laporan awal 7

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan penambangan untuk membongkar bahan galian dapat dilakukan dengan salah satu cara yaitu peledakan, untuk melakukan peledakan sebelumnya telah diperhitungkan faktor-faktornya. Faktor-faktor tersebut diantaranya biaya yang dikeluarkan untuk melakukan peledakan, kekerasan batuan yang akan dibongkar, kesulitan membongkar suatu batuan, waktu yang diperlukan untuk membongkar suatu bahan galian dan keamanan untuk membongkar suatu batuan. Proses pembokaran bahan galian dengan menggunakan metode peledakan diawali dengan pengeboran lubang ledak yang dilanjutkan dengan peledakan. Perhitungan mengenai kegiatan perlu dilakukan karena diharapkan akan menghasilkan fragmentasi yang optimal, ketika setelah kegiatan peledakan hasil fragmentasinya buruk maka akan merugikan kepada semua pihak dikarenakan adanya tambahan biaya dan waktu. Sehingga dilakukan analisis fragmentasi untuk mengetahui prediksi mineral atau batuan yang akan dianalisa. 1.2 Maksud dan Tujuan 1.2.1 Maksud

Upload: iqbal-firman-pranata

Post on 17-Feb-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fragmentasi hasil peledakan

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AWAL 7

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDalam kegiatan penambangan untuk membongkar bahan galian dapat

dilakukan dengan salah satu cara yaitu peledakan, untuk melakukan peledakan

sebelumnya telah diperhitungkan faktor-faktornya. Faktor-faktor tersebut

diantaranya biaya yang dikeluarkan untuk melakukan peledakan, kekerasan

batuan yang akan dibongkar, kesulitan membongkar suatu batuan, waktu yang

diperlukan untuk membongkar suatu bahan galian dan keamanan untuk

membongkar suatu batuan.

Proses pembokaran bahan galian dengan menggunakan metode

peledakan diawali dengan pengeboran lubang ledak yang dilanjutkan dengan

peledakan. Perhitungan mengenai kegiatan perlu dilakukan karena diharapkan

akan menghasilkan fragmentasi yang optimal, ketika setelah kegiatan peledakan

hasil fragmentasinya buruk maka akan merugikan kepada semua pihak

dikarenakan adanya tambahan biaya dan waktu. Sehingga dilakukan analisis

fragmentasi untuk mengetahui prediksi mineral atau batuan yang akan dianalisa.

1.2 Maksud dan Tujuan1.2.1 Maksud

Maksud dari praktikum kali ini adalah memberikan pemahaman tentang

analisis fragmentasi hasil peledakan.

1.2.2 Tujuan- Mengetahui metode perhitungan yang digunakan dalam analisis lapangan

- Mengetahui pengolahan data fragmentasi batuan

Page 2: LAPORAN AWAL 7

BAB IILANDASAN TEORI

Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap

bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses

selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar atau bongkah

diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier) ditepi jalan tambang.

Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi yang kecil karena

penanganan selanjutnya akan lebih mudah.

Ada dua prinsip yang harus digunakan untuk mengontrol ukuran

fragmentasi, yaitu cukupnya jumlah energi yang dihasilkan bahan peledak

terpakai di dalam massa batuan dan saat pelepasan energi juga tepat agar

terjadi interaksi yang tepat. Lebih jauh, distribusi energi di dalam massa batuan

terpecah ke dalam dua tahap yang berbeda. Pertama harus ada energi yang

cukup untuk menghancurkan massa batuan dengan menggunakan jumlah bahan

peledak yang tepat. Bahan peledak juga harus ditempatkan dalam suatu

konfigurasi geometri sehingga energi optimum untuk fragmentasi. Konfigurasi

geometri ini biasanya disebut dengan pola peledakan. Pelepasan energi pada

waktu yang salah dapat mengubah hasil akhir, bahkan meskipun sejumlah energi

yang tepat ditempatkan dengan strategis diseluruh massa batuan dalam pola

yang tepat. Jika waktu inisiasi tidak tepat, maka dapat terjadi perbedaan pada

pecahan batuan, getaran, airblast, flyrock dan backbreak.

2.1 Analisis Fragmentasi Hasil Peledakan Dengan Model Kuz-ram2.1.1 Perhitungan fragmentasi hasil peledakan

Kuznetsov melakukan penelitian tentang fragmentasi. Penelitiannya ini

menghubungkan ukuran rata-rata fragmentasi dengan powder factor TNT dan

struktur geologi. Penelitian ini kemudian menjadi hal yang penting karena

menunjukkan bahwa ada hubungan di antara ukuran rata-rata fragmentasi

dengan jumlah bahan peledak yang biasa digunakan untuk batuan. Kuznetsov

merumuskan hasil penelitiannya ini ke dalam suatu persamaan seperti yang

terlihat pada persamaan di bawah ini :

