lapkas glaukoma fakomorfik

10
Laporan Kasus GLAUKOMA FAKOMORFIK Oleh dr. Franky R Kasih Pembimbing Dr. Grace Thenoch, SpM Latar belakang Glaukoma fakomorfik (phaco = lensa; morph= bentuk) adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang disebabkan oleh lensa intumesens. 1,2,3 Ini dapat terjadi pada mata yang sebelumnya memiliki sudut terbuka atau yang memiliki sudut sempit atau tertutup. Glaukoma fakomorfik lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Ini disebabkan akses ke fasilitas operasi mata yang masih terbatas sehingga pasien datang terlambat atau kebiasaan menunggu katarak sampai matang untuk dilakukan operasi. 1 Glaukoma fakomorfik disebabkan oleh 2 hal, yaitu penutupan sudut oleh gaya mekanik lensa terhadap diafragma iris lensa ke anterior dan oleh blokade pupil pada lensa. 4 Mata hiperopia dan lensa yang relatif besar terhadap ukuran sumbu mata akan beresiko terjadinya penutupan sudut dan menjadi faktor predisposisi. Pertambahan ukuran lensa dapat disebabkan oleh beberapa faktor termasuk penuaan, dimana lensa akan bertambah ukuran kurvatura anteriornya, trauma pada lensa,

Upload: revita-thios

Post on 24-Jul-2015

444 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapkas glaukoma fakomorfik

Laporan Kasus

GLAUKOMA FAKOMORFIK

Olehdr. Franky R Kasih

PembimbingDr. Grace Thenoch, SpM

Latar belakang

Glaukoma fakomorfik (phaco = lensa; morph= bentuk) adalah glaukoma sudut

tertutup sekunder yang disebabkan oleh lensa intumesens.1,2,3 Ini dapat terjadi pada mata yang

sebelumnya memiliki sudut terbuka atau yang memiliki sudut sempit atau tertutup. Glaukoma

fakomorfik lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Ini disebabkan akses ke

fasilitas operasi mata yang masih terbatas sehingga pasien datang terlambat atau kebiasaan

menunggu katarak sampai matang untuk dilakukan operasi.1

Glaukoma fakomorfik disebabkan oleh 2 hal, yaitu penutupan sudut oleh gaya

mekanik lensa terhadap diafragma iris lensa ke anterior dan oleh blokade pupil pada lensa.4

Mata hiperopia dan lensa yang relatif besar terhadap ukuran sumbu mata akan beresiko

terjadinya penutupan sudut dan menjadi faktor predisposisi. Pertambahan ukuran lensa dapat

disebabkan oleh beberapa faktor termasuk penuaan, dimana lensa akan bertambah ukuran

kurvatura anteriornya, trauma pada lensa, diabetes melitus dan reaksi idiosinkrasi terhadap

obat-obatan.4,5

Fakomorfik glaukoma dapat terjadi dalam bentuk serangan akut, sub akut dan kronik

glaukoma. Gejala klinis glaukoma fakomorfik terbatas pada gangguan penglihatan karena

katarak. Akan tetapi pasien lebih sering datang dalam keadaan akut dengan keluhan yang

menonjol nyeri mata dan kepala, muntah dan penurunan tajam penglihatan yang terjadi

secara tiba-tiba.

Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda tanda penurunan visus yang cukup berat,

peningkatan tekanan intraokuler dapat mencapai >30 mmHg, pelebaran pembuluh darah

konjungtiva, injeksi siliar, edema kornea, pupil yang berdilatasi dan bereaksi lambat terhadap

cahaya. Lensa yang intumesen dengan atau tanpa blok pupil. Pemeriksaan gonioskopi

menunjukan sudut yang tertutup. Funduskopi seringkali sulit dilakukan karena adanya edema

Page 2: lapkas glaukoma fakomorfik

kornea dan lensa katarak. Pada keadaan fundus masih dapat dievaluasi seringkali belum

ditemukan neuropati optik pada serangan akut pertama kali. Seiring perjalanan glaukoma,

kerusakan papil nervus optik akan semakin terlihat.

