laporan 1

9
PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP UMUR SIMPAN BAHAN PANGAN Firmansyah Hengki P 120331100060 Program Studi Teknologi Pengawetan Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo madura Abstrak Apel (Malus domestica) adalah buah yang memiliki kandungan gizi, vitamin, dan antioksidan yang sangat tinggi. Buah apel yang memiliki kandungan kadar air yang banyak menyebabkan cepat membusuk, sehingga diperlukan pengawetan agar buah apel dapat bertahan lebih lama.Pada umumnya buah yang segar memiliki kadar air yang tinggi yang mengakomodasi tingginya aktivitas metabolik yang berlangsung terus pada masa pasca panen yang menjadikan buah pada umumnya cepat membusuk. Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah buah apel. Metode penelitian yang digunakan menggunakan proses pengeringan dengan menggunakan cabinet drying dengan suhu 60 o C dan sinar matahari suhu alami dengan lama 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam dengan perlakuan diiris tipis ± 2 mm dan memotong seperti dadu 2x2 cm, masing-masing 900 gram dan di uji berat, kadar, dan uji daya awet selama 4 hari. C8 iris dan C8 dadu didapat hasil paling kecil 4,06% dan 1,54% nilai kadar airnya paling rendah, M8 iris dan M8 dadu juga didapat nilai kadar air paling renda dengan nilai masing-masing 5,80% dan 11,97%. M8 iris mengalami penurunan bobot yang dikarenakan hilangnya kadar air sehingga membuat bahannya menjadi lebih awet PENDAHULUAN Ponon Apel (Malus domestica) adalah tanaman yang masuk di Indonesia sekitar tahun 1930-an yang di tanam di daerah Nongkojajar (Kabupaten Pasuruan). Dan sejak tahun 1960 tanaman apel sudah banyak ditanam di Batu, Malang untuk mengganti tanaman jeruk yang mati diserang penyakit. Sejak saat itu tanaman apel terus berkembang hingga sekarang di dataran tinggi (Anonim,

Upload: syaifudddin

Post on 22-Sep-2015

257 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

seksesi

TRANSCRIPT

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP UMUR SIMPAN BAHAN PANGANFirmansyah Hengki P120331100060Program Studi Teknologi Pengawetan

Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Trunojoyo madura

AbstrakApel (Malus domestica) adalah buah yang memiliki kandungan gizi, vitamin, dan antioksidan yang sangat tinggi. Buah apel yang memiliki kandungan kadar air yang banyak menyebabkan cepat membusuk, sehingga diperlukan pengawetan agar buah apel dapat bertahan lebih lama.Pada umumnya buah yang segar memiliki kadar air yang tinggi yang mengakomodasi tingginya aktivitas metabolik yang berlangsung terus pada masa pasca panen yang menjadikan buah pada umumnya cepat membusuk. Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah buah apel. Metode penelitian yang digunakan menggunakan proses pengeringan dengan menggunakan cabinet drying dengan suhu 60oC dan sinar matahari suhu alami dengan lama 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam dengan perlakuan diiris tipis 2 mm dan memotong seperti dadu 2x2 cm, masing-masing 900 gram dan di uji berat, kadar, dan uji daya awet selama 4 hari. C8 iris dan C8 dadu didapat hasil paling kecil 4,06% dan 1,54% nilai kadar airnya paling rendah, M8 iris dan M8 dadu juga didapat nilai kadar air paling renda dengan nilai masing-masing 5,80% dan 11,97%. M8 iris mengalami penurunan bobot yang dikarenakan hilangnya kadar air sehingga membuat bahannya menjadi lebih awetPENDAHULUANPonon Apel (Malus domestica) adalah tanaman yang masuk di Indonesia sekitar tahun 1930-an yang di tanam di daerah Nongkojajar (Kabupaten Pasuruan). Dan sejak tahun 1960 tanaman apel sudah banyak ditanam di Batu, Malang untuk mengganti tanaman jeruk yang mati diserang penyakit. Sejak saat itu tanaman apel terus berkembang hingga sekarang di dataran tinggi (Anonim, 2013). Apel memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi, namun sifat dari apel yang mudah busuk dan rusak sehingga diperlukan pengolahan apel Lee (2006). Buah segar umumnya mempunyai kadar air yang tinggi, sehingga mengakomodasi tingginya aktivitas metabolik. Aktivitas metabolik ini berlangsung terus pada masa pasca panen yang menjadikan buah pada umumnya cepat membusuk. Proses pengeringan akan memperbaiki daya tahan produk tanpa penambahan bahan kimia pengawet dan mengurangi volume produk maupun biaya transportasi Setyopatomo (2010), hal tersebut diperkuat oleh Suismono (2001) yang menyatakan bahwa tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air pada bahan dengan menguapkan sampai pada batas tertentu dimana perkembangan mikroorganisme dapat dihentikan sehingga bahan dapat disimpan lebih lama. Uap air tersebut akan berpindah dari lingkungan ke produk atau sebaliknya sampai tercapai kondisi kesetimbangan. Perpindahan uap air ini terjadi sebagai akibat perbedaan RH lingkungan dan produk, dimana uap air akan berpindah dari RH tinggi ke RH rendah (Adawiyah, 2006). Sementara volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga mempermudah transport, dengan demikian diharapkan biaya produksi lebih murah. Disamping keuntungan-keuntungannya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang dikeringkan dapat berubah, yaitu bentuk, sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu, dan sebagainya. Susanto dan Suneto (1994) menambahkan bahwa pengaruh pengeringan terhadap kualitas bahan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan, perlakuan pendahuluan, lama pengeringan, jenis proses pengeringan, dan lain-lain. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami (sinar matahari) maupun dengan cara buatan (artificial drying) dengan memakai alat pengering seperti oven dan kabinet dryer. Berkaitan dengan proses pengeringan Novary (1997) menyatakan bahwa waktu dan suhu pengeringan yang digunakan tidak dapat ditentukan dengan pasti untuk setiap bahan pangan, namun tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh luas permukaan bahan, kecepatan aliran udara, ukuran bahan, lama pengeringan serta suhu yang digunakan. Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengering maka makin cepat proses pengeringan berlangsung.

Tujuan dari pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas tertentu untuk dapat menghambat atau sampai menghentikan pertumbuhan bakteri, khamir, dan kapang sehingga umur simpan bahan menjadi lebih lama. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh luas permukaan, metode pengeringan dan lama pengeringan suatu bahan terhadap mutu produk akhir.

2. Mengetahui pengaruh kadar air terhadap daya awet produk.

METODELOGI PENELITIAN

Waktu dan tempat

Penelitian tentang pengaruh pengeringan terhadap umur simpan bahan dilakssanakan pada nulan November 2014. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura.Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baki alumunium, cabinet dryer, desikator, Loyang, oven, timbangan analitik, penggaris pisau. Sedangkan bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu apel.

Metode penelitian

Apel yang akan dikeringkan, pertama mengupas kulit apel dengan pisau dan kemudian mencucinya sampai bersih. Lalu diiris tipis 2 mm (A1) dan memotong seperti dadu 2x2 cm (A2), masing-masing 900 gram, lalu dilakukan proses blancing (dicelupkan sebentar pada air panas) dengan suhu 80C selama 5 menit. Setelah proses blancing slesai, kemudian irisan dan potongan tersebut disusun pada nampan atau loyang untuk dikeringkan dengan 2 cara, yakni secara alami menggunakan panas sinar matahari (B1) dan menggunakan mesin kabinet dryer (B2) masing-masing sebanyak 100 gram pada suhu 60C (selama 2 jam (C1), 4 jam (C2), 6 jam (C3) dan 8 jam (C4)). Setelah itu menghitung kadar air sebelum dan sesudah pengeringan serta mengamati perubahan fisik bahan secara sensoris. Kemudian bahan tersebut disimpan pada suhu kamar dengan kadar air yang berbeda dengan 4 level (K1, K2, K3 dan K4) dengan waktu penyimpanan (4 level) yaitu T0 = 0 hari, T1 = 2 hari, T2 = 3 hari dan T3 = 4 hari. Setelah itu menentukan daya awet bahan dengan menghitung kehilangan bobot bahan.Analisis pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi uji berat awal dan akhir beserta kadar air dan uji daya awet.