Dimana : Xmean = A ( V₀ / Q )0.8 Q 1/6

Page 3: LAPORAN AWAL 7

Xmean = Ukuran rata-rata fragmen batuan ( cm )

A = Faktor batuan, yaitu :

1 = Untuk batuan yang sangat rapuh

7 = Untuk batuan yang agak kompak

10 = Untuk batuan kompak dengan banyak rekahan

13 = Untuk batuan kompak dengan sedikit sisipan

V0 = Volume batuan per-lubang ledak ( B x S x H )

Q = Berat bahan peledak TNT yang energinya ekivalen

dengan energi dari muatan bahan peledak dalam

setiap lubang ledak

Agar dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan peledak, Cunningha

( 1983 ) menyempurnakan persamaan Kuznetsov menjadi :

Xmean= A ( V0 / Q )0.8 Q1/6 ( 115/E )19/30

Dimana E adalah kekuatan berat relatif (Relatif Weight Strength) bahan

peledak yang dipakai, ( untuk ANFO = 100 ).

Meskipun ukuran rata-rata fragmentasi bisa diprediksikan dengan

menggunakan persamaan-persamaan Kuznetsov dan Cunningham, akan tetapi

persamaan-persamaan ini mempunyai kelemahan , yaitu ukuran ini tidak bisa

menjelaskan tentang jumlah dari fragmen kecil dan bongkah yang dihasilkan dari

peledakan. Dengan kata lain ukuran fragmentasi rata-rata yang dihasilkan dari

perhitungan dengan persamaan-persamaan Kuznetsov dan Cunningham hanya

mampu menunjukkan ukuran rata-rata dari keseluruhan fragmen hasil peledakan

dan tidak bisa menjelaskan seberapa banyak ukuran yang kecil, besar atau

bahkan bongkah yang dihasilkan dari suatu peledakan. Kelemahan lain dari

persamaan ini adalah ukuran rata-rata fragmentasi yang dihasilkan diperoleh

dengan merata-ratakan data dengan kisaran yang besar sehingga tentu saja

tingkat ketelitiannya menjadi berkurang.

Berdasarkan pertimbangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa apa

yang sebenarnya penting untuk diketahui adalah distribusi ukuran fragmentasi

batuan sehingga akan diperoleh gambaran mengenai ukuran fragmentasi yang

diinginkan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu formula untuk menaksir distribusi

ukuran fragmentasi batuan.

Page 4: LAPORAN AWAL 7

Untuk menaksir ukuran fragmentasi batuan, Rosin Ramler,

memperkenalkan suatu formula yang menggunakan parameter ukuran rata-rata

fragmentasi dari Kuznetsov dan Cunningham, sebagai berikut :

R = e –[ X / Xc ] х 100 %

Dimana :

R = Banyaknya batuan yang tertahan pada ayakan

X = Ukuran ayakan, ( mm )

Xc = Xmean / ( 0.693 )1/ n

n = Indeks Keseragaman

e = ephsilon = 2.71

Parameter “ n ” akan menentukan bentuk kurva Rosin-Ramler . Nilai n

yang tinggi mengindikasikan keseragaman ukuran sedangkan sebaliknya nilai n

yang kecil menunjukkan ukuran yang tidak seragam. Kisaran nilai “n” yang

normal untuk fragmentasi peledakan adalah 0.75 – 1.5. Pengaruh perbedaan

parameter peledakan terhadap “n” seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Fungsi “n” terhadap parameter

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas dan dikembangkan

dengan persamaan Kuznetsov, maka terbentuklah suatu formula yang disebut

Kuz-Ram Model. Persamaannya adalah sebagai berikut :

n = ( 2.2 – 14B/d ) ( 1 – W/B ) { 1 + ( A – 1 )/2} L/H

Dimana : B = Burden, ( m )

d = Diameter lubang ledak, ( mm ) ;

W = Standar deviasi lubang bor, ( m ) ;

Parameter" n " meningkat jika

parameter

Burden/diamter lubang Menurun

Akurasi Pemboran Meningkat

Tinggi jenjang Meningkat

Spasi/burden Meningkat

Page 5: LAPORAN AWAL 7

A = Ratio spasi terhadap burden ;

L = Panjang muatan bahan peledak, ( m ) ;

H = Tinggi jenjang, ( m ) .

