laporan 3 - b.2.1415.02

54
B.2.1415.0.2 Produksi Butanol dari Singkong TK-4095 PERANCANGAN PABRIK KIMIA LAPORAN III SPESIFIKASI PERALATAN PABRIK: BIOREAKTOR 18/03/201 RN Issued for Internal RK RD AH TANGGAL DISIAPKAN OLEH PENJELASAN CHECK APPR. PEMBIMBING PRODUKSI BUTANOL DARI SINGKONG B.2.1415.02 Rahayu Ningtyas 13011027 Rizal Danang D.C. 13011041 Rizkia Kunti Pragati 13011051 Revisi ke- : 1 dari 54

Upload: rizkia-kunti-pragati

Post on 30-Sep-2015

250 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Laporan Rancang Pabrik

TRANSCRIPT

Templete Laporan 1

B.2.1415.0.2Produksi Butanol dari Singkong

TK-4095 PERANCANGAN PABRIK KIMIA

LAPORAN IIISPESIFIKASI PERALATAN PABRIK:BIOREAKTOR

18/03/2015RNIssued for Internal ReviewRKRDAH

TANGGALDISIAPKAN OLEHPENJELASANCHECKAPPR.PEMBIMBING

PRODUKSI BUTANOL DARI SINGKONG

B.2.1415.02

Rahayu Ningtyas13011027

Rizal Danang D.C.13011041

Rizkia Kunti Pragati13011051

Revisi ke- :

LAPORAN III038

Daftar Isi1INFORMASI UMUM31.1Pengantar31.2Referensi32Pertimbangan Perancangan Unit Operasi52.1Pengantar52.2Reaktor dan Tangki213.Spesifikasi Alat (Equipment Summary Sheets)233.1Spesifikasi Unit Fermentor234.Mode Operasi Bioreaktor27Appendix A Detail Perhitungan Fermentor28A.1Rancangan Dimensi Fermentor ABE28A.2Rancangan Sistem Pencampuran dan Pengadukan31A.3Rancangan Cooling Coil34

1 INFORMASI UMUM1.1 Pengantar

Produksi butanol dari singkong dilakukan dengan terlebih dahulu mengubah singkong menjadi glukosa melalui proses hidrolisis. Proses hidrolisis ini melibatkan larutan pati singkong sebagai reaktan serta dua buah enzim yaitu alfa-amilase dan glukoamilase yang mengkatalisis reaksi itu sendiri. Enzim alfa-amilase menghidrolisis pati menjadi gula-gula sederhana seperti maltosa dan beberapa glukosa sedangkan enzim glukoamilase menghidrolisis maltosa secara lebih lanjut menjadi glukosa. Kedua reaksi tersebut berlangsung dalam dua reaktor yang terpisah yaitu reaktor likuifaksi M-102 (dengan enzim alfa-amilase) dan reaktor sakarifikasi M-104 (dengan enzim glukoamilase). Hasil keluaran reaktor terakhir (reaktor sakarifikasi) inilah yang merupakan substrat yang digunakan dalam proses fermentasi. Glukosa yang diproduksi dari unit hidrolisis selanjutnya dicampurkan dengan medium fermentasi dari tangki medium S-101 serta inokulum C.acetobutylicum ATCC 824 dari reaktor inokulum (seed fermentor R-103) sebagai umpan fermentor yang berfungsi sebagai media reaksi untuk menghasilkan pelarut aseton, butanol, dan etanol (pelarut ABE). Fermentor ABE inilah yang akan menjadi bahasan pokok perancangan dalam laporan ini. 1.2 Referensi

Perancangan bioeraktor mengacu pada dua dokumen perancangan sebelumnya yang tercantum pada Tabel 1.1 sebagai berikut. Tabel 1.1 Referensi perancangan bioreaktorNo.Judul DokumenNo. DokumenRev.