Uji kadar air dan beratBahan yang sudah dikeringkan kemudian dihitung kadar airnya menggunakan alat atau mesin penghitung kadar air. Dalam waktu beberapa menit akan diketahui kadar air pada bahan tersebut dan menghitung berat sebelum dan sesudah pengeringan.

Uji daya awet

Uji daya awet dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada bahan dengan selang waktu yang telah ditentukan.

HASIL DAN PEMBAHASANTabel 1.1 paramater pengujian berat sebelum dan sesudah pengeringan dan perhitungan kadar air pada apel.ParameterBerat AwalBerat Akhir% Air

C2

Iris1,731.36021,39%

Dadu1,451,08524,91%

C4

Iris1,611,459,66%

Dadu1,0350,9953,40%

C6

Iris1,9851,8954,53%

Dadu1,981,9451,77%

C8

Iris2,0952.0104,06%

Dadu1,9451,9151,54%

M2

Iris20,53573,25%

Dadu2,0650,5871,91%

M4

Iris2,0251,6816,83%

Dadu1,9951,72513,53%

M6

Iris2,091,6520,86%

Dadu2,0351,73514,74%

M8

Iris1,931,6255,80%

Dadu2,0051,76511,97%

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas tertentu untuk dapat menghambat atau sampai menghentikan pertumbuhan bakteri, khamir, dan kapang sehingga umur simpan bahan menjadi lebih lama. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem. Pada praktikum ini Buah apel di iris tipis dan di potong kotak-kotak bertujuan untuk mengetahui lamanya pengeringan pada bahan yang dipengaruhi oleh ketebalan. dilakukan pengujian terhadap buah apel dengan 2 perlakuan berbeda, yaitu pengeringan dengan cara alami dan menggunakan mesin. Perlakuan yang pertama yaitu pengeringan menggunakan mesin cabinet dryer. Parameter yang dilakukan untuk mengamati perubahan selama 4 periode waktu, dan dari data diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan yang menggunakan mesin cabinet drying dengan suhu 60oC setelah 2 jam (C2)didapat bahawa apel dengan perlakuan diiris dan dipotong dadu mengalami penurunan berat, dan hal yang sama juga terjadi pada 4 jam (C4), 6 jam (C6) dan 8 jam (C8) sampel mengalami penurunan berat.Perlakuan yang kedua adalah irisan dan potongan buah apel dikeringkan dibawah sinar matahari. Parameter yang dilakukan sama. Dari data diatas dapat dilihat bahwa setelah 2 jam (M2) dan diamati didapatkan hasil bahwa pada irisan tipis dan potongan dadu mengalami penurunan berat. Begitu pun nan beratpada 4 jam (M4) berat bahan terus menurun sampai parameter terakhir yaitu 8 jam (M8) sampel mengalami penurunan berat.Dari 0 hari (T0) samapi dengan 12 hari (T12) sampel (buah apel) mengalami penurunan berat dan kadar air bahan yang berkurang. Hal ini terjadi akibat proses pengeringan akan memindahkan uap air pada bahan, sehingga volume bahan menjadi lebih kecil dan beratnya semakin lama semakin menurun yang hilang menjadi uap. Lamanya pengeringan akan mempengaruhi kadar air bahan semakin banyak yang berkurang.Tabel 1.2 parameter pengujian daya awet