2.1.2 Penaksiran kurva distribusi fragmentasiDalam menerapkan Model Kuz-Ram, terdapat batasan-batasan yang harus

diperhitungkan agar fragmentasi yang dihasilkan mendekati dengan yang

direncanakan. Batasan tersebut antara lain :

▪ Perbedaan ratio spasi terhadap burden pemboran tidak melebihi 2 kalau

peledakan dilakukan dengan sistem tunda

▪ Penyalaan dan pengaturan waktu peledakan harus diatur sedemikian rupa

agar diperoleh fragmentasi yang memuaskan dan tidak terjadi misfire

▪ Bahan peledak sebaiknya menghasilkan energi yang hampir sama dengan

perhitungan kekuatan berat relatif-nya

▪ Harus diperhatikan keberadaan bidang-bidang diskontinu karena

fragmentasi juga dipengaruhi oleh tingkat kerapatan diskontinuitas yang

ada pada batuan

2.2 Analisis Fragmentasi Hasil Peledakan Dengan Metode Koefisien Tekstur

2.2.1 Perhitungan Koefisien Tekstur fragmentasi hasil peledakanTekstur adalah suatu faktor penting yang dianalisis untuk menentukan

kekuatan batuan. Hal ini disebabkan tekstur mempengaruhi perilaku batuan

ketika gaya-gaya seperti gaya tekan, tegang, putar dan geser bekerja. Gaya-

gaya ini menyebabkan perubahan susunan geometris di dalam massa batuan

karena mengganggu hubungan di antara bagian butiran. Suatu metode untuk

menganalisis ciri-ciri tekstur batuan telah diperkenalkan oleh Howarth dan

Rowland ( 1986 ). Metode ini digunakan sebagai dasar untuk menilai tekstur

fragmentasi batuan hasil peledakan.

Dasar utama dari analisis koefisien tekstur batuan meliputi korelasi di

antara bentuk butir, orientasi butir, pemanjangan butir dan tingkat pemadatan

butir. Interaksi antara komponen-komponen ini memberikan suatu angka yang

menyatakan koefisien tekstur. Howard dan Rowlands ( 1986 ) memberikan suatu

metode penilaian kuantitatif dari tekstur batuan dan menyederhanakannya ke

dalam suatu formula seperti terlihat pada persamaan di bawah ini :

Page 6: LAPORAN AWAL 7

KT = AW [{No/(No + N1)} x {1/(FFo)} + {N1/(No+N1)} x AR1 x AF1}]

Dimana :

KT = Koefisien Tekstur ;

AW = Pemadatan butir tertimbang ;

N0 = Jumlah butir aspek ratio di bawah batas diskriminasi

N1 = Jumlah butir yang memiliki aspek ratio di atas batas diskriminasi

FFo = Rata-rata matematis dari faktor bentuk diskriminasi

AR1 = Rata-rata matematis dari aspek ratio diskriminasi

AF1 = Faktor sudut, Pengukuran orientasi butir

Pengamatan dilakukan pada butiran yang dipilih dari dalam daerah acuan

yang mewakili kondisi spesimen keseluruhan. Foto adalah media penting untuk

membantu pengamatan. Oleh karena itu metode ini hanya ideal untuk satu lapis

batuan, yang diamati dalam bentuk 2 dimensi. Lapisan-lapisan lain disekitar dan

di bawah daerah acuan dianggap memiliki kondisi yang sama. Foto dapat juga

dihasilkan dengan menggunakan kamera khusus untuk pengamatan sayatan

tipis di bawah mikroskop atau kamera biasa jika pengamatan dilakukan pada

fragmentasi batuan. Foto sebaiknya bisa memperlihatkan bentuk butir, orientasi

butir, pemanjangan butir dan pemadatan butir dengan jelas. Luas, keliling, sudut,

ukuran terpanjang dan terpendek dari masing-masing butir kemudian diukur.

Dalam kasus ini, ukuran terpanjang dan terpendek dari butir-butir diukur

mengikuti format Feret, yang didefinisikan sebagai diameter feret maksimum dan

minimum dihitung setiap 5° sekeliling gambar butiran. Diameter Feret

didefinisikan sebagai jarak tegak lurus diantara dua garis sejajar, tangens

sebelah luar dari objek. Gambar 2.1 menunjukkan ukuran terpanjang dan

terpendek Feret seperti yang didefinisikan di atas dan arah sudutnya.

Berdasarkdapat dilihat bahwa paling sedikit ada 5 istilah yang harus

dipahami untuk menyelesaikan analisis koefisien tekstur. 5 istilah itu adalah

pemadatan butir tertimbang (AW), Aspek Ratio butir (AR₁), Faktor bentuk butir

(FFo), batas diskriminasi dan faktor sudut (AF1).

Page 7: LAPORAN AWAL 7

Sumber : Howard and Rowlands, Development of an index to quality rock texture for

qualitative assessment of intact rock properties

Gambar 2.1 Diameter maksimum dan minimum Feret

Penjelasan untuk masing-masing istilah itu dijabarkan secara lebih lanjut di

bawah ini.

Pemadatan Butir Tertimbang ( AW )

Pemadatan butir tertimbang (AW) mewakili suatu daerah tertimbang,

berdasarkan pada berat jenis pemadatan butir. Semua butir di dalam daerah

acuan diukur menurut kondisi dan posisinya. Pemadatan butir tertimbang

dihitung sebagai persentase luas daerah butir di dalam keseluruhan luas daerah

acuan. Gambar 2.2 menunjukkan gambar contoh daerah yang dipilih sebagai

batas daerah acuan. Persamaan untuk menghitung pemadatan butir tertimbang

(AW) seperti terlihat pada persamaan 2.6 di bawah.

