Insentif Pajak Tahun 2020

Laporan Belanja Perpajakan (Rp Triliun)

Sumber: Kementerian Keuangan

PPh Pasal 21Rp3,49 triliun131.889 Pemberi Kerja

PPh Pasal 22 ImporRp13,56 triliun14.941 Wajib Pajak

PPh Pasal 25Rp20,56 triliun66.682 Wajib Pajak

Restitusi PPNRp5,05 triliun2.529 Wajib Pajak

PPh Pasal 25 BadanRp12,68 triliunSeluruh Wajib Pajak Badan

PPh FinalRp0,77 triliun248.275 UMKM

Jenis Pajak

Penerima

Petani mengguna-kan mesin panen padi modern atau combine harvester di Desa Sidomukti, Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Selasa (16/3). Pemerintah menargetkan pertum-buhan produk domestik bruto (PDB) pertanian pada 2021 mencapai 3,3%-4,27% lebih tinggi daripada realisasi PDB pertanian pada 2020 yang mencapai 1,75%.

Antara/Harviyan Perdana Putra

MAK RO E KONOM I