1.Basis PerancanganLaporan I0

2.Perancangan KonseptualLaporan II0

Selain kedua dokumen tersebut, digunakan pula beberapa referensi tambahan dari literatur seperti berikut ini. 1. Chang, Wei-Lun. Acetone-Butanol-Ethanol Fermentation by Engineered Clostridium beijerinckii and Clostridium tyrobutyricum, Dissertation, The Ohio State University, 2010.2. Dolejs, I; Krasnan, V; Stloukal, R; Rosenberg, M; Rebros, M, Butanol Production by Immobilized Clostridium acetobutylicum in repeated batch, fed-batch, and continuous modes of fermentation, Bioresource Technology, (2014) 723-730.3. Geankoplis, C.J., Transport Processes and Separation Process Principles, Fourth Edition, New Jersey: Pearson Education, Inc., 2003. 4. Gimbun, J.; Radiah, A. B. D.; Chuah, T.G., Bioreactor Design via spreadsheet-a study on the monosodium glutamate (MSG) Process, Journal of Food Engineering, 64 (2004), 277-283.5. Hanh, Tran Thi My. Optimization of Acetone-Butanol-Ethanol Production from Cassava Starch by a Mixed Culture of Clostridium sp. and Bacillus sp. in Batch and Fed-batch Fermentation, A Thesis Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy in Biotechnology, Prince of Songkla University, 2009. 6. Hochfeld, W.L., Producing Biomolecular Substances with Fermenters, Bioreactors, and Biomolecular Synthesizers, Taylor and Francis Group, USA, 2006.7. Li, J.; Chen, X.; Qi, B.; Luo, J.; Zhang, Y.; Su, Y.; Wan, Y. Efficient production of acetone-butanol-ethanol (ABE) from cassava by a fermentation-pervaporation coupled process, Bioresource Technology 169 (2014), 251-257. 8. Lu, C, Butanol Production from Lignocellulosic Feedstocks by Acetone-Butanol-Ethanol Fermentation with Integrated Product Recovery, The Ohio State University, 2011.9. McDuffie, N.G., Bioreactor Design Fundamentals, USA, Butterworth-Heinemann, 1991. 10. Post, Thomas, Understand the Real World of Mixing, Back to Basics AICHE journal, 2010. 11. Sinnot, R.K.,Chemical Engineering Design Vol.6, 4th edition, Elsevier Butterworth-Heinemann, Oxford, 2005. 12. Stanbury, P.F.; Whitaker, A.;Hall, S.J., Principles of Fermentation Technology 2nd Edition, Butterworth Heinemann, 2003.13. Slawinski & Co. GmbH, Slawinski Datasheet, 2014. 14. Zaluski, M.H.; Park, B.T.; Bless, D.R., Bioreactor Economics, Size, and Time of Operation (BEST) Computer Simulation for Designing Sulfate-Reducing Bacteria Field Bioreactors.15. Wade, H.L., Basic Advanced Regulatory Control: System Design and Application 2nd Edition, The Instrumentation, Systems, and Automation Society, 2004. 16. van der Merwe, Abraham Blignault. Evaluation of Different Process Designs for Biobutanol Production from Sugarcane Molasses, Thesis Submitted in Partial Fulfillment of The Requirements for The Degree of Master of Science in Engineering, University of Stellenbosch, 2010. 17. Velazquez-Sanchez, H.I., Horcasitas, M., Aguilar-Lopez, R. Development of A Phenomenological Kinetic Model for Butanol Production Using Clostridium beijerenckii, Revista Mexicana de Ingeniera Qumica, 13 (2013), 103-112. 18. Vandamme, E.J. dan Soetaert, W.,Industrial Biotechnology, Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co.KGaA, 2010. 19.

2 Pertimbangan Perancangan Unit Operasi2.1 Pengantar 2.1.1 Mekanisme dan Stoikiometri Reaksi Fermentasi Aseton, Butanol Etanol (ABE)

Proses fermentasi aseton-butanol-etanol secara umum melibatkan dua tahap yaitu tahap asidogenesis yang dilanjutkan dengan tahap solventogenesis. Pada tahap asidogenesis produk utama yang dihasilkan adalah asam butirat dan asam asetat. Sementara itu, pada tahap solventogenesis dihasilkan pelarut-pelarut berupa aseton, butanol, dan etanol. Secara umum, tahap asidogenesis berlangsung pada pH yang relatif tinggi dengan pH 6,0-6,8 sedangkan tahap solventogenesis berlangsung pada pH rendah yaitu pada rentang pH 4,5-5,0. Pergeseran dari tahap asidogenesis ke tahap solventogenesis terjadi karena pada tahap asidogenesis sel tumbuh secara eksponensial yang diiringi dengan terbentuknya senyawa-senyawa asam yang menyebabkan pH medium menurun. Senyawa-senyawa asam yang terbentuk kemudian digunakan kembali dan dikonversi menjadi produk pelarut sehingga menyebabkan medium mengalami penurunan pH (Hanh, Tran Thi My, 2009; Chang, Wei-Lun, 2010). Persamaan-persamaan stoikiometri reaksi pembentukan butanol yang berlangsung pada fermentor ABE ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Stoikiometri Reaksi Fermentasi Pembentukan Butanol(sumber: van der Merwe dan Blignault, 2010)Persamaan Stoikiometri Reaksi% Konversi (mol)

1.C6H12O6 + H2O C3H6O (aseton) + 3CO2 + 4H219,55

2.C6H12O6 C4H10O (butanol) + 2CO2 + H2O38,83

3.C6H12O6 2C2H6O (etanol) + 2CO23,42

4.C6H12O6 C4H8O2 (asam butirat) + 2CO2 + 2H20,45

5.C6H12O6 3C2H4O2 (asam asetat)0,34

6.C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O (cell maintenance)13,92

7.C6H12O6 + 1,1429 NH3 5,7143 C4H7O2N (C.acetobutylicum) + 0,2857 CO2 + 2,5714 H2O (pertumbuhan sel)4,48

Berdasarkan Tabel 2.1 tersebut dapat diketahui bahwa produk yang terbentuk dari proses produksi butanol adalah pelarut ABE, asam butirat, asam asetat, biomassa sel, CO2, H2, serta H2O. Produk pelarut ABE diperoleh melalui pemisahan secara in situ dengan gas stripping untuk kemudian dimurnikan lebih lanjut hingga diperoleh butanol dengan kemurnian > 99%. Sementara itu, produk gas CO2 dan H2 dikeluarkan untuk digunakan lagi sebagai agen purging untuk menjaga kondisi anaerobisitias fermentor. 2.1.2 Kinetika Reaksi Fermentasi Aseton, Butanol, Etanol (ABE)Butanol diproduksi oleh bakteri genus Clostridium melalui jalur fermentasi ABE. Pengetahuan mengenai jalur metabolisme beserta produk metabolit yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut dapat menjadi dasar untuk mempelajari kinetika reaksi produksi butanol. Kinetika reaksi merupakan data yang sangat dibutuhkan untuk merancang suatu proses fermentasi dengan menggunakan bioreaktor. Jalur metabolisme yang ditempuh oleh mikroorganisme genus Clostridium dalam proses fermentasi ABE dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut.

