laporan bangsal asma bronkial

31
LAPORAN KEGIATAN LAPORAN PORTOFOLIO “ ASMA BRONKIAL ” Disusun oleh: dr. YESSI PERLITASARI Pembimbing : dr. RETNANING

Upload: yessi-perlitasari

Post on 30-Dec-2015

110 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

insip

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Bangsal Asma Bronkial

LAPORAN KEGIATAN

LAPORAN PORTOFOLIO

“ ASMA BRONKIAL ”

Disusun oleh:

dr. YESSI PERLITASARI

Pembimbing :

dr. RETNANING

INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RSUD DJOJONEGORO TEMANGGUNG

PERIODE SEPTEMBER 2013 – MEI 2014

Page 2: Laporan Bangsal Asma Bronkial

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Portofolio

Topik : Asma Bronkial

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia di

RSUD Djojonegoro Temanggung

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Januari 2014

Dokter Internsip,

dr. Yessi Perlitasari

Mengetahui,

Dokter Pendamping

dr. Retnaning

i

Page 3: Laporan Bangsal Asma Bronkial

BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta : dr. Yessi Perlitasari

Nama Wahana : RSUD Djojonegoro Kab. Temanggung

Topik : Asma Bronkial

Tanggal (kasus) : November 2013

Nama Pasien : Ny. M A No. RM :

Tanggal Presentasi : ----- Pendamping : Dr. Retnaning

Tempat Presentasi : RSUD Djojonegoro Kab. Temanggung

Objektif Presentasi :

Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi : Pasien datang dengan keluhan sesak napas tanpa didertai demam dan nyeri

dada. Sesak dirasakan sejak 3 hari SMRS, hilang timbul dan memberat sejak 1 hari

SMRS. Sejak sekitar 3 tahun yang lalu pasien sudah sering merasakan sesak napas

yang berulang dan hilang timbul. Sesak dirasakan saat dingin, kelelahan, lingkungan

berdebu dan memberat saat malam hari. Sesak napas biasanya kambuh sebanyak 3

kali setiap bulan, dalam sehari sesak dapat kambuh 2-3 kali. Sesak napas disertai

suara “ngik-ngik”, saat serangan biasanya pasien merasa sulit untuk melakukan

aktivitas. Saat serangan biasanya pasien hanya minum obat warung saja dan tidak ke

fasilitas kesehatan. Batuk (+) sejak 4 hari SMRS memberat pada malam hari, dada

terasa berat. Demam (-), pusing (-), mual (-), muntah (-). BAB dan BAK tidak ada

keluhan.

Pasien mengaku bahwa suaminya seorang perokok aktif, merokok hingga 1

bungkus setiap hari. Saat dirumah pasien tidur menggunakan kasur kapuk. Riwayat

sakit serupa (+) hanya minum obat yang dibeli di warung serta istirahat dan tidak

menuju ke fasilitas kesehatan terdekat.

□ Tujuan : Menganalisa etiologi timbulnya manifestasi klinis pada pasien.

Menentukan diagnosa yang tepat sehingga mendapatkan penanganan tepat pula.

Memberikan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga.

Bahan Bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset Kasus □ Audit

Cara Membahas : □ Diskusi Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos

1

Page 4: Laporan Bangsal Asma Bronkial

Data Pasien : Ny. M A/ 26 tahun / Masuk

RS tanggal 2 Desember 2013No. Registrasi :

Nama Klinik : - Telp : - Terdaftar sejak :-

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Sesak napas hilang timbul (3 x setiap bulan, terkadang 2-3 x per hari) Sesak biasanya saat dingin, kelelahan, lingkungan berdebu dan memberat saat malam

hari. Sesak disertai suara “ngik-ngik” Batuk (+) dahak warna putih R. Alergi (+) R. Sakit Serupa (+)

2. Riwayat Pengobatan :

Pasien sudah mengalami keluhan ini sebelumnya selama 3 tahun. Pasien hanya meminum obat dari warung dan istirahat tetapi tidak menuju fasilitas kesehatan terdekat.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: R. Diabetes : disangkal R. Hipertensi : disangkal R. Alergi : (+) R. Asma : (+)