Dimana :

AW = Pemadatan butir tertimbang

GA = luas butir di dalam daerah acuan

A = Batas daerah acuan

Page 8: LAPORAN AWAL 7

Sumber : Howard and Rowlands, Development of an index to quality rock texture for

qualitative assessment of intact rock properties

Gambar 2.2. Batas daerah acuan yang dipilih

Faktor bentuk butir ( FFo ) dan Aspek Ratio Butir ( AR )

Sebagaimana bentuk butiran yang tidak teratur, maka perlu untuk

mendefinisikan deviasi baik di dalam bentuk butir yang lonjong maupun yang

bulat. Deviasi ini menyebabkan bentuk butir yang lonjong paling baik ditentukan

dengan aspek ratio butir dan bentuk yang bulat ditentukan dengan faktor bentuk (

form factor ).

Aspek ratio ( nisbah aspek ) butir didefinisikan sebagai perbandingan

antara ukuran butir terpanjang terhadap ukuran terpendeknya. Dengan demikian,

nisbah aspek akan meningkat jika bentuk butir semakin lonjong dan sebaliknya.

Persamaan untuk menentukan nisbah aspek butir dan faktor bentuk butir seperti

terlihat pada persamaan berikut.

AR = Ukuran Terpanjang Butir

Ukuran Terpendek Butir

Faktor Bentuk = 4 π ( Luas / Keliling2 )

Dimana :

Faktor bentuk = 1, menggambarkan bentuk butir yang benar-benar bulat. Karena

terjadi penyimpangan bentuk bulat yang diakibatkan meningkatnya kelonjongan,

maka faktor bentuk menurun dengan nilai lebih kecil dari 1.

Page 9: LAPORAN AWAL 7

Batas Diskriminasi

Digunakan untuk membedakan penyimpangan sudut setiap butir.

Penentuan batas diskriminasi akan tergantung pada bentuk umum butiran

dengan menggunakan perbandingan antara ukuran terpanjang dan terpendek

Feret. Jika paling banyak butir tampaknya memiliki ukuran terpanjang Feret 2 kali

lipat dari ukuran terpendeknya maka didefinisikan batas diskriminasinya 2.

Kemudian, butiran dengan aspek ratio lebih dari 2 akan berada di atas batas

diskriminasi ini. Sedangkan sebaliknya butiran yang lolos batas ini dikategorikan

sebagai butiran di bawah batas diskriminasi. Untuk mendapatkan nilai jumlah

butiran yang memiliki aspek ratio di atas dan di bawah batas diskriminasi juga

harus ditentukan.

Faktor Sudut ( AF1 )

Menggambarkan orientasi angular dari butiran. Faktor ini hanya dihitung

untuk butiran berbentuk lonjong yang aspek rationya di atas batas diskriminasi.

Untuk sekelompok N butir yang memiliki aspek ratio di atas batas diskriminasi,

jumlah sudut pembeda unik ( unique angular difference) dapat dihitung dengan

persamaan di bawah.

Faktor sudut dihitung dengan sistem bobot kelas berlaku pada absolute,

sudut pembeda yang jelas ( acute angular difference ) (β = 0° - 90° ) di antara

setiap butir lonjong. Contoh di bawah ini menggambarkan prosedur untuk

menghitung faktor sudut.

Anggap 4 butir lonjong seperti tampak pada gambar 2.3. Untuk 4 butir, No.β

= 6 dengan formasi sebagai berikut

1. Sudut Absolut diantara butir A-B = 60°

2. Sudut Absolut diantara butir A-C = 90°

3. Sudut Absolut diantara butir A-D = 165°

4. Sudut Absolut diantara butir B-C = 30°

5. Sudut Absolut diantara butir C-D = 75°

6. Sudut Absolut diantara butir B-D = 105°

Acute, absolute, unique angular difference ( β ) didapatkan dengan cara

mengurangi 180° dari setiap absolute angular difference yang lebih besar

dari 90°. Hasil akhir seperti terlihat di bawah ini :

Page 10: LAPORAN AWAL 7

1. [ βA-B ] = 60°

2. [ βA-C ] = 90°

3. [ βA-D ] = [165° - 180°] = 15°

4. [ βB-C ] = 30°

5. [ βC-D ] = 75°

6. [ βB-D ] = [105° - 180°] = 75°

Sumber : Howard and Rowlands, Development of an index to quality rock texture for

qualitative assessment of intact rock properties

Gambar 2.3. Perhitungan faktor sudut untuk 4 butir

Absolut, acute angular differences dibagi kedalam 9 kelas, yang mana

masing-masing memiliki bobot ( lihat tabel 2.2 ). Kemudian faktor sudut

dihitung dengan menjumlahkan hasil dari bobot kelas dan fraksi dari jumlah

total angular difference dalam setiap kelas. ( Persamaan 2.10 ).