Gambar 2.1 Jalur metabolisme fermentasi ABE oleh bakteri genus Clostridium (sumber: disederhanakan oleh Velazquez-Sanchez, dkk. (2013))

Berdasarkan model jalur metabolisme tersebut, Velazquez-Sanchez, dkk. (2013) berhasil menyusun suatu model kinetika yang menggambarkan proses fermentasi ABE oleh bakteri genus Clostridium. Serangkaian model kinetika tersebut melibatkan lima senyawa utama yaitu glukosa, biomassa, butanol, aseton, dan etanol. Selain lima senyawa tersebut, terdapat pula dua senyawa antara yaitu asam butirat dan asam asetat yang merupakan senyawa yang dihasilkan dalam proses asidogenesis pada proses fermentasi ABE (van der Merwe, 2010; Li, dkk., 2014). Persamaan-persamaan yang menyusun model kinetika fermentasi ABE menurut Velazquez-Sanchez, dkk. (2013) adalah sebagai berikut. 1. Pertumbuhan Biomassa Spesifik

2. Produksi Butanol Spesifik

3. Produksi Butirat Spesifik

4. Produksi Asetat Spesifik

5. Produksi Etanol Spesifik 6. Konsentrasi glukosa terhadap waktu (konsumsi substrat menjadi produk biomassa, etanol, butanol, dan aseton)

7. Konsentrasi biomassa terhadap waktu

8. Laju produksi butanol

9. Laju produksi butirat

10. Laju produksi asetat

11. Laju produksi aseton

12. Laju produksi etanol

Nilai-nilai parameter pada persamaan-persamaan di atas ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Nilai numerik untuk parameter-parameter model kinetika (sumber: Vel azquez-Sanchez, dkk., 2013)ParameterNilaiSatuan

kaa9,2254 x 10-5g/L

kba0,0364g/L

KBut13,3803g/L

Kd0,0040jam-1

KSb0,0296g/L

KSbSg1,0219g/L

KSg0,9477g/L

maxAce0,0004jam-1

Tabel 2.2 Nilai numerik untuk parameter-parameter model kinetika (lanjutan)(sumber: Vel azquez-Sanchez, dkk., 2013)ParameterNilaiSatuan

maxBut0,0196jam-1

maxSb0,0058jam-1

maxX0,0270jam-1

YAce/Sg0,2597g/g

YBut/Sb0,0361g/g

YBut/Sg0,3352g/g

YEt/Sg0,1005g/g

YAce/X0,0053g/g

YAct/X0,7493g/g

YBut/X0,1130g/g

YEt/X2,5189g/g

YSb/X0,4887g/g

YX/Sg0,0249g/g

Keterangan: Kaa = konstanta afinitas asetat-aseton (g/L)Kba = konstanta afinitas butanol-aseton (g/L)Kbut = konstanta inhibisi butanol (g/L)kd = laju kematian sel spesifik (jam-1)KSb = konstanta afinitas butanol-butirat (g/L)KSbSg = konstanta afinitas butirat-glukosa (g/L)Ksg = konstanta afinitas glukosa (g/L)YAce/Sg = yield aseton terhadap glukosa (g/g)YBut/Sb = yield butanol terhadap butirat (g/g)YEt/Sg = yield etanol terhadap glukosa (g/g)YAce/X = yield aseton terhadap biomassa (g/g)YAct/X = yield asetat terhadap biomassa (g/g)YBut/X = yield butanol terhadap biomassa (g/g)YEt/X = yield etanol terhadap biomassa (g/g)YSb/X = yield butirat terhadap biomassa (g/g)YX/Sg = yield biomassa terhadap glukosa (g/g)

Dengan menggunakan persamaan-persamaan kinetika di atas, Vel azquez-Sanchez, dkk. (2013) melakukan simulasi untuk mengetahui profil konsentrasi glukosa, aseton, butanol, etanol, asam butirat, asam asetat, serta biomassa terhadap waktu fermentasi selama 300 jam. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut.

Gambar 2.2 Hasil simulasi kinetika fermentasi ABE (sumber: Vel azquez-Sanchez, dkk., 2013)

Pada Gambar 2.2 dapat diketahui bahwa sekitar 55-60 g/L glukosa hampir habis terkonsumsi selama 300 jam fermentasi dan untuk waktu fermentasi yang sama konsentrasi butanol yang dihasilkan dapat mencapai sekitar 55 g/L. Berdasarkan data-data tersebut, diambil asumsi bahwa waktu fermentasi adalah selama 50 jam dengan pertimbangan sebagai berikut. 1. Butanol merupakan produk yang dapat bersifat racun apabila konsentrasinya di atas 20 g/L sehingga proses fermentasi harus dihentikan ketika nilai konsentrasi butanol mendekati nilai inhibisi. Oleh karena itu, agar butanol yang diperoleh tetap dapat sesuai dengan kapasitas yang telah ditentukan, penambahan nutrien secara fed-batch akan dilakukan secara berkala mulai dari jam ke-50 tersebut. 2. Waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan glukosa sangat lama (300 jam atau lebih dari 12 hari) sehingga produktivitasnya kecil dan tidak menguntungkan apabila diterapkan secara komersial.

