laporan bangsal asma bronkial
DESCRIPTION
insipTRANSCRIPT
LAPORAN KEGIATAN
LAPORAN PORTOFOLIO
“ ASMA BRONKIAL ”
Disusun oleh:
dr. YESSI PERLITASARI
Pembimbing :
dr. RETNANING
INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RSUD DJOJONEGORO TEMANGGUNG
PERIODE SEPTEMBER 2013 – MEI 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Portofolio
Topik : Asma Bronkial
Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di
RSUD Djojonegoro Temanggung
Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Januari 2014
Dokter Internsip,
dr. Yessi Perlitasari
Mengetahui,
Dokter Pendamping
dr. Retnaning
i
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Yessi Perlitasari
Nama Wahana : RSUD Djojonegoro Kab. Temanggung
Topik : Asma Bronkial
Tanggal (kasus) : November 2013
Nama Pasien : Ny. M A No. RM :
Tanggal Presentasi : ----- Pendamping : Dr. Retnaning
Tempat Presentasi : RSUD Djojonegoro Kab. Temanggung
Objektif Presentasi :
Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Pasien datang dengan keluhan sesak napas tanpa didertai demam dan nyeri
dada. Sesak dirasakan sejak 3 hari SMRS, hilang timbul dan memberat sejak 1 hari
SMRS. Sejak sekitar 3 tahun yang lalu pasien sudah sering merasakan sesak napas
yang berulang dan hilang timbul. Sesak dirasakan saat dingin, kelelahan, lingkungan
berdebu dan memberat saat malam hari. Sesak napas biasanya kambuh sebanyak 3
kali setiap bulan, dalam sehari sesak dapat kambuh 2-3 kali. Sesak napas disertai
suara “ngik-ngik”, saat serangan biasanya pasien merasa sulit untuk melakukan
aktivitas. Saat serangan biasanya pasien hanya minum obat warung saja dan tidak ke
fasilitas kesehatan. Batuk (+) sejak 4 hari SMRS memberat pada malam hari, dada
terasa berat. Demam (-), pusing (-), mual (-), muntah (-). BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
Pasien mengaku bahwa suaminya seorang perokok aktif, merokok hingga 1
bungkus setiap hari. Saat dirumah pasien tidur menggunakan kasur kapuk. Riwayat
sakit serupa (+) hanya minum obat yang dibeli di warung serta istirahat dan tidak
menuju ke fasilitas kesehatan terdekat.
□ Tujuan : Menganalisa etiologi timbulnya manifestasi klinis pada pasien.
Menentukan diagnosa yang tepat sehingga mendapatkan penanganan tepat pula.
Memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.
Bahan Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset Kasus □ Audit
Cara Membahas : □ Diskusi Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
1
Data Pasien : Ny. M A/ 26 tahun / Masuk
RS tanggal 2 Desember 2013No. Registrasi :
Nama Klinik : - Telp : - Terdaftar sejak :-
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Sesak napas hilang timbul (3 x setiap bulan, terkadang 2-3 x per hari) Sesak biasanya saat dingin, kelelahan, lingkungan berdebu dan memberat saat malam
hari. Sesak disertai suara “ngik-ngik” Batuk (+) dahak warna putih R. Alergi (+) R. Sakit Serupa (+)
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah mengalami keluhan ini sebelumnya selama 3 tahun. Pasien hanya meminum obat dari warung dan istirahat tetapi tidak menuju fasilitas kesehatan terdekat.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: R. Diabetes : disangkal R. Hipertensi : disangkal R. Alergi : (+) R. Asma : (+)
4. Riwayat Keluarga : R. Hipertensi : disangkalR. Diabetes : disangkalR. Alergi : (+)R. Asma : (+)
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal dengan suami dan dua anaknya.
6. Lain-lain : Tanda Vital
Keadaan umum : lemah Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
Tekanan Darah : 120/80 Nadi : 96x/menit Frekuensi Nafas : 34x/menit Suhu : 36,4C
2
Pemeriksaan Fisik Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka
(-) Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
Telinga Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu baik
Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-)Leher JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar
tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)
Thorax Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi intercostal (+), spider nevi (-), sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-)
Jantung :Inspeksi Iktus kordis tidak tampakPalpasi Iktus kordis tidak kuat angkat Perkusi Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstraBatas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistraBatas jantung kiri bawah : SIC IV 2 cm medial linea medioklavicularis sinistra→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi HR : 96 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-).