PengamatanT0T1T2T3

C8 Iris5,025,145,215,29

C8 Dadu5,115,075,25,34

M8 Iris5,0554,974,94

M8 Dadu5,075,125,135,15

Pengujian daya awet dengan cara pengeringan dimana pengujian dilakukan selama 12 hari(T3). Bahan yang diamati adalah buah apel dari pengeringan menggunakan mesin cabinet dryer (C8) dan pengeringan alami menggunakan sinar matahari (M8) baik dengan irisan tipis maupun potongan dadu, keduanya mengalami meningkatnya bobot. Meningkatnya bobot terjadi karena banyaknya air yang ada pada sampel. Hal ini menyebabkan daya awet pada C8 iris tidaak awet karena menurut Winarno (1997) kandungan kadar air pada bahan makanan akan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap berkembangnya mikroorganisme. Jumlah air dalam bahan makanan dapat digunakan sebagai media pertumbuhan oleh mikroorganisme. Kemudian pada C8 dadu pada T0-T2 mengalami penurunan bobot akan tetapi pada saat T3 bobotnya mengalami kenaikan, hal ini menyebabkan bahan menjadi tidak awet karena adanya air pada bahan, dan pada M8 dadu terlihat bahwa bobot dari T0-T3 mengalami peningkatan yang menyebabkan bahan tidak awet karena adanya air pada bahan.

Namun pada M8 iris berbeda, yakni mengalami penurunan bobot dan hal ini yang menyebabkan adanya daya awet pada bahan karena kadar airnya berkurang. Pada perlakuan ini yang terbaik karena mengalami daya keawetan karena tiap harinya mengalami penurunan bobot dengan hilngnya kadar air. Hal ini sesuai dengan pendapat Suismono (2001) yang menyatakan bahwa tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air pada bahan dengan menguapkan sampai pada batas tertentu dimana perkembangan mikroorganisme dapat dihentikan sehingga bahan dapat disimpan lebih lama Kesimpulan dan SaranBerdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan terhadap perlakuan diiris maupun dibuat dadu baik yang menggunakan cabinet drying atau pun sinar matahari terbukti dapat menurunkan berat bahan, dan semakin lama pengeringan kadar airnya akan semakin sedikit dimana pada praktikum kali ini C8 iris dan C8 dadu didapat hasil paling kecil 4,06% dan 1,54% nilai kadar airnya paling rendah diantara yang lainnya, dan pada M8 iris dan M8 dadu juga didapat nilai kadar air paling rendah dibanding yang lain dengan nilai masing-masing 5,80% dan 11,97%. Dan pada uji daya awet dapat dilihat bahwa M8 iris mengalami penurunan bobot yang dikarenakan hilangnya kadar air sehingga membuat bahannya menjadi awet. Dan pengawetan menggunakan sinar matahari kurang efektif karena sampel dapat terkontaminasi oleh debu.DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah. 2006. Hubungan Sorpsi Air, Suhu Transisi Gelas, Dan Mobilitas Air Serta Pengaruhnya Terhadap Stabilitas Produk Pada Model Pangan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2013. Panduan budidaya apel di Indonesia. http://kpricitrus.wordpress.com. (Online). Diakses tanggal 18 Desember 2014.

Lee, H. 2006. Electrical Sterilization of Juice by Discharged HV Impulse Waveform. American Journal of Applied Sciences 2 (10): 2076-2078.Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.Novary, E. W. 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta: Penebar Swadaya,

Lee, H. 2006. Electrical Sterilization of Juice by Discharged HV Impulse Waveform. American Journal of Applied Sciences 2 (10): 2076-2078.

Setyopratomo, P. 2010. Pemodelan Matematika Kandungan Air Pada Pengeringan Apel. Fakultas Teknik. Universitas surabaya

Suismono. 2001. Teknologi Pembuatan Tepung dan Pati Umbi-Umbian Untuk Menunjang Ketahanan Pangan. Majalah Pangan Media Komunikasi dan Informasi 37 (10); 37-94.Susanto. T dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: Bina Ilmu.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.