2.1.3 Filosofi Perhitungan Proses produksi butanol dari singkong dilakukan melalui tiga tahap utama yang meliputi tahap persiapan bahan baku dan hidrolisis, tahap fermentasi ABE, serta tahap pemisahan dan pemurnian pelarut ABE yang dihasilkan dari proses fermentasi. Tahap fermentasi ABE merupakan tahap yang akan ditinjau lebih dalam pada laporan ini. Secara spesifik perancangan sistem fermentor yang tepat untuk memproduksi butanol dari singkong akan dilakukan. Dalam tahap perancangan ini, asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Kondisi pabrik dan kapasitas produksiMulai operasi: Tahun 2025Rasio turndown: 300 hariMode Operasi: Hidrolisis secara batch kemudian fermentasi secara fed-batchSistem pemisahan: Pemisahan kontinu secara in situ dengan gas strippingKapasitas produksi butanol: 64.784 kg butanol/hari atau 80.000 liter butanol setara minyak/hariKebutuhan singkong: 51.150 ton singkong/tahun = 170,5 ton singkong/hari2. Proses produksi butanol secara umum dilakukan per batch dengan asumsi bahwa 1 batch berlangsung selama 8 hari (dari awal singkong ditimbang hingga produk akhir diperoleh). Dengan menggunakan acuan waktu produksi dalam 1 tahun adalah selama 300 hari maka dalam 1 tahun diperkirakan akan terdapat 38 batch.3. Simulasi proses pengolahan awal hingga proses fermentasi dilakukan dengan menggunakan simulator SuperPro sedangkan simulasi proses pemisahan pelarut ABE digunakan dengan menggunakan simulator proses ASPEN HYSYS. 4. Solid loading singkong umpan hidrolisis adalah sebesar 25% untuk mencegah hambatan perpindahan massa.5. Proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan enzim alfa-amilase dan glukoamilase dengan jumlah enzim masing-masing sebesar 2%-v/v. 6. Proses likuifaksi dengan menggunakan enzim alfa-amilase berlangsung pada T = 90 oC dan tekanan atmosferik selama 4 jam. Sementara itu, proses sakarifikasi dengan menggunakan enzim glukoamilase berlangsung pada T = 60oC dan tekanan atmosferik selama 36 jam. 7. Penentuan volume fermentasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fermentor batch karena meskipun mode operasi yang digunakan adalah fed-batch, mode operasi batch akan digunakan di awal. Volume fermentasi dihitung dengan terlebih dahulu mengetahui waktu fermentasi dari persamaan kinetika yaitu selama 50 jam. Apabila laju alir mula-mula larutan glukosa diketahui (Sin diketahui) dan dianggap bahwa glukosa habis terkonsumsi (Sout = 0) maka volume fermentasi dapat diketahui dengan menggunakan persamaan neraca massa fermentor batch sebagai berikut.Sin = laju alir volume glukosa masuk = 10560 m3/batch (hasil simulasi dengan SuperPro)dengan mengasumsikan bahwa 1 batch = 8 hari serta 1 hari = 24 jam, dapat dicari nilai Sin dalam satuan m3/jam dengan cara sebagai berikut.

Sout = laju alir volume glukosa keluar = 0 (asumsi glukosa habis terkonsumsi) t fermentasi = 50 jamVolume fermentasi dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut (persamaan waktu tinggal pada reaktor batch)

8. Volume kerja total proses fermentasi tersebut dibagi ke dalam 9 buah fermentor berukuran masing-masing 500 m3 dengan anggapan bahwa volume cairan maksimal yang diperbolehkan berada di dalam fermentor saat proses fermentasi adalah sebesar 80% kapasitas total fermentor. 9. Pada penerapannya kemudian, volume fermentasi untuk proses batch di 50 jam pertama hanya akan menggunakan 50% volume kerja fermentor atau sebesar 1375 m3. Volume sisa fermentor akan digunakan untuk proses fed-batch berupa penambahan umpan sebesar 3,06 m3/jam atau sebesar 0,051 m3/menit (dengan asumsi bahwa proses fed-batch juga dilakukan selama 50 jam untuk menghindari inhibisi akibat terbentuknya butanol dalam konsentrasi tinggi). 10. Fermentasi berlangsung pada kondisi T = 33oC, pH = 4,5-6,0 pada kondisi anaerobik dengan purging gas CO2 untuk menjaga kondisi anaerob fermentor. pH awal fermentasi mulai adalah 6,0 namun seiring waktu berjalan, pH akan turun karena terbentuk asam-asam organik seperti asam butirat dan asam asetat yang menandakan proses asidogenesis telah berlangsung.11. Pengontrolan pH dilakukan dengan menggunakan larutan NaOH dan larutan asam butirat. Penambahan larutan NaOH dilakukan agar pH tidak terlalu asam (< 4,5) sehingga tidak membunuh bakteri C.acetobutylicum karena bakteri ini memiliki pH optimum sekitar 4,5-6,0 (Hanh, Tran Thi My, 2009; Chang, Wei-Lun, 2010). Sementara itu, penambahan asam butirat selain untuk mengatur pH juga merupakan induser agar proses asidogenesis cepat berlangsung sehingga proses solventogenesis yang menghasilkan butanol juga lebih cepat terjadi. 12. Secara umum, proses perancangan fermentor ABE dilakukan dengan langkah-langkah seperti pada Gambar 2.3. Perhitungan secara lengkap pada setiap langkah di Gambar 2.3 disajikan pada bagian Appendix A.