Tabel 2.2. Perhitungan Faktor Sudut

NoInterval Kelas Bobot

Faktor Sudut

  ( β ) ( i ) ( AF₁ )1 0° - 10° 1 0

2 10° - 20° 2 1/6 x 2

3 20° - 30° 3 1/6 x 3

4 30° - 40° 4 0

5 40° - 50° 5 0

6 50° - 60° 6 1/6 x 6

7 60° - 70° 7 0

Page 11: LAPORAN AWAL 7

8 70° - 80° 8 2/6 x 8

9 80° - 90° 9 1/6 x 9

Total Faktor Sudut = 6

Dimana :

N = Jumlah total dari butir-butir berbentuk lonjong

Xi = Jumlah angular difference dalam setiap kelas

i = Faktor bobot kelas

Total faktor sudut ( AF1 ) dibagi dengan 5 ⁽* untuk memastikan kemiripan

faktor sudut terhadap faktor-faktor lain. Dengan demikian, sebagai contoh ,

AF1 = 6/5 = 1.2. Untuk menghilangkan bias pada faktor sudut, disarankan

agar jumlah butir-butir yang dihitung di dalam daerah acuan sebaiknya

berkisar antara 30 – 50 butir.

2.2.2 Analisis koefisien tekstur fragmentasi hasil peledakanAnalisis koefisien tekstur ini dilakukan pada fragmentasi hasil peledakan.

Hasil dari analisis ini adalah suatu angka koefisien tekstur yang mengiindikasikan

tingkat keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan tanpa memperhatikan

berapa besar ukuran fragmentasi batuan tersebut.

Angka koefisien tekstur menunjukkan tingkat keseragaman fragmen batuan

hasil peledakan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis

fragmentasi hasil peledakan dengan koefisien tekstur, antara lain:

Nilai koefisien tekstur = 1, mengindikasikan fragmentasi batuan hasil

peledakan yang seragam

Nilai koefisien tekstur di bawah dan di atas satu menunjukkan fragmentasi

batuan hasil peledakan yang tidak seragam .

2.3 Perbedaan Antara Metode Koefisien Tekstur dan Model KuzramPada dasarnya model Kuzram dan metode Koefisien Tekstur adalah

metode yang digunakan untuk menganalisis fragmentasi hasil peledakan. Bila

Page 12: LAPORAN AWAL 7

dibandingkan dengan koefisien tekstur maka dapat dilihat bahwa analisis

fragmentasi hasil peledakan dengan model Kuzram lebih dikenal dan dipakai.

Hal ini dikarenakan penggunaan model Kuzram untuk analisis fragmentasi

hasil peledakan tidak membutuhkan analisis data yang berkesinambungan.

Dalam arti analisis fragmentasi hasil peledakan dengan model Kuzram dapat

dilakukan hanya sekali untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini berbanding

terbalik dengan analisis fragmentasi hasil peledakan dengan metode Koefisien

Tekstur yang berkesinambungan. Dalam pengertian bahwa analisis fragmentasi

hasil peledakan dengan koefisien tekstur harus sering dilakukan bersamaan

dengan kegiatan peledakan. Biasanya analisis fragmentasi dengan metode

koefisien tekstur dilakukan setelah adanya kegiatan peledakan karena yang

dianalisis adalah fragmentasi batuan yang baru diledakkan.

Selain perbedaan yang dijelaskan di atas, terdapat perbedaan teknis yang

mendasar di antara kedua metode ini. Analisis fragmentasi hasil peledakan

dengan model Kuz-ram memperhatikan ukuran fragmentasi batuan hasil

peledakan dalam hubungan dengan kegiatan selanjutnya ( aktivitas Pengolahan

di crushing plant ) yang diindikasikan dengan adanya kurva distribusi fragmentasi

batuan sebagai hasil dari analisis dengan model ini yang bertujuan untuk

mengetahui keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan. Sedangkan

analisis fragmentasi batuan dengan koefisien tekstur tidak memperhatikan

ukuran fragmentasi batuan yang dihasilkan tetapi langsung kepada tingkat

keseragaman fragmentasi batuan hasil peledakan yang diindikasikan dengan

nilai koefisien tekstur = 1 atau mendekati 1. Secara umum perbedaan di antara

kedua metode analisis fragmentasi di atas tampak seperti pada tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3. Perbedaan Model Kuzram Dan Metode Koefisien Tekstur

Model Kuzram Metode Koefisien Tekstur

Analisis biasanya dilakukan sekali Analisis dilakukan sesering mungkin

Memperhatikan ukuran fragmen batuan Tidak memperhatikan ukuran fragmen

Hasil analisisnya berupa kurva distribusi

fragmen batuan

Hasil analisisnya berupa nilai koefisien

tekstur

Sumber data untuk analisis fragmentasi

berasal dari geometri peledakan dan

bahan peledak

Sumber data untuk analisis

fragmentasi berasal dari fragmentasi

batuan hasil peledakan

Page 13: LAPORAN AWAL 7

BAB IIITUGAS DAN PEMBAHASAN

3.1 Tugas1. PT. Use Bersama TBK merupakan salah satu perusahaan tambang

andesit di jawa barat yang diketahui memiliki banyak rekahan degan spesifikasi

batuannya dengan nilai SGr 2,55 gr/cc dan SGrstd 160 lb/ft3. Perusahaan ini

menggunakan metoda peledakan dalam pembongkaran/penggaliannya dengan

menggunakan ANFO sebagai bahan peledak utamanya yang memiliki spesifikasi

Sge 0,85 ton/m3 Sgestd 1,2 gr/cc, VOD 11803 fps dan VODstd 12000 fps.