Pulmo :Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).
Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal (+)
Palpasi Simetris. Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiriPerkusi Sonor / SonorAuskultasi RR : 34 x/menit, suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan
wheezing (+/+), ronchi basah kasar (-/-), ronchi basah halus basal paru (-/-), krepitasi (-/-)
Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-),Abdomen :
Inspeksi Dinding perut sejajar dari dinding thorak, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)
3
Auscultasi Peristaltik (+) normal Perkusi Timpani, pekak alih (-)Palpasi Supel, Nyeri tekan (-), tidak teraba massa di perut kanan bawah,
hepar/lien tidak teraba.
Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
Ekstremitas Akral dingin Odem
Pemeriksaan Laboratorium Darah
4
_ _
_ _
_ _
_ _
Pemeriksaan SatuanHEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12.0 g/dlHematokrit 37 Eritrosit 4.33 106/l
Leukosit 13.0 103/l
Trombosit 279 103/l
INDEX ERITROSITMCV 84.8 /umMCH 27.7 PgMCHC 32.7 g/dl
HITUNG JENISNetrofil 76.7 %Limfosit 15.5 %Eosinofil 5.2 %Basofil 0.3 %Monosit 2.3 %
Daftar Pustaka :
1. Crockett, A., 1997, Penggunaan Asma dalam Perawatan Primer, diterjemahkan oleh Erlan, Hal 9, 12, 18, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2. Gibbs, K. P. , dan Small, M. , 2003, Asthma, in Walker, R and Edwards. C. (Eds), Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3th edition, Churhill Livingston
3. Global Initiative for Asthma. 2010. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. National Institute of Health. National Heart Lung and Blood Institute. www.ginasthma.com (Revised 2010).
4. Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus F, Pradjnaparamita, Suryanto E, et al. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia. 2nd ed. Jakarta: Balai Pustaka FKUI 2006.
5. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. FK-UI. Jakarta; 2006.
6. Surjanto E. 2001. Diagnosis dan Klasifikasi Asma. Dalam: Kumpulan Naskah Temu Ilmiah Respirologi 2001. Perpustakaan Laboratorium/ SMF Paru FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Hasil Pembelajaran :
ASMA BRONKIAL
1. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan inflamasi, obstruksi jalan
napas reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan dan hipereaktiviti bronkus
terhadap berbagai rangsangan yang dengan terapi spesifik dapat secara total ataupun parsial
diredakan gejalanya.
2. Epidemiologi
Menurut Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001, penyakit saluran napas
merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak di Indonesia setelah penyakit gangguan
pembuluh darah (Ikawati, 2006). Asma menyebabkan 1% sampai 3% kunjungan ke rumah
sakit dan 500.000 pasien dirawat inap di rumah sakit setiap tahun. Pasien anak-anak yang
dirawat di rumah sakit lebih banyak yang disebabkan menderita asma dibandingkan yang
disebabkan penyakit lain.
3. PatofisiologiSampai saat ini patogenesis etiologi asma belum diketahui dengan pasti namun berbagai
penelitian menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respon saluran napas
yang berlebihan. Inflamasi kronis mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam mediator
yang dapat mengaktivasi sel target di saluran nafas dan mengakibatkan bronkokonstriksi,
5
kebocoran mikrovaskuler dan edema, hipersekresi mukus, dan stimulasi refleks saraf.
Dalam teori imunologi, asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh antibodi reagenik
(IgE) yang terikat pada sel-sel mast dalam mukosa jalan napas (Brousey, 2001). Masuknya
alergen kedalam tubuh akan diterima oleh APC (Antigen Presenting Cells), untuk selanjutnya
akan diteruskan kepada sel Th (Sel T-helper). Sel T-helper inilah yang akan memberikan
intruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel
radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit, serta limfosit
untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi seperti
histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin,
tromboksan (TX) dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran napas, filtrasi sel-
sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hiperraktivitas
saluran napas.
Produksi mukus normalnya adalah sebagai mekanisme pertahanan, tetapi pada pasien
asma terdapat pembesaran kelenjar bronkus dan sel goblet yang memproduksi mukus.