4. Riwayat Keluarga : R. Hipertensi : disangkalR. Diabetes : disangkalR. Alergi : (+)R. Asma : (+)

5. Riwayat Pekerjaan : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal dengan suami dan dua anaknya.

6. Lain-lain : Tanda Vital

Keadaan umum : lemah Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6

Tekanan Darah : 120/80 Nadi : 96x/menit Frekuensi Nafas : 34x/menit Suhu : 36,4C

2

Page 5: Laporan Bangsal Asma Bronkial

Pemeriksaan Fisik Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-), luka

(-) Mata Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)

Telinga Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)

Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi penghidu baik

Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-)Leher JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar

tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-), distensi vena-vena leher (-)

Thorax Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi intercostal (+), spider nevi (-), sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-)

Jantung :Inspeksi Iktus kordis tidak tampakPalpasi Iktus kordis tidak kuat angkat Perkusi Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra

Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstraBatas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistraBatas jantung kiri bawah : SIC IV 2 cm medial linea medioklavicularis sinistra→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi HR : 96 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-).

Pulmo :Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).

Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal (+)

Palpasi Simetris. Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiriPerkusi Sonor / SonorAuskultasi RR : 34 x/menit, suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan

wheezing (+/+), ronchi basah kasar (-/-), ronchi basah halus basal paru (-/-), krepitasi (-/-)

Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-),Abdomen :

Inspeksi Dinding perut sejajar dari dinding thorak, distended (-), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-), caput medusae (-)

3

Page 6: Laporan Bangsal Asma Bronkial

Auscultasi Peristaltik (+) normal Perkusi Timpani, pekak alih (-)Palpasi Supel, Nyeri tekan (-), tidak teraba massa di perut kanan bawah,

hepar/lien tidak teraba.

Genitourinaria Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

Ekstremitas Akral dingin Odem

Pemeriksaan Laboratorium Darah

4

_ _

_ _

_ _

_ _

Pemeriksaan SatuanHEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin 12.0 g/dlHematokrit 37 Eritrosit 4.33 106/l

Leukosit 13.0 103/l

Trombosit 279 103/l

INDEX ERITROSITMCV 84.8 /umMCH 27.7 PgMCHC 32.7 g/dl

HITUNG JENISNetrofil 76.7 %Limfosit 15.5 %Eosinofil 5.2 %Basofil 0.3 %Monosit 2.3 %

Page 7: Laporan Bangsal Asma Bronkial

Daftar Pustaka :

1. Crockett, A., 1997, Penggunaan Asma dalam Perawatan Primer, diterjemahkan oleh Erlan, Hal 9, 12, 18, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

2. Gibbs, K. P. , dan Small, M. , 2003, Asthma, in Walker, R and Edwards. C. (Eds), Clinical Pharmacy and Therapeutics, 3th edition, Churhill Livingston

3. Global Initiative for Asthma. 2010. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. National Institute of Health. National Heart Lung and Blood Institute. www.ginasthma.com (Revised 2010).

4. Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus F, Pradjnaparamita, Suryanto E, et al. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia. 2nd ed. Jakarta: Balai Pustaka FKUI 2006.

5. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. FK-UI. Jakarta; 2006.

6. Surjanto E. 2001. Diagnosis dan Klasifikasi Asma. Dalam: Kumpulan Naskah Temu Ilmiah Respirologi 2001. Perpustakaan Laboratorium/ SMF Paru FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Hasil Pembelajaran :

ASMA BRONKIAL

1. Definisi

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel

inflamasi sehingga menimbulkan gejala yang berhubungan dengan inflamasi, obstruksi jalan

napas reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan dan hipereaktiviti bronkus

terhadap berbagai rangsangan yang dengan terapi spesifik dapat secara total ataupun parsial

diredakan gejalanya.

2. Epidemiologi

Menurut Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001, penyakit saluran napas

merupakan penyakit penyebab kematian terbanyak di Indonesia setelah penyakit gangguan

pembuluh darah (Ikawati, 2006). Asma menyebabkan 1% sampai 3% kunjungan ke rumah

sakit dan 500.000 pasien dirawat inap di rumah sakit setiap tahun. Pasien anak-anak yang

dirawat di rumah sakit lebih banyak yang disebabkan menderita asma dibandingkan yang

disebabkan penyakit lain.