Gambar 2.3 Diagram alir langkah-langkah perancangan fermentor

2.1.4 Sistem PengendalianFermentasi ABE merupakan suatu proses yang kompleks sehingga diperlukan adanya sistem pengendalian yang baik agar fermentasi dapat berjalan dengan optimum. Sistem pengendalian untuk sebuah unit operasi diatur dalam sebuah sistem instrumentasi. Berdasarkan fungsinya, sistem instrumentasi dan kontrol dibedakan menjadi tiga bagian yaitu alat ukur (measurement system), pengendali (controller), dan pengaman (alarm system beserta tripping system). Secara umum, rangkaian sistem instrumentasi dan kontrol ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Rangkaian Sistem Pengendalian Proses Secara Umum(sumber: http://www.controlguru.com/2007/020507.html)

Penjelasan secara umum dari ketika bagian sistem instrumentasi dan kontrol adalah sebagai berikut.

1. Alat ukur (Measurement System)Instrumen ini digunakan sebagai penangkap dari output yang dikendalikan. Instrumen sebagai alat ukur terdiri dari dua jenis yaitu sebagai indicator dan recorder. Indicator merupakan alat penunjuk sedangkan recorder mencatat respon yang telah terukur. Output yang terlihat dapat berupa display angka, jarum penunjuk, maupun pena pencatat. Contohnya adalah alat ukur tekanan (Pressure Indicator/PI dan Pressure Recorder/PR), alat ukur temperatur (Temperature Indicator/ TI dan Temperature Recorder/TR), dan lain-lain.

2. Pengendali (Controller)Sistem pengendalian dilakukan dengan sistem controller yang terdiri dari beberapa instrument yaitu sensor elemen, transmitter, set point, controller, dan final control element. Sensor elemen berhubungan langsung dengan variabel yang akan dikontrol dan melakukan pengukuran. Transmitter merupakan pembawa sinyal yang nilainya sesuai dengan yang terukur di sensor elemen. Output dari transmitter tidak hanya controller, melainkan dapat juga menuju indicator maupun recorder. Set point merupakan nilai yang menjadi acuan bagi controller. Nilai set point dibandingkan dengan nilai hasil pengukuran pada sensor elemen. Perbandingan ini akan menghasilkan output yang akan menggerakkan final element. Final element ini dapat berupa control valve atau control actuator.

3. Pengaman (Alarm dan Tripping System)Sistem ini berfungsi untuk memberikan respon sebagai hasil dari sistem controller. Output yang diberikan dapat berupa penanda alarm maupun respon untuk mengendalikan proses yang dilakukan dengan control valve.Ketiga bagian sistem instrumentasi dan kontrol di atas harus diterapkan pada fermentasi ABE sehingga proses dapat berlangsung secara aman (reaksi berlangsung pada kondisi yang sesuai), menguntungkan (produk yang dihasilkan sesuai spesifikasi), serta tidak membahayakan lingkungan. Beberapa jenis sistem pengendali yang dibutuhkan pada fermentasi ABE adalah pengendalian temperatur, pH, tekanan, serta ketinggian (level) larutan fermentasi. Selain itu, terdapat beberapa parameter yang perlu dijaga kondisi operasinya agar proses fermentasi dapat berjalan dengan baik, diantaranya adalah agitasi (pengadukan) serta kondisi anaerobisitas (penyebaran CO2). Penjelasan masing-masing bentuk pengendalian adalah sebagai berikut.

1.Pengendali pHFermentasi dimulai dengan pH 6-6,5 untuk memicu terjadinya proses asidogenesis, sedangkan pada tahap solventogenesis nilai pH optimum berkisar antara 4-4,5. Kondisi yang terlalu asam dapat menyebabkan kematian sel. Di sisi lain, pembentukan pelarut akan menyebabkan nilai pH semakin tinggi sehingga secara logika dapat menstabilkan proses metabolisme. Namun butanol yang dihasilkan bersifat toksik sehingga harus segera diambil dari proses fermentasi. Dengan kata lain, sistem pengendalian pH perlu dilakukan untuk menjaga mikroorganisme tetap hidup. Pengendalian pH dilakukan dengan cara memasang alat pengontrol pH dan dikendalikan dengan cara menambahkan asam butirat dan NaOH.Material yang digunakan sebagai pengukur pH haruslah merupakan material yang tahan panas ketika disterilisasi. Elektroda yang biasa digunakan adalah Elektroda Mettler Tolede. Pengontrolan pH dibantu dengan pompa peristaltik yang mengatur laju alir NaOH dan asam butirat yang masuk ke sistem fermentasi. Pompa peristaltik ini biasa terbuat dari pipa silikon. Nilai set point yang ditetapkan pada umumnya adalah nilai pH maksimum dan minimum. Akurasi dari pengendali pH ini diantaranya adalah 0,02.

2.Pengendali Ketinggian Cairan FermentorPengendalian tinggi cairan dalam fermentor dilakukan untuk mengendalikan substrat yang masuk ke fermentor serta asam dan pelarut yang dihasilkan dalam proses fermentasi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa butanol bersifat toksik sehingga perlu segera dikeluarkan dari fermentor. Pengendalian produk dan substrat juga dilakukan untuk menghindari inhibisi yang mungkin terjadi. Selain itu, mode operasi yang dipilih yaitu fed-batch sehingga diperlukan adanya pengendalian volume cairan dalam fermentor agar tidak melebihi standar. Pengendalian ketinggian cairan dilakukan dengan memasang sensor ketinggian yang dihubungkan dengan valve untuk mengatur cairan substrat yang masuk. Selain itu, pengendalian ketinggian cairan juga menjaga agar tekanan di dalam fermentor tetap berada di sekitar set point karena jika ketinggian level ternyata sangat kecil atau bahkan larutan fermentasi sampai habis, maka akan menyebabkan terjadinya ledakan.