Transport mukus tergantung pada viskositasnya. Jika sangat kental dapat menyubat sel napas
dan juga dapat membuat debris sel epitel dam sel inflamasi terperangkap didalamnya. Kliren
mukosa juga menurun yang disebabkan inflamasi sel epitel. Kerusakan sel epitel dapat
meningkatkan masuknya beberapa iritan ke reseptor kolinergik. Hal ini dapat menyebabkan
bronkokontriksi lebih lanjut yang diperantarai oleh sistem saraf parasimpatik
4. DiagnosisDiagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodic, berupa batuk, sesak nafas,
mengi, rasa berat di dada dan variability yang berkaitan dengan cuaca. Surjanto (2001)
menyatakan beberapa indikator penegakan diagnosis asma:
a. Mengi (wheezing)
Pada asma ringan, mengi dapat terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Bila penyakit
makin berat, mengi terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi biasa.
b. Memiliki riwayat sebagai berikut:
1) Mengi berulang
2) Sesak nafas berulang
3) Rasa berat di dada berulang
4) Batuk yang memburuk pada malam atau dini hari
6
5) Penyempitan saluran nafas yang reversible dan variasi diurnal
c. Variasi diurnal diukur dengan peak flow meter. Arus puncak ekspirasi (APE) yang
diukur pagi hari (sebelum inhalasi agonis β2) dan malam hari (setelah inhalasi agonis
β2) menunjukkan perbedaan ≥ 20%.
d. Gejala timbul atau memburuk pada berbagai faktor pencetus
e. Gejala terjadi memburuk malam hari menyebabkan penderita terbangun.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit:
a. Riwayat keluarga (atopi)
b. Riwayat alergi/atopi
c. Penyakit lain yang memberatkan
d. Perkembangan penyakit dan pengobatan
Pemeriksaan Fisik
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung dari derajat obstruksi
saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai
sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. Pada saat praktek jarang dijumpai kesulitan dalam
membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi,
sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.
Klasifikasi menurut tingkat kontrol penting dalam penatalaksanaannya. Tingkatan asma
ditentukan berdasarkan gejala harian, pembatasan aktivitas, gelaja nocturnal, kebutuhan akan
reliever, fungsi paru dan eksaserbasi.
Tingkatan Asma berdasarkan tingkat kontrol
Karakteristik Terkontrol Terkontrol Sebagian
Tidak Terkontrol
Gejala harian Tidak ada ( 2 kali perminggu
> 2 kali seminggu
Tiga atau lebih gejala dalam
kategori Asma
Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu dalam seminggu
Terkontrol Sebagian, muncul sewaktu-
waktudalam seminggu
Gejala nokturnal/gangguan tidur
Tidak ada Sewaktu- waktu dalam seminggu
Kebutuhan akan reliever atau terapi rescue
Tidak ada (≤ 2dalam seminggu)
≥ 2 kali seminggu
Fingsi Paru (PEF atau Normal <80% (perkiraan
7
FEV1 atau dari kondisi terbaik bila diukur)
Eksaserbasi Tidak ada Sekali ata lebih dalam setahun
Sekali dalam seminggu
(GINA, 2010)
Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis
8
5. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Faal paru
Banyak parameter dan metode menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara
luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak
ekspirasi (APE).
a. Spirometri : Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.
Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan
instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang
akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable.
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80%
nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
1) Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 <
80% nilai prediksi.
2) Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14
hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti
ini dapat membantu diagnosis asma
3) Menilai derajat berat asma
b. Arus Puncak Ekspirasi (APE) : Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan
spirometri atau pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory
flow meter (PEF meter). Manfaat APE dalam diagnosis asma :
1) Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi
kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)
2) Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE
harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat
penyakit
Cara pemeriksaan variabiliti APE harian : diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai
terendah, dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian
dapat diperoleh melalui 2 cara :
1) Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan nilai APE
9
pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya sesudah
bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam
sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan persentase rata-rata nilai APE
harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.
Variabiliti harian = x 100 %
2) Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi
sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan
persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari). Contoh : Selama 1
minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam , misalkan didapatkan APE pagi
terendah 300, dan APE malam tertinggi 400; maka persentase dari nilai terbaik (%
of the recent best) adalah 300/ 400 = 75%. Metode tersebut paling mudah dan
mungkin dilakukan untuk menilai variability
Pemeriksaan Lain
a. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita
dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus .
Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti
rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil
positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada
penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas
seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.
b. Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau
pengukuran IgE spesifik serum. Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status
alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara
yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif
palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya
dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan
uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit
pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak
10
mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi
6. PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
g. Mencegah kematian karena asma
Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah
gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan
hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan
asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan (applicable),
mempunyai manfaat, aman dan dari segi harga terjangkau. Integrasi dari pendekatan
tersebut dikenal dengan Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :
a. Edukasi
b. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
e. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
f. Kontrol secara teratur
g. Pola hidup sehat
Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas,
terdiri atas pengontrol dan pelega.
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
11
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
a. Kortikosteroid inhalasi
b. Kortikosteroid sistemik
c. Sodium kromoglikat
d. Nedokromil sodium
e. Metilsantin
f. Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
g. Agonis beta-2 kerja lama, oral
h. Leukotrien modifiers
i. Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan
atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat
di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif
jalan napas.
Termasuk pelega adalah :
a. Agonis beta2 kerja singkat
b. Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila
penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,
penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
c. Antikolinergik
d. Aminofillin
e. Adrenalin
Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi:
1. Asma Intermiten
Umumnya tidak diperlukan pengontrol
Bila diperlukan pelega, agonis β-2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan.
Alternatif dengan agonis β-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat
dan agonis β-2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi
Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka
12
sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan
2. Asma Persisten Ringan
Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah
progresivitas asma, dengan pilihan:
Glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (diberikan sekaligus atau
terbagi dua kali sehari) dan agonis β-2 kerja lama inhalasi
Budenoside : 200–400 μg/hari
Fluticasone propionate : 100–250 μg/hari
Teofilin lepas lambat
Kromolin
Leukotriene modifiers
Pelega bronkodilator (Agonis β-2 kerja singkat inhalasi) dapat diberikan bila perlu
3. Asma Persisten Sedang (Lihat Gambar 2.5)
Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah
progresivitas asma, dengan pilihan:
Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis β-2
kerja lama inhalasi
Budenoside: 400–800 μg/hari
Fluticasone propionate : 250–500 μg/hari
Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah teofilin lepas
lambat
Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah agonis β-2
kerja lama oral
Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari)
Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah leukotriene
modifiers
Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu
Agonis β-2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 3–4 kali sehari, atau
Agonis β-2 kerja singkat oral, atau
Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat
Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah
menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol
13
Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan
belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis β-2 kerja lama inhalasi
Dianjurkan menggunakan alat bantu / spacer pada inhalasi bentuk IDT atau
kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah
4. Asma Persisten Berat
Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan
mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai
nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat
seminimal mungkin
Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma,
dengan pilihan:
Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan
agonis β-2 kerja lama inhalasi
Beclomethasone dipropionate: >800 μg/hari
Selain itu teofilin lepas lambat, agonis β-2 kerja lama oral, dan
leukotriene modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis β-2
kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi
Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat
mencegar efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan
batuk karena iritasi saluran napas atas
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIOSOAP
1. Subjektif : Keluhan Utama: sesak napas hilang timbul tanpa didertai demam
2. Objektif :a. GEJALA KLINIS
Sesak napas hilang timbul (3 x setiap bulan, terkadang 2-3 x per hari) Sesak biasanya saat dingin, kelelahan, lingkungan berdebu dan memberat saat
14
malam hari. Sesak disertai suara “ngik-ngik” Batuk (+) dahak warna putih R. Alergi (+) R. Sakit Serupa (+)
b. VITAL SIGN Keadaan umum : lemah, tampak sesak Kesadaran : Composmentis, E4V5M6
Tekanan Darah : 120/80 Nadi : 96x/menit Frekuensi Nafas : 34x/menit Suhu : 36,4C
c. PEMERIKSAAN FISIKPasien tampak sangat sesak
Pulmo :Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).
Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal (+)
Palpasi Simetris. Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiriPerkusi Sonor / SonorAuskultasi RR : 34 x/menit, suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan
wheezing (+/+), ronchi basah kasar (-/-), ronchi basah halus basal paru (-/-), krepitasi (-/-)
3. Assesment (penalaran klinis) :
Sampai saat ini patogenesis etiologi asma belum diketahui dengan pasti namun
berbagai penelitian menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respon
saluran napas yang berlebihan. Inflamasi kronis mengakibatkan dilepaskannya beberapa
macam mediator yang dapat mengaktivasi sel target di saluran nafas dan mengakibatkan
bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskuler dan edema, hipersekresi mukus, dan stimulasi
refleks saraf.
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodic, berupa batuk, sesak nafas,
mengi, rasa berat di dada dan variability yang berkaitan dengan cuaca. Gejala umum yang
berulag terjadi diantaranya : mengi berulang, sesak nafas berulang, rasa berat di dada
berulang, batuk yang memburuk pada malam atau dini hari serta penyempitan saluran nafas
yang reversible dan variasi diurnal.
Pada pasien ini diagnosis yang dapat ditegakkan adalah Asma bronkial persisten sedang
15
atau asma terkontrol sebagia menurut GINA 2010. Tata laksana yang dapat diberikan :
Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah
progresivitas asma, dengan pilihan:
Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis β-2
kerja lama inhalasi
Budenoside: 400–800 μg/hari
Fluticasone propionate : 250–500 μg/hari
Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah teofilin
lepas lambat
Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah agonis β-2
kerja lama oral
Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari)
Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah leukotriene
modifiers
Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu
Agonis β-2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 3–4 kali sehari, atau
Agonis β-2 kerja singkat oral, atau
Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat
Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah
menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol
Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan
belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis β-2 kerja lama inhalasi
4. Plan :Diagnosis Kerja : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan
Terapi : O2 nasal kanul 3-4 lpm Inf D5% + Aminophilin 20 tpm Inj Dexametason 3x1A Nebulizer Ventolin/Pulmicort 1:1 3x1(k/p)
Po: Salbutamol 2x2mg GG 3x1
Pendidikan :
16
Tujuan edukasi pada pasien Asma Bronkial :
Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
Melaksanakan pengobatan yang berkelanjutan
Mencapai aktivitas yang optimal
Meningkatkan kualitas hidup
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
Pengetahuan dasar tentang Asma Bronkial
Cara pencegahan kekambuhan
Menghindari pencetus
Konsultasi dan Rujukan :
Pasien ini sebenarnya tidak memerlukan konsultasi atau rujukan karena kondisinya yang
semakin membaik.
17
Kegiatan Periode Hasil yang DiharapkanFollow up Setiap hari Perbaikan keadaan umum
pasienMonitoring TTV Setiap hari Perbaikan keadaan umum
Kontrol post-opname Tiga hari setelah pulang dari rumah sakit, dan jika
diperlukan kunjungan lagi tiga hari berikutnya
Hasil terapi sesuai yang diharapkan dan tidak ada komplikasi yang timbul
Nasihat Setiap kali kunjungan Kualitas hidup pasien membaik
18
FOLOW UP
10 November 2013 11 November 2013
Subyektif Sesak napas (+), batuk (+) Sesak (-), batuk (+)
Objektif Vital sign :- TD : 120/80- N : 96 x/mnt- RR :34 x/mnt- T : 36,.8C
Pulmo :Inspeksi Retraksi intercostal (+)Auskultasi RR : 34 x/menit, suara dasar
vesikuler (+/+), suara tambahan wheezing (+/+)
Vital sign :- TD : 120/80- N : 86 x/mnt- RR : 22 x/nmt- T : 37.0C
Pulmo :Inspeksi Retraksi intercostal (-)Auskultasi RR : 22 x/menit, suara dasar
vesikuler (+/+), suara tambahan wheezing (-/-)
Assesment Asma bronkial persisten sedang dalam serangan Asma bronkial persisten sedang
Terapi O2 nasal kanul 3-4 lpm Inf D5% + Aminophilin 20 tpm Inj Dexametason 3x1A Nebulizer Ventolin/Pulmicort 1:1 3x1(k/p)
Po: Salbutamol 2x2mg GG 3x1
- O2 nasal kanul 3-4 lpm- Inf D5% + Aminophilin 20 tpm- Inj Dexametason 3x1A- Nebulizer Ventolin/Pulmicort 1:1 3x1(k/p)
Po:- Salbutamol 2x2mg- GG 3x1
-Planning Awasi keadaan umum, TTV APS
16