Geometri peledakan yang digunakan perusahaan tersebut adalah sbb :

- Burden (B) = 3m

- Spasi (S) = 3,5m

- Kedalaman (H) = 12m

- Diameter (De) = 3”

- Steaming (T) = 3m

- Tinggi Jenjang (L) = 12m

- Sub Drilling (J) = 0m

1. Hitung geometri peledakan perusahaan tersebut secara teoritis (RL.Ash

dan C.J Konya)

2. Analisa mengapa perusahaan tersebut lebih menggunakan geometri

peledakan aktual

3. Hitung prediksi fragmentasi yang akan didapat dari masing-masing

metode geomteri peledakan(RL.Ash dan C.J Konya)

4. Hitung distribusi fragmentasi hasil peledakan di lapangan.

5. Jika ukuran mulut jaw crusher hanya berukuran 80cm, berapa persentase

batuan yang dapat masuk

Page 14: LAPORAN AWAL 7

3.2 Pembahasan1. Diketahui :

L = 12 m

Burden (B) = 3m

Spasi (S) = 3,5m

Kedalaman (H) = 12m

Diameter (De) = 3”

Steaming (T) = 3m

Tinggi Jenjang (L) = 12m

Sub Drilling (J) = 0m

VOD = 11.803 fps

SGe = 0,85 ton/m3

Sgestd = 1,2 gr/cc

SGr = 2,55 gr/cc atau 155,76 lb/ft3

SGr std = 160 lb/ft3

Target Prod = 70.000 m3/hari

A. C.J. Konya

Burden ( B )

B = 3,15 x De x

B = 3,15 x 3 x

B = 3,15 x 3 x 0,693

B = 6,548 ft

B = 1,995 meter

Spacing ( S )

S = 1,4 x B

= 1,4 x 1,995

= 2,793 meter

Page 15: LAPORAN AWAL 7

Stemming ( T )

T = 0,7 x B

= 0,7 x 1,995

= 1,396 meter

Subdrilling

J = 0,3 x B

= 0,3 x 1,995

= 0,5985 meter

Powder Column (PC)

PC = (L + J) – T

= H – T

= 12 – 1,396

= 10,604 meter

Loading Density ( LD )

LD = 0,508 x De2 x SGe

= 0,508 x 32 x 0,85

= 3,8862 kg/m

Berat Handak ( w )

W = LD x PC

= 3,8862 x 10,604

= 41,209 kg/lubang

Volume (bcm)

V = ( B x S x L )

= (1,995 x 2,793 x 12)

= 66,864 m3

Tonase

T = V x SGr

= 66,864 x 2,55

= 170,503 ton

Powder Factor

PF = W : Volume

= 41,209 : 66,864

= 0,616 kg/ton

Page 16: LAPORAN AWAL 7

n lubang

n = Target Produksi : Tonase

= 700000 : 170,503

= 410 lubang / hari

PF total untuk semua lubang

= PF x n

= 0,616 x 410 = 252,56 kg/m3

Produksi per hari

= n lubang x tonase

= 410 x 170,503

= 69906,23 ton/hari

= 69906,23 m3/hari

B. R.L. Ash

AF1 = ( )1/3

= ( )1/3

= 0,881

AF2 = ( ) 1/3

= ( ) 1/3 = 1,008

Burden (B)

KB = 30 x AF1 x AF2

= 30 x 0,881 x 1,008

= 26,641

B =

=

= 2,02 meter

Spasi (S)

Ks = Kskoreksi x AF1 x AF2

Page 17: LAPORAN AWAL 7

= 1,25 x 0,851 x 1,008

= 1,110 m

S = Ks x B

= 1,110 x 2,02

= 2,242 meter

Subdrilling ( J )

KJ = 0,3 x AF1 x AF2

= 0,3 x 0,881 x 1,008

= 0,266

J = 0,266 x B

= 0,266 x 2,02

= 0,537 meter

Stemming ( T )

KT = KT std x AF1 x AF2

= 0,8 x 0,881 x 1,008

= 0,71

T = KT x B

= 0,71x 2,02

= 1,434 meter

Powder Column (PC)

PC = (L + J) – T

= H – T

= 12 – 1,434

= 10,566 meter

Loading Density ( LD )