3.Pengendali temperatur Proses fermentasi berlangsung antara 33-370C, pada pabrik ini temperatur saat operasi bernilai 330C. Clostridium termasuk strain bakteri mesofil yang akan mati bila berada pada temperatur di atas temperatur maksimal selama lebih dari 10 menit. Sedangkan jika temperatur lebih rendah dari batas minimum akan menyebabkan bakteri tersebut inaktif. Panas yang mungkin timbul berasal dari aktivitas mikroorganisme serta agitasi sehingga perlu dikendalikan. Pengendalian temperatur pada fermentor biasa dilakukan dengan menggunakan coil yang dipasang dalam fermentor ataupun jacket yang berada di permukaan samping fermentor. Pada skala industri, pengendali temperatur yang biasa digunakan adalah coil yang dialiri air karena dianggap lebih ekonomis. Selain itu perlu juga dipasang sensor untuk mengetahui temperatur di dalam fermentor.Material yang umum digunakan pada pengendali temperatur diantaranya adalah stainless steel Pt100 dengan akurasi pengukuran sekitar 0,50C. Hal yang menentukan akurasi adalah laju alir pendingin yang masuk ke dalam coil. Maka dari itu valve yang mengatur laju alir masuk air pendingin harus dipastikan beroperasi dengan baik. Selain itu, semakin tinggi luas permukaan perpindahan panas dan densitas fluida maka laju perpindahan panas semakin tidak stabil. Hal ini membuat pengukuran temperatur berkurang tingkat kepresisiannya.

4.Pengendali tekananPada proses fermentasi ABE, nilai tekanan dibuat berkisar antara 2 bar. Pengendalian tekanan dilakukan dengan memasang sensor tekanan dan dikendalikan dengan cara mengatur masuknya gas CO2 ke dalam fermentor sebagai stripper gas. Fungsi dari pengendali tekanan ini adalah untuk menjaga agar proses fermentasi tetap berada pada tekanan yang sesuai. Selain dapat berakibat buruk terhadap pertumbuhan mikroba, tekanan yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan ledakan bila sudah melebihi batas maksimum.

5.Pengendalian agitasi (pengadukan)Proses agitasi dilakukan agar konsentrasi mikroba dan nutrien dapat homogen di seluruh cairan di dalam fermentor. Hal ini berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme dalam fermentasi ABE sehingga berdampak pada produktivitas. Tipe agitator yang digunakan berdasarkan pada viskositas larutan fermentasi. Pada fermentor ABE ini, tipe agitator yang dipilih adalah tipe six blade open turbine (pitched blade) dengan sudut blade 450. Proses agitasi harus dilakukan dengan meminimasi terbentuknya gelembung. Beberapa dampak yang ditimbulkan dari adanya gelembung diantaranya adalah memungkinkan adanya kontaminasi, volume cairan fermentasi yang semakin besar, nutrien yang kurang tersebar merata, dan lain-lain. Kemungkinan aliran turbulen yang disebabkan oleh agitasi ini dikendalikan oleh baffle yang dipasang di permukaan dalam bagian samping reaktor sehingga aliran terpecah. Timbulnya gelembung dapat dikendalikan dengan foam breaker yang dipasang di bagian atas fermentor.

6.SpargerSparger merupakan alat untuk mendistribusikan gas di dalam fermentor. Gas yang didistribusikan diantaranya adalah CO2 sebagai stripper gas yang membawa butanol dan media yang menjaga kondisi fermentor agar anaerob.

2.1.5 Process Flow Diagram Fermentor dan Neraca MassaSistem fermentor yang digunakan dalam proses produksi butanol juga dilengkapi dengan unit-unit lainnya seperti unit tangki glukosa, tangki medium CRM, seed fermentor; serta peralatan penunjang seperti sistem pengendalian kondisi fermentor (pengendali pH, temperatur, tekanan, agitasi), sistem utilitas, serta sistem aliran fluida yang terdiri dari rangkaian pipa dan pompa. Diagram alir proses untuk keseluruhan sistem fermentasi ABE (melibatkan 9 buah fermentor) ditunjukkan pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.