3. PatofisiologiSampai saat ini patogenesis etiologi asma belum diketahui dengan pasti namun berbagai

penelitian menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respon saluran napas

yang berlebihan. Inflamasi kronis mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam mediator

yang dapat mengaktivasi sel target di saluran nafas dan mengakibatkan bronkokonstriksi,

5

Page 8: Laporan Bangsal Asma Bronkial

kebocoran mikrovaskuler dan edema, hipersekresi mukus, dan stimulasi refleks saraf.

Dalam teori imunologi, asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh antibodi reagenik

(IgE) yang terikat pada sel-sel mast dalam mukosa jalan napas (Brousey, 2001). Masuknya

alergen kedalam tubuh akan diterima oleh APC (Antigen Presenting Cells), untuk selanjutnya

akan diteruskan kepada sel Th (Sel T-helper). Sel T-helper inilah yang akan memberikan

intruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel

radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit, serta limfosit

untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi seperti

histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin,

tromboksan (TX) dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga akan

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran napas, filtrasi sel-

sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hiperraktivitas

saluran napas.

Produksi mukus normalnya adalah sebagai mekanisme pertahanan, tetapi pada pasien

asma terdapat pembesaran kelenjar bronkus dan sel goblet yang memproduksi mukus.

Transport mukus tergantung pada viskositasnya. Jika sangat kental dapat menyubat sel napas

dan juga dapat membuat debris sel epitel dam sel inflamasi terperangkap didalamnya. Kliren

mukosa juga menurun yang disebabkan inflamasi sel epitel. Kerusakan sel epitel dapat

meningkatkan masuknya beberapa iritan ke reseptor kolinergik. Hal ini dapat menyebabkan

bronkokontriksi lebih lanjut yang diperantarai oleh sistem saraf parasimpatik

4. DiagnosisDiagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodic, berupa batuk, sesak nafas,

mengi, rasa berat di dada dan variability yang berkaitan dengan cuaca. Surjanto (2001)

menyatakan beberapa indikator penegakan diagnosis asma:

a. Mengi (wheezing)

Pada asma ringan, mengi dapat terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Bila penyakit

makin berat, mengi terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi biasa.

b. Memiliki riwayat sebagai berikut:

1) Mengi berulang

2) Sesak nafas berulang

3) Rasa berat di dada berulang

4) Batuk yang memburuk pada malam atau dini hari

6

Page 9: Laporan Bangsal Asma Bronkial

5) Penyempitan saluran nafas yang reversible dan variasi diurnal

c. Variasi diurnal diukur dengan peak flow meter. Arus puncak ekspirasi (APE) yang

diukur pagi hari (sebelum inhalasi agonis β2) dan malam hari (setelah inhalasi agonis

β2) menunjukkan perbedaan ≥ 20%.

d. Gejala timbul atau memburuk pada berbagai faktor pencetus

e. Gejala terjadi memburuk malam hari menyebabkan penderita terbangun.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit:

a. Riwayat keluarga (atopi)

b. Riwayat alergi/atopi

c. Penyakit lain yang memberatkan

d. Perkembangan penyakit dan pengobatan

Pemeriksaan Fisik

Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung dari derajat obstruksi

saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai

sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. Pada saat praktek jarang dijumpai kesulitan dalam

membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi,

sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.

Klasifikasi menurut tingkat kontrol penting dalam penatalaksanaannya. Tingkatan asma

ditentukan berdasarkan gejala harian, pembatasan aktivitas, gelaja nocturnal, kebutuhan akan

reliever, fungsi paru dan eksaserbasi.