LD = 0,508 x De2 x SGe

= 0,508 x 32 x 0,85

= 3,886 kg/m

Berat Handak ( w )

W = LD x PC

= 3,886 x 10,566

= 41,05 kg/lubang

Volume (bcm)

V = ( B x S x L )

Page 18: LAPORAN AWAL 7

= (2,02 x 2,242 x 12)

= 54,346 m3

Tonase

T = V x SGr

= 54,346 x 2,55

= 138,582 ton

Powder Factor

PF = W : Volume

= 41,05 : 54,346

= 0,755 kg/ton

n lubang

n = Target Produksi : Tonase

= 700000 : 138,582

= 505 lubang / hari

PF total untuk semua lubang

= PF x n

= 0,755 x 505 = 381,275 kg/m3

Produksi per hari

= n lubang x tonase

= 410 x 170,503

= 69983,91 ton/hari

= 69983,91 m3/hari

C. Aktual

B = 3 meter

S = 3,5 meter

J = 0 meter

T = 3 meter

PC = H – T

= 12 – 3

= 9 meter

LD = 0,508 x De2xSGe

= 0,508 x 32x 0,85

= 3,886 kg/m

Page 19: LAPORAN AWAL 7

W = PC x LD

= 9 x 3,886

= 34,974 kg/lubang

V = B x S x L

= 3 x 3,5 x 12

= 126 m3

Tonase = V x SGr

= 126 x 2,55

= 321,3 ton

Powder Factor

PF = W : Volume

= 34,974: 126

= 0,277 kg/ton

n lubang

n = Target Produksi : Tonase

= 700000 : 321,3

= 218 lubang / hari

PF total untuk semua lubang

= PF x n

= 0,755 x 218 = 60,386 kg/m3

Produksi per hari

= n lubang x tonase

= 218 x 321,3

= 70043 ton/hari

= 70043m3/hari

Tabel 3.1No Parameter C.J Konya RL.ASH Aktual1 Burden (B) 1,995 m 2,02 m 3 m2 Spasi (S) 2,79 m 2,42 m 3,5 m3 Subdrilling(J) 0,59 m 0,537 m 8 m4 Steaming(T) 1,396 m 1,434 m 3 m

5 Powrder Column (PC) 10,604 m 10,566 m 9 m

6 Loading Density(LD) 3,88 kg/m 3,88 kg/m 3,88 kg/m

7 Berat Handak (W) 41,209 kg/lubang 41,05 kg/lubang 34,974 kg/lubang

8 Volume (V) 66,864 m3 54,346 m3 126 m3

Page 20: LAPORAN AWAL 7

9 Tonase 170,503 ton 138,582 ton 321,3 ton10 Powrder Factor (PF) 0,616 kg/ton 0,755 kg/ton 0,277 kg/ton11 n lubang 410 lubang/hari 505 lubang/hari 218 lubang/hari12 PF total 252,56 kg/m3 381,275 kg/m3 60,386 kg/m3

13 Produksi 69906,23 m3/hari

69983,91 m3/hari 70043 m3/hari

Sumber : Praktikum Peledakan 2015

2. Berdasarkan perhitungan, dapat dilihat pada tabel diatas bahwa

perusahaan lebih menggunakan geometri peledakan aktual karena secara

perhitungan teoritis produksi aktual lebih banyak dari metode RL.Ash mapun C.j

Konya, dengan powder factor 02,77 kg/ton.

3.

C.J. Konya

Xm = A (PF)-0,8 x (Qe)1/6 x (115/E)19/30

= 10 (0,616)-0,8 x (41,209)1/6 x (115/100)19/30

= 14,734 x 1,85 x 1,09

= 29,711 cm

RL.Ash

Xm = A (PF)-0,8 x (Qe)1/6 x (115/E)19/30

= 10 (0,755)-0,8 x (41,05)1/6 x (115/100)19/30

= 12,521 x 1,85 x 1,09

= 25,248 cm

Aktual

Xm = A (PF)-0,8 x (Qe)1/6 x (115/E)19/30

= 10 (0,277)-0,8 x (34,974)1/6 x (115/100)19/30

= 27,926 x 1,808 x 1,09

= 55,034 cm

Tabel 3.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 8 7 6 5 7 6 8 7 6 10 70 18,3721-40 15 20 14 22 21 24 15 23 6 12 172 45,1441-60 8 5 5 4 4 8 5 6 5 4 54 14,1761-80 9 5 7 7 8 4 4 5 4 5 58 15,22>80 3 4 3 2 3 2 2 2 3 3 27 7,09

381 100

Ukuran (cm)Section

Persentase (%)Jumlah

Sumber : Praktikum Peledakan 2015

Tabel 3.3

Page 21: LAPORAN AWAL 7

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 9 10 8 7 7 5 7 6 8 8 75 17,8121-40 25 22 30 18 20 20 21 18 19 19 212 50,3641-60 7 6 6 5 3 7 5 6 6 5 56 13,361-80 7 4 8 9 5 6 6 7 5 7 64 15,2>80 1 1 2 1 3 1 1 2 1 1 14 3,33