B.2.1415.0.2Produksi Butanol dari Singkong

2 dari 38

Gambar 2.5 Diagram alir sistem penyediaan umpan fermentor ABE

B.2.1415.0.2Produksi Butanol dari Singkong

Gambar 2.6 Diagram alir sistem fermentasi ABE16 dari 38

Sistem fermentor ABE yang akan dirancang secara ringkas memiliki konfigurasi P&ID seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Gambar tersebut merepresentasikan sembilan fermentor yang terdapat pada Gambar 2.6. Volume kerja total untuk proses fermentasi adalah 2750 m3 dengan 50% volume pada 50 jam pertama dioperasikan secara batch sedangkan 50 jam sisanya dilangsungkan secara fed-batch dengan laju alir 0,051 m3/menit. Fermentasi berlangsung pada temperatur 33oC dan tekanan atmosferik. Berdasarkan Gambar 2.7 dapat dilihat bahwa terdapat alat pengendali berupa level controller (LT 001 dan LIC 001), temperature controller (TI 001 dan TIC 001), pH controller (pHT 001 dan pHIC 001), dan pressure controller (PI 001 dan PIC 001). Level controller digunakan untuk mendeteksi perubahan ketinggian cairan terutama akibat pembentukan busa selama reaksi berlangsung. Keberadaan busa pada kaldu fermentasi tidak diinginkan karena beberapa alasan diantaranya adalah risiko kontaminasi yang relatif tinggi; kemungkinan adanya produk, medium, ataupun sel yang terbawa di busa sehingga dapat mengurangi perolehan fermentasi; serta menghalangi pengadukan. pH controller berfungsi untuk menjaga pH tetap dalam rentang pH yang memungkinkan C.acetobutylicum hidup dan mampu memproduksi butanol hingga optimal (pH 4,5-6,0). Sementara itu, temperature controller berguna untuk menjaga temperatur fermentasi agar tetap berada dalam rentang yang telah ditentukan yaitu 33oC-37oC yang merupakan rentang temperatur optimal agar C.acetobutylicum tetap dapat tumbuh. Pressure controller digunakan untuk menjaga tekanan operasi agar berada dalam rentang 1-2 bar (terutama karena fermentasi menghasilkan gas-gas yang dapat membuat tekanan meningkat) agar integritas sel-sel bakteri C.acetobutylicum tetap dapat terjaga. Proses fermentasi ABE sendiri dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pengembangan inokulum dan tahap fermentasi ABE. Medium fermentasi yang digunakan adalah medium CRM sedangkan sumber glukosa adalah larutan glukosa yang diperoleh dari hasil hidrolisis pati singkong. Larutan glukosa awal memiliki konsentrasi 60 g/L namun kemudian diencerkan menjadi 55 g/L. Glukosa awal yang dimasukkan dibagi ke dalam dua aliran yaitu glukosa untuk inokulum dan glukosa untuk medium fermentor. Glukosa yang dialirkan ke inokulum adalah sebanyak 260 m3/jam sedangkan glukosa yang masuk ke medium fermentasi adalah sebanyak 2270 m3/jam. Sementara itu, kebutuhan medium sendiri adalah 205 m3/jam untuk fermentasi dan 25 m3/jam untuk inokulum. Larutan inokulum yang digunakan memiliki komposisi seperti pada Tabel 2.3 dengan volume sebesar 275 m3 atau 10% dari volume kerja total reaktor (2750 m3). Tabel 2.3 Komposisi Larutan InokulumKomponen%-massa

biomassa1.806

glukosa3,094

maltosa0,021

lemak0,014

air68,114

medium CRM26,51

Pelarut ABE yang terbentuk dari hasil fermentasi memiliki komposisi seperti pada Tabel 2.4. Pelarut tersebut kemudian dipisahkan secara in situ dengan menggunakan gas stripping. Pada perancangan diagram alir proses, pemisahan pelarut ABE secara in situ digambarkan dengan adanya unit evaporasi di dalam fermentor di mana komponen-komponen hasil fermentasi yang bersifat volatil seperti pelarut ABE yang dihasilkan, air, serta gas hidrogen yang dihasilkan akan teruapkan dan keluar dari fermentor untuk dimurnikan lebih lanjut.

Tabel 2.4 Komposisi Pelarut ABE Hasil FermentasiKomponen%-massaKonsentrasi (g/L)

aseton0,5155,105

butanol1,05010,410

etanol0,0700,697

hidrogen0,00040,004

air98,363974,510

Selain itu, dapat dilihat pula dari serangkaian persamaan stoikiometri bahwa fermentasi ABE menghasilkan produk samping berupa asam butirat, asam asetat, serta biomassa. Komposisi limbah fermentasi yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Komposisi Limbah Hasil FermentasiKomponen%-massa

biomassa1.0097

glukosa9,464

maltosa0,084

medium CRM89,393

asam butirat0,022

asam asetat0,027

Limbah hasil fermentasi ini kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan alat sentrifugasi sehingga biomassa akan terpisah dari larutan medium. Biomassa akan dikeringkan dan dijadikan pakan ternak sedangkan larutan medium akan diolah lebih lanjut di unit pengolahan limbah. Sementara itu, pelarut ABE hasil fermentasi dimurnikan lebih lanjut di unit pemisahan dan pemurnian. Secara keseluruhan, neraca massa dan energi aliran-aliran utama yang terlibat dalam proses fermentasi dinyatakan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Neraca Massa dan Energi Aliran-Aliran Utama Fermentasi ABEParameterUnitNo. Aliran dan Deskripsi