Tingkatan Asma berdasarkan tingkat kontrol

Karakteristik Terkontrol Terkontrol Sebagian

Tidak Terkontrol

Gejala harian Tidak ada ( 2 kali perminggu

> 2 kali seminggu

Tiga atau lebih gejala dalam

kategori Asma

Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu dalam seminggu

Terkontrol Sebagian, muncul sewaktu-

waktudalam seminggu

Gejala nokturnal/gangguan tidur

Tidak ada Sewaktu- waktu dalam seminggu

Kebutuhan akan reliever atau terapi rescue

Tidak ada (≤ 2dalam seminggu)

≥ 2 kali seminggu

Fingsi Paru (PEF atau Normal <80% (perkiraan

7

Page 10: Laporan Bangsal Asma Bronkial

FEV1 atau dari kondisi terbaik bila diukur)

Eksaserbasi Tidak ada Sekali ata lebih dalam setahun

Sekali dalam seminggu

(GINA, 2010)

Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis

8

Page 11: Laporan Bangsal Asma Bronkial

5. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Faal paru

Banyak parameter dan metode menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara

luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak

ekspirasi (APE).

a. Spirometri : Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital

paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.

Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan

instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai  yang

akurat, diambil nilai tertinggi dari  2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. 

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau  VEP1 < 80% 

nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

1) Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau  VEP1 <

80% nilai prediksi.

2) Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah inhalasi

bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14

hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti

ini dapat membantu diagnosis asma

3) Menilai derajat berat asma

b. Arus Puncak Ekspirasi (APE) : Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan

spirometri atau pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory

flow meter (PEF meter). Manfaat APE dalam diagnosis asma :

1) Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator (uji

bronkodilator),  atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi 

kortikosteroid (inhalasi/ oral , 2 minggu)

2) Variabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti APE

harian selama  1-2 minggu. Variabiliti juga dapat digunakan menilai derajat berat

penyakit

Cara pemeriksaan variabiliti APE harian : diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai

terendah, dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.  Rata-rata APE harian

dapat diperoleh melalui 2 cara :

1) Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/ perbedaan nilai APE

9

Page 12: Laporan Bangsal Asma Bronkial

pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya sesudah

bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam

sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan persentase rata-rata nilai APE

harian. Nilai  > 20% dipertimbangkan sebagai asma.

Variabiliti harian =  x 100 % 

                                       2) Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi

sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan

persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).  Contoh : Selama 1

minggu setiap hari diukur APE pagi dan malam , misalkan didapatkan APE pagi

terendah 300, dan APE malam tertinggi 400; maka persentase dari nilai terbaik (%

of the recent best) adalah 300/ 400 = 75%. Metode tersebut paling mudah dan

mungkin dilakukan untuk menilai variability

Pemeriksaan Lain

a. Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita

dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus .

Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti

rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi  hasil

positif tidak selalu berarti bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada

penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas

seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.

b. Pengukuran Status Alergi

Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau

pengukuran IgE spesifik serum. Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status

alergi/atopi,  umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara

yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif  maupun negatif

palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya

dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan

uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit

pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak

10

Page 13: Laporan Bangsal Asma Bronkial

mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi

6. PenatalaksanaanTujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan

kualitas hidup   agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma:

a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

b. Mencegah eksaserbasi akut

c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

d. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

e. Menghindari efek samping obat

f. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

g. Mencegah kematian karena asma

Tujuan penatalaksanaan tersebut merefleksikan pemahaman bahwa asma adalah

gangguan kronik progresif dalam hal inflamasi kronik jalan napas yang menimbulkan

hiperesponsif dan obstruksi jalan napas yang bersifat episodik. Sehingga penatalaksanaan

asma dilakukan melalui berbagai pendekatan yang dapat dilaksanakan (applicable),

mempunyai manfaat, aman dan dari segi harga terjangkau.  Integrasi dari pendekatan

tersebut dikenal dengan Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :

a. Edukasi

b. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

c. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

d. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

e. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

f. Kontrol secara teratur

g. Pola hidup sehat

Medikasi Asma

Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas,

terdiri atas pengontrol dan pelega.

Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan

11

Page 14: Laporan Bangsal Asma Bronkial

setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma

persisten.  Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

a. Kortikosteroid inhalasi

b. Kortikosteroid sistemik

c. Sodium kromoglikat

d. Nedokromil sodium

e. Metilsantin

f. Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

g. Agonis beta-2 kerja lama, oral

h. Leukotrien modifiers

i. Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan

atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat

di dada dan batuk, tidak memperbaiki  inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif

jalan napas.