421 100

Ukuran (cm)Section

Jumlah Persentase (%)

Sumber : Praktikum Peledakan 2015

Tabel 3.4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 12 15 20 14 14 12 17 17 15 15 151 31,3921-40 22 22 25 17 19 19 23 19 24 20 210 43,6641-60 8 5 5 4 4 7 6 4 4 6 53 11,0261-80 9 5 7 6 5 4 6 4 5 4 55 11,43>80 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 12 2,49

481 100

Ukuran (cm)Section

Jumlah Persentase (%)

Sumber : Praktikum Peledakan 2015

Tabel 3.5

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 25 18 17 17 16 19 19 16 16 15 178 30,921-40 21 20 22 24 28 25 25 24 26 25 240 41,6741-60 10 12 8 7 9 9 7 7 6 7 82 14,2461-80 7 5 5 6 3 6 7 8 7 7 61 10,59>80 1 3 2 1 1 1 3 1 1 1 15 2,6

576 100

Ukuran (cm)Section

Jumlah Persentase (%)

Sumber : Praktikum Peledakan 2015

Tabel 3.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<20 15 15 13 16 18 12 12 14 15 15 145 23,0921-40 21 22 22 21 21 22 21 24 27 25 226 35,9941-60 15 14 14 14 14 14 16 14 15 18 148 23,5761-80 10 9 9 9 8 8 9 9 8 9 88 14,01>80 2 2 5 1 2 1 3 1 3 1 21 3,34

100

Ukuran (cm)Section

Jumlah Persentase (%)

Sumber : Praktikum Peledakan 2015

Tabel 3.7Distribusi Fragmentasi hasil peledakan

No<20 cm 21-40 cm 41-60 cm 61-80 cm > 80 cm

1 18,37 45,14 14,17 15,22 7,092 17,81 50,36 13,3 15,2 3,333 31,39 43,66 11,02 11,43 2,494 30,9 41,67 14,24 10,59 2,65 23,09 35,99 23,57 14,01 3,34

Rata - Rata 24,31 43,36 15,26 13,29 3,77

Distribusi Frequensi (%)

Page 22: LAPORAN AWAL 7

Sumber : Praktikum Peledakan 2015

BAB IVANALISA

Dilihat dari tabel diatas metode aktual dapat dibilang yang paling tepat

untuk dipilih, karena dilihat dari jumlah lubang yang digunakan 218 lubang/hari

apabila metode RL.Ash didapat 505 lubang/hari dan C.J Konya 410 lubang/hari.

Sehingga lebih efisien dengan menggunakan metode aktual yang menggunakan

218 lubang/hari dengan hasil produksi paling tinggi 70043 m3/hari. Dan dilihat

dari parameter yang ada hasil aktual ini lebih ekonomis karena bahan peledak

yang dibutuhkan per lubang lebih sedikit dari yang lain untuk setiap harinya.

Sehingga dapat masuk dalam kategori pilihan perusahaan karena lebih

menguntungkan dari segi bahan peledak, biaya melubangi lubang bor, dan

mendapatkan hasil produksi yang besar.

Page 23: LAPORAN AWAL 7

BAB VKESIMPULAN

Dapat disimpulkan geometri peledakan RL.ash, C.J Konya dan Aktual

dapat disimpulkan suatu cara perhitungan mengenai kegiatan peledakan yang

ditujukan supaya kegiatan peledakan dapat bekerja secara optimum. Dalam

perhitungan yang dilakukan dalam geometri peledakan terdapat unsur-unsurnya

yaitu diameter lubang bor, ketinggian jenjang, burden, spasing, subdrilling,

stemming, kedalaman lubang, dan juga banyaknya lubang ledak. Dari unsur-

unsur tersebutlah perhitungan mengenai jumlah pemakaian bahan peledak

barulah dapat dihitung produksi yang didapat dan bahan ledak yang digunakan

Page 24: LAPORAN AWAL 7
Page 25: LAPORAN AWAL 7

DAFTAR PUSTAKA

Anggha, 2011 “Fragmentasi”, http://angghajuner.blogspot.com/2011/10

/Fragmentasi.html. Diakses pada tanggal 23 November 2015 (html, online).

Dirga, 2010, “Analisis Fragmentasi, http://dirgamining.blogspot.com/2012/10/

analisis-fragmentasi.html. Diakses pada tanggal 23 November 2015 (html,

online).

Rachmat, 2013, “Identifikasi-tingkat-keseragaman-fragmentasi-batuan-dengan-metode-koefisien-tekstur”.

http://rachmatrisejet.blogspot.com/2013/07/Identifikasi-tingkat-

keseragaman-fragmentasi-batuan-dengan-metode-koefisien-tekstur

15.html. Diakses pada tanggal 23 November 2015 (html, online).