12359

medium fermentorinokulumlarutan glukosalimbah fermentasipelarut ABE

TemperatureC3434333434

Pressurebar1.0131.0131.0131.51.5

Liq/Sol Vol FlowL230275105602302500

B.2.1415.0.2Produksi Butanol dari Singkong

20 dari 38

B.2.1415.0.2Produksi Butanol dari Singkong

Gambar 2.7 P&ID Sistem Fermentasi ABE2.2 Reaktor dan TangkiTangki-tangki serta reaktor atau fermentor yang digunakan dalam proses produksi butanol dari singkong dijelaskan dalam bagian ini.2.2.1 Dillution Tank (M-101/2)Dillution Tank merupakan tangki pencampuran slurry singkong hasil pengolahan dry mill dengan air agar pati yang masuk ke proses hidrolisis berada dalam fasa yang lebih cair. Hal ini akan mempermudah proses hidrolisis. Tangki ini dilengkapi dengan sistem agitasi agar pengenceran slurry dapat dilakukan lebih optimal. 2.2.2 Reaktor Likuifaksi (R-101/2)Reaktor likuifaksi merupakan reaktor hidrolisis tahap pertama dengan menggunakan enzim -amilase. Reaksi dijaga agar tetap berada pada temperatur 95-1050C, pH sebesar 6 - 6,5 dan tekanan atmosferik selama 1-2 jam. Pada tahap ini terjadi pemutusan ikatan -1,4 glikosidik. Sistem pengendali yang harus ada pada reaktor ini diantaranya adalah pengendali temperatur, pH, dan laju alir umpan. Reaktor dilengkapi dengan sistem agitasi agar campuran singkong bisa homogen dengan enzim sehingga reaksi likuifaksi bisa berjalan dengan optimum.2.2.3 Reaktor Sakarifikasi (R-103/4)Pada reaktor ini terjadi proses sakarifikasi, yaitu pemutusan ikatan -1,6 glikosidik. Kondisi operasi reaktor berada pada temperatur 55-600C, tekanan atmosferik selama 8 jam. Sistem pengendalian yang dibutuhkan diantaranya adalah pengendalian temperatur, pH, dan laju alir umpan. Reaktor ini juga dilengkapi dengan agitator agar larutan fermentasi dapat tercampur secara homogen. Pada tahap ini akan dihasilkan glukosa yang kemudian siap memasuki proses fermentasi setelah disaring dan disterilisasi.2.2.4 Tangki Pengenceran Glukosa (T-101/2/3/4/5/6/7/8)Pada tangki ini terjadi pengenceran glukosa dengan menambahkan air ke dalam tangki. Glukosa dari tangki ini kemudian digunakan untuk fermentasi ABE dan sebagai media inokulasi. Sebelum memasuki proses fermentasi, glukosa disterilisasi terlebih dahulu. Pada tangki ini juga dilengkapi dengan agitator agar glukosa dan air dapat homogen.2.2.5 Tangki Medium CRM (S-101/2/3)Tangki ini berfungsi untuk menyimpan medium CRM yang berfungsi sebagai medium pertumbuhan bakteri Clostridia sp. Dari tangki ini medium CRM kemudian diteruskan ke dalam seed fermentor. 2.2.6 Fermentor Inokulasi (R-105/6)Seed fermentor digunakan untuk menumbuhkan mikroba sampai jumlah tertentu sebelum memasuki proses fermentasi ABE. Fermentor dilengkapi dengan sistem pengendalian temperatur, tekanan, dan ketinggian campuran. Fermentor ini juga dilengkapi dengan agitator.2.2.7 Fermentor ABE (R-107/8/9/10/11/12/13/14/15)Fermentor ABE yang digunakan merupakan fermentor dengan sistem agitasi yang dilengkapi dengan pengendali pH, tekanan, temperatur, dan ketinggian cairan dalam fermentor. Tahap fermentasi ABE menghasilkan asam butirat dan asetat sehingga harus tahan dalam kondisi pH yang rendah. Selain itu fermentor juga dilengkapi dengan gas sparger yang menyebarkan gas CO2 sebagai media purging dan gas pembawa pelarut ABE selama proses fermentasi. 2.2.8 Tangki Asam Butirat (T-109)Asam butirat digunakan sebagai pengendali pH pada unit fermentor ABE. Tangki penyimpanan asam butirat berjumlah 1 buah untuk 9 fermentor. Material yang dipilih yaitu stainless steel dengan tipe SS-316 karena lebih tahan korosi.2.2.9 Tangki NaOH (T-110)NaOH digunakan sebagai pengendali pH pada fermentor. Tangki penyimpanan NaOH berjumlah 1 buah untuk semua fermentor. Material steel dengan tipe SS-304 dan SS-316 dinilai cocok untuk basa, sehingga material yang dipilih adalah SS-304 karena lebih ekonomis.2.2.10 Tangki CO2 (T-111)Gas CO2 digunakan sebagai stripper gas yang membawa pelarut ABE dan media yang menjaga agar fermentor berada pada kondisi anaerob. Material yang dipilih adalah carbon steel karena dinilai lebih ekonomis.2.2.11 Tangki Kaldu Fermentasi (T-112)Kaldu fermentasi merupakan pelarut yang dihasilkan selama proses fermentasi ABE dan dibawa oleh gas CO2. Dari fermentor, pelarut ABE yang masih berfasa gas kemudian dikondensasi oleh kondenser (CD-101) dan dipisahkan oleh separator (K-101) untuk memisahkan gas CO2. Gas CO2 yang masih tersisa di-recycle menuju sistem fermentasi, sedangkan larutan hasil fermentasi yang berfasa cair masuk ke dalam tangki kaldu fermentasi (T-112).

3.Spesifikasi Alat (Equipment Summary Sheets)Spesifikasi reaktor dan tangki untuk keseluruhan proses dapat dilihat pada Tabel 3.1.Tabel 3.1 Spesifikasi Reaktor dan TangkiNomorNama AlatVolumeJumlahTemperatur TekananMaterial

M-101/2Dillution Tank500 m3225-27 0C1 atmSS-304

R-101/2Reaktor Likuifaksi500 m3290 0C1 atmSS-304

R-103/4Reaktor Sakarifikasi500 m3260 0C1 atmSS-304

T-101/2/3 /4/5/6/7/8Tangki Pengenceran Glukosa500 m3825-270C1 atmSS-304

S-101/2/3Tangki Medium CRM300 m3325-270C1 atmSS-316L

R-105/6Seed Fermentor250 m32330C1 atmSS-316L

R-107/8/9/10/11/12/13/14/15Fermentor ABE500 m39330C1 atmSS-316L

T-109Tangki asam butirat100 m31