Termasuk pelega adalah :

a. Agonis beta2 kerja singkat

b. Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila

penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai,

penggunaannya dikombinasikan   dengan bronkodilator lain).

c. Antikolinergik

d. Aminofillin

e. Adrenalin

Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi:

1. Asma Intermiten

Umumnya tidak diperlukan pengontrol

Bila diperlukan pelega, agonis β-2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan.

Alternatif dengan agonis β-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat

dan agonis β-2 kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi

Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka

12

Page 15: Laporan Bangsal Asma Bronkial

sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan

2. Asma Persisten Ringan

Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah

progresivitas asma, dengan pilihan:

Glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah (diberikan sekaligus atau

terbagi dua kali sehari) dan agonis β-2 kerja lama inhalasi

Budenoside : 200–400 μg/hari

Fluticasone propionate : 100–250 μg/hari

Teofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotriene modifiers

Pelega bronkodilator (Agonis β-2 kerja singkat inhalasi) dapat diberikan bila perlu

3. Asma Persisten Sedang (Lihat Gambar 2.5)

Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah

progresivitas asma, dengan pilihan:

Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis β-2

kerja lama inhalasi

Budenoside: 400–800 μg/hari

Fluticasone propionate : 250–500 μg/hari

Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah teofilin lepas

lambat

Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah agonis β-2

kerja lama oral

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari)

Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah leukotriene

modifiers

Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu

Agonis β-2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 3–4 kali sehari, atau

Agonis β-2 kerja singkat oral, atau

Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat

Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah

menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol

13

Page 16: Laporan Bangsal Asma Bronkial

Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan

belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis β-2 kerja lama inhalasi

Dianjurkan menggunakan alat bantu / spacer pada inhalasi bentuk IDT atau

kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah

4. Asma Persisten Berat

Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan

mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai

nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat

seminimal mungkin

Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma,

dengan pilihan:

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan

agonis β-2 kerja lama inhalasi

Beclomethasone dipropionate: >800 μg/hari

Selain itu teofilin lepas lambat, agonis β-2 kerja lama oral, dan

leukotriene modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis β-2

kerja lama inhalai ataupun sebagai tambahan terapi

Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat

mencegar efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan

batuk karena iritasi saluran napas atas

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIOSOAP

1. Subjektif : Keluhan Utama: sesak napas hilang timbul tanpa didertai demam

2. Objektif :a. GEJALA KLINIS

Sesak napas hilang timbul (3 x setiap bulan, terkadang 2-3 x per hari) Sesak biasanya saat dingin, kelelahan, lingkungan berdebu dan memberat saat

14

Page 17: Laporan Bangsal Asma Bronkial

malam hari. Sesak disertai suara “ngik-ngik” Batuk (+) dahak warna putih R. Alergi (+) R. Sakit Serupa (+)

b. VITAL SIGN Keadaan umum : lemah, tampak sesak Kesadaran : Composmentis, E4V5M6

Tekanan Darah : 120/80 Nadi : 96x/menit Frekuensi Nafas : 34x/menit Suhu : 36,4C

c. PEMERIKSAAN FISIKPasien tampak sangat sesak

Pulmo :Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).

Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercostal (+)

Palpasi Simetris. Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiriPerkusi Sonor / SonorAuskultasi RR : 34 x/menit, suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan

wheezing (+/+), ronchi basah kasar (-/-), ronchi basah halus basal paru (-/-), krepitasi (-/-)

3. Assesment (penalaran klinis) :

Sampai saat ini patogenesis etiologi asma belum diketahui dengan pasti namun

berbagai penelitian menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan respon

saluran napas yang berlebihan. Inflamasi kronis mengakibatkan dilepaskannya beberapa

macam mediator yang dapat mengaktivasi sel target di saluran nafas dan mengakibatkan

bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskuler dan edema, hipersekresi mukus, dan stimulasi

refleks saraf.

Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodic, berupa batuk, sesak nafas,

mengi, rasa berat di dada dan variability yang berkaitan dengan cuaca. Gejala umum yang

berulag terjadi diantaranya : mengi berulang, sesak nafas berulang, rasa berat di dada

berulang, batuk yang memburuk pada malam atau dini hari serta penyempitan saluran nafas

yang reversible dan variasi diurnal.

Pada pasien ini diagnosis yang dapat ditegakkan adalah Asma bronkial persisten sedang

15

Page 18: Laporan Bangsal Asma Bronkial

atau asma terkontrol sebagia menurut GINA 2010. Tata laksana yang dapat diberikan :

Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah

progresivitas asma, dengan pilihan:

Glukokortikosteroid inhalasi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis β-2

kerja lama inhalasi

Budenoside: 400–800 μg/hari

Fluticasone propionate : 250–500 μg/hari

Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah teofilin

lepas lambat

Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah agonis β-2

kerja lama oral

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari)

Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah leukotriene

modifiers

Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu

Agonis β-2 kerja singkat inhalasi: tidak lebih dari 3–4 kali sehari, atau

Agonis β-2 kerja singkat oral, atau

Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat

Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah

menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol

Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan

belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis β-2 kerja lama inhalasi

4. Plan :Diagnosis Kerja : Asma bronkial persisten sedang dalam serangan

Terapi : O2 nasal kanul 3-4 lpm Inf D5% + Aminophilin 20 tpm Inj Dexametason 3x1A Nebulizer Ventolin/Pulmicort 1:1 3x1(k/p)

Po: Salbutamol 2x2mg GG 3x1

Pendidikan :

16

Page 19: Laporan Bangsal Asma Bronkial

Tujuan edukasi pada pasien Asma Bronkial :

Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

Melaksanakan pengobatan yang berkelanjutan

Mencapai aktivitas yang optimal

Meningkatkan kualitas hidup

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :

Pengetahuan dasar tentang Asma Bronkial

Cara pencegahan kekambuhan

Menghindari pencetus

Konsultasi dan Rujukan :

Pasien ini sebenarnya tidak memerlukan konsultasi atau rujukan karena kondisinya yang

semakin membaik.

17

Kegiatan Periode Hasil yang DiharapkanFollow up Setiap hari Perbaikan keadaan umum

pasienMonitoring TTV Setiap hari Perbaikan keadaan umum

Kontrol post-opname Tiga hari setelah pulang dari rumah sakit, dan jika

diperlukan kunjungan lagi tiga hari berikutnya

Hasil terapi sesuai yang diharapkan dan tidak ada komplikasi yang timbul

Nasihat Setiap kali kunjungan Kualitas hidup pasien membaik

Page 20: Laporan Bangsal Asma Bronkial

18

Page 21: Laporan Bangsal Asma Bronkial

FOLOW UP

10 November 2013 11 November 2013

Subyektif Sesak napas (+), batuk (+) Sesak (-), batuk (+)

Objektif Vital sign :- TD : 120/80- N : 96 x/mnt- RR :34 x/mnt- T : 36,.8C

Pulmo :Inspeksi Retraksi intercostal (+)Auskultasi RR : 34 x/menit, suara dasar

vesikuler (+/+), suara tambahan wheezing (+/+)

Vital sign :- TD : 120/80- N : 86 x/mnt- RR : 22 x/nmt- T : 37.0C

Pulmo :Inspeksi Retraksi intercostal (-)Auskultasi RR : 22 x/menit, suara dasar

vesikuler (+/+), suara tambahan wheezing (-/-)

Assesment Asma bronkial persisten sedang dalam serangan Asma bronkial persisten sedang

Terapi O2 nasal kanul 3-4 lpm Inf D5% + Aminophilin 20 tpm Inj Dexametason 3x1A Nebulizer Ventolin/Pulmicort 1:1 3x1(k/p)

Po: Salbutamol 2x2mg GG 3x1

- O2 nasal kanul 3-4 lpm- Inf D5% + Aminophilin 20 tpm- Inj Dexametason 3x1A- Nebulizer Ventolin/Pulmicort 1:1 3x1(k/p)

Po:- Salbutamol 2x2mg- GG 3x1

-Planning Awasi keadaan umum, TTV APS

16