Penanganan glaukoma fakomorfik dilakukan pada 2 tahap, yaitu menurunkan tekanan

intraokuler dan operasi katarak.6 Penurunan tekanan intraokuler dapat dicapai dengan

mengatasi blok pupil, menekan produksi aqueus, dan membuka sudut yang tertutup. Hal ini

dapat dicapai dengan medikamentosa dan beberapa manuver atau tindakan sebelum operasi

katarak.

Operasi katarak sedini mungkin menurunkan morbiditas dan memungkinkan kontrol

tekanan yang lebih baik pada pasien glaukoma fakomorfik. Glaukoma fakomorfik meskipun

dapat akut dalam onset, berbahaya dalam perjalanannya, tapi dapat dikenal dengan mudah

dalam klinik, dapat ditangani dan dapat dicegah.7

Laporan kasus

Seorang wanita 60 tahun, bangsa indonesia, suku sanger datang ke poliklinik mata

RSUP Prof RD Kandou tanggal 11 November 2011 dengan keluhan sakit pada mata kanan,

yang dialami sejak 1 hari sebelumnya, disertai pandangan kabur, dan mual. Penderita sudah

pernah mengalami hal ini sebelumnya 9 bulan yang lalu dan berobat ke poliklinik mata RSUP

Prof RD Kandou dan didiagnosis dengan glaukoma. Saat ini penderita menggunakan obat

Timolol 0,5% 2 kali tetes, asetasolamid 2x250 mg dan tablet kalium 1x 300 mg.

Tidak ada riwayat trauma pada mata, tidak ada riwayat keluarga yang menderita glaukoma.

Penderita menderita hipertensi sudah sekitar 1 tahun dan menggunakan obat lisinopril 10 mg

per hari.

Pemeriksaan oftalmologi ditemukan VOD 6/60 PH(-), VOS 6/20 dikoreksi dengan S+

1,50D diperoleh visus 6/6. Tekanan intraokuler mata kanan 49 mmhg (goldmann). Dan mata

kiri 16 mmhg. Pemeriksaan dengan slitlamp biomikroskopi pada mata kanan ditemukan ada

injeksi konjungtiva dan siliar, edema kornea, coa dangkal dengan van herick 1, pupil mid

dilatasi dengan diameter 7 mm, iris terlihat adanya atrofi, lensa keruh dengan ada bercak

putih pada kapsul anterior (glaukomflecken). Funduskopi terlihat papil nervus optik dengan

rasio C/D 0,8; adanya penggaungan, nasalisasi, dan zona beta atrofi peripapiler. Pada mata

kiri segmen anterior dan posterior memberikan gambaran normal.

Goniskopi mata kanan menunjukan sudut tertutup dengan tidak terlihat struktur pada semua

kuadran. Gonioskopi mata kiri menunjukan sudut terbuka dengan terlihatnya trabekulum

pada semua kuadran.

Page 3: lapkas glaukoma fakomorfik

Pemeriksaan perimetri mata kanan menunjukkan defek lapang pandang yang berat (tunnel

vision). Perimetri mata kiri belum menunjukan adanya defek lapang pandang. Pemeriksaan

biometri menggunakan USG A scan panjang aksial mata kanan dan kiri 22,7 mmHg, dengan

ketebalan lensa 4,8 mm mata kanan dan 4,63 mata kiri.

Gambar 1. Serangan glaukoma akut Gambar 2. Lensa katarak

Gambar 3. Goniskopi menunjukkan sudut tertutup.

Penderita ini didiagnosis dengan Glaukoma fakomorfik okuli dekstra.

Terapi yang diberikan adalah Gliserol 50% 100cc.selama tiga hari, timolol 0,5% 2x1

tetes, asetazolamid 3x250 mg, tablet kalium (Aspar K) 1x1 dan diobservasi di rumah sakit.

Penderita dijadwalkan untuk laser periferal iridotomi kalau kornea sudah jernih dan

direncanakan ekstraksi katarak. Tekanan intraokuler pasien 33 mmHg pada hari kedua, 24

mmHg pada hari kedua dan 17 mmHg pada hari keempat.

Pasien kembali mengalami serangan akut 1 minggu kemudian dengan TIO 42 dan

visus menurun mencapai 1/300. Pasien kembali diberikan Gliserol 50% 100cc. Dalam

beberapa hari tekanan mencapai 16 mmHg. Pada tanggal 3 Desember 2011 dilakukan

Page 4: lapkas glaukoma fakomorfik

ekstraksi katarak ekstrakapsuler dengan iridektomi pada mata kanan penderita. Pasca operasi

timolol dan asetazolamid dihentikan. Pada mata kiri penderita dilakukan laser periferal

iridektomi. Pemeriksaan terakhir 1 bulan pasca operasi menunjukkan tajam penglihatan mata

kanan penderita 1/300 dan mata kiri 6/6 dengan koreksi dan tekanan intraokuler kedua mata

penderita berkisar antara 14-16 mmHg, diberikan terapi Tobroson 6x1 tetes pada mata kanan,

dan Methylprednisolon 4 mg 3x1 tablet selama 3 hari.

Gambar 4 dan 5. pasca operasi

Diskusi

Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma yang berkembang sekunder terhadap

perubahan bentuk lensa. Perubahan bentuk lensa yang terjadi dalam hal ini adalah

pertambahan kurvatura anteroposterior akibat proses katarak. Katarak intumesens akan

ditemukan pada mata yang mengalami glaukoma. Tajam penglihatan akan menurun drastis

sampai 1/300 atau lebih buruk. Akan ditemukan bilik mata depan yang dangkal. Pada katarak

yang asimteris, kedalaman bilik mata depan yang sangat berbeda antara ke dua mata, sangat

membantu dalam diagnostik glaukoma fakomorfik. Nyeri merupakan gejala yang sering

dikeluhkan. Tekanan intraokuler sangat meningkat dapat mencapai 30-40 mmHg.

Pasien ini datang dengan keluhan serangan glaukoma akut yaitu nyeri pada mata,

mual, muntah dan penurunan penglihatan tiba-tiba. Pemeriksaan menunjukkan TIO yang

tinggi (49 mmHg), sudut yang tertutup dan adanya katarak intumesens.

Penebalan lensa pada proses katarak menyebabkan blok pupil relatif yang

mengakibatkan iris bombae sehingga terjadi glaukoma sudut tertutup. Ini dapat terjadi pada

mata yang yang sebelumnya sudah memiliki predisposisi sudut sempit (misalnya mata

hiperopia) dan proses katarak memperberat keadaan tersebut.8,9

Page 5: lapkas glaukoma fakomorfik

Penderita ini memiliki mata yang hiperopia, pemeriksaan dengan ultrasonografi A

scan menunjukkan panjang sumbu mata yang pendek, bilik mata depan yang dangkal dan

lensa yang tebal. Ini merupakan predisposisi sudut tertutup. Proses katarak akan

memperbesar resiko terjadinya glaukoma sudut tertutup.

Terapi obat-obatan digunakan untuk membalikkan proses ini dan menurunkan

tekanan intraokuler yang akut. Pada pasien ini digunakan agen hiperosmotik (Gliserol 50% 1-

1,5 ml/kg bb), inhibitor karbonik anhidrase (asetasolamid 3x 250 mg), beta bloker topikal

( Timolol 0,5% 2x1 tetes). Pengendalian tekanan intraokuler yang baik preoperatif dan

pencegahan serangan akut sangat diperlukan untuk menjamin hasil akhir tajam penglihatan

yang optimal. Akan tetapi pengendalian tekanan dengan obat-obatan seringkali memakan

waktu dan hasilnya kurang bisa diperkirakan. Pada pasien ini dengan pemberian obat-obatan

ini memberikan respon yang baik selama beberapa hari pertama, tetapi terjadi serangan akut

kembali beberapa hari kemudian. Adanya riwayat serangan glaukoma akut sebelumnya

menunjukkan bahwa tekanan intraokuler pasien ini tidak dapat dikendalikan dengan baik

hanya dengan obat-obatan saja. Perlu dipertimbangkan tindakan operatif.

Laser periferal iridotomi (LPI) dapat membantu mengendalikan tekanan intraokuler

dengan memberikan jalan pintas bagi akuous humor dan membuka blok pupil. Akan tetapi,

penebalan lensa dapat menekan iris dan badan siliar ke depan dan menutup sudut. Jadi dapat

terjadi serangan sudut tertutup akut tanpa blok pupil yang tidak akan berespon terhadap laser

periferal iridotomi.4 Pada pasien ini tidak dilakukan LPI pada mata yang terkena karena akan

segera dilakukan ekstraksi katarak. LPI dilakukan pada mata “fellow eye” untuk mencegah

terjadinya serangan akut karena mata tersebut memiliki predisposisi anatomis.8

Tindakan operasi untuk mengeluarkan lensa katarak merupakan terapi definitif pada

glaukoma fakomorfik.10 Ekstraksi katarak pada glaukoma fakomorfik bertujuan untuk

mencapai tajam penglihatan yang baik, menurunkan tekanan intraokuler, mencegah

kerusakan saraf optik dan menghindarkan pasien dari keluhan sakit pada mata dan kepala.

Akan tetapi operasi katarak pada pasien glaukoma fakomorfik sangatlah menyulitkan.

Tekanan yang tinggi menyebakan kornea edema sehingga menyulitkan untuk melihat

lapangan operasi, bilik mata depan yang dangkal juga menyulitkan manuver dalam lapangan

operasi.10

Pasien ini operasi dengan tajam penglihatan praoperasi 1/300, dengan kerusakan papil

saraf optik dan defek lapang pandang yang berat. Tujuan operasi yang utama bukan untuk

mendapatkan tajam penglihatan yang optimal, tapi untuk mengendalikan tekanan intraokuler

Page 6: lapkas glaukoma fakomorfik

sehingga pasien tidak mengalami sakit dan mempertahankan sisa saraf optik yang belum

rusak.

Kesimpulan

Keterlambatan diagnosis pada glaukoma fakomorfik akan menyebabkan penderita

mengalami glaukoma kronik yang meningkatkan resiko terjadinya kerusakan saraf optik.

Penanganan yang terlambat juga menyebabkan serangan berulang dan kerusakan saraf optik

akan semakin bertambah.

Pada penderita ini, tekanan intraokuler yang kurang terkendali dengan obat-obatan,

serangan akut beberapa kali menyebabkan kerusakan saraf yang berat dan memberikan hasil

akhir penglihatan yang buruk.

Diagnosis yang tepat, pengendalian tekanan intraokuler yang maksimal dan ekstraksi

katarak sedini mungkin dapat memberikan hasil akhir penglihatan yang optimal pada pasien

glaukoma fakomorfik.9,10

Kepustakaan

1. Sowka J. Phacomorphic Glaucoma : Case and review. Optometry 2006;77: 586-92. Costa V, Wilson R, Azura-Blanco A. Secundary Glaucoma. Dalam : Handbook of

Glaucoma. Martin Duntz : London; 2002. hal. 1293. Gressel MG. Lens Induced Glaucoma. Dalam : Tasman W, Jaeger E, eds. Duane’s

Clinical Ophthalmology, 6th ed. Philadelphia : Lippicot Williams & Wilkins;2006. Hal.554

4. Durcan J. Lens-Induced Glaucoma. Dalam : Morrison JC, Pollack IP, eds. Glaucoma. Science and Practice. New York: Thieme. 2003. Hal.261-73

5. Gamero G. Glaucoma Associated with lens. Dalam : Zimmerman T, Koosner K, eds. New York: Thieme; 2001. Hal 207-9

6. Qamar Ar. Phacomorphic Glaucoma: An easy approach. Pak J Opthalmol. 2007, vol 23 no 2:77-9

7. Sigh M, Arrayyed H, Krishan R. Intraocular Lens Implantation in phacomorphic glaucoma. Bahrain Med Bull. 2002;24(3):88-90

8. American Academy of Ophthalmology. Angle-Closure Glaucoma. Dalam :Glaucoma. Singapore : American Academy of Ophthalmology; 2011. Hal 134 (Basic and Clinical Science Course; Section 10)

9. Mallay M, Shuba L, Kwan YH. Phacomorphic Glaucoma. Cattarac & refrac Surgerry Today. July 2008:65-7

10. Johnson S. Surgical Intervention for Phacomorphic Glaucoma. Glaucoma Today: nov/